laporan maes fix 2.pdf
TRANSCRIPT
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
1/84
i
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkankan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
atas rahmat, taufik dan hidayah-Nya, maka penyusun dapat menyelesaikan
“Laporan Akhir Praktikum Manajemen Agroekosistem di Desa Sumber Brantas
Kecamatan Batu” ini. Laporan ini disusun dalam rangka memenuhi tugas
praktikum Manajemen Agroekosistem tahun ajaran 2014/2015.
Laporan ini dapat terwujud berkat kerja sama dan bantuan dari berbagai
pihak, untuk itu dalam kesempatan ini perkenankan penulis mengucapkan terima
kasih kepada :
1.
Allah SWT atas semua nikmat dan karunia yang diberikan
2. Kedua orang tua penyusun yang selalu mendo‟akan dan memberi
dukungan dalam pembuatan laporan ini
3. Dosen pengampu mata kuliah Manajemen Agroekosistem Fakultas
Pertanian Universitas Brawijaya
4.
Asisten praktikum Manajemen Agroekosistem Aspek HPT Fakultas
Pertanian Universitas Brawijaya
5.
Asisten praktikum Manajemen Agroekosistem Aspek BP Fakultas
Pertanian Universitas Brawijaya
6. Asisten praktikum Manajemen Agroekosistem Aspek Tanah Fakultas
Pertanian Universitas Brawijaya
7. Semua pihak yang telah memberikan motivasi dan dorongan yang tidak
ternilai hingga terselesaikannya laporan ini.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan karya tulis ini masih ada
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari
pembaca demi kesempurnaan dalam pembuatan karya tulis di masa mendatang.
Malang, 3 Juni 2015
Penyusun
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
2/84
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………….………….i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL…………………….…….…………………………………….iv
DAFTAR GAMBAR……………...………………………………………………v
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Tujuan ....................................................................................................... 2
1.3 Manfaat ..................................................................................................... 2
BAB II ..................................................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 3
2.1 Agroekosistem Lahan Basah .................................................................... 3
2.2 Agroekosistem Lahan Kering ................................................................... 5
2.3 Kulalitas Tanah Dan Kesehatan Tanah .................................................... 6
2.4 Hama Dan Penyakit Penting Tanaman Pada Agroekosistem ................... 8
2.5 Pengaruh Populasi Musuh Alami Terhadap Agroekosistem .................. 15
2.6 Dampak Manajemen Agroekosistem Terhadap Kualitas dan Kesehatan
Tanah ...................................................................................................... 17
2.7 Kriteria Indikator dalam Pengelolaan Agroekosistem yang Sehat dan
Berkelanjutan ......................................................................................... 20
BAB III ................................................................................................................. 24
METODOLOGI .................................................................................................... 24
3.1 Waktu dan Tempat ................................................................................. 24
3.2 Alat dan Bahan ....................................................................................... 24
3.3 Cara Kerja ............................................................................................... 29
BAB IV ................................................................................................................. 38
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 38
4.1 Kondisi Umum lahan .............................................................................. 38
4.2 Analisis Keadaan Agroekosistem Lokasi Fieldtrip ................................ 38
4.3 Rekomendasi .......................................................................................... 60
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
3/84
iii
BAB V ................................................................................................................... 72
PENUTUP ............................................................................................................. 72
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 72
5.2 Saran Terhadap Keberlanjutan Agroekosistem ...................................... 73
5.3 Saran Praktikum ..................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 74
LAMPIRAN .......................................................................................................... 77
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
4/84
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Rotasi Tanaman PHT .............................................................................. 39
Tabel 2. Rotasi Tanaman Non-PHT ...................................................................... 45
Tabel 3. Biodeversitas Arthropoda dengan Konsep PHT ..................................... 46
Tabel 4. Biodeversitas Arthropoda dengan Konsep Non PHT ............................. 47
Tabel 5. Penyakit yang Ditemukan Di Lahan ....................................................... 55
Tabel 6. Skoring Penyakit .................................................................................... 58
Tabel 7. Serangan Intensitas Penyakit dengan Konsep PHT ................................ 58
Tabel 8. Denah Pengambilan Sampel Tanaman Terserang Penyakit ................... 59
Tabel 9. Serangan Intensitas Penyakit dengan Konsep Non PHT ........................ 60
Tabel 10. Denah Pengambilan Sampel Tanaman Terserang Penyakit…………...60
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
5/84
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Agroekosistem Lahan Basah……………………………………… 4
Gambar 2. Agroekosistem Lahan Kering………….…………………………. 5
Gambar 3. Tanah……………………………………………………………… 6
Gambar 4. Ulat Kubis ( Plutella xylostella L.)………………………………... 9
Gambar 5. Ulat Krop Kubis (Crocidolomiabinotalis)………………………… 10
Gambar 6. Bercak Daun ( Alternaria brassicae)………………………………. 11
Gambar 7. Busuk Lunak ( Bacterial Soft Rot )………………………………… 12
Gambar 8. Busuk Hitam ( Xanthomonas campestris Dows)…………….......... 14
Gambar 9. Layu Pembuluh ( Fusarium oxysporum .sp.)……………………… 15
Gambar 10. Segitiga Fiktorial………………………………………………… 48
Gambar 11. Ulat Grayak (Spodoptera lituraF .)……………………………….. 51
Gambar 12. Ulat Kubis ( Plutella xylostella L.)……………………………….. 51
Gambar 13. Kumbang Kubah Spot M ( Menochillus sexmaculatus)………….. 52
Gambar 14. Capung Jarum ( Ischnura senegalensis)…………………………... 52
Gambar 15. Semut Hitam ( Dolichoderus thoracicus S .)…………………....... 53
Gambar 16. Lalat Rumah ( Musca domestica )……………………………….. 53
Gambar 17. Nyamuk………………………………………………………….. 54
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
6/84
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
7/84
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Manusia merupakan salah satu makhluk yang membutuhkan bahan pangan
untuk dapat melangsungkan hidupnya. Dalam memenuhi kebutuhan tersebut
manusia melakukan berbagai cara yang salah satunya adalah melakukan kegiatan
pertanian. Dalam aktifitas ini, manusia melakukan perubahan lingkungan dari
ekosistem alami menjadi sebuah agroekosistem dengan manajemen yang baik.
Manajemen agroekosistem adalah suatukegiatan dimulai dari
merencanakan, mengorganisir, mengarahkan, danmengontrol kegiatan budidayauntuk mendapatkan hasil yang ingin dicapainamun tetap menjaga keseimbangan
dan kelestarian ekosistemnya.Di dalam ekosistem terdapat interaksi antara
organisme dengan lingkungannya yang terdiri dari komponen biotik dan abiotik
yang terlibat dalam aliran energi dan siklus nutrisi. Pada agroekosistem terjadi
hubungan timbal balik antara sekelompok manusia dan komponen-komponen
ekosistem, disertai usaha memodifikasi lingkungan meliputi sistem budidaya,
pengolahan tanah dan pengendalian hama dan penyakit sehingga secara tidak
langsung akan merubah keseimbangan ekosistem. Apabila tidak dilakukan
manajemen agroekosistem yang baik, maka semakin lama akan menimbulkan
kerusakan lingkungan.
Masalah lingkungan serius di pedesaan dan pertanian adalah kerusakan
hutan, meluasnya padang alang-alang, degradasi lahan serta menurunnya
keanekaragaman biota. Masalah ini timbul seiring meningkatnya populasi
penduduk, komersialisasi pertanian, masukan teknologi pertanian dan permintaan
konsumsi masyarakat. Sehingga perlu dilakukan pengkajian dan penelitian
mengenai agroekosistem yang telah diterapkan di desa Sumber Brantas, meliputi
aspek budidaya pertanian, aspek tanah serta aspek hama dan penyakit untuk dan
mengetahui seberapa besar keseimbangan agroekosistemnya agar dapat
menentukan manajemen yang tepat untuk agroekosistem selanjutnya di lahan
tersebut.
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
8/84
2
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui tingkat keseimbangan agroekosistem di desa Sumber
Brantas
2.
Untuk Mengetahui kondisi umum lahan, sistem budidaya, dan pengelolaan
tanaman yang dilakukan oleh petani di desa Sumber Brantas
3. Untuk mengetahui tingkat kesuburan pada lahan di desa Sumber Brantas
4.
Untuk mengetahui pengaruh antara kualitas dan kesehatan tanah terhadap
kesuburan tanaman di desa Sumber Brantas
1.3 Manfaat
Harapannya dalam kegiatan ini dapat memberikan manfaat lebih dalam
Manajemen Agroekosistem di desa Sumber Brantas yang mencakup tiga aspek
penting yaitu aspek budidaya pertanian, aspek hama dan penyakit tanaman, dan
aspek tanah. Serta dapat menentukan rekomendasi manajemen agroekosistem
yang sesuai didalam upaya menciptakan keseimbangan ekosistem.
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
9/84
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Agroekosistem Lahan Basah
Lahan basah atau wetland adalah wilayah-wilayah di mana tanahnya jenuh
dengan air, baik bersifat permanen (menetap) atau musiman. Wilayah-wilayah itu
sebagian atau seluruhnya kadang-kadang tergenangi oleh lapisan air yang
dangkal. Sumber airnya bisa berasal dari laut, sungai, rawa, dan juga irigasi
tergantung jenis nya. Kondisi pH juga relatif netral sehingga jasad renik yang ada
di tanah juga sangat beragam, ini membuat tanah pada lahan basah relatif lebih
subur jika dibandingkan dengan tanah pada lahan basah.
Lahan basah berdasarkan Sistem Klasifikasi Ramsar, diklasifikasikan
menjadi tiga kelompok utama, yaitu: lahan basah pesisir dan lautan, lahan basah
daratan, dan lahan basah buatan. Lahan basah pesisir dan lautan ini umunya
memiliki salinitas yang cukup tinggi karena berada di daerah pasang surut dan
juga muara sungai, sehingga perlakuanya juga harus berbeda dengan lahan basah
yang lain, perlu di ingat bahwa lahan basah ini tidak harus identik dengan
pertanian tetapi juga bisa dipandang dari sudut pandang perikanan. Salah satu
contoh pemanfaatan lahan basah pesisir ini diantaranya adalah digunakan sebagai
hutan bakau sebagai hutan konservasi dan juga penahan erosi, selain itu manfaat
dari hutan bakau ini juga berfungsi sebagai rumah beberapa jenis hewan laut
sehingga dapat menjaga ekosistem laut.
Selanjutnya lahan basah daratan, ini merupakan lahan basah alami yang
berada daratan contohnya adalah rawa-rawa, lahan gambut, sawah, tepian danaudan juga daerah aliran sungai. Wilayah-wilayah ini umumnya memiliki
karakteristik yang berbeda satu dengan yang lain, sehingga perlu dilakukan suatu
pemikiran khusus dalam pemanfaatanya. Contoh perlakuanpada lahan gambut,
lahan gambut merupakan lahan potensial yang pemanfaatanya masih sangat
minim karena keterbatasan dalam hal pengelolaanya. Dalam pemanfaatan lahan
gambut kendalanya selain kondisi lahan yang rata-rata selalu tergenang air juga
karena sifat tanah yang sangat bersifat asam, maka dari itu perlu diadakan
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
10/84
4
penetralan pH, bisa dengan cara pengapuran atau juga dengan cara pencucian
dengan air, tergantung efisiensinya. Selain itu untuk mangatasi masalah genangan
air, maka perlu dibuat suatu sistem drainase untuk pengatusanya agar tidak terjadi
genangan pada lahan tersebut.
Dan jenis lahan basah yang ketiga adalah lahan basah buatan yang sengaja
diusahakan oleh manusia untuk mendudkung kegiatan pertaniannya. Jenis lahan
basah buatan yang paling sering ditemui adalah lahan basah beririgasi, biasanya
lahan ini awalnya berasal dari lahan kering yang sengaja diberikan saluran irigasi
untuk mendukung kegiatan budidaya pertaniannya. Setelah diberikan irigasi,
kebutuhan air lahan tersebut akan tercukupi sepanjang musim sehingga lahan ini
berubah status menjadi lahan sawah (Puspita, 2005).
Gambar 1. Agroekosistem Lahan Basah
Sumber :http://hutantani.blogspot.com/
Penggenangan selama pertumbuhan padi dan pengolahan tanah pada
tanah kering yang disawahkan, dapat menyebabkan berbagai perubahan sifat
tanah, baik sifat morfologi, fisika, kimia, mikrobiologi maupun sifat-sifat lain
sehingga sifat-sifat tanah dapat sangat berbeda dengan sifat-sifat tanah asalnya.
Sebelum tanah digunakan sebagai tanah sawah, secara alamiah tanah telah
mengalami proses pembentukan tanah sesuai dengan faktor-faktor pembentuk
tanahnya, sehingga terbentuklah jenis-jenis tanah tertentu yang masing-masing
mempunyai sifat morfologi tersendiri(Hardjowigno dan Endang, 2007).
http://hutantani.blogspot.com/http://hutantani.blogspot.com/http://hutantani.blogspot.com/
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
11/84
5
2.2 Agroekosistem Lahan Kering
Agroekosistem lahan kering atau upland dimaknai sebagai wilayah
atau kawasan pertanian yang usaha taninya berbasis komoditas lahan kering selain
padi sawah. Menurut Kadekoh (2010) mendefinisikan bahwa lahan kering sebagai
lahan dimana pemenuhan kebutuhan air tanaman tergantung sepenuhnya pada air
hujan dan tidak pernah tergenang sepanjang tahun.Dan menurut Rukmana (2001)
lahan kering merupakan suatu jenis lahan yang bisa digunakan untuk proses
budidaya pertanian dengan menggunakan air yang bersifat sangat terbatas, dan
biasanya sumber air ini hanya bisa didapatkan dari air hujan.
Pada umumnya istilah yang digunakan untuk pertanian lahan kering
adalah pertanian tanah darat, tegalan, tadah hujan dan huma. Potensi pemanfaatan
lahan kering biasanya untuk komoditas pangan seperti jagung, padi gogo, kedelai,
sorghum, dan palawija lainnya. Untuk pengembangan komoditas perkebunan,
dapat dikatakan bahwa hampir semua komoditas perkebunan yang produksinya
berorientasi ekspor dihasilkan dari usaha tani lahan kering.
Gambar 2. Agroekosistem Lahan Kering
Sumber :http://hutantani.blogspot.com/
Prospek agroekosistem lahan kering untuk pengembangan peternakan
cukup baik (Bamualim,2004). Lahan kering mempunyai potensi besar untuk
pertanian, baik tanaman pangan, hortikultura, maupun tanaman perkebunan.
Pengembangan berbagai komoditas pertanian di lahan kering merupakan salah
satu pilihan strategis untuk meningkatkan produksi dan mendukung ketahanan
pangan nasional (Mulyani dkk, 2006). Namun demikian, tipe lahan ini umumnya
memiliki produktivitas rendah, kecuali pada lahan yang dimanfaatkan untuk
tanaman tahunan atau perkebunan. Pada usaha tani lahan kering dengan tanaman
http://hutantani.blogspot.com/http://hutantani.blogspot.com/http://hutantani.blogspot.com/
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
12/84
6
semusim, produktivitas relatif rendah serta menghadapi masalah sosial ekonomi
seperti tekanan penduduk yang terus meningkat (Sukmana, dalam Syam, 2003).
2.3
Kulalitas Tanah Dan Kesehatan Tanah Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat berfungsi penting
dalam kelangsungan hidup mahluk hidup. Bukan hanya fungsinya sebagai tempat
berjangkarnya tanaman, penyedia sumber daya penting dan tempat berpijak tetapi
juga fungsinya sebagai suatu bagian dari ekosistem.Penurunan fungsi tanah
tersebut dapat menyebabkan terganggunya ekosistem di sekitarnya termasuk juga
manusia (Waluyaningsih, 2008).
Doran & Parkin (1994) memberikan batasan kualitas tanah adalahkapasitas suatu tanah untuk berfungsi dalam batas-batas ekosistem untuk
melestarikan produktivitas biologi, memelihara kualitas lingkungan, serta
meningkatkan kesehatan tanaman dan hewan. Johnson et al. (1997) mengusulkan
bahwa kualitas tanah adalah ukuran kondisi tanah dibandingkan dengan
kebutuhan satu atau beberapa spesies atau dengan beberapa kebutuhan hidup
manusia.Kualitas tanah diukur berdasarkan pengamatan kondisi dinamis
indikator-indikator kualitas tanah. Pengukuran indikator kualitas tanah
menghasilkan indeks kualitas tanah. Indeks kualitas tanah merupakan indeks yang
dihitung berdasarkan nilai dan bobot tiap indikator kualitas tanah. Indikator-
indikator kualitas tanah dipilih dari sifat-sifat yang menunjukkan kapasitas fungsi
tanah.
Gambar 3. Tanah
Sumber :https://tenagaeksogen16.wordpress.com/
Indikator kualitas tanah adalah sifat, karakteristik atau proses fisika,
kimia dan biologi tanah yang dapat menggambarkan kondisi tanah (SQI, 2001).
Menurut Doran & Parkin (1994), indikator-indikator kualitas tanah harus :
https://tenagaeksogen16.wordpress.com/https://tenagaeksogen16.wordpress.com/https://tenagaeksogen16.wordpress.com/
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
13/84
7
1. menunjukkan proses-proses yang terjadi dalam ekosistem,
2. memadukan sifat fisika tanah, kimia tanah dan proses biologi tanah,
3.
dapat diterima oleh banyak pengguna dan dapat diterapkan di berbagai
kondisi lahan,
4. peka terhadap berbagai keragaman pengelolaan tanah dan perubahan
iklim, dan
5. apabila mungkin, sifat tersebut merupakan komponen yang biasa
diamati pada data dasar tanah.
Sedangkan menurut Karlen et al. (1996) mengusulkan bahwa
pemilihan indikator kualitas tanah harus mencerminkan kapasitas tanah untuk
menjalankan fungsinya yaitu:
1. melestarikan aktivitas, diversitas dan produktivitas biologis
2. mengatur dan mengarahkan aliran air dan zat terlarutnya
3. menyaring, menyangga, merombak, mendetoksifikasi bahan-bahan
anorganik dan organik, meliputi limbah industri dan rumah tangga
serta curahan dari atmosfer
4. menyimpan dan mendaurkan hara dan unsur lain dalam biosfer
5.
mendukung struktur sosial ekonomi dan melindungi peninggalan
arkeologis terkait dengan permukiman manusia.
Kesehatan tanah ialah integrasi dan optimasi sifat tanah yang
bertujuan untuk peningkatan produktivitas dan kualitas tanah,tanaman, dan
lingkungan. Indikator kinerja tanah ialah sifat tanah yang terukur dan dapat
menunjukkan tanda bahwa tanah menjalankan fungsinya atau tidak (Riwandi,
2010).
Tanah yang sehat adalah tanah mudah diolah, jeluk tanah cukup dalam,unsur hara cukup tidak berlebihan, populasi hama dan penyakit tanaman kecil,
drainase sangat baik, populasi organisme tanah yang menguntungkan sangat
banyak, gulma sangat kecil, bebas bahan kimia dan toksin, tahan degradasi, lentur
(resilience) ketika terjadi kondisi yang buruk (Riwandi, 2010).
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
14/84
8
2.4 Hama Dan Penyakit Penting Tanaman Pada Agroekosistem
Hama Penting Tanaman Sawi ( Brassica oleracea)
1.
Ulat Kubis ( Plutella xylostella L.)
Kingdom :Arthopoda
Kelas : Insekta
Ordo : Lepidoptera
Famili :Plutellidae
Genus :Plutella
Species :Plutellaxylostella L.
Plutella xylostella L. tergolong dalam ordo Lepidoptera, famili Plutellidae,
Plutella xylostella mempunyai nama lain yaitu Plutella maculipennis, atau
disebut juga ulat tritip atau ulat kubis, tanaman inangnya, antara lain kubis, lobak,
sawi, kolhrabi, kubis bunga, kubis kale, kubis tunas dan tanaman lain yang
termasuk keluarga Cruciferae. Dalam perkembangannya Plutella xylostella
mengalami metamorfosis sempurna (Holometabola).
Imagonya berupa ngengat kecil berwarna coklat kelabu. Pada sayap depan
terdapat tanda tiga berlian yang berupa gelombang (undulasi). Warna berlian pada
ngengat betina lebih gelap dibandingkan dengan ngengat jantan. Lamanya siklus
(daur hidup) ± 21 hari, ngengatnya aktif pada senja dan malam hari.Bentuk telur
bulat panjang, lebar 0,26 mm dan panjang 0,49 mm. Telurnya kecil, putih
kekuningan diletakkan pada permukaan bawah daun dalam kelompok 10-20 butir
atau 3-4 butir. Ulat yang baru menetas berwarna hijau pucat, sedangkan yang
telah besar warnanya lebih tua dengan kepala lebih pucat. Larva Plutella
xylostella mudah dibedakan dengan larva serangga hama lainnya karena larva ini
tidak mempunyai garis membujur pada tubuhnya serta larva terdiri atas empat
instar.
Setelah cukup tua ulat mulai berkepompong, sarang kepompong dibuat
dari sejenis benang sutera yang berwarna abu-abu putih pada bagian bawah
permukaan daun. Pembentukan sarang kepompong mula-mula dibuat dari dasar,
kemudian sisi depan dan tutupnya. Pada ujung masih ada lubang kecil untuk
pernapasan(Sastrahidayat, 1991).
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
15/84
9
Pengendalian ulat kubis dapat dilakukan dengan cara mekanis, kimiawi
dengan insektisida kimia sintetik selektif maupun insektisida nabati, pola
bercocok tanam (tumpangsari, rotasi, irigasi, penanaman yang bersih),
penggunaan tanaman tahan, pengendalian hayati menggunakan predator,
parasitoid (misalnya dengan Diadegma semiclausum Helen, Cotesia plutellae
Kurdj., dll.), patogen (misalnya pemakaian bakteri B. thuringiensis, jamur
Beauveria bassiana, dsb.) serta aplikasi program PHT(Semangun, 1993).
Gambar 4. Ulat Kubis (Plutella xylostella L.)
Sumber : Dokumentasi
2.
Ulat Krop Kubis (Crocidolomiabinotalis)
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Lepidoptera
Famili : Crambidae
Subfamili : Pyraustinae
Genus : Crocidolomia
Spesies : Crocidolomiabinotalis
Telurnya diletakkan di balik daun secara berkelompok, jumlah tiap
kelompok sekitar 11-18 dan setiap kelompok berisi sekitar 30 - 80 butirtelur.Telur berbentuk pipih dan berwarna jernih.Diameter telur berkisar antara 1-2
mm. Stadium telur berlangsung selama 3 hari.Larva yang baru menetas hidup
berkelompok di balik daun.Sesudah 4-5 hari, mereka bergerak ke titik
tumbuh.Ulat yang baru menetas berwarna kelabu, kemudian berubah menjadi
hijau muda.Pada punggungnya ada 3 baris putih kekuning-kuningan dan dua garis
di samping, kepalanya berwarna hitam.Panjang ulat sekitar 18 mm. Punggungnya
ada garis berwarna hijau muda.Sisi kiri dan kanan punggung warnanya lebih tua
http://www.pherobase.com/database/genus/genus-Crocidolomia.phphttp://www.pherobase.com/database/genus/genus-Crocidolomia.phphttp://www.pherobase.com/database/order/order-Lepidoptera.phphttp://www.pherobase.com/database/family/family-Crambidae.phphttp://www.pherobase.com/database/genus/genus-Crocidolomia.phphttp://www.pherobase.com/database/genus/genus-Crocidolomia.phphttp://www.pherobase.com/database/genus/genus-Crocidolomia.phphttp://www.pherobase.com/database/genus/genus-Crocidolomia.phphttp://www.pherobase.com/database/genus/genus-Crocidolomia.phphttp://www.pherobase.com/database/family/family-Crambidae.phphttp://www.pherobase.com/database/order/order-Lepidoptera.phphttp://www.pherobase.com/database/genus/genus-Crocidolomia.php
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
16/84
10
dan ada rambut dari kitin yang warnanya hitam.Bagian sisi perut berwarna kuning
selain itu juga ada yang warnanya kuning disertai rambut hijau.Pupa terletak
dalam tanah di dekat pangkal batang inang. Panjang pupa sekitar 8,5 - 10,5 mm,
berwarna hijau pudar dan coklat muda, kemudian berubah menjadi coklat tua
seperti tembaga. Imago jantan lebih besar dan lebih lebih panjang sedikitdaripada
yang betina.Warna sayap muka krem dengan bercak abu-abu coklat.Lama hidup
untuk ngengat betina sekitar 16 - 24 hari. Daur hidupnya sekitar 22 - 30 hari.
Panjang larva dapat mencapai 18 - 25 mm.Larva kecil memakan bagian
bawah daun dengan meninggalkan bekas berupa bercak putih. Lapisan epidermis
permukaan atas daun biasanya tidak ikut dimakan dan akan berlubang setelah
lapisan tersebut kering serta hanya tinggal tulang-tulang daunnya. Bila bagian
pucuk yang terserang maka tanaman tidak dapat membentuk krop sama sekali.
Larva instar II mulai memencar dan menyerang daun bagian lebih dalam dan
sering kali masuk ke dalam pucuk tanaman serta menghancurkan titik tumbuh.
Apabila serangan terjadi pada tanaman kubis yang telah membentik krop, larva
yang telah mencapai instar III akan menggerek ke dalam krop dan merusak bagain
tersebut, sehingga dapat menurunkan nilai ekonominya.
Tidak jarang juga akan terjadi pembusukan krop karena serangan tersebut
yang diikuti oleh serangan skunder yaitu oleh jamur. Ulat krop kubis lebih banyak
ditemukan pda pertanaman yang telah membentuk krop, yaitu pada tanaman
berumur 7- 11 minggu setelah tanam.Ulat akanmenyerang dengan cepat pada
tanaman lainnya sehingga ulat ini merupakan hama yang berbahaya bagi tanaman
sawi besar dan kol(Sastrahidayat, 1991).
Gambar 5.Ulat Krop Kubis (Crocidolomiabinotalis)
Sumber :Sastrahidayat (1991)
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
17/84
11
Penyakit Penting Tanaman Sawi ( Brassica oleracea)
1.
Bercak Daun ( Alternaria brassicae)
Seperti halnya pada tanaman cabe, bercak alternaria pun dapat menyerang
tanaman sawi. Namun, penyakit pada sawi ini disebabkan oleh Alternaria
brassicae, A. brassicicola. Hampir seluruh tanaman sawi sangat peka terhadap
bercak daun Alternaria dan dapat menyerang tanaman pada seluruh fase
pertumbuhan (Semangun, 1993).
Gejala yang ditimbulkan oleh 2 patogen ini sama dan bisa ditemukan
dalam satu tanaman. Serangan pada tanaman di persemaian dapat mengakibatkan
damping off atau tanaman kerdil. Bentuk Bercak daun sangat beragam ukurannya
dari sebesar lubang jarum hingga yang berdiameter 5 cm(Pracaya, 1997).
Umumnya serangan dimulai dengan adanya bercak kecil pada daun yang
membesar hingga kurang lebih berdiamter 1,5 cm dan berwarna gelap dengan
lingkaran konsentris. Perubahan warna menjadi coklat pada head cauliflower dan
brokoli juga disebabkan oleh pathogen ini. Patogen ini juga menimbulkan bercak
elips nekrotis pada benih. Penyakit ini disebabkan oleh patogen yang terbawa
benih. Alternaria sendiri dapat disebarkan oleh angin. Serangan dapat dipercepat
oleh cuaca yang lembab dengan suhu optimum antara 25 – 30°C.
Pengendalian yang dapat dilakukan antara lain : menggunakan benih yang
bebas dari patogen ini. Air panas dan perlakuan benih dengan bahan kimia juga
sangat efektif serta penggunaan fungisida Promefon 250EC (Semangun, 1993).
Gambar 6. Bercak Daun (Alternaria brassicae)
Sumber: Dokumentasi
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
18/84
12
2. Busuk Lunak ( Bacterial Soft Rot )
Penyakit busuk lunak ini disebabkan oleh bakteri Erwinia
carotovora.Penyakit busuk lunak dapat menyerang seluruh tanaman kubis-
kubisan,tetapi lebih sering menyerang sawi putih dan kubis. Jaringan tanaman
yang telah terserang menunjukkan gejala basah dan diameter serta kedalamannya
melebar secara cepat. Bagian tanaman yang terkena menjadi lunak dan berubah
warna menjadi gelap apabila serangan terus berlanjut. Tanaman yang terkena
penyakit ini akan menimbulkan bau yang khas akibat adanya perkembangan
organisme lain setelah pembusukan terjadi (Semangun, 1993).
Bakteri busuk lunak timbul dari seresah tanaman yang telah terinfeksi,
melalui akar tanaman, dari tanah, dan beberapa serangga. Luka pada tanaman
seperti stomata pada daun, serangan serangga, kerusakan mekanis, ataupun bekas
serangan dari patogen lain merupakan sasaran yang empuk untuk serangan
bakteri.Hujan dan suhu yang tinggi mendorong penyebaran di lahan. Infeksi pada
saat pengangkutan dan penyimpanan merupakan kontaminasi bakteri saat di lahan
maupun pasca panen melalui peralatan pengangkutan dan panen serta tempat
penyimpanan.
Bakteri busuk lunak dapat berkembang pada suhu 5 – 37o
C dengan suhu
optimum berkisar 22oC. Pengendalian secara preventif bisa ditempuh melalui
kebersihan lingkungan dan sistem budidaya. Lahan harus memiliki drainase yang
baik untuk mengurangi kelembaban tanah serta jarak tanamnya harus cukup
memberikan pertukaran udara untuk mempercepat proses pengeringan daun saat
basah. Penyemprotan bakterisida seperti Kocide 77WP dengan interval 10 hari
sangat dianjurkan terutama saat penanaman musim hujan (Pracaya,1997).
Gambar 7. Busuk Lunak (Bacterial Soft Rot)
Sumber: Semangun (1993)
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
19/84
13
3. Busuk Hitam ( Xanthomonas campestris Dows)
Penyakit busuk hitam yang disebabkan Xanthomonascampestris pv. Busuk
hitam dapat menyerang seluruh tanaman sawi. Gejala awal yang timbul adalah
pada tepi daun dan berlanjut hingga klorosis membentuk huruf V. Dengan
berjalannya waktu, gejala yang timbul tadi kemudian mengering dan seperti
terbakar (nekrotis). Serangan umumnya terjadi pada pori daun, tetapi tidak
menutup kemungkinan dapat menyerang di bagian daun mana saja yang telah
terserang serangga ataupun luka secara mekanis sehingga memudahkan bakteri
masuk. Bakteri ini menyerang jaringan pengangkutan tanaman dan dapat
berpindah secara sistematis dalam jaringan pengangkutan tanaman tersebut.
Jaringan angkut yang terserang warnanya menjadi kehitaman yang dapat dilihat
sebagai garis hitam pada luka atau bisa juga diamati dengan memotong secara
melintang pada batang daun atau pada batang yang terkena infeksi. Busuk hitam
juga dapat menyebabkan terjadinya busuk lunak.
Bakteri banyak terdapat pada seresah dari tanaman yang terinfeksi, tetapi
akan mati jika serasah tadi melapuk. Bakteri ini juga terdapat pada tanaman kubis
- kubisan yang lain dan tanaman rumput-rumputan serta dapat pula terbawa benih.
Suhu serta curah hujan yang tinggi sangat sesuai untuk perkembangan busuk
hitam. Bakteri ini berada pada tetesan butir air dari tanaman yang terluka serta
dapat menyebar ke seluruh tanaman melalui manusia ataupun peralatan yang
sering bergerak melintasi lahan saat kondisi tanaman sedang basah.
Pengendalian dapat dilakukan dengan pergiliran tanaman yang bukan jenis
kubis - kubisan, sehingga akan memberikan waktu yang cukup bagi seresah dari
tanaman kubis - kubisan untuk melapuk. Lalu menggunakan benih bebas hama
dan penyakit yang dihasilkan di iklim yang kering. Hindari untuk bekerja di lahansaat daun tanaman basah. Tanamlah varietas kubis yang tahan terhadap busuk
hitam. Penyemprotan bakterisida Kocide 77WP sangat dianjurkan , terutama
untuk budidaya di musim penghujan( Pracaya, 1997).
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
20/84
14
Gambar 8. Busuk Hitam (Xanthomonas campestris Dows)
Sumber: Dokumentasi
4. Penyakit Layu Pembuluh ( Fusarium oxysporum .sp.)
Kingdom : Fungi
Filum : Ascomycota
Sub : Pezizomycotina
Kelas : sordariomycetes
Ordo : Hypocreales
Famili : nectriaceae
Genus : Fusarium
Spesies : Fusarium oxysporum .sp.
Layu fusarium merupakan penyakit yang sering menyerang tanamanfamili timun-timunan. Penyebabnya adalah Fusarium oxysporum .sp. niveum pada
semangka. Seperti halnya penyakit alternaria, penyakit ini hanya menyerang satu
jenis tanaman saja. Penyakit ini dapat bertahan di tanah untuk jangka waktu lama
dan bisa berpindah dari satu lahan ke lahan lain melalui mesin-mesin pertanian,
seresah daun yang telah terserang, maupun air irigasi. Suhu tanah yang tinggi
sangat sesuai untuk perkembangan penyakit ini(Susniahti, 2005). Tanaman yang
terserang bisa terjadi pada berbagai tahap pertumbuhan. Mulai dari bibit hingga
tanaman tua. Baik saat bibit maupun tanaman dewasa , serangan penyakit ini
dapat meyebabkan layu yang akhirnya mati. Tandanya dapat dilihat pada jaringan
angkut tanaman yang berubah warna menjadi kuning atau coklat(Pracaya. 1997).
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
21/84
15
Gambar 9. Layu Pembuluh (Fusarium oxysporum .sp.)
Sumber: Susniahti (2005)
2.5 Pengaruh Populasi Musuh Alami Terhadap Agroekosistem
Musuh alami merupakan komponen penyusun keanekaragaman hayati
di lahan pertanian.Keanekaragaman hayati di lahan pertanian (agrobiodeversity)
meliputi diversitas (keanekaragaman) jenis tanaman yang di budidayakan,
diversitas (keanekaragaman) spesies liar yang berpengaruh dan di pengeruhi oleh
kegiatan pertanian, serta diversitas ekosistem yang dibentuk oleh populasi spesies
yang berhubungan dengan tipe penggunaan lahan yang berbeda (dari habitat lahan
pertanianintensif sampai lahan pertanian alami).Diversitas spesies liar berperan
penting dalam banyak hal. Beberapa menggunakan lahan pertanian sebagai habitat
( dari sebagian sampai yang tergantung pada lahan pertanian secara total) ataumengguanan habitat lain tetapi di pengaruhi oleh aktivitas pertanian. Adapun yang
berperan sebagai gulma dan spesies hama yang merupakan pendatang maupun
yang asli ekosistem sawah tersebut, yang mempengaruhi prosuksi pertanian dan
agroekosistem (Channa.et,al. 2004).
Menurut Sunarno (2010), musuh alami dapat dikelompokkan menjadi
tiga dilihat dari fungsinya, yaitu:
1. Parasitoid
Merupakan serangga yang memarasit serangga atau binatang
antropoda lainnya.Parasitoid bersifat parasit pada fase pradewasa, sedangkan
dewasanya hidup bebas dan tidak terikat pada inangnya. Parasitoid hidup
menumpang di luar atau di dalam tubuh inangnya dengan cara menghisap cairan
tubuh iangnyaa guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Parasitoid menyedot energi
dan memakan selaagi iangnya masih hidup dan membunuh atau melumpuhkan
iangnya untuk kepentingan keturunannya.Kebanyakan parasitoid bersifat monofag
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
22/84
16
(memiliki inang spesifik), tetapi ada juga yang oligofag (inang tertentu). Selain itu
parasitoid memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil dari inangnya .
2.
Predator
Predator adalah binatang atau serangga lain yang memangsa serangga
hama. Predator merupakan organisme yang hidup bebas dengan memakan,
membunuh atau memangsa atau serangga lain, ada beberapa ciri predator: (1)
Predator dapat memangsa semua tingkat perkembangan mangsanya (telur, larva,
nimfa, pupa dan imago). (2) Predator membunuh dengan cara memakan atau
menghisap mangsanya dengan cepat. (3) Seekor predator memerlukan dan
memakan banyak mangsa selama hidupnya. (4) Predator membunuh mangsanya
untuk dirinya sendiri. (5) Kebanyakan predator bersifat karnifor. (6) Predator
memiliki ukuran tubuh lebih besar dari pada mangsanya. (7) Dari segi perilaku
makannya, ada yang mengunyah semua bagian tubuh mangsanya, ada menusuk
mangsanya dengan mulutnya yang berbentuk seperti jarum dan menghisap cairan
tubuh mangsanya. (8) Metamorfosis predator ada yang holometabola dan
hemimetabola.
3. Patogen
Golongan mikroorganisme atau jasad renik yang menyebabkan serangga
sakit dan akhirnya mati. Patogen dalah salah satu faktor hayati yang turut serta
dalam mempengaruhi dan menekan perkembangan serangga hama. Karena
mikroorganisme ini dapat menyerang dan menyebabkan kematian serangga hama,
maka patogen disebut sebagai salah satu musuh alami serangga hama. Beberapa
patogen dalam kondisi lingkungan tertentu dapat menjadi faktor mortalitas utama
bagi populasi serangga tetapi ada banyak patogen pengaruhnya kecil terhadap
gejolak populasi serangga.Kelompok serangga dalam kehidupan diserang banyak patogen atau penyakit yang berupa virus, bakteri, protozoa, jamur, riketzia dan
nematode.Ini merupakan macam patogenik yang dapat digunakan sebagai agen
pengendali hayati.
Dari uraian diatas jelas bahwa terdapat organisme yang berperan positif
terhadap tanaman yang dibudidayakan (produksi pertanian), dan ada juga yang
berperan negatif terhadap tanaman yang dibudidayakan. Menurut Untung (2006),
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
23/84
17
musuh alami (predator, parasitoid dan patogen) dapat berperan positif dalam
pertanian, sebagai berikut:
1.
Dapat mengendalikan organisme penggangu yang berupa hama dan
gulma.
2. Apabila musuh alami mampu berperan sebagai pemangsa secara
optimal sejak awal, maka populasi hama dapat berada pada tingkat
equilibrium positif atau flukstuasi populasi hama dan musuh lamia
menjadi seimbang shingga tidak akan terjadi ledakan hama.
3.
Pengelolaan ekosistem pertanian dengan perpaduan optimal teknik-
teknik pengendalian hama dan meminimalkan penggunaan
pestisida sintetis yang berspektrum luas.
4. Pembatas dan pengatur populasi hama yang efektif karena sifat
pengaturannya bergantung pada kepadatan (density dependent ),
sehingga mampu mempertahankan populasi hama pada
keseimbangan umum ( general equilibrium position) dan tidak
menimbulkan kerusakan pada tanaman. Keberadaan musuh alami
dapat meningkatkan keanekaragaman hayati, sehingga tercipta
keseimbangan ekosistem (ecosystem balance) .
5. Penggunaan musuh alami lebih ekonomis, karena dapat
meminimalisir penggunaan pestisida. Penggunaan musuh alami
bersifat alami, efektif, murah dan tidak menimbulkan dampak
negatif terhadap kesehatan dan lingkungan hidup serta dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam meningkatkan
kualitas dan kuantitas produksi hasil panennya.
2.6
Dampak Manajemen Agroekosistem Terhadap Kualitas dan Kesehatan
Tanah
Dalam suatu agroekosistem akan selalu dilakukan pengelolaan-
pengelolaan terhadap tanah. Pangeloalaan tanah dengan yang baik, bukan hanya
mampu meningkatkan produksi tapi juga menjaga keberlanjutan lingkungan.
Menurut Lal (1995 dalam Suryani, 2014), pengelolaan tanah yang berkelanjutan
berarti suatu upaya pemanfaatan tanah melalui pengendalian masukan dalam suatu
proses untuk memperoleh produktivitas tinggi secara berkelanjutan, meningkatkan
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
24/84
18
kualitas tanah, serta memperbaiki karakteristik lingkungan.Namun, apabila dalam
pengelolaan tanah tersebut tidak tepat salah satunya dampaknya yaitu penurunan
kualitas dan kesehatan tanah. Indikator kualitas dan kesuburan tanah pada suatu
agroekosistem dapat dilihat dari sifat kimia, fisik dan bioligi tanahnya.
1. Dari Segi Kimia Tanah
a. Bahan Organik Tanah
Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem
kompleks dan dinamis, yang bersumber dari sisa tanaman dan atau binatang yang
terdapat di dalam tanah yang terus menerus mengalami perubahan bentuk, karena
dipengaruhi oleh faktor biologi, fisika, dan kimia (Kononova, 1961 dalam
Suryani, 2014). Pada sistem pertanian yang diolah secara intensif dengan
menerapkan sistem monokultur, biasanya jumlah bahan organiknya sedikit karena
tidak ada atau minimnya seresah di permukaan lahan, selain itu input bahan
organik yang berasal dari pupuk organik baik pupuk kandang atau pupuk hijau
minim karena lebih menekankan penggunaan input kimia. Dari hal tersebut dapat
diindikasikan pertanian tanpa penerapan tambahan bahan organik pada lahan
pertanain intensif merupakan pengelolaan agroekosistem yang tidak sehat.
b. pH Tanah (Kemasaman Tanah) dan Adanya Unsur Beracun
pH tanah pada sistem pertanian intensif biasanya agak masam karena
seringnya penggunaan pupuk anorganik seperti Urea yang diaplikasikan secara
terus-menerus untuk menunjang ketersediaan unsure hara dalam tanah. pH tanah
juga menunjukkan keberadaan unsur-unsur yang bersifat racun bagi tanaman.
Untuk pengelolaan pH tanah yang berbeda-beda dalam suatu agroekosistem maka
pemilihan jenis tanamannya disesuaikan dengan pH tanah.
c. Ketersediaan Unsur Hara
Unsur hara yang digunakan tanaman untuk proses pertumbuhan dan
perkembangannya diperoleh dari beberapa sumber antara lain : Bahan organik,
mineral alami, unsur hara yang terjerap atau terikat, dan pemberian pupuk kimia.
Pada lahan dengan pengolahan secara intensif sumber unsur haranya berasal dari
input-input kimiawi berupa pupuk anorganik, petani kurang menerapkan
tambahan bahan organic seperti aplikasi pupuk kandang dan seresah dari tanaman
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
25/84
19
yang diusahkan. Penggunaan pupuk kimia berlebihan dapat menyebabkan
penurunan kesuburan tanah.
2. Dari Segi Fisika Tanah
a.
Kondisi Kepadatan Tanah
Sarief (1987) menyatakan bahwa nilai berat jenis tanah dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor, diantaranya pengolahan tanah, bahan organik, pemadatan
tanah baik oleh air hujan maupun alat pertanian, tekstur, struktur dan kandungan
air. Tanah-tanah di lahan dengan pengolahan intensif biasanya memiliki nilai BI
dan BJ yang tinggi karena telah mengalami pemadatan akibat penggunaan alat-
alat berat untuk pengolahantanahnya.
b.
Kedalaman efektif tanah
Kedalaman efektif adalah kedalaman tanah yang masih dapat ditembus
oleh akar tanaman. Pengamatan kedalaman efektif dilakukan dengan mengamati
penyebaran akar tanaman. Banyakya perakaran, baik akar halus maupun akar
kasar, serta dalamnya akar-akar tersebut dapat menembus tanah, dan bila tidak
dijumpai akar tanaman maka kedalaman efektif ditentukan berdasarkan
kedalaman solum tanah (Hardjowigno, 2007).
c.
Erosi Tanah
Erosi adalah terangkutnya atau terkikisnya tanah atau bagian tanah ke
tempat lain. Meningkatnya erosi dapat diakibatkan oleh hilangnya vegetasi
penutup tanah dan kegiatan pertanian yang tidak mengindahkan kaidah konservasi
tanah. Erosi tersebut umumnya mengakibatkan hilangnya tanah lapisan atas yang
subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman. Oleh sebab itu erosi mengakibatkan
terjadinya kemunduran sifat-sifat fisik dan kimia tanah.
Di lahan pertanian dengan pengolahan intensif, khususnya praktek penebangan hutan untuk pembukaan lahan baru memiliki tingkat kerusakan
lingkungan yang amat tinggi. Pembukaan hutan tersebut merupakan tindakan
eksploitasi lahan yang berlebihan, perluasan tanaman, penggundulan hutan, telah
berdampak pada keberlangsungan hidup biota yang berada di bumi. Bila kondisi
tersebut terus berlangsung dengan cara tidak terkendali, maka dikhawatirkan akan
bertambahnya jumlah lahan kritis dan kerusakan dalam suatu wilayah.Selain itu,
penanaman satu jenis tanaman semusim pada satu areal lahan menyebabkan tidak
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
26/84
20
adanya tutupan lahan lain yang cukup kuat untuk melindu gi tanah dari daya
pukul air hujan secara langsung ke tanah, hal tersebut mengakibatkan laju erosi
cenderung tinggi.
3. Dari Segi Biologi Tanah
a.
Keanekaragaman biota dan fauna tanah
Biota tanah memegang peranan penting dalam siklus hara di dalam
tanah, sehingga dalam jangka panjang sangat mempengaruhi keberlanjutan
produktivitas lahan. Salah satu biota tanah yang paling berperan yaitu cacing
tanah. Cacing jenis „penggali tanah‟ yang hidup aktif dalam tanah, walaupun
makanannya berupa bahan organik di permukaan tanah dan ada pula dari akar-akar yang mati di dalam tanah. Kelompok cacing ini berperanan penting dalam
mencampur seresah yang ada di atas tanah dengan tanah lapisan bawah, dan
meninggalkan liang dalam tanah. Kelompok cacing ini membuang kotorannya
dalam tanah, atau di atas permukaan tanah. Kotoran cacing ini lebih kaya akan
karbon (C) dan hara lainnya dari pada tanah di sekitarnya. (Hairiah, 2004).
Pada lahan dengan pengolahan intensif, jarang terdapat seresah pada
lahan tersebut sehingga keberadaan biota tanah seperti cacing tanah sedikit,
padahal aktifitas cacing tanah dapat memperbaiki sifat-sifat fisik, kimia dan
biologi tanah, seperti meningkatkan kandungan unsur hara, mendekomposisikan
bahan organik tanah, merangsang granulasi tanah dan sebagainya.
2.7
Kriteria Indikator dalam Pengelolaan Agroekosistem yang Sehat dan
Berkelanjutan
Menurut Hairiah (2004), pengelolaan pertanian berwawasan lingkungan
dilakukan melalui pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal, lestari dan
menguntungkan, sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk
kepentingan generasi sekarang dan generasi yang akan datang. Kriteria atau
indikator agroekosistem yang sehat dapat dilihat dari segi kimia dan fisik tanah
serta sifat biologi tanah, sebagai berikut :
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
27/84
21
1. Dari Segi Kimia Tanah
a) Bahan Organik Tanah
Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisa-sisa tanaman dan
binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali.
Sumber primer bahan organik tanah dapat berasal dari Seresah yang merupakan
bagian mati tanaman berupa daun, cabang, ranting, bunga dan buah yang gugur
dan tinggal di permukaan tanah baik yang masih utuh ataupun telah sebagian
mengalami pelapukan. Dalam pengelolaan bahan organik tanah, sumbernya juga
bisa berasal dari pemberian pupuk organik berupa pupuk kandang, pupuk hijau
dan kompos, serta pupuk hayati (inokulan). Bahan organik tersebut berperan
langsung terhadap perbaikan sifat-sifat tanah baik dari segi kimia, fisika maupun
biologinya, diantaranya :
Memengaruhi warna tanah menjadi coklat sampai hitam
Memperbaiki struktur tanah menjadi lebih remah
Meningkatkan daya tanah menahan air sehingga drainase tidak
berlebihan, kelembaban dan tempratur tanah menjadi stabil
Sumber energi dan hara bagi jasad biologis tanah terutama
heterotrofik.
b) pH Tanah (Kemasaman Tanah) dan Adanya Unsur Beracun
Tanah bersifat asam dapat disebabkan karena berkurangnya kation
Kalsium, Magnesium, Kalium dan Natrium.Unsur-unsur tersebut terbawa oleh
aliran air kelapisan tanah yang lebih bawah atau hilang diserap oleh tanaman.pH
tanah juga menunjukkan keberadaan unsur-unsur yang bersifat racun bagi
tanaman. Pada tanah asam banyak ditemukan unsur alumunium yang selain
bersifat racun juga mengikat phosphor, sehingga tidak dapat diserap oleh
tanaman.Pada tanah asam unsur-unsur mikro menjadi mudah larut sehingga
ditemukan unsur mikro seperti Fe, Zn, Mn dan Cu dalam jumlah yang terlalu
besar, akibatnya juga menjadi racun bagi tanaman.
Tetapi dengan pH yang agak masam belum tentu kebutuhan tanaman
terhadap pH tanah tidak cocok karena itu tergantung dari komoditas tanaman
budidaya yang dibudidayakan.Untuk pengelolaan pH tanah yang berbeda-beda
dalam suatu agroekosistem maka apabila suatu lahan digunakan untuk pertanian
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
28/84
22
maka pemilihan jenis tanamannya disesuaikan dengan pH tanah apakah tanaman
yang diusahakan sesuai dan mampu bertahan dengan pH tertentu.
c) Ketersediaan Unsur Hara
Unsur hara yang digunakan tanaman untuk proses pertumbuhan dan
perkembangannya diperoleh dari beberapa sumber antara lain bahan organik,
mineral alami, unsur hara yang terjerap atau terikat, dan pemberian pupuk kimia.
Pada lahan pertanian diketahui sumber unsur hara berasal dari bahan organik,
karena pada lokasi tersebut banyak ditemukan seresah yang merupakan sumber
bahan organic selain itu aplikasi pupuk kandang juga menambah
ketersediaanunsur hara yang berfungsi ganda, diserap oleh tanaman dan
memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.
2. Dari Segi Fisika Tanah
a) Kondisi kepadatan tanah
Bahan organik dapat menurunkan berat isidan tanah yang memiliki nilai
berat isi kurang dari satu (< 1) merupakan tanah yang memiliki bahan organik
tanah sedang sampai tinggi. Selain itu, Nilai berat isi untuk tekstur berpasir antara
1,5 – 1,8 g / m3, nilai berat isi untuk tekstur berlempung antara 1,3 – 1,6 g / m3
dan nilai berat isi untuk tekstur berliat antara 1,1 – 1,4 g/m3 merupakan nilai berat
isi yang dijumpai pada tanah yang masih alami atau tanah yang tidak mengalami
pemadatan.
b) Kedalaman efektif tanah
Kedalaman efektif adalah kedalaman tanah yang masih dapat ditembus
oleh akar tanaman.Pengamatan kedalaman efektif dilakukan dengan mengamati
penyebaran akar tanaman.Banyakya perakaran, baik akar halus maupun akar
kasar, serta dalamnya akar-akar tersebut dapat menembus tanah, dan bila tidakdijumpai akar tanaman maka kedalaman efektif ditentukan berdasarkan
kedalaman solum tanah.
c) Erosi Tanah
Erosi adalah terangkutnya atau terkikisnya tanah atau bagian tanah ke
tempat lain. Meningkatnya erosi dapat diakibatkan oleh hilangnya vegetasi
penutup tanah dan kegiatan pertanian yang tidak mengindahkan kaidah konservasi
tanah.Erosi tersebut umumnya mengakibatkan hilangnya tanah lapisan atas yang
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
29/84
23
subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman.Oleh sebab itu, erosi mengakibatkan
terjadinya kemunduran sifat-sifat fisik dan kimia tanah.
3. Dari Segi Biologi Tanah
Ditunjukkan dengan adanya kascing.Biota tanah memegang peranan
penting dalam siklus hara di dalam tanah, sehingga dalam jangka panjang sangat
mempengaruhi keberlanjutan produktivitas lahan.Salah satu biota tanah yang
paling berperan yaitu cacing tanah.Hasil penelitian menunjukkan bahwa cacing
tanah dapat meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan sifat kimia, fisik,
dan biologis tanah.
Kascing (pupuk organik bekas cacing atau campuran bahan organik sisa
makanan cacing dan kotoran cacing) mempunyai kadar hara N, P dan K 2,5 kali
kadar hara bahan organik semula, serta meningkatkan porositas tanah (pori total
dan pori drainase cepat meningkat 1,15 kali). Cacing jenis „penggali tanah‟ yang
hidup aktif dalam tanah, walaupun makanannya berupa bahan organik di
permukaan tanah dan ada pula dari akar-akar yang mati di dalam tanah. Kelompok
cacing ini berperanan penting dalam mencampur seresah yang ada di atas tanah
dengan tanah lapisan bawah, dan meninggalkan liang dalam tanah. Kelompok
cacing ini membuang kotorannya dalam tanah, atau di atas permukaan tanah.
Kotoran cacing ini lebih kaya akan karbon (C) dan hara lainnya dari pada tanah di
sekitarnya.
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
30/84
24
BAB III
METODOLOGI
3.1
Waktu dan Tempat
Praktikum lapang mata kuliah Manajemen Agroekosistem dilaksanakan di
lahan budidaya tanaman sawi putih di Desa Sumber Brantas, Batu, Malang pada
hari Sabtu tanggal 23 Mei 2015 pukul 06.30-12.00 WIB.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Aspek HPT
A.
Alat
Sweptet : untuk menangkap serangga diudara
Yellow Sticky trap : untuk menangkap serangga di udara
Pantrap : untuk menangkap serangga di tanah
Pitfall : untuk menjebak serangga di tanah
Kantong Plastik besar : untuk tepat spesimen setelah ditangkap
Plastik bening : untuk tepat spesimen yang sudah dibius
Kapas : untuk alat membius serangga dengan alkohol
Kamera : untuk dokumentasi Modul praktikum : untuk panduan dalam praktikum lapang
Alat tulis :untuk mencatat hasil identifikasi serangga
B. Bahan
Detergen : untuk bahan membius serangga
Alkohol 75% : untuk bahan membius serangga
Air : untuk pelarut detergen
Serangga : untuk bahan pengamatan hama, musuh alami, danserangga lain
Tanaman sawi putih : untuk pengamatan penyakit
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
31/84
25
3.2.2 Aspek BP
Kuisioner : untuk acuan pertanyaan kepada narasumber
Alat tulis : untuk mencatat data informasi hasil wawancara
Kamera : untuk dokumentasi
3.2.3 Aspek Tanah
1. Lapang
a.
Alat
Ring sampel : untuk mengambil sampel tanah
Penggaris :untuk mengukur kedalaman perakaran dan mengukur
ketinggian seresah
Gunting : untuk menggunting understorey
Plastik : untuk wadah sampel tanah
Palu : untuk memukul ring sampel agar mempermudah masuk
kedalam tanah
Map coklat : untuk wadah seresah
Kertas label : untuk memberi label pada sampel tanah
Frame : untuk pembatas plot dalam mengamati seresah dan
understorey
Cetok : untuk mengambil sampel tanah
Spidol : untuk memberi keterangan sampel tanah pada plastik
b. Bahan
Plot lahan : untuk pengambilan sampel tanah, pengamatan seresah,
understorey, dan mikrooerganisme tanah
2. Laboratorium
1)
Berat Isi Tanah
a. Alat
Jangka sorong : untuk mengukur diameter ring sampel
Penggaris : untuk mengukur tinggi ring sampel
Pistil dan mortal : untuk menghaluskan tanah
Cawan : untuk tempat meletakkan tanah dalam oven
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
32/84
26
Pisau : untuk memotong tanah yang melebihi batas ring
sampel
Timbangan : untuk menghitung berat tanah dan berat cawan
Oven : untuk mengeringkan tanah
Alat tulis : untuk mencatat hasil praktikum
Kamera : untuk dokumentasi
b.
Bahan
Sampel tanah utuh : untuk bahan praktikum
2) Berat Jenis Tanah
a. Alat
Piknometer : untuk tempat tanah yang sudah dihaluskan
Pistil dan mortar : untuk menghaluskan tanah
Timbangan : untuk menimbang tanah dan cawan
Oven : untuk mengeringkan sampel tanah
Corong : untuk alat bantu menuangkan air ke dalam
pinkometer
Botol semprot : untuk menuangkan air
Nampan : untuk wadah tanah saat di oven
Labu ukur : untuk tempat tanah yang sudah halus pada
pengujian BJ
Alat tulis : untuk mencatat hasil praktikum
Kamera : untuk dokumentasi
b. Bahan
Sampel tanah halus : untuk bahan praktikum
Air sudah rebus : untuk menghomogenkan dan melarutkan tanah
3) C-organik
a. Alat
Gelas ukur : untuk mengukur volume larutan
Gelas beaker : untuk mengukur volume aquades
Timbangan : untuk menimbang sampel tanah
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
33/84
27
Pipet : untuk alat memindahkan larutan dari wadah satu
ke wadah yang lain
Pengaduk magnetis : untuk mengaduk larutan agar homogen
Buret dan statis : untuk alat titrasi
Ayakan 0,5 mm : untuk mengayak sampel tanah
Pistil dan mortar : untuk menghaluskan sampel tanah
Labu elenmeyer 500 ml: untuk tempat menghomogenkan tanah dan
larutan
Alat tulis : untuk mencatat hasil praktikum
b.
Bahan
Sampel tanah : untuk bahan praktikum
K 2Cr 2O7 10 ml : untuk mengikat rantai C
H2SO4 20 ml : untuk memisahkan rantai C dengan
tanah
H2PO4 85% 10 ml : untuk menghilangkan pengaruh Fe
FeSO4 : untuk bahan titrasi
Aquades 200 ml : untuk menghentikan reaksi H2SO4
Difenilatelin : untuk indikator warna
4) pH Tanah
a. Alat
Gelas ukur : untuk mengukur H2O
Pistil dan mortar : untuk menghaluskan sampel tanah
pH meter : untuk mengukur pH
Fial film : untuk tempat pencampuran tanah dan larutan
Timbangan : untuk menimbang sampel tanah
Ayakan 2 mm : untuk mengayak sampel tanah
Alat tulis : untuk mencatat hasil praktikum
b.
Bahan
H2O 10 ml : untuk menentukan pH actual
Sampel tanah : untuk bahan praktikum
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
34/84
28
5) eH tanah
a. Alat
Timbangan : untukmenimbang sampel tanah
Fial film : untuk tempat pencampuran tanah dan
larutan
Mortar dan pistil : untuk menghaluskan sampel tanah
Ayakan 2 mm : untuk mengayak sampel tanah
Gelas Ukur : untuk mengukur H2O
Conductivity Meter : untuk mengukur eC
Alat tulis : untuk mencatat hasil praktikum
Kamera : untuk dokumentasi
b.
Bahan
H2O 10 ml : untuk menentukan eH
Sampel tanah : untuk bahan praktikum
6) Seresah
a.
Alat
Timbangan : untuk menimbang seresah
Kertas : untuk membungkus seresah
Oven : untuk mengeringkan seresah
AlatTulis : untuk mencatat hasil praktikum
Kamera : untuk dokumentasi
b. Bahan
Seresah :untuk bahan pengamatan
7) Understorey
a.
Alat
Timbangan : untuk menimbang understorey
Kertas : untuk membungkus understorey
Oven : untuk mengeringkan understorey
Kamera : untuk dokumentasi
b. Bahan
Understorey : untuk bahan pengamatan
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
35/84
29
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Aspek HPT
1. Sweptnet
2. Pantrap
Menyiapkanalat dan bahan
Melakukan penangkapanserangga yangterbang dengan
sweptnet dengan3 kali ayunan
Ambil seranggayang tertangkap pada sweep netdan masukkandalam plastik
Serangga di biusmenggunakanalkohol 75%
Melakukan
pengamatan danklasifikasi padaserangga yang
ditemukan
Hasil dandokumentasi
Menyiapkan alat
dan bahan
Memasang
pantrap
Pan trap diisidengan campuranair dan detergen
Di tinggalkan dilapang selama 24
jam
Setelah 24 jamdilakukan
pengambilanserangga yangterperangkap
Masukkan dalam plastik
Melakukanklasifikasi setiap
serangga
Hasil dandokumentasi
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
36/84
30
3. Pitfall
4.
Yell ow sticky trap
Menyiapkan alatdan bahan
Masukkancampuran air
dan detergenkedalam gelas plastik ± 1/2
bagian
Tinggalkan di
lapang selama
24 jam
Setelah 24 jamdilakukan
pengambilanserangga yangterperangkap
Masukkandalam plastik
Melakukanklasifikasiserangga
Hasil dandokumentasi
Menyiapkan alatdan bahan
Melekatkan yellow sticky trapmengitari botol air
mineral
Meletakkan padatempat yang sudahditemtukan selama
24 jam
Setelah 24 jamdilakukan
pengambilan dan pengamatanserangga yang
terjebak
Melakukan
klasifikasiserangga
Hasil dandokumentasi
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
37/84
31
5. Pengamatan penyakit
3.3.3.1 Aspek BP
Menyiapkan alatdan bahan
Mengamatitanaman yang
terserang penyakitdengan melihatskoring penyakit
di modul praktikum
Mengidentifikasi penyakit yangmenyerang
Menghitingintensitas penyakit
Hasil dandokumentasi
Menyiapkankuisioner dan
alat tulis
Melakukanwawancara
dengan petani
Mencatat hasilwawancara
Dokumentasi
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
38/84
32
3.4.1 Aspek Tanah
a. Lapang
1. Pengambilan sampel Tanah Utuh
2.
Pengambilan tanah komposit
Menyiapkan alatdan bahan
Menentukan lahanyang akan diambilsampel tanahnnya
Membersihkanlahan dan mencaritanah yang datar
Menancapkan ringsampel dan
memukul ring
agar ring terisitanah penuh
Mengambil ringsampel berlahan-
lahan
Meratakan tanahdengan
membersihkan
tanah yangmelebihi ring
Masukkan ringdalam plastik dan
beri labelDokumentasi
Menyiapkan alatdan bahan
Menentukan lahanyang akan diambilsampel tanahnya
Mengambil tanahdari 4 titik secara
zig zag
Masukkan dalam plastik dan beri
labelDokumentasi
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
39/84
33
3. Pengambilan Seresah
4. Pengambilan Understory
Menyiapkan alatdan bahan
Memasang frame pada lahan yangtelah ditentukandan menentukan plot 1 dan plot 2
Mengukurketinggian seresah
dari plot 1 dan plot 2
Mengambilseresah dari plot 1
dan plot 2
Masukkan dalam plastik dan beri
label
Dokumentasi
Menyiapkan alatdan bahan
Memasang frame pada lahan yangtelah ditentukan
serta menentukan plot 1 dan plot 2
Mengambilunderstory padamasing-masing
plot menggunakangunting
Masukkan dalamkantong plastikdan beri label
Dokumentasi
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
40/84
34
b. Laboraturium
1. Berat Isi tanah
2. Berat Jenis Tanah
Menyiapkanalat dan bahan
Menimbangring
Menimbang
ring yang berisi sampel
tanah
Mengeluarkansampel tanah
dari ring
Letakkandalam cawan
Mengukurtinggi dan
diameter ring
Menimbangsampel tanah beserta ring
Mengoventanah selama
24 jamdengan suhu
105°C
Setelah 24 jam keluarkansampel tanah
dari oven
Menimbangsampel tanah
oven
Menghitung
nilai berat isi
Mencatat hasildan
dokumentasi
Menyiapkanalat dan bahan
Menghalusk an tanah
yang sudahdioven
Menimbangsampel tanah
20 gr danlabu ukur
yang kosong
Masukkansampel
tanah 20 grke dalamlabu ukur
laluditimbang
Mengisi air 3/4dari volume labuukur dan kocok
untukmengeluarkan
udara yangterjerat
Menghitungnilai berat
jenis
Mencatat hasildan
dokumentasi
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
41/84
35
3. C-Organik
Menyiapkan alatdan bahan
Menimbangsampel tanah
dan ayak sampeltanah dengan
ayakan 0,5 mm
Masukkansampel tanah
yang lolosayakan dalam
labu elenmeyer500 ml
MasukkanK 2Cr 2O7 10 ml
dan H2SO4
Digoyang-goyang agartanah dapat
berinteraksisepenuhnya
Diamkan dalamruang asam
selama 15 menit
Tambahkanaquades 200 ml
MasukkanH3PO4 85% 10ml dan 30 tetes
difenilamina
Titrasi denganFeSO4 sampai
warnanya berubah
menjadi hijautua
Mencatatvolume sampeldan menghitung
C-organik
Dokumentasi
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
42/84
36
4. pH Tanah
5. eH Tanah
Menyiapkanalat dan bahan
Mengayak
sampel tanahdengan ayakan
2 mm
Menimbang 10 gr
sampel tanah yanglolos ayakan 2 mmdan masukkandalam fial film
MasukkanH2O 10 ml
dalam fial filmlalu dikocok
10 menit
Diamkan 15menit agarhomogen
Mengukur pHsampel
menggunakanPh meter
Catat hasilnyadan
dokumentasi
Menyiapkan alatdan bahan
Masukkan 10 grsampel tanah
yang sudah lolosayakan 2 mm
dalam fial film
Masukkan H2O10 ml dalam fial
film dan kocok 10menit
Diamkan selama15 menit
Mengukur eHsampel tanahmenggunakan
conductivity meter
Mencatat hasilnyadan dokumentasia
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
43/84
37
6. Pengukuran Seresah
7. Pengukuran Understorey
Menyiapkan alatdan bahan
Menimbangseresah
Bungkus dengankertas
Masukkan dalamoven selama 3 hari
Timbang beratkering seresahyang sudah di
oven
Mencatat hasilnyadan dokumentasi
Menyiapkan alatdan bahan
Menimbangunderstorey
Bungkus dengankertas
Masukkan dalamoven selama 3
hari
Menimbang beratkering
understorey yangsudah di oven
Mencatat hasilnyadan dokumentasi
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
44/84
38
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Kondisi Umum lahan
Lokasi kegiatan fieldtrip terletak di Desa Sumber Brantas yang termasuk
dalam wilayah Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Secara astronomis terletak di
112°17'10,90"-122°57'11" Bujur Timur dan 7°44'55,11"-8°26'35,45 Lintang
Selatan. Desa Sumber Brantas memiliki wilayah seluas 197,09 km². Jarak antara
pusat pemerintahan Kota Batu dengan Desa Sumber Brantas yaitu 18 km. Suhu
rata-rata 12°C - 22 °C dengan curah hujan yang tinggi dan berada pada ketinggian
1.400 sampai 1.700 meter di atas permukaan laut. Desa Sumber Brantas terdiri
dari tiga dusun yaitu Dusun Krajan, Dusun Lemah Putih dan Dusun Jurang Kuali(
PPID Kota Batu, 2012).
Lahan di daerah Sumber Brantas mempunyai 5 relief meliputi berombak,
bergelombang, berbukit kecil, berbukit, dan bergunung. Karena secara geografis
berada di area perbukitan dan pegunungan, maka geomorfologi kawasan Sumber
Brantas dipengaruhi oleh aktivitas Gunung Arjuno-Welirang. Desa Sumber
Brantas merupakan salah satu desa yang penggunaan lahannya didominasi oleh
lahan pertanian dengan luas 358,32 Ha atau 66,22 %, hal ini dipengaruhi oleh
kondisi tanah yang subur dan iklim yang menunjang untuk kegiatan pertanian
(PPID Kota Batu, 2012).
4.2 Analisis Keadaan Agroekosistem di Desa Sumber Brantas
4.2.1 Aspek Budidaya Pertanian (Sawi Putih)
4.2.1.1 Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
Penggunaan lahan di Desa Sumber Brantas sebagian besar lahan pertanianyang ditanami tanaman sayuran seperti sawi, kentang, wortel, dan kubis. Lahan
berupa tegalan yang berada dipegunungan dan memiliki sumber air yang
mencukupi. Lahan di Desa Sumber Brantas subur namun kering. Pada lahan ini
menggunakan pengendalian hama terpadu, penggunaan PHT bertujuan untuk
mengendalikan hama agar secara ekonomis tidak merugikan, mempertahankan
kelestarian lingkungan dan menguntungkan petani. Salah satu pengendalian hama
terpadu adalah penggunaan tanaman barrier, namun pada lokasi pengamatan tidak
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
45/84
39
ditemukan tanaman barrier. Pekerjaan utama didesa ini adalah sebagai petani
hortikultura. Menurut Bapak Purnomo sebelum menjadi lahan pertanian pada
daerah ini merupakan kawasan hutan.Pola tanam dilakukan secara rotasi, setiap
musim tanam selalu ditanami komoditas yang berbeda. Sebelumnya lahan
ditanami kentang, wortel, dan sekarang sedang ditanami sawi putih varietas ITO.
Saat ini, pola tanam yang digunakan petani adalah monokultur dan rotasi tanaman
yang disesuaikan dengan musim.
Tabel 1.Rotasi Tanaman PHT
Rotasi tanaman
Bulan
6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5
Komoditas K K K K K W W W W S S S
Keterangan :
K :Kentang
W : Wortel
S : Sawi Putih
Benih yang digunakan oleh petani adalah benih hibrida yang didapatkan
dari toko pertanian terdekat. Benih sawi yang dibutuhkaan untuk luasan 1 hektar
lahan sebanyak 35-40 pak(±20gr/pak) berisi sekitar 1.700 – 2000 benih sawi dan
ditanam dengan jarak tanam 15 – 20 cm. Menurut Cahyono(2003), jarak tanam
sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman dan hasil panen. Pada sawi
Putih varietas ITO (Hibrida) dengan umur panen 75-85 hst. Pemupukan diberikan
sebanyak 3 kali yaitu pupuk dasar dan pupuk tambahan. Jenis pupuk yang dipakai
untuk meningkatkan produktivitas sawi adalah pupuk kandang yang berasal dari
kotoran ayam sebanyak 20-30 ton/ha dan pupuk kimia yang diberikan pada umur
30-40 HST. Pupuk kimia yang digunakan oleh petani adalah pupuk urea yang
digunakan sebagai pupuk dasar sebanyak 1,5 kw/ha dan pupuk NPK bas
digunakan pada pemupukan selanjutnya.
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
46/84
40
Petani menjual hasil panennya dengan sistem borongan. Sistem borongan
merupakan sistem perdagangan yang dilakukan pedagang dengan membeli secara
keseluruhan (semua) hasil produksi. Petani menggunakan sistem borongan karena
kemudahannya dalam pemanenan dan tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan
untuk pekerja dan distribusi. Petani tidak repot untuk menjual sendiri hasil
produksi ke pasar. Produktivitas tanaman sawi seluas 1 gawang (400 m2) adalah 4
ton dan menghasilkan 80-90juta/ha. Sistem pengairan yang digunakan adalah
tadah hujan dan irigasi teknis. Irigasi teknis dilakukan dengan menggunakan
sistem irigasi springkle dan hanya ¼ ha yang menggunakan irigasi. Sumber air
yang digunakan untuk penambahan air berasal dari sumber mata air di hutan.
Petani menyediakan tandon untuk menampung air dari sumber yang kemudian
dialirkan melalui pipa dan selanjutnya dialirkan ke lahan untuk menambah air
yang diperlukan tanaman. Pemberian pupuk dan air yang cukup akan
meningkatkan pertumbuhan vegetatif seperti tinggi tanaman, jumlah daun,
diameter batang, pertumbuhan generatifnya (Cahyono, 2003).
Beberapa kendala dan masalah sering dirasakan oleh petani. Masalah
utama yang dihadapi adalah hama dan penyakit yang mampu menurunkan hasil
produksi yaitu ulat tanah dan akar gada yang sulit dikendalikan. Hama ulat tanah
menyerang tanaman sawi pada 15 HST dan dikendalikan menggunakan pestisida
nabati atau organik dan pestisida sintetik. Pestisida ini disemprotkan pada sawi
sebelum sawi terserang ulat untuk antisipasi serangan ulat tanah. Jika setelah
penyemprotan masih terjadi serangan ulat tanah maka petani menyemprotkan
pestisida ulang. Serangan Agrotis ipsilon secara ekonomis mempunyai arti yang
penting (Sujud & Emka 1974). Penyakit yang menyerang sawi adalah akar gada
pada 40 HST. Pengendalian yang dilakukan petani adalah mencabut tanaman
yang terserang.
Menurut Bapak Purnomo, selama menjadi petani hortikultura belum
pernah kekurangan modal karena terdapat koperasi yang menyediakan modal
untuk petani yang membutuhkan modal. Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk
membantu mengelola lahan pertanian sebanyak 6 orang (2 perempuan dan 4 laki-
laki).
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
47/84
41
Pupuk merupakan suatu kebutuhan untuk petani karena dapat
meningkatkan produktivitas. Ketersediaan pupuk menurut petani sangat langka
dan harga jual mahal. Jika membutuhkan pupuk maka kelompok tani harus
mengajukan permintaan pupuk terlebih dahulu. Harga pupuk NPK bas sebesar Rp
476.000/50 kg, kotoran ayam Rp 14.000/sak, urea Rp 90.000/50 kg, untuk
mendapatkan hasil sawi yang baik dan bagus petani menggunakan pupuk “ jawa
paten kali”, namun harga pupuk ini sangat mahal sehingga petani tidak
menggunakan pupuk ini. Harga pupuk jawa paten kali Rp 900.000/50 kg. Petani
mampu membuat sendiri jenis pestisida nabati dan pupuk organik dari sisa
tanaman.
Tanaman hortikultura mempunyai harga yang tidak stabil. Harga jual sawi
ketika rendah sebesar Rp 400/kg dan hasil panen hanya mendapatkan Rp 5juta/ha,
sedangkan biaya produksi sebesar Rp 15 juta. Hal ini menyebabkan petani
mengalami kerugian yang banyak. Harga sawi pada pasaran rata-rata adalah Rp
2.500,- .
Ketidakstabilan harga tanaman hortikultura dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Jumlah stok yang menumpuk ketika panen raya merupakan salah satufaktor ketidakstabilan harga. Selain itu, serangan hama dan penyakit
menyebabkan turunnya produktivitas tanaman yang juga menjadi faktor
ketidakstabilan harga. Pendapatan petani yang tidak stabil disebabkan setiap
musim tanam tidak selalu menghasilkan produksi yang baik dan optimal.
Stabilitas dan keberlanjutan diDesa Sumber Brantas memiliki skor 35 dari
hal ini menunjukkan suatu awal yang baik kearah keberlanjutan. Keberlanjutan
pertanian dapat diketahui dari pengelolaan pertanian yaitu berupa pertanian
organik dan hasil produksi yang tinggi. Menurut Wahyudi (2003), bahwa
implementasi dan pengembangan PHT sejalan dengan konsep sustainable
agriculture, walaupun konsep ini perlu digarap secara sistematik dan terpadu
untuk memperoleh manfaat optimal.
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
48/84
42
Menurut Wahyudi (2003), bahwa implementasi dan pengembangan PHT
sejalan dengan konsep sustainable agriculture, walaupun konsep ini perlu digarap
secara sistematik dan terpadu untuk memperoleh manfaat optimal. Kemerataan
pertanian, hampir seluruh petani di desa ini membudidayakan tanaman
hortikultura. Pada lahan bapak Purnomo, lahan yang dikelola merupakan lahan
sendiri seluas >1 ha dengan pendapatan petani setiap musim tanam lebih dari Rp
5.000.000. Kemerataan penghasilan petani dapat dilihat dari banyaknya petani
yang bertani tanaman hortikultura. Petani bergabung dengan kelompok tani
sehingga pengelolaan harga dan lahan lebih baik. Tidak hanya di desa Sumber
Brantas yang memiliki kemerataan pendapatan, namun juga wilayah sekitarnya.
Wilayah Batu memiliki banyak desa dan daerah, setiap wilayah ini mempunyai
komoditas yang berbeda-beda. Selain itu, kemerataan juga dapat dilihat dari
kemampuan wilayah ini untuk melakukan ekspor sayur dan mengirim produksi ke
Kalimantan. Ketika suatu daerah telah mampu mengirim hasil produksi keluar
wilayah berarti ketersediaan bahan telah terpenuhi. Banyaknya bahan diperoleh
dari banyak produsen, sehingga dapat dikatakan kemerataan pada wilayah ini
telah baik.
4.2.1.2 Non- Pengendalian Hama Terpadu (Non-PHT)
Di lahan pengamatan Non-PHT juga menanam komoditas sawi putih
dengan varietas ITO (Hibrida) bersertifikasi. Menurut Bapak Joni alasan
penggunaan bibit bersertifikasi adalah penggunaan benih bermutu yang menjamin
keberhasilan usaha tani. Menurut Anwar et al (2005), keberhasilan budidaya
sayuran utama di Indonesia sangat ditentukan oleh ketersediaan benih sayuran
yang bermutu secara berkesinambungan. Sedangkan ketersediaan benih sangat
dipengaruhi oleh berbagai kebijakan dalam bidang pertanían oleh pemerintah
Indonesia. Umur panen sawi putih 75-85 hst dengan hasil 35-50 ton/ha, beliau
membeli benih dari toko pertanian terdekat. Sistem tanam yang di gunakan
merupakan sistem tanam monokultur, jarak tanam yang digunakan 30x30 cm
dengan kebutuhan benih 20 pak/ha atau 90-100 ribu benih/ha. Menurut
Cahyono(2003), jarak tanam sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman
dan hasil panen. Pengaturan jarak tanam harus disesuaikan menurut varietas yang
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
49/84
43
di tanam. Pada umumnya jaraktanam yang digunakan adalah 30 cm x 40 cm.
Akan tetapi bapak Joni memakai jarak tanam 30x30 cm.
Pengolahan lahan yang dilakukan oleh bapak Joni secara intensif. Hal ini
bisa diamati dari tanaman yang diusahakan adalah tanaman sawi putih yang
merupakan tanaman hortikultura dan dari hasil wawancara secara langsung,
dimana pengolahan dilakukan setiap akan memulai masa tanam. Pengolahan lahan
menggunakan bajak dan cangkul. Tidak hanya pengolahan lahan, penggunaan
pupuk juga diberikan secara intensif dengan tujuan untuk mengembalikan
kandungan unsur hara yang telah diserap tanaman. Pupuk yang biasa digunakan
adalah pupuk kandang yang berasal dari kotoran ayam (sebagai pupuk dasar) yang
diperoleh dari peternak ayam yang merupakan milik warga sekitar, dan
diaplikasikan sebanyak 20-35 kw/ha saat pengolahan lahan. Selain itu beliau juga
menggunakan pupuk NPK sebanyak 5 kw/ha.
Sistem Irigasi yang diterapkan merupakan irigasi campuran, dimana pada
musim hujan, bergantung pada air hujan. Sedangkan pada musim kemarau
menggunakan sistem irigasi sprinkle yang berasal dari sumber air yang
menggunakan pipa-pipa sebagai saluran primer, sekunder, dan tersier. Untuk
pelaksanaan irigasi sprinkle ini dilakukan setiap 2-3 hari sekali sesuai kebutuhan
tanaman. Menurut Cahyono (2003), pemberian air yang cukup akan
meningkatkan pertumbuhan vegetatif seperti tinggi tanaman, jumlah daun, luas
daun, diameter batang, dan pertumbuhan genaratif seperti jumlah bunga, buah,dan
kualitas biji.
Dalam kegiatan budidaya yang dilakukan oleh pak Joni tidak luput dari
serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dan ini menjadi salah satu
kendala dan masalah yang sering dirasakan oleh petani. OPT yang paling umummenyerang adalah Klaper/kupu, selain itu penyakit yang sering bahkan menjadi
masalah utama yaitu penyakit akar gada, Menurut Semangun (1989) dan Djatnika
(1993), penyakit ini disebabkan oleh jamur Plasmodiophora brassicae Wor. yang
termasuk klas jamur lendir. Jamur membentuk spora tahan yang berbentuk bulat,
hialin, dan garis tengahnya dapat mencapai 4 μm. Spora tahan ini dapat
berkecambah dalam medium yang sesuai, membengkak sampai mencapai ukuran
beberapa kali dari ukuran semula, dan biasanya menjadi satu spora kembara
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
50/84
44
(zoospora). Spora kembara ini tidak berdinding sel, merupakan protoplas berinti
satu, biasanya sangat aktif dan bergerak seperti amuba. Spora kembara
mempunyai dua bulu cambuk (flagellum), yang satu panjang dan satunya lagi
pendek. Menurut bapak Joni, pengendalian akar gada dirasa sulit, sehingga
tindakan yang bisa dilakukan adalah dengan rotasi, pengolahan lahan yang
intensif saat akan memulai masa tanam dan apabila ada tanaman yang terserang
maka tanaman harus dicabut dikeringkan kemudian dibakar agar tidak menular
pada tanaman yang sehat.
Di daerah Sumber Brantas untuk tenaga kerja tergolong sulit karena para
buruh tani lebih memilih menjadi pedagang yang lebih menjanjikan daripada
sebagai buruh tani. Upah yang di peroleh sebagai buruh yang di mulai jam 6
sampai jam 11 untuk laki-laki memperoleh upah Rp. 50.000 – Rp. 60.000, untuk
tenaga kerja wanita memperoleh upah sebesar Rp. 30.000 – Rp. 35.000.
Sistem tanam yang diterapkan di lahan adalah monokultur dimana hanya
ditanami satu jenis tanaman saja yaitu tanaman Sawi Putih yang merupakan
tanaman holtikultura. Bapak Joni juga melakukan rotasi tanam, sebelum menanam
Sawi Putih beliau menanam tanaman kentang kemudian wortel.
Tabel 2.Rotasi Tanaman Non-PHT
Rotasi tanaman
Bulan
6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5
Komoditas K K K K K W W W W S S S
Keterangan : K : Kentang
W : Wortel
S : Sawi Putih
Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Joni, hasil panen yang
dapat di capai minimum 35 tom/ha maksimum 45- 50 ton/ha dengan harga jual
paling murah Rp. 800/kg - Rp. 1.000/kg harga paling mahal Rp. 1.000/kg - Rp.
2.000/kg bila di jual ke tengkulak. Sedangkan harga pasaran (langsung ke
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
51/84
45
konsumen) Rp. 4.000. Pemasaran hasil panen biasanya dijual kepada tengkulak
(pemborong) kemudian baru oleh tengkulakdipasarkan ke pasar, namun ada pula
ke luar jawa ( Kalimantan) bahkan sampai ekspor ke Taiwan karena Sawi putih di
Sumber Brantas memiliki kwalitas no 1 se-Indonesia.
Untuk kestabilan dan keberlanjutannya Kecukupan dan ketersediaan
pangan dan gizi seimbang dapat diakses dengan mudah. Pangan yang diproduksi
di dalam masyarakat12%, diperoleh dari produsen pangan local di luar
masyarakat 25%, tumbuh secara organik 50%, dari tanaman indigenous/asli25%.
Produksi surplus pangan masih termasuk kedalam wilayah. Penggunaan rumah
kaca untuk produksi pangan ada beberapa dan hasil tanam masyarakat di sana di
jual ke tengkulak maupun ke pasar secara langsung. Untuk penggunaan pestisida,
herbsida, pupuk kima dalam produksi pangan/pertanian ada beberapa dan benih
yang di gunakan benih hibrida. Jadi dari data yang di hasilkan diatas didapatkan
hasil skoring sebesar 16 dan menunjukkan perlunya tindakan untuk melakukan
keberlanjutan.
Untuk kemerataannya pendapatan petani setiap musim tanam
menghasilkan > Rp 5.000.000 dan sifat kepemilikan lahan petani rata-rata milik
sendiri dengan luas lahan > 1 ha. Menurut Wahyudi (2003), bahwa implementasi
dan pengembangan PHT sejalan dengan konsep sustainable agriculture, walaupun
konsep ini perlu digarap secara sistematik dan terpadu untuk memperoleh manfaat
optimal.
4.2.2 Aspek Hama Dan Penyakit Tanaman
Pada aspek Hama dan Penyakit Tanaman terdapat 2 lahan dengan konsep
pengendalian secara PHT (Pengendalian Hama Terpadu) dan Non-PHT. Dari pengamatan yang dilakukan di lahan dengan menggunakan beberapa metode yaitu
pantrap, sweptnet, pitfall dan yellow sticky trap diperoleh arthropoda diantaranya
hama, musuh alami dan serangga lain sebagai berikut:
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
52/84
46
Tabel 3. Biodeversitas Arthropoda dengan Konsep PHT
Jumlah
Jenis Perangkap
Total
Arthropoda
Persentase
(%) Pantrap Sweptnet Pitfall
Yellow
Sticky
Trap
Hama 0 5 0 0 5 25
Musuh
Alami0 1 2 0 3 15
Serangga
Lain0 0 1 11 12 60
Total 0 6 3 11 20 100
Total Arthropoda = 20
Hama = 5
Musuh Alami (MA) = 3
Serangga Lain (SL) = 12
Hama :
=
= 25 %
Musuh Alami :
%
Serangga Lain :
Tabel 4. Biodeversitas Arthropoda dengan Konsep Non PHT
Jumlah
Jenis Perangkap
Total
Arthropoda
Persentase
(%) Pantrap Sweptnet Pitfall
Yellow
Stiky
Trap
Hama 0 5 0 0 5 23
Musuh
Alami0 1 0 0 1 4
Serangga
Lain1 9 0 6 16 73
Total 1 15 0 6 22 100
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
53/84
47
Total Arthropoda = 22
Hama = 5
Musuh Alami (MA) = 1
Serangga Lain (SL) = 16
Hama :
Musuh Alami :
Serangga Lain :
Gambar 10. Segitiga Fiktorial
Konsep PHT Konsep Non-PHT
Keterangan:
Garis hama :
Garis serangga lain :
Berdasarkan pengamatan Arthropoda di lahan sawi putih dengan metode
PHT ditemukan 7 jenis Arthropoda yaitu ulat grayak (Spodoptera litura F.) dan
ulat kubis ( Plutella xylostella L. ) yang berperan sebagai hama, kumbang kubah
spot M ( Menochillus sexmaculatus ), capung jarum ( Ischnura senegalensis) , dan
semut hitam ( Dolichoderus thoracicus S.) yang berperan sebagai musuh alami
serta lalat rumah ( Musca domestica) dan nyamuk (ordo Diptera) yang berperan
Ha
ma
SL
10
MA
100
0
0 0
MA
100
SL
10
Ha
ma
0 0
0
-
8/18/2019 LAPORAN MAES FIX 2.pdf
54/84
48
sebagai serangga lain. Persentase arthropoda terbesar ditemukan pada serangga
lain (60%).
Sedangkan dari segitiga fiktorial dapat di analisis bahwa arthropoda yang
memiliki peranan paling besar adalah serangga lain. Pada pengamatan di lapang
juga banyak ditemukan serangga lain daripada hama dan musuh alami. Padahal di
lahan tersebut juga sudah menggunakan tanaman pinggir sebagai inang oleh
musuh alami. Selain itu seharusnya pada pertanian dengan konsep PHT harus
ditemukan musuh alami yang banyak karena bila jumlah musuh alami lebih
rendah dari jumlah serangga lain dapat memungkinkan ledakan hama yang
disebabkan oleh tidak seimbangnya ekosistem. Keseimbangan ekosistem ini juga
dapat terganggu oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal misalnya
aplikasi pengendalian hama terpadu yang kurang baik, rotasi tanaman yang salah,
penggunaan pupuk kompos yang belum matang dsb. Sedangkan