pendahuluan laporan ekomang
DESCRIPTION
laporan ekologi mangroveTRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI MANGROVE
Oleh:
Firdantya Cempakarani D. B1J010035Ariani Sukma Dewi B1J010224Chayyu Latifah B1J011036Anwar Rovik B1J011146Kasriati B1J011155Qurrotu Ayunin B1J011164
Kelompok : 12Rombongan : IIAsisten : Danny Andrianto
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO
2013
1
I. PENDAHULUAN
A. Deskripsi Lokasi Praktikum
Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat disepanjang pantai atau
muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove tumbuh dan
berkembang dengan baik pada pantai yang terlindung atau pantai yang datar.
Biasanya di tempat yang tak ada muara sungai yang besar atau delta yang aliran
airnya banyak mengandung lumpur dan pasir. Mangrove tidak tumbuh di pantai yang
terjal dan berombak besar dengan pasang surut yang kuat karena hal ini tak
memungkinkan terjadinya pengendapan lumpur dan pasir (Nontji, 1993). Penyebaran
hutan mangrove juga di batasi oleh letak lintang karena mangrove sangat peka
terhadap suhu dingin (Dahuri dkk, 2001). Mangrove juga dapat tumbuh pada daerah
intertidal dan supratidal. Susunan sebaran jenis mangrove mengalami perubahan
abrasi vegetasi dari tepi yang menghadap ke arah laut sampai ke komunitas daratan
yang asli (Nybakken, 1992).
Hutan mangrove mempunyai fungsi fisik dan fungsi ekologi yang penting
bagi kelestarian ekosistem di daerah pesisir. Secara fisik, hutan mangrove berfungsi
sebagai pelindung pantai dari pengaruh gelombang laut. Secara ekologi, hutan
mangrove berfungsi sebagai daerah asuhan (nursery ground), daerah pemijahan
(spawning ground), dan tempat mencari makan (feeding ground) bagi beranekaragam
biota perairan seperti ikan, udang, dan kepiting (Nursal et al., 2005). Ekosistem
mangrove menduduki lahan pantai zona pasang surut, di laguna, estuaria, dan
endapan lumpur yang datar. Ekosistem ini bersifat kompleks dan dinamis, namun
labil. Bersifat kompleks karena di dalam hutan mangrove dan perairan serta dalam
tanah terdapat berbagai satwa dan biota perairan. Bersifat dinamis karena hutan
mangrove dapat terus berkembang serta mengalami suksesi sesuai dengan perubahan
tempat tumbuh. Bersifat labil kerena ekosistem mangrove mudah sekali rusak dan
sulit untuk pulih kembali (Nugroho et al., 1991).
2
Praktikum lapangan ekologi mangrove kali ini dilakukan di Segara Anakan,
Kabupaten Cilacap. Wilayah kabupaten ini merupakan daerah terluas di Jawa
Tengah, dengan batas wilayah sebelah selatan Samudra Indonesia, sebelah utara
berbatasan dengan Kabupaten Banyumas, Kabupaten Brebes dan Kabupaten
Kuningan Propinsi Jawa Barat, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten
Kebumen dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Kota Banjar
Propinsi Jawa Barat. Memiliki luas wilayah 225.360,840 Ha, yang terbagi menjadi
24 Kecamatan 269 desa dan 15 Kelurahan. Wilayah tertinggi adalah Kecamatan
Dayeuhluhur dengan ketinggian 198 m dari permukaan laut dan wilayah terendah
adalah Kecamatan Cilacap Tengah dengan ketinggian 6 m dari permukaan laut.
Kawasan Segara Anakan merupakan salah satu aset di Kabupaten Cilacap,
Jawa Tengah, yang sangat potensial untuk digali sebagai salah satu daerah tujuan
wisata. Segara Anakan adalah kawasan laguna unik seluas 40 ribu hektar di Pantai
Selatan Pulau Jawa. Tidak hanya hutan bakau dengan keberagaman flora dan fauna,
Segara Anakan menjadi tempat menarik bagi para nelayan yang tinggal di kampung
ini. Kawasan ini terletak pada koordinat 07034’ 29.42”LS 42- 07047’32.39”LS dan
108046’30.12”BT-109003’21.02” BT yang meliputi wilayah kurang lebih 34.018 ha.
Luas hutan mangrove Segara Anakan pada tahun 1997 sekitar 13.577 ha (Budiman,
1985), akan tetapi mengalami kerusakan dan penurunan sebesar 192,9 ha pertahun.
Kawasan Segara Anakan dibagi menjadi kawasan lindung, kawasan penyangga dan
kawasan budidaya. Kawasan Segara Anakan mempunyai potensi sumberdaya yang
cukup besar baik di sumber perikanan ,kehutanan, pertanian serta kondisi sosial-
ekonomi masyarakat yang ada.
Kawasan Segara Anakan memiliki 26 spesies mangrove dengan beberapa
spesies dominan dan mempunyai nilai ekonomi penting seperti Rhizophora apiculata,
R. mucronata, dan Bruguiera gymnorhiza. Banyak spesies mangrove, ikan ,udang,
moluska, burung dan mamalia yang ditemukan di laguna, atau area mangrove.
Budiman (1985) melaporkan bahwa lebih dari 45 spesies ikan yang terdiri atas ikan
domersal, 12 ikan yang menetap, dan 16 ikan yang migran. Lebih dari 85% spesies
ikan tersebut merupakan ikan komoditas ekonomi tinggi. Crustacea bernilai
3
ekonomis tinggi antara lain Scylla spp., Portunus pelagicus,Tellina spp., Penaeus
merguensiss, P.chinensis, P.monodon, Metapenaeus ensis , M.elegan, M.dopsoni.
Tahun 2000, produksi perikanan di laguna mencapai 488 ton yang terdiri atas 41%
udang, 39% ikan, 13% kepiting, dan 7% biota lain.
Gambar 1. Kawasan Segara Anakan, Kabupaten Cilacap
Gambar 2. Lokasi Praktikum Ekologi Mangrove di Segara Anakan
4
B. Maksud dan Tujuan Praktikum
Identifikasi Vegetasi Mangrove
1. Mengidentifikasi beberapa species tumbuhan mangrove mayor, minor dan
tumbuhan lain yang berasosiasi di lingkungan mangrove Segara Anakan
Cilacap.
2. Mengetahui bagian-bagian morfologi khas tumbuhan mangrove mayor,
minor, serta perbedaannya dengan tumbuhan asosiasi.
Identifikasi Makrobenthos Ekosistem Mangrove
1. Mengetahui keanekaragaman spesies makrobentos yang hidup di ekosistem
mangrove Segara Anakan.
2. Mengetahui karakter morfologi makrobenthos sebagai dasar identifikasi.
Ekosistem – Analisis vegetasi
1. Mengetahui struktur, komposisi, dan distribusi tumbuhan mangrove di
Segara Anakan, melalui densitas/ kerapatan, frekuensi, distribusi, nilai
penting, indeks diversitas dan indeks similaritas.
5
II. MATERI DAN METODE PRAKTIKUM
A. Materi Praktikum
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ekologi mangrove yaitu :
- Acara I dan II Identifikasi Vegetasi Mangrove.
Objek yang diamati meliputi beberapa spesies tumbuhan, baik tergolong
mangrove mayor, minor atau asosiasi. Buku identifikasi, buku gambar dan alat tulis.
- Acara III dan IV Identifikasi Makrobenthos Ekosistem Mangrove.
Objek yang diamati berupa hewan makrobenthos. Formalin 4%, botol sampel,
kaca pembesar, buku identifikasi.
- Acara V dan IV Ekosistem – Analisis Vegetasi.
Objek yang diamati meliputi seluruh spesies tumbuhan, baik tergolong
mangrove mayor, minor atau asosiasi. Bahan dan alat yang digunakan relative sama
dengan praktikum biodiversitas spesies, ditambah peralatan untuk membuat plot
kuadrat berupa tali rafia, patok, palu, meteran dan rol meter.
B. Metode Praktikum
Ada beberapa metode langkah kerja dari praktikum ekologi mangrove yaitu :
1. Identifikasi Vegetasi Mangrove
a. Spesimen segar hasil koleksi di identifikasi dan di catat sifat-sifat
morfologinya.
b. Di buat kunci identifikasi
c. Kemudian di deskripsikan
2. Identifikasi Makrobenthos Ekosistem Mangrove
a. Koleksi dilakukan secara sensus bersamaan dengan pelaksanaan teknik
sampling vegetasi mangrove (struktur komunitas)
b. Specimen segar di awetkan dengan alkohol kemudian di identifikasi dan di
catat sifat-sifat morfologinya di laboratorium
6
c. Kemudian di gambar bentuk morfologinya dan di buat deskripsi spesiesnya
3. Ekosistem Analisis Vegetasi
a. Sampling vegetasi dilakukan dengan metode plot kuadrat
b. Setiap stasiun dibuat tiga ulangan pada lokasi yang paling tinggi tingkat
keanekaragaman spesiesnya (acak). Ukuran plot kuadrat adalah 10x10 m2
untuk pohon, 5x5 m2 untuk semak dan 1x1 m2 untuk seedling (<50 cm) dan
herba.
c. Setiap plot terletak pada satu tempat atau tidak. Dihitung individu setiap
spesies pada setiap plot kuadrat kemudian dihitung untuk menentukan
densitas, frekuensi, distribusi, nilai penting, indeks diversitas dan indeks
similaritas. Berikut ini adalah rumus-rumus yang digunakan.
Kerapatan/ Densitas =
Kerapatan Relatif (KR) = x 100 %
Frekuensi =
Frekuensi Relatif (FR) = x 100 %
Dominansi =
Dominansi Relatif (DR) = x 100 %
Nilai Penting = KR + FR + DR
7
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Identifikasi vegetasi Mangrove
Tabel 1. Spesies Mangrove yang ditemukan Kelompok 12 Rombongan II di
Segara Anakan Cilacap
No. Spesies1. Finlaysonia maritime2. Ceriops tagal3. Aegiceras corniculatum4. Rhizophora mucronata5. Avicennia marina6. Rhizophora apiculata7. Bruguiera gymnorrhiza8. Nypa fruticans9. Acanthus ilicifolius
Acanthus ilicifolius
Klasifikasi Acanthus ilicifolius menurut Setyabudi (2010), yaitu:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Ordo : Solanales
Familia : Acanthaceae
Genus : Acanthus
Spesies : Acanthus ilicifolius Linn
Habitus Daun Bunga
8
Buah
Gambar 3. Acanthus ilicifolius
A. ilicifolius memiliki nama daerah, yaitu Jeruju hitam, daruyu, darulu.
Tumbuhan ini berupa herba rendah, terjurai di permukaan tanah, kuat, agak berkayu,
ketinggian hingga 2m. Cabang umumnya tegak tapi cenderung kurus sesuai dengan
umurnya. Percabangan tidak banyak dan umumnya muncul dari bagian-bagian yang
lebih tua. Akar udara muncul dari permukaan bawah batang horizontal (Noor et al.,
2006).
Daun A. ilicifolius memiliki ciri-ciri sebagai berikut, yaitu dua sayap gagang
daun yang berduri terletak pada tangkai. Permukaan daun halus, tepi daun bervariasi,
ada zigzag/bergerigi besar-besar seperti gergaji atau agak rata dan secara gradual
menyempit menuju pangkal.Unitnya sederhana dan letak daunnya berlawanan,
sedangkan daunnya merupakan bentuk lanset lebar. Ujung daun meruncing dan
berduri tajam dengan ukuran 9-30 x 4-12 cm (Noor et al., 2006).
Mahkota bunga A. ilicifolius berwarna biru muda hingga ungu lembayung,
kadang agak putih. Panjang tandan bunganya 10-20 cm, sedangkan bunganya sendiri
5-4 cm. Bunga memiliki satu pinak daun penutup utama dan dua sekunder. Pinak
daun tersebut tetap menempel seumur hidup pohon. Letak bunga A. ilicifolius berada
di ujung dengan formasi berupa bulir. Warna buah A. ilicifolius saat masih muda
hijau cerah dan permukaannya licin mengkilat. Bentuk buah bulat lonjong seperti
buah melinjo dengan ukuran buahnya panjang 2,5-3 cm, biji 10 mm (Noor et al.,
2006).
A. ilicifolius biasanya terdapat pada atau dekat mangrove, sangat jarang
berada di daratan. Memiliki kekhasan sebagai herba yang tumbuh rendah dan kuat,
yang memiliki kemampuan untuk menyebar secara vegetative. Hal tersebut terjadi
9
karena perakarannya yang berasal dari batang horizontal, sehingga membentuk
bagian yang besar dan kukuh. Bunga kemungkinan diserbuki oleh burung dan
serangga. Biji tertiup angin, sampai sejauh 2 m. A. ilicifolius yang berada di Bali
berbuah sekitar pada Agustus. Distribusi A. ilicifolius dimulai dari India hingga
Australia tropis, Filipina dan Kepulauan Pasifik barat. Terdapat di seluruh Indonesia.
Manfaat dari A. ilicifolius adalah buahnya dapat ditumbuk dan digunakan untuk
“pembersih” darah serta mengatasi kulit terbakar. Daunnya dapat mengobati
reumatik. Perasan buah atau akar kadang-kadang digunakan untuk mengatasi racun
gigitan ular atau terkena panah beracun. Biji konon bisa mengatasi serangan cacing
dalam pencernaan. Pohon juga dapat digunakan sebagai makanan ternak (Noor et al.,
2006).
Aegiceras corniculatum
Klasifikasi Aegiceras corniculatum menurut Bengen (2001) adalah :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Primulales
Famili : Myrsinaceae
Genus : Aegiceras
Spesies : Aegiceras corniculatum (L.) Blanco
Daun Bunga Buah
Gambar 4. Aegiceras corniculatum
10
Nama daerahnya adalah teruntun, gigi gajah, perepat tudung, perpat kecil,
tudung laut, duduk agung, teruntung, kayu sila, kacangan, klungkum, gedangan,
kacang kacangan. Deskripsi umum dari A. corniculatum (L.), yaitu tumbuhan berupa
semak atau pohon kecil yang selalu hijau dan tumbuh lurus dengan ketinggian pohon
mencapai 6 m. Akar menjalar di permukaan tanah. Kulit kayu bagian luar abu-abu
hingga coklat kemerahan, bercelah, serta memiliki sejumlah lentisel. Daunny berkulit,
terang, berwarna hijau mengkilat pada bagian atas dan hijau pucat di bagian bawah,
seringkali bercampur dengan warna agak kemerahan. Kelenjar pembuangan garam
terletak pada permukaan daun dan gagangnya. Unitnya sederhana dan letaknya
bersilangan. Bentuk daunnya bulat telur terbalik hingga elips dengan ujung
membundar. Ukuran daunnya sekitar 11 x 7,5 cm (Noor et al., 2006).
Bunga berada dalam satu tandan, didalamnya terdapat banyak bunga yang
bergantungan seperti lampion, dengan masing-masing tangkai atau gagang bunga
panjangnya 8-12 mm. Letaknya di ujung tandan atau tangkai bunga dengan formasi
membentuk payung. Daun mahkota berjumlah 5 dengan warna putih, ditutupi rambut
pendek halus yang panjangnya 5-6 mm. Kelopak Bunga berjumlah 5 buah dengan
warna putih sampai hijau. Buah berwarna hijau hingga merah jambon (jika sudah
matang), permukaan halus, membengkok seperti sabit. Dalam buah terdapat satu biji
yang membesar dan cepat rontok. Ukuran buahnya, yaitu panjang 5-7,5 cm dan
diameter 0,7 cm (Noor et al., 2006).
A. corniculatum (L.) memiliki toleransi yang tinggi terhadap salinitas, tanah
dan cahaya yang beragam. Mereka umum tumbuh di tepi daratan daerah mangrove
yang tergenang oleh pasang naik yang normal, serta di bagian tepi dari jalur air yang
bersifat payau secara musiman. Perbungaan terjadi sepanjang tahun, dan
kemungkinan penyerbukan dibantu oleh serangga. Biji tumbuh secara semi-vivipar,
dimana embrio muncul melalui kulit buah ketika buah yang membesar rontok.
Biasanya segera tumbuh sekelompok anakan di bawah pohon dewasa. Buah dan biji
telah teradaptasi dengan baik terhadap penyebaran melalui air. Penyebaran A.
corniculatum (L.) berada di Sri Lanka, Malaysia, seluruh Indonesia, Papua New
Guinea, Cina selatan, Australia dan Kepulauan Solomon. Manfaat dari A.
11
corniculatum (L.) adalah kulit kayunya yang berisi saponin digunakan untuk racun
ikan. Bunga digunakan sebagai hiasan karena wanginya. Kayu untuk arang. Daun
muda dapat dimakan (Noor et al., 2006).
Avicennia marina
Klasifikasi Avicennia marina (Forks.) Vierh. menurut Bengen (2001) adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Filum : Thacheophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Sapindales
Famili : Avicenniaceae
Genus : Avicennia
Spesies : Avicennia marina (Forks.) Vierh.
Bunga Daun
Gambar 5. Avicennia marina
Nama daerah A. marina (Forsk.) Vierh. adalah api-api putih, api-api abang,
sia-sia putih, sie-sie, pejapi, nyapi, hajusia, pai. Deskripsi umumnya adalah tumbuhan
berupa belukar atau pohon yang tumbuh tegak atau menyebar, ketinggian pohon
mencapai 30 meter. Memiliki sistem perakaran horizontal yang rumit dan berbentuk
pensil (atau berbentuk asparagus), akar nafas tegak dengan sejumlah lentisel. Kulit
kayu halus dengan burik-burik hijau abu dan terkelupas dalam bagian-bagian kecil.
Ranting muda dan tangkai daun berwarna kuning, tidak berbulu. Bagian atas
permukaan daun ditutupi bintik-bintik kelenjar berbentuk cekung. Bagian bawah
daun putih - abu-abu muda. Unit dan Letaknya adalah sederhana dan berlawanan.
12
Bentuk daunnya elips, bulat memanjang, bulat telur terbalik dengan ujung meruncing
hingga membundar dan ukurannya 9 x 4,5 cm (Noor et al., 2006).
A. marina (Forsk.) Vierh. merupakan tumbuhan pionir pada lahan pantai
yang terlindung, memiliki kemampuan menempati dan tumbuh pada berbagai habitat
pasang-surut, bahkan di tempat asin sekalipun. Jenis ini merupakan salah satu jenis
tumbuhan yang paling umum ditemukan di habitat pasang-surut. Akarnya sering
dilaporkan membantu pengikatan sedimen dan mempercepat proses pembentukan
tanah timbul. Jenis ini dapat juga bergerombol membentuk suatu kelompok pada
habitat tertentu. Berbuah sepanjang tahun, kadang-kadang bersifat vivipar. Buah
membuka pada saat telah matang, melalui lapisan dorsal. Buah dapat juga terbuka
karena dimakan semut atau setelah terjadi penyerapan air. A. marina (Forsk.) Vierh.
Tersebar di Afrika, Asia, Amerika Selatan, Australia, Polynesia dan Selandia Baru
serta ditemukan di seluruh Indonesia. Daun A. marina (Forsk.) Vierh. Dapat
digunakan untuk mengatasi kulit yang terbakar. Resin yang keluar dari kulit kayu
digunakan sebagai alat kontrasepsi. Buah dapat dimakan. Kayu menghasilkan bahan
kertas berkualitas tinggi. Daun digunakan sebagai makanan ternak (Noor et al.,
2006).
Bruguiera gymnorrhiza
Menurut Sudarmaji (2004) deskripsi Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk. secara
umum adalah tumbuhan berupa pohon, tinggi dapat mencapai 20 m, kulit kayu abu-
abu kehitaman, kasar, berlenti sel dan bercelah. Daunny tunggal, permukaan hijau
tua, permukaan bawah hijau kekuningan, tulang daun kadangkala berwarna kemerah-
merahan, tersusun berlawanan, ujung runcing, bentuk elip sampai bulat panjang,
ukuran panjang 8-15 cm, lebar 4-6 cm. Bunganya soliter, terletak di ketiak daun,
kelopak berjumlah 10-14, bentuk genta, warna merah sampai merah muda, mahkota
runcing dan sedikit pendek dari kelopak, benangsari berpasang-pasangan dan melekat
pada daun mahkota. Buah: bulat, diameter 1,5-2 cm, hipokotil halus, mirip cerutu,
berwarna hijau tua sampai ungu kecoklatan, ujung tumpul, panjang 7-15 cm, diameter
1,5-2 cm. Akar adalah akar papan yang melebar, disertai akar lutut. Habitatnya tanah
basah, yang sedikit berpasir.
13
Klasifikasi Bruguiera gymnorrhiza menurut Bengen (2001) adalah :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Family : Rhizophoraceae
Genus : Bruguiera
Species : Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk
Daun Bunga Propagul
Gambar 6. Bruguiera gymnorrhiza
Nama daerah Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk. adalah pertut, taheup,
tenggel, putut, tumu, tomo, kandeka, tanjang merah, tanjang, lindur, sala-sala, dau,
tongke, totongkek, mutut besar, wako, bako, bangko, mangimangi, sarau. B.
gymnorrhiza (L.) Lamk. Merupakan jenis yang dominan pada hutan mangrove yang
tinggi dan merupakan ciri dari perkembangan tahap akhir dari hutan pantai, serta
tahap awal dalam transisi menjadi tipe vegetasi daratan. Tumbuh di areal dengan
salinitas rendah dan kering, serta tanah yang memiliki aerasi yang baik. Jenis ini
toleran terhadap daerah terlindung maupun yang mendapat sinar matahari langsung.
Mereka juga tumbuh pada tepi daratan dari mangrove, sepanjang tambak serta sungai
pasang surut dan payau. Ditemukan di tepi pantai hanya jika terjadi erosi pada lahan
di hadapannya. Substrat-nya terdiri dari lumpur, pasir dan kadang-kadang tanah
gambut hitam. Kadang-kadang juga ditemukan di pinggir sungai yang kurang
terpengaruh air laut, hal tersebut dimungkinkan karena buahnya terbawa arus air atau
gelombang pasang. Regenerasinya seringkali hanya dalam jumlah terbatas. Bunga
14
dan buah terdapat sepanjang tahun. Bunga relatif besar, memiliki kelopak bunga
berwarna kemerahan, tergantung, dan mengundang burung untuk melakukan
penyerbukan. Penyebarannya dari Afrika Timur dan Madagaskar hingga Sri Lanka,
Malaysia dan Indonesia menuju wilayah Pasifik Barat dan Australia Tropis. Manfaat
berupa bagian dalam hipokotil dimakan (manisan kandeka), dicampur dengan gula.
Kayunya yang berwarna merah digunakan sebagai kayu bakar dan untuk membuat
arang (Noor et al., 2006).
Ceriops decandra
Menurut Sudarmaji (2004) deskripsi Ceriops decandra (Griff.) Ding-Hou secara
umum adalah tumbuhan berupa perdu sampai pohon, tinggi dapat mencapai 3 m, kulit
batang relatif halus, warna abu-abu kekuningan. Daunnya tunggal, letak berlawanan,
permukaan atas licin, warna hijau muda sampai tua, ujung membulat, bentuk elips
bulat memanjang, ukuran panjang 4-6 cm, lebar 2-3 cm. Karangan bunganya
bergerombol, berjumlah 5-10 bunga, dengan tangkai bunga pendek, terletak di ketiak
daun, kelopak 5, warna hijau , daun mahkota 5, warna putih kecoklatan. Buahnya
bulat, warna merah kecoklatan, hipokotil mirip pensil, panjang 9-15 cm, halus,
beralur, dan sedikit berbintil pada bagian ujungnya. Akar: sedikit tampak adanya akar
papan. Habitatnya di tanah agak kering dan sedikit berpasir. Klasifikasi dari Ceriops
decandra adalah :
Kingdom : Plantae
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Order : Malpighiales
Family : Rhizophoraceae
Genus : Ceriops
Species : Ceriops decandra (Sudarmaji, 2004).
15
Bunga Propagul Daun
Gambar 7. Ceriops decandra
Nama daerah Ceriops decandra (Griff.) adalah tengal, tengar, tingi, tinci,
palun, parun, bido-bido, kenyonyong, C. decandra (Griff.) Ding-Hou tumbuh
tersebar di sepanjang hutan pasang surut, akan tetapi lebih umum pada bagian daratan
dari perairan pasang surut dan berbatasan dengan tambak pantai. Menyukai substrat
pasir atau lumpur. Perbungaan terjadi sepanjang tahun. Penyebaran dari India hingga
Indocina, Malaysia, Bangka, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Irian Jaya, Papua
New Guinea, Filipina dan Australia. Jenis Ceriops memiliki kayu yang paling
tahan/kuat diantara jenis-jenis mangrove lainnya dan digunakan sebagai bahan
bangunan, bantalan rel kereta api, serta pegangan berbagai perkakas bangunan. Kulit
kayu merupakan sumber yang bagus untuk tanin serta bahan pewarna (Noor et al.,
2006).
Ceriops tagal
Secara umum, deskripsi Ceriops tagal adalah tumbuhan berupa perdu sampai
pohon, tinggi dapat mencapai 3 m, kulit batang bagian bawah sedikit mengelupas,
warna abu-abu kecoklatan. Daunnya tunggal, letak berlawanan, warna hijau muda
sampai tua, bagian tepi daun seringkali melengkung ke dalam, ujung membulat,
bentuk bulat telur terbalik sampai elip, ukuran panjang 4-8 cm, lebar 2-3 cm.
Karangan bunganya bergerombol di ujung tandan, berjumlah 5-10 bunga, dengan
tangkai bunga panjang, terletak di ketiak daun, kelopak 5, berwarna hijau, daun
mahkota 5, berwarna putih kecoklatan, tangkai benang sari lebih panjang dari kepala
sarinya. Buahnya bulat, warna merah kecoklatan, hipokotil mirip pensil, panjang 9-18
cm, diameter 8-12 mm, beralur, dan sedikit berbintil pada permukaannya. Sedikit
16
tampak adanya akar papan. Habitatnya berada di tanah liat agak kering dan sedikit
berpasir. Biasanya berdampingan dengan C. decandra (Sudarmaji, 2004).
Klasifikasi Ceriops tagal adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Order : Malpighiales
Family : Rhizophoraceae
Genus : Ceriops
Species : Ceriops tagal (Sudarmaji, 2004).
Bunga Daun
Gambar 8. Ceriops tagal
Nama setempat C. tagal adalah tengar, tengah, tangar, tingih, tingi, palun,
parun, bido-bido, lonro, mentigi, tengar, tinci, mange darat, wanggo. C. tagal
membentuk belukar yang rapat pada pinggir daratan dari hutan pasang surut atau
pada areal yang tergenang oleh pasang tinggi dengan tanah memiliki system
pengeringan baik. Juga terdapat di sepanjang tambak. Menyukai substrat tanah liat,
dan kemungkinan berdampingan dengan C. decandra. Perbungaan terjadi sepanjang
tahun. Penyebarannya dari Mozambik hingga Pasifik Barat, termasuk Australia Utara,
Malaysia dan Indonesia. Manfaatnya adalah ekstrak kulit kayu bermanfaat untuk
persalinan. Tanin dihasilkan dari kulit kayu. Pewarna dihasilkan dari kulit kayu dan
kayu. Kayu bermanfaat untuk bahan bangunan, bantalan rel kereta api, dan pegangan
perkakas, karena ketahanannya jika direndam dalam air garam. Bahan kayu bakar
17
yang baik serta merupakan salah satu kayu terkuat diantara jenis-jenis mangrove
(Noor et al., 2006).
Finlaysonia maritima
Nama daerah Finlaysonia maritima adalah basang siap. Deskripsi umumnya,
yaitu tumbuhan pemanjat atau perambat berkayu, mengandung getah berwarna putih.
Daunnya tebal berdaging, warna hijau cerah. Unit dan letak daunnya sederhana dan
berlawanan. Bentuk daun elips hingga bulat telur terbalik dengan ujung membundar
dan berukuran 8-13 x 3,5-5 cm. Bunga berwarna putih dan merah muda, panjangnya
sekitar 0,7 – 1,0 cm. Buah berbentuk seperti kapsul atau seperti kantung perut ayam.
Buah berpasangan, waktu masih muda berwarna hijau tapi jika sudah matang
warnanya kemerahan. Ukuran buahnya sekitar 7-8 x 2,5-3,5 cm. F. maritima
dijumpai pada kawasan mangrove yang terbuka, kadang-kadang dijumpai lebih ke
arah pantai. F. maritima diduga terdapat di seluruh Indonesia (Noor et al., 2006).
Klasifikasi Finlaysonia maritima menurut Nybakken (1992) yaitu:
Kingdom : Plantae
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Order : Gentianales
Family : Asclepiadaceae
Genus : Finlaysonia
Species : Finlaysonia maritime
Daun Bunga Buah
Gambar 9. Finlaysonia maritime
18
Nypa fruticans
Nama setempat Nypa fruticans adalah nipah, tangkal daon, buyuk, lipa. Deskripsi
umumnya berupa palma tanpa batang di permukaan, membentuk rumpun. Batang
terdapat di bawah tanah, kuat dan menggarpu. Tinggi dapat mencapai 4-9 m.
Daunnya seperti susunan daun kelapa. Panjang tandan atau gagang daun 4-9 m.
Terdapat 100 - 120 pinak daun pada setiap tandan daun, berwarna hijau mengkilat di
permukaan atas dan berserbuk di bagian bawah. Bentuk daun lanset dengan ujung
yang meruncing dan berukuran 60-130 x 5-8 cm. Bunganya berbentuk tandan.
Tandan bunga biseksual tumbuh dari dekat puncak batang pada gagang sepanjang 1-2
m. Bunga betina membentuk kepala melingkar berdiameter 25-30 cm. Bunga jantan
kuning cerah, terletak di bawah kepala bunganya. Buah berbentuk bulat, warna
coklat, kaku dan berserat. Pada setiap buah terdapat satu biji berbentuk telur. Ukuran
diameter kepala buah sampai 45 cm, sedangkan diameter biji 4-5 cm (Noor et al.,
2006).
Klasifikasi tumbuhan nipah adalah sebagai berikut :
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Arecales
Familia : Arecaceae
Genus : Nypa
Spesies : Nypa Fruticans Wurmb (Backer & Brink, 1968).
Pohon Buah Bunga
Gambar 10. Nypa fruticans
19
N. fruticans tumbuh pada substrat yang halus, pada bagian tepi atas dari
jalan air. Memerlukan masukan air tawar tahunan yang tinggi. Jarang terdapat di luar
zona pantai. Biasanya tumbuh pada tegakan yang berkelompok. Memiliki system
perakaran yang rapat dan kuat yang tersesuaikan lebih baik terhadap perubahan
masukan air, dibandingkan dengan sebagian besar jenis tumbuhan mangrove lainnya.
Serbuk sari lengket dan penyerbukan nampaknya dibantu oleh lalat Drosophila. Buah
yang berserat serta adanya rongga udara pada biji membantu penyebaran mereka
melalui air. Kadang-kadang bersifat vivipar. Distribusinya dari Asia Tenggara,
Malaysia, seluruh Indonesia, Papua New Guinea, Filipina, Australia dan Pasifik Barat
(Noor et al., 2006).
Manfaat N. fruticans adalah dapat dibuat sirup manis dalam jumlah yang
cukup banyak yang dibuat dari batangnya, jika bunga diambil pada saat yang tepat.
Digunakan untuk memproduksi alcohol dan gula. Jika dikelola dengan baik, produksi
gula yang dihasilkan lebih baik dibandingkan dengan gula tebu, serta memiliki
kandungan sukrosa yang lebih tinggi. Daun digunakan untuk bahan pembuatan
payung, topi, tikar, keranjang dan kertas rokok. Biji dapat dimakan. Setelah diolah,
serat gagang daun juga dapat dibuat tali dan bulu sikat (Noor et al., 2006).
Rhizophora apiculata
Klasifikasi tumbuhan Rhizophora apiculata menurut Bengen (2001) adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Mytales
Famili : Rhizophoraceae
Genus : Rizhophora
Spesies : Rhizophora apiculata Bl.
20
Daun Bunga Propagul
Gambar 11. Rhizophora apiculata
Menurut Sudarmaji (2004), ciri umum R. apiculata berupa pohon, tinggi
dapat mencapai 15 m, batang berkayu, silindris, kulit luar batang berwarna abu-abu
kecoklatan dengan celah vertical dan muncul akar udara dari percabangannya.
Permukaan daunnya halus mengkilap, ujung daun runcing dengan duri, bentuk
lonjong, ukuran panjang 3-13 cm, pangkal berbentuk baji, permukaan bawah tulang
daun berwarna kemerahan dan tangkai pendek. Karangan bunga terletak di ketiak
daun, umumnya tersusun atas 2 bunga, yang bertangkai pendek, kelopak berjumlah 4
buah dan berwarna coklat kekuningan. Mahkota berjumlah 4 buah dan berwarna
keputihan, sedangkan putiknya berjumlah 1 berbelah 2, panjang 0,5–1 mm. Buah
berwarna coklat berukuran 2-3 cm, bentuk mirip buah jambu air. Hipokotil silindris
berdiameter 1-2 cm, panjangnya dapat mencapai 20 cm, bagian ujung sedikit
berbintik-bintik dengan warna hijau keunguan. Akarnya berupa akar tunjang.
Habitatnya terdapat di tanah basah, berlumpur, berpasir.
Nama daerah R. apiculata adalah bakau minyak, bakau tandok, bakau akik,
bakau puteh, bakau kacang, bakau leutik, akik, bangka minyak, donggo akit, jankar,
abat, parai, mangi-mangi, slengkreng, tinjang, wako. R. apiculata tumbuh pada tanah
berlumpur, halus, dalam dan tergenang pada saat pasang normal. Tidak menyukai
substrat yang lebih keras yang bercampur dengan pasir. Tingkat dominasi dapat
mencapai 90% dari vegetasi yang tumbuh di suatu lokasi. Menyukai perairan pasang
surut yang memiliki pengaruh masukan air tawar yang kuat secara permanen.
21
Percabangan akarnya dapat tumbuh secara abnormal karena gangguan kumbang yang
menyerang ujung akar. Kepiting dapat juga menghambat pertumbuhan mereka karena
mengganggu kulit akar anakan. Tumbuh lambat, tetapi perbungaan terdapat
sepanjang tahun (Noor et al., 2006).
Penyebarannya beradaa di Sri Lanka, seluruh Malaysia dan Indonesia hingga
Australia Tropis dan Kepulauan Pasifik. Manfaat R. apiculata, yaitu kayu
dimanfaatkan untuk bahan bangunan, kayu bakar dan arang. Kulit kayu berisi hingga
30% tanin (per sen berat kering). Cabang akar dapat digunakan sebagai jangkar
dengan diberati batu. Di Jawa terkadang ditanam di pinggiran tambak untuk
melindungi pematang. Sering digunakan sebagai tanaman penghijauan (Noor et al.,
2006).
Rhizophora mucronata
Klasifikasi tumbuhan bakau (R. mucronata) menurut Bengen (2001) adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Mytales
Famili : Rhizophoraceae
Genus : Rizhophora
Spesies : Rizhophora mucronata Lamk.
Daun Akar
Gambar 12. Rhizophora mucronata
Nama daerah R. mucronata adalah bakau, bakau gundul, bakau genjah dan
bangko. Tanaman ini termasuk ke dalam Famili Rhizophoraceae dan banyak
22
ditemukan pada daerah berpasir serta daerah pasang surut air laut. Tanaman bakau
dapat tumbuh hingga ketinggian 35-40 m. Tanaman bakau memiliki batang silindris,
kulit luar berwarna cokelat keabu-abuan sampai hitam, pada bagian luar kulit terlihat
retak-retak. Bentuk akar tanaman ini menyerupai akar tunjang (akar tongkat). Akar
tunjang digunakan sebagai alat pernapasan karena memiliki lentisel pada
permukaannya. Akar tanaman tersebut tumbuh menggantung dari batang atau cabang
yang rendah dan dilapisi semacam sel lilin yang dapat dilewati oksigen tetapi tidak
tembus air (Murdiyanto, 2004).
Tanaman bakau memiliki daun melonjong, berwarna hijau dan mengkilap
dengan panjang tangkai 17-35 mm. Tanaman ini umumnya memiliki bunga berwarna
kuning yang dikelilingi kelopak berwarna kuning-kecoklatan sampai kemerahan.
Proses penyerbukan dibantu oleh serangga dan terjadi pada April sampai dengan
Oktober. Penyerbukan menghasilkan buah berwarna hijau yang umumnya memiliki
panjang 36-70 cm dan diameter 2 cm. Daerah penyebaran tumbuhan ini meliputi Sri
Lanka, seluruh Malaysia dan Indonesia hingga Australia dan Kepulauan Pasifik.
23
Indeks Nilai Penting Mangrove yang ditemukan Kelompok 12 Rombongan
II di Segara Anakan Cilacap
Indeks Nilai Penting (INP) adalah jumlah nilai relatif (RD), frekuensi relatif
(RF), dan penutupan relatif (RC) dari mangrove (Bengen, 2000). Berikut indeks nilai
penting (INP) di tiap stasiun pengamatan.
Tabel 2. Hasil Analisis Data Stasiun 1 dan 2 untuk kuadrat 5x5.
Vegetasi Kerapatan KR (%) FrekuensiFR (%)
Dominansi DR(%)
Finlaysonia maritima 0.01333333 1.176471 0.333333333 10 0.00052017 0.905851Ceriops tagal 0.56 49.41176 1 30 0.031433121 54.73926Aegiceras corniculatum 0.01333333 1.176471 0.333333333 10 6.79405E-06 0.011832Rhizophora mucronata 0.33333333 29.41176 0.666666667 20 0.015456476 26.91671Avicennia marina 0.01333333 1.176471 0.333333333 10 6.79405E-06 0.011832Rhizophora apiculata 0.04 3.529412 0.333333333 10 0.001878981 3.272155Bruguiera gymnorrhiza 0.16 14.11765 0.333333333 10 0.008121019 14.14236 1.13333333 3.333333333 0.057423355
Vegetasi KR (%) FrekuensiFR (%)
Dominansi DR(%) NP
Rhizophora apiculata 11.538462 1 20 0.001568 7.617567 39.156029Ceriops decandra 11.538462 0.5 10 0.003656 17.761368 39.29983Ceriops tagal 34.615385 1 20 0.009292 45.141858 99.757242Bruguiera gymnorrhiza 15.384615 1 20 0.000022 0.1068791 35.491495Rhizophora mucronata 3.8461538 0.5 10 0.000006 0.0291489 13.875303Aegiceras corniculatum 19.230769 0.5 10 0.006034 29.31403 29.236803Finlaysonia maritima 3.8461538 0.5 10 0.000006 0.0291489 13.875303 5 0.020584
Tabel 3. Hasil Analis Data Stasiun 1 dan 2 untuk kuadrat 1x1.
24
Vegetasi Kerapatan KR (%) Frekuensi FR (%) NP
Ceriops tagal 1.66666667 33.33333 1 25 58.33333333Rhizophora mucronata 0.66666667 13.33333 0.333333333 8.333333 21.66666667Rhizophora apiculata 0.33333333 6.666667 0.333333333 8.333333 15Ceriops tagal 1 20 1 25 45Nypa fruticans 0.33333333 6.666667 0.333333333 8.333333 15Ceriops tagal 1 20 1 25 45 5 4
Vegetasi Kerapatan KR (%) Frekuensi FR (%) NP
Ceriops tagal 1.66666667 33.33333 1 25 58.33333333Rhizophora mucronata 0.66666667 13.33333 0.333333333 8.333333 21.66666667Rhizophora apiculata 0.33333333 6.666667 0.333333333 8.333333 15Ceriops tagal 1 20 1 25 45Nypa fruticans 0.33333333 6.666667 0.333333333 8.333333 15Ceriops tagal 1 20 1 25 45 5 4
Delapan jenis tumbuhan mangrove (tabel 1) kami temukan di segara anakan
dan masing-masing tumbuhan tersebut diukur keliling dan dihitung densitas atau
kerapatannya, kerapatan relatif, frekuensi, frekuensi relatif dan nilai pentingnya.
Densitas merupakan nilai yang menunjukkan jumlah individu dari spesies-spesies
yang menjadi anggota suatu komunitas tumbuhan dalam luasan tertentu. Sementara,
kerapatan relatif menunjukkan persentase dari jumlah individu spesies tersebut dalam
komunitasnya. Frekuensi adalah besaran yang menyatakan derajat penyebaran spesies
dalam komunitasnya. Frekuensi relatif memperlihatkan persentase dari frekuensi
spesies tersebut dalam komunitasnya. Dominansi adalah besaran yang digunakan
untuk menyatakan derajat penguasaan ruang atau tempat tumbuh, berapa luas areal
yang ditumbuhi oleh spesies tumbuhan. Nilai Penting (NP) adalah parameter
kuantitatif yang dapat dipakai untuk menyatakan tingkat penguasaan spesies tertentu
dalam suatu komunitas.
25
Nilai penting merupakan suatu harga yang didapatkan dari penjumlahan nilai
relatif dari sejumlah variabel yang telah diukur (kerapatan relatif, kerimbunan relatif,
dan frekuensi relatif). Jika disusun dalam bentuk rumus maka akan diperoleh: Nilai
Penting = Kr + Dr + Fr. Harga relatif ini dapat dicari dengan perbandingan antara
harga suatu variabel yang didapat dari suatu jenis terhadap nilai total dari variabel itu
untuk seluruh jenis yang didapat, dikalikan 100% dalam tabel. Jenis-jenis tumbuhan
disusun berdasarkan urutan harga nilai penting, dari yang terbesar sampai yang
terkecil. Dua jenis tumbuhan yang memiliki harga nilai penting terbesar dapat
digunakan untuk menentukan penamaan untuk vegetasi tersebut (Surasana, 1990).
Berdasarkan habitatnya, mangrove dikelompokkan ke dalam mangrove pantai
(Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, dan Avicennia), mangrove estuarine
(Sonneratia, Nypa, Rhizophora, dan Bruguiera), mangrove lagoon (Sonneratia, Nypa,
Rhizophora, dan Bruguiera), dan mangrove pantai pasir (Rhizophora mucronata)
(Directorate Bio Resources Development, 1993 dalam Resosudarmo et al., 2003).
Hasil perhitungan menujukkan bahwa tingkat dominansi relatif tertinggi pada
stasiun 1 dan 2 baik pancang maupun semai adalah Cerips tagal dengan DR pancang
stasiun 1 sebesar 45.14% dan semai FR 20%, sedangkan pada stasiun 2 DR dengan
jenis pancang sebesar 54.73% dan jenis semai FR 58.3%. Menurut Noor et al. (2006)
dalam Supardjo (2008) tingkat dominansi dapat mencapai 99% dari vegetasi yang
tumbuh di suatu lokasi yang sama dalam suatu areal.
Ceriops tagal mempunyai NP tertinggi di kedua tempat yang menunjukkan
peran ekologisnya yang besar, karena kelimpahan yang tinggi dan sebarannya merata
di kedua tempat atau stasiun percobaan. Peran ekologisnya meningkat dengan
bertambahnya kerapatan mangrove.
Nilai penting (NP) digunakan untuk mengetahui keadaaan penguasaaan
spesies dalam komunitas di habitatnya. NP menggambarkan kedudukan ekologis
suatu jenis di dalam komunitas. Semakin tinggi NP suatu spesies maka semakin besr
peranan spesies tersebut di dalam komunitasnya. NP dihitung berdasarkan jumlah
nilai kerapatan relatif dan frekuensi relatif. Penelitian Onrizal (2002) menunjukkan
26
ditemukannya 20 jenis flora mangrove, dengan jenis paling dominan Avicennia
marina. Nursal dan Ismiati (2005) menjelaskan bahwa Rhizopora apiculata, R.
mucronata, Sonneratia alba mendominasi komunitas mangrove Tanjung Sekodi
Riau.
b. Ekosistem Analisis Vegetasi
Analisis pengelompokan (cluster analysis)
Gambar 13. Cluster Stasiun A Plot 5x5
Gambar 14. Cluster Stasiun A Plot 1x1
27
Gambar 15. Cluster Stasiun B Plot 5x5
Gambar 16. Cluster Stasiun B Plot 1x1
Gambar 17. Cluster Stasiun A Dan B Plot 5x5
28
Gambar 18. Cluster Stasiun A Dan B Plot 1x1
Dendrogram diatas menunjukkan similaritas vegetasi mangrove di Sagara
Anakan Cilacap. Keragaman vegetasi mangrove pada stasiun A plot 5x5 diketahui
bahwa yang memiliki kesamaan tertinggi adalah stasiun A2 dan A5 dengan nilai
similaritas 83, 86. Sedangkan yang paling jauh adalah stasiun A4 dengan similaritas
sebesar 59,55. Keragaman vegetasi mangrove pada stasiun A plot 1x1 yang memiliki
kesamaan tertinggi adalah A1 dan A2 dengan indeks similarity 71,92, sedangkan
keragaman yang paling rendah yaitu A1 dengan A5 dengan indeks similarity
52,54.Stasiun B plot 5x5 yang memiliki kesamaan keragaman vegetasi paling tinggi
adalah stasiun B3 dan B5 dengan nilai similaritas 76, 87 sedangkan yang paling jauh
adalah stasiun B1 dengan indeks similaritas 51, 29. Keragaman vegetasi mangrove
pada stasiun B plot 1x1 memiliki keragaman tertinggi yaitu B2 dan B4 dengan indeks
similarity 65,13, sedangkan yang terrendah yaitu B1 dan B5 dengan total 27,31.
Stasiun A dan B plot 5x5 memiliki keragaman vegetasi yang beragam dilihat dari
indeks similaritasnya stasiun A2 dan A5 merupakan yang memiliki kesamaan yang
tertinggi dengan nilai 83, 91 sedangkan stasiun yang paling jauh nilai kesamaannya
adalah stasiun B4 dengan nilai 51, 75. Keragaman mangrove tertinggi pada stasiun A
dan B plot 1x1 yaitu B2 dan B4 dengan total similarity 74,12, sedangkan yang paling
rendah yaitu B1 dan B4 dengan total similarity 36,71.
29
c. Identifikasi Makrobenthos Ekosistem Mangrove
Hutan mangrove Segara Anakan Cilacap merupakan kawasan hutan mangrove
terluas di Pulau Jawa yangmasih tersisa. Ekosistem di lokasi ini mempunyai
produktivitas tinggi yang berperan sebagai tempat pemijahan,pembesaran, dan
mencari makan bagi berbagai jenis hewan seperti ikan, krustasea, dan
moluska.Makrobentos yang ditemukan di stasiun A3 dan B3 yaitu Chicoreus
capucinus, Nerita lineata, Littoraria carinifera, Cerithidea weyersi, Cassidula
nucleus, Littoraria sp., Assiminea brevicula, Uca coarctata, dan Uca forcipata.
Chicoreus capucinus
Klasifikasi menurut Hinton (1972) adalah:
Kingdom : Animalia
Filum : Moluska
Kelas : Gastropoda
Ordo : Muricoidea
Famili : Muricidae
Genus : Chicoreus
Spesies : Chicoreus capucinus.
Cangkang berbentuk fusiformis dengan ujung cangkang meruncing dari arah
putaran cangkangnya dekstral. umumnya berwarna coklat dengan garis-garis spiral
bagian dorsal yang sangat menonjol. Kanal sifon memanjang dan umbilikus terbuka.
Bibir cangkang bagian luar bergelombang kasar dan apertur berwarna abu-abu
kecoklatan dengan panjang rata-rata cangkang C. capucinus sekitar 50 mm. C.
30
Gambar 19. Morfologi Cangkang Chicoreus capucinus
capucinus memiliki operkulum yang bertipe konsentris dan berbentuk korneous.C.
capucinus hidup dihutan mangrove di tepi pantai berlumpur di sekitar muara sungai,
hidup dengan baik di lingkungan pada kisaran salinitas antara 15-45 ppt, pH 9, dan
suhu pada kisaran 27-29 oC. Hewan tersebut juga dapat dijumpai di pantai berpasir
(Oemarjati & Warhana 1990).
Nerita lineata
Klasifikasi menurut Encyclopedia of life (2013):
Kingdom : Animalia
Filum : Moluska
Kelas : Gastropoda
Ordo : Neritoidea
Famili : Neritidae
Genus : Chicoreus
Spesies : Nerita lineata
Gambar 20 . Nerita lineata
N. lineata menyukai hidup divegetasi Rhizophora spp yang tumbuh subur di
Sapuregel.Jenis ini ditemukan merayap pada akar dan batang mangrove dan di atas
substrat pada saat pasangrendah. N.lineata ditemukan pula di atas pohon dari batas
substrat dasar sampai kira-kira 2 m diatasnya dan merupakan jenis paling dominan di
zona Rhizophora (Pribadi et al., 2009).
Littoraria carinifera
Klasifikasi dalam Encyclopedia of life (2013):
Kingdom : Animalia
Filum : Moluska
Kelas : Gastropoda
31
Ordo : Littorinoidea
Famili : Littorinidae
Genus : Littoraria
Spesies : Littoraria carinifera (Menke 1830).
Gambar 21. Littoraria carinifera
L. carinifera mempunyai cangkang tebal berbentuk kerucut lebar dan
runcing. Seluk akhir tampak jelas lebih besar dari semua seluk di atasnya. Cangkang
berwarna hijau kecoklatan dengan garis aksial berwarna merah dengan jarak cukup
rapat pada setiap putaran ulir cangkang dan memiliki perifer angular. Bagian tengah
dari tiap ulir terdapat “keel” atau bagian yang menonjol yang keras. Bentuk seluk
dekstral dan memiliki sembilan seluk. Mempunyai guratan spiral yang tipis dan
berjarak rapat, pada seluk akhir terdapat sembilan guratan spiral. Apertura agak lebar
berbentuk oval. Kolumela berwarna putih kecoklatan. Tepi mulut cangkang tidak
menebal berwarna coklat muda atau coklat kehijauan. Sutura terlihat jelas. Umbilikus
tertutup. Operkulum berbentuk oval, dengan inti konsentrik berbentuk pausispiral
dengan garis pertumbuhan menyebar dari inti kearah tepi. Habitat hewan ini melekat
pada akar pohon bakau yang tidak tergenang air atau di tanah ketika surut (Manuputy
et al., 1984).
Cerithidea weyersi
Klasifikasi dalam Encyclopedia of life (2013):
Kingdom : Animalia
Filum : Moluska
Kelas : Gastropoda
Ordo : Cerithioidea
Famili : Potamididae
32
Genus : Cerithidea
Spesies : Cerithidea weyersi
Gambar 22. Cerithidea weyersi
Cangkang kecil, sempit berbentuk kerucut dengan sudut 30-40o (suboval
sempit berbentuk kerucut). Cangkang dekstral, tipis dan tida transparan. Dasar
cangkang berwarna coklat dan ringan. Ada tiga tulang rusuk spiral hadir pada sudut
cankang,rusuk aksial tidak ada. Apeks tidak tajam dan biasanya terkikis. Ujung
cangkang tinggi dan secara teratur meningkat berdasarkan ukuran. Lingkaran tubuh
diratakan, jahitan dangkal. Aperture segitiga. Peristome lurus, tidak terus-menerus
dan tidak tajam, bibir apertural menyala dan menebal. Collumela agak tebal,
memutar,warna coklat. Operkulum melingkar, corneous, dengan pusatnukleus dan
banyak whorls konsentris. Distribusi C. weyersi tampaknya dibatasi di Tamanjaya
saja, karena kecilnya cangkang, sulit untuk menemukan. Tampaknya hewan ini lebih
suka hidup di substrat berpasir dengan salinitas rendah sekitar mangrove yang rusak
(Mujiono, 2009).
Cassidula nucleus
Klasifikasi dalam Encyclopedia of life (2013):
Kingdom : Animalia
Filum : Moluska
Kelas : Gastropoda
Ordo : Melampoidea
Famili : Melampidae
Genus : Cassidula
Spesies : Cassidula nucleus
33
Gambar 23. Cassidula nucleus
Littoraria sp.
Klasifikasi dalam Encyclopedia of life (2013):
Kingdom : Animalia
Filum : Moluska
Kelas : Gastropoda
Ordo : Littorinoidea
Famili : Littorinidae
Genus : Littoraria
Spesies : Littoraria sp.
Gambar 24. Littoraria sp.
Assiminea brevicula
Klasifikasi dalam Encyclopedia of life (2013):
Kingdom : Animalia
Filum : Moluska
Kelas : Gastropoda
Ordo : Rissooidea
Famili : Assimineidae
Genus : Assiminea
Spesies : Assiminea brevicula
34
Gambar 25. Assiminea brevicula
Assiminea brevicula didistribusikan secara luas di Asia, India, Sri Lanka,
Filipina, China (termasuk Hong Kong), Taiwan, Malaysia, Indonesia, Myanmar,
Singapura, Thailand, Viet Nam, Jepang dan Thailand. Negara-negara ini secara
khusus dikenal dari Bengal Barat, Maharashtra dan Kepulauan Andaman di India,
Manila, Pulau Luzon, Busuanga Island, Pulau Masbate, Negros Island, Samar Island,
Pulau Cebu dan Pulau Mindanao di Filipina, Jawa, Sumatera, Brunei dan Kalimantan
di Indonesia; Sabah dan Sarawak di Malaysia, dan Delta Irrawaddy di Myanmar
(Encyclopedia of life, 2013).
Habitat dan ekologi spesies estuarin ini umumnya di bagian-bagian yang lebih
terlindung dari hutan bakau dan rawa-nipa sawit, dan daerah berlumpur di saluran air
hujan, ditemukan pula di lumpur atau sisanya melekat pada rumput di semua lokasi
berlumpur. Distribusi vertikal dibatasi sampai 10 m ke bawah dari tanda air yang
tinggi. Cangkangnya biasanya merah cerah tapi kadang-kadang hitam (Encyclopedia
of life, 2013).
Uca coarctata
Klasifikasi dalam Encyclopedia of life (2013):
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Famili : Ocypodidae
Genus : Uca
Spesies : Uca coarctata
35
Gambar 26. Uca coarctata
Uca coarctata merupakan jenis yang penyebarannya ditemukan di semua
lokasi penelitian. Kebanyakan kepiting jenis ini memiliki karapas yang berwarna-
warni, mulai dari kemerah-merahan, putih, biru, kuning dan kadang-kadang
kombinasi warna hitam putih. Ukuran dari kepiting Uca jenis ini mula dari 14,20-
25,00 mm panjang karapas dan 17,00-38,00 mm lebar karapas. Warna-warna tersebut
terdapat pada semua jenis baik jantan, betina dan juvenile. Sebaran dari jenis ini
mulai dari Sumatera sampai ke Kepulauan Fiji, Philipina, Australia dan New Guinea
(Pratiwi, 2007).
Uca forcipata
Klasifikasi dalam Encyclopedia of life (2013):
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Famili : Ocypodidae
Genus : Uca
Spesies : Uca forcipata
Gambar 27. Uca forcipata
U. forcipata yang ditemukan menunjukkan adanya variasi warna maupun
bentuk capit. Secara umum warna pada U. focipata didominasi oleh warna medium
36
purple dan red orange. Warna tersebut terlihat jelas pada bagian karapas dan manus
pada bagian capit U. forcipata jantan. Kepiting biola yang warnanya sangat mencolok
akan kontras dengan lumpur yang biasanya berwarna gelap. Variasi warna yang
terlihat pada U. forcipatatidak menunjukkan hubungan dengan karakteristik
habitatnya. Variasi warna yang ditemukan pada U. forcipatatidak hanya pada
perbedaan warna dasar secara keseluruhan. Pada karapas U. forcipatayang berwarna
medium purple juga terlihat beberapa macam motif dan corak warna yang berwarna
lebih cerah. Bentuk karapas pada masing-masing jenis kepiting biola tidak
menunjukkan adanya variasi.Perbedaan antara karapas kepiting biola jantandan
kepiting biola betina dalam satu jenis jugatidak dapat terlihat jelas. Perbedaan
bentukkarapas hanya dapat terlihat antara jenis satudengan jenis lainnya. Pada U.
forcipata terlihatjelas adanya lateral margin pada karapassehingga terlihat seperti dua
bagian. Bagiansamping karapas melengkung ke dalam, namuntidak setajam
lengkungan lateral margin, dankeluar lagi membentuk sudut kecil (Wulandari et al.,
2013).
37
DAFTAR REFERENSI
Backer, C.A. and Bakhuizen van den Brink. Jr, R.C. 1968. Flora of Java. Vol. I, II & III. N.V.P. Noordhoff-Groningen-The Netherlands.
Bengen, D.G. 2001. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan–Institut Pertanian Bogor. Bogor, Indonesia.
Budiman, A. 1985.The Molluscan Fauna in Reef Associated Mangrove Forests in Elpaputih and Wallale, Ceram, Indonesia. Austr. Nat. Univ., Mangrove Monograph No. 1, Darwin. Hal.251-258.
Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut: Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Encyclopedia of Life. 2013. Macrobenthos. http://eol.org/. Diakses pada 23
November 2013.
Manuputy, AEW, SAP Dwiono, DL Rahayu. 1984. Studi Pendahuluan Komposisi
Biota di Sekitar Daerah Mangrove Telaga Teluk Piru. Oseanologi di Indonesia
1(18): 63-77.
Murdiyanto, B. 2004. Mengenal memelihara dan melestarikan, Ekosistem Bakau, Proyek Pembangunan Masyarakat Pantai dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Nontji A. 1993. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta
Noor, Y.R., Khazali, M. dan Suryadiputra, I.N.N. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PHKA/WI-IP, Bogor.
Nova Mujiono. 2009. Mudwhelks (Gastropoda: Potamididae) From Mangroves OfUjung Kulon National Park, Banten. Division of Zoology, Research Center for Biology-LIPI 8 (2) : 51 – 56.
Nugroho, S. G., Setiawan, A., dan Harianto S. P. 1991. Coupled Ekosystem Silvo Fishery: Bentuk Pengelolaan Hutan Mangrove-Tambak yang Saling Mendukung dan Melindungi. Prosiding Seminar IV Ekosistem Mangrove. Panitia Nasional Program MAB Indonesia-LIPI Jakarta.
Nursal, F. dan Ismiati, 2005. Struktur dan Komposisi Vegetasi Mangrove Tanjung Sekodi Kabupaten Bengkalis Riau, Jurnal Biogenesis (2) 1 p1-7.
38
Nursal, Yuslim Fauziah dan Ismiati. 2005. Struktur dan Komposisi Vegetasi Mangrove Tanjung Sekodi Kabupaten Bengkalis Riau. Jurnal Biogenesis, 2(1): 1-7.
Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis.Alih bahasa oleh M. Eidman., Koesoebiono., D.G. Bengen., M. Hutomo., S. Sukardjo. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, Indonesia.
Oemarjati, B. S. dan W. Wardhana. 1990. Taksonomi Avertebrata (Pengantar Praktikum Laboratorium). Jakarta: UI Press.
Pratiwi, Rianta. 2007. Jenis dan Sebaran Uca spp. (Crustacea: Decapoda: Ocypodidae) di Daerah Mangrove Delta Mahakam, Kalimantan Timur. Jurnal Perikanan 4 (2): 322-328.
Pribadi, Rudhi, Retno Hartati, Chrisna. A. Suryono. 2009. Komposisi Jenis dan Distribusi Gastropoda di Kawasan Hutan Mangrove Segara Anakan Cilacap. Jurusan Ilmu Kelautan, FPIK-UNDIP, Kampus Tembalang Semarang 14 (2) : 102-111.
Resosudarmo et al. 2003. Marine Resources: an Overview of their Problems and Challenges. Unpublished draft manuscript. Used with permission.
Setyabudi, A. 2010. Acanthus ilicifolius.http://tnalaspurwo.org/media/pdf/kea_acanthus_ilicifolius.pdf diakses pada tanggal 25 Nopember 2013.
Sudarmaji. 2004. Deskripsi Jenis-jenis Anggota Suku Rhizophoraceae di Hutan Mangrove Taman Nasional Baluran Jawa Timur. Biodiversitas 5(2) : 66-70.
Supardjo, M. N. 2008. Identifikasi Vegetasi Mangrove di Segoro Anak Selatan, Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi, Jawa Timur. Jurnal Saintek Perikanan, 3(2): 9-15.
Wulandari, Tia, Afreni Hamidah, dan Jodion Siburian. 2013. Morfologi Kepiting Biola (Uca spp.) di Desa Tungkal I Tanjung Jabung Barat Jambi. Alumni Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Jambi, Kampus Pinang Masak6 (1): 6-14.
39