laporan pendahuluan bph

21
LAPORAN PENDAHULUAN BENIGNA PROSTATE HYPERPLASI (BPH) A. Pengertian 1. Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan. Price&Wilson (2005) 2. Hiperplasia prostat jinak adalah pembesaran kelenjar prostat nonkanker, (Corwin, 2000) 3. BPH adalah suatu keadaan dimana prostat mengalami pembesaran memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara menutupi orifisium uretra. (Smeltzer dan Bare, 2002) 4. Hiperplasi prostat adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada pria > 50 tahun) yang menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretra dan pembiasan aliran urinarius. (Doenges, 1999) 5. Menurut Doenges (1999) dan Engram (1998) untuk mengatasi BPH, tindakan infasif medikal yang sering digunakan oleh Rumah Sakit adalah prostatektomy, yaitu tindakan pembedahan bagian prostat (sebagian/seluruh) yang memotong uretra bertujuan untuk memperbaiki aliran urin dan menghilangkan retensi urinaria akut. Kesimpulan BPH (benign prostatic hyperplasia) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh faktor penuaan, dimana prostat mengalami pembesaran memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara menutupi orifisium uretra. Prostatektomy merupakan tindakan

Upload: faishal-bagas-pamungkas

Post on 07-Dec-2014

328 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

LP BPH

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Pendahuluan Bph

LAPORAN PENDAHULUAN

BENIGNA PROSTATE HYPERPLASI (BPH)

A. Pengertian 1. Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh

penuaan. Price&Wilson (2005)

2. Hiperplasia prostat jinak adalah pembesaran kelenjar prostat nonkanker,

(Corwin, 2000)

3. BPH adalah suatu keadaan dimana prostat mengalami pembesaran

memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin

dengan cara menutupi orifisium uretra. (Smeltzer dan Bare, 2002)

4. Hiperplasi prostat adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat

(secara umum pada pria > 50 tahun) yang menyebabkan berbagai derajat

obstruksi uretra dan pembiasan aliran urinarius. (Doenges, 1999)

5. Menurut Doenges (1999) dan Engram (1998) untuk mengatasi BPH,

tindakan infasif medikal yang sering digunakan oleh Rumah Sakit adalah

prostatektomy, yaitu tindakan pembedahan bagian prostat

(sebagian/seluruh) yang memotong uretra bertujuan untuk memperbaiki

aliran urin dan menghilangkan retensi urinaria akut.

Kesimpulan BPH (benign prostatic hyperplasia) adalah suatu

penyakit yang disebabkan oleh faktor penuaan, dimana prostat

mengalami pembesaran memanjang keatas kedalam kandung kemih dan

menyumbat aliran urin dengan cara menutupi orifisium uretra.

Prostatektomy merupakan tindakan pembedahan bagian prostate

(sebagian/seluruh) yang memotong uretra, bertujuan untuk memeperbaiki

aliran urin dan menghilangkan retensi urinaria akut.

B. Etiologi Menurut Purnomo (2000), hingga sekarang belum diketahui secara pasti

penyebab prostat hiperplasi, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa

hiperplasi prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar

Page 2: Laporan Pendahuluan Bph

dehidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Beberapa hipotesis yang

diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasi prostat adalah :

1. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan

estrogen pada usia lanjut

2. Peranan dari growth factor (faktor pertumbuhan) sebagai pemicu

pertumbuhan stroma kelenjar prostat

3. Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang

mati

4. Teori sel stem, menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel stem

sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar

prostat menjadi berlebihan.

Pada umumnya dikemukakan beberapa teori :

- Teori Sel Stem, sel baru biasanya tumbuh dari sel stem. Oleh karena

suatu sebab seperti faktor usia, gangguan keseimbangan hormon atau

faktor pencetus lain.

Maka sel stem dapat berproliferasi dengan cepat, sehingga terjadi

hiperplasi kelenjar periuretral.

- Teori kedua adalah teori Reawekering (Neal, 1978) menyebutkan bahwa

jaringan kembali seperti perkembangan pada masa tingkat embriologi

sehingga jaringan periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan

sekitarnya.

- Teori lain adalah teori keseimbangan hormonal yang menyebutkan bahwa

dengan bertambahnya umur menyebabkan terjadinya produksi

testosteron dan terjadinya konversi testosteron menjadi estrogen.

(Kahardjo, 1995).

C. Patofisiologi Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di

sebelah inferior buli-buli, dan membungkus uretra posterior. Bentuknya

sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa ± 20 gram.

Menurut Mc Neal (1976) yang dikutip dan bukunya Purnomo (2000),

membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain zona perifer,

zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan periuretra

(Purnomo, 2000). Sjamsuhidajat (2005), menyebutkan bahwa pada usia

Page 3: Laporan Pendahuluan Bph

lanjut akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron estrogen karena

produksi testosteron menurun dan terjadi konversi tertosteron menjadi

estrogen pada jaringan adipose di perifer. Purnomo (2000) menjelaskan

bahwa pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon testosteron,

yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan diubah menjadi

dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase.

Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam

sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein sehingga terjadi

pertumbuhan kelenjar prostat.

Oleh karena pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek terjadinya

perubahan pada traktus urinarius juga terjadi perlahan-lahan. Perubahan

patofisiologi yang disebabkan pembesaran prostat sebenarnya disebabkan

oleh kombinasi resistensi uretra daerah prostat, tonus trigonum dan leher

vesika dan kekuatan kontraksi detrusor. Secara garis besar, detrusor

dipersarafi oleh sistem parasimpatis, sedang trigonum, leher vesika dan

prostat oleh sistem simpatis. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran

prostat akan terjadi resistensi yang bertambah pada leher vesika dan daerah

prostat. Kemudian detrusor akan mencoba mengatasi keadaan ini dengan

jalan kontraksi lebih kuat dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat

detrusor ke dalam kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti

balok yang disebut trahekulasi (buli-buli balok). Mukosa dapat menerobos

keluar diantara serat aetrisor. Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan sakula

sedangkan yang besar disebut divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut

Fase kompensasi otot dinding kandung kemih. Apabila keadaan berlanjut

maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan

tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin.Pada

hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan iritasi.

Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama

dan kuat sehingga kontraksi terputus-putus (mengganggu permulaan miksi),

miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran lemah, rasa belum puas

setelah miksi. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna

atau pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering

berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas

Page 4: Laporan Pendahuluan Bph

otot detrusor (frekuensi miksi meningkat, nokturia, miksi sulit ditahan/urgency,

disuria).

Karena produksi urin terus terjadi, maka suatu saat vesiko urinaria tidak

mampu lagi menampung urin, sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari

tekanan sfingter dan obstruksi sehingga terjadi inkontinensia paradox

(overflow incontinence). Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko ureter

dan dilatasi. ureter dan ginjal, maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal.

Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik

mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan

peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan

hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan

yang menambal. Keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam

vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat

menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis

(Sjamsuhidajat, 2005)

D. Manifestasi KlinisGambaran klinis pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala

yaitu obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal

berkontraksi dengan cukup lama dan kuat sehingga mengakibatkan:

pancaran miksi melemah, rasa tidak puas sehabis miksi, kalau mau miksi

harus menunggu lama (hesitancy), harus mengejan (straining) kencing

terputus-putus (intermittency), dan waktu miksi memanjang yang akhirnya

menjadi retensio urin dan inkontinen karena overflow.

Gejala iritasi, terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau

pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering

berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas

otot detrusor dengan tanda dan gejala antara lain: sering miksi (frekwensi),

terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia), perasaan ingin miksi yang

mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat miksi (disuria) (Mansjoer, 2000)

Page 5: Laporan Pendahuluan Bph

Derajat berat BPH menurut Sjamsuhidajat (2005) dibedakan menjadi 4

stadium :

1. Stadium I

Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine

sampai habis.

2. Stadium II

Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine

walaupun tidak sampai habis, masih tersisa kira-kira 60-150 cc. Ada rasa

tidak enak BAK atau disuria dan menjadi nokturia.

3. Stadium III

Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.

4. Stadium IV

Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan, urine

menetes secara periodik (over flow inkontinen).

Menurut Brunner and Suddarth (2002) menyebutkan bahwa :

Manifestasi dari BPH adalah peningkatan frekuensi penuh, nokturia,

dorongan ingin berkemih, anyang-anyangan, abdomen tegang, volume urine

yang turun dan harus mengejan saat berkemih, aliran urine tak lancar,

dribbing (urine terus menerus setelah berkemih), retensi urine akut.

Adapun pemeriksaan kelenjar prostat melalui pemeriksaan di bawah ini :

1. Rectal Gradding

Dilakukan pada waktu vesika urinaria kosong :

a. Grade 0 : Penonjolan prostate 0-1 cm ke dalam rektum.

b. Grade 1 : Penonjolan prostate 1-2 cm ke dalam rektum.

c. Grade 2 : Penonjolan prostate 2-3 cm ke dalam rektum.

d. Grade 3 : Penonjolan prostate 3-4 cm ke dalam rektum.

e. Grade 4 : Penonjolan prostate 4-5 cm ke dalam rektum.

2. Clinical Gradding

Banyaknya sisa urine diukur tiap pagi hari setelah bangun tidur, disuruh

kencing dahulu kemudian dipasang kateter.

a. Normal : Tidak ada sisa

b. Grade I : sisa 0-50 cc

c. Grade II : sisa 50-150 cc

Page 6: Laporan Pendahuluan Bph

d. Grade III : sisa > 150 cc

e. Grade IV : pasien sama sekali tidak bisa kencing.

E. Pathway

Page 7: Laporan Pendahuluan Bph

F. Komplikasi1. Perdarahan

2. Inkotinensia

3. Batu kandung kemih

4. Retensi urine

5. Impotensi

6. Epididimitis

7. Haemorhoid, hernia, prolaps rectum akibat mengedan

8. Infeksi saluran kemih disebabkan karena catheterisasi

9. Hydronefrosis

G. Pemeriksaan Penunjang1. Pemeriksaan  Laboratorium

a. Pemeriksaan  darah  lengkap,  faal  ginjal,  serum  elektrolit  dan 

kadar  gula  digunakan  untuk  memperoleh  data  dasar  keadaan 

umum  klien.

b. Pemeriksaan  urin  lengkap  dan  kultur.

c. PSA  (Prostatik  Spesific  Antigen)  penting diperiksa  sebagai 

kewaspadaan  adanya  keganasan.

2. Pemeriksaan  Uroflowmetri

Salah  satu  gejala  dari  BPH  adalah  melemahnya  pancaran  urin. 

Secara  obyektif  pancaran  urin  dapat  diperiksa  dengan  uroflowmeter 

dengan  penilaian :

a. Flow  rate  maksimal  >  15 ml / dtk    =  non  obstruktif.

b. Flow  rate  maksimal 10 – 15  ml / dtk =  border  line.

c. Flow  rate  maksimal  <  10 ml / dtk    =  obstruktif.

3. Pemeriksaan  Imaging  dan  Rontgenologik

a. BOF  (Buik  Overzich ) :Untuk  melihat  adanya  batu  dan  metastase 

pada  tulang.

b. USG  (Ultrasonografi), digunakan  untuk  memeriksa  konsistensi, 

volume  dan    besar  prostat  juga  keadaan  buli – buli  termasuk 

residual  urin.  Pemeriksaan  dapat  dilakukan  secara  transrektal, 

transuretral  dan  supra  pubik.

c. IVP  (Pyelografi  Intravena)

Page 8: Laporan Pendahuluan Bph

Digunakan  untuk  melihat  fungsi  ekskresi  ginjal  dan  adanya 

hidronefrosis.

4. Pemeriksaan  Panendoskop : untuk    mengetahui   keadaan  uretra  dan 

buli – buli.

5. Pemeriksaan CT- Scan dan MRI

Computed Tomography Scanning (CT-Scan) dapat memberikan

gambaran adanya pembesaran prostat, sedangkan Magnetic Resonance

Imaging (MRI) dapat memberikan gambaran prostat pada bidang

transversal maupun sagital pada berbagai bidang irisan, namun

pameriksaan ini jarang dilakukan karena mahal biayanya.

6. Pemeriksaan sistografi

Dilakukan apabila pada anamnesis ditemukan hematuria atau pada

pemeriksaan urine ditemukan mikrohematuria. pemeriksaan ini dapat

memberi gambaran kemungkinan tumor di dalam kandung kemih atau

sumber perdarahan dari atas apabila darah datang dari muara ureter atau

batu radiolusen di dalam vesica. Selain itu sistoscopi dapat juga memberi

keterangan mengenai besar prostat dengan mengukur panjang urethra

pars prostatica dan melihat penonjolan prostat ke dalam urethra.

H. Penatalaksanaan Modalitas  terapi  BPH  adalah :

1. Observasi

Yaitu  pengawasan  berkala  pada  klien  setiap  3 – 6   bulan  kemudian 

setiap  tahun  tergantung  keadaan  klien

2. Medikamentosa

Terapi  ini  diindikasikan  pada  BPH  dengan  keluhan  ringan,  sedang, 

dan  berat  tanpa  disertai  penyulit. Obat  yang  digunakan    berasal   

dari:   phitoterapi   (misalnya: Hipoxis rosperi, Serenoa repens,  dll), 

gelombang  alfa  blocker  dan  golongan   supresor   androgen.

3. Pembedahan

Indikasi  pembedahan  pada  BPH  adalah :

a. Klien  yang  mengalami  retensi  urin  akut  atau  pernah  retensi  urin 

akut.

b. Klien  dengan  residual  urin  >  100  ml.

Page 9: Laporan Pendahuluan Bph

c. Klien  dengan  penyulit.

d. Terapi  medikamentosa  tidak  berhasil.

e. Flowmetri  menunjukkan  pola  obstruktif.

Pembedahan  dapat  dilakukan  dengan :

a. TURP (Trans Uretral Resection Prostatectomy)

Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar prostat

melalui sitoskopi atau resektoskop yang dimasukkan malalui uretra.

b. Prostatektomi Suprapubis

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang dibuat pada

kandung kemih.

c. Prostatektomi retropubis

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada abdomen

bagian bawah melalui fosa prostat anterior tanpa memasuki kandung

kemih.

d. Prostatektomi Peritoneal

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah insisi

diantara skrotum dan rektum.

e. Prostatektomi retropubis radikal

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula, vesikula

seminalis dan jaringan yang berdekatan melalui sebuah insisi pada

abdomen bagian bawah, uretra dianastomosiskan ke leher kandung

kemih pada kanker prostat.

4. Terapi Invasif Minimal

a. Trans Uretral Mikrowave Thermotherapy (TUMT)

Yaitu pemasangan prostat dengan gelombang mikro yang disalurkan

ke kelenjar prostat melalui antena yang dipasang melalui /pada ujung

kateter.

b. Trans Uretral Ultrasound Guided Laser Induced Prostatectomy

(TULIP)

c. Trans Uretral Ballon Dilatation (TUBD)

Page 10: Laporan Pendahuluan Bph

I. Asuhan Keperawatan1. Pengkajian Fokus

a. Eliminasi

Gejala : Penurunan kekuatan/dorongan aliaran urin, tetes,

ragu-ragu berkemih, nokturia, disuria, hematuria.

Tanda : Massa padat dibawah abdomen bawah

(Distensi Kandung kemih, nyeri tekan kandung kemih ).

b. Nyeri/ kenyamanan

Gejala : Nyeri suprapubis, panggul,punggung bawah

c. Sirkulasi : Peninggian tekanan darah

d. Psikososial : Ekspresi takut akibat inkontinensia, gangguan

Seksualitas

e. Pemeriksaan Diagnostik

1) Urinalisa : Warna kuning,coklat gelap,merah gelap atau

terang ( berdarah ),PH 7 atau lebih.

2) Kultur urin : Ada staphylococcus Aureus, E.Colly, Proteus,

Pseudomonas.

3) BUN / Kreatinin: Meningkat pada gangguan ginjal

4) SDP : Lebih dari 11.000

5) Ultrasonografi transrektal dan suprapubic untuk mengetahui

ukuran prostat.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan

Benigna Prostate Hyperplasi (BPH), antara lain :

a. Retensi Urin ( Akut/kronik ) b.d. obstruksi mekanik, pembesaran

prostat, dekompensasi otot detrusor, ketidakmampuan kandung

kemih untuk berkontraksi dengan adekuat.

Data pendukung : Frekuensi, keragu-raguan, ketidakmampuan

mengosongkan kandung kemih dengan lengkap,

Page 11: Laporan Pendahuluan Bph

inkontinensia/menetes, distensi kandung kemih dan residu urin lebih

dari 50 cc.

Hasil yang diharapkan :

Pasien menunjukan :

- Peningkatan pola BAK

- Tidak teraba  distensi abdomen

- Menunjukan residu setelah berkemih kurang dari 50 ml, tidak

adanya tetesan/kelebihan aliran.

Intervensi/tindakan:

1) Dorong pasien untuk berkemih tiap 2 – 4 jam atau bila pasien tiba-

tiba merasa untuk berkemih.

Rasional : Meminimalkan terjadinya retensi urin yang berlebihan

pada     kandung kemih.

2) Awasi dan catat waktu, jumlah setiap berkemih, perhatikan

penurunan haluaran urin.

Rasional : Untuk mengetahui kemampuan ginjal untuk berfungsi

secara normal

3) Palpasi area supra pubik.

Rasional : Retensi urin dapat diketahui dengan palpasi daerah

suprapubik, yaitu teraba  adanya masa pada daerah abdomen

bawah.

4) Anjurkan pasien untuk mengintake cairan  3000 ml/hari ( 10 – 15

gelas perhari.

Rasional : Peningkatan intake cairan dapat mempertahankan

perfusi ke ginjal dan kandung kemih dari pertumbuh bakteri

5) Observasi tanda-tanda vital setiap jam.Awasi terjadinya hipertensi,

edema perifer, perubahan mental.Timbang berat badan setiap

hari,ukur intake dan output cairan  setiap hari.

Rasional : Kehilangan fungsi ginjal menyebabkan penurunan

eliminasi cairan dan akumulasi sisa toksik ; dapat berlanjut pada

terjadinya gagal ginjal total.

6) Lakukan kompres hangat atau rendam duduk.

Page 12: Laporan Pendahuluan Bph

Rasional : Untuk meningkatkan relaksasi otot, menurunkan edema

dan merangsang untuk berkemih.

7) Tindakan kateterisasi  menggunakan Kateter coude

Rasional : Mengurangi dan mencegah retensi urin. Kateter Coude

diperlukan karena ujungnya lengkung  sehingga memudahkan

masuknya selang melalui uretra prostat.

8) Kolaborasi pemberian antispasmodik  misalnya oksibutinin klorida

(Ditropan).

Rasional : Menghilangkan spasme kandung kemih sehubungan

dengan iritasi kateter.

9) Memberiakan antibiotik

Rasional : Untuk melawan infeksi.

10) Siapkan untuk drainase urin, misalnya sistostomy.

Rasional : untuk mengalirkan urin selama episode akut dengan

azotemia.

11) Lakukan hipertermi transuretral ( pemanasan bagian sentral

prostat dengan memasukan elemen pemanas melalui uretra)

Rasional : Mengecilkan prostat ( 1 - 2 kali/ minggu )

b. Nyeri Akut b.d. iritasi mukosa ; distensi kandung kemih, kolik ginjal;

infeksi urinaria; terapi radiasi.

Data Pendukung :

Keluhan nyeri,penyempitan  ureter;  perubahan tonus otot, meringis,

gelisah, respon otonomik.

Kriteria evaluasi / hasil yang diharapkan :

Pasien akan :

- Memberitahukan nyeri hilang/ terkontrol

- Tampak rileks

- Istirahat dengan tenang.

Intervensi :

1) Kaji dan catat  kualitas, lokasi dan durasi nyeri. Gunakan skala

nyeri (0-10) 0 (tidak ada nyeri) 10 (nyeri yang paling hebat).

2) Jelaskan penyebab rasa sakit dan cara menguranginya

3) Kolaborasi terapi dengan pemberian Analgesik sesuai program.

Page 13: Laporan Pendahuluan Bph

4) Ajarkan teknik mengatasi rasa nyeri : napas dalam untuk

menurunkan stress dan membantu rilaks otot yang tegang

5) Kompres es pada daerah yang sakit untuk mengurangi nyeri

6) Ciptakan lingkungan yang tenang

c. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan b.d. pasca obstruksi

diuresis  dari drainase  cepat, kandung kemih yang terlalu distensi

secara kronis ; Endokrin,  ketidakseimbangan elektrolit ( disfungsi

ginjal )

Data pendukung : (Tidak dapat diterapkan ; adanya tanda-tanda dan

gejala-gejala membuat diagnosa aktual ).

Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi :

Pasien akan mempertahankan hidrasi yang adekuat  yang dibuktikan

dengan tanda-tanda vital dalam batas normal, pengisian kapiler baik,

dan membran mukosa lembab.

Intervensi / rencana tindakan :

1) Monitor pengeluaran urin tiap jam.

Rasional : Diuresis dapat meneyababkan kekurangan volume

cairan, karena natrium tidak cukup diabsorbsi  dalam tubulus

ginjal.

2) Monitor tanda-tanda vital  : nadi, tekanan darah; evaluasi

pengisian kapiler dan membran mukosa oral

Rasional : untuk  mendeteksi  terjadinya hipovolemik.

3) Motivasi pasien untuk meningkatkan  intake cairan peroral

Rasional : untuk mengimbangi cairan yang keluar akibat diuresis

4) Berikan posisi semi fowler kepala pasien

Rasional : Menurunkan kerja jantung, memudahkan homeostasis

sirkulasi.

5) Berikan cairan IV

Rasional : Menggantikan cairan yang hilang.

d. Ketakutan / ansietas b.d perubahan status kesehatan : kemungkinan

prosedur/ malignansi

Data pendukung : Perut tegang

Hasil yang diharapkan :

Rasa takut dan tegang berkurang, pasien tampak rileks.

Page 14: Laporan Pendahuluan Bph

Intervensi :

1) Selalu bersama – sama dengan pasien bina hubungan saling

percaya

Rasional : Menunjukan perhatian dan keinginan untuk membantu

2) Berikan informasi tentang tanda / prosedur dan tes khusus seperti

pemasangan kateter, urin berdarah, iritasi pada kandung kemih.

Rasional : Meningkatkan pemahaman pasien tentang tujuan dari

apa yang dilakukan, sehingga dapat mengurangi rasa takut dan

kecemasan

3) Anjurkan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaannya

kepada orang terdekat

Rasional : mengurangi kecemasan

e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan

pengobatan b.d kurang terpapar terhadap informasi, tidak mengenal

sumber informasi

Data pendukung :

Pasien sering bertanya tentang penyakit, pasien tidak melakukan

intervensi sesuai  instruksi.

Hasil yang diharapkan / Kriteria evaluasi :

- Pasien akan memahami tentang proses penyakit

- Pasien akan dapat mengidentifikasi tentang tanda dan gejala

proses penyakit

- Pasien akan berpartisipasi dalam program pengobatan.

Tindakan/Intervensi : Pendidikan Kesehatan

1) Berikan informasi tentang penyakit : pengertian,etiologi, tanda dan

gejala penyakit.

2) Berikan informasi  kepada pasien bahwa penyakit ini tidak

ditularkan secara seksual atau melalui hubungan seksual.

3) Anjurkan  pasien untuk menghindari makanan berbumbu, kopi,

alkohol, mengemudikan dalam waktu yang lama, karena dapat

menyebabkan iritasi dan meningkatkan produksi urin sehingga

terjadi distensi otot bladder.

4) Berikan latihan berkemih kepada pasien post pemasangan

kateter.

Page 15: Laporan Pendahuluan Bph

5) Anjurkan kepada pasien untuk melakukan kunjungan ulang

selama 6 bulan sampai 1 tahun.