referat isi dm ckd ok.docx

23
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di antara penyakit degenerative atau penyakit yang tidak menular yang akan meningkat jumlahnya dimasa yang akan mendatang, diabetes adalah salah satu di antaranya. Peningkatan prevalensi diabetes mellitus di beberapa negara berkembang adalah akibat dari peningkatan kemakmuran di negara bersangkutan. Peningkatan pendapatan perkapita dan perubahan gaya hidup terutama di kota-kota besar, menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degenerative seperti penyakit jantung koroner (PJK), hipertensi, hiperlipidemia, diabetes, dll. Data epidemiologis Negara berkembang masih belum banyak, oleh karena itu angka prevalensi yang dapat di telusuri terutama berasal dari Negara maju. 1 WHO memprediksi kenaikan jumlah penderita Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik,diperkirakan jumlah penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun adalah sebesar113 juta jiwa, dengan prevalensi DM pada daerah urban sebesar 14,7% dan daerah rural sebesar 7,2 %. Pada tahun 2030 diperkirakan ada 12 juta penyandang diabetes di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural. Diabetes Melitus (DM) jika tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan

Upload: endahwm

Post on 25-Dec-2015

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: referat isi DM CKD ok.docx

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di antara penyakit degenerative atau penyakit yang tidak menular yang akan

meningkat jumlahnya dimasa yang akan mendatang, diabetes adalah salah satu di

antaranya. Peningkatan prevalensi diabetes mellitus di beberapa negara berkembang

adalah akibat dari peningkatan kemakmuran di negara bersangkutan. Peningkatan

pendapatan perkapita dan perubahan gaya hidup terutama di kota-kota besar,

menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degenerative seperti penyakit jantung

koroner (PJK), hipertensi, hiperlipidemia, diabetes, dll. Data epidemiologis Negara

berkembang masih belum banyak, oleh karena itu angka prevalensi yang dapat di telusuri

terutama berasal dari Negara maju.1

WHO memprediksi kenaikan jumlah penderita

Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) dari 8,4 juta pada tahun 2000

menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Berdasarkan Data Badan Pusat

Statistik,diperkirakan jumlah penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun adalah

sebesar113 juta jiwa, dengan prevalensi DM pada daerah urban sebesar 14,7% dan daerah 

rural sebesar 7,2 %. Pada tahun 2030 diperkirakan ada 12 juta penyandang diabetes di

daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural. Diabetes Melitus (DM) jika tidak ditangani

dengan baik akan mengakibatkan timbulnya komplikasi pada berbagai organ tubuh

seperti mata, ginjal, jantung, pembuluh darah kaki, syaraf, dll.2

Gagal ginjal kronik atau cronic kidney disease merupakan salah satu komplikasi berat

yang terjadi pada penderita DM. Menurut data dari WHO, Indonesia termasuk

dalam urutan ke-4 sebagai negara dengan penderita gagal ginjal kronik terbanyak yang

jumlahnya mencapai 16 juta jiwa. Pada gagal ginjal kronik, fungsi ginjal mengalami

penurunan yang signifikan. Sehingga, keadaan ini memerlukan terapi pengganti seperti

cuci darah maupun transplantasi ginjal yang memerlukan biaya besar. Dengan

penatalaksanaan yang cepat dapat mencegah atau menghilangkan komplikasi serta

menghambat prgresifitas sehingga menjadi gagal ginjal.3

Page 2: referat isi DM CKD ok.docx

2

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Diabetes Melitus Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes

melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia

yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan

menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus sebagai suatu kumpulan problema

anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi

insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin. 4

Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisologis dengan etiologi yang beragam,

mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir dengan

gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan

penurunan fungsi ginjal yang irreversible dan pada suatu derajat memerlukan terapi

pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal.5,6,7

Tabel 2.1 Kriteria penyakit ginjal kronik

1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan

structural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus

(LFG), dengan manifestasi :

- kelainan patologis

- terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah

atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)

2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2 selama 3 bulan,

dengan atau tanpa kerusakan ginjal

Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan, dan LFG sana atau

lebih dari 60 ml/menit/1,73 m2 tidak termasuk criteria penyakit ginjal kronik.6,7

2.2 Epidemiologi

Page 3: referat isi DM CKD ok.docx

3

World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global diabetes melitus

tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi 366 juta tahun 2030. WHO

memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di dunia dalam hal jumlah penderita

diabetes setelah China, India dan Amerika Serikat. Pada tahun 2000, jumlah penderita

diabetes mencapai 8,4 juta dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita diabetes di

Indonesia akan berjumlah 21,3 juta. Tetapi, hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia

menyadari bahwa mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita melakukan

pemeriksaan secara teratuhr. Beberapa dari penderita diabetes juga telah mengalami

komplikasi salah satu komplikasi terbanyak adalah penyakit ginjal konik.3 (ferdi) Di Amerika

Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insiden penyakit ginjal kronik diperkirakan 100

kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap tahunnya.6

World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa sebanyak 155 juta penduduk dunia

pada tahun 2002 mengidap penyakit ginjal kronik dan diperkirakan jumlah ini akan terus

meningkat hingga melebihi angka 200 juta pada tahun 2025.7 Survei yang dilakukan oleh

Pernefri (Perhimpunan Nefrologi Indonesia) pada tahun 2009 menyatakan prevalensi gagal

ginjal kronik di Indonesia sekitar 12,5%.8

2.3 Etiologi dan Klasifikasi

2.3.1 Penyakit Ginjal Kronik

Umumnya gagal ginjal kronik disebabkan penyakit ginjal intrinsik difus dan menahun.

Tetapi hampir semua nefropati bilateral dan progresif akan berakhir dengan gagal ginjal

kronik. Umumnya penyakit diluar ginjal, misal nefropati obstruktif dapat menyebabkan

kelainan ginjal instrinsik dan berakhir dengan gagal ginjal kronik.6

Glomerulonefritis, hipertensi esensial dan pielonefritis merupakan penyebab paling

sering dari gagal ginjal kronik, kira-kira 60%. Gagal ginjal kronik yang berhubungan dengan

penyakit ginjal polikistik dan nefropati obstruktif hanya 15-20%. Glomerulonefritis kronik

merupakan penyakit parenkim ginjal progresif dan difus, seringkali berakhir dengan gagal

ginjal kronik. Laki-laki lebih sering dari wanita, umur antara 20-40 tahun. Sebagian besar

pasien relatif muda dan merupakan calon utama untuk transplantasi ginjal. Glomerulonefritis

mungkin berhubungan dengan penyakit-penyakit sistem (glomerulonefritis sekunder) seperti

lupus eritomatosus sistemik, poliartritis nodosa, granulomatosus wagener. Glomerulonefritis

(glomerulopati) yang berhubungan dengan diabetes mellitus (glomerulosklerosis) tidak jarang

dijumpai dan dapat berakhir dengan gagal ginjal kronik. Glomerulonefritis yang berhubungan

Page 4: referat isi DM CKD ok.docx

4

dengan amiloidosis sering dijumpai pada pasien-pasien dengan penyakit menahun seperti

tuberkulosis, lepra, osteomielitis, artritis reumatoid dan mieloma.6

Penyakit ginjal hipertensi (arteriolar nephrosclerosis) merupakan salah satu penyebab

gagal ginjal kronik. Insiden hipertensi esensial berat yang berakhir dengan gagal ginjal kronik

kurang dari 10 %. Pada orang dewasa gagal ginjal kronik yang berhubungan dengan infeksi

saluran kemih dan ginjal (pielonefritis) tipe uncomplicated jarang dijumpai, kecuali

tuberkulosis, abses multipel, nekrosis papilla renalis yang tidak mendapat pengobatan yang

adekuat.

Nefritis interstisial menunjukkan kelainan histopatologi berupa fibrosis dan reaksi

inflamasi atau radang dari jaringan interstisial dengan etiologi yang banyak. Kadang dijumpai

juga kelainan-kelainan mengenai glomerulus dan pembuluh darah. Nefropati asam urat

menempati urutan pertama dari etiologi nefritis interstisial.6

Pehimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2012 mencatat penyebab gagal

ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia, dikelompokan menjadi diantaranya

glomerulopati primer, nefropati diabetika, nefropati lupus/SLE, penyakit ginjal hipertensi,

ginjal polikistik, nefropati asam urat, lain-lain dan penyebab yang tidak diketahui.9

Tabel 2.4 Penyebab Gagal Ginjal Yang Menjalani Hemodialisis di Indonesia8

Penyebab Insiden

Penyakit ginjal hipertensi

Nefropati diabetika

Glomerulopati primer

Nefropati obstruksi

Pielonefritis kronis

Lain-lain

Tidak diketahui

35%

26%

12%

8%

7%

6%

2%

Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, berdasarkan derajat

(stage) penyakit dan berdasarkan diagnosis etiologi. Klasifikasi berdasarkan derajat penyakit,

dibuat atas dasar LFG (Laju Filtrasi Glomerulus), yang dihitung dengan menggunakan rumus

Kockkcroft-Gault sebagai berikut6:

LFG (ml/mnt/1,73m2) = (140 – umur) x berat badan *)

72 x kreatinin plasma (mg/dl)

Page 5: referat isi DM CKD ok.docx

5

*) pada perempuan dikalikan 0,85

Tabel 2.2 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik Atas Dasar Derajat Penyakit6,7

Derajat Penjelasan LFG (ml/menit/1,73 m2)

1 Kerusakan ginjal dengan FLG normal atau > 90

2 Kerusakan ginjal dengan FLG ringan 60 - 89

3 Kerusakan ginjal dengan FLG sedang 30 - 59

4 Kerusakan ginjal dengan FLG berat 15 - 29

5 Gagal Ginjal < 15 atau dialisis

Tabel 2.3 Kriteria Penyakit Ginjal Kronik Atas Dasar Diagnosis Etiologi5,6

Penyakit ginjal

diabetes

Penyakit ginjal

non diabetes

Diabetes Mellitus tipe 1 dan 2

Penyakit glomerular

(penyakit autoimun, infeksi sistemik, obat, neoplasia)

Penyakit vaskular

(penyakit pembuluh darah besar, hipertensi, mikroangiopati)

Penyakit tubulointerstitial

(pieloneftritis kronik, batuk, obstruksi, keracunan obat)

Penyakit kistik

(ginjal polikstik)

Penyakit pada

transplantasi

Rejeksi kronik

Keracunan obat (sikloporin/takrolimus)

Penyakit recurrent (glomerular)

Transplant glomerulopathy

Hubungan antara penurunan LFG dan gambaran klinik sebagai berikut :

a) Penurunan cadangan faal ginjal ( LFG = 40 – 75 %)

Pada tahap ini biasanya tanpa keluhan, karena faal ekskresi dan regulasi masih dapat

dipertahankan normal. Masalah ini sesuai dengan konsep intac nephron hypothesis.

Kelompok pasien ini sering ditemukan kebetulan pada laboratorium rutin.

b) Insufisiensi renal (LFG = 20 – 50 %)

Page 6: referat isi DM CKD ok.docx

6

Pasien GGk pada tahap ini masih dapat melakukan aktivitas normal walaupun sudah

memperlihatkan keluhan-keluhan yang berhubungan dengan retensi azotemia. Pada

pemeriksaan hanya ditemukan hipertensi, anemia (penurunan HCT) dan hiperurikemia.

Pasien pada tahap ini mudah terjun ke sindrom acute on chronic renal failure artinya

gambaran klinik gagal ginjal akut (GGA) pada seorang pasien gagal ginjal kronik (GGK),

dengan faktor pencetus (triger) yang memperburuk faal ginjal (LFG) Sindrom ini sering

berhubungan dengan faktor-faktor yang memperburuk faal ginjal (LFG).

Sindrom acute on chronic renal failure ditandai dengan oliguria, tanda–tanda overhidrasi

(bendungan paru, bendungan hepar, kardiomegali), edema perifer (ekstrimitas & otak),

asidosis, hiperkalemi, anemia dan hipertensi berat.

c) Gagal ginjal (LFG = 5 – 25 %)

Gambaran klinik dan laboratorium makin nyata yaitu anemia, hipertensi, overhydration

atau dehidrasi, kelainan laboratorium seperti penurunan HCT, hiperurikemia, kenaikan

ureum dan kreatinin serum, hiperfosfatemia, hiponatremia dilusi atau normonatremia,

kalium K+ serum biasanya masih normal.

d) Sindrom azotemia (LFG = kurang dari 5 %)

Sindrom azotemia (istilah lama uremia) dengan gambaran klinik sangat komplek dan

melibatkan banyak organ (multi organ).10

2.3.2 Diabetes Melitus

Klasifikasi Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA),

2005, yaitu11 :

1. Diabetes Melitus Tipe 1

DM ini disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang terjadi akibat

kerusakan dari sel beta pankreas. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat

disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan

hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah

cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar

akibatnya glukosa tersebut diekskresikan dalam urin (glukosuria). Ekskresi ini akan

disertai oleh pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan

diuresis osmotik. Gejala yang menonjol adalah sering kencing (terutama malam hari),

sering lapar dan sering haus, sebagian besar penderita DM tipe ini berat badannya

Page 7: referat isi DM CKD ok.docx

7

normal atau kurus. Biasanya terjadi pada usia muda dan memerlukan insulin seumur

hidup.

2. Diabetes Melitus Tipe 2

DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar insulin

dapat normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin untuk metabolisme

glukosa tidak ada atau kurang. Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga

terjadi hiperglikemia, dan 75% dari penderita DM type II ini dengan obesitas atau

kegemukan dan biasanya diketahui DM setelah usia 30 tahun.

3. Diabetes Melitus Tipe lain

a. Defek genetik pada fungsi sel beta

b. Defek genetik pada kerja insulin

c. Penyakit eksokrin pankreas

d. Endokrinopati

e. Diinduksi obat atau zat kimia

f. Infeksi

g. Imunologi

4. DM Gestasional

A

KLASIFIKASI DIABETES MELITUS PERKENI 1998

DM TIPE 1:

Defisiensi

insulin absolut

akibat destuksi

sel beta,

karena:

1.autoimun

2. idiopatik

DM TIPE 2 :

Defisiensi insulin

relatif :

1, defek sekresi

insulin lebih

dominan daripada

resistensi insulin.

2. resistensi insulin

lebih dominan

daripada defek

sekresi insulin.

DM TIPE LAIN :

1. Defek genetik fungsi sel beta :

Maturity onset diabetes of the young

Mutasi mitokondria DNA 3243 dan lain-lain

2. Penyakit eksokrin pankreas :Pankreatitis

Pankreatektomy

3.Endokrinopati : akromegali, cushing,

hipertiroidisme

4.akibat obat : glukokortikoid, hipertiroidisme

5.Akibat virus: CMV, Rubella

6.Imunologi: antibodi anti insulin

7. Sindrom genetik lain: sdr. Down, Klinefelter

DM

GESTASIONAL

Page 8: referat isi DM CKD ok.docx

8

2.4 Patofiologi

2.4.1 Penyakit Ginjal Kronik

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang

mendasarinya.2 Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional

pada nefron yang masih tersisa sebagai upaya kompensasi yang diperantarai oleh molekul

vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadi hiperfiltrasi, yang

diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus.6,10 Proses adaptasi ini

berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang

masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif,

walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas sistem RAA

(renin-angiotensin-aldosteron) intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya

hiperfiltrasi, skelrosis dan progresifitas tersebut. Aktivitas jangka panjang aksi renin

angiotansin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor β (TGF-β). Beberapa hal

yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah

albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, disiplidemia.11 Terdapat variabilitas interinvidual

untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulointerstitial.6,10,11

Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadinya kehilangan daya cadang

ginjal, pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara

perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif yang di tandai

dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien

masih belum merasakan keluhan (asimptomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea

dan kreatinin serum sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien

seperti, nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang, dan penurunan berat badan.2,6

Sampai pada LFG dibawah 30% pasien memperlihatkan gejala uremia yang nyata

seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme, fosfor dan kalsium,

pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi

saluran kemih, infeksi saluran nafas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi

gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan

elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG dibawah 15%, akan terjadi komplikasi

yang lebih serius dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement

therapy) antara lain dialisis atau tranplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai

pada stadium gagal ginjal.6

2.4.2 Diabetes Melitus

Page 9: referat isi DM CKD ok.docx

9

Tubuh manusia membutuhkan energi agar dapat berfungsi dengan baik. Energi

tersebut diperoleh dari hasil pengolahan makanan melalui proses pencernaan di usus. Di

dalam saluran pencernaan itu, makanan dipecah menjadi bahan dasar dari makanan tersebut.

Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi menjadi asam amino, dan lemak menjadi asam

lemak. Ketiga zat makanan tersebut akan diserap oleh usus kemudian masuk ke dalam

pembuluh darah dan akan diedarkan ke seluruh tubuh untuk dipergunakan sebagai bahan

bakar. Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan sangat penting yaitu

memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan bakar.

Pengeluaran insulin tergantung pada kadar glukosa dalam darah. Kadar glukosa darah sebesar

> 70 mg/dl akan menstimulasi sintesa insulin. Insulin yang diterima oleh reseptor pada sel

target, akan mengaktivasi tyrosin kinase dimana akan terjadi aktivasi sintesa protein,

glikogen, lipogenesis dan meningkatkan transport glukosa ke dalam otot skelet dan jaringan

adipose dengan bantuan transporter glukosa (GLUT 4).

Inkretin

Suatu hormone yang diproduksi di usus ( jejunum dan ileum) akibat adanya makanan

dalam usus dan dilepaskan ke darah dengan tujuan respon insulin menjadi lebih intensif.

Respon lebih intensif karena :

Adanya proliferasi dan peningkatan massa sel β Pankreas

Menghambat apoptosis sel β

Mensupresi pelepasan glukagon sel α. 1

Patofisiologi DM tipe 1

Pada saat diabetes mellitus tergantung insulin muncul, sebagian sel beta pancreas sudah

rusak. Proses perusakan ini hampir pasti karena proses autoimun, meski rinciannya masih

samar. Pertama, harus ada kerentanan genetik terhadap penyakit ini. Kedua, keadaan

lingkungan biasanya memulai proses ini pada individu dengan kerentanan genetik. Infeksi

virus diyakini merupakan satu mekanisme pemicu tetapi agen non infeksius juga dapat

terlibat. Ketiga, dalam rangkaian respon peradangan pankreas, disebut insulitis. Sel yang

mengifiltrasi sel beta adalah monosit atau makrofag dan limfosit T teraktivasi. Keempat,

Page 10: referat isi DM CKD ok.docx

10

adalah perubahan atau transformasi sel beta sehingga tidak dikenali sebagai sel sendiri, tetapi

dilihat oleh sistem imun sebagai sel. Kelima, perkembangan respon imun karena dianggap sel

asing terbentuk antibodi sitotoksik dan bekerja bersama-sama dengan mekanisme imun

seluler. Hasil akhirnya adalah perusakan sel beta dan penampakan diabetes.

Patofisiologi DM tipe 2

Pasien Diabetes Mellitus tipe 2 mempunyai dua efek fisiologis. Sekresi insulin

abnormal dan resistensi terhadap kerja insulin pada jaringan sasaran. Ada tiga fase

normalitas. Pertama glukosa plasma tetap normal meskipun terlihat resistensi urin karena

kadar insulin meningkat. Kedua, resistensi insulin cenderung menurun sehingga meskipun

konsentrasi insulin meningkat, tampak intoleransi glukosa bentuk hiperglikemia.

Pada diabetes mellitus tipe 2, jumlah insulin normal, malah mungkin banyak, tetapi

jumlah reseptor pada permukaan sel yang kurang. Dengan demikian, pada DM tipe 2 selain

kadar glukosa yang tinggi, terdapat kadar insulin yang tinggi atau normal. Keadaan ini

disebut sebagai resistensi insulin. Penyebab resistensi insulin sebenarnya tidak begitu jelas,

tetapi faktor berikut ini turut berperan :

Obesitas terutama sentral.

Diet tinggi lemak rendah karbohidrat.

Tubuh yang kurang aktivitas.

Faktor keturunan.

Baik pada DM tipe 1 atau 2, jika kadar glukosa dalam darah melebihi ambang batas

ginjal, maka glukosa itu akan keluar melalui urine.

Pada DM tipe II, jumlah insulin normal atau mungkin jumlahnya banyak, tetapi jumlah

reseptor insulin yang terdapat dalam permukaan sel berkurang. Akibatnya glukosa yang

masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa di dalam pembuluh darah meningkat (Suyono, 2002).

DM TIPE II. 11

Page 11: referat isi DM CKD ok.docx

11

Gangguan reseptor insulin

Insulin darah tinggi tapi glukosa darah juga tinggi

Gula intrasel rendah Nafsu makan meningkat

Merangsang sel β Pankreas terus berproduksi

Kerusakan sel β Pankreas

Insulin darah rendah

Failed counter pada glukagon

Glukagon meningkat

Hepato Glucos Production meningkat

Gula darah meningkat

2.5 Patofisiologi Penyakit Ginjal Kronik Akibat Diabetes Melitus

Teori patogenesis nefropati diabetik menurut Viberti : 12

1. Hiperglikemia

Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) dalam penelitiannya mengatakan

bahwa penurunan kadar glukosa darah dan kadar HbA1c pada penderita DM tipe 1

dapat menurunkan resiko perkembangan nefropati diabetik. Perbaikan kontrol glukosa

pada penderita DM tipe 2 dapat mencegah kejadian mikroalbuminuria. Keadaan

mikroalbuminuria akan memperberat kejadian nefropati diabetik. Dengan bukti-bukti

ini menunjukan bahwa hubungan antara hiperglikemia dengan nefropati tidak ada

yang meragukan, ini tampak pada kenyataan bahwa nefropati dan komplikasi

mikroangiopati dapat kembali normal bila kadar glukosa darah terkontrol.

Page 12: referat isi DM CKD ok.docx

12

2. Glikolisasi Non Enzimatik

Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan terjadinya glikasi non enzimatik asam

amino dan protein. Terjadi reaksi antara glukosa dengan protein yang akan

menghasilkan produk AGEs (Advanced Glycosylation Products). Penimbunan AGEs

dalam glomerulus maupun tubulus ginja dalam jangka panjang akan merusak

membrane basalis dan mesangium yang akhirnya akan merusak seluruh glomerulus.

3. Polyolpathyway

Dalam polyolpathway, glukosa akan diubah menjadi sorbitol oleh enzim aldose

reduktase. Di dalam ginjal enzim aldose reduktase merupakan peran utama dalam

merubah glukosa menjadi sorbitol. Bila kadar glukosa darah meningkat maka sorbitol

akan meningkat dalam sel ginjal dan akan mengakibatkan kurangnya kadar

mioinositol, yang akan mengganggu osmoregulase sel sehingga sel itu rusak.

4. Glukotoksisitas

Konsistensi dengan penemuan klinik bahwa hiperglikemia berperan dalam

perkembangan nefropati diabetik studi tentang sel ginjal dan glomerulus yang disolasi

menunjukkan bahwa konsentrasi glukosa yang tinggi akan menambah penimbunan

matriks ekstraselular. Menurut Lorensi, sehingga dapat terjadi nefropati diabetik.

5. Hipertensi

Hipertensi mempunyai peranan paling dalam patogenesis nefropati diabetik

disamping hiperglikemia. Penelitian menunjukkan bahwa penderita diabetes dengan

hipertensi lebih banyak mengalami nefropati dibandingkan penderita diabetes tanpa

hipertensi. Hemodinamik dan hipertropi mendukung adanya hipertensi sebagai

penyebab terjadinya hipertensi glomerulus dan hiperfiltrasi. Hiperfiltrasi dari neuron

yang sehat lambat lain akan menyebabkan sclerosis dari nefron tersebut. Jika

dilakukan penurunan tekanan darah, maka penyakit ini akan reversible.

6. Proteinuria

Proteinuria merupakan predictor independent dan kuat dari penurunan fungsi ginjal

baik pada nefropati diabetik maupun glomerulopati progresif lainnya. Adanya

hipertensi renal dan hiperfiltrasi akan menyebabkan terjadinya filtrasi protein, dimana

pada keadaan normal tidak terjadi. Proteinuria yang berlangsung lama dan berlebihan

akan menyebabkan kerusakan tubulo-intertisiel dan progresifitas penyakit. Bila

reabsorbsi tubuler terhadap protein meningkat maka akan terjadi akumulasi protein

dalam sel epitel tubuler dan menyebabkan pelepasan sitokin inflamasi seperti

Page 13: referat isi DM CKD ok.docx

13

endotelin I, osteoponin, dan monocyte chemotractant protein-I (MCP-1). Factor factor

ini akan merubah ekspresi dari pro-inflamatory dan fibritic cytokines dan infiltrasi sel

mononuclear, menyebabkan kerusakan dari tubulointertisiel dan akhirnya terjadi renal

scarring dan insufisiensi.

Page 14: referat isi DM CKD ok.docx

14

BAB III

KESIMPULAN

Page 15: referat isi DM CKD ok.docx

15

Dari pembahasan di atas,

BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

1. Suyono, S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV : Diabetes Melitus

Di Indonesia. Jakarta, Balai Penerbit FKUI. p: 1875.

2. Soegondo, Sidartawan. Soewondo, Pradana. Subekti, Imam. 1995. Penatalaksanaan

Diabetes Melitus Terpadu. Cetakan kelima, 2005. Jakarta:Balai Penerbit FKUI.

3. Hogg RJ et al. National Kidney Foundation’s Kidney Disease Outcomes Quality

Initiative Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease in Children and

Adolescents: Evaluation, Classification, and Stratification. Pediatrics 2003;111:1416-

1421.

4. Soegondo S. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 di

Indonesia 2011. Jakarta : PERKENI, 2011

5. National Kidney Foundation. KDOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic

Kidney Disease: Evaluation, Classification, and Stratification. United States: 2002.

Available https://www.kidney.org/professionals/

kdoqi/guidelines_ckd/p9_approach.html Accessed on August 10, 2014.

6. Suwitra Ketut. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam: Sudoyo A W, Setiyohadi B, Alwi I,

editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4 Jilid ke-2. Jakarta: Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI 2009; p.1035-7.

7. National Kidney Foundation. KDOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic

Kidney Disease: Evaluation, Classification, and Stratification. United States: 2002.

Available at: https://www.kidney.org/professionals/

kdoqi/guidelines_ckd/p9_approach.html. Accessed on: July 31th 2014.

8. Perkumpulan Nefrologi Indonesia. Annual Meeting 2009 Perhimpunan Nefrologi

Indonesia. Available at: http://www.pernefri-inasn.org/ Accessed on: August 14,

2014.

9. Perkumpulan Nefrologi Indonesia. Program Indonesian Renal Registry. 5 th Report of

Indonesian Renal Registry 2012;5:p.1-40

10. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume

2. In: Brahm U. Pendit, editors. 6th ed. Jakarta: EGC, 2005. p. 931-2.

Page 16: referat isi DM CKD ok.docx

16

11. Foster DW.Diabetes melitus. Dalam : Harrison Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam.

Asdie, A, editor. Volume 5. Jakarta : EGC, 2000; 2196.

12. Permanasari, A., Dwiana A., Saleh A., Dharma M. 2010. Nefropati Diabetes.