laporan skenario b blok 19 impetigo non bullous

75
1 SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul “Laporan Tutorial Skenario B BLOK 19” sebagai tugas kompetensi kelompok. Salawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya sampai akhir zaman. Penulis menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa mendatang. Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada : 1. Allah SWT, yang telah memberi kehidupan dengan sejuknya keimanan. 2. Kedua orang tua yang selalu memberi dukungan materil maupun spiritual. 3. dr.Fitriani, selaku tutor Tutorial B2 4. Teman-teman seperjuangan 5. Semua pihak yang membantu penulis. Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan kepada semua orang yang telah mendukung penulis dan semoga laporan turotial ini bermanfaat bagi kita dan

Upload: faza-naufal

Post on 23-Oct-2015

138 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

impetigo crustacea pioderma dermatitis

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

1

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul “Laporan Tutorial

Skenario B BLOK 19” sebagai tugas kompetensi kelompok. Salawat beriring salam selalu

tercurah kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan

pengikut-pengikutnya sampai akhir zaman.

Penulis menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa mendatang.

Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan

dan saran. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih

kepada :

1. Allah SWT, yang telah memberi kehidupan dengan sejuknya keimanan.

2. Kedua orang tua yang selalu memberi dukungan materil maupun spiritual.

3. dr.Fitriani, selaku tutor Tutorial B2

4. Teman-teman seperjuangan

5. Semua pihak yang membantu penulis.

Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan kepada

semua orang yang telah mendukung penulis dan semoga laporan turotial ini bermanfaat bagi kita

dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.

Palembang, 4 September 2013

Penulis, Mohd Quarratul Aiman

Page 2: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

2

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

DAFTAR ISI

Halaman Judul ….…………………………………………………………………

Kata Pengantar…………………………………………………………………… 1

Daftar Isi ….……………………………………………………………………… 2

BAB I : Pendahuluan

1.1 Latar Belakang ……………………………………………….. 3

1.2 Maksud dan Tujuan ….……………………………………… 3

BAB II : Pembahasan

2.1 Data Tutorial ..………………………………………………… 4

2.2 Skenario ….……………………………………………………. 5

2.3 Seven Steps Procedure ……………………………………

2.3.1 Klarifikasi Istilah-Istilah.……………………………. 6

2.3.2 Identifikasi Masalah ………………………………..... 7

2.3.3 Analisis Masalah……………………………………… 8

2.3.4 Hipotesis……………………………………………… 28

2.3.5 Kerangka Konsep…………………………………….. 28

2.3.6 Learning Issue………………………………………... 29

2.3.7 Sintesis……………………………………………….. 30

2.4 Kesimpulan……………………………………………………… 52

Daftar Pustaka………………………………………………………………………. 53

Page 3: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

3

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Blok Sensoris adalah blok 19 pada semester 5 dari Kurikulum Berbasis

Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.

Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus skenario B yang

memaparkan kasus mengenai Kelainan pada Kulit.

1.2 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu :

1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari system

pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.

2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis

dan pembelajaran diskusi kelompok.

3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.

Page 4: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

4

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial

Tutor : dr. Fitriani, Sp.KK

Waktu : Senin, 02 September 2013

Rabu, 04 September 2013

Moderator : Mutiara Khalida

Sekretaris meja : Mohd Quarratul Aiman Bin Ishak

Sekretaris papan : Rifky Rizaldi

Rule Tutorial : 1. Alat komunikasi dinonaktifkan

2. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan pendapat

3. Berbicara yang sopan dan penuh tata karma.

Page 5: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

5

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

2.2 Skenario B Blok 19

Otoy, 4 tahun, dibawa orang ya untuk berobat ke poliklinik IKKK RSMH dengan keluhan timbul

bercak merah sebagian ditutu keropeng kekuningan di tungkai kanan dan kiri disertai gatal sejak

4 hari yang lalu. Kisaran 5 hari lalu timbul lepuh-lepuh ukuran biji kacang hijau sampai biji

jagung berisi cairan bening sampai kekuningan pada kedua tungkai. Lepuh mudah pecah menjadi

keropeng warna kuning madu. Dalam 3 hari ini muncul bejolan sebesar kelereng di lipat paha

kanan dan kiri. Keluhan ini tidak disertai demam. Saudara kembar Otoy, Oboy, juga pernah

menderita sakit yang sama 10 hari dan sembuh setelah berobat ke dokter. Mereka sering

menggunakan baju dan handuk bersama. Mereka berdua sering bermain di luar rmah dan malas

bila disuruh mandi.

Pemeriksaan Fisik:

Keadaan umum: sadar dan kooperatif

Vital sign: Nadi: 88x/menit, RR: 20x/menit, Suhu: 37,0OC

Keadaan Spesifik:

KGB inguinalis lateral dextra et sinistra: terdapat pembesaran berupa nodul, 2 buah, bulat,

diameter 1 cm, konsistensi kenyal, mobile, tidak nyeri tekan.

Status Dermatologikus:

Regio extremitas inferior dextra et sinistra:

Plak eritem multiple, bulat, lentikuler, diskret, dengan permukaan ditutupi krusta kekuningan.

Page 6: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

6

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

2.3 Seven Steps Procedure

2.3.1 Klarifikasi Istilah

1. Lepuh : tonjolan pada kulit berisi cairan

2. Gatal : sensasi tidak menyenangkan yang berasal dari organ kulit dan

jaringan epitel

3. Koreng : ulcer yaitu kerusakan local/ekstravasi permukaan organ/jaringan

yang ditimbulkan oleh terkelupasnya jaringan nekrotik yang radang

4. Nodul : tonjolan/nodus kecil yang padat dan dapat dikenali dgn sentuhan

5. Eritem multiple : kompleks gejala dengan lesi kulit yang sangat polimorfik

termasuk vesikel papula macular dan bula

6. Discret : dibuat dari bagian yang terpisah / ditandai dengan lesi tidak

berkelompok

7. Krusta kekuningan : lapisan luar yang terbentuk, khususnya dari materi padat

yang berbentuk dari pengeringan eksudat/ekskresi tubuh yang berwarna kuning

8. Mobile : bagian yang dapat digerakkan/terfiksasi

9. Status dermatologikus: gambaran keadaan kulit seseorang

10. Lentikuler : berkenaan dengan atau berbentuk seperti lensa

Page 7: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

7

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

2.3.2 Identifikasi masalah

1. Otoy, 4 tahun, dibawa orang ya untuk berobat ke poliklinik IKKK RSMH dengan keluhan

timbul bercak merah sebagian ditutu keropeng kekuningan di tungkai kanan dan kiri disertai

gatal sejak 4 hari yang lalu.

2. Kisaran 5 hari lalu timbul lepuh-lepuh ukuran biji kacang hijau sampai biji jagung berisi

cairan bening sampai kekuningan pada kedua tungkai. Lepuh mudah pecah menjadi

keropeng warna kuning madu.

3. Dalam 3 hari ini muncul bejolan sebesar kelereng di lipat paha kanan dan kiri. Keluhan ini

tidak disertai demam.

4. Saudara kembar Otoy, Oboy, juga pernah menderita sakit yang sama 10 hari yang lalu dan

sembuh setelah berobat ke dokter. Mereka sering menggunakan baju dan handuk bersama.

Mereka berdua sering bermain di luar rmah dan malas bila disuruh mandi.

5. Keadaan spesifik : KGB inguinalis lateral dextra et sinistra: terdapat pembesaran berupa

nodul, 2 buah, bulat, diameter 1 cm, konsistensi kenyal, mobile, tidak nyeri tekan

6. Status dermatologikus : regio extremitas inferior dextra et sinistra; plak eritem multiple,

bulat, lentikuler, diskret, dengan permukaan ditutupi krusta kekuningan

Page 8: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

8

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

2.2.3 Analisis Masalah

1. Otoy, 4 tahun, dibawa orang ya untuk berobat ke poliklinik IKKK RSMH dengan

keluhan timbul bercak merah sebagian ditutup keropeng kekuningan di tungkai

kanan dan kiri disertai gatal sejak 4 hari yang lalu.

a. Etiologi bercak merah yang ditutupi keropeng kekuningan di kedua tungkai?

Banyak faktor-faktor etiologik yang diduga sebagai penyebab erythema

1)    Infeksi

Bacterial – Vaksinasi BCG, borreliosis, catscratch disease, diphtheria, hemolytic

streptococci, legionellosis, leprosy,Neisseria meningitidis, Mycobacterium

avium complex,pneumococci, Proteus species, Pseudomonas species, Salmonell

aspecies, Staphylococcus species, Treponema pallidum, tuberculosis, tularemia, Vibrio

parahaemolyticus, Vincent disease,Yersinia species, rickettsial infections,  Mycoplasma

pneumonia

Chlamydial – Lymphogranuloma venereum, psittacosis

Fungal – Coccidioidomycosis, dermatophytosis, histoplasmosis

 Parasitic -Trichomonas species, Toxoplasma gondii

Viral – Adenovirus, coxsackievirus B5, cytomegalovirus, echoviruses, enterovirus,

Epstein-Barr virus, hepatitis A, hepatitis B, hepatitis C, herpes simplex,

influenza, measles, mumps, paravaccinia, parvovirus B19, poliomyelitis, vaccinia,

varicella-zoster, variola

Virus-drug interaction – Cytomegalovirus infection–terbinafine, Epstein-Barr virus

infection–amoxicillin

Page 9: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

9

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

2) Obat-obatan

Antibiotics – Penicillin, ampicillin, tetracyclines, amoxicillin, cefotaxime, cefaclor,

cephalexin, ciprofloxacin, erythromycin, minocycline, sulfonamides, trimethoprim-

sulfamethoxazole, vancomycin

     Anticonvulsants – Barbiturates, carbamazepine, hydantoin, phenytoin, valproic acid

Antipyretics – Analgesics, khususnya aspirin

 Antituberculoids – Rifampicin, isoniazid, thiacetazone, pyrazinamid

Lain-lain – Acarbose, albendazole, allopurinol, arsenic, bromofluorene, quinine

(Chinine), cimetidine, clofibrate, corticosteroids, diclofenac, didanosine,

dideoxycytidine, diphosphonate, estrogen, etretinate, fluconazole,

griseofulvin,gabapentin, granulocyte-macrophage colony-stimulating factor, hydralazine,

indapamide, indinavir, lamotrigine,methazolamide, mefloquine, methotrexate,

meprobamate, mercurials, minoxidil, nifedipine, nevirapine, nitrogen mustard, nystatin,

nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs), phenolphthalein, piroxicam, pyritinol,

progesterone, potassium iodide, sulindac, suramin, saquinavir, thiabendazole, thiouracil,

terbinafine, theophylline, verapamil

3)  Bumbu dan bahan pengawet – Asam benzoat, kayu manis

4) Gangguan imunologik - Kekurangan C4 selektif temporer pada bayi (transient selective

C4 deficiency of infancy)

5)  Faktor mekanik – Tattooing

6)  Makanan - Salmon berries, margarine

7)  Faktor fisik – Radioterapi, cuaca, cahaya matahari

8) Lain-lain - Collagen diseases, vasculitides, non-Hodgkin lymphoma, leukemia, multiple

myeloma, myeloid metaplasia, polycythemia

9)  Pada lebih dari 50% kasus, faktor pemicu tidak diketahui. Yang paling umum adalah

kasus dengan infeksi herpes simpleks (oral atau genital) yang mendahuluinya, atau

dengan infeksi mikoplasma, infeksi bakteri atau virus yang lain juga telah dibuktikan.

Page 10: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

10

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

Etiologi krusta kekuningan :

Infeksi bakteri Staphylococcus aureus atau S.pyogens pada penyakit impetigo

b. Mekanisme bercak merah yang ditutupi keropeng kekuningan di kedua tungkai

disertai gatal?

Bercak merah dan keropeng kekuningan merupakan tanda khas pada non-bullous

impetigo. Setelah terjadi infeksi epidermis terbagi/break in tepat di bawah stratum

granulosum membentuk lepuh besar. Neutrofil bermigrasi melalui epidermis

spongiotic ke dalam rongga blister, yang juga mungkin mengandung cocci. Sel

acantholytic Sesekali dapat dilihat, mungkin karena aksi neutrofil. Atas dermis

mengandung peradangan menyusup neutrofil dan limfosit. Vesikel yang terbentuk ini

sangat tipis dan berdinding eritematosa. Vesikel ini mudah pecah dan, serum exuding

yang mongering membentuk kerak coklat kekuningan (Gambar 30.1), yang biasanya

lebih tebal dan 'kotor' dalam bentuk streptokokus.

c. Bagaimana predileksi dari keluhan?

Berdasarkan beberapa literatur disebutkan bahwa tempat predileksi dari impetigo krustosa adalah

di daerah sekitar mulut dan hidung, tetapi tidak menutup kemungkinan dijumpai ditempat lain,

karena pada dasarnya penyakit ini bisa ditularkan ke seluruh daerah tubuh yang sering

mengalami trauma sehingga fungsi perlindungan kulit terganggu.

Lokalisasi: daerah yang terpapar, terutama wajah (sekitar hidung dan mulut), tangan, leher dan

ekstremitas.

Page 11: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

11

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

2. Kisaran 5 hari lalu timbul lepuh-lepuh ukuran biji kacang hijau sampai biji jagung

berisi cairan bening sampai kekuningan pada kedua tungkai. Lepuh mudah pecah

menjadi keropeng warna kuning madu.

a. Bagaimana mekanisme timbulnya lepuh pada kasus?

bakteri menempel di kulit

Koloni meningkat

Mengeluarkan eksotoksin

Merusak desmosom (jembatan sel )

Epidermis terenggang (akantolisis)

Menyebabkan rongga antar s.korneum dan s. granulosum

Neutrofil migrasi ke dalam rongga

Lepuh berisi cairan

Mengaktifkan limfosit T mengeluarkan IL-4 menghasilkan IgE faktor pertumbuhan sel mast meningkathistamingatal

Faktor resiko: Bermain di luar rumah dan malas mandi, (higienis kurang), saudara kembar menderita sakit yang sama 10 hari yang lalu,menggunakan baju dan handuk bersama.

Page 12: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

12

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

b. Bagaimana mekanisme lepuh bisa menjadi keropeng?

Vesikel (lepuh) cairan bening sampai kekuningan terus menumpuk di lapisan

epidermis vesikel pecah serum pus mengering keropeng kekuningan

3. Dalam 3 hari ini muncul bejolan sebesar kelereng di lipat paha kanan dan kiri.

Keluhan ini tidak disertai demam.

a. Bagaimana mekanisme benjolan sebesar kelereng di lipat paha kanan dan kiri?

FR infeksi bakteri pada kulit di tungkai melalui limfogen masuknya

antigen / mikroba ke KGB regional(daerah inguinal) untuk identifikasi dan

pemrograman penghancurannya sel KGB menghasilkan pertahanan tubuh seperti

limfosit, plasma, histiosit, monosit atau sel-sel radang (neutrofil) pembesaran

KGB muncul benjolan dilipat paha kanan dan kiri

b. Mengapa keluhan ini tidak disertai demam?

Infeksi hanya terbatas pada daerah superficial kulit dan tidak menyebar secara

hematogen sehingga tidak terjadi infeksi sistemik.

Page 13: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

13

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

4. Saudara kembar Otoy, Oboy, juga pernah menderita sakit yang sama 10 hari yang

lalu dan sembuh setelah berobat ke dokter. Mereka sering menggunakan baju dan

handuk bersama. Mereka berdua sering bermain di luar rumah dan malas bila

disuruh mandi.

a. Hubungan kebiasaan menggunakan baju dan handuk bersama, sering bermain diluar

rumah dan malas mandi pada kasus ini?

Makna riwayat penyakit saudaranya yang lalu

Merupakan factor predisposisi terjadinya keluahan pada oboy yaitu kontak langsung

maupun tidak langsung dengan pasien impetigo yakni yang diderita saudaranya 10 hari

yang lalu.

Makna sering bermain diluar dan malas mandi

Impetigo sering terjadi pada daerah yang tropis dan cuaca panas ataupun lembab.Selain

itu, faktor lain yang mempengaruhinya adalah kebersihan / higiene yang buruk sehingga

memungkinkan bakteri cepat berkembang didalam tubuh

Makna 10 hari yang lalu saudara menderita sakit yang sama

Penyakit impetigo crustosa merupakan penyakit yang sangat menular, jadi oboy yang

merupakan saudara kembar otoy yang menderita penyakit yang sama 10 hari yang lalu

merupakan salah satu factor resiko terjadinya penularan impetigo crustosa pada otoy.

Page 14: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

14

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

5. Pemeriksaan Fisik

a. Intepretasi dari pemeriksaan fisik?

Keadaan umum :

- Sadar : normal

- Kooperatif : normal

Vital sign :

- Nadi 88x/menit

Normal : 80-120x/m

Interpretasi : Normal

- RR 20 x/menit

Normal : 16-24x/m

Interpretasi : masih normal (tapi hamper tinggi)

- Suhu 37,0 C

Normal : 36,5oC – 37,2oC

Interpretasi : Normal

KGB inguinalis lateral dextra et sinistra

- Terdapat pembesaran berupa nodul , 2 buah , diameter 1 cm, konsistensi kenyal,

mobile, tidak nyeri

Interpretasi : tidak normal

Status Dermatologikus :

Region extremitas inferior dextra et sinistra

- Plak eritem multiple, bulat, lentikuler, diskret, dengan permukaan ditutupi krusta

kekuningan

Interpretasi : tidak normal

Page 15: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

15

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

b. Mekanisme abnormal dari pemeriksaan fisik?

Kelenjar limfa termasuk dalam bagian sistem pertahanan tubuh. Maka, jika ada

antigen asing yang menginfeksi(pada kasus ini akibat infeksi bakteri) akan terbentuk

respon imun terhadap antigen asing,sehingga menyebabkan terjadinya pembesaran

KGB.

6. Status Dermatologikus

a. Intepretasi dari status dermatologikus?

Status Dermatologikus :

Region extremitas inferior dextra et sinistra

- Plak eritem multiple, bulat, lentikuler, diskret, dengan permukaan ditutupi krusta

kekuningan

Interpretasi : tidak normal

b. Mekanisme abnormal dari status dermatologikus?

Impetigo Krustosa diawali dengan munculnya eritema berukuran kurang lebih 2 mm akibat

inflamasi akibat invasi mikroorganisme yang dengan cepat membentuk vesikel berdinding tipis.

Kemudian vesikel tersebut ruptur menjadi erosi kemudian eksudat seropurulen mengering dan

menjadi krusta yang berwarna kuning keemasan (honey-colored) dan dapat meluas lebih dari 2

cm. Krusta pada akhirnya mengering dan lepas dari dasar yang eritema tanpa pembentukan

jaringan scar.

Page 16: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

16

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

7. Differential Diagnosis

a. Herpes Simpleks + infeksi sekunder

Vesikel dengan dasar eritema yang ruptur menjadi erosi ditutupi krusta. Umumnya

terdapat demam, malaise, disertai limfadenopati. 3,9

b. Varisela + infeksi sekunder

Terdapat gejala prodomal seperti demam, malaise, anoreksia. Vesikel dinding tipis

dengan dasar eritema (bermula di trunkus dan menyebar ke wajah dan ekstremitas) yang

kemudian ruptur membentuk krusta (lesi berbagai stadium).3

c. Kandidiasis

Kandidiasis (infeksi jamur candida): papul eritem, basah, umumnya di daerah selaput

lendir atau daerah lipatan. 3

d. Diskoid lupus eritematous

Ditemukan (plak), batas tegas yang mengenai sampai folikel rambut. 3

e. Ektima

Lesi berkrusta yang menutupi daerah ulkus yang menetap selama beberapa minggu dan

sembuh dengan jaringan parut bila menginfeksi dermis. 3

f. Gigitan serangga

Terdapat papul pada daerah gigitan, dapat nyeri. 3

g. Skabies

Papul yang kecil dan menyebar, terdapat terowongan pada sela-sela jari, gatal pada

malam hari.3

Page 17: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

17

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

8. How To Diagnose

Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Gejala klinis penyakit ini biasanya ditandai dengan lesi awal berbentuk makula eritem yang

berubah dengan cepat menjadi vesikel berisi cairan bening atau pustul yang cepat memecah, bila

mengering akan mengeras membentuk krusta yang melekat di kulit dengan warna menyerupai

kuning madu. Biasanya gatal dan jika krusta diangkat diangkat maka tampak erosi dibawahnya.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa dan gambaran klinis dari lesi. Kultur dilakukan bila

terdapat kegagalan pengobatan dengan terapi standar, biopsy jarang dilakukan. Biasanya

diagnose dari impetigo dapat dilakukan tanpa adanya tes laboratorium. Namun demikian, apabila

diagnosis tersebut masih dipertanyakan, tes mikrobiologi pasti akan sangat menolong.

• Laboratorium rutin

Pada pemeriksaan darah rutin, lekositosis ringan hanya ditemukan pada 50% kasus pasien

dengan impetigo. Pemeriksaan urinalisis perlu dilakukan untuk mengetahui apakah telah terjadi

glomerulonefritis akut pasca streptococcus (GNAPS), yang ditandai dengan hematuria dan

proteinuria.

• Pemeriksaan imunologis

Pada impetigo yang disebabkan oleh streptococcus dapat ditemukan peningkatan kadar anti

deoksiribonuklease (anti DNAse) B antibody.

• Pemeriksaan mikrobiologis

Eksudat yang diambil di bagian bawah krusta dan cairan yang berasal dari bulla dapat dikultur

dan dilakukan tes sensititas. Hasil kultur bisa memperlihatkan S. pyogenes, S. aureus atau

keduanya. Tes sensitivitas antibiotic dilakukan untuk mengisolasi metisilin resisten S. aureus

(MRSA) serta membantu dalam pemberian antibiotik yang sesuai. Pewarnaan gram pada eksudat

memberikan hasil gram positif.

Page 18: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

18

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

9. Working Diagnosis

Impetigo Krustosa

10. Epidemiologi

Terjadinya penyakit impetigo krustosa di seluruh dunia tergolong relatif sering. Penyakit ini

banyak terjadi pada anak - anak kisaran usia 2-5 tahun dengan rasio yang sama antara laki-laki

dan perempuan. Di Amerika, impetigo merupakan 10% dari penyakit kulit anak yang menjadi

penyakit infeksi kulit bakteri utama dan penyakit kulit peringkat tiga terbesar pada anak. Di

Inggris kejadian impetigo pada anak sampai usia 4 tahun sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6% pada

anak usia 5-15 tahun.

11. Patogenesis

Pada impetigo krustosa (non bullous), infeksi ditemukan pada bagian minor dari trauma

(misalnya : gigitan serangga, abrasi, cacar ayam, pembakaran). Trauma membuka protein-

protein di kulit sehingga bakteri mudah melekat, menyerang dan membentuk infeksi di kulit.

Pada epidermis muncul neutrophilic vesicopustules. Pada bagian atas kulit terdapat sebuah

infiltrate yang hebat yakni netrofil dan limfosit. Bakteri gram-positif juga ada dalam lesi ini.

Eksotoksin Streptococcus pyrogenic diyakini menyebabkan ruam pada daerah berbintik

merah, dan diduga berperan pada saat kritis dari Streptococcal toxic shock syndrome. Kira-

kira 30% dari populasi bakteri ini berkoloni di daerah nares anterior. Bakteri dapat menyebar

dari hidung ke kulit yang normal di dalam 7-14 hari, dengan lesi impetigo yang muncul 7-14

hari kemudian.

Page 19: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

19

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

12. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium.

Pada keadaan khusus, dimana diagnosis impetigo masih diragukan, atau pada suatu

daerah dimana impetigo sedang mewabah, atau pada kasus yang kurang berespons

terhadap pengobatan, maka diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan sebagai berikut:

- Pewarnaan gram. Pada pemeriksaan ini akan mengungkapkan adanya neutropil

dengan kuman coccus gram positif berbentuk rantai atau kelompok.

- Kultur cairan. Pada pemeriksaan ini umumnya akan mengungkapkan adanya

Streptococcus aureus, atau kombinasi antara Streptococcus pyogenes dengan

Streptococcus beta hemolyticus grup A (GABHS), atau kadang-kadang dapat berdiri

sendiri.

- Biopsi dapat juga dilakukan jika ada indikasi.

2. Pemeriksaan Lain:

- Titer anti-streptolysin-O ( ASO), mungkin akan menunjukkan hasil positif lemah

untuk streptococcus, tetapi pemeriksaan ini jarang dilakukan.

-Streptozyme. Adalah positif untuk streptococcus, tetapi pemeriksaan ini jarang

dilakukan.

Page 20: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

20

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

13. Faktor Risiko

Meskipun siapa saja bisa mengalami impetigo, anak berusia 2 sampai 6 tahun dan bayi

adalah yang paling banyak mengalaminya. Anak secara khusus rentan mengalami infeksi

karena sistem imun mereka masih dalam tahap perkembangan. Karena itulah impetigo

dapat dengan menyebar melalui kelompok bermain atau di sekolah.

Faktor lain yang meningkatkan impetigo antara lain:

•    Bersentuhan langsung dengan mereka yang terkena impetigo atau dengan peralatan

yang terkontaminasi

- Kondisi yang ramai

- Cuaca yang panas dan lembab

- Kebersihan (higiene dan sanitasi) kurang

- Keadaan kurang gizi (malnutrisi) dan anemia.

Mereka yang memiliki diabetes atau sistem imun yang lemah secara khusus lebih

rentan terkena ecthyma, jenis impetigo yang lebih serius.

14. Manifestasi Klinis

Dalam impetigo non-bulosa, lesi awal adalah vesikel sangat tipis berdinding pada

eritematosa. Vesikel pecah cepat kemudian Mengeringnya exuding serum untuk

membentuk kerak coklat kekuningan (Gambar 30.1), yang biasanya lebih tebal dan 'kotor'

dalam bentuk streptokokus dan beberapa lesi biasanya bisa bergabung. Crust bisa

mengering meninggalkan erythema yang redup tanpa bekas luka. Dalam kasus yang

parah, mungkin ada adenitis regional dengan demam dan gejala konstitusional lainnya.

Wajah, terutama di sekitar hidung dan mulut, dan anggota badan adalah situs yang paling

sering terkena, tetapi keterlibatan kulit kepala sering terjadi pada tinea capitis, dan lesi

dapat terjadi di manapun pada tubuh, terutama pada anak dengan dermatitis atopik atau

kudis.

Page 21: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

21

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

15. Penatalaksanaan

A. Umum

Menjaga kebersihan agar tetap sehat dan terhindar dari infeksi kulit.9

Menindaklanjuti luka akibat gigitan serangga dengan mencuci area kulit yang terkena

untuk mencegah infeksi. 9

Mengurangi kontak dekat dengan penderita 9

Bila diantara anggota keluarga ada yang mengalami impetigo diharapkan dapat

melakukan beberapa tindakan pencegahan berupa: 9

- Mencuci bersih area lesi (membersihkan krusta) dengan sabun dan air mengalir

serta membalut lesi.

- Mencuci pakaian, kain, atau handuk penderita setiap hari dan tidak menggunakan

peralatan harian bersama-sama.

- Menggunakan sarung tangan ketika mengolesi obat topikal dan setelah itu

mencuci tangan sampai bersih.

- Memotong kuku untuk menghindari penggarukan yang memperberat lesi.

- Memotivasi penderita untuk sering mencuci tangan.

B. Khusus

Pada prinsipnya, pengobatan impetigo krustosa bertujuan untuk memberikan

kenyamanan dan perbaikan pada lesi serta mencegah penularan infeksi dan kekambuhan.3

1. Terapi Sistemik

Pemberian antibiotik sistemik pada impetigo diindikasikan bila terdapat lesi yang luas

atau berat, limfadenopati, atau gejala sistemik.1

a. Pilihan Pertama (Golongan ß Lactam)

Golongan Penicilin (bakterisid)

o Amoksisilin+ Asam klavulanat

Dosis 2x 250-500 mg/hari (25 mg/kgBB) selama 10 hari.3

Golongan Sefalosporin generasi-ke1 (bakterisid)

Page 22: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

22

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

o Sefaleksin

Dosis 4x 250-500 mg/hari (40-50 mg/kgBB/hari) selama 10 hari.3

o Kloksasilin

Dosis 4x 250-500 mg/hari selama 10 hari.3

b. Pilihan Kedua

Golongan Makrolida (bakteriostatik)

o Eritromisin

Dosis 30-50mg/kgBB/hari. 4

o Azitromisin

Dosis 500 mg/hari untuk hari ke-1 dan dosis 250 mg/hari untuk hari ke-2

sampai hari ke-4.4

2.Terapi Topikal

Penderita diberikan antibiotik topikal bila lesi terbatas, terutama pada wajah dan

penderita sehat secara fisik. Pemberian obat topikal ini dapat sebagai profilaksis

terhadap penularan infeksi pada saat anak melakukan aktivitas disekolah atau tempat

lainnya. Antibiotik topikal diberikan 2-3 kali sehari selama 7-10 hari.5,6

o Mupirocin

Mupirocin (pseudomonic acid) merupakan antibiotik yang berasal dari

Pseudomonas fluorescent .Mekanisme kerja mupirocin yaitu menghambat sintesis

protein (asam amino) dengan mengikat isoleusil-tRNA sintetase sehingga

menghambat aktivitas coccus Gram positif seperti Staphylococcus dan sebagian

besar Streptococcus. Salap mupirocin 2% diindikasikan untuk pengobatan

impetigo yang disebabkan Staphylococcus dan Streptococcus pyogenes.10

o Asam Fusidat

Page 23: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

23

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

Asam Fusidat merupakan antibiotik yang berasal dari Fusidium coccineum.

Mekanisme kerja asam fusidat yaitu menghambat sintesis protein. Salap atau krim

asam fusidat 2% aktif melawan kuman gram positif dan telah teruji sama efektif

dengan mupirocin topikal.11

o Bacitracin

Baciracin merupakan antibiotik polipeptida siklik yang berasal dari Strain

Bacillus Subtilis. Mekanisme kerja bacitracin yaitu menghambat sintesis dinding

sel bakteri dengan menghambat defosforilasi ikatan membran lipid pirofosfat

sehingga aktif melawan coccus Gram positif seperti Staphylococcus dan

Streptococcus. Bacitracin topikal efektif untuk pengobatan infeksi bakteri

superfisial kulit seperti impetigo.10

o Retapamulin

Retapamulin bekerja menghambat sintesis protein dengan berikatan dengan

subunit 50S ribosom pada protein L3 dekat dengan peptidil transferase. Salap

Retapamulin 1% telah diterima oleh Food and Drug Administraion (FDA) pada

tahun 2007 sebagai terapi impetigo pada remaja dan anak-anak diatas 9 bulan dan

telah menunjukkan aktivitasnya melawan kuman yang resisten terhadap beberapa

obat seperti metisilin, eritromisin, asam fusidat, mupirosin, azitromisin.6

16. Pencegahan

Anak-anak dengan impetigo harus menghindari kontak dekat dengan anak-anak lain jika

mungkin. Rekomendasi mengizinkan anak-anak dengan impetigo dari sekolah atau penitipan

selama 24 jam setelah pemberian antibiotik.

Page 24: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

24

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

Merawat lesi kulit dengan mupirocin karena hal ini telah terbukti menurunkan tingkat

penyebaran impetigo. Antihistamin dan steroid topikal membantu mengurangi menggaruk.

Mengobati penyakit yang mendasarinya juga telah terbukti menurunkan jumlah patogen pada

kulit.

Ajarkan kebersihan pribadi yang baik. Misalnya, menjaga kuku pendek dan bersih dan sering

mencuci tangan dengan sabun antibakteri dan air atau tanpa air pembersih antibakteri. Anjurkan

pasien tentang meningkatkan kondisi lingkungan melalui penambahan AC dan dengan menjaga

lingkungan bersih.

17. Prognosis

Pada beberapa individu, bila tidak ada penyakit lain sebelumnya impetigo krustosa dapat

membaik spontan dalam 2-3 minggu. Namun, bila tidak diobati impetigo krustosa dapat

bertahan dan menyebabkan lesi pada tempat baru serta menyebabkan komplikasi berupa

ektima, dan dapat menjadi erisepelas, selulitis, atau bakteriemi.

Pada Otoy , bila penyakit segera diobati dan pencegahan untuk menghindari kekambuhan

dilaksanakan , maka prognosisnya untuk vital : dubia et bonam dan fungsional : dubia et

bonam.

18. Komplikasi

1) Ektima

Page 25: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

25

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

Impetigo yang tidak diobati dapat meluas lebih dalam dan penetrasi ke epidermis menjadi

ektima. Ektima merupakan pioderma pada jaringan kutan yang ditandai dengan adanya ulkus dan

krusta tebal.

2) Selulitis dan Erisepelas

Impetigo krustosa dapat menjadi infeksi invasif menyebabkan terjadinya selulitis dan erisepelas,

meskipun jarang terjadi. Selulitis merupakan peradangan akut kulit yang mengenai jaringan

subkutan (jaringan ikat longgar) yang ditandai dengan eritema setempat,ketegangan kulit disertai

malaise,menggigil dam demam. Sedangkan erisepelas merupakan peradangan kulit yang

melibatkan pembuluh limfe superfisial ditandai dengan eritema dan tepi

meninggi,panas,bengkak,dan disertai gejala prodormal.

3) Glomerulonefritis Post Streptococcal

Komplikasi utama dan serius dari impetigo krustosa yang umumnya disebabkan oleh

Streptococcus group A beta-hemolitikus ini yaitu glomerulonefritis akut (2-5%). Penyakit ini

lebih sering terjadi pada anak anak usia kurang dari 6 tahun. Insiden GNA berbeda pada setiap

individu,tergantung dari strain potensial yang menginfeksi nefritogenik. Faktor yang berperan

penting atas terjadinya GNAPS yaitu serotipe Streptococcus strain 49,55,57,dan 60 serta strain

M tipe 2.Periode laten berkembangnya nefritis setelah pioderma streptococcal sekitar 18-21 hari.

Kriteria diagnosis GNAPS ini terdiri dari hematuria makroskopik atau mikroskopik,edema yang

diawali dari regio wajah dan hipertensi.

4) Rheumatic Fever

Kelainan inflamasi yang dapat terjadi karena komplikasi infeksi streptokokus yang tidak diobati.

Kondisi ini dapat mempengaruhi otak, kulit, jantung dan sendi tulang.

Page 26: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

26

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

5) Pneumonia

Pneumonia merupakan penyakit yang banyak ditemui setiap tahun. Penyakit ini biasa terjadi

pada perokok dan seseorang yang menggunakan obat yang menekan sistem imunitas

6) Infeksi Methicilin Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA)

MRSA adalah sebuah strain bakteri stafilokokus yang resisten terhadap sejumlah antibiotik.

MRSA dapat menyebabkan infeksi serius pada kulit yang sangat sulit diobati. Infeksi kulit dapat

dimulai dengan sebuah eritem, papul, atau abses yang mengeluarkan pus. MRSA juga dapat

menyebabkan pneumonia dan bakterimia.

7) Osteomielitis

Sebuah inflamasi pada tulang disebabkan bakteri. Inflamasi biasanya berasal dari bagian tubuh

yang lain yang berpindah ke tulang melalui darah.

8) Meningitis

Sebuah inflamasi pada membran dan cairan cerebrospinal yang melingkupi otak dan medula

spinalis. Meningitis merupakan sebuah penyakit serius yang dapat mempengaruhi kehidupan dan

menghasilkan komplikasi permanen seperti koma,syok dan kematian

19. KDU

Page 27: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

27

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

Page 28: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

28

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

2.3.4 Hipotesis

Otoy, 4 tahun dibawa kepoliklinik IKKK RSMH dengan keluhan bercak merah sebagian ditutupi

keropeng kekuningan ditungkai kanan dan kiri disertai gatal sejak 4 hari yang lalu diduga

menderita impetigo krustosa..

2.3.5 Kerangka Konsep

FR : Riwayat keluarga, pemakaian barang bersamaan, dan tahapkebersihan kurang

Infeksi bakteri

lepuh berisi cairan bening, mudah pecah,gatal dan menjadi koreng

Menyebar secara limfogen timbul benjolan dilipat paha

Impetigo crustosa

Status dermatologikus

Page 29: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

29

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

2.3.6 Learning Issue

No. Pokok BahasanWhat I

know

What I

don’t know

I have to

prove

How will I

learn

1.Anatomi,fisiologi

histologi kulit

Lapisan

kulit

- Text book

- Internet

2. Pioderma Definisi Klasifikasi

Bentuk-

bentuk

pioderma

- Text book

- Internet

3. Impetigo krustosa Gejala klinis patofisiologi

- Text book

- Internet

- Jurnal

4.Jenis-jenis

efloresensi

Pengertian

dari masing-

masing

istilah

- Text book

- Internet

Page 30: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

30

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

2.3.7 Sintesis

1. Anatomi, fisiologi histologi kulit

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan

hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan berat kira-kira 15% berat badan.

Kulit merupakan organ yang essensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan

kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitif, bervariasi pada keadaan

iklim, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh.

Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 -6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin.

a. Kulit tipis : kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bag. medial lengan atas.

b. Kulit tebal : telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong.

Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda :

a. Lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epital berasal

dari ectoderm

b. Lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang

merupakan suatu lapisan jaringan ikat.

Kulit terdiri dari 3 lapisan, yakni epidermis, dermis dan subkutan

Page 31: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

31

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

A. Epidermis

Terbagi atas 5 lapisan:

i. Lapisan basal

Terdiri dari sel – sel kuboid yang tegak lurus terhadap dermis. Tersusun sebagai

tiang pagar atau palisade. Lapisan terbawah dari epidermis. Terdapat melanosit

yaitu sel dendritik yang yang membentuk melanin( melindungi kulit dari sinar

matahari.

ii. Lapisan Malpighi/ stratum spinosum.

Lapisan epidermis yang paling tebal. Terdiri dari sel polygonal. Sel – sel

mempunyai protoplasma yang menonjol yang terlihat seperti duri Perlekatan antar

jemabatan membentuk Nodulus Bizzozero. Terdapat juga sel langerhans yang

berfungsi untuk respon antigen kutaneus

iii. Lapisan Granular / stratum granulosum.

Terdiri dari butir – butir granul keratohialin yang basofilik. Merupakan 2 atau 3

lapis sel gepeng

iv. Stratum lucidum

Lapisan sel gepeng tanpa inti. Protoplasma berubah jadi protein (eleidin).

Biasanya terdapat pada kulit tebal seperti telapak kaki dan telapak tangan. Tidak

tampak pada kulit tipis

Page 32: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

32

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

v. Lapisan tanduk / korneum.

Terdiri dari 20 – 25 lapis sel tanduk tanpa inti. Protoplasma sudah berubah

menjadi keratin. Setiap kulit yang mati banyak mengandung keratin yaitu protein

fibrous insoluble yang membentuk barier terluar kulit yang berfungsi:

1) Mengusir mikroorganisme patogen.

2) Mencegah kehilangan cairan yang berlebihan dari tubuh.

3) Unsure utama yang mengerskan rambut dan kuku.

Stratum korneum terdiri atas sel-sel berbentuk kubus (kolumnar) yang tersusun

vertikal pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade).

Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Sel-sel basal ini

mengadakan mitosis dan berfungsi reproduktif. Lapisan ini terdiri atas dua jenis

sel yaitu :

1) Sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti

lonjong dan besar, dihubungkan satu dengan yang lain oleh jembatan antar

sel

2) Sel pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell merupakan sel-sel

berwarna muda dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan

mengandung butir pigmen (melanosomes)

Setiap kulit yang mati akan terganti tiap 3 -4 minggu. Dalam epidermis terdapat 2

sel :

a. Sel merkel

Fungsinya belum dipahami dengan jelas tapi diyakini berperan dalam

pembentukan kalus dan klavus pada tangan dan kaki.

b. Sel Langerhans

Berperan dalam respon – respon antigen kutaneus. Epidermis akan bertambah

tebal jika bagian tersebut sering digunakan. Persambungan antara epidermis

dan dermis disebut rete ridge yang berfungsi sebagai tempat pertukaran nutrisi

yang essensial. Dan terdapat kerutan yang akan disebut fingers prints.

Page 33: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

33

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

1. Dermis ( korium)

Merupakan lapisan dibawah epidermis. Terdiri dari jaringan ikat yang terdiri

dari 2 lapisan

a. pars papilariserdiri dari sel fibroblast yang memproduksi kolagen

b. pars retikularis yang terdapat banyak pembuluh darah , limfe, dan akar

rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebaseus.

2. Jaringan subkutan atau hipodermis / subcutis.

Lapisan terdalam yang banyak mengandung sel liposit yang menghasilkan

banyak lemak. Merupakan jaringan adipose sebagai bantalan antara kulit dan

setruktur internal seperti otot dan tulang. Sebagai mobilitas kulit, perubahan

kontur tubuh dan penyekatan panas. Sebagai bantalan terhadap trauma dan

tempat penumpukan energi

Pembuluh Darah Dan Saraf

A. Pembuluh darah

Pembuluh darah kulit terdiri 2 anyaman pembuluh darah nadi yaitu ;

a.Anyaman pembuluh nadi kulit atas atau luar.

Anyaman ini terdapat antara stratum papilaris dan stratum retikularis, dari anyaman ini

berjalan arteriole pada tiap – tiap papilla kori.

b. Anyaman pembuluh darah nadi kulit bawah atau dalam.

Anyaman ini terdapat antara korium dan subkutis, anyaman ini memberikan cabang –

cabang pembuluh nadi ke alat – alat tambahan yang terdapat di korium.

Dalam hal ini percabangan juga juga membentuk anyaman pembuluh nadi yang terdapat

pada lapisan subkutis. Cabang – cabang ini kemudian akan menjadi pembuluh darah baik

balik/vena yang juga akan membentuk anyaman, yaitu anyaman pembuluh darah balik

yang ke dalam.

Peredaran darah dalam kulit adalah penting sekali oleh karena di perkirakan 1/5 dari

darah yang beredar melalui kulit. Disamping itu pembuluh darah pada kulit  sangat cepat

menyempit/melebar oleh pengaruh atau rangsangan panas, dingin, tekanan sakit, nyeri,

dan emosi, penyempitan dan pelebaran ini terjadi secra refleks.

Page 34: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

34

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

B. Susunan saraf kulit

Kulit juga seperti organ lain terdapat cabang – cabang saraf apinal dan permukaan yang

terdiri dari saraf – saraf motorik dan saraf sensorik. Ujung saraf motorik berguna untuk

menggerakkan sel – sel otot yang terdapat pada kulit, sedangkan saraf sensorik berguna

untuk menerima rangsangan yang terdapat dari luar atau kulit. Pada kulit ujung – ujung

saraf sensorik ini membentuk bermacam – macam kegiatan untuk menerima rangsangan.

Ujung – ujung saraf yang bebas untuk menerima rangsangan sakit/nyeri banyak terdapat

di epidermis, disini ujung – ujung sarafnya mempunyai bentuk yang khas yang sudah

merupakan suatu organ.

Fungsi Kulit Secara Umum

A. Proteksi.

Masuknya benda- benda dari luar(benda asing ,invasi bacteri.) Melindungi dari trauma

yang terus menerus. Mencegah keluarnya cairan yang berlebihan dari tubuh. Menyerap

berbagai senyawa lipid vit. A dan D yang larut lemak. Memproduksi melanin mencegah

kerusakan kulit dari sinar UV.

B. Pengontrol/pengatur suhu.

Vasokonstriksi pada suhu dingin dan dilatasi pada kondisi panas peredaran darah

meningkat terjadi penguapan keringat. proses hilangnya panas dari tubuh:

i. Radiasi: pemindahan panas ke benda lain yang suhunya lebih rendah.

ii. Konduksi : pemindahan panas dari ubuh ke benda lain yang lebih dingin yang

bersentuhan dengan tubuh.

iii. Evaporasi : membentuk hilangnya panas lewat konduksi

Kecepatan hilangnya panas dipengaruhi oleh suhu permukaan kulit yang ditentukan oleh

peredaran darah kekulit.(total aliran darah N: 450 ml / menit.

C. Sensibilitas

mengindera suhu, rasa nyeri, sentuhan dan rabaaan.

Page 35: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

35

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

D. Keseimbangan Air

Sratum korneum dapat menyerap air sehingga mencegah kehilangan air serta elektrolit

yang berlebihan dari bagian internal tubuh dan mempertahankan kelembaban dalam

jaringan subcutan. Air mengalami evaporasi (respirasi tidak kasat mata)+ 600 ml / hari

untuk dewasa.

E. Produksi vitamin.

Kulit yang terpejan sinar Uvakan mengubah substansi untuk mensintesis vitamin D.

A. Epidermis

Terbagi atas 5 lapisan:

1. Lapisan basal

Terdiri dari sel – sel kuboid yang tegak lurus terhadap dermis. Tersusun sebagai

tiang pagar atau palisade. Lapisan terbawah dari epidermis. Terdapat melanosit

yaitu sel dendritik yang yang membentuk melanin( melindungi kulit dari sinar

matahari.

2. Lapisan Malpighi/ stratum spinosum.

Lapisan epidermis yang paling tebal. Terdiri dari sel polygonal. Sel – sel

mempunyai protoplasma yang menonjol yang terlihat seperti duri Perlekatan antar

jemabatan membentuk Nodulus Bizzozero. Terdapat juga sel langerhans yang

berfungsi untuk respon antigen kutaneus

3. Lapisan Granular / stratum granulosum.

Terdiri dari butir – butir granul keratohialin yang basofilik. Merupakan 2 atau 3

lapis sel gepeng

4. Stratum lucidum

Lapisan sel gepeng tanpa inti. Protoplasma berubah jadi protein (eleidin).

Biasanya terdapat pada kulit tebal seperti telapak kaki dan telapak tangan. Tidak

tampak pada kulit tipis

Page 36: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

36

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

5. Lapisan tanduk / korneum.

Terdiri dari 20 – 25 lapis sel tanduk tanpa inti. Protoplasma sudah berubah

menjadi keratin. Setiap kulit yang mati banyak mengandung keratin yaitu protein

fibrous insoluble Stratum korneum terdiri atas sel-sel berbentuk kubus

(kolumnar) yang tersusun vertikal pada perbatasan dermo-epidermal berbaris

seperti pagar (palisade). Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling

bawah.

Setiap kulit yang mati akan terganti tiap 3 -4 minggu. Dalam epidermis

terdapat 2 sel :

a. Sel merkel

Fungsinya belum dipahami dengan jelas tapi diyakini berperan dalam

pembentukan kalus dan klavus pada tangan dan kaki.

b. Sel Langerhans

Berperan dalam respon – respon antigen kutaneus. Epidermis akan bertambah

tebal jika bagian tersebut sering digunakan. Persambungan antara epidermis

dan dermis disebut rete ridge yang berfungsi sebagai tempat pertukaran nutrisi

yang essensial. Dan terdapat kerutan yang akan disebut fingers prints.

A. Dermis ( korium)

Merupakan lapisan dibawah epidermis. Terdiri dari jaringan ikat yang terdiri

dari 2 lapisan

a. pars papilariserdiri dari sel fibroblast yang memproduksi kolagen

b. pars retikularis yang terdapat banyak pembuluh darah , limfe, dan akar

rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebaseus.

B. Jaringan subkutan atau hipodermis / subcutis.

Lapisan terdalam yang banyak mengandung sel liposit yang menghasilkan

banyak lemak. Merupakan jaringan adipose sebagai bantalan antara kulit dan

setruktur internal seperti otot dan tulang. Sebagai mobilitas kulit, perubahan

kontur tubuh dan penyekatan panas. Sebagai bantalan terhadap trauma dan

tempat penumpukan energi.

Page 37: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

37

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

2. Pioderma

Definisi :

Pioderma: penyakit kulit yg disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus atau

keduanya

Etiologi :

Penyebabnya utama: Staphylococcus aureus & Streptococcus β hemolyticus , sedangkan

Staphylococcus epidermidis merupakan penghuni normal kulit, jarang menyebabkan

infeksi

Klasifikasi :

A. Pioderma primer : terjadi pd kulit normal; Gambaran klinisnya tertentu; Penyebabnya

biasanya 1 macam organisme

B. Pioderma sekunder: pd kulit yg telah ada penyakit kulit lain; Gambaran klinisnya tidak

khas, mengikuti penyakit yg telah ada

Jika penyakit kulit disertai pioderma sekunder disebut impetigenisata, contohnya:

dermatitis impetigenisata, skabies impetigenisata èTanda: ada pus, pustul, bula

purulen, krusta warna kuning kehijauan, pembesaran KGB regional, leukositosis,

dapat disertai demam

Page 38: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

38

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

Bentuk pioderma :

1. Impetigo

I. Impetigo Krustosa

Lokalisasi

Daerah yang terpajan, terutama wajah ( sekitar hidung dan mulut ),

tangan, leher dan ektremitas.

Umur

Terutama pada anak –anak.

Penyebab

Staphylococcus aureus koagulase positif dan Streptococcus

betahemolyticus.

II. Impetigo Bulosa

Lokalisasi

Didaerah ketiak, dada, punggung, ekstremitas atas dan bawah.

Umur

Anak – anak dan dewasa

Penyebab

Terutama di sebabkan oleh Staphylococcus aureus

Page 39: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

39

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

III. Impetigo Neonatorum

Lokalisasi

Seluruh tubuh

Umur

Pada neonates

Penyebab

Staphylococcus aureus, Streptococcus betahemoyiticus

Gambaran klinis

i. impetigo krustosa

Tidak disertai gejala umum, hanya terdapat pada anak. Tempat predileksi

di muka, yankni di sekitar lubang hidung dan mulut karena dianggap

sumber infeksi dari daerah tersebut. Kelainan kulit berupa eritema dan

vesikel yang cepat memecah sehingga jika penderita dating berobat yang

terlihat ialah krusta tebal berwarna kuning seperti madu. Jika dilepaskan

tampak erosi di bawahnya. Sering krusta menyebar ke perifer dan sembuh

di bagian tengah.

ii. impetigo bulosa

Keadaan umum tidak dipengaruhi. Tempat predileksi di ketiak, dada,

punggung. Sering bersama-sama malaria. Terdapat pada anak dan orang

dewasa. Kelainan kulit berupa eritema, bula, dan bula hipopion. Kadang-

kadang waktu penderita dating berobat, vesikel/bula telah memecah

sehingga yang tampak hanya koleret dan dasarnya masih eritematosa.

Page 40: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

40

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

2. .Furunkel

Furunkel adalah Infeksi akut dari satu folikel rambut yang biasanya mengalami nekrosis

disebabkan oleh Staphylococcus aureus. jika lebih dari pada sebuah disebut furunkulosis.

Gejala klinis :

- Mula-mula modul kecil yang mengalami keradangan pada folikel rambut, kemudian

menjadi pustula dan mengalami nekrose dan menyembuh setelah pus keluar dan

meninggal sikatrik. Proses nekrosis dalam 2 hari – 3 minggu.

- Nyeri, terutama pada yang akut, besar, di hidung, lubang telinga luar.

- Gejala konstitusional yang sedang (panas badan, malaise, mual).

- Dapat satu atau banyak dan dapat kambuh-kambuh.

- Tempat predileksi : muka, leher, lengan, pergelangan tangan dan jari-jari tangan,

pantat dan daerah anogenital.

3. .Karbunkel

Karbunkel adalah satu kelompok beberapa folikel rambut / kumpulan furunkel.yang

terinfeksi oleh Staphylococcus aureus, yang disertai oleh keradangan daerah sekitarnya

dan juga jaringan dibawahnya termasuk lemak bawah kulit

Page 41: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

41

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

Gejala klinis :

- Pada permulaan infeksi terasa sangat nyeri dan tampak benjolan merah, permukaan

halus, bentuk seperti kubah dan lunak.

- Beberapa hari ukuran membesar 3 – 10 cm.

- Supurasi terjadi setelah 5 – 7 hari dan pus keluar dari banyak lubang fistel.

- Setelah nekrosis tampak modul yang menggaung atau luka yang dalam dengan dasar

yang purulen.

4. .Ektima

Ektima merupakan infeksi pioderma pada kulit dengan karakteristik

berbentuk krusta disertai ulserasi. Faktor predisposisi yang dapat menyebabkan

timbulnya penyakit ini adalah sanitasi buruk, menurunnya daya tahan tubuh, serta adanya

riwayat penyakit kulit sebelumnya.

Insiden ektima di seluruh dunia tepatnya tidak diketahui. Frekuensi terjadinya

ektima berdasarkan umur  terdapat pada anak-anak, dewasa muda dan orang tua, tidak

ada perbedaan ras dan jenis kelamin (pria dan wanita sama).

Dari hasil penelitian epidemiologi didapatkan bahwa tingkat kebersihan dari

pasien dan kondisi kehidupan sehari-harinya merupakan penyebab terpenting yang

membedakan angka kejadian, beratnya ringannya lesi, dan dampak sistemik yang

didapatkan pada pasien ektima.

Ektima merupakan penyakit kulit berupa ulkus yang paling sering terjadi pada

orang-orang yang sering bepergian (traveler). Pada suatu studi kasus di Perancis,

ditemukan bahwa dari 60 orang wisatawan, 35 orang (58%) diantaranya mendapatkan

infeksi bakteri, dimana bakteri terbanyak yang ditemukan yaitu Staphylococcus aureus

dan Streptococcus B-hemolyticus group A yang merupakan penyebab dari penyakit kulit

impetigo dan ektima.

Page 42: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

42

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

A. Etiologi

Status bakteriologi dari ektima pada dasarnya mirip dengan Impetigo. Keduanya

dianggap sebagai infeksi Streptococcus, karena pada banyak kasus didapatkan kultur

murni Streptococcus pyogenes. Selain Streptococcus, penyebab lain dari ektima adalah

Staphylococcus aureus. Dari 66 kasus yang disebabkan Streptococcus group A, 85%

terdapat Staphylococcus. Suatu literatur menunjukkan bahwa dari 35 pasien impetigo dan

ektima, 15 diantaranya (43%) disebabkan oleh Staphylococcus aureus, 12 pasien (34%)

disebabkan oleh streptococcus group A, dan 8 pasien (23%) disebabkan oleh keduanya.

Streptococcus β-hemolyticus group A dapat menyebabkan lesi atau menimbulkan

infeksi sekunder pada lesi yang telah ada sebelumnya. Kerusakan jaringan (seperti

ekskoriasi, gigitan serangga) dan keadaan imunokompromais  merupakan predisposisi

pada pasien untuk timbulnya ektima. Penyebaran infeksi Streptococcus pada kulit

diperbesar oleh kondisi lingkungan yang padat, sanitasi buruk dan malnutrisi.

B. Patofisiologi

Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama dari infeksi kulit dan

sistemik, seperti halnya Staphylococcus aureus, Streptococcus sp, juga terkenal sebagai

bakteri patogen untuk kulit. Streptococcus group A, B, C, D, dan G merupakan bakteri

patogen yang paling sering ditemukan pada manusia. Kandungan M-protein pada bakteri

ini menyebabkan bakteri ini resisten terhadap fagositosis. Staphylococcus aureus dan

Staphylococcus pyogenes menghasilkan beberapa toksin  yang dapat menyebabkan

kerusakan lokal atau gejala sistemik. Gejala sistemik dan lokal dimediasi oleh

superantigens (SA). Antigen ini bekerja dengan cara berikatan langsung  pada molekul

HLA-DR  pada antigen-presenting cell tanpa adanya proses antigen. Walaupun biasanya

antigen konvensional memerlukan interaksi dengan kelima elemen dari kompleks 

reseptor sel T, superantigen hanya memerlukan interaksi dengan variabel dari pita B.

Aktivasi  non spesifik dari sel T menyebabkan pelepasan masif tumor necrosis factor-α

(TNF-α), Interleukin-1 (IL-1), dan Interleukin-6 (IL-6) dari makrofag. Sitokin ini

Page 43: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

43

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

menyebabkan gejala klinis berupa demam, ruam eritematous, hipotensi, dan cedera

jaringan.

Pada umumnya bakteri patogen pada kulit akan berkembang pada ekskoriasi,

gigitan serangga, trauma, sanitasi yang buruk serta pada orang-orang yang mengalami

gangguan sistem imun.

Adanya trauma atau inflamasi dari jaringan (luka bedah, luka bakar, dermatitis,

benda asing) juga menjadi faktor yang berpengaruh pada patogenesis dari penyakit yang

disebabkan oleh bakteri ini karena kerusakan jaringan kulit sebelumnya menyebabkan 

fungsi kulit sebagai pelindung  akan terganggu sehingga memudahkan terjadi infeksi

bakteri.

C. Gambaran klinis

Penyakit ini dimulai dengan suatu vesikel atau pustul di atas kulit yang

eritematosa, membesar dan pecah (diameter 0,5 – 3 cm) dan beberapa hari kemudian

terbentuk krusta tebal dan kering yang sukar dilepas dari dasarnya. Biasanya terdapat

kurang lebih 10 lesi yang muncul pada ekstremitas inferior. Bila krusta terlepas,

tertinggal ulkus superfisial dengan gambaran “punched out appearance” atau berbentuk

cawan dengan dasar merah dan tepi meninggi. Pada beberapa kasus juga terlihat bulla

yang berukuran kecil atau pustul dengan dasar yang eritema serta krusta yang keras dan

telah mengering. Krusta sangat sulit dilepaskan untuk membuka ulkus purulen yang

ireguler. Dapat disertai demam dan limfodenopati. Lesi cenderung menjadi sembuh

setelah beberapa minggu dan meninggalkan sikatriks. Biasanya lesi dapat ditemukan

pada daerah ekstremitas bawah, wajah dan ketiak.

Page 44: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

44

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

3. Impetigo krustosa

Impetigo krustosa merupakan bentuk pioderma yang paling sederhana.dan terbatas pada

daerah epidermis atau superfisialis kulit. Dasar infeksi adalah kurangnya hygiene dan

terganggunya fungsi kulit.

Epidemiologi

Insiden impetigo ini terjadi hampir di seluruh dunia dan pada umumnya menyebar

melalui kontak langsung. Paling sering menyerang anak-anak usia 2-5 tahun, namun tidak

menutup kemungkinan untuk semua umur dimana frekuensi laki-laki dan wanita sama. Sebuah

penelitian di Inggris menyebutkan bahwa insiden tahunan dari impetigo adalah 2.8 % terjadi

pada anak-anak usia di bawah 4 tahun dan 1.6 persen pada anak-anak usia 5 sampai 15 tahun.

Impetigo nonbullous atau impetigo krustosa meliputi kira-kira 70 persen dari semua kasus

impetigo.

Kebanyakan kasus ditemukan di daerah tropis atau beriklim panas serta pada negara-

negara yang berkembang dengan tingkat ekonomi masyarakatnya masih tergolong lemah atau

miskin.

Etiologi

Organisme penyebab dari impetigo krustosa adalah Staphylococcus aureus selain itu, dapat pula

ditemukan Streptococcus beta-hemolyticus grup A (Group A betahemolytic streptococci

(GABHS) yang juga diketahui dengan nama Streptococcus pyogenes). Sebuah penelitian di

Jepang menyatakan peningkatan insiden impetigo yang disebabkan oleh kuman Streptococcus

grup A sebesar 71% dari kasus, dan 72% dari kasus tersebut ditemukan pula Staphylococcus

aureus pada saat isolasi kuman.

Page 45: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

45

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

Staphylococcus dominan ditemukan pada awal lesi. Jika kedua kuman ditemukan

bersamaan, maka infeksi streptococcus merupakan infeksi penyerta. Kuman S. pyogenes

menular ke individu yang sehat melalui kulit, lalu kemudian menyebar ke mukosa saluran

napas. Berbeda dengan S. aureus, yang berawal dengan kolonisasi kuman pada mukosa nasal

dan baru dapat ditemukan pada isolasi kuman di kulit pada sekitar 11 hari kemudian.

Patogenesis

Pada impetigo krustosa (non bullous), infeksi ditemukan pada bagian minor dari trauma

(misalnya : gigitan serangga, abrasi, cacar ayam, pembakaran). Trauma membuka protein-protein

di kulit sehingga bakteri mudah melekat, menyerang dan membentuk infeksi di kulit. Pada

epidermis muncul neutrophilic vesicopustules. Pada bagian atas kulit terdapat sebuah infiltrate

yang hebat yakni netrofil dan limfosit. Bakteri gram-positif juga ada dalam lesi ini.

Eksotoksin Streptococcus pyrogenic diyakini menyebabkan ruam pada daerah berbintik

merah, dan diduga berperan pada saat kritis dari Streptococcal toxic shock syndrome. Kira-kira

30% dari populasi bakteri ini berkoloni di daerah nares anterior. Bakteri dapat menyebar dari

hidung ke kulit yang normal di dalam 7-14 hari, dengan lesi impetigo yang muncul 7-14 hari

kemudian.

Gambaran Klinis

Penyakit ini biasanya asimetris yang ditandai dengan lesi awal berbentuk makula eritem pada

wajah, telinga maupun tangan yang berubah dengan cepat menjadi vesikel berisi cairan bening

atau pustul dengan cepat dan dikelilingi oleh suatu areola inflamasi, bila mengering akan

mengeras menyerupai batu kerikil yang melekat di kulit. Jika diangkat maka daerah tempat

melekatnya tadi nampak basah dan berwarna kemerahan.

Tahap ini jarang terlihat karena kulit vesikel sangat tipis dan mudah rupture. Pada dasar

vesikel terdapat eksudasi, jika mengering akan menjadi krusta warna kuning. Lesi awalnya

kecil (ukuran kira-kira 3-10 mm), tapi kemudian dapat membesar. Bila lesi sembuh tidak akan

Page 46: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

46

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

meninggalkan bekas. Lesi bias annular, circinata atau bundar menyerupai Tinea circinata. Lesi

satelit dapat terbentuk di sekitar lesi utama yang disebabkan oleh adanya autoinoculation.

Tanda khas dari impetigo krustosa ini adalah warna kemerahan seperti madu atau kuning

keemasan ’honey-colored’. Pada daerah tropis umumnya terjadi pada anak-anak yang kurang

gizi, erupsinya bias luas dan bereaksi lambat terhadap terapi. Umumnya terjadi pada daerah-

daerah tubuh yang terbuka seperti wajah, mulut, telapak tangan atau leher.

Tempat predileksi di muka, yakni di sekitar lubang hidung dan mulut karena dianggap

sumber infeksi dari daerah tersebut. Kelainan kulit berupa eritema dan vesikel yang cepat

memecah sehingga jika penderita datang berobat, yang terlihat ialah krusta tebal berwarna

kuning seperti madu. Jika dilepaskan tampak erosi di bawahnya. Sering krusta menyebar ke

perifer dan sembuh di bagian tengah.

Streptokkus yang menginfeksi anak-anak dan yang lebih tua tidak berbeda dengan yang

terkena/menyebar pada populasi yang lain, walaupun perlu dipertimbangkan bahwa tingkat

infeksi yang lebih serius bias berbeda dari kedua kelompok umur tersebut. Keluhan utama

adalah rasa gatal. Lesi awal berupa macula eritematosa berukuran 1 – 2 mm, segera berubah

menjadi vesikel atau bula. Karena dinding vesikel tipis, mudah pecah dan mengeluarkan secret

seropurulen kuning kecoklatan. Selanjutnya mengering membentuk krusta yang berlapis-lapis.

Krusta mudah dilepaskan, di bawah krusta terdapat daerah erosif yang mengeluarkan secret

sehingga krusta kembali menebal.

Histopatologi

Gambaran histopatologi berupa peradangan superficial folikel pilosebasea bagian atas.

Terbentuk bula atua vesikopustula subkornea yang berisi kokus serta debris berupa leukosit

dan sel epidermis. Pada lapisan dermis didapatkan reaksi peradangan ringan berupa dilatasi

pembuluh darah, edema dan infiltrasi PMN. Daerah lesi tampak hiperemis, edem dan infiltrasi

netrofil tampak pada vesikel/pustul.

Page 47: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

47

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan penunjang untuk menetapkan diagnosis dilakukan biakan bakteriologis

eksudat lesi, biakan secret dalam media agar darah, dilanjutkan dengan tes resistens. Selain itu

kultur dilakukan untuk mengetahui kuman penyebabnya. Baik staphylococcus maupun

streptococcus mudah berkembang pada media aerob, contohnya blood agar.

Pemeriksaan histopatologi kulit pada infeksi yang sangat superficial yaitu diatas lapisan

epidermis. Pemeriksaan gram dilakukan pada stratum korneum dan lapisan diatas granuler. Hal

tersebut berhubungan dengan akantolisis jaringan sub corneal epidermis. Hanya sedikit infitrat

yang tampak.

Pada pemeriksaan lokalisasi dan efloresensi dari penyakit ini diperoleh bahwa lesi

penyakit ini biasanya terdapat pada daerah yang terpajan, terutama wajah, tangan, leher dan

ekstremitas. Sementara efloresensi / sifat-sifatnya berupa macula eritematosa miliar sampai

lentikular, krusta kuning kecoklatan, berlapis-lapis, mudah diangkat.

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa dan gambaran klinis dari lesi. Kultur dilakukan bila

terdapat kegagalan pengobatan dengan terapi standar, biopsy jarang dilakukan. Biasanya

diagnose dari impetigo dapat dilakukan tanpa adanya tes laboratorium. Namun demikian, apabila

diagnosis tersebut masih dipertanyakan, tes mikrobiologi pasti akan sangat menolong.

- Laboratorium rutin

Pada pemeriksaan darah rutin, lekositosis ringan hanya ditemukan pada 50% kasus pasien

dengan impetigo. Pemeriksaan urinalisis perlu dilakukan untuk mengetahui apakah telah terjadi

glomerulonefritis akut pasca streptococcus (GNAPS), yang ditandai dengan hematuria dan

proteinuria.

Page 48: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

48

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

- Pemeriksaan imunologis

Pada impetigo yang disebabkan oleh streptococcus dapat ditemukan peningkatan kadar

anti deoksiribonuklease (anti DNAse) B antibody

- Pemeriksaan mikrobiologis

Eksudat yang diambil di bagian bawah krusta dan cairan yang berasal dari bulla dapat

dikultur dan dilakukan tes sensititas. Hasil kultur bisa memperlihatkan S. pyogenes, S. aureus

atau keduanya. Tes sensitivitas antibiotic dilakukan untuk mengisolasi metisilin resistar. S.

aureus (MRSA) serta membantu dalam pemberian antibiotic yang sesuai. Pewarnaan gram

pada eksudat memberikan hasil gram positif.

Pada blood agar koloni kuman mengalami hemolisis dan memperlihatkan daerah yang

hemolisis di sekitarnya meskipun dengan blood agar telah cukup untuk isolasi kuman, manitol

salt agar atau medium Baierd-Parker egg Yolk-tellurite direkomendasikan jika lesi juga

terkontaminasi oleh organism lain. Kemampuan untuk mengkoagulasi plasma adalah tes paling

penting dalam mengidentifikasi S. aureus. Pada sheep blood agar, S. pyogenes membentuk

koloni kecil dengan daerah hemolisis disekelilingnya. Streptococcus dapat dibedakan dari

Staphylokokkus dengan tes katalase. Streptococcus memberikan hasil yang negative.

Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari jenis impetigo ini adalah :

1. Dermatitis atopi

Lesi gatal yang bersifat kronik dan berulang, kering; pada orang dewasa dapat ditemukan

likenifikasi pada daerah fleksor ekstremitas. Sedangkan pada anak sering berlokasi pada daerah

wajah dan ekstremitas ekstensor

2. Dermatofitosis

Lesi kemerahan dan bersisik dengan bagian tepi yang aktif agak meninggi; dapat

berbentuk vesikel, terutama berlokasi di kaki.

Page 49: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

49

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

3. Ektima

Lesi berkrusta yang menutupi ulkus, jarang berupa erosi; lesi menetap berminggu-

minggu dan dapat sembuh dengan menyisakan jaringan perut jika infeksi meluas hingga ke

dermis.

4. Skabies

Lesi terdiri dari terowongan dan vesikel yang kecil; gatal pada daerah lesi saat malam

hari merupakan gejala yang khas.

5. Varisela

Vesikel berdinding tipis, ukuran kecil, pada daerah dasar yang eritem yang awalnya

berlokasi di badan dan menyebar ke wajah dan ekstremitas; vesikel pecah dan membentuk

krusta; lesi dengan tingkatan berbeda dapat muncul pada saat yang sama.

Penatalaksanaan

Perawatan Umum :

1. Memperbaiki higien dengan membiasakan membersihkan tubuh dengan sabun,

memotong kuku dan senantiasa mengganti pakaian.

2. Perawatan luka

3. Titak saling tukar menukar dalam menggunakan peralatan pribadi (handuk, pakaian,

dan alat cukur)

Sistemik

Pengobatan sistemik di indikasikan jika terdapat factor yang memperberat impetigo

seperti eczema. Untuk mencegah infeksi sampai ke ginjal maka di anjurkan untuk melakukan

pemeriksaan urine. Bakteri pun di uji untuk mengetahui ada tidaknya resistensi antibiotic. Pada

impetigo superficial yang disebabkan streptococcus kelompok A, penisilin adalah drug of

choice. Penisilin oral yang digunakan adalah potassium Phemmoxymethylpenicilin. Bila

resisten bias digunakan oxacilin dengan dosis 2,5 gr/ hari dan dosis untuk anak-anak

Page 50: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

50

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

disesuaikan dengan umur. Dapat juga digunakan eritromisin dosis 1,5 – 2,0 g yang diberikan 4

kali sehari.

Penisilin V oral (250mg per oral) efektif untuk streptokokkus atau staphylokokkus aureus

non-penisilin. Penisilin semi sentetis, methicin, atau oxacilin (500mg setiap 4-6 jam) diberikan

untuk staphylokokkus yang resisten terhadap penisilin eritromisin (250mg 4 kali sehari) lebih

efektif dan aman, di gunakan pada pasien yang sensitive terhadap penisilin. Antibiotic oral

diberikan bila :

a. Erupsi memberat dan semakin meluas

b. Anak lain yang terpapar infeksi

c. Bila bentuk nephritogenik telah berlebihan

d. Bila pengobatan topical meragukan

e. Pada kasus yang disertai folliculitis

Topikal

Pengobatan topikal dilakukan apabila krusta dan sisa impetigo telah dibersihkan dengan

cara mencucinya menggunakan sabun antiseptic dan air bersih. Untuk krusta yang lebih luas

dan berpotensi menjadi lesi sebaiknya menggunakan larutan antiseptic atau pun bubuk kanji.

Dapat menggunakan asam salisil 3-6% untuk menghilankan krusta. Bila krusta hilang maka

penyebaranya akan terhenti. Pustule dan bula didrainase. Bila dasar lesi sudah terlihat,

sebaiknya diberikan preparat antibiotic pada lesi tersebut dengan hati-hati sebanyak 4 kali

sehari. Preparat antibiotic juga dapat digunakan untuk daerah yang erosive. Misalnya

menggunakan krim neomycin yang mengandung clioquinol 0,5%-1% atau asam salisil 3%-5%

Page 51: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

51

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

Komplikasi

Infeksi dari penyakit ini dapt tersebar keseluruh tubuh utamanya pada anak-anak. Jika

tidak di obati secara teratur, maka penyakit ini dapat berlanjut menjadi glomerulonefritis (2-

5%) akut yang biasanya terjadi 10 hari setelah lesi impetigo pertama muncul, namun bias juga

terjadi setelah 1-5 minggu kemudian.

Prognosis

Secara umum prognosis dari penyakit ini adalah baik jika dilakukan pengobatan yang

teratur, meskipun dapat pula komplikasi sistemik seperti glomerulonefritis dan lain-lain. Lesi

mengalami perbaikan setelah 7-10 hari pengobatan.

4. Jenis-jenis efloresensi / ruam pada kulit

Ruam kulit terbagi dua yaitu :

b. ruam primer adalah ruam kulit yang timbul pertama kali, tidak dipengaruhi oleh trauma dan

manipulasi (garukan, gosokan) seperti: macula, papula, plak,urtika, nodus, nodulus, vesikel,

bula, pustule, dan kista.

c. ruam sekunder adalah ruam yang timbul akibat garukan/gosokan ataupun lanjutan dari ruam

primer, bisa berupa: skuama, krusta, erosi, ulkus, dan sikatriks.

Page 52: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

52

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

2.4 Kesimpulan

Otoy, 4 tahun dibawa kepoliklinik IKKK RSMH dengan keluhan bercak merah sebagian ditutupi

keropeng kekuningan ditungkai kanan dan kiri disertai gatal sejak 4 hari yang lalu menderita

impetigo krustosa..

Page 53: Laporan Skenario B Blok 19 Impetigo non bullous

53

SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013

DAFTAR PUSTAKA

Adhi, juanda, et al.,2011, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi Ke Enam, Jakarta: FKUI

Anonim. 2011. Dermatology Term. Diakses dari:

http://www2.kumc.edu/fammed/derm/terms.htm

Buku Standar Kompetensi Dokter. Edisi I. Jakarta, 2006. Penerbit: Konsil Kedokteran

Indonesia

Budimulja, Unandar. 2007. Morfologi dan Cara Membuat Diagnosis : Ilmu Kulit Kelamin.

Ed. 5. Jakarta: FKUI.

Ganiswarna, dkk. 1995. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : FK UI

Ganong, W.F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC

Guyton, dkk. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC

Kumar, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi Robins. Jakarta : EGC

Sherwood, laura. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC.

Wolff Klaus, Johnson Richard Allen, Fitzpatrick's Color Atlas and Synopsis of Clinical

Dermatology, Sixth Edition, McGraw-Hill, 2009