laporan pendahuluan bph.docx

49
LAPORAN PENDAHULUAN BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA A. Pengertian Benigna Prostat Hiperplasia adalah kelenjar prostat mengalami,memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan menutupi orifisium uretra (Brunner & suddarth, 2008) Benigna Prostat Hiperplasi adalah penyakit yang disebabkan olehpenuaan (Price, 2006) Benigna Prostat Hiperplasi adalah hiperplasia kelenjer periuretra yangmendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah(Mansjoer, 2000). Benigna Prostat Hiperplasi adalah kelenjar prostat bila mengalami pembesaran, organ ini dapat menyumbat uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli (Purnomo 2011). Dari pengertian di atas maka penulis menyimpulkan bahwa benigna prostat hyperplasia

Upload: muliana-musibo

Post on 28-Sep-2015

15 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

LAPORAN PENDAHULUANBENIGNA PROSTAT HIPERPLASIAA. PengertianBenigna Prostat Hiperplasia adalah kelenjar prostat mengalami,memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan menutupi orifisium uretra (Brunner & suddarth, 2008) Benigna Prostat Hiperplasi adalah penyakit yang disebabkan olehpenuaan (Price, 2006)Benigna Prostat Hiperplasi adalah hiperplasia kelenjer periuretra yangmendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah(Mansjoer, 2000).Benigna Prostat Hiperplasi adalah kelenjar prostat bila mengalami pembesaran, organ ini dapat menyumbat uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli (Purnomo 2011).Dari pengertian di atas maka penulis menyimpulkan bahwa benigna prostat hyperplasia adalah pembesaran dari prostat yang biasanya terjadi pada orang berusia lebih dari 50 tahun yang mendesak saluran perkemihanB. Anatomi dan Fisiologi1. AnatomiKelenjar prostate adalah suatu kelenjar fibro muscular yang melingkar Bledder neck dan bagian proksimal uretra. Berat kelenjar prostat pada orang dewasa kira-kira 20 gram dengan ukuran rata-rata : panjang 3,4 cm, lebar 4,4 cm, tebal 2,6 cm. Secara embriologis terdiri dari 5 lobus yaitu lobus medius 1 buah, lobus anterior 1 buah, lobus posterior 1 buah, lobus lateral 2 buah. Selama perkembangannya lobus medius, lobus anterior dan lobus posterior akan menjadi satu disebut lobus medius. Pada penampang lobus medius kadang-kadang tidak tampak karena terlalu kecil dan lobus ini tampak homogen berwarna abu-abu, dengan kista kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar prostat.Pada potongan melintang uretra pada posterior kelenjar prostat terdiri dari:a. Kapsul anatomis.Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler. Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian :1) Bagian luar disebut kelenjar sebenarnya.2) Bagian tengah disebut kelenjar sub mukosal, lapisan ini disebut juga sebagai adenomatus zone.3) Di sekitar uretra disebut periuretral gland. Saluran keluar dari ketiga kelenjar tersebut bersama dengan saluran dari vesika seminalis bersatu membentuk duktus ejakulatoris komunis yang bermuara ke dalam uretra. Menurut Mc Neal, prostat dibagi atas : zona perifer, zona sentral, zona transisional segmen anterior dan zona spingter preprostat. Prostat normal terdiri dari 50 lobulus kelenjar. Duktus kelenjar-kelenjar prostat ini lebih kurang 20 buah, secara terpisah bermuara pada uretra prostatika, dibagian lateral verumontanum, kelenjar-kelenjar ini dilapisi oleh selaput epitel torak dan bagian basal terdapat sel-sel kuboid.2. FisiologiPada laki-laki remaja prostat belum teraba pada colok dubur, sedangkan pada orang dewasa sedikit teraba dan pada orang tua biasanya mudah teraba. Sedangkan pada penampang tonjolan pada proses hiperplasi prostat, jaringan prostat masih baik. Pertambahan unsur kelenjar menghasilkan warna kuning kemerahan, konsisitensi lunak dan berbatas jelas dengan jaringan prostat yang terdesak berwarna putih ke abu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan, keluar cairan seperti susu. Apabila jaringan fibromuskuler yang bertambah tonjolan berwarna abu-abu padat dan tidak mengeluarkan cairan sehingga batas tidak jelas. Tonjolan ini dapat menekan uretra10 dari lateral sehingga lumen uretra menyerupai celah. Terkadang juga penonjolan ini dapat menutupi lumen uretra, tetapi fibrosis jaringan kelenjar yang berangsur-angsur mendesak prostat dan kontraksi dari vesika yang dapat mengakibatkan peradangan (Brunner & Suddarth, 2002).C. Etiologi/PredisposisiHingga sekarang masih belum diketahui secara pasti etiologi/penyebab terjadinya BPH, namun beberapa hipotesisi menyebutkan bahwa BPH erat kaitanya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses menua. Terdapat perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan patologik anatomi yang ada pada pria usia 50 tahun, dan angka kejadiannya sekitar 50%, untuk usia 80 tahun angka kejadianya sekitar 80%, dan usia 90 tahun sekiatr 100% (Purnomo, 2011).Etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang diduga menjadi penyebab timbulnya Benigna Prosat, teori penyebab BPH menurut Purnomo (2011) meliputi, Teori Dehidrotestosteron (DHT), teori hormon (ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron), factor interaksi stroma dan epitel-epitel, teori berkurangnya kematian sel (apoptosis), teori sel stem.1. Teori Dehidrotestosteron (DHT)Dehidrotestosteron/ DHT adalah metabolit androgen yang sangatpenting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Aksis hipofisistestis dan reduksi testosteron menjadi dehidrotestosteron (DHT) dalam sel prostad merupakan factor terjadinya penetrasi DHT kedalam inti sel yang dapat menyebabkan inskripsi pada RNA, sehingga dapat menyebabkan terjadinya sintesis protein yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5alfa reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitive terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.

2. Teori hormone ( ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron)Pada usia yang semakin tua, terjadi penurunan kadar testosterone sedangkan kadar estrogen relative tetap, sehingga terjadi perbandingan antara kadar estrogen dan testosterone relative meningkat. Hormon estrogen didalam prostat memiliki peranan dalam terjadinya poliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis). Meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan testosterone meningkat, tetapi sel-sel prostat telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga masa prostat jadi lebih besar.3. Faktor interaksi Stroma dan epitel epitel.Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator yang disebut Growth factor. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya poliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma. Basic Fibroblast Growth Factor (bFGF) dapat menstimulasi sel stroma dan ditemukan dengan konsentrasi yang lebih besar pada pasien dengan pembesaran prostad jinak. bFGF dapat diakibatkan oleh adanya mikrotrauma karena miksi, ejakulasi atau infeksi.4. Teori berkurangnya kematian sel (apoptosis)Progam kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik untuk mempertahankan homeostatis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi dan fragmentasi sel, yang selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis akan difagositosis oleh sel-sel di sekitarnya, kemudian didegradasi oleh enzim lisosom. Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju poliferasi sel dengan kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat baru dengan prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat, sehingga terjadi pertambahan masa prostat.5. Teori sel stemSel-sel yang telah apoptosis selalu dapat diganti dengan sel-sel baru. Didalam kelenjar prostat istilah ini dikenal dengan suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai kemampuan berpoliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan hormone androgen, sehingga jika hormone androgen kadarnya menurun, akan terjadi apoptosis. Terjadinya poliferasi sel-sel BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitelD. PatofisiologiHiperplasia prostat adalah pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa. Jaringan hiperplastik terutama terdiri dari kelenjar dengan stroma fibrosa dan otot polos yang jumlahnya berbeda-beda. Proses pembesaran prostad terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostad, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostad meningkat, serta otot destrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan destrusor disebut fase kompensasi, keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi/terjadi dekompensasi sehingga terjadi retensi urin. Pasien tidak bisa mengosongkan vesika urinaria dengan sempurna, maka akan terjadi statis urin. Urin yang statis akan menjadi alkalin dan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri ( Baradero, dkk 2007).Obstruksi urin yang berkembang secara perlahan-lahan dapat mengakibatkan aliran urin tidak deras dan sesudah berkemih masih ada urin yang menetes, kencing terputus-putus (intermiten), dengan adanya obstruksi maka pasien mengalami kesulitan untuk memulai berkemih (hesitansi). Gejala iritasi juga menyertai obstruksi urin. Vesika urinarianya mengalami iritasi dari urin yang tertahan tertahan didalamnya sehingga pasien merasa bahwa vesika urinarianya tidak menjadi kosong setelah berkemih yang mengakibatkan interval disetiap berkemih lebih pendek (nokturia dan frekuensi), dengan adanya gejala iritasi pasien mengalami perasaan ingin berkemih yang mendesak/ urgensi dan nyeri saat berkemih /disuria ( Purnomo, 2011).Tekanan vesika yang lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruksi, akan terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronik. menyebabkan refluk vesiko ureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. Pada waktu miksi penderita harus mengejan sehingga lama kelamaan menyebabkan hernia atau hemoroid. Karena selalu terdapat sisa urin, dapat menyebabkan terbentuknya batu endapan didalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat juga menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluk akan mengakibatkan pielonefritis (Sjamsuhidajat dan De jong, 2005).E. Manifestasi KlinisObstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan diluar saluran kemih. Menurut Purnomo (2011) dan tanda dan gejala dari BPH yaitu : keluhan pada saluran kemih bagian bawah, gejala pada saluran kemih bagian atas, dan gejala di luar saluran kemih.1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawaha. Gejala obstruksi meliputi : Retensi urin (urin tertahan dikandung kemih sehingga urin tidak bisa keluar), hesitansi (sulit memulai miksi), pancaran miksi lemah, Intermiten (kencing terputus-putus), dan miksi tidak puas (menetes setelah miksi)b. Gejala iritasi meliputi : Frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan ingin miksi yang sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat miksi).2. Gejala pada saluran kemih bagian atas Keluhan akibat hiperplasi prostat pada sluran kemih bagian atas berupa adanya gejala obstruksi, seperti nyeri pinggang, benjolan dipinggang (merupakan tanda dari hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda infeksi atau urosepsis.3. Gejala diluar saluran kemihPasien datang diawali dengan keluhan penyakit hernia inguinalis atau hemoroid. Timbulnya penyakit ini dikarenakan sering mengejan pada saan miksi sehingga mengakibatkan tekanan intraabdominal. Adapun gejala dan tanda lain yang tampak pada pasien BPH, pada pemeriksaan prostat didapati membesar, kemerahan, dan tidak nyeri tekan, keletihan, anoreksia, mual dan muntah, rasa tidak nyaman pada epigastrik, dan gagal ginjal dapat terjadi dengan retensi kronis dan volume residual yang besar.F. Tahapan Perkembangan Penyakit BPH Derajat BPH menurut Syamsuhidayat (2005) terbagi atas 4 yaitu:a) Stadium I : Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai habisb) Stadium II : Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine walaupun tidaksampai habis, masih tersisa kira-kira 60-150 cc. Ada rasa tidak enak saat BAK atau disuria dan menjadi nocturia.c) Stadium III : Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 ccd) Stadium IV : Retensiurine total, buli-bulipenuh pasien tampakkesakitan, urinemenetessecaraperiodik (over flow inkontinen).Menurut bruner dan sudarth (2008), menyebutkan bahwa:Manifestasi dari BPH adalah peningkatan frekuensi penuh, nokturia,doronganinginberkemih,anyanganyangan,abdomentegang,volumeurineyangturundanharusmengejan saat berkemih, aliran urine tak lancar,dribbing(urine terus menerus setelahberkemih), retensi urine akut.Adapun pemeriksaan kelenjar prostat melalui pemeriksaan di bawah ini:a. Rectal Grading, dilakukan pada waktu vesika urinaria kosong Grade 0 : penonjolan prostat 0-1 cm kedalam rectum Grade 1 : penonjolan prostat 1-2 cm kedalam rectum Grade 2 : penonjolan prostat 2-3 cm kedalam rectum Grade 3 : penonjolan prostat 3-4 cm kedalam rectum Grade 4 : penonjolan prostat 4-5 cm kedalam rectumb. Clinical Grading, banyaknya urine yang tersisa diukur tiap pagi hari setelah bangun tidur, disuruh kencing dahulu kemudian dipasang kateter. Normal : tidak ada sisa Grade I : sisa 0-50 cc Grade II : sisa 50-100 cc Grade III : sisa > 150 cc Grade IV : pasien sama sekali tidak bisa kencing. G. KomplikasiMenurut Sjamsuhidajat dan De Jong (2005) komplikasi BPH adalah :1. Retensi urin akut, terjadi apabila buli-buli menjadi dekompensasi2. Infeksi saluran kemih3. Involusi kontraksi kandung kemih4. Refluk kandung kemih5. Hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi karena produksi urin terus berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung urin yang akan mengakibatkan tekanan intravesika meningkat.6. Gagal ginjal bisa dipercepat jika terjadi infeksi7. Hematuri, terjadi karena selalu terdapat sisa urin, sehingga dapat terbentuk batu endapan dalam buli-buli, batu ini akan menambah keluhan iritasi. Batu tersebut dapat pula menibulkan sistitis, dan bila terjadi refluks dapat mengakibatkan pielonefritis.8. Hernia atau hemoroid lama-kelamaan dapat terjadi dikarenakan pada waktu miksi pasien harus mengedan.H. PenatalaksanaanTujuan terapi pada pasien BPH adalah mengembalikan kualitas hidup pasien. Terapi yang ditawarkan pada pasien tergantung pada derajat keluhan, keadaan pasien, maupun kondisiobyektif kesehatan pasien yang diakibatkan oleh penyakitnya. Pilihannya adalah mulai dari: 1. Tanpa terapi (watchful waiting), 2. Medikamentosa,3. Terapi pembedahan 1. Tanpa Terapi (watchful waiting)Watchful waiting artinya pasien tidak mendapatkan terapi apapun tetapi perkem-bangan penyakitnya keadaannya tetap diawasi oleh dokter. BPH dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak menggangu aktivitas sehari-hari. Pada watchful waiting ini, pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya:a) jangan banyak minum dan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam,b) kurangi konsumsi makanan atau minuman yang menyebabkan iritasi pada buli-buli (kopi atau cokelat),c) batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin,d) kurangi makanan pedas dan asin, dane) jangan menahan kencing terlalu lama.Setiap 6 bulan, pasien diminta untuk dating kontrol dengan ditanya dan diperiksa tentang perubahan keluhan yang dirasakan, IPSS, pemeriksaan laju pancaran urine, maupun volume residual urine. Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada sebelumnya, mungkin perlu difikirkan untuk memilih terapi yang lain. Pemeriksaan derajat obstruksi prostat menurut Purnomo (2011) dapat diperkirakan dengan mengukur residual urin dan pancaran urina) Residual urin, yaitu jumlah sisa urin setelah miksi. Sisa urin dapat diukur dengan cara melakukan kateterisasi setelah miksi atau ditentukan dengan pemeriksaan USG setelah miksi.b) Pancaran urin (flow rate), dapat dihitung dengan cara menghitung jumlah urin dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan alat urofometri yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin.2. Terapi MedikamentosaMenurut Baradero dkk (2007) tujuan dari obat-obat yang diberikan pada penderita BPH adalah :a. Mengurangi pembesaran prostat dan membuat otot-otot berelaksasi untuk mengurangi tekanan pada uretrab. Mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan alfa blocker (penghambat alfa adrenergenik)c. Mengurangi volum prostat dengan menentuan kadar hormone testosterone/ dehidrotestosteron (DHT).Adapun obat-obatan yang sering digunakan pada pasien BPH, menurut Purnomo (2011) diantaranya : penghambat adrenergenik alfa, penghambat enzin 5 alfa reduktase, fitofarmaka.1) Penghambat adrenergenik alfaObat-obat yang sering dipakai adalah prazosin, doxazosin ,terazosin, afluzosin atau yang lebih selektif alfa 1a (Tamsulosin). Dosis dimulai 1mg/hari sedangkan dosis tamsulosin adalah 0,2-0,4 mg/hari. Penggunaaan antagonis alfa 1 adrenergenik karena secara selektif dapat mengurangi obstruksi pada buli-buli tanpa merusak kontraktilitas detrusor. Obat ini menghambat reseptor-reseptor yang banyak ditemukan pada otot polos di trigonum, leher vesika, prostat, dan kapsul prostat sehingga terjadi relakasi didaerah prostat. Obat-obat golongan ini dapat memperbaiki keluhan miksi dan laju pancaran urin. Hal ini akan menurunkan tekanan pada uretra pars prostatika sehingga gangguan aliran air seni dan gejala-gejala berkurang. Biasanya pasien mulai merasakan berkurangnya keluhan dalam 1-2 minggu setelah ia mulai memakai obat. Efek samping yang mungkin timbul adalah pusing, sumbatan di hidung dan lemah. Ada obat-obat yang menyebabkan ekasaserbasi retensi urin maka perlu dihindari seperti antikolinergenik, antidepresan, transquilizer, dekongestan, obatobat ini mempunyai efek pada otot kandung kemih dan sfingter uretra.2) Pengahambat enzim 5 alfa reduktaseObat yang dipakai adalah finasteride (proscar) dengan dosis 1X5 mg/hari. Obat golongan ini dapat menghambat pembentukan DHT sehingga prostat yang membesar akan mengecil. Namun obat ini bekerja lebih lambat dari golongan alfa bloker dan manfaatnya hanya jelas pada prostat yang besar. Efektifitasnya masih diperdebatkan karena obat ini baru menunjukkan perbaikan sedikit/ 28 % dari keluhan pasien setelah 6-12 bulan pengobatan bila dilakukan terus menerus, hal ini dapat memperbaiki keluhan miksi dan pancaran miksi. Efek samping dari obat ini diantaranya adalah libido, impoten dan gangguan ejakulasi.3) Fitofarmaka/fitoterapiPenggunaan fitoterapi yang ada di Indonesia antara lain eviprostat. Substansinya misalnya pygeum africanum, saw palmetto, serenoa repeus dll. Afeknya diharapkan terjadi setelah pemberian selama 1-2 bulan dapat memperkecil volum prostat.3. Terapi bedahPembedahan adalah tindakan pilihan, keputusan untuk dilakukan pembedahan didasarkan pada beratnya obstruksi, adanya ISK, retensio urin berulang, hematuri, tanda penurunan fungsi ginjal, ada batu saluran kemih dan perubahan fisiologi pada prostat. Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung pada beratnya gejala dan komplikasi. Menurut Smeltzer dan Bare (2002) intervensibedah yang dapat dilakukan meliputi : pembedahan terbuka dan pembedahan endourologi.a. Pembedahan terbuka, beberapa teknik operasi prostatektomi terbuka yang biasa digunakan adalah :1) Prostatektomi suprapubik Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen. Insisi dibuat dikedalam kandung kemih, dan kelenjar prostat diangat dari atas. Teknik demikian dapat digunakan untuk kelenjar dengan segala ukuran, dan komplikasi yang mungkin terjadi ialah pasien akan kehilangan darah yang cukup banyak dibanding dengan metode lain, kerugian lain yang dapat terjadi adalah insisi abdomen akan disertai bahaya dari semua prosedur bedah abdomen mayor.2) Prostatektomi perineal Adalah suatu tindakan dengan mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum. Teknik ini lebih praktis dan sangat berguan untuk biopsy terbuka. Pada periode pasca operasi luka bedah mudah terkontaminasi karena insisi dilakukan dekat dnegan rectum. Komplikasi yang mungkin terjadi dari tindakan ini adalah inkontinensia, impotensi dan cedera rectal.3) Prostatektomi retropubik Adalah tindakan lain yang dapat dilakukan, dengan cara insisi abdomen rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih. Teknik ini sangat tepat untuk kelenjar prostat yang terletak tinggi dalam pubis. Meskipun jumlah darah yang hilang lebih dapat dikontrol dan letak pembedahan lebih mudah dilihat, akan tetapi infeksi dapat terjadi diruang retropubik.b. Pembedahan endourologi, pembedahan endourologi transurethral dapat dilakukan dengan memakai tenaga elektrik diantaranya:1) Transurethral Prostatic Resection (TURP) Merupakan tindakan operasi yang paling banyak dilakukan, reseksi kelenjar prostat dilakukan dengan transuretra menggunakan cairan irigan (pembilas) agar daerah yang akan dioperasi tidak tertutup darah. Indikasi TURP ialah gejala-gejala sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 90 gr. Tindakan ini dilaksanakan apabila pembesaran prostat terjadi dalam lobus medial yang langsung mengelilingi uretra. Setelah TURP yang memakai kateter threeway. Irigasi kandung kemih secara terus menerus dilaksanakan untuk mencegah pembekuan darah. Manfaat pembedahan TURP antara lain tidak meninggalkan atau bekas sayatan serta waktu operasi dan waktu tinggal dirumah sakit lebih singkat.Komplikasi TURP adalah rasa tidak enak pada kandung kemih, spasme kandung kemih yang terus menerus,adanya perdarahan, infeksi, fertilitas (Baradero dkk, 2007).2) Transurethral Incision of the Prostate (TUIP) Adalah prosedur lain dalam menangani BPH. Tindakan ini dilakukan apabila volume prostat tidak terlalu besar atau prostat fibrotic. Indikasi dari penggunan TUIP adalah keluhan sedang atau berat, dengan volume prostat normal/kecil (30 gram atau kurang). Teknik yang dilakukan adalah dengan memasukan instrument kedalam uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan mengurangi konstriksi uretral. Komplikasi dari TUIP adalah pasien bisa mengalami ejakulasi retrograde (0-37%) (Smeltzer dan Bare, 2002).3) Terapi invasive minimalMenurut Purnomo (2011) terapai invasive minimal dilakukan pada pasien dengan resiko tinggi terhadap tindakan pembedahan. Terapi invasive minimal diantaranya Transurethral Microvawe Thermotherapy (TUMT), Transuretral Ballon Dilatation (TUBD), Transuretral Needle Ablation/Ablasi jarum Transuretra (TUNA), Pemasangan stent uretra atau prostatcatt.a) Transurethral Microvawe Thermotherapy (TUMT), jenis pengobatan ini hanya dapat dilakukan di beberapa rumah sakit besar. Dilakukan dengan cara pemanasan prostat menggunakan gelombang mikro yang disalurkan ke kelenjar prostat melalui transducer yang diletakkan di uretra pars prostatika, yang diharapkan jaringan prostat menjadi lembek. Alat yang dipakai antara lain prostat.b) Transuretral Ballon Dilatation (TUBD), pada tehnik ini dilakukan dilatasi (pelebaran) saluran kemih yang berada di prostat dengan menggunakan balon yang dimasukkan melalui kateter. Teknik ini efektif pada pasien dengan prostat kecil, kurang dari 40 cm3. Meskipun dapat menghasilkan perbaikan gejala sumbatan, namun efek ini hanya sementar, sehingga cara ini sekarang jarang digunakan.c) Transuretral Needle Ablation (TUNA), pada teknik ini memakai energy dari frekuensi radio yang menimbulkan panas mencapai 100 derajat selsius, sehingga menyebabkan nekrosis jaringan prostat. Pasien yang menjalani TUNA sering kali mengeluh hematuri, disuria, dan kadang-kadang terjadi retensi urine (Purnomo, 2011).d) Pemasangan stent uretra atau prostatcatth yang dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi obstruksi karena pembesaran prostat, selain itu supaya uretra prostatika selalu terbuka, sehingga urin leluasa melewati lumen uretra prostatika. Pemasangan alat ini ditujukan bagi pasien yang tidak mungkin menjalani operasi karena resiko pembedahan yang cukup tinggi.

I. Pengkajian FokusDari data yang telah dikumpulkan pada pasien dengan BPH : Post Prostatektomi dapat penulis kelompokkan menjadi:1. Data subyektif :a. Pasien mengeluh sakit pada luka insisi, karakteristik luka, luka berwarna merah.b. Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual.c. Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan.d. Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa.2. Data Obyektif:a. Terdapat luka insisi, karakteristik luka berwarna merah.b. Takikardia, normalnya 80-100 kali/menit.c. Gelisah.d. Tekanan darah meningkat, normalnya 120/80 mmHg. e. Ekspresi wajah ketakutan.f. Terpasang kateter.3. Pemeriksaan Penunjanga. Pemeriksaan laboratoriumAnalisis urine dan pemeriksaan mikroskopis urin penting untuk melihat adanya sel leukosit, bakteri, dan infeksi. Bila terdapat hematuria, harus diperhitungkan etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih, batu, infeksi saluran kemih, walaupun BPH sendiri dapat menyebabkan hematuria. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dan fungsi ginjal dan status metabolik. Pemeriksaan Prostat Specific Antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan perlunya biopsy atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai SPA < 4mg / ml tidak perlu biopsy. Sedangkan bila nilai SPA 410 mg / ml, hitunglah Prostat Spesific Antigen Density (PSAD) yaitu PSA serum dibagi dengan volume prostat. Bila PSAD > 0,15 maka sebaiknya dilakukan biopsi prostat, demikian pula bila nilai PSA > 10 mg/ml.b. Pemeriksaan RadiologisPemeriksaan yang biasa dilakukan adalah foto polos abdomen, pielografi intravena, USG dan sitoskopi. Dengan tujuan untuk memperkirakan volume BPH, menentukan derajat disfungsi buli buli dan volume residu urine, mencari kelainan patologi lain, baik yang berhubungan maupun yang tidak berhubungan dengan BPH. Dari semua jenis pemeriksaan dapat dilihat:1) Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada batu traktus urinarius, pembesaran ginjal atau buli buli.2) Dari pielografi intravena dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis dan hidroureter, fish hook appearance (gambaran ureter belokbelok di vesika)3) Dari USG dapat diperkirakan besarnya prostat, memeriksa masa ginjal, mendeteksi residu urine, batu ginjal, divertikulum atau tumor buli buli (Mansjoer, 2000).c. Pemeriksaan Diagnostik.1) Urinalisis : warna kuning, coklat gelap, merah gelap / terang, penampilan keruh, Ph : 7 atau lebih besar, bacteria2) Kultur Urine : adanya staphylokokus aureus, proteus, klebsiella, pseudomonas, e. coli.3) BUN / kreatinin : meningkat.4) IVP : menunjukan perlambatan pengosongan kandung kemih dan adanya pembesaran prostat, penebalan otot abnormal kandung kemih.5) Sistogram : suatu gambaran rontgen dari kandung kemih yang diperoleh melalui urografi intravena.6) Sistouretrografi berkemih : sebagai ganti IVP untuk menvisualisasi kandung kemih dan uretra dengan menggunakan bahan kontras lokal.7) Sistouretroscopy : untuk menggambarkan derajat pembesaran prostat dan kandung kemih. 8) Transrectal ultrasonografi : mengetahui pembesaran prosat, mengukur sisa urine dan keadaan patologi seperti tumor atau batu (Sjamsuhidayat, 2005).

J. Fokus Intervensi Dan Rasional1. Gangguan rasa nyaman nyeri suprapubik berhubungan dengan spasme otot spincter.a. Tujuan : Nyeri berkurang atau hilangb. Kriteria hasil: Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang Pasien dapat beristirahat dengan tenang.c. Intervensi:1) Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan factor pencetus serta penghilang nyeri.Rasional : Memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan atau keefektifan intervensi.2) Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut, peningkatan tekanan darah dan denyut nadi).Rasional : memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan keefektifan dalam menentukan pilihan atau keefektifan intervensi.3) Beri kompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah.Rasional : Untuk meningkatkan relaksasi otot.4) Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok,abdomen tegang).Rasional : Untuk menurunkan spasme kandung kemih.5) Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasif.Rasional : Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping.6) Lakukan perawatan aseptik terapeutik.Rasional : untuk mengurangi resiko infeksi.7) Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat.Rasional : Pembesaran prostat dapat terjadi dengan hilangnya sebagian kelenjar.2. Perubahan pola eliminasi urine: retensi urin berhubungan dengan obstruksi sekunder.a. Tujuan : Tidak terjadinya retensi urineb. Kriteria hasil :1) Pasien dapat buang air kecil teratur bebas dari distensi kandung kemih.2) Menunjukan residu pasca berkemih kurang dari 50 ml,dengan tak adanya tetesan/kelebihan.c. Intervensi :1) Lakukan irigasi kateter secara berkala atau terus- menerus dengan teknik steril.Rasional : Menghindari terjadinya gumpalan yang dapat menyumbat kateter, menyebabkan peregangan dan perdarahan kandung kemih2) Atur posisi selang kateter dan urin bag sesuai gravitasi dalam keadaan tertutup.Rasional : Untuk mencegah peningkatan tekanan pada Kandung kemih.3) Observasi adanya tanda-tanda shock/hemoragi (hematuria,dingin, kulit lembab, takikardi, dispnea).Rasional : Untuk mencegah komplikasi berlanjut.4) Mempertahankan kesterilan sistem drainage cuci tangan sebelum dan sesudah menggunakan alat dan observasi aliran urin serta adanya bekuan darah atau jaringan.Rasional : Pemberi perawatan menjadi penyebab terbesar infeksi nosokomial. Kewaspadaan umum melindungi pemberi perawatan dan pasien.5) Monitor urine setiap jam (hari pertama operasi) dan setiap 2 jam (mulai hari kedua post operasi).Rasional : Cairan membantu mendistribusikan obat-obatan ke seluruh tubuh. Risiko terjadinya ISK dikurangi bila aliran urine encer konstan dipertahankan melaluiginjal.6) Ukur intake output cairan.Rasional : Menjamin keamanan untuk membantu penyembuhan pascaoperasi.7) Beri tindakan asupan/pemasukan oral 2000-3000 ml/hari, jika tidak ada kontra indikasi.Rasional : Cairan membantu mendistribusikan obat-obatan ke seluruh tubuh. Risiko terjadinya ISK dikurangi bila aliran urine encer konstan dipertahankan melalui ginjal.8) Berikan latihan perineal (kegel training) 15-20x/jam selama 2-3 minggu, anjurkan dan motivasi pasien untuk melakukannya.Rasional : Mengajarkan pasien bagaimana melakukannya sendiri.3. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan sumbatan saluran ejakulasi, hilangnya fungsi tubuh.a. Tujuan : Tidak terjadinya disfungsi seksualb. Kriteria hasil : Pasien menyadari keadaannya dan akan mulai lagi intaraksi seksual dan aktivitas secara optimal.c. Intervensi :1) Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya yang berhubungan dengan perubahannya.Rasional : Memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan atau keefektifan intervensi.2) Jawablah setiap pertanyaan pasien dengan tepat.Rasional : Untuk menginformasikan kondisi klien.3) Beri kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan perasaannya tentang efek prostatektomi dalam fungsi seksual.Rasional : Memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan atau keefektifan intervensi.4) Libatkan kelurga/istri dalam perawatan pmecahan masalah fungsi seksual.Rasional : Memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan atau keefektifan intervensi.5) Beri penjelasan penting tentang:a) Impoten terjadi pada prosedur radikalb) Adanya kemungkinan fungsi seksual kembali normalc) Adanya kemunduran ejakulasi.Rasional : Memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan atau keefektifan intervensi.6) Anjurkan pasien untuk menghindari hubungan seksual selama 1bulan (3-4 minggu) setelah operasi.Rasional : Menjamin keamanan untuk membantu penyembuhan pascaoperasi.4. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entre mikroorganisme melalui kateterisasi, dan jaringan terbuka.a. Tujuan : Tidak terjadinya infeksib. Kriteria hasil:1) Tanda-tanda vital dalam batas normal2) Tidak ada bengkak, aritema, nyeri3) Luka insisi semakin sembuh dengan baikc. Intervensi :1) Lakukan irigasi kandung kemih dengan larutan steril.Rasional : Gumpalan dapat menyumbat kateter, menyebabkan peregangan dan perdarahan kandung kemih.2) Observasi insisi (adanya indurasi drainage dan kateter), (adanya sumbatan, kebocoran).Rasional : Sumbatan pada selang kateter oleh bekuan dapat menyebabkan distensi kandung kemih, dengan peningkatan spasme.3) Lakukan perawatan luka insisi secara aseptik, jaga kulit sekitar kateter dan drainage.Rasional : Untuk mengurangi resiko infeksi4) Monitor balutan luka, gunakan pengikat bentuk T perineal untuk menjamin dressing.Rasional : Untuk mengurangi resiko infeksi.5) Monitor tanda-tanda sepsis (nadi lemah, hipotensi, nafasmeningkat, dingin).Rasional : Deteksi awal terhadap komplikasi dengan intervensi yang tepat dapat mencegah kerusakan jaringan yang permanen.5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit, perawatannya.a. Tujuan : Pengetahuan pasien dapat meningkatb. Kriteria hasil :Secara verbal pasien mengerti dan mampu mengungkapkan dan mendemonstrasikan perawatan.c. Intervensi :1) Motivasi pasien/keluarga untuk mengungkapkan pernyataannya tentang penyakit.Rasional : Memberikan informasi sejauh mana pengetahuan klien tentang penyakit yang dialami.2) Berikan pendidikan pada pasien/keluarga tentang:a) Perawatan luka, pemberian nutrisi, cairan irigasi, kateter.b) Perawatan di rumah, adanya tanda-tanda hemoragi.Rasional : Memberikan informasi kepada klien/keluarga klien cara perawatan pasca operasi.6. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi, ditandai dengan : Gelisah, Informasi kuranga. Tujuan : Tidak terjadinya ansietas.

b. kriteria hasil :1) Klien tidak gelisah.2) Tampak rileksc. Intervensi :1) Kaji tingkat ansietas.Rasional : Mengetahui tingkat anxietas yang dialami klien, sehingga memudahkan dalam memberikan tindakan selanjutnya.2) Observasi tanda-tanda vital.Rasional : Indikator dalam mengetahui peningkatan anxietas yang dialami klien.3) Berikan informasi yang jelas tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan.Rasional : Mengerti/memahami proses penyakit dan tindakan yang diberikan.4) Berikan support melalui pendekatan spiritual.Rasional : Agar klien mempunyai semangat dan tidak putus asa dalam menjalankan pengobatan untuk penyembuhan