laporan pendahuluan dan askep anemia

59
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seperti yang kita ketahui anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai dengan kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit) lebih rendah dibandingkan normal (Soebroto, 2010). Anemia pada umumnya terjadi di seluruh dunia, terutama di Negara berkembang (Developing countries) dan pada kelompok sosio-ekonomi rendah (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2008). Di Indonesia, anemia gizi masih merupakan salah satu masalah kesehatan di samping masalah-masalah gizi yang lainnya, yaitu: kurang kalori protein, defisiensi vitamin A, dan gondok endemik (Arisman, 2007). Anemia pada wanita masa nifas (pasca persalinan) juga umum terjadi, sekitar 10% dan 22% terjadi pada wanita post partum dari keluarga miskin (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2008). Anemia gizi disebabkan oleh defisiensi zat besi, asam folat, dan / atau vitamin B12, yang kesemuanya berakar pada asupan yang tidak adekuat, ketersediaan hayati rendah (buruk), dan kecacingan yang masih tinggi (Arisman, 2007). Penyebab anemia gizi besi, selain karena adanya pantangan terhadap makanan hewani faktor ekonomi merupakan penyebab pola konsumsi masyarakat kurang baik, tidak semua masyarakat dapat mengkonsumsi lauk hewani dalam sekali makan. Padahal pangan hewani merupakan sumber zat besi yang tinggi absorbsinya (Waryana, 2010). Data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008 menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia adalah 70% mengalami anemia sedangkan di Sumatera Barat jumlah ibu hamil yang mengalami anemia sebesar 69% (Dinkes Sumbar, 2008). Dari hasil laporan Dinas Kesehatan Pasaman Barat tahun 2008 kejadian anemia pada ibu hamil adalah 19,7%, tahun 2009 sebanyak 12,5% dan tahun 2010 sebanyak 9,2%. Ibu hamil yang mengalami anemia di wilayah kerja

Upload: susanti-santoso

Post on 22-Dec-2015

188 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seperti yang kita ketahui anemia merupakan penyakit kurang darah yang

ditandai dengan kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit) lebih

rendah dibandingkan normal (Soebroto, 2010). Anemia pada umumnya terjadi

di seluruh dunia, terutama di Negara berkembang (Developing countries) dan

pada kelompok sosio-ekonomi rendah (Departemen Gizi dan Kesehatan

Masyarakat, 2008).

Di Indonesia, anemia gizi masih merupakan salah satu masalah kesehatan

di samping masalah-masalah gizi yang lainnya, yaitu: kurang kalori protein,

defisiensi vitamin A, dan gondok endemik (Arisman, 2007). Anemia pada

wanita masa nifas (pasca persalinan) juga umum terjadi, sekitar 10% dan 22%

terjadi pada wanita post partum dari keluarga miskin (Departemen Gizi dan

Kesehatan Masyarakat, 2008). Anemia gizi disebabkan oleh defisiensi zat

besi, asam folat, dan / atau vitamin B12, yang kesemuanya berakar pada

asupan yang tidak adekuat, ketersediaan hayati rendah (buruk), dan

kecacingan yang masih tinggi (Arisman, 2007).

Penyebab anemia gizi besi, selain karena adanya pantangan terhadap

makanan hewani faktor ekonomi merupakan penyebab pola konsumsi

masyarakat kurang baik, tidak semua masyarakat dapat mengkonsumsi lauk

hewani dalam sekali makan. Padahal pangan hewani merupakan sumber zat

besi yang tinggi absorbsinya (Waryana, 2010). Data Profil Kesehatan

Indonesia tahun 2008 menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada ibu hamil

di Indonesia adalah 70% mengalami anemia sedangkan di Sumatera Barat

jumlah ibu hamil yang mengalami anemia sebesar 69% (Dinkes Sumbar,

2008). Dari hasil laporan Dinas Kesehatan Pasaman Barat tahun 2008 kejadian

anemia pada ibu hamil adalah 19,7%, tahun 2009 sebanyak 12,5% dan tahun

2010 sebanyak 9,2%. Ibu hamil yang mengalami anemia di wilayah kerja

2

UPTDK 3 Puskesmas Desa Baru tahun 2008 sebanyak 28,5%, tahun 2009

sebanyak 24,3% dan tahun 2010 sebanyak 21,1%.

Sebagian besar anemia di Indonesia selama ini dinyatakan sebagai akibat

kekurangan besi dan perhatian yang kurang terdapat ibu hamil merupakan

perdisposis anemia divisiensi di Indonesia (Saifuddin, 2006 : 281).

Tablet besi sangat diperlukan pada ibu hamil untuk pembentukan

hemoglobin, sehingga pemerintah Indonesia mengatasinya dengan

mengadakan pemberian suplemen besi untuk ibu hamil mulai tahun 1974,

namun hasilnya belum memuaskan (Depkes, 2003). Karena Anemia gizi besi

merupakan masalah gizi utama bagi semua kelompok umur dengan prevalensi

paling tinggi pada ibu hamil (70%), dan pekerja yang berpenghasilan rendah

(40%). Sedangkan prevalensi pada anak sekolah sekitar 30% serta pada balita

sekitar 40% (Supariasa, 2002).

Berdasarkan data Rekam Medik RSUD Prof. Margono Soekarjo diperoleh

data mengenai jumlah kasus anemia pada tahun 2008 sebanyak 186 kasus,

2009 sebanyak 320 kasus, 2010 sebanyak 533 kasus dan 2011 sebanyak 467

kasus. Untuk tahun 2012 sejak bulan Januari sampai dengan Mei sebanyak

132 kasus.

Berdasarkan data tersebut diatas, saya tertarik untuk mempelajari lebih

lanjut tentang asuhan keperawatan pasien dengan anemia.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Mendapat pengatahuan dan perjalanan penyakit tentang gangguan system

kardivaskuler pada pasien dengan anemia di ruang Cendana RSUD Prof.

dr. Margono Soekarjo Purwokerto

2. Tujuan Khusus

a. Penulis mampu melakukan pengkajian keperawatan dengan gangguan

system kardiovaskuler pada pasien anemia.

b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan dengan gangguan

system kardiovaskuler pada pasien anemia.

3

c. Penulis mampu merumuskan rencana tindakan keperawatan dengan

gangguan system kardiovaskuler pada pasien anemia.

d. Penulis mampu melakukan tindakan/implementasi keperawatan

dengan gangguan system kardiovaskuler pada pasien anemia.

C. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Bagi Penulis

Mendapatkan pengalaman dan dapat menerapkan Asuhan Keperawatan

yang tepat pada pasien anemia.

2. Manfaat Bagi Institusi

Dapat dijadikan sebagai acuan ataupun referensi dalam pembelajaaran di

kampus.

4

BAB II

KONSEP TEORI

A. KONSEP PENYAKIT

1. Definisi Anemia

Aniemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar

Hb sampai dibawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat

(Behrman E Richard, IKA Nelson ; 1680). Anemia adalah berkurangnya

hingga dibawah nilai normal jumlah SDM, kualitas Hb, dan volume

packed red blood cell (hematokrit) per 100 ml darah (Syilvia A. Price.

2006). Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel

darah dan kadar hematokrit dibawah normal. Anemia bukan merupakan

penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit

(gangguan) fungsi tubuh. Secara fisiologis anemia terjadi apabila terdapat

kekurangan Hb untuk mengangkut oksigen ke jaringan. Anemia tidak

merupakan satu kesatuan tetapi merupakan akibat dari berbagai proses

patologik yang mendasari (Smeltzer C Suzane, Buku Ajar Keperawatan

Medical Bedah Brunner dan Suddarth ; 935).

2. Etiologi

Ada beberapa jenis anemia sesuai dengan penyebabnya :

a. Anemia Pasca Pendarahan

Terjadi sebagai akibat perdarahan yang massif seperti kecelakaan,

operasi dan persalinan dengan perdarahan atau yang menahun seperti

pada penyakit cacingan.

b. Anemia Defisiensi

Terjadi karena kekurangan bahan baku pembuat sel darah.

c. Anemia Hemolitik

Terjadi penghancuran (hemolisis) eritrosit yang berlebihan karena :

1) Factor Intrasel

5

Misalnya talasemia, hemoglobinopati (talasemia HbE, sickle cell

anemia), sferositas, defisiensi enzim eritrosit (G – 6PD,

piruvatkinase, alutation reduktase).

2) Factor Ekstrasel

Karena intoksikasi, infeksi (malaria), imunologis (inkompatibilitas

golongan darah, reaksi hemolitik pada transfuse darah).

d. Anemia Aplastik

Disebabkan terhentinya pembuatan sel darah sum sum tulang

(kerusakan sumsum tulang).

3. Manifestasi Klinis

Karena system organ dapat terkena, maka pada anemia dapat

menimbulkan manifestasi klinis yang luas tergantung pada kecepatan

timbulnya anemia, usia, mekanisme kompensasi, tingakat aktivitasnya,

keadaan penyakit yang mendasarinya dan beratnya anemia. Secara umum

gejala anemia adalah :

a. Hb menurun (< 10 g/dL), thrombosis / trombositopenia, pansitopenia

b. Penurunan BB, kelemahan

c. Takikardi, TD menurun, penurunan kapiler lambat, ekstremitas dingin,

palpitasi, kulit pucat.

d. Mudah lelah, sering istirahat, nafas pendek, proses menghisap yang

buruk (bayi).

e. Sakit kepala, pusing, kunang – kunang, peka rangsang.

4. Patofisiologi

Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau

kehilangan sel darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan

sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi

tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah

merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi), hal ini

6

dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel

darah merah yang menyababkan destruksi sel darah merah.

Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik

atau dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limfa. Hasil

samping proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah.

Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan

dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal, ≤ 1 mg/dl,

kadar diatas 1.5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera). Apabila sel

darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan

hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma

(hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas

haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk

mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal

kedalam urin (hemoglobinuria).

Kesimpulan menganai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan

oleh penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang

tidak mencukupi biasanya dapat diperoleh dengan dasar hitung retikulosit

dalam sirkulasi darah, derajat proliferasi sel darah merah muda dalam

sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam

biopsy, dan ada tidaknya hiperbilirubinemia.

Anemia defisiensi zat besi adalah anemia yang paling sering

menyerang anak – anak. Bayi cukup bulan yang lahir dan ibu nonanemik

dan bergizi baik, memiliki cukup persediaan zat besi sampai berat badan

lahirnya menjadi dua kali lipat umumnya saat berusia 4 – 6 bulan. Sesudah

itu zat besi harus tersedia dalam makanan untuk memenuhi kebutuhan

anak. Jika asupan zat besi beri makanan tidak mencukupi terjadi anemia

defisiensi zat besi. Hal ini paling sering terjadi pengenalan makanan padat

yang terlalu dini (sebelum usia 4 – 6 bulan) dihentikannya susu formula

bayi yang mengandung zat besi atau ASI sebelum usia 1 tahun dab minum

susu sapi berlebihan tanpa tambahan makanan padat kaya besi. Bayi yang

tidak cukup bulan, bayi dengan perdarahan perinatal berlebihan atau bayi

7

dari ibu yang kurang gizi dan kurang zat besi juga tidak memiliki

cadangan zat besi yang adekuat. Bayi ini berisiko lebih tinggi menderita

anemia defisiensi besi sebelum berusia 6 bulan.

Anemia defisiensi zat besi dapat juga terjadi karena kehilangan banyak

darah yang kronik. Pada bayi hal ini terjadi karena perdarahan usus kronik

yang disebabkan oleh protein dalam susu sapi yang tidak tahan panas.

Pada anak sembarang umur kehilangan darah sebanyak 1 – 7 ml dari

saluran cerna setiap hari dapat menyebabkan anemia defisiensi zat besi.

Pada remaja puteri anemia defisiensi zat besi juga dapat terjadi karena

menstruasi.

Anemia aplastik diakibatkan oleh karena rusaknya sumsum tulang.

Gangguan berupa berkurangnya sel darah dalam darah tepi sebagai akibat

terhentinya pembentukan sel hemotopoetik dalam sumsum tulang. Aplasia

dapat terjadi hanya pada satu, dua atau ketiga system hemotopoetik

(eritropoetik, granulopoetik, dan trombopoetik).

Aplasia yang hanya mengenai system eritropoetik disebut

eritroblastopenia (anemia hipoplastik) yang mengenai system

trombopoetik disebut agranulositosis (penyakit Schultz), dan yang

mengenai system trombopoetik disebut amegakariositik trombositopenik

purpura (ATP). Bila mengenai ketiga system disebut panmieloptisis atau

lazimnya disebut anemia aplastik.

Kekurangan asam folat akan mengakibatkan anemia megaloblastik.

Asam folat merupakan bahan esensial untuk sintesis DNA dan RNA, yang

paling penting sekali untuk metabolisme inti sel dan pematangan sel.

8

5. Pathway

Sumber : Amin Huda Nurarif (Aplikasi Nanda Nic Noc).

Perubahan perfusi jaringan

Perdrahan

massif

Eritrosit

premature

Defisiensi besi,

B12, Fe

Defisiensi sumsum

tulang kongengital

/ akibat obat –

obatan

Kehilangan

banyak darah

Unsure eritrosit

pendek akibat

penghancuran sel

darah merah

Transfuse

darah

Kekurangan

bahan baku

pembuat sel

darah merah

Pembentukan sel

hemopoetik

terhenti /

berkurang

Hb menurun (<10 g/dL),

trombositosis/trombositopeni,

panisitopenia

Resti infeksi Ansietas

Gastrointestinal Kardiovaskuler

Gangguan absorbs nutrient

yang diperlukan untuk

pembentukan sel darah merah

Perubahan nutrisi

kurang dari

kebutuhan tubuh

Kontraksi anteriol

Pengiriman O2 dan nutrient ke

sel berkurang

Penguranagan aliran drah dan komponennya

ke organ tubuh yang kurang vital ( anggota

gerak ), penambahan aliran darah ke otak dan

jantung

Penurunan BB,

kelemahan

Pengiriman O2 dan nutrisi ke sel

berkurang Intoleransi

aktivitas

Takikardia, TD , pengisisan

kapiler lambat, ektremitas dingin,

palpitasi, kulit pucat.

9

6. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Diagnostic :

a. Jumlah darah lengkap Hb dan Ht menurun.

1) Jumlah eritrosit : menurun (AP), menurun berat (Aplastik), MCV

dan MCH menurun dan mikrositik dengan eritrosit hipokromik

(DB), peningkatan (AP), pansitopenia (aplastik).

2) Jumlah retikulosit bervariasi : menurun (AP), meningkat

(hemolisis).

3) Penurunan SDM : mendeteksi perubahan warna dan bentuk (dapat

mengidentifikasikan tipe khusus anemia).

4) LED : peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi.

5) Massa hidup SDM : untuk membedakan diagnose anemia.

6) Tes kerapuhan eritrosit : menurun (DB).

7) SDP : jumlah sel total sama dengan SDM (diferensial) mungkin

meningkat (hemolitik) atau menurun (aplastik).

b. Jumlah trombosit : menurun (aplastik), meningkat (DB), normal /

tinggi (hemolitik).

c. Hb elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur Hb.

d. Bilirubin serum (tidak terkonjugasi) : meningkat (AP, hemolitik)

e. Folat serum dan vit. B12 : membantu mendiagnosa anemia.

f. Besi serum : tidak ada (DB), tinggi (hemolitik).

g. TIBC serum : menurun (DB).

h. Masa perdarahan : memejang (aplastik).

i. LDH serum : mungkin meningkat (AP).

j. Tes Schilling : penurunan eksresi vit B12 urin (AP)

k. Guaiac : mungkin positif untuk darah pada urin, feses, dan isi gaster,

menunjukan perdarahan akut / kronis (DB)

l. Analisa gaster : penurunan sekresi dengan peningkatan pH dan tak

adanya asam hidroklorotik bebas (AP).

m. Aspirasi sumsum tulang / pemeriksaan biopsy : sel mungkin tampak

berubah dalam jumlah, ukuran, bentuk, membedakan tipe anemia.

10

n. Pemeriksaan endoskopi dan radiografik : memeriksa sisi perdarahan,

perdarahan GI.

7. Penatalaksanaan

a. Anemia Karena Perdarahan

Pengobatan terbaik adalah transfuse darah. Pada perdarahan kronik

diberikan transfuse packed cell. Mengatasi rejatan dan penyebab

perdarahan. Dalam keadaan darurat pemberian cairan intravena dengan

cairan infuse apa saja yang tersedia (Keperawatan Medikal Bedah 2).

b. Anemia Defesiensi

Anemia defisiensi besi (DB). Respon regular DB terhadap sejumlah

besi cukup mempunyai arti diagnostic, pemberian oral garam ferro

sederhana (sulfat, glukanat, fumarat). Merupakan terapi yang murah

dan memuaskan. Preparat besi parenteral (dektram besi) adalah bentuk

yang efektif dan aman digunakan bila diperhitungkan dosis tepat,

sementara itu keluarga harus diberi edukasi tentang diet penerita, dan

konsumsi susu harus dibatasi lebih baik 500 ml/24 jam. Jumlah

makanan ini mempunyai pengaruh ganda yakni jumlah makanan yang

kaya akan besi bertambah dan kehilangan darah karena intolerasni

protein susu sapi tercegah (Behrman E Richard, IKA Nelson ; 1692).

Anemia defesiensi asam folat, meliputi pengobatan terhadap

penyebabnya dan dapa dilakukan pula dengan pemberian /

suplementasi asam folat oral 1 mg/hari (Mansjoer Arif, Kapita Selekta

Kedokteran ; 553).

c. Anemia Hemolitik

Anemia hemolitik autoimun. Terapi inisial dengan menggunakan

prednisone 1 -2 mg/kg/BB/hari. Jika anemia mengancam hidup,

transfuse harus diberikan dengan hati – hati. Apabila prednisone tidak

efektif dalam menanggulangi kelainan itu, atau penyakit mengalami

kekambuhan dalam periode tapperingoff dari prednisone maka

dianjurkan untuk dilakukan splektomi. Apabila keduanya tidak

11

menolong, maka dilakukan terapi dengan menggunakan berbagai jenis

obat imunosupresif. Immunoglobulin dosis tinggi intravena (500

mg/kg/BB/hari selama 1 – 4 hari ) mungkin mempunyai efektifitas

tinggi daam mengontrol hemolisis. Namun efek pengobatan ini hanya

sebentar (1 – 3 minggu) dan sangat mahal harganya. Dengan demikian

pengobatan ini hanya digunakan dalam situasi gawat darurat dan bila

pengobatan ini hanya digunakan prednisone merupakan kontra indikasi

(Manjoer Arif, kapita Selekta Kedokteran ; 552). Anemia hemolitik

karena kekurangan enzim. Pencegahan hemolisis adalah cara terapi

yang paling penting. Transfuse tukar mungkin terindikasi untuk

hiperbillirubenemia pada neonates. Transfuse eritrosit terpapar

diperlukan untuk anemia berat atau kritis aplastik. Jika anemia terus

menerus berat atau jika diperlukan transfuse yang sering, splektomi

harus dikerjakan setelah umur 5 – 6 tahun ( Behrman E Richard, IKA

Nelson ; 1713). Sferositosis herediter. Anemia dan hiperbilirubenemia

yang cukup berat memerlukan fototerapi atau transfuse tukar, karena

sferosit pada SH dihancurkan hampir seluruhnya oleh limfa, maka

splektomi melenyapkan hampir seluruh hemolisis pada kelainan ini.

Setelah splenektomi sferosis mungkin lebih banyak, meningkatkan

fragilitas osmotic, tetapi anemia retikalositosis dan hiperbilirubinemia

membaik (Behrman E Richard, IKA Nelson ; 1700). Thalasemia.

Hingga sekarang tidak ada obat yang dapat menyembuhkannya.

Transfuse darah diberikan bila kadar Hb telah rendah (kurang dari 6%)

atau bila anak mengeluh tidak mau makan atau lemah. Untuk

mengeluarkan besi dari jaringan tubuh diberikan ion chelating agent,

yaitu Desferal secara intramuscular atau intravena. Splenektomi

dilakukan pada anak lebih dari 2 tahun sebelum didapatkan tanda

hiperplenome atau hemosiderosis. Bila kedua tanda itu telah tampak,

maka splenektomi tidak banyak gunanya lagi. Sesudah splenektomi

biasanya frekuensi transfuse darah menjadi jarang. Diberikan pula

12

bermacam – macam vitamin, tetapi preparat yang mengandung besi

merupakan indikasi kontra (Keperawatan Medikal Bedah 2).

8. Pengakajian

a. Identitas klien dan keluarga

Nama, umur, TTL, nama ayah / ibu. Pekerjaan ayah / ibu, agama,

pendidikan, alamat.

b. Keluhan utama

Biasanya klien datang ke rumah sakit dengan keluhan pucat, kelelahan,

kelemahan, pusing.

c. Riwayat kehamilan dan persalinan

Prenatal : ibu Selma hamil pernah menderita penyakit berat,

pemeriksaan kehamilan barapa kali, kebiasaan pemakaian obat –

obatan dalam jangka waktu lama.

Intranasal : usia kehamilan cukup, proses persalinan dan berapa

panjang dan berat badan waktu lahir.

Postnatal : keadaan bayi setelah masa, neonatorium, ada trauma post

partun akibat tindakan misalnya forcep, vakum dan pemberian ASI.

d. Riwayat kesehatan dahulu

1) Adaya menderita penyakit anemia sebelumnya, riwayat imunisasi.

2) Adanya riwayat trauma, perdarahan

3) Adanya riwayat demma tinggi.

4) Adanya riwayat penyakit ISPA.

e. Keadaan kesehatan saat ini

Klien pucat, kelemahan, sesak nafas, sampai adanya gejala gelisah,

diaphoresis, takikardi dan penurunan kesadaran.

f. Riwayat keluarga

1) Riwayat anemia dalam keluarga.

2) Riwayat penyakit – prnyakit seperti : kanker, jantung, hepatitis,

DM, asthma, penyakit – penyakit insfeksi saluran pernafasan.

13

g. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum : keadaan tampak lemah sampai sakit berat.

2) Kesadaran :

Composmentis kooperatif sampai terjadi penurunan tingkat

kesadaran apatis, somnolen, spoor, coma.

3) Tanda – tanda vital

TD : tekanan darah menurun ( N : 90 – 110 / 60 – 70 mmHg)

N : frekuensi nadi meningkat , kuat samapai lemah ( N : 60 –

100 x/i)

S : bias meningkat atau menurun ( 36, 5 – 37, 20C )

RR : meningkat ( anak N : 20 – 30 x/i ).

4) TB dan BB : menurut rumus dari Behermen, 1992 pertambahan BB

anak adalah sebagai berikut :

a) Lahir -3,25 kg

b) 3 – 12 bulan = umur (bulan ) – 9

2

c) 1 – 6 tahun = umur (tahun ) x 2 – 8

d) 6 – 12 tahun = umur (tahun ) x 7 -5

2

Tinggi badan rata – rata waktu lahir adalah 50 cm. secara garis

besar, tinggi badan anak dapat diperkirakan, sbb :

1 tahun : 1,5 x TB lahir

4 tahun : 2 x TB lahir

6 tahun : 1,5 x TB setahun

13 tahun : 3 x TB lahir

Dewasa : 3,5 x TB lahir ( 2 x TB 2 tahun ).

5) Kulit

Kulit teraba dingin, keringat yang berlebihan, pucat, terdapat

perdarahan dibawah kulit.

6) Kepala

Biasanya bentuk dalam batas normal

14

7) Mata

Kelainan bentuk tidak ada, konjungtiva anemis, skelra tidak ikterik,

terdapat perdarahan sub conjugtiva, keadaan pupil, palpebra, reflex

cahaya biasanya tidak ada kelainan.

8) Hidung

Keadaan / bentuk, mukosa hidung, cairan yang keluar dari hidung,

fungsi penciuman biasanya tidak ada kelainan.

9) Telinga

Bentuk, fungsi pendengaran tidak ada kelainan.

10) Mulut

Bentuk, mukosa kering, perdarahan gusi, lidah kering, bibi pecah –

pecah atau perdarahan.

11) Leher

Terdapat pembedaran kelenjar getah bening, thyroid lebih

membesar, tidak ada distensi vena jugularis.

12) Thoraks

Pergerakan dada, biasanya pernafasan cepat irama tidak teratur.

Fremitus yang meninggi, perkusi sonor, suara nafas bias veskuler

atau ronchi, wheezing,. Frekuensi nafas neonates 40 – 60 x/I, anak

20 – 30 x/i irama jantung tidak teratur, frekuensi pada anak 60 –

100 x/i.

13) Abdomen

Cekung, pembesaran hati, nyeri, bissing usus normal dan juga bias

dibawah normal bias juga meningkat.

14) Genetalia

Laki – laki, testis sudah turun kedalam skrotum

Perempuan : labia minora tertutup labia mayora.

15) Ekstremitas

Terjadi kelemahan umum, nyeri ekstremitas, tonus otot kurang,

akral dingin.

15

16) Anus

Keadaana anus, posisinya, anus +

17) Neurologis

Refleksi fasiologis + sperti reflex patella, reflex patologis – seperti

babinski tanda kerniq – dan brunzinski 1 – 11 = -

9. Pemeriksaan Penunjang

Kadar Hb turun, pemeriksaan darah : eritrosit dan berdasarkan penyebab.

a. Riwayat Social

Siapa yang mengasuh klien dirumah. Kebersihan didaerah tempat

tinggal, orang yang terdekat dengan klien. Keadaan lingkungan,

pekarangan, pembuangan sampah.

b. Kebutuhan Dasar

Meliputi kebutuhan nutrisi klien sehubungan dengan anoreksia, diet

yang harus dijalani, pasang NGT, cairan IVFD yang dugunakan jika

ada. Pola tidur bias terganggu. Mandi dan aktivitas : dapat terganggu

berhubungan dengan kelemahan fisik. Eliminasi : biasanya terjadi

perubahan frekuensi, konsistensi bisa diare atau konstipasi.

c. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan

Bergantung pada usia. Terdiri dari motorik kasar, halus, kognitif, dan

bahasa.

d. Data Psikologis

Akibat dampak hospitalisasi, anak menjadi cengeng, menangis, dan

terlihat cemas dan takut. Orang tua terhadap penyakit anaknya sangat

bervariasi. Psikologis orang tua yang harus diperhatikan :

1) Keseriusan ancaman penyakit terhadap anaknya

2) Pengalaman sebelumnya terhadap penyakit dan hospitalisasi

3) Prosedur medic yang akan dilakukan

4) Adanya support system

5) Kemampuan koping orangtua

6) Agama, kepercayaan, adat.

7) Pola komunikasi dalam keluarga.

16

10. Diagnose Keperawatan Yang Mungkin Muncul

a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses penyakit

b. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen

seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen / nutrisi ke sel.

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

ketidakmampuan mencerna / absorbsi nutrient yang diperlukan untuk

pembuatan SDM normal.

d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan pengiriman

oksigen ke jaringan.

e. Ansietas berhubungan dengan prosedur diagnostic / transfuse.

f. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak

adekuat misal penurunan hemoglobin, penurunan granulosit.

11. Intervensi

Dx. Kep Tujuan Intervensi

Perubahan Perfusi

jaringan

berhubungan

dengan penurunan

komponen seluler

yang diperlukan

untuk pengiriman

O2 / nutrisi ke sel

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3 x 24 jam

diharapakan perfusi jaringan

adekuat. Criteria hasil :

Indicator Awl Tuj

1. Membrane

mukosa

warna merah

muda

2. Tidak ada

sesak

3. Tidak ada

sianosis

4. Akral hangat

Ket :

1. Kaji vital

sign

2. Tinggikan

kepala

tempat tidur

sesuai

toleransi

3. Catat

adanya

keluhan

rasa dingin

4. Berkolabora

si dalam

pemberian

transfuse,

17

1. Ekstrim

2. Berat

3. Sedang

4. Ringan

5. Tidak ada keluhan

pemeriksaa

n Hb/Ht.

Gangguan rasa

nyaman nyeri

berhubungan

dengan proses

penyakit

Setelah dilakukan tidakan

keperawatan selama 3 x 24 jam

diharapkan nyeri pada anak dapat

berkurang / teratasi. Criteria hasil

:

Indicator Awl Tuj

1. Tidak ada

perilaku

distraksi

2. Klien tampak

rileks

3. Skala nyeri

berkurang

4. TTV dalam

batas normal

Ket.

1. Ekstrim

2. Berat

3. Sedang

4. Ringan

5. Tidak ada keluhan

1. Kaji

manajeme

n nyeri

2. Ukur TTV

3. Atur posisi

/ berikan

posisi

yang

nyaman

4. Ajarkan

tentang

teknik non

farmakolo

gi

5. Berikan

obat sesuai

indikasi

18

Ansietas

berhubungan

dengan prosedur

diagnostic /

transfuse

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x 24 jam

diharapkan cemas pada anak

dapat teratasi. Criteria hasil :

Indicator Awl Tuj

1. Klien tidak

takut

2. Klien tampak

nyaman

3. Klien tidak

menangis saat

dilakukan

tindakan saat

diberikan obat

Ket :

1. Ekstrim

2. Berat

3. Sedang

4. Ringan

5. Tidak ada keluhan

1. Catat

penurunan

perilaku

2. Tingatkan

perhatian

dengan

pasien

3. Anjurkan

keluarga

tetap

bersama

klien

4. Jelaskan

tujuan

pemberian

tindakan

pada klien

dan

keluarga

5. Berikan

lingkunga

n yang

tenang dan

istirahat.

Intoleransi

aktivitas

berhubungan

dengan

ketidakseimbanga

n antara suplai

oksigen

Setelah dilakukan asuhan

keperawatan selama 3x24 jam

Dapat mempertahankan

/meningkatkan ambulasi

/aktivitas. Dengan kriteria hasil :

1. Kaji

kemampuan

ADL

pasien.

2. Kaji

kehilangan

atau

19

(pengiriman) dan

kebutuhan.

Indicator Awl Tuj

1. melaporkan

peningkatan

toleransi

aktivitas

(termasuk

aktivitas

sehari-hari)

2. menunjukka

n penurunan

tanda

intolerasi

fisiologis,

misalnya

nadi,

pernapasan,

dan tekanan

darah masih

dalam

rentang

normal.

Ket :

1. Ekstrim

2. Berat

3. Sedang

4. Ringan

5. Tidak ada keluhan

gangguan

keseimbang

an, gaya

jalan dan

kelemahan

otot

3. Observasi

tanda-tanda

vital

sebelum

dan sesudah

aktivitas.

4. Berikan

lingkungan

tenang,

batasi

pengunjung

, dan

kurangi

suara

bising,

pertahankan

tirah baring

bila di

indikasikan.

5. Gunakan

teknik

menghemat

energi,

anjurkan

pasien

20

istirahat

bila terjadi

kelelahan

dan

kelemahan,

anjurkan

pasien

melakukan

aktivitas

semampuny

a (tanpa

memaksaka

n diri).

Perubahan nutrisi

kurang dari

kebutuhan tubuh

berhubungan

dangan kegagalan

untuk mencerna

atau ketidak

mampuan

mencerna

makanan /absorpsi

nutrient yang

diperlukan untuk

pembentukan sel

darah merah

setelah dilakukan asuhan

keperawatan selama 3x24 jam

Kebutuhan nutrisi terpenuhi.

Dengan kriteria hasil:

Indicator awl Tuj

1. Menunujukka

n peningkatan

/mempertahan

kan berat

badan dengan

nilai

laboratorium

normal.

2. Tidak

mengalami

1. kaji riwayat

nutrisi

termasuk

makanan

yang di

sukai

2. Observasi

dan catat

masukan

makanan

pasie

3. Timbang

BB setiap

hari.

4. Berikan

makanan

sedikit dan

prekuensi

21

tanda mal

nutrisi.

3. Menununjukk

an perilaku,

perubahan

pola hidup

untuk

meningkatkan

dan atau

mempertahank

an berat badan

yang sesuai.

Ket :

1. Ekstrim

2. Berat

3. Sedang

4. Ringan

5. Tidak ada keluhan

serin

5. Observasi

dan catat

kejadian

mual atau

muntah,flatu

s dan gejala

lain yang

berhubunga

n.

6. Berikan dan

Bantu

hygiene

mulut yang

baik

sebelum dan

sesudah

makan,guna

kan sikat

gigi halus

untuk

penyikatan

yang

lembut.berik

an pencuci

mulut yang

di encerkan

bila mukosa

oral luka.

Risiko tinggi

terhadap infeksi

setelah dilakukan asuhan

keperawatan selama 3x24 jam

1. Tingkatkan

cuci tangan

22

berhubungan

dengan tidak

adekuatnya

pertahanan

sekunder

(penurunan

hemoglobin

leucopenia, atau

penurunan

granulosit

(respons inflamasi

tertekan).

Infeksi tidak terjadi. Dengan

kriteria hasil :

Indicator Awl Tuj

1. mengidentifi

kasi perilaku

untuk

mencegah/m

enurunkan

risiko infeksi.

2. meningkatka

n

penyembuha

n luka, bebas

drainase

purulen atau

eritema, dan

demam.

Ket :

1. Ekstrim

2. Berat

3. Sedang

4. Ringan

5. Tidak ada keluhan

yang baik ;

oleh

pemberi

perawatan

dan pasie

2. mungkin

digunakan

secara

propilaktik

untuk

menurunkan

kolonisasi

atau untuk

pengobatan

proses

infeksi local

3. Pertahankan

teknik

aseptic ketat

pada

prosedur/per

awatan luka

4. Berikan

perawatan

kulit,

perianal dan

oral dengan

cermat

5. Motivasi

perubahan

posisi/ambul

23

asi yang

sering,

latihan

batuk dan

napas dalam

6. Tingkatkan

masukkan

cairan

adekuat

7. Pantau/batas

i

pengunjung.

Berikan

isolasi bila

memungkin

kan

8. Pantau suhu

tubuh. Catat

adanya

menggigil

dan

takikardia

dengan atau

tanpa

demam

24

BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian

Asuhan Keperawatan pada Tn. T di Ruang Cendana RSU Prof. Dr.

Margono Soekarjo Purwokerto dengan anemia pada tanggal 18 Februari 2015,

pengkajian dilakukan pada tanggal 18 Februari 2015 di ruang Cendana RSU

Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Setelah dilakukan pengkajian

didapatkan hasil sebagai berikut :

1. Identitas diri klien

Pada data biografi didapatkan nama Pasien adalah Tn. T berumur 63

tahun, jenis kelamin laki – laki, alamatnya di Majenang. Pasien sudah

menikah, beragama Islam, suku budayanya Jawa/Indonesia, pendidikan

terakhir pasien SD. Pada tanggal 18 Februari 2015 pasien masuk Rumah

Sakit, kemudian dikaji penulis pada tanggal 18 Februari 2015. Sumber

informasi didapat dari pasien, keluarga, dan rekam medik. Yang

bertanggung jawab atas pasen tersebut yaitu Ny. N berumur 40 tahun

sebagai ibu rumah tangga dan hubungan dengan pasien yaitu anaknya,

alamatnya di Majenang.

2. Riwayat Penyakit

Keluhan utama saat pengkajian yaitu Pasien mengatakan lemas. Dan

keluhan tambahannya yaitu pasien mengatakan pusing dan kadang –

kadang batuk. Pasien mengatakan rujukan dari rumah sakit majenang dan

datang ke RMS jam 23.30 melalui IGD RSU Prof. Dr. Margono Soekarjo

Purwokerto kemudian dipindah ke ruang Cendana pada tanggal 18

Februari 2015 dengan diagnosa Anemia. Pasien mengatakan dahulu tidak

pernah mengalami penyakit yang sama seperti yang dialami sekarang. Dan

di keluarga juga tidak ada penyakit yang sama maupun yang menurun.

25

3. Pengkajian Pola Fungsional Gordon

Persepsi dan pemeliharaan kesehatan: pasien dan keluarga mengatakan

bahwa kesehatan itu sangat penting dan menjadi prioritas dalam hidupnya,

tetapi dalam kenyataannya pasien sudah dalam kondisi lemah belum

dibawa ke RS/puskesmas terdekat. Pasien hanya istirahat di rumah dan

pembatasan dalam aktivitasnya.

Pola nutrisi / metabolic Intake makanan: pasien mengatakan sebelum

sakit makan 3x sehari dengan nasi, lauk pauk (pagi, siang dan malam),

sedangkan selama sakit pasien mengatakan tidak nafsu makan, jika makan

muntah dan hanya habis 3 sendok makan / suap. Intake cairan: pasien

mengatakan sebelum sakit minum air putih 5 gelas belimbing/ hari,

sedangkan selama sakit pasien mengatakan minum air putih 3 gelas dan

terbantu dari infuse RL 20 tpm.

Pola eliminasi. Buang air besar Sebelum sakit pasien mengatakan BAB

1x sehari (lancar, warna kuning, konsistensi lembek, dan bau khas)

sedangkan selama sakit pasien mengatakan belum BAB selama 3 hari.

Buang air kecil sebelum sakit pasien mengatakan 3-4x sehari (kencing

banyak, warna kuning jernih, bau khas amoniak) sedangkan selama sakit

pasien mengatakan BAK 2-3x sehari (banyak, warna kuning pekat, bau

khas amoniak).

Pola Aktifitas dan Latihan seperti makan/minum, mandi, mobilitas

ditempat tidur, berpindah, toileting pasien, berpakaian dan ambulasi/ROM

dibantu orang lain.

Pola tidur dan istirahat Sebelum sakit pasien mengatakan tidur 7 – 8

jam / hari (nyenyak) sedangkan selama sakit pasien mengatakan tidak bisa

istirahat karena tidak nyaman di rumah sakit, dan pasien juga merasa

pusing.

Pola kognitif (penglihatan, pendengaran, pengecapan, sensai). Sebelum

sakit pasien mengatakan masih bisa melihat dengan baik, tidak ada

gangguan pendengaran, pengecapan dan sensasi berfungsi dengan baik.

26

Sedangkan selama sakit pasien mengatakan juga masih bisa melihat

dengan baik tidak ada gangguan pendengaran, pengevapan dan sensori.

Pola persepsi diri. Sebelum sakit pasien mengatakan tidak

mencemaskan keadaanya dan percaya kepada Tuhan memberikan yang

terbaik pada hambaNya. Sedangkan selama sakit pasien mengatakan

cemas dan takut berada di rumah sakit tetapi pasien pasrah dengan

penyakit yang diderita dengan terus tetap berobat di rumah sakit.

Pola seksualitas dan reproduksi. Sebelum sakit pasien mengatakan pola

seksualitas normal, sedangkan selama sakit pasien mengatakan pola

seksual masih normal.

Pola peran dan hubungan. Sebelum sakit pasien mengatakan sering

komunikasi dengan teman – temannya dan sering berkumpul dengan

tetanngganya. Sedangkan selama sakit pasien mengatakan jarang berbicara

dengan pasien lain, dan banyak saudara, keluarga yang menjenguk.

Pola management koping stress. Sebelum sakit pasien mengatakan jika

ada masalah pribadi selalu membicarakan dengan anak – anaknya.

Sedangkan selama sakit pasien juga membicarakan dengan anak –

anaknya.

System nilai dan keyakinan. Sebelum sakit pasien mengatakan

beragama islam, dan rutin menjalankan sholat 5 waktu, sedangkan

sebelum sakit pasien mengatakan tidak mengerjakan sholat 5 waktu,

karena merasa sangat lemas.

4. Pemeriksaan Fisik

Saat dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan hasilnya yaitu keadaan

umumnya baik, kesadaran lemah dengan, Tanda Tanda Vital (TTV)

berupa Tekanan Darah 110/60 mmHg Nadi : 70 x/mnt, RR : 25 x/mnt,

Suhu : 36,80C dengan Berat Badan 50 kg dan Tinggi Badan 160 cm.

Kepala bentuk mesochepal, tidak ada lesi, kotor, rambut terlihat putih,

lurus, matanya terlihat sembab dan lelah, simetris, konjungtiva anemis,

skelra tidak ikterik, terdapat lingkaran hitam disekitar mata, bersih,

27

hidungnya bersih, tidak ada lendir, tidak ada polip, telinganya ada

serumen, bentuk simetris, mukosa bibir kering, pucat, gigi tidak lengkap,

tidak ada perdarahan gusi, di leher tidak ada pembesaran kelenjar tyroid

tidak ada pembesaran vena jugularis, thoraks payudara simetris, jantung,

denyut jantung tidak tampak, tidak ada pergeseran ictus curdis, bunyi

redup dan S1 > S2.

Pada pemeriksaan dada dan paru didapatkan, normal chest, tidak ada

lesi, simetris, tidak ada nyeri tekan, redup dan auskultasi vesikuler. Pada

pemeriksaan abdomen didapatkan hasil abdomen simetris, tidak ada luka/

ruam, bissing usus 18x/mnt, timpani dan terdapat nyeri tekan di kw 4.

Pada pemeriksaan genetalia pasien tidak terpasang kateter, bersih.

Punggung tidak ada ruam, bentuk datar.

Pada pemeriksaan ektremitas atas tangan kiri terpasang infuse NaCl

dan transfuse darah, dan tangan kanan terdapat bekas pengambilan darah.

Ekstremitas bawah tidak terdapat edema.

5. Pemeriksaan Penunjang

Lab. Pemeriksaan darah lengkap tanggal 18 Februari 2015

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

Hemoglobin

Leukosit

Hematokrit

Eritrosit

MCV

MCH

RDW

MPV

Basofil

Basinofil

Segmen

Limfosit

L 2,5

L 1700

L 7

L 1.0

L 73.9

L 25.0

H 26.5

-

H 1.5

H 6.2

L 13.8

H 57.7

g/dL

/uL

%

10^6/uL

fL

pg

%

fL

%

%

%

%

14.0 – 18.0

4.800 – 10.800

42 – 52

4.7 – 6.1

79.0 – 99.0

27.0 – 31.0

11.5 – 14.5

7.2 – 11.1

0.0 – 1.0

2.0 – 4.0

40.0 – 70.0

25.0 – 40.0

28

Monosit

SGOT

SGPT

H 18.5

L 11

L 9

%

u/L

u/L

2.0 – 8.0

15 – 37

30 – 65

Pemeriksaan EKG pada tgl 18 Februari 2015

Sinus takikardia

6. Program Theraphy 18 Februari 2015

1) Inf. NaCl 0.9% 20 tpm

2) Inj. Rantin 2 x 2ml IV

3) Inj. Dexa 2 x 10mg IV

4) Transfuse PRC 3 kolf.

B. Analisis Data dan Diagnosa Keperawatan

1. Analisa Data

No. Data Etiologi Problem

1. Ds : pasien mengatakan lemas

pusing.

Do : pasien terlihat pucat,

akral dingin, Hb 2.5d/dL.

TD 110/60mmHg,

konjungtiva anemis.

Penurunan

konsentrasi Hb

dan darah

Ketidakefektif

an perfusi

jaringan

perifer.

2. Ds : pasien mengatakan nafsu

makan berkurang hanya

habis 3 sendok makan,

dan jika makan selalu

muntah.

Do : A : lingkar lengan 20

cm, lingkar perut 72 cm.

Anoreksia Resiko

ketidakseimba

ngan nutrisi

kurang dari

kebutuhan

tubuh

29

B : Hb 2.5, leukosit 1700,

eritrosit 1.0, SGOT 11,

SGPT 9.

C : terlihat pucat, lemas.

D : Nasi biasa.

3. Ds : pasien mengatakan lelah

ketika melakukan

aktivitas

Do : pasien terlihat lelah saat

setiap kali melakukan

aktivitas, dan pola

aktivitas dibantu oleh

keluarga pasien.

Kelemahan

umum

Intoleransi

Aktivitas

4. Ds : pasien mengatakan

cemas terhadap rasa

sakitnya.

Do : pasien terlihat gelisah

dan tidak mau bicara

dengan keluarganya,

insomnia, berfokus pada

diri sendiri.

Status kesehatan Ancietas

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan sesuai prioritas yaitu :

1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan

penurunan konsentrasi Hb dan darah ditandai dengan pasien

mengatakan lemas pusing pasien terlihat pucat, akral dingin, Hb

2.5g/dL. TD 110/60, konjungtiva anemis.

2. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan

dengan anoreksia ditandai dengan pasien mengatakan nafsu makan

berkurang tidak habis dalam 1 porsi dan hanya habis 3 sendok makan,

30

dan jika makan selalu muntah. A : lingkar lengan 20 cm, lingkar perut

72 cm. B : Hb 2.5, leukosit 1700, eritrosit 1.0, SGOT 11, SGPT 9. C :

terlihat pucat, lemas. D : Nasi biasa.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum ditandai

dengan pasien mengatakan lelah ketika melakukan aktivitas, pasien

terlihat lelah saat setiap kali melakukan aktivitas, dan pola aktivitas

dibantu oleh keluarga pasien.

4. Ancietas berhubungan dengan status kesehatan ditandai dengan pasien

mengatakan cemas terhadap rasa sakitnya. Pasien terlihat gelisah dan

tidak mau bicara dengan keluarganya, insomnia, berfokus pada diri

sendiri.

C. Intervensi, Implementasi, dan Evaluasi

a. Intervensi tgl 18 Februari 2015

1) Diagnosa keperawatan I ( ketidakefektifan perfusi jaringan perifer

berhubungan dengan penurunan konsentrasi Hb dan darah )

Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan

masalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer pada Tn. T dapat

teratasi dengan kriteria hasil:

Indikator Awal Tuj

1. Membrane mukosa warna merah muda

2. Tidak ada sesak

3. Tidak ada sianosis

4. Akral hangat

2

5

5

2

5

5

5

5

Keterangan:

1. Keluhan ekstra

2. Keluhan Berat

3. Keluhan Sedang

4. Keluhan Ringan

5. Tidak ada keluhan

31

INTERVENSI

1. Monitor adanya paretese

2. Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung.

3. Monitor kemampuan BAB

4. Kolaborasikan pemberian analgetik

2) Diagnosa Keperawatan 2 (reisko ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia )

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam masalah

ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada Tn. T

dapat teratasi dengan kriteria hasil:

Indikator Awal Tuj

1. BB ideal sesuai dengan tinggi badan

2. Tidak ada tanda – tanda malnutrisi

3. Tidak terjadi penurunan BB yang berarti

2

3

2

5

5

5

Keterangan :

1. Keluhan ekstrim

2. Keluhan berat

3. Keluhan sedang

4. Keluhan ringan

5. Tidak ada keluhan

INTERVENSI

1. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori

2. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe.

3. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi

4. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht.

5. Monitor mual dan muntah

6. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva.

32

3) Diagnosa keperawatan 3 ( intoleransi aktivitas berhubungan

dengan kelemahan umum )

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam masalah

intoleransi aktivitas pada Tn. T dapat teratasi dengan kriteria hasil:

Indicator Awal Tuj

1. Mampu melakukan aktivitas sehari – hari

(ADLs) secara mandiri

2. Tanda – tanda vital normal

2

3

5

5

Keterangan :

1. Keluhan ekstrim

2. Keluhan berat

3. Keluhan sedang

4. Keluhan ringan

5. Tidak ada keluhan

INTERVENSI

1. Bantu pasien / keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam

beraktivitas.

2. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu

dilakukan.

3. Monitor respon fisik, emosi, social dan spiritual.

4. Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas.

4) Diagnose keperawatan 4 ( ancietas berhubungan dengan status

kesehatan )

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam masalah

kecemasan pada Tn. T dapat teratasi dengan kriteria hasil:

Indikator Awal Tuj

1. Vital sign dalam batas normal

2. Menunjukan teknik untuk mengontrol cemas

3. Klien tampak nyaman

2

2

2

5

5

5

33

Keterangan :

1. Keluhan ekstrim

2. Keluhan berat

3. Keluhan sedang

4. Keluhan ringan

5. Tidak ada keluhan.

INTERVENSI

1. Jelaskan tujuan pemberian tindakan pada klien dan keluarga

2. Anjurkan keluarga tetap bersama klien

3. Anjurkan untuk istirahat

4. Berikan lingkungan yang tenang.

b. Implementasi keperawatan

Rabu, 18 Februari 2015

Diagnosa 1 ketidakefektifan perfusi jaringan perifer

23.30 : melaksanakan pemasangan program terapi infuse NaCl

Respon : Ds : Pasien mengatakan lemas

Do : pasien terlihat pucat, konjungtiva anemis.

Kamis, 19 Februari 2015

Diagnosa 3 intoleransi aktivitas

05.00 : melakukan TTV

Respon : Ds : pasien mengatakan lemas

Do : TD 110/60 mmHg, S 36.80C, RR 26x/mnt, N

68x/mnt, konjungtiva anemis.

Diagnosa 2 resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh

09.00 : pemberian terapi injeksi rantin 2 x 2ml dan dexa (2 x

10mg)

Respon : Ds : pasien kooperatif

Do : telah masuk terapi injeksi rantin 2 x 2ml, dexa

2x10mg via IV.

34

Diagnosa 1 ketidakefektifan perfusi jaringan perifer

14.00 : pemberian transfuse darah

Respon : Ds : pasien mengatakan khawatir terhadap dirinya.

Do : telah masuk transfuse darah 1 kolf mayor 2 dengan

gol. Darah AB

Diagnosa 2 ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

15.30 : mengkaji mual dan muntah

mengambil darah 3cc untuk pengecekan Hb / Ht

Respon : Ds : pasein mengatakan perutnya sakit dan rasanya

ingin muntah saat diisi makanan.

Do : pasien tampak lemas dan pucat dan mengalami

penurunan BB (50 menjadi 48 kg).

Ds : pasien mengatakan sakit saat diambil darahnya.

Do : pasien terlihat menahan sakitnya, Hb 2.5g/dL dan Ht

7%.

Diagnosa 4 ancietas

18.00 : memotivasi untuk istirahat dan menganjurkan keluarga

untuk tetap bersama pasien. Memonitor tetesan infuse

NaCl, memonitor KU pasien

Respon : Ds : pasien mengatakan sulit untuk tidur

Do : keluarga pasien terlihat selalu bersama pasien dan

pasien tampak gelisah.

Ds : pasien mengatakan masih lemas.

Do : pasien tampak pucat dan telah masuk NaCl 20 tpm,

KU cukup.

Jumat, 20 Februari 2015

Diagnosa 3 intoleransi aktivitas

07.00 : Mengkaji TTV

Diagnosa 4 ancietas

07.00 : Menganjurkan kepada keluarga

35

Diagnosa 2 ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

07.00 : pasien untuk diberi asupan nutrisi kepada pasien.

Diagnosa 1 ketidakefektifan perfusi jaringan perifer

07.00 : Memberikan terapi obat dexa dan ranin

Memonitor KU pasien

Respon: Ds : pasien tampak kooperatif

Do : TD 120/70 mmHg, S 37,00C, RR 24x/mnt, N 74x/mnt

Ds : pasien mengatakan belum nafsu makan.

Do : pasien tampak lemas.

Ds : pasien mengatakan lemas

Do : telah masuk injeksi dexa 2 x 10mg. dan ranin 2 x 2ml.

Ds : pasien kooperatif

Do : KU sedang.

Diagnosa 3 intoleransi aktivitas

07.30 : membantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu

dilakukan.

Respon : Ds : pasien mengatakan pusing ketika beraktivitas.

Do : pasien terlihat pucat dan lemas, TD 110/60 mmHg, Hb

2,5g/dL.

c. Evaluasi

Jumat, 20 Februari 2015

a. Diagnosa Keperawatan 1 ketidakefektifan perfusi jaringan perifer

berhubungan dengan penurunan konsentrasi Hb dan darah

S : klien mengatakan, lemas dan pusing

O : pasien tampak pucat, akral masih dingin, Hb masih 2,5 dan masih

terpasang transfuse darah 1 kolf. TD 120/80mmHg.

A : masalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer belum teratasi.

Indicator Awl Tuj Akhr

1. Membrane mukosa warna merah muda 2 5 3

36

2. Tidak ada sesak

3. Tiadak ada sianosis

4. Akral hangat

5

5

2

5

5

5

5

5

2

P : lanjutkan intervensi

1. Berikan transfuse darah

2. Batasi pada gerakan kepala, leher dan punggung

b. Diagnosa Keperawatan 2 ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia

S : klien mengatakan nafsu makan berkurang dan jika makan selalu

muntah

O : pasien tampak pucat, konjungtiva anemis dan BB menurun (50

menjadi 48 kg).

A : masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

belum teratasi.

Indicator Awl Tuj Akhr

1. BB ideal sesuai dengan TB

2. Tidak ada tanda – tanda mal nutrisi

3. Tidak terjadi penurunan BB yang berarti

2

3

2

5

5

5

2

4

3

P : lanjutkan intervensi

1. Monitor mual dan muntah

2. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan Ht.

3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe.

c. Diagnosa keperawatan 3 intoleransi aktivitas berhubungan

dengan kelemahan umum

S : pasien mengatakan masih lelah jika melakukan aktivitas, pusing

setelah melakukan aktivitas.

O : pasien tampak kelelahan ketika melakukan aktivitas, dan pola

aktivitas masih dibantu oleh keluarganya, TD 110/60 mmHg,

EKG takikardi, dan Hb 2.5g/dL.

A : masalah intoleransi aktivitas belum teratasi

37

Indicator Awl Tuj Akhr

1. Mampu melakukan aktivitas sehari –

hari (ADLs) secara mandiri

2. Tanda – tanda vital normal

2

3

5

5

3

3

P : lanjutkan intervensi

1. Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas.

2. Bantu pasien / keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan

dalam beraktivitas.

d. Diagnosa Keperawatan 4 ancietas berhubungan dengan status

kesehatan

S : klien mengatakan masih cemas dengan keadaannya

O : pasien tampak gelisah, insomnia, mata sembab dan terlihat pucat.

A : masalah ancietas belum teratasi.

Indicator Awl Tuj Akhr

1. Vital sign dalam batas normal

2. Menunjukan teknik untuk mengontrol

cemas

3. Klien tampak nyaman

2

2

2

5

5

5

3

3

3

P : lanjutkan intervensi

1. Anjurkan untuk istirahat

2. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan Ht.

3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe.

38

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini, penulis membahas kesenjangan yang ada pada teori dengan

kasus nyata yang ada pada Tn. T dengan anemia di ruang Cendana RSU Prof. dr.

Margono Soekarjo Purwokerto.

Penulis melakukan pengelolaan kasus selama 3 hari, mulai tanggal 18 sanpai

dengan 20 Februari 2015. Penulis melakukan pengkajian sampai dengan evaluasi.

Dalam pembahasan penulis mencoba mengkaitkan antara sumber – sumber

tentang pasien dengan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan system

hematopoesis : anemia.

A. Pengkajian

Pengkajian yaitu pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan

untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar dapat

mengidentifikasi, mengenai masalah – masalah, kebutuhan kesehatan dan

keperawatan pasien baik fisik, mental, social dan lingkungan.

Pengkajian dilaksanakan dengan menggunakan format pengkajian pola

Gordon, alasan penulis menggunakan format pengkajian tersebut karena

penulis menganggap bahwa format pengkajian pola fungsional Gordon dapat

menjawab semua data – data yang dibutuhkan penulis dalam menjalankan

proses keperawatan dimana sesuai teori pengkajian pada pasien dengan

anemia meliputi riwayat kesehatan, pasien masuk Rumah Sakit tanggal 18

Februari 2015 dengan keluhan lemas. Pada saat pengkajian ditemukan keluhan

lemas dan pusing. Riwayat penyakit dahulu pasien tidak mempunyai riwayat

penyakit seperti sekarang ini. Pasien belum pernah dirawat di Rumah Sakit,

jika pasien sakit pasien hanya periksa ke klinik dekat rumahnya. Dalam

keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit menurun seperti hipertensi,

dan tidak ada yang menderita cacat.

Penulis melakukan pengkajian pada tanggal 18 Februari 2015 dengan

menggunakan metode wawancara, pengamatan dan pemeriksaan fisik serta

39

dokumentasi, selain itu juga mempelajari rekam medic pasien atau buku status

catatan keperawatan pasien.

Pengkajian yang muncul pada pasien anemia menurut Boedihartono 1994

adalah sebagai berikut :

1. Makanan / Cairan

Tanda yang terjadi pada pasien anemia selama melakukan pengkajian

ditemukan data pasien mengatakan nafsu makan menurun, mual, muntah

pasien tampak lemas, pucat, berbaring ditempat tidur, BB mengalami

penurunan 50 kg menjadi 48 kg, minum hanya 3 gelas belimbing selama

sakit. Sedangkan data yang terdapat pada pasien anemia menurut

Boedihartono 1994 adalah penurunan masukan diet, masukan diet protein

hewani rendah/masukan produk sereal tinggi (DB), nyeri mulut atau lidah,

kesulitan menelan (ulkus pada faring), mual/muntah, dyspepsia, anoreksia,

adanya penurunan berat badan.

Dari data yang diperoleh dilahan praktek dan data yang ada diatas

menurut Boedihartono ditemukan perbedaan yaitu nyeri mulut atau lidah,

kesulitan menelan (ulkus pada faring) dan dyspepsia.

Dyspepsia menurut Price, Sylvia (1994) yaitu pada anemia terjadi

disfungsi motalitas gastrointestinal, yang disebabkan karena ostipasi

sehingga peristaltic usus menurun dan aliran darah ke gastrointestinal juga

menurun, yang merangsang system saraf simpatis dan terjadi hipoksia sel

dan jaringan yang mengakibatkan kebutuhan O2 tidak terpenuhi sehingga

transportasi O2 menurun dan terjadi dyspepsia.

2. Eliminasi

Tanda yang terjadi pada pasien anemia selama melakukan pengkajian

ditemukan data pasien mengatakan belum BAB selama 3 hari selama sakit.

Sedangkan data yang terdapat pada pasien anemia menurut Boedihartono

1994 adalah distensi abdomen.

Dari data yang diperoleh dilahan praktek dan data yang ada diatas

menurut Boedihartono ditemukan perbedaan yaitu distensi abdomen.

40

Distensi abdomen menurut Price, Sylvia (1994) yaitu pada anemia

terjadi peningkatan tekanan abdominal yang menghasilkan peningkatan

tekanan dalam perut dan menekan dinding perut. Distensi abdominal yang

mungkin dihasilkan dari cairan dan gas normal berada dalam

gastrointestinal tetapi tidak dalam ruangan peritoneal. Jika cairan atau gas

tidak dapat keluar secara bebas distensi abdominal dapat terjadi. Dalam

ruangan peritoneal, distensi dapat menyebabkan perdarahan akut,

akumulasi dari cairan asites atau udara dari perforasi dari organ dalam

perut.

3. Aktivitas Dan Latihan

Tanda yang terjadi pada pasien anemia selama melakukan pengkajian

ditemukan data badan lemas, pasien tampak lemah, pucat, ADL dibantu

keluarga atau orang lain, Hb 2.5 g/dl dan pada EKG hasilnya sinus

takikardi. Sedangkan data yang terdapat pada pasien anemia menurut

Boedihartono 1994 adalah takikardi, toleransi terhadap latihan rendah,

kelemahan otot dan penurunan kekuatan, berjalan lambat dan tanda –

tanda lain yang menunjukkan keletihan.

Dari data yang diperoleh dilahan praktek dan data yang ada diatas

menurut Boedihartono ditemukan tidak ada perbedaan.

4. Tidur Dan Istirahat

Tanda yang terjadi pada pasien anemia selama melakukan pengkajian

ditemukan data pasien berbaring ditempat tidur, insomnia, mata sembab,

terdapat lingkar hitam disekitar mata, tidur hanya 3 jam. Sedangkan data

yang terdapat pada pasien anemia menurut Boedihartono 1994 adalah

dispnea pada waktu bekerja atau istirahat, kurang tertarik pada sekitarnya,

Dari data yang diperoleh dilahan praktek dan data yang ada diatas

menurut Boedihartono ditemukan ada perbedaan yaitu dispnea pada waktu

bekerja atau istirahat.

Dispnea menurut Price, Sylvia (1994) yaitu pada anemia transport O2

menurun sehingga kebutuhan O2 tidak terpenuhi mengakibatkan hipoksia

sel dan jaringan dan terjadi kompensasi oleh jaringan dengan

41

meningkatkan haterate sehingga kerja jantung meningkat dan beban

jantung meningkat dalam waktu yang lama juga otot mengalami hipertrofi

dan kemampuan kompensasi menurun sehingga terjadi dispnea.

5. Kognitif

Tanda yang terjadi pada pasien anemia selama melakukan pengkajian

ditemukan data neurosensori dalam keadaan masih berfungsi dengan baik.

Sedangkan data yang terdapat pada pasien anemia menurut Boedihartono

1994 yaitu penurunan penglihatan dan bayangan pada mata, gangguan

koordinasi.

Dari data yang diperoleh dilahan praktek dan data yang ada diatas

menurut Boedihartono ditemukan ada perbedaan yaitu terjadi penurunan

penglihatan dan bayangan pada mata.

Penurunan penglihatan menurut Price, Sylivia (1994) yaitu karena

pada anemia terlihat dalam dan superficial, termasuk edema pupil.

Diakibatkan karena anoreksia dan mengakibatkan infark retina sehingga

tidak jarang ditemukan pula suatu bercak eksudat kapas, hal ini yang

mengakibatkan pandangan menjadi kabur pada anemia.

6. Persepsi Diri

Tanda yang terjadi pada pasien anemia selama melakukan pengkajian

ditemukan data pasien cemas, menarik diri, dan takut berada di rumah

sakit. Sedangkan data yang terdapat pada pasien anemia menurut

Boedihartono 1994 yaitu apatis, gelisah, menarik diri, dan depresi.

Dari data yang diperoleh dilahan praktek dan data yang ada diatas

menurut Boedihartono ditemukan tidak ada perbedaan.

7. Seksualitas

Tanda yang terjadi pada pasien anemia selama melakukan pengkajian

ditemukan data hilang lobido. Sedangkan data yang terdapat pada pasien

anemia menurut Boedihartono 1994 yaitu hilang libido. Dari data yang

diperoleh dilahan praktek dan data yang ada diatas menurut Boedihartono

tidak ada pebedaan.

42

8. Peran Dan Hubungan

Tanda yang terjadi pada pasien anemia selama melakukan pengkajian

ditemukan data pasien jarang berbicara dan cenderung menarik diri.

Sedangkan data yang terdapat pada pasien anemia menurut Boedihartono

1994 yaitu apatis, cenderung untuk tidur, dan kurang tertarik pada

sekitarnya. Dari data yang diperoleh dilahan praktek dan data yang ada

diatas menurut Boedihartono tidak ada pebedaan.

9. Management Koping Stress.

Tanda yang terjadi pada pasien anemia selama melakukan pengkajian

ditemukan data jika ada masalah pasien membicrakan dengan anak –

anaknya.

10. Sytem Nilai Dan Keyakinan

Tanda yang terjadi pada pasien anemia selama melakukan pengkajian

ditemukan data tidak menjalankan sholat 5 waktu, karena merasa dirinya

sangat lemas. Sedangkan data yang terdapat pada pasien anemia menurut

Boedihartono 1994 yaitu keyakinan agama mempengaruhi pilihan

pengobatan, misalnya transfuse darah dan depresi.

Dari data yang diperoleh dilahan praktek dan data yang ada diatas

menurut Boedihartono ditemukan ada perbedaan yaitu terjadi depresi.

Depresi menurut Price, Sylivia (1994) yaitu karena factor kurang

pengetahuan yang menyebabkan penderita menjadi gelisah dan depresi

pada saat pemberian transfuse darah.

Dari data – data yang telah diperoleh kemudian dikumpulkan sehingga

penulis dapat mengelompokan diagnosa keperawatan berdasarkan

kebutuhan menurut Maslow. Selain dari pasien, data juga diperoleh dari

keluarga, perawat dan catatan medic. Semua data yang diperoleh tersebut

digunakan dalam usaha mengelola masalah Tn. T. dari data itu muncul

beberapa masalah yang merupakan gambaran respon pasien terhadap

keadaan. Gambaran respon tersebut dinamakan diagnosa keperwatan.

Dalam pengkajian penulis tidak mengalami kesulitan karena pasien dan

keluarga kooperatif.

43

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yaitu diagnosa yang dibuat oleh perawat

professional, menggambarkan tanda – tanda dan gejala yang menunjukkan

masalah kesehatan yang dirasakan pasien dimana perawat berdasarkan

pendidikan dan pengalamannya dapat dan mampu menolongnya (Gordon).

Menurut (Doengoes ; 2000) menyebutkan, diagnosa yang mungkin muncul

pada masalah anemia ada enam diagnosa keperawatan, sedangkan pada kasus

ini ditemukan empat diagnosa keperawatan yang sesuai dengan terori, namun

dari teori ada yang tidak muncul pada kasus ini. Untuk itu penulis akan

menjelaskan mengapa hal ini terjadi dan diagnosa tersebut disoroti,

diidentifikasi sebagai masalah yang perlu dipecahkan diantaranya yaitu :

1. Diagnosa keperawatan yang ada dalam teori, tetapi tidak muncul dalam

kasus.

a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses penyakit.

Gangguan rasa nyaman nyeri adalah merasa kurang senang, lega dan

sempurna dalam dimensi fisik, psikospiritual, lingkungan dan social

(NANDA 2013), didukung dengan batasan karakteristik : menangis,

iritabilitas, merintih, melaporkan rasa lapar, melaporkan rasa gatal dan

berkeluh kesah. Tetapi dalam pengakajian padan Tn. T tidak ditemukan

batasan karakteristik dari gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan

dengan proses penyakit. Hal ini dikarenakan perhatian dan keaktifan

dari keluarga maupun orang lain dalam pemenuhan kebutuhan ADL

pasien sehari – hari dan juga diperlihatkan dengan banyaknya saudara

dan tetangga yang menjenguk.

b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak

adekuat.

Resiko tinggi infeksi adalah mengalami peningkatan resiko terserang

organisme patogenik (NANDA 2013), didukung dengan factor resiko :

penyakit kronis, pengetahuan yang tidak cukup untuk menghindari

pemajanan pathogen, pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat,

ketidak adekuatan pertahanan sekunder, vaksinasi tidak adekuat,

44

pemajanan terhadap pathogen lingkungan meningkat, prosedur

invasive, dan mal nutrisi. Tetapi dalam pengakajian padan Tn. T tidak

ditemukan factor – factor resiko infeksi berhubungan dengan

pertahanan sekunder tidak adekuat. Hal ini dikarenakan tidak ada tanda

– tanda terjadinya peningkatan pada leukosit.

2. Diagnosa keperawatan yang muncul sesuai tinjauan teori.

a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan

penurunan konsentrasi Hb dan darah.

Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer yaitu perubahan sirkulasi

darah keperifer yang dapat mengganggu kesehatan (NANDA 2013),

didukung dengan batasan karakteristik : perubahan fungsi motorik,

perubahan karakteristik kulit, perubahan darah diekstremitas, warna

kulit pucat saat elevasi, kelemahan otot, penurunan nadi, kelemahan,

penurunan Hb. Dari data hasil pengkajian didapatkan data dari Tn. T

diantaranya pasien mengatakan lemas, pasien terlihat pucat, akral

dingin, Hb 2.5 g/dl, TD 110/60 mmHg, dan konjungtiva anemis.

Penulis menegakkan diagnosa tersebut karena adanya data – data

yang sangat mendukung untuk dimunculkannya diagnosa

ketidakefektifan perfusi jaringan perifer karena adanya hasil

laboratorium yang menyatakan hasil Hb 2.5g/dl. Dan jika tidak diatasi

maka akan terjadi penurunan Hb.

b. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan anoreksia.

Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

yaitu beresiko pada asupan nutrisi kurang dari kebutuhan metabolic

(NANDA 2013). Dengan batasan karakteristik melaporkan intake

kurang dari kebutuhan tubuh, konjungtiva dan membrane mukosa

pucat, lemah otot, melaporkan kurang makan, melaporkan perubahan

sensasi rasa, enggan makan, diare, suara usus hiperaktif, kurangnya

informasi. Dari hasil pengkajian didapatkan data dari Tn. T

diantaranya pasien mengatakan mual, dan jika makan selalu muntah,

45

pasien tampak lemas dan pucat, berbaring ditempat tidur, BB 48 kg,

(sebelum sakit 50 kg), makan habis ¼ porsi.

Penulis menegakkan diagnosa tersebut karena adanya data – data

yang sangat mendukung untuk munculnya diagnosa resiko

ketidaseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh jika tidak

diatasi maka kebutuhan tubuh akan nutrisi tidak adekuat yang bisa

menyebabkan menjadi malnutrisi sehingga memperburuk keadaan

pasien serta terjadi penurunan energy untuk melakukan aktivitas.

c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.

Intoleransi aktivitas yaitu ketidakcukupan energy secara fisiologis

atau psikologis dalam pemenuhan aktivitas sehari – hari yang

dibutuhkan atau diperlukan (Smeltzer, 2013). Diagnosa didukung

dengan batasan karakteristik laporan verbal: kelelahan atau kelemahan,

tidak nyaman, respon terhadap aktivitas menunjukan nadi dan tekanan

darah abnormal dyspepsia, perubahan EKG menunjukan aritmia atau

disritmia. Data data pengkajian pada Tn. T diperoleh data seperti

pasien mengatakan badannya lemas, tampak pucat, terbaring di tempat

tidur, ADL dibantu keluarga atau orang lain, Hb 2,5g/dl, dan hasil

EKG sinus taki kardi.

Penulis menegakkan diagnosa tersebut karena adanya data – data

yang sangat mendukung untuk dimunculkannya diagnosa intoleransi

aktivitas, dan penulis memprioritaskan diagnosa ini karena penulis

menganggap bahwa aktivitas pasien sangat mendukung terhadap kasus

keperawatan, dan apabila intoleransi aktivitas pasien berlanjut maka

aktivitas akan terganggu dan kebutuhan ADL tidak dapat terpenuhi

secara optimal.

d. Ancietas berhubungan dengan status kesehatan

Ancietas yaitu perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang

samar disertai respon autonom (sumber seringkali tidak spesifik atau

tidak diketahui oleh individu), perasaan takut yang disebabkan oleh

antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan

46

yang memperingatkan individu atau adanya bahaya dan memampukan

individu untuk bertindak menghadapi ancaman (NANDA 2013).

Diagnosa didukung dengan batasan karakteristik perilaku: penurunan

produktivitas, gelisah, insomnia, kontak mata yang buruk,

mengekspresikan kekawatiran karena perubahan dalam peristiwa

hidup. Affektif : gelisah, berfokus pada diri sendiri, ketakutan,

perasaan tidak adekuat. Simpatik : anoreksia, eksitasi kardiovaskuler,

mulut kering. Dari data pengkajian Tn. T diperoleh data pasien

mengatakan cemas terhadap rasa sakitnya, tampak gelisah, menarik

diri, insomnia, berfokus pada diri sendiri.

Penulis menegakkan diagnosa tersebut karena adanya data – data

yang sangat mendukung untuk dimunculkannya diagnosa ancietas, dan

penulis memprioritaskan diagnosa ini karena penulis menganggap

bahwa ancietas sangat mendukung terhadap kasus keperawatan, dan

apabila ancietas tidak ditangani maka akan memperlambat

kesembuhan pasien.

C. Intervensi

Perencanaan atau focus intervensi adalah petunjuk tertulis yang

menggambarkan secara tepat mengenai rencana tindakan yang dilakukan

terhadap pasien sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan diagnosa

keperawatan.

Disini penulis akan membahas apakah perencanaan telah disusun menurut

prioritas masalah, bagaimana menemukan intervensi keperawatan dan

penulisan instruksi keperawatan / dokumentasi, serta bagaimana mengatur

agar sesuai rencana tindakan ini dengan teori dan kondisi pasien serta fasilitas

yang ada. Penulis menggunakan intervensi dari NANDA untuk menyelesaikan

beberapa masalah keperawatan yang muncul dan disertakan pula rasional dari

masing – masing intervensi.

1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan

konsentrasi Hb dan darah

47

Tujuan dan criteria hasil yang diharapkan penulis pada pasien adalah

setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam adalah

ketidakefektifan perfusi jaringan perifer teratasi, membrane mukosa warna

merah muda, tidak ada sesak, tidak ada sianosis dan akral hangat.

Untuk mengatasi masalah tersebut penulis membuat intervensi pada

tanggal 18 Februari 2015 adalah monitor adanya paretese rasionalnya

mengetahui adanya takikardi dan hipotensi karena gangguan fungsi ginjal

dan gangguan produksi hormone eritropoentin yang menyebabkan

stimulus pembentukan sel darah merah disumsum tulang belakang

menurun dan produksi eritrosit menurun, batasi gerakan pada kepala, leher

dan punggung rasionalnya untuk meningkatkan ekspansi paru dan

memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler karena terjadi

penumpukan asam laktat pada jaringan pada metabolisme anaerob akibat

hipoksia sel dan jaringan, monitor kemampuan BAB agar mengetahui

kelancaran saat defekasi rasionalnya mengetahui kandungan nutrisi yang

ada pada asupan nutrisi pasien seperti B12, Fe, asam folat agar tidak

terjadi kehilangan komponen pembentuk eritrosit dan defekasi bisa lancar,

kolaborasikan pemberian analgetik rasionalnya agar tidak terjadi

peningkatan isi lambung, peristaltic menurun karena aliran darah ke

gastrointestinal menurun terjadi ostipasi dan menyebabkan masalah pada

gastrointestinal.

2. Diagnosa resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan anoreksia

Tujuan dan criteria hasil yang diharapkan penulis pada pasien adalah

setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam adalah resiko

ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi dengan

criteria hasil pasien makan habis 1 porsi, pasien tampak segar, tidak mual,

muntah, Hb dalam batas normal.

Untuk mengatasi masalah tersebut penulis membuat intervensi pada

tanggal 18 Februari 2015 adalah monitor jumlah nutrisi dan kandungan

48

kalori rasionalnya memberikan suplemen asam folat yang dapat

merangsang pembentukan sel darah merah dan memberikan diit kaya zat

besi untuk mengembalikan zat besi yang hilang, anjurkan pasien untuk

meningkatkan intake Fe rasionalnya agar tidak terjadi kehilangan

komponen pembentuk eritrosit sehingga eritrosit terbentuk sempurna dan

tidak mudah pecah juga tidak mengalami hemolisis, berikan informasi

tentang kebutuhan nutrisi rasionalnya untuk menurunkan kelemahan,

sehingga dapat meningkatkan pemasukkan dan mencegah terjadinya

distensi gaster, monitor kadar albumin, total protein, Hb rasionalnya

karena albumin merupakan protein yang berperan penting untuk menahan

cairan supaya tetap berada didalam pembuluh darah, bila kadar albumin

berkurang maka cairan dalam pembuluh darah akan keluar menuju

jaringan yang dapat mengakibatkan bengkak. Jika kekurangan albumin

dapat terjadi pada kekurangan gizi, monitor mual dan muntah rasionalnya

untuk meminimalkan peningkatan isi lambung dan mengurangi peristaltic

usus dan aliran darah kegastrointestinal dapat menjadi normal, sehingga

tidak terjadi hipoksia sel dan jaringan, monitor pucat, kemerahan, dan

kekeringan jaringan konjungtiva rasionalnya agar tidak terjadi degenerasi

eritrosit sehingga eritrosit tidak mudah rapuh dan tidak terjadi hemolisis,

yang kemudian transport O2 terpenuhi.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum

Tujuan dan criteria hasil yang penulis harapkan adalah setelah

dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah

intoleransi aktivitas dapat secara mandiri dengan criteria hasil sebagai

berikut: mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri

dan tanda – tanda vital normal.

Untuk mengatasi masalah tersebut penulis membuat intervensi pada

tanggal 18 Februari 2015 adalah bantu pasien / keluarga untuk

mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas agar aktivitas pasien dapat

terpantau rasionalanya agar tidak terjadi kelelahan dan tidak terjadi

penumpukan asam laktat pada jaringan, bantu klien untuk mengidentifikasi

49

aktivitas yang mampu dilakukan rasionalnya menunjukan perubahan

neurology karena defisiensi vitamin B12 yang mempengaruhi keamanan

pasien, dan observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas

rasionalnya manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk

membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan.

4. Diagnosa ancietas berhubungan dengan status kesehatan

Tujuan dan criteria hasil yang penulis harapkan adalah setelah

dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah

ancietas dapat berkurang dengan criteria hasil sebagai berikut: vital sign

dalam batas normal, menunjukan teknik untuk mengontrol cemas, klien

tampak nyaman.

Untuk mengatasi masalah tersebut penulis membuat intervensi pada

tanggal 18 Februari adalah jelaskan tujuan pemberian tindakan pada klien

dan keluarga rasionalnya untuk mengurangi ancietas tentang ketidaktahuan

meningkatkan stress dan selanjutnya meningkatkan beban jantung,

sehingga pengetahuan dapat meminimalkan ancietas, anjurkan keluarga

tetap bersama klien untuk mendampingi rasionalnya karena terjadi

kelelahan yang disebabkan oleh penurunan suplai darah ke jaringan otak,

anjurkan untuk istirahat rasionalnya agar hormone eritropoentin dapat

berproduksi secara maksimal, dan berikan lingkungan yang tenang.

D. Implementasi

Implementasi yaitu suatu tahap dilakukan pelaksanaan dari perencanaan

keperawatan yang telah ditentukan, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan

pasien secara optimal. Pelaksanaan adalah pengelolaan dan perwujudan dari

rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Pada tahap

ini penulis akan membahas antara lain adalah tentang mengkomunikasikan

dan mengorganisasikan antara staf yang bekerja dalam satu tim dalam

melaksanakan rencana keperawatan kepada pasien. Selain itu dibahas tentang

manajemen patient care terhadap pasien yang meliputi apakah semua rencana

tindakan dapat diimplementasikan seluruh rencana tindakan yang dibuat oleh

50

penulis dapat dilaksanakan dengan baik, dalam melaksanakan implementasi

penulis tidak mencantumkan intervensi tambahan atau modifikasi, prosedur

yang dilaksanakan sesuai dengan teori.

1. Implementasi diagnosa pertama

Dari intervensi diatas dapat dilaksanakan oleh penulis, dalam

tindakan memberikan transfuse darah, pemberian terapi obat inj. Rantin 2

x 2ml dan dexa masing – masing 2 x 10mg via IV, melakukan TTV,

memonitor KU pasien, dan mengambil darah 3cc untuk mengecek Hb dan

Ht.

2. Implementasi diagnosa kedua

Dari intervensi diatas penulis dapat dilaksanakan oleh penulis,

mengakaji mual dan muntah, menganjurkan kepada keluarga dan pasien

untuk diberi asupan nutrisi kepada pasien. Serta dimana dalam

melaksanakan tindakan keperawatan juga melibatkan pihak lain seperti

keluarga, ahli gizi dan tim meedis lainnya.

3. Implementasi diagnosa ketiga

Dari intervensi diatas dapat dilaksanakan oleh penulis memonitor

tanda – tanda vital pasien, membantu pasien / keluarga untuk

mengidentifikasikan kekurangan dalam beraktivitas dan membantu pasien

untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan. Tetapi disini

penulis berkolaborasi dengan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan

aktivitas sehari – hari pasien (ADL), maka penulis mendelegasikan kepada

keluarga karena keluarga lebih dekat dengan pasien.

4. Implementasi diagnosa keempat

Dari intervensi diatas dapat dilaksanakan oleh penulis memotivasi

pasien untuk istirahat dan menganjurkan keluarga tetap bersama pasien.

Disini juga penulis berusaha menciptakan lingkungan yang tenang agar

pasien dapat beristirahat dengan nyaman.

Factor pendukung dan penghambat dalam implementasi keperawatan yaitu

pertama factor pendukungnya adalah pasien dan keluarga yang sangat

kooperatif, catatan medic yang lengkap, serta staf medis atau perawat ruangan

51

yang terbuka dan mau membantu penulis dalam melaksanakan asuhan

keperawatan. Yang kedua factor penghambat dalam melaksanakan

implementasi keperawatan yaitu ketidakfokusan penulis dan keterbatasan

waktu.

E. Evaluasi

Tahap penilaian dan evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan

terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang ditetapkan, dilakukan

dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan pasien dan tenaga

kesehatan lainnya.

Penilaian dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam melaksanakan

rencana tindakan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan

kebutuhan secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.

Penilaian keperawatan adalah mengukir keberhasilan dari rencana dan

pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi

kebutuhan pasien.

Dari empat permasalahan yang ditemui oleh penulis saat pengkajian,

kemudian disusun perencanaan tindakan untuk menyelesaikan maslaah

tersebut, selanjutnya diimplementasikan secara langsung kepada pasien. Pada

tahap ini penulis akan membahas tentang apakah tujuan dan criteria hasil

asuahan keperawatan yang telah dicapai, dan bila ternyata pencapaian tidak

sesuai dengan yang diharapkan maka kemungkinannya adalah mengakaji

ulang rencana asuhan keperawtan dan memodifikasi asuhan keperawatan

tersebut dengan melihat situasi dan kondisi psaien.

Untuk mengetahui apakah tujuan dan criteria hasil asuhan keperawatan

yang telah tercapai, evaluasinya adalah sebagai berikut:

1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan

Hb dan darah.

Evaluasi pada tanggal 20 Februari 2015 adalah sebagai berikut

ditemukan data subjektif pasien mengatakan pusing dan masih lemas, data

objektif Hb 2.8g/dl (sebelum tranfusi 2.5g/dl), TD 110/60 mmHg dan

52

konjungtiva anemis. Maka penulis menyimpulkan masalah

ketidakefektifan perfusi jaringan perifer belum teratasi karena ada kelainan

pada darah pasien, yaitu talasemia mayor. Sehingga penulis

mendelegasikan untuk melanjutkan intervensi dalam pemberian tranfusi

darah.

2. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan anoreksia.

Dari semua rencana tindakan yang telah penulis laksanakan

evaluasi Tn. T pada tanggal 20 Februari 2015 adalah sebagai berikut data

subjektif pasien mengatakan masih mual dan muntah jika makan, data

objektif Tn. T tampak lemas dan pucat, infuse NaCl mengalir 12

tetes/menit, makan hanya habis ¼ porsi. Maka penulis menyimpulkan

masalah resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

belum teratasi, karena pasien belum bisa menghabiskan makan dalam 1

porsi, dan disini penulis berkolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan

diit kaya zat besi dengan tujuan untuk membantu mengembalikan eritrosit

yang hilang. Penulis mendelegasikan untuk melanjutkan inrvensi dalam

pemberian asupan nutrisi yang kaya akan zat besi dan kalori.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.

Evaluasi Tn. T pada tanggal 20 Februari adalah sebagai berikut

data subjektif pasien mengatakan lelah setelah aktivitas, data objektif Tn.

T tampak kelelahan saat beraktivitas, Hb 2.8 g/dl dan tampak pucat, dari

data hasil yang ada maka penulis menyimpulkan bahwa intoleransi

aktivitas belum teratasi, karena pasien belum bisa ADL secara mandiri dan

terjadi hipoksia dalam sel dan jaringan yang mengakibatkan metabolosme

anaerob sehingga terjadi penumpukan asam laktat yang mengakibatkan

kelelahan. Penulis mendelegasikan pada perawat untuk mempertahankan

intervensi.

4. Ancietas berhubungan dengan status kesehatan

Evaluasi tn. T pada tanggal 20 Februari 2015 adalah sebagai

berikut data subjektif pasien mengatakan susah tidur, data objektif Tn.T

53

tampak gelisah dan menarik diri, mata sembab, terdapat lingkar hitam

disekitar mata dan konjungtiva anemis, tidur hanya 3 jam. Dari data yang

sudah ada maka penulis dapat menyimpulkan bahwa masalah ancietas

belum teratasi, karena pasien belum bisa tidur secara nyaman dan karena

factor kurang tidur yang berpengaruh pada hormone eritopoentin yang

bekerja pada waktu tidur, sedangkan tidur pasien hanya 3 jam sehingga

mengakibatkan produksi hormone tersebut tidak bekerja maksimal, hal ini

menjadi salah satu penghambat produksi Hb. Penulis mendelegasikan

kepada perawat untuk mengkondusifkan lingkungan yang tenang agar

pasien dapat istirahat dengan nyaman.

Dari data diatas penulis menyimpulkan bahwa evaluasi dari pelaksanaan

rencana tindakan keperawatan belum sesuai dengan tujuan dan criteria hasil

yang diharapkan.

54

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah penulis melaksanakan pengkajian sejak tanggal 18 Februari 2015

di ruang Cendana RSU Prof. Dr. Margono Soekarjo pada Tn. T dengan

anemia. Proses pelaksanaan meliputi pengkajian, menganalisa data,

menentukan masalah (diagnose keperawatan), membuat perencanaan

(intervensi), melaksanakan perencanaan (implementasi), dan mengevaluasi

keseluruhan tindakan.

Penulis telah melaksanakan proses keperawatan yang meliputi :

1. Dalam aplikasi pengkajian penulis menggunakan pola pengkajian

fungsional Gordon. Data – data yang diperoleh selama pengkajian dapat

disajikan sebagai acuan ditegakannya diagnose keperawatan, data tersebut

meliputi data subjektif dan objektif. Hasil pengkajian pada tanggal 18

Februari 2015 penulis mendapatkan data : pasien mengatakan pusing,

lemas, badan lemas, pucat, tidak bisa tidur, tidur 3 jam, berat badan 48 kg

(50 kg sebelum sakit), berbaring ditempat tidur, makan habis ¼ porsi,

mual dan muntah, konjungtiva anemis, Hb 2.5 g/dl, Ht 7%, leukosit 1700

u/L, eritrosit 1,0 10^6/uL, gelisah dan menarik diri, ADL dibantu keluarga

atau orang lain, TD 110/60, EKG sinus takikardi.

2. Dalam aplikasi diagnose penulis menemukan empat diagnose yaitu

ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan

Hb dan darah, resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh berhubungan dengan anoreksia, intoleransi aktivitas berhubungan

dengan kelemahan umum, ancietas berhubungan dengan status kesehatan.

Keempat diagnose tersebut muncul sesuai teori.

3. Dalam aplikasi perencanan keperwatan merupakan aplikasi dari teori yang

didapatkan penulis selama dari bangku perkuliahan disesuaikan dengan

kondisi klien dilapangan dan standard penanganan kasus di RSU Prof. Dr.

55

Margono Soekarjo Purwokerto hinga didapatkan perencanaan keperawatan

yang tepat.

4. Implementasi keperawatan merupakan tahapan dimana perencanaan

keperawatan yang tepat diaplikasikan menjadi tindakan keperawatan

sesuai dengan diagnose keperawatan yang muncul. Dalam hal ini ada

kerjasama yang seimbang dan professional antara penulis, perawat, dokter

dan tim kesehatan lainnya serta selalu melibatkan pasien dan keluarga.

Semua perencanaan yang dibuat dapat diimplementasikan dengan baik

sesuai tujuan yang ditetapkan. Hal ini terjadi karena intervensi yang

disusun sesuai dengan masalh dan kebutuhan pasien sehingga mampu

dilaksanakan penulis, keluarga, pasien dan perawat ruangan.

5. Pada tahap evaluasi keperawatan, penulis menggunakan evaluasi respond

an evaluasi SOAP. Evaluasi respon mengacu pada respon pasien sesaat

setelah dilakukan tindakan keperawtan sedangkan evaluasi SOAP

mengacu pada catatan perkembangan pasien. Catatan perkembangan ini

untuk mengukur tingkat keberhasilan tindakan keperawatan. Evaluasi yang

diperoleh pada tanggal 20 Februari 2015, diagnose ketidakefekifan perfusi

jaringan perifer berhubungan dengan penurunan Hb dan darah belum

teratasi, karena pada pasien terdapat kelainan darah yaitu talasemia mayor,

sehingga sulit untuk mengembalikan Hb kedalam batas normal. Sehingga

penulis harus melanjutkan intervensi monitor adanya paretese, berikan

transfuse darah. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh berhubungan anoreksia belum teratasi, karena kurangnya asupan

nutrisi yang masuk kedalam tubuh menyebabkan absorbsi Fe, B12, dan

asam folat berkurang, menyebabkan kehilangan komponen pembentuk

eritrosit, eritrosit tidak sempurna dan mudah pecah sehingga terjadi

hemolisis. Lanjutkan intervensi kolaborasi dengan ahli gizi untuk

menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien, monitor

kadar albumin, total protein, Hb dan Ht, monitor mual dan muntah.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum belum teratas,

karena factor Hb yang masih rendah, yang mengakibatkan transport O2

56

menurun, dan terjadi hipoksia sel dan jaringan dan terjadi penumpukan

asam laktat pada jaringan, sehingga terjadi kelemahan dan terjadi

intoleransi aktivitas lanjutkan intervensi bantu pasien / keluarga untuk

mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas, bantu klien untuk

mendintifikasi aktivitas yang mampu dilakukan. Ancietas berhubungan

dengan status kesehatan belum teratasi, karena kurangnya pengetahuan

yang menyebabkan kecemasan terhadap pasien, lanjutkan intervensi

instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi, jelaskan semua

prosedur dan apa yang akan dirasakan selama prosedur, tingkatkan

istirahat.

6. Dalam pendokumentasian terhadap pelaksanaan asuhan keperawatan pada

Tn. T penulis mencatat pengkajian pada format pengkajian, menyusun

setiap intervensi keperawatan, dan tindakan keperawatan yang telah

dilakukan dalam catatan medis atau catatan keperawatan Tn. T.

Keberhasilan dari asuhan keperawatan tergantung pada pemberi asuhan

keperawtan, sarana dan prasarana yang tersedia serta keadaan pasien, karena

pada dasarnya pemberian asuhan keperawatan meliputi hubungan antara

perawat, psien dan anggota keluarga pasien.

B. Saran

Dari penulis akan mengungkapkan beberapa masukan yang diharapkan

dapat membantu meningkatkan mutu pendidikan dan tercapainya mutu

keperawatan yang baik dimasa yang akan datang diantaranya :

1. Bagi perawat

a. Berikan informasi tentang anemia meliputi: kondisi prognosis dan

kebutuhan pengobatan yang akurat kepada pasien dan keluarga pasien.

b. Didalam melakukan kegiatan keperawatan diperlukan pendekatan

dengan keluarga pasien sehingga terjalin kerjasama yang baik.

c. Dalam berkomunikasi perawat tidak hanya memperhatikan komunikasi

verbal yang dilakukan melalui kata-kata dan ucapan. Diharapkan untuk

para perawat memperhatikan penggunaan alat perlindungan diri seperti

57

sarung tangan, masker dalam melakukan tidakan keperawatan

terutama pada tindakan perawatan.

2. Bagi pasien

a. Penulis memberikan saran kepada pasien untuk menghindari hal – hal

yang dapat memperberat keadaan anemia yang dialaminya sekarang

seperti : mengkonsumsi makanan yang dapat menurunkan tekanan

darah sepeti timun, labu siam, dll.

b. Pasien diharapkan untuk memperhatikan dan melaksanakan anjuran

perawat demi keberhasilan asuhan keperawatan yang diberikan seperti:

anjurkan pasien untuk istirahat total, mengkonsumsi asupan nutrisi

yang kaya akan zat besi untuk mengembalikan Hb dalam batas normal.

58

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif (2001) Kapita selekta kedokteran Jilid 1, Jakarta, Media

Aesculapius. FKUI

Price, Sylvia A (1994) Patofisiologi : konsep klinis proses – proses penyakit,

Jakarta, EGC.

Perry , A.G dan Potter, P.A. (1993) fundamental of nursing : consept, process,

and practice.

Mansjoer. 2003. Kapita Selekta Kedokteran, edisi III jilid 2. Jakarta : FKUI

Smeltzer. 2005. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Alih bahasa Agung

Waluyo, dkk. Editor Monika Ester, dkk edisi 8. Jakarta : EGC

Andrea Saferi Wijaya, dkk. 2013. KMB 2. Yogyakarta : Nuha Medika

Nurarif, Huda Amin. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa

Medis & Nanda Nic Noc. Yogyakarta : Mediaction Publishing

Wijaya Andra Saferi, Yessi Mariza Putri. 2013. KMB 2 Keperawatan Medikal

Bedah ( Keperawatan Dewasa). Yogyakarta : Medical Book

Soebroto, Ikhsan. 2010. Cara Mudah Mengatasi Problem Anemia. Yogyakarta :

Bangkit

Arisman . 2007. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC

DepKes RI., 2003. Program Penanggulangan Anemia Gizi Pada Wanita Usia

Subur (WUS). Direktorat Gizi Masyarakat dan Binkesmas. Jakarta

Saifuddin. 2002. Ilmu Kebidanan Perkata Edisi Ke-3. Jakarta : EGC

Doenges Marlyn, E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk

Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawat Pasien. Jakarta : EGC

59

Boedihartono. 1994. Proses Keperawatan di Rumah Sakit. Jakarta

Waryana. 2010. Gizi Reproduksi. Yogyakarta : Pustaka Rihama

Supariasa, I Dewa Nyoman, dkk. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.