laporan pendahulua ckd danis
TRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DENGAN OVERLOAD
I. Pengertian Gagal Ginjal Kronik
Gagal ginjal kronik merupakan penurunan faal
ginjal yang menahun yang umumnya tidak riversibel
dan cukup lanjut. (Suparman, 1990: 349).
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan
gagal ginjal yang progresif dan lambat, biasanya
berlangsung dalam beberapa tahun (Lorraine M
Wilson, 1995: 812).
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah salah
satu penyakit renal tahap akhir. CKD merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversible. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
elektrolit yang menyebabkan uremia atau retensi
urea dan sampah nitrogenlain dalam darah (Smeltzer
dan Bare, 2001).
II. Etiologi
Berdasarkan penelitian sekitar 70% penyebab
kematian penderita gagal ginjal yakni akibat
penyakit jantung. Gagal ginjal akan menyebabkan
terjadinya penyempitan dini pembuluh koroner, otot
jantung akan mengalami gangguan akibat volume
cairan tubuh yang meningkat (volume overload),
tekanan darah yang meningkat (pressure overload).
III. PATHOFISIOLOGI
Menurut Smeltzer, dan Bare (2001) proses
terjadinya CKD adalah akibat dari penurunan fungsi
renal, produk akhir metabolisme protein yang
normalnya diekresikan kedalam urin tertimbun dalam
darah sehingga terjadi uremia yang mempengarui
sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk
sampah, maka setiap gejala semakin meningkat.
Sehingga menyebabkan gangguan kliren renal. Banyak
masalah pada ginjal sebagai akibat dari penurunan
jumlah glomerulus yang berfungsi, sehingga
menyebabkan penurunan klirens subtsansi darah yang
seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Penurunan laju
filtrasi glomerulus (LFG), dapat dideteksi dengan
mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaaan kliren
kreatinin. Menurunya filtrasi glomelurus atau
akibat tidak berfungsinya glomeluri klirens
kreatinin. Sehingga kadar kreatinin serum akan
meningkat selain itu, kadar nitrogen urea darah
(NUD) biasanya meningkat. Kreatinin serum
merupakan indicator paling sensitif dari fungsi
renal karena substansi ini diproduksi secara
konstan oleh tubuh. NUD tidak hanya dipengarui
oleh penyakit renal tahap akhir, tetapi juga oleh
masukan protein dalam diet, katabolisme dan
medikasi
Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) juga
berpengaruh pada retensi cairan dan natrium.
Retensi cairan dan natrium tidak terkontol
dikarenakan ginjal tidak mampu untuk
mengonsentrasikan atau mengencerkan urin secara
normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon
ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan
cairan dan elektrolit seharihari tidak terjadi.
Natrium dan cairan sering tertahan dalam tubuh
yang meningkatkan resiko terjadinya oedema, gagal
jantung kongesti, dan hipertensi. Hipertensi juga
dapat terjadi akibat aktivasi aksis rennin
angiotensin dan kerjasama keduanya meningkatkan
sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai
kecenderungan untuk kehilangan garam, mencetuskan
resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah
dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium,
yang semakin memperburuk status uremik. Asidosis
metabolik terjadi akibat ketidakmampuan ginjal
mensekresikan muatan asam (H+) yang berlebihan.
Sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan
tubulus ginjal untuk mensekresi amonia (NH3) dan
mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan
sekresi fosfat dan asam organik lain juga terjadi.
Kerusakan ginjal pada CKD juga menyebabkan
produksi eritropoetin menurun dan anemia terjadi
disertai sesak napas, angina dan keletian.
Eritropoetin yang tidak adekuat dapat memendekkan
usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan
kecenderungan untuk mengalami perdarahan karena
setatus pasien, terutama dari saluran
gastrointestinal sehingga terjadi anemia berat
atau sedang. Eritropoitin sendiri adalah subtansi
normal yang diproduksi oleh ginjal untuk
menstimulasi sum-sum tulang untuk menghasilkan sel
darah merah.
Abnormalitas utama yang lain pada CKD
menurut Smeltzer, dan Bare (2001) adalah gangguan
metabolisme kalsium dan fosfat tubuh yang memiliki
hubungan saling timbal balik, jika salah satunya
meningkat yang lain menurun. Penurunan LFG
menyebabkan peningkatan kadar fosfat serum dan
sebaliknya penurunan kadar serum menyebabkan
penurunan sekresi parathormon dari kelenjar
paratiroid. Namun pada CKD, tubuh tidak berespon
secara normal terhadap peningkatan sekresi
parathormon, dan akibatnya kalsium di tulang
menurun, menyebabkan perubahan pada tulang dan
menyebabkan penyakit tulang, selain itu metabolik
aktif vitamin D (1,25 dihidrokolekalsiferol) yang
secara normal dibuat didalam ginjal menurun,
seiring dengan berkembangnya CKD terjadi penyakit
tulang uremik dan sering disebut
Osteodistrofienal. Osteodistrofienal terjadi dari
perubahan komplek kalsium, fosfat dan keseimbangan
parathormon. Laju penurunan fungsi ginjal juga
berkaitan dengan gangguan yang mendasari ekresi
protein dan urin, dan adanya hipertensi. Pasien
yang mengekresikan secara signifikan sejumlah
protein atau mengalami peningkatan tekanan darah
cenderung akan cepat memburuk dari pada mereka
yang tidak mengalimi kondisi ini.
IV. Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
Klasifikasi CKD berdasarkan tingkat LFG, yaitu :
a. Stadium I
Kelainan ginjal yang ditandai dengan
albuminuria persisten dan LFG nya yang masih
normal yaitu > 90 ml/menit/1,72 m3
b. Stadium II
Kelainan ginjal dengan albuminuria persisten
dan LFG antara 60-89 ml/menit/1,73 m3
c. Stadium III
Kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59
ml/menit/1,73 m3
d. Stadium IV
Kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29
ml/menit/1,73 m3
e. Stadium V
Kelainan ginjal dengan LFG < 15 ml/menit/1,73
m3
V. Gejala dan Tanda
1.Hematologik
Anemia normokrom, gangguan fungsi trombosit,
trombositopenia, gangguan lekosit.
2.Gastrointestinal
Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum,
hiccup, gastritis erosiva.
3.Syaraf dan otot
Miopati, ensefalopati metabolik, burning feet
syndrome, restless leg syndrome.
4.Kulit
Berwarna pucat, gatal-gatal dengan eksoriasi,
echymosis, urea frost, bekas garukan karena
gatal.
5.Kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada dan sesak nafas, gangguan
irama jantung, edema.
6.Endokrin
Gangguan toleransi glukosa, gangguan metabolisme
lemak, gangguan seksual, libido, fertilitas dan
ereksi menurun pada laki-laki, gangguan
metabolisme vitamin D.
Pemenuhan perhitungan LFG/GFR
LFG dapat dihitung dengan formula cockroft-
Gault yaitu :
Untuk laki-laki :
LFG : (140-umur)X (BB/KG)
72 x Kreatinin serum (Mg/dl)
Untuk wanita :
LFG ; Nilai pada laki-laki X 0,85
Perhitungan yang terbaik untuk LFG adalah
dengan menetukan bersihan kreatinin yaitu :
Kreatinin urin (mg/dl)X
Bersihan kreatinin : Vol urine (ml/24 jam)
Kreatininserum (mg/dl)x
1440 menit
Nilai normal untuk bersihan kreatinin :
Pada laki-laki : 97-137 ml/m2/1,73m2 atau
0,93-1,32 ml/detik/m2
Pada wanita : 88-128ml/menit/1,73m2 atau
0,85-1,23 ml/detik/m2
VI. Pemeriksaan Penunjang
1.Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan
menilai derajat dari komplikasi yang terjadi.
2.Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar
ginjal (batu a/ obstruksi)
Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal oleh
sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.
3.IVP (Intra Vena Pielografi) untuk menilai sistem
pelviokalises dan ureter
Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal
ginjal pada keadaan tertentu, misalnya : usia
lanjut, DM, dan Nefropati Asam Urat.
4.USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal
parenkim ginjal, kepadatan parenkim ginjal,
antomi sistem pelviokalises, ureter proksimal,
kandung kemih serta prostat.
5.Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan
kiri, lokasi dari gangguan (vaskuler, parenkim,
ekskresi ), serta sisa fungsi ginjal.
6.Pemeriksaan radiologi jantung untuk mencari
kardiomegali, efusi perikardial.
7.Pemeriksaan Radiologi tulang untuk mencari
osteodistrofi (terutama untuk falanks jari),
kalsifikasi metastasik.
8.Pemeriksaan radilogi paru untuk mencari uremik
lung; yang terkhir ini dianggap sebagai
bendungan.
9.Pemeriksaan Pielografi Retrograd bila dicurigai
obstruksi yang reversibel.
10. EKG untuk melihat kemungkinan :hipertropi
ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).
11. Biopsi ginjal :
12. Pemeriksaan Laboratorium yang umumnya dianggap
menunjang, kemungkinan adanya suatu Gagal Ginjal
Kronik :
- Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat
oleh adanya anemia, dan hipoalbuminemia.
- Anemia normositer normokrom, dan jumlah
retikulosit yang rendah.
- Ureum dan kreatinin : Meninggi, biasanya
perbandingan antara ureum dan kreatinin lebih
kurang 20 : 1. Ingat perbandingan bisa meninggi
oleh karena perdarahan saluran cerna, demam,
luka bakar luas, pengobatan steroid, dan
obstruksi saluran kemih.
Perbandingan ini berkurang : Ureum lebih kecil
dari Kreatinin, pada diet rendah protein, dan
Tes Klirens Kreatinin yang menurun.
- Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan.
- Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal
ginjal lanjut bersama dengan menurunnya
diuresis.
- Hipokalsemia dan Hiperfosfatemia : terjadi
karena berkurangnya sintesis 1,24 (OH)2 vit D3
pada GGK.
- Fosfatase lindi meninggi akibat gangguan
metabolisme tulang, terutama Isoenzim fosfatase
lindi tulang.
- Hipoalbuminemis dan Hipokolesterolemia; umumnya
disebabkan gangguan metabolisme dan diet rendah
protein.
- Peninggian Gula Darah , akibat gangguan
metabolisme karbohidrat pada gagal ginjal,
(resistensi terhadap pengaruh insulin pada
jaringan ferifer)
- Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme
lemak, disebabkan, peninggian hiormon inslin,
hormon somatotropik dan menurunnya lipoprotein
lipase.
- Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi
menunjukan pH yang menurun, BE yang menurun,
HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun, semuanya
disebabkan retensi asam-asam organik pada gagal
ginjal.
VII. Penatalaksanaan
1. Tentukan dan tatalaksana terhadap penyebab.
2. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan
dan garam.
3. Diet tinggi kalori rendah protein.
4. Kendalikan hipertensi.
5. Jaga keseimbangan eletrolit.
6. Mencegah dan tatalaksana penyakit tulang akibat
GGK.
7. Modifikasi terapi obat sesuai dengan keadaan
ginjal.
8. Deteksi dini terhadap komplikasi dan berikan
terapi.
9. Persiapkan program hemodialisis.
10.Transplantasi ginjal.
A. PENGERTIAN
Menurut Price dan Wilson (1995) dialisa adalah
suatu proses dimana solute dan air mengalami difusi
secara pasif melalui suatu membran berpori dari
kompartemen cair menuju kompartemen lainnya.
Hemodialisa adalah cara pengobatan atau
prosedur tindakan untuk memisahkan dari zat-zat
sisa/racun yang dilaksanakan dengan mengalirkan
darah melalui membrane semipermeabel dimana zat sisa
atau racun dialihkan dari darah ke cairan dialisat
yang kemudian dibuang, sedangkan darah kembali ke
dalam tubuh sesuai arti dari hemo yang berarti darah
dan dialysis yang berarti memindahkan.
Hemodialisa dan dialisa peritoneal merupakan
dua tehnik utama yang digunakan dalam dialisa.
Prinsip dasar kedua teknik tersebut sama yaitu
difusi solute dan air dari plasma ke larutan dialisa
sebagai respon terhadap perbedaan konsentrasi atau
tekanan tertentu. Sedangkan menurut Tisher dan
Wilcox (1997) hemodialisa didefinisikan sebagai
pergerakan larutan dan air dari darah pasien
melewati membran semipermeabel (dializer) ke dalam
dialisat. Dializer juga dapat dipergunakan untuk
memindahkan sebagian besar volume cairan. Pemindahan
ini dilakukan melalui ultrafiltrasi dimana tekanan
hidrostatik menyebabkan aliran yang besar dari air
plasma (dengan perbandingan sedikit larutan) melalui
membran. Dengan memperbesar jalan masuk pada
vaskuler, antikoagulansi dan produksi dializer yang
dapat dipercaya dan efisien, hemodialisa telah
menjadi metode yang dominan dalam pengobatan gagal
ginjal akut dan kronik di Amerika Serikat (Tisher &
Wilcox, 1997). Hemodialisa memerlukan sebuah mesin
dialisa dan sebuah filter khusus yang dinamakan
dializer (suatu membran semipermeabel) yang
digunakan untuk membersihkan darah, darah
dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam
sebuah mesin diluar tubuh. Hemodialisa memerlukan
jalan masuk ke aliran darah, maka dibuat suatu
hubungan buatan antara arteri dan vena (fistula
arteriovenosa) melalui pembedahan (NKF, 2006).
B. INDIKASI
Price dan Wilson (1995) menerangkan bahwa tidak ada
petunjuk yang jelas berdasarkan kadar kreatinin
darah untuk menentukan kapan pengobatan harus
dimulai. Kebanyakan ahli ginjal mengambil keputusan
berdasarkan kesehatan penderita yang terus diikuti
dengan cermat sebagai penderita rawat jalan.
Pengobatan biasanya dimulai apabila penderita sudah
tidak sanggup lagi bekerja purna waktu, menderita
neuropati perifer atau memperlihatkan gejala klinis
lainnya. Pengobatan biasanya juga dapat dimulai jika
kadar kreatinin serum diatas 6 mg/100 ml pada pria ,
4 mg/100 ml pada wanita dan glomeluro filtration
rate (GFR) kurang dari 4 ml/menit. Penderita tidak
boleh dibiarkan terus menerus berbaring ditempat
tidur atau sakit berat sampai kegiatan sehari-hari
tidak dilakukan lagi. Menurut konsensus Perhimpunan
Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) (2003) secara ideal
semua pasien dengan Laju Filtrasi Goal (LFG) kurang
dari 15 mL/menit, LFG kurang dari 10 mL/menit dengan
gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5
mL/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani
dialisis. Selain indikasi tersebut juga disebutkan
adanya indikasi khusus yaitu apabila terdapat
komplikasi akut seperti oedem paru, hiperkalemia,
asidosis metabolik berulang, dan nefropatik
diabetik.
Kemudian Thiser dan Wilcox (1997) menyebutkan bahwa
hemodialisa biasanya dimulai ketika bersihan
kreatinin menurun dibawah 10 mL/menit, ini sebanding
dengan kadar kreatinin serum 8–10 mg/dL. Pasien yang
terdapat gejala-gejala uremia dan secara mental
dapat membahayakan dirinya juga dianjurkan dilakukan
hemodialisa. Selanjutnya Thiser dan Wilcox (1997)
juga menyebutkan bahwa indikasi relatif dari
hemodialisa adalah azotemia simtomatis berupa
ensefalopati, dan toksin yang dapat didialisis.
Sedangkan indikasi khusus adalah perikarditis
uremia, hiperkalemia, kelebihan cairan yang tidak
responsif dengan diuretik (oedem pulmonum), dan
asidosis yang tidak dapat diatasi.
C. KONTRA INDIKASI
Menurut Thiser dan Wilcox (1997) kontra
indikasi dari hemodialisa adalah hipotensi yang
tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium
terminal, dan sindrom otak organik. Sedangkan
menurut PERNEFRI (2003) kontra indikasi dari
hemodialisa adalah tidak mungkin didapatkan akses
vaskuler pada hemodialisa, akses vaskuler sulit,
instabilitas hemodinamik dan koagulasi. Kontra
indikasi hemodialisa yang lain diantaranya adalah
penyakit alzheimer, demensia multi infark, sindrom
hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan ensefalopati
dan keganasan lanjut (PERNEFRI, 2003).
D. PROSES HEMODIALISA
Ada tiga prinsip yang mendasari kinerja dari
hemodialisa yaitu difusi, osmosis, dan
ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah di dalam darah
dikeluarkan melalui proses difusi dengan cara
bergerak dari darah, yang memiliki konsentrasi
tinggi, kecairan dialisisi yang memiliki konsentrasi
rendah.
Air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam
tubuh melalui proses osmosis. Pengeluaran air dapat
dikendalikan dengan menciptakan gradient tekanan,
gradient ini dapat ditingkatkan melalui penambahan
tekanan negative yang dikenal sebagai ultrafiltrasi
pada mesin dialisis. Karena pasien tidak dapat
mengekskresikan air, kekuatan ini diperlukan untuk
mengeluarkan cairan hingga tercapai isovelemia
(keseimbangan cairan).
Sistem tubuh dipertahankan dengan penambahan
asetat yang akan baerdifusi dari cairan dialisis ke
dalam darah pasien danmengalami metabolisme untuk
membentuk bikarbinat. Darah yang sudah dibersihkan
kemudian dikembalikan ke dalam tubuh melalui
pembuluh darah vena.
Dalam proses hemodialisa diperlukan suatu mesin
hemodialisa dan suatu saringan sebagai ginjal tiruan
yang disebut dializer, yang digunakan untuk
menyaring dan membersihkan darah dari ureum,
kreatinin dan zat-zat sisa metabolisme yang tidak
diperlukan oleh tubuh. Untuk melaksanakan
hemodialisa diperlukan akses vaskuler sebagai tempat
suplai dari darah yang akan masuk ke mesin
hemodialisa. Hemodialisa dilakukan pada penyakit
gagal ginjal terminal yaitu dengan mengalirkan darah
ke dalam suatu tabung ginjal buatan (dializer) yang
terdiri dari dua kompartemen yang terpisah. Darah
pasien dialirkan dan dipompa ke kompartemen darah
yang dibatasi oleh selaput permiabel buatan
(artificial) dengan kompartemen dialisat.
Kompartemen dialisat dialiri cairan dialisis yang
bebas pirogen, berisi larutan dengan komposisi
elektrolit yang sama dengan serum normal dan tidak
mengandung sisa metabolisme nitrogen. Cairan
dialisis dan darah yang terpisah akan mengalami
perubahan konsentrasi karena zat terlarut berpindah
dari konsentrasi yang tinggi kearah konsentrasi yang
rendah sampai konsentrasi terlarut sama di kedua
kompartemen (difusi). Pada proses dialisis, air juga
berpindah dari kompartemen darah ke kompartemen
cairan dialisat dengan cara menaikkan tekanan
hidrostatik negative pada kompartemen cairan
dialisat. Perpindahan air disebut dengan
ultrafiltrasi.
Cairan dialisis adalah cairan yang digunakan
pada proses hemodialisa, terdiri dari campuran air,
dan elektrolit yang mempunyai konsentrasi hampir
sama dengan serum normal dan mempunyai tekanan
osmotic yang sama dengan darah. Fungsi cairan
dialisi adalah mengeluarkan dan menampung cairan
serta sisa-sisa metabolime dari tubuh selama
dialisa. Cairan dialisis mengandung macam-macam
garam, elektrolit dan atau zat antara lain: sodium
clorida (NaCl), calium clorida (CaCl2), magnesium
clorida (Mgcl2), acetat (NaC2H3O23H2O) atau bikarbonat
(NaHCO3), potassium clorida (KCL)(tidak selalu
terdapat pada dialisat), dextrose.
Suatu mesin hemodialisa yang digunakan untuk
tindakan hemodialisa berfungsi berfungsi
mempersiapkan cairan dialisa (dialisat) mengalirkan
dialisat dan aliran darah melewati suatu membrane
semipermeabel, dan memantau fungsinya termasuk
dialisat dan sirkuit darah corporeal. Pemberian
heparin melengkapi antikoagulasi sistemik. Darah dan
dialisat karakteristik dan ukuran membaran dalam
alat dialisa, dan kecepatan aliran darah dan larutan
mempengaruhi pemindahan larutan.
Suatu mesin ginjal buatan atau hemodializer
terdiri dari membrane semipermeabel yang terdiri
dari dua bagian, bagian untuk darah dan bagian lain
untuk dialisat. Darah mengalir dari darah yang
berlawanan dengan arah dialisat ataupun dalam arah
yang sama dengan arah aliran darah. Dializer
merupakan sebuah hollow fiber atau capillary
dializer yang terdiri dari ribuan serabut kapiler
halus yang tersusun parallel. Darah mengalir melalui
bagian tengah tabung kecil-kecil ini, dan dialisat
membasahi lubang luarnya. Dializer ini sangat kecil
dan kompak karena memiliki permukaan yang luas
akibat adanya banyak tabung kapiler.
Selama hemodialisa darah dikeluarkan dari tubuh
melalui sebuah keteter masuk ke dalam sebuah mesin
yang dihubungkan dengan sebuah membrane
semipermeabel (dializer) yang terdiri dari dua
ruangan. Satu ruangan dialirkan darah dan ruangan
yang lain dialirkan dialisat, sehingga terjadinya
difusi. Setelah darah selesai dilakukan pembersihan
oleh dializer darah dikembalikan ke dalam tubuh
melalui arterio venosa shunt (AV-shunt).
Suatu sistem dialisa terdiri dari dua sirkuit,
satu untuk darah dan satu lagi untuk dialisat.
Darahmengalir dari pasien melalui tabung plastic
(jalur arteri/blood line), melalui dializer hollow
fiber dan kembali ke pasien melalui jalur vena.
Dialisat membentuk saluran kedua. Air kran
difiltrasi dan dihangatkan sampai sesuai dengan suhu
tubuh, kemudian dicampur dengan konsentrat dengan
perantaraan pompa pengatur, sehingga terbentuk
dilaisat atau bak cairan dialisa. Dialisat kemudian
dimasukkan ke dalam dializer, dimana cairan akan
mengalir diluar serabut berongga sebelum keluar
melalui drainase. Keseimbangan antara darah dan
dialisat terjadi sepanjang membrane semipermeabel
dari hemodializer melalui proses difusi, osmosis,
dan ultrafiltrasi.
Komposisi dialisat diatur dengan sedemikian
rupa sehingga mendekatu komposisi ion darah normal,
dan sedikit dimodifikasi yang sering menyertai gagal
ginjal. Unsure-unsur umum yang umum terdiri dari Na+,
K+, Ca++, Mg++, Cl-, asetat dan glukosa. Urea,
kreatinin, asam urat dan fosfat dapat berdifusi
dengan mudah dari darah ke dalam dialisat karena
unsur-unsur ini tidak terdapat dalam dialisat.
Natrium asetat yang lebih tinggi konsntrasinya dalam
dialisat, akan berdifusi ke dalam darah. Tujuan
menambah asetat adalah untuk mengoreksi asidosis
penderita uremia. Asetat dimetabolisme oleh tubuh
pasien menjadi bikarbonat. Glukosa dalam konsentrasi
yang rendah ditambahkan ke dalam dialisat untuk
mencegah difusi glukosa ke dalam dialisat yang
menyebabkan kehilangan kalori dan hipoglikemia. Pada
hemodialisa tidak dibutuhkan glokosa dalam
konsentrasi yang tinggi, karena pembuangan cairan
dapat dicapai dengan membuat perbedaan tekanan
hidrostatik antara darah dan dialisat.
Ultrafiltasi terutama dicapai dengan membuat
perbedaan tekanan hidrostatik antara darah dengan
dialisat. Perbedaan tekanan hidrostatik dapat
dicapai dengan meningkatkan positif di dalam
kompartemen darah dializer yaitu dengan meningkatkan
resistensi terhadap aliran vena, atau dengan
menimbulkan efek vakum dalam ruang dialisat dengan
memainkan pengatur tekanan negative. Perbedaan
tekanan hidrostatik diantara membrane dialisa juga
meningkatkan kecepatan difusi solute. Sirkuit darah
pada sistem dialisa dilengkapi dengan larutan garam
atau NaCl 0,9% sebelum dihubungkan dengan sirkulasi
penderita. Tekanan darah pasien mungkin cukup untuk
mengalirkan darah melalui sirkuit ekstrakorporeal
(diluar tubuh), atau mungkin juga memerlukan pompa
darah untuk membantu aliran dengan quick blood (QB)
(sekitar 200 sampai 400 ml/menit) merupakan aliran
kecepatan yang baik. Heparin secara terus-menerus
dimasukkan pada jalur arteri melalui infus lambat
untuk mencegah pembekuan darah. Perangkap pembekuan
darah atau gelembung udara dalam jalur vena akan
menghalangi udara atau bekuan darah kembali ke dalam
aliran darah pasien. Untuk menjamin keamanan pasien,
maka hemodializer modern dilengkapi dengan monitor-
monitor yang memiliki alarm untuk berbagai
parameter.
Menurut PERNEFRI waktu atau lamanya hemodialisa
disesuaikan dengan kebutuhan individu. Tiap
hemodialisa dilakukan 4-5 jam dengan frekuensi 2
kali seminggu. Hemodialisa idealnya dilakukan 10-15
jam/minggu dengan QB 200-300 mL/menit. Pada akhir
interval 2-3 hari diantara hemodialisa, keseimbangan
air, garam, dan pH sudah tidak normal lagi.
Hemodialisa ikut berperan menyebabkan anemia karena
sebagian sel darah merah rusak dalam proses
hemodialisa.
Prince dan Wilson menjelaskan bahwa dialisat
pada suhu tubuh akan meningkatkan kecepatan difusi,
tetapi suhuyang terlalu tinggi akan menyebabkan
hemolisis sel-sel darah merah sehingga dapat
menyebabkan pasien meninggal. Robekan pada membrane
dializer yang mengakibatkan kebocoran kecil atau
massif dapat dideteksi oleh fotosel pada aliran
keluar dialisat. Hemodialisa rumatan biasanya
dilakukan tiga kali seminggu, dan lama pengobatan
berkisar dari 4-6 jam, tergantung dari jenis sistem
dialisa yang digunakan dalam keadaan pasien.
E. PENATALAKSANAAN HEMODIALISA
Jika kondisi ginjal sudah tidak berfungsi
diatas 75% (gagal ginjal terminal atau tahap akhir),
proses cuci darah atau hemodialisa merupakan hal
yang sangat membantu penderita. Proses tersebut
merupakan tindakan yang dapat dilakukan sebagai
upaya memperpanjang usia penderita. Hemodialisa
tidak dapat menyembuhkan penyakit gagal ginnjal yang
diderita pasien tetapi hemodialisa dapat
meningkatkan kesehteraan kehidupan pasien yang
mengalami gagal ginjal.
Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang
menjalani hemodialisa mengingat adanya efek uremia.
Apabila ginjal yang rusak tidak mampu
mengekskresikan produk akhir metabolisme, substansi
yang bersifat asam ini akan menumpuk dalam serum
pasien dan bekerja sebagai racun atau toksin. Gejala
yang terjadi akibat penumpukan tersebut secara
kolektif dikenal sebagai gejala uremia dan akan
memperngaruhi setiap sistem tubuh. Diet rendah
protein akan mengurangi limbah penumpukan nitrogen
dan dengan dmeikian meminimalkan gejala.
Penumpukan cairan juga dapat terjadi dan dapat
mengakibatkan gagal jantung kongestif serta edema
paru. Dengan demikian pembatasan cairan juga
merupakan bagian dari resep diet untuk pasien.
Dengan penggunaan hemodialisis yang efektif, asupan
makanan pasien dapat diperbaiki meskipun biasanya
memerlukan beberapa penyusaian dan pembatasan pada
asupan protein, natrium, kalium dan cairan.
F. KOMPLIKASI
1. Kram otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu
berjalannya hemodialisa sampai mendekati waktu
berakhirnya hemodialisa. Kram otot sering kali
trjadi pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang
cepat dengan volume tinggi.
2. Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian
dialisat asetat, rendahnya dialisat natrium,
penyakit jantung aterosklerotik, neuropati
otonomik, dan kelebihan tambahan berat cairan.
3. Aritmia
Hipoksi, hipotensi, penghentian obat aritmia
selama dialisa, penurunan kalsium, magnesium,
kalium dan bikarbonat, serum yang cepat
berpengaruh terhadap aritmia pada pasien
hemodialisa.
4. Sindrom ketidakseimbangan dialisa
Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara
primer dapat diakibatkan dari osmol-osmol lain
dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat
dibandingkan dar darah, yang mengakibatkan suatu
gradient osmotic diantara kompartemen-kompartemen
ini. Gradient osmotic ini menyebabkan perpindahan
air ke dalam otak yang menyebabkan oedem serebri.
Sindrom ini tidak lazim dan biasanya terjadi
pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama
dengan azotemia berat.
5. Hiposemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal
penting yang perlu dimonitor pada pasien yang
mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.
6. Nyeri dada
Dapat terjadi karena PCO2 menurun bersamaan dengan
terjadinya sirkulasi darah diluar tubuh.
11.
VIII. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
1. Biodata
Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada
usia lanjut (50-70 th), usia muda, dapat
terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70 %
pada pria.
2. Keluhan Utama
Kencing sedikit, tidak dapat kencing,
gelisah, tidak selera makan (anoreksi), mual,
muntah, mulut terasa kering, rasa lelah,
nafas berbau (ureum), gatal pada kulit.
3. Riwayat Penyakit
a.Sekarang :Diare, muntah, perdarahan, luka
bakar, rekasi anafilaksis, renjatan
kardiogenik.
b.Dahulu : Riwayat penyakit gagal ginjal akut,
infeksi saluran kemih, payah
jantung, hipertensi, penggunaan
obat-obat nefrotoksik, Benign
Prostatic Hyperplasia,
prostatektomi.
c.Keluarga :Adanya penyakit keturunan Diabetes
Mellitus (DM).
4. Tanda Vital :Peningkatan suhu tubuh, nadi
cepat dan lemah, hipertensi, nafas cepat dan
dalam (Kussmaul), dyspnea.
5.Body Systems :
a.Pernafasan (B 1 : Breathing)
Gejala :Nafas pendek, dispnoe nokturnal,
paroksismal, batuk dengan/tanpa
sputum, kental dan banyak,
Tanda :Takhipnoe, dispnoe, peningkatan
frekuensi, Batuk produktif dengan /
tanpa sputum.
b.Cardiovascular (B 2 : Bleeding)
Gejala :Riwayat hipertensi lama atau berat.
Palpitasi nyeri dada atau angina
dan sesak nafas, gangguan irama
jantung, edema.
Tanda :Hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan
umum, piting pada kaki, telapak
tangan, Disritmia jantung, nadi lemah
halus, hipotensi ortostatik, friction
rub perikardial, pucat, kulit coklat
kehijauan, kuning.kecendrungan
perdarahan.
c.Persyarafan (B 3 : Brain)
Kesadaran: Disorioentasi, gelisah, apatis,
letargi, somnolent sampai koma.
d.Perkemihan-Eliminasi Uri (B.4 : Bladder)
Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari),
warna urine kuning tua dan pekat, tidak dapat
kencing.
Gejala :Penurunan frekuensi urine, oliguria,
anuria (gagal tahap lanjut) abdomen
kembung, diare atau konstipasi.
Tanda :Perubahan warna urine, (pekat, merah,
coklat, berawan) oliguria atau
anuria. Pencernaan-Eliminasi Alvi (B
5 : Bowel)
Anoreksia, nausea, vomiting, fektor ure
micum, hiccup, gastritis erosiva dan Diare
e.Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)
Gejala :Nyeri panggul, sakit kepala, kram
otot, nyeri kaki, (memburuk saat
malam hari), kulit gatal,
ada/berulangnya infeksi.
Tanda :Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi),
ptekie, area ekimoosis pada kulit,
fraktur tulang, defosit fosfat
kalsium,pada kulit, jaringan lunak,
sendi keterbatasan gerak sendi.
f.Pola aktivitas sehari-hari
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada pasien gagal ginjal kronik terjadi
perubahan persepsi dan tata laksana hidup
sehat karena kurangnya pengetahuan
tentang dampak gagal ginjal kronik
sehingga menimbulkan persepsi yang
negatif terhadap dirinya dan
kecenderungan untuk tidak mematuhi
prosedur pengobatan dan perawatan yang
lama, oleh karena itu perlu adanya
penjelasan yang benar dan mudah
dimengerti pasien.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Anoreksi, mual, muntah dan rasa pahit pada
rongga mulut, intake minum yang kurang.
dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi
dan metabolisme yang dapat mempengaruhi
status kesehatan klien.
Gejala : Peningkatan berat badan cepat
(oedema) penurunan berat badan
(malnutrisi) anoreksia, nyeri ulu
hati, mual muntah, bau mulut (amonia)
Penggunaan diuretik.
Tanda: Gangguan status mental,
ketidakmampuan berkonsentrasi,
kehilangan memori, kacau, penurunan
tingkat kesadaran, kejang, rambut
tipis, kuku rapuh.
3. Pola Eliminasi
Eliminasi uri :
Kencing sedikit (kurang dari 400
cc/hari), warna urine kuning tua dan
pekat, tidak dapat kencing.
Gejala :Penurunan frekuensi urine,
oliguria, anuria (gagal tahap lanjut)
abdomen kembung, diare atau
konstipasi.
Tanda :Perubahan warna urine, (pekat,
merah, coklat, berawan) oliguria atau
anuria.
Eliminasi alvi : Diare.
4. Pola tidur dan Istirahat : Gelisah, cemas,
gangguan tidur.
5. Pola Aktivitas dan latihan : Klien mudah
mengalami kelelahan dan lemas menyebabkan
klien tidak mampu melaksanakan aktivitas
sehari-hari secara maksimal.
Gejala : kelelahan ektremitas, kelemahan,
malaise,.
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus,
penurunan rentang gerak.
6. Pola hubungan dan peran.
Gejala : kesulitan menentukan kondisi.
(tidak mampu bekerja, mempertahankan
fungsi peran).
7. Pola sensori dan kognitif.
Klien dengan gagal ginjal kronik cenderung
mengalami neuropati / mati rasa pada luka
sehingga tidak peka terhadap adanya
trauma. Klien mampu melihat dan mendengar
dengan baik/tidak, klien mengalami
disorientasi/ tidak.
8. Pola persepsi dan konsep diri.
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh
akan menyebabkan penderita mengalami
gangguan pada gambaran diri. Lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan
pengobatan menyebabkan pasien mengalami
kecemasan dan gangguan peran pada keluarga
(self esteem).
9. Pola seksual dan reproduksi.
Angiopati dapat terjadi pada sistem
pembuluh darah di organ reproduksi
sehingga menyebabkan gangguan potensi
seksual, gangguan kualitas maupun ereksi,
serta memberi dampak pada proses ejakulasi
serta orgasme.
Gejala : Penurunan libido, amenorea,
infertilitas.
10.Pola mekanisme/penanggulangan stress dan
koping.
Lamanya waktu perawatan, perjalanan
penyakit yang kronik, faktor stress,
perasaan tidak berdaya, tak ada harapan,
tak ada kekuatan, karena ketergantungan
menyebabkan reaksi psikologis yang
negatif berupa marah, kecemasan, mudah
tersinggung dan lain – lain, dapat
menyebabkan klien tidak mampu menggunakan
mekanisme koping yang konstruktif/
adaptif.
Gejala :faktor stress, perasaan tak
berdaya, tak ada harapan, tak ada
kekuatan,
Tanda :menolak, ansietas, takut, marah,
mudah terangsang, perubahan
kepribadian.
11.Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan
penurunan fungsi tubuh serta gagal ginjal
kronik dapat menghambat klien dalam
melaksanakan ibadah maupun mempengaruhi
pola ibadah klien.
6. Pemeriksaan fisik :
a. Kepala: Edema muka terutama daerah orbita,
mulut bau khas ureum.
b. Dada: Pernafasan cepat dan dalam, nyeri dada.
c. Perut: Adanya edema anasarka (ascites).
d.Ekstrimitas: Edema pada tungkai, spatisitas
otot.
e.Kulit: Sianosis, akaral dingin, turgor kulit
menurun.
B. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1. Resiko tinggi terjadinya penurunan curah jantung
berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit, gangguan frekuensi, irama, konduksi
jantung, akumulasi/penumpukan urea toksin,
kalsifikasi jaringan lunak.
2. Resiko tinggi terjadi cedera (profil darah
abnormal) berhubungan dengan penekanan,
produksi/sekresi eritpoietin, penurunan produksi
Sel Darah Merah gangguan faktor pembekuan,
peningkatan kerapuhan vaskuler.
3. Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan gangguan status metabolik,
sirkulasi (anemia, iskemia jaringan) dan sensasi
(neuropati ferifer), penurunan turgor kulit,
penurunan aktivitas, akumulasi areum dalam kulit.
4. Anemia berhubungan dengan menurunnya produksi
eritropeitin.
5. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi
energi metabolik/pembatasan diet, anemia.
6. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri
pada kepala.
7. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
tentang penyakitnya.
8. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit,
diet, perawatan dan pengobatan berhubungan dengan
kurangnya informasi.
9. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan gangguan metabolisme
protein.
C. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
berhubungan dengan edema sekunder : volume
cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan
H2O)
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa
kelebihan cairan dengan kriteria hasil: tidak
ada edema, keseimbangan antara input dan
output
Intervensi:
a. Kaji status cairan dengan menimbang BB
perhari, keseimbangan masukan dan haluaran,
turgor kulit tanda-tanda vital
b. Batasi masukan cairan
R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal,
haluaran urin, dan respon terhadap terapi
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang
pembatasan cairan
R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien
dan keluarga dalam pembatasan cairan
d. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat
penggunaan cairan terutama pemasukan dan
haluaran
R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan
output
2. Resiko tinggi terjadinya penurunan curah jantung
berhubungan dengan ketidak seimbangan cairan dan
elektrolit, gangguan frekuensi, irama, konduksi
jantung, akumulasi/penumpukan urea toksin,
kalsifikasi jaringan lunak.
Rencana:
a. Auskultasi suara jantung dan paru. Evaluasi
adanya edema, perifer, kongesti vaskuler dan
keluhan dispnoe.
R/ Adanya edema paru, kongesti vaskuler, dan
keluhan dispnea manunjukan adanya renal
failure.
b. Monitor tekanan darah, nadi, catat bila ada
perubahan tekanan darah akibat perubahan
posisi.
R/ Hipertensi yang signifikan merupakan akibat
dari gangguan renin angiotensin dan
aldosteron. Tetapi ortostatik hipotensi juga
dapat terjadi akibat dari defisit
intravaskular fluid.
c. Kaji adanya keluhan nyeri dada, lokasi dan
skala keparahan.
R/ Hipertensi dan Chronic renal failure dapat
menyebabkan terjadinya myocardial infarct.
d. Kaji tingkat kemampuan klien beraktivitas.
R/ Kelemahan dapat terjadi akibat dari tidak
lancarnya sirkulasi darah.
e. Kolaborasi dalam:
Pemeriksaan laboratorium (Na, K), BUN, Serum
kreatinin, Kreatinin klirens.
Pemeriksaan thoraks foto.
Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
Siapkan Dialisi
3. Resiko tinggi terjadi cedera (profil darah
abnormal) berhubungan dengan penekanan,
produksi/sekresi eritpoietin, penurunan produksi
Sel Darah Merah gangguan faktor pembekuan,
peningkatan kerapuhan vaskuler.
Rencana:
a. Perhatikan keluhan peningkatan kelelahan,
kelemahan, takikardia, mukosa/kulit pucat,
dispnoe, nyeri dada.
R/Dapat menunjukan anemia, dan respon jantung
untuk mempertahankan oksigensi sel.
b. Awasi tingkat kesadaran dan prilaku.
R/Anemia dapat menyebabkan hipoksia, serebral,
perubahan prilaku mental dan orientasi.
c. Evaluasi respon terhadap aktivitas.
R/Anemia menurunkan oksigenasi jaringan,
meningkatkan kelelahan, memerlukan
perubahan aktivitas (istirahat).
d. Observasi perdarahan terus menerus dari tempat
penusukan, atau pada area mukosa.
R/Mengalami kerapuhan kapiler.
e. Awasi haematemesis atau sekresi GI/darah
feses.
R/Stress dan abnormalitas hemostatik dapat
mengakibatkan perdarahan GI track.
f. Berikan sikat gigi halus, pencukur elektrik,
gunakan jarum kecil pada saat penyuntikan,
lakukan penekanan lebih lama setelah
penyuntikan.
R/ Menurunkan resiko perdarahan/pembentukan
hematoma.
Kolaborasi :
g.Pemeriksaan Laboratorium Darah Lengkap,
Thrombosit, Faktor Pembekuan dan Protrombin.
R./ Uremia, menurunkan produksi eritropoetin,
menekan produksi Sel Darah Merah. Pada
gagal ginjal kronik, Hb, hematokrit
biasanya rendah.
h.Pemberian transfusi.
R./ Mengatasi anemia simtomatik.
i.Pemberian obat – obatan :
j.Sediaan besi, asam folat, sianokobalamin.
R./ Memperbaiki gejala anemi.
k.Cimetidin (Actal).
R./ Profilaksis menetralkan asam lambung.
l.Hemostatik (Amicar).
R./ Menghambat perdarahan.
m.Pelunak feses.
R./ Mengurangi perdarahan mukosa.
4. Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan gangguan status metabolik,
sirkulasi (anemia, iskemia jaringan) dan sensasi
(neuropati ferifer), penurunan turgor kulit,
penurunan aktivitas, akumulasi areum pada kulit.
Rencana :
a. Inspeksi kulit terhadap Perubahan Warna,
turgor, perhatikan kemerahan,ekskoriasi.
R/ Menandakan area sirkulasi buruk, yang dapat
menimbulkan dekubitus.
b. Kaji keadaan kulit terhadap kemerahan dan
adanya excoriasi.
R/ Sirkulasi darah yang kurang menyebabkan
kulit mudah rusak dan memudahkan timbulnya
dicubitus/ infeksi.
c. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit,
membran mukosa.
R/ Deteksi adanya dehidrasi yang mempengaruhi
integritas jaringan pada tingkat seluler.
d. Ganti posisi tiap 2 jam sekali, beri bantalan
pada tonjolan tulang , pelindung siku dan
tumit..
R/ Mengurangi/ menurunkan tekanan pada daerah
yang edema, daerah yang perfusinya kurang
baik untuk mengurangi/menurunkan iskemia
jaringan.
e. Jaga keadaan kulit agar tetap kering dan
bersih.
R/ Kulit yang basah terus menerus memicu
terjadi iritasi yang mengarah terjadinya
dikubitus.
f. Anjurkan pada klien untuk menggunakan pakaian
yang tipis dan kering yang menyerap keringat
dan bebas keriput.
R/ Mencegah iritasi kulit dan meningkatkan
evaporasi.
g. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan
dingin.
R/ Menghilangkan ketidaknyamanan dan
menurunkan resiko cedera.
h. Kolaborasi dalam pemberian foam dan tempat
tidur angin.
R/ Mencegah penekanan yang terlalu lama pada
jaringan yang dapat membatasi ferfusi
seluler, sehingga dapat mengurangi iskemik
jaringan.
5. Anemia berhubungan dengan menurunnya produksi
eritropeitin.
Rencana :
a. Pertahankan kebersihan tanpa menyebabkan
kulit kering.
R/ kekeringan meningkatkan sensitivitas kulit
dengan merangsang ujung saraf.
b. Cegah penghangatan yang berlebihan dengan
mempertahankan suhu ruangan yang sejuk dengan
kelembaban yang rendah, hindari pakaian yang
terlalu tebal.
R/penghangatan yang berlebihan meningkatkan
sensitivitas melalui vaso dilatasi.
c. Anjurkan tidak menggaruk.
R/ Garukan merangsang pelepasan histamin.
d. Observasi tanda-tanda vital.
R/Deteksi dini terhadap perkembangan klien
dan penentuan terhadap tindakan
selanjutnya.
e. Kolaborasi dalam:
Pemberian transfuse dan Pemeriksaan Hb.
6. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri
pada kepala.
Rencana :
a. Kaji tanda-tanda kurangnya pemenuhan
kebutuhan tidur pasien.
R./ Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya
kebutuhan tidur pasien akibat gangguan
pola tidur sehingga dapat diambil tindakan
yang tepat
b. Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah.
R./ Mengetahui perubahan dari hal-hal yang
merupakan kebiasaan pasien ketika tidur
akan mempengaruhi pola tidur pasien.
c. Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola
tidur yang lain seperti cemas, efek obat-
obatan dan suasana ramai.
R./ Mengetahui faktor penyebab gangguan pola
tidur yang lain dialami dan dirasakan
pasien.
d. Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar
tidur dan teknik relaksasi.
R./ Pengantar tidur akan memudahkan pasien
dalam jatuh dalam tidur, teknik relaksasi
akan mengurangi ketegangan dan rasa nyeri.
e. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
R./ Lingkungan yang nyaman dapat membantu
meningkatkan tidur/istirahat.
7. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
tentang penyakitnya.
Rencana :
a. Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh
pasien.
R./ Untuk menentukan tingkat kecemasan yang
dialami pasien sehingga perawat bisa
memberikan intervensi yang cepat dan
tepat.
b. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan
rasa cemasnya.
R./ Dapat meringankan beban pikiran pasien.
c. Gunakan komunikasi terapeutik.
R./ Agar terbina rasa saling percaya antar
perawat-pasien sehingga pasien kooperatif
dalam tindakan keperawatan.
d. Beri informasi yang akurat tentang proses
penyakit dan anjurkan pasien untuk ikut serta
dalam tindakan keperawatan.
R./ Informasi yang akurat tentang penyakitnya
dan keikutsertaan pasien dalam melakukan
tindakan dapat mengurangi beban pikiran
pasien.
e. Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat,
dokter, dan tim kesehatan lain selalu berusaha
memberikan pertolongan yang terbaik dan
seoptimal mungkin.
R./ Sikap positif dari timkesehatan akan
membantu menurunkan kecemasan yang
dirasakan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan dan
Dokumentasi Keperawatan Edisi 2; EGC. Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan dan
Dokumentasi Keperawatan Edisi 6; EGC. Jakarta.
Doengoes, Marylin E. (1989) Nursing Care Plans. F.A
Davis Company. Philadelphia. USA.
Haznam M. W. (1992). Kompendium Diagnostik & Terapi
Ilmu Penyakit Dalam Edisi II. Bandung.
Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran.
Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta.
Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. Editor:
Setiawan. EGC. Jakarta:
Price, Sylvia Anderson. (1985). Pathofisiologi Konsep
Klinik Proses-Proses Penyakit. EGC. Jakarta.
Smith, Cindy Grennberg. (1988). Nursing Care Planning
Guides for Children. Baltimore. Williams & Wilkins
Suparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. FKUI.
Jakarta.
LAPORAN PENDAHULUAN
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)DENGAN
OVERLOAD
Oleh
DANI HAMDANI
06.01.0341
PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN VIII-A SEKOLAH
TINGGI KESEHATAN (STIKES) MATARAM
MALANG
2012