laporan pendahuluan

20
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA TRAUMA THORAX A. KONSEP DASAR 1. Pengertian Trauma dada adalah trauma tajam atau tumpul thorax yang dapat menyebabkan tamponade jantung, pneumothorax, hematothorax, dan sebagainya (FKUI, 1995). Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul. (Hudak, 1999). Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan gangguan sistem pernapasan (Suzanne & Smetzler, 2001). Dari ketiga pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ; Trauma Dada / Thorax adalah suatu kondisi dimana terjadinya benturan baik tumpul maupun tajam pada dada atau dinding thorax, yang menyebabkan abnormalitas (bentuk) pada rangka thorax. Perubahan bentuk pada thorax akibat trauma dapat menyebabkan gangguan fungsi atau cedera pada organ bagian dalam rongga thorax seperti jantung dan paru-paru, sehingga dapat terjadi beberapa kondisi patologis traumatik seperti ;Haematothorax, Pneumothorax, Tamponade Jantung, dan sebagainya 2. Etiologi

Upload: muliana-musibo

Post on 27-Dec-2015

19 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PENDAHULUAN

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TRAUMA THORAX

A. KONSEP DASAR

1. Pengertian

Trauma dada adalah trauma tajam atau tumpul thorax yang dapat

menyebabkan tamponade jantung, pneumothorax, hematothorax, dan sebagainya

(FKUI, 1995).

Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik

trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul. (Hudak, 1999).

Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan

pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma

ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat

menyebabkan gangguan sistem pernapasan (Suzanne & Smetzler, 2001).

Dari ketiga pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ; Trauma Dada /

Thorax adalah suatu kondisi dimana terjadinya benturan baik tumpul maupun tajam

pada dada atau dinding thorax, yang menyebabkan abnormalitas (bentuk) pada

rangka thorax. Perubahan bentuk pada thorax akibat trauma dapat menyebabkan

gangguan fungsi atau cedera pada organ bagian dalam rongga thorax seperti jantung

dan paru-paru, sehingga dapat terjadi beberapa kondisi patologis traumatik

seperti ;Haematothorax, Pneumothorax,  Tamponade Jantung, dan sebagainya

2. Etiologi

Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul dan

trauma tajam.

a. Trauma tumpul  (non penetrasi)

Cedara tumpul merusak struktur di dalam rongga dada tanpa mengganggu

integritas dinding dada . Pada trauma tumpul biasanya disebabkan oleh

kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, dan pukulan pada dada, dengan kekuatan

hantaman didistribusikan ke area yang luas, dan kerusakan visceral terjadi akibat

tahanan, penyebaran kekuatan hantaman, tekanan.

Misal pneumotoraks tertutup, pneumotoraks tensi, cedera trakheobonkhial,

flail chest, ruptur diafragma, cedera mediastinal, fraktur rusuk. Meski trauma

tumpul dada adalah lebih umum, pada trauma ini sering timbul kesulitan dalam

mengidentifikasi keluasan kerusakan karena gejala-gejala mungkin umum dan

Page 2: LAPORAN PENDAHULUAN

rancu. Pasien mungkin tidak segera mencari bantuan medis , yang selanjutnya

dapat mempersulit masalah.

b. Trauma Tajam (penetrasi)

Cedera penetrasi adalah penerobosan suatu benda dari permukaan luar

kepermukaan dalam, mengganggu integritas dinding dada dan mengakibatkan

perubahan dalam tekanan intratoraks. Missal pneumotoraks terbuka, hemotoraks,

cedera trakheobronkhial, kontusio pulmonal, ruptur diafragma.

Pada trauma tajam biasanya diakibatkan oleh luka tembak, atau luka tusuk,

dengan penyebaran tenaga pada area yang kecil, tidak seluas trauma tumpul.

Pada luka tembak, arah tembakan peluru, tidak dapat dipredikisi dengan jelas,

sehingga seluruh organ dada memiliki risiko tinggi.

3. Patofisiologi

Trauma benda tumpul pada bagian dada / thorax baik dalam bentuk kompresi

maupun ruda-paksa (deselerasi / akselerasi), biasanya menyebabkan memar / jejas

trauma pada bagian yang terkena. Jika mengenai sternum, trauma tumpul dapat

menyebabkan kontusio miocard jantung atau kontusio paru. Keadaan ini biasanya

ditandai dengan perubahan tamponade pada jantung, atau tampak kesukaran

bernapas jika kontusio terjadi pada paru-paru.

Trauma benda tumpul yang mengenai bagian dada atau dinding thorax juga

seringkali menyebabkan fraktur baik yang berbentuk tertutup maupun terbuka.

Kondisi fraktur tulang iga juga dapat menyebabkan Flail Chest, yaitu suatu kondisi

dimana segmen dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan keseluruhan dinding

dada. Keadaan tersebut terjadi karena fraktur iga multipel pada dua atau lebih tulang

iga dengan dua atau lebih garis fraktur. Adanya semen fail chest (segmen

mengambang) menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding dada. Jika

kerusakan parenkim paru di bawahnya terjadi sesuai dengan kerusakan pada tulang

maka akan menyebabakan hipoksia yang serius.

Sedangkan trauma dada / thorax dengan benda tajam seringkali berdampak

lenih buruk daripada yang diakibatkan oleh trauma benda tumpul. Benda tajam dapat

langsung menusuk dan menembus dinding dada dengan merobek pembuluh darah

intercosta, dan menembus organ yang berada pada posisi tusukannya. Kondisi ini

menyebabkan perdaharan pada rongga dada (Hemothorax), dan jika berlangsung

lama akan menyebabkan peningkatan tekanan didalam rongga baik rongga thorax

Page 3: LAPORAN PENDAHULUAN

maupun rongga pleura jika tertembus. Kemudian dampak negatif akan terus

meningkat secara progresif dalam waktu yang relatif singkat

seperti Pneumothorax,penurunan ekspansi paru, gangguan difusi, kolaps alveoli,

hingga gagal nafas dan jantung.

4. Manifestasi Klinis

a. Nyeri pada tempat trauma, bertambah pada saat inspirasi.

b. Pembengkakan lokal dan krepitasi yang sangat palpasi.

c. Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek.

d. Dyspnea, takipnea

e. Takikardi

f. Tekanan darah menurun.

g. Gelisah dan agitasi

h. Kemungkinan cyanosis.

i. Batuk mengeluarkan sputum bercak darah.

j. Hypertympani pada perkusi di atas daerah yang sakit.

5. Komplikasi

a. Surgical Emfisema Subcutis

Kerusakan pada paru dan pleura oleh ujung patahan iga yang tajam

memungkinkan keluarnya udara ke dalam cavitas pleura dari jaringan dinding

dada, paru.

Tanda-tanda khas: penmbengkakan kaki, krepitasi.

b. Cedera Vaskuler

Di antaranya adalah cedera pada perikardium dapat membuat kantong tertutup

sehingga menyulitkan jantung untuk mengembang dan menampung darah vena

yang kembali. Pembulu vena leher akan mengembung dan denyut nadi cepat

serta lemah yang akhirnya membawa kematian akibat penekanan pada jantung.

c. Pneumothorak

Adanya udara dalam kavum pleura. Begitu udara masuk ke dalam tapi keluar lagi

sehingga volume pneumothorak meningkat dan mendorong mediastinim

menekan paru sisi lain.

Page 4: LAPORAN PENDAHULUAN

d. Pleura Effusion

Adanya udara, cairan, darah dalam kavum pleura, sama dengan efusi pleura yaitu

sesak nafas pada waktu bergerak atau istirahat tetapi nyeri dada lebih mencolok.

Bila kejadian mendadak maka pasien akan syok.

Akibat adanya cairan udara dan darah yang berlebihan dalam rongga pleura maka

terjadi tanda – tanda :

1) Dypsnea sewaktu bergerak/ kalau efusinya luas pada waktu istirahatpun bisa

terjadi dypsnea.

2) Sedikit nyeri pada dada ketika bernafas.

3) Gerakan pada sisi yang sakit sedikit berkurang.

4) Dapat terjadi pyrexia (peningkatan suhu badan di atas normal).

e. Plail Chest

Pada trauma yang hebat dapat terjadi multiple fraktur iga dan bagian tersebut.

Pada saat insprirasi bagian tersebut masuk sedangkan saat ekspirasi keluar, ini

menunjukan adanya paroxicqalmution (gerakan pernafasan yang berlawanan)

f. Hemopneumothorak Yaitu penimbunan udara dan darah pada kavum pleura.

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik

Anamnesa yang terpenting adalah mengetahui mekanisme dan pola dari trauma,

seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kerusakan dari kendaraan

yang ditumpangi, kerusakan stir mobil /air bag dan lain lain.

b. Radiologi : Foto Thorax (AP)

Pemeriksaan ini masih tetap mempunyai nilai diagnostik pada pasien dengan

trauma toraks. Pemeriksaan klinis harus selalu dihubungkan dengan hasil

pemeriksaan foto toraks. Lebih dari 90% kelainan serius trauma toraks dapat

terdeteksi hanya dari pemeriksaan foto toraks.

Page 5: LAPORAN PENDAHULUAN

c. Gas Darah Arteri (GDA) dan pH

Pemeriksaan gas darah dan pH digunakan sebagai pegangan dalam penanganan

pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah

dipakai untuk menilai keseimbangan asam basa dalam tubuh, kadar oksigen

dalam darah, serta kadar karbondioksida dalam darah.

Didalam tabel berikut ini dapat dilihat nilai normal dari GDA dan pH, serta

kemungkinan diagnosis terhadap perubahan nilai dari hasil pemeriksaannya :

Nilai Normal Asidosis Alkaliosis

pH ( 7,35 s/d 7,45 ) Turun Naik

HCO3 (22 s/d 26) Turun Naik

PaCO2 (35 s/d 45) Naik Turun

BE (–2 s/d +2) Turun Naik

PaO2 ( 80 s/d 100 ) Turun Naik

Pemeriksaan AGD dan pH tidak hanya dilakukan untuk penegakan diagnosis

penyakit tertentu, namun pemeriksaan ini juga dapat dilakukan dalam rangka

pemantauan hasil / respon terhadap pemberian terapi / intervensi tertentu kepada

klien dengan keadaan nilai AGD dan pH yang tidak normal baik Asidosis

maupun Alkaliosis, baik Respiratori maupun Metabolik. Dari pemantauan yang

dilakukan dengan pemeriksaan AGD dan pH, dapat diketahui ketidakseimbangan

sudah terkompensasi atau belum / tidak terkompensasi.

Pada tabel berikut ini dapat dilihat acuan perubahan nilai yang menunjukkan

kondisi sudah/ tidak terkompensasi.

Page 6: LAPORAN PENDAHULUAN

d. CT-Scan

Sangat membantu dalam membuat diagnose pada trauma tumpul toraks, seperti

fraktur kosta, sternum dan sterno clavikular dislokasi. Adanya retro sternal

hematoma serta cedera pada vertebra torakalis dapat diketahui dari pemeriksaan

ini. Adanya pelebaran mediastinum pada pemeriksaan toraks foto dapat

dipertegas dengan pemeriksaan ini sebelum dilakukan Aortografi.

e. Ekhokardiografi

Transtorasik dan transesofagus sangat membantu dalam menegakkan diagnose

adanya kelainan pada jantung dan esophagus. Hemoperikardium, cedera pada

esophagus dan aspirasi, adanya cedera pada dinding jantung ataupun sekat serta

katub jantung dapat diketahui segera. Pemeriksaan ini bila dilakukan oleh

seseorang yang ahli, kepekaannya meliputi 90% dan spesifitasnya hampir 96%.

f. EKG (Elektrokardiografi)

Sangat membantu dalam menentukan adanya komplikasi yang terjadi akibat

trauma tumpul toraks, seperti kontusio jantung pada trauma. Adanya

Jenis Gangguan Asam Basa PH Total CO2 PCO2

Asidosis respiratorik tidak terkonpensasi Rendah Tinggi Tinggi

Alkalosis respiratorik tidak terkonfensasi Tinggi Rendah Rendah

Asidosis metabolic tidak terkonfensasi Rendah Rendah Normal

Alkalosis metabolic tidak terkonfensasi Tinggi Tinggi Rendah

Asidosis respiratorik kompensasi alkalosis metabolic

Normal Tinggi Normal

Alkalosis respiratorik kompensasi asidosis metabolic

Normal Rendah Normal

Asidosis metabolic kompensasi alkalosis respiratorik

Normal Rendah Rendah

Alkalosis metabolic kompensasi asidosis respiratorik

Normal Tinggi Tinggi

Page 7: LAPORAN PENDAHULUAN

abnormalitas gelombang EKG yang persisten, gangguan konduksi, tachiaritmia

semuanya dapat menunjukkan kemungkinan adanya kontusi jantung. Hati hati,

keadaan tertentu seperti hipoksia, gangguan elektrolit, hipotensi gangguan EKG

menyerupai keadaan seperti kontusi jantung.

g. Angiografi

Gold Standard’ untuk pemeriksaan aorta torakalis dengan dugaan adanya cedera

aorta pada trauma tumpul toraks.

1) Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.

2) Hb (Hemoglobin) : Mengukur status dan resiko pemenuhan kebutuhan

oksigen jaringan tubuh.

7. Penatalaksanaan

a. Gawat Darurat / Pertolongan Pertama

Klien yang diberikan pertolongan pertama dilokasi kejadian maupun di unit

gawat darurat (UGD) pelayanan rumah sakit dan sejenisnya harus mendapatkan

tindakan yang tanggap darurat dengan memperhatikan prinsip kegawatdaruratan.

Penanganan yang diberikan harus sistematis sesuai dengan keadaan masing-

masing klien secara spesifik. Bantuan oksigenisasi penting dilakukan untuk

mempertahankan saturasi oksigen klien. Jika ditemui dengan kondisi kesadaran

yang mengalami penurunan / tidak sadar maka tindakan tanggap darurat yang

dapat dilakukan yaitu dengan memperhatikan :

1) Pemeriksaan dan Pembebasan Jalan Napas (Air-Way)

Klien dengan trauma dada seringkali mengalami permasalahan pada jalan

napas. Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan

berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang

dilapisi dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat

dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan. Mulut dapat

dibuka dengan tehnik Cross Finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan

dengan jari telunjuk Pada mulut korban.

Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa pada

korban tidak sadar tonus otot-otot menghilang, maka lidah dan epiglotis akan

menutup farink dan larink, inilah salah satu penyebab sumbatan jalan napas.

Pembebasan jalan napas oleh lidah dapat dilakukan dengan cara Tengadah

Page 8: LAPORAN PENDAHULUAN

kepala topang dagu (Head tild – chin lift) dan Manuver Pendorongan

Mandibula (Jaw Thrust Manuver).

2) Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Usaha Napas (Breathing)

Kondisi pernapasan dapat diperiksa dengan melakukan tekhnik melihat

gerakan dinding dada, mendengar suara napas, dan merasakan hembusan

napas klien (Look, Listen, and Feel), biasanya tekhnik ini dilakukan secara

bersamaan dalam satu waktu. Bantuan napas diberikan sesuai dengan indikasi

yang ditemui dari hasil pemeriksaan dan dengan menggunakan metode serta

fasilitas yang sesuai dengan kondisi klien.

3) Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Siskulasi (Circulation)

Pemeriksaan sirkulasi mencakup kondisi denyut nadi, bunyi jantung, tekanan

darah, vaskularisasi perifer, serta kondisi perdarahan. Klien dengan trauma

dada kadang mengalami kondisi perdarahan aktif, baik yang diakibatkan oleh

luka tembus akibat trauma benda tajam maupun yang diakibatkan oleh

kondisi fraktur tulang terbuka dan tertutup yang mengenai / melukai

pembuluh darah atau organ (multiple). Tindakan menghentikan perdarahan

diberikan dengan metode yang sesuai mulai dari penekanan hingga

penjahitan luka, pembuluh darah, hingga prosedur operatif.

Jika diperlukan pemberian RJP (Resusitasi Jantung Paru) pada

penderita trauma dada, maka tindakan harus diberikan dengan sangat hati-hati

agar tidak menimbulkan atau meminimalisir kompilkasi dari RJP seperti

fraktur tulang kosta dan sebagainya.

4) Tindakan Kolaboratif

Pemberian tindakan kolaboratif biasanya dilakukan dengan jenis dan waktu

yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing klien yang

mengalami trauma dada. Adapun tindakan yang biasa diberikan yaitu ;

pemberian terapi obat emergensi, resusitasi cairan dan elektrolit, pemeriksaan

penunjang seperti laboratorium darah Vena dan AGD, hingga tindakan

operatif yang bersifat darurat.

b. Konservatif

1) Pemberian Analgetik

Pada tahap ini terapi analgetik yang diberikan merupakan kelanjutan dari

pemberian sebelumnya. Rasa nyeri yang menetap akibat cedera jaringan

paska trauma harus tetap diberikan penanganan manajemen nyeri dengan

Page 9: LAPORAN PENDAHULUAN

tujuan menghindari terjadinyaSyok seperti Syok Kardiogenik yang sangat

berbahaya pada penderita dengan trauma yang mengenai bagian organ

jantung.

2) Pemasangan Plak / Plester

Pada kondisi jaringan yang mengalami perlukaan memerlukan perawatan

luka dan tindakan penutupan untuk menghindari masuknya mikroorganisme

pathogen.

3) Jika Perlu Antibiotika

Antibiotika yang digunakan disesuaikan dengan tes kepekaan dan kultur.

Apabila belum jelas kuman penyebabnya, sedangkan keadaan penyakit

gawat, maka penderita dapat diberi “broad spectrum antibiotic”, misalnya

Ampisillin dengan dosis 250 mg 4 x sehari.

4) Fisiotherapy

Pemberian fisiotherapy sebaiknya diberikan secara kolaboratif jika penderita

memiliki indikasi akan kebutuhan tindakan fisiotherapy yang sesuai dengan

kebutuhan dan program pengobatan konservatif.

c. Infasif / operatif

1) WSD (Water Seal Drainase)

WSD merupakan tindakan invasif yang dilakukan untuk mengeluarkan udara,

cairan (darah, pus) dari rongga pleura, rongga thorax; dan mediastinum

dengan menggunakan pipa penghubung.

a) Indikasi

Pneumothoraks

- Spontan > 20% oleh karena rupture bleb

- Luka tusuk tembus

- Klem dada yang terlalu lama

- Kerusakan selang dada pada sistem drainase

Hemothoraks

-  Robekan pleura

-  Kelebihan antikoagulan

-  Pasca bedah thoraks

Thorakotomy

-  Lobektomy

-  Pneumoktomy

Page 10: LAPORAN PENDAHULUAN

Efusi pleura

-  Penyakit paru serius

-  Kondisi inflamasi

Emfiemab) Tujuan

Mengeluarkan cairan atau darah, udara dari rongga pleura dan rongga thorak

Mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura Mengembangkan kembali paru yang kolaps dan mencegah refluks

drainage kembali ke dalam rongga dada.c) Tempat / Area Pemasangan WSD

Bagian apex paru (apical)

-   Anterolateral interkosta ke 1-2

-   Fungsi : untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura

d) Jenis-jenis WSD WSD dengan sistem satu botol

- Sistem yang paling sederhana dan sering digunakan pada pasien simple pneumothoraks

- Terdiri dari botol dengan penutup segel yang mempunyai 2 lubang selang yaitu 1 untuk ventilasi dan 1 lagi masuk ke dalam botol

- Air steril dimasukan ke dalam botol sampai ujung selang terendam 2cm untuk mencegah masuknya udara ke dalam tabung yang menyebabkan kolaps paru

- Selang untuk ventilasi dalam botol dibiarkan terbuka untuk memfasilitasi udara dari rongga pleura keluar

- Drainage tergantung dari mekanisme pernafasan dan gravitasi.- Undulasi pada selang cairan mengikuti irama pernafasan :

Inspirasi akan meningkat Ekpirasi menurun.

WSD dengan sistem 2 botol- Digunakan 2 botol ; 1 botol mengumpulkan cairan drainage dan

botol ke-2 botol water seal- Botol 1 dihubungkan dengan selang drainage yang awalnya kosong

dan hampa udara, selang pendek pada botol 1 dihubungkan dengan selang di botol 2 yang berisi water seal.

- Cairan drainase dari rongga pleura masuk ke botol 1 dan udara dari rongga pleura masuk ke water seal botol 2.

- Prinsip kerjasama dengan sistem 1 botol yaitu udara dan cairan mengalir dari rongga pleura ke botol WSD dan udara dipompakan keluar melalui selang masuk ke WSD.

- Biasanya digunakan untuk mengatasi hemothoraks, hemopneumothoraks, efusi peural.

WSD dengan sistem 3 botol- Sama dengan sistem 2 botol, ditambah 1 botol untuk mengontrol

jumlah hisapan yang digunakan.- Paling aman untuk mengatur jumlah hisapan

Page 11: LAPORAN PENDAHULUAN

- Yang terpenting adalah kedalaman selang di bawah air pada botol ke 3. Jumlah hisapan tergantung pada kedalaman ujung selang yang tertanam dalam air botol WSD.

- Drainage tergantung gravitasi dan jumlah hisapan yang ditambahkan

- Botol ke-3 mempunyai 3 selang : Tube pendek diatas batas air dihubungkan dengan tube pada

botol ke dua. Tube pendek lain dihubungkan dengan suction. Tube di tengah yang panjang sampai di batas permukaan air

dan terbuka ke atmosfere) Komplikasi Pemasangan WSD

Komplikasi primer : perdarahan, edema paru, tension pneumothoraks, atrial aritmia

Komplikasi sekunder : infeksi, emfisema2) Ventilator

Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi. Ventilasi mekanik adalah alat pernafasan bertekanan negatif atau positif yang dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam waktu yang lama. ( Brunner dan Suddarth, 2002).a) Klasifikasi

Ventilasi mekanik diklasifikasikan berdasarkan cara alat tersebut mendukung ventilasi, dua kategori umum adalah ventilator tekanan negatif dan tekanan positif. Ventilator Tekanan Negatif

Ventilator tekanan negatif mengeluarkan tekanan negatif pada dada eksternal. Dengan mengurangi tekanan intratoraks selama inspirasi memungkinkan udara mengalir ke dalam paru-paru sehingga memenuhi volumenya. Ventilator jenis ini digunakan terutama pada gagal nafas kronik yang berhubungn dengan kondisi neurovaskular seperti poliomyelitis, distrofi muscular, sklerosisi lateral amiotrifik dan miastenia gravis. Penggunaan tidak sesuai untuk pasien yang tidak stabil atau pasien yang kondisinya membutuhkan perubahan ventilasi sering.

Ventilator Tekanan PositifVentilator tekanan positif menggembungkan paru-paru dengan mengeluarkan tekanan positif  pada jalan nafas dengan demikian mendorong alveoli untuk mengembang selama inspirasi. Pada ventilator jenis ini diperlukan intubasi endotrakeal atau trakeostomi. Ventilator ini secara luas digunakan pada klien dengan penyakit paru primer. Terdapat tiga jenis ventilator tekanan positif yaitu tekanan bersiklus, waktu bersiklus dan volume bersiklus. Ventilator tekanan bersiklus adalah ventilator tekanan positif yang mengakhiri inspirasi ketika tekanan preset telah tercapai. Dengan kata lain siklus ventilator hidup mengantarkan aliran udara sampai tekanan tertentu yang telah ditetapkan seluruhnya tercapai, dan kemudian siklus mati. Ventilator

Page 12: LAPORAN PENDAHULUAN

tekanan bersiklus dimaksudkan hanya untuk jangka waktu pendek di ruang pemulihan. Ventilator waktu bersiklus adalah ventilator mengakhiri atau mengendalikan inspirasi setelah waktu ditentukan. Volume udara yang diterima klien diatur oleh kepanjangan inspirasi dan frekuensi  aliran udara . Ventilator ini digunakan pada neonatus dan bayi. Ventilator volume bersiklus yaitu ventilator yang mengalirkan volume udara pada setiap inspirasi yang telah ditentukan. Jika volume preset telah dikirimkan pada klien , siklus ventilator mati dan ekshalasi terjadi secara pasif. Ventilator  volume bersiklus sejauh ini adalah ventilator tekanan positif yang paling banyak digunakan.

b) Indikasi Klinik Kegagalan Ventilasi

-  Neuromuscular Disease

-  Central Nervous System disease

-  Depresi system saraf pusat

-  Musculosceletal disease

-  Ketidakmampuan thoraks untuk ventilasi

Kegagalan Pertukaras Gas

-  Gagal nafas akut

-  Gagal nafas kronik

-  Gagal jantung kiri

-  Penyakit paru-gangguan difusi

-  Penyakit paru-ventilasi / perfusi mismatch

B. KONSEP KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Anamnese

Anamnesa yang terpenting adalah mengetahui mekanisme dan pola dari trauma,

seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kerusakan dari kendaraan

yang ditumpangi, kerusakan stir mobil /air bag dan lain lain.

b. Pemeriksaan Fisik

1) System pernapasan

Sesak napas

Nyeri, batuk-batuk.

Terdapat retraksi klavikula/dada.

Pengambangan paru tidak simetris.

Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.

Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani,

Page 13: LAPORAN PENDAHULUAN

hematotraks (redup)

Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang

berkurang/menghilang.

Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.

Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.

Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.

2) System kardiovaskuler

Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.

Takhikardia, lemah

Pucat, Hb turun /normal.

Hipotensi.

3) Sistem Persyarafan :

Tidak ada kelainan.

4) Sistem Perkemihan.

Tidak ada kelainan.

5) Sistem Pencernaan :

Tidak ada kelainan.

6) Sistem Muskuloskeletal - Integumen.

Kemampuan sendi terbatas.

Ada luka bekas tusukan benda tajam.

Terdapat kelemahan.

Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.

7) Sistem Endokrine

Terjadi peningkatan metabolisme.

Kelemahan.

c. Pemeriksaan Diagnostik :

1) Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural.

2) Pa Co2 kadang-kadang menurun.

3) Pa O2 normal / menurun.

4) Saturasi O2 menurun (biasanya).

5) Hb mungkin menurun (kehilangan darah).

6) Toraksentesis : menyatakan darah/cairan,

2. Diagnosa Keperawatan

a.  Gangguan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Hipoksia, tidak adekuatnya

Page 14: LAPORAN PENDAHULUAN

pengangkutan oksigen ke jaringan

b. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang

tidakmaksimal karena trauma, hipoventilasi

c. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi

sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.

d. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder

e. Resiko terjadinya syok Hipovolemia berhubungan dengan perdarahan yang

berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler

f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow

drainage.

g. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan

ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.

h. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme

sekunder terhadap trauma

i. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi tentang

penyakit, Tindakan invasive ditandai dengan anxietas