laporan dkp1 forensik fix

46
LAPORAN HASIL DISKUSI MODUL ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL PEMICU 1 KELOMPOK DISKUSI 6 Hardianto I11109056 Nur’Azmi Ayuningtas I11111009 Gatria Sonia I11110056 Muhammad Subhan I11111074 Cindy Lidia I11112006 Jovi Parmoduan Siagian I11112008 Izzatul Yazidah I11112024 Irene Olivia Salim I11112030 Aprindo Donatus I11112055 Kevin Leonardo I11112073 Dea Erica I11112081 1

Upload: richardus-kevin-leonardo

Post on 16-Dec-2015

78 views

Category:

Documents


16 download

DESCRIPTION

P1 forensik

TRANSCRIPT

LAPORAN HASIL DISKUSIMODUL ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGALPEMICU 1

KELOMPOK DISKUSI 6

Hardianto I11109056NurAzmi Ayuningtas I11111009Gatria Sonia I11110056Muhammad Subhan I11111074Cindy LidiaI11112006 Jovi Parmoduan SiagianI11112008 Izzatul Yazidah I11112024 Irene Olivia Salim I11112030Aprindo Donatus I11112055Kevin Leonardo I11112073Dea Erica I11112081Tia Aditya RiniI11112082

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK2015

BAB IPENDAHULUAN

1.1 PemicuSebuah keluarga yang menganut saksi yehova, dimana dalam ajaran saksi Yehova tidak memperbolehkan adanya transfuse darah. Mereka mempunyai 1 orang anak, dan suatu ketika terjadi kecelakaan lalu lintas, dimana anak mereka memerlukan tindakan bedah dan juga mengalami perdarahan yang hebat dan memerlukan transfusi darah untuk menyelamatkan jiwanya. Dokter yang merawatnya sudah menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa anak mereka memerlukan pertolongan darah dengan segera, karena bila tidak diberikan transfuse darah anak mereka akan meninggal yang disebabkan oleh kehilangan banyak darah.Tetapi orang tua pasien menolak untuk melakukan transfuse darah dengan alasan apapun, karena menurut ajaran agama mereka transfuse darah tidak diperbolehkan. Dan merekapun menandatangani surat penolakan tindakan medik. Tetapi karena sang dokter tidak tega, tanpa sepengetahuan orang tua anak tersebut sang dokter tetap memberikan transfusi darah. Tetapi ternyata beberapa saat setelah transfusi darah dilakukan anak tersebut menderita demam sampai mengigil dan orang tua si pasien mencurigai bahwa dokter tersebut telah melakukan kelalaian dalam operasi dan mencurigai alat-alat operasi tidak steril. Padahal demam yang dialami oleh sang anak merupakan salah satu reaksi transfuse dan akan membaik setelah atau beberapa saat transfusi selesai. Kemudian orang tua anak tersebut mempertanyakan kepada dokter tersebut. 1.2 Klarifikasi Dan Definisi Masalah-

1.3 Kata Kunci1. Transfusi darah2. Menganut saksi Yehova3. Demam sampai menggigil4. Kehilangan banyak darah5. Dokter memberikan transfusi tanpa sepengetahuan keluarga

1.4 Rumusan MasalahDokter memberikan transfusi darah kepada pasien yang mengalami kecelakaan lalu lintas disertai pendarahan hebat tanpa persetujuan orang tua pasien.

1.5 Analisis Masalah

Kaidah bioetik

Gawat daruratTindakan medisInformed consent(surat penolakan tindakan medis)

Transfusi darah

Medikolegal

KODEKIAspek hukum kedokteranHubungan dokter pasienKarateristik

1.6 HipotesisDokter tersebut melakukan pelanggaran aspek autonomi bioetika.

1.7 Pertanyaan Diskusi1. Jelaskan aspek dasar bioetika! 2. Bagaimana tindakan dokter tersebut dinilai dari sudut pandang bioetika? 3. Jelaskan mengenai medikolegal: Karateristik Definisi Hubungan dokter pasien KODEKI 4. Bagaimana tindakan dokter tersebut dinilai dari sudut pandang medikolegal? 5. Jelaskan mengenai transfuse darah: Indikasi Prinsip kerja Komplikasi 6. Jelaskan mengenai informed consent: Definisi Jenis Prosedur 7. Apakah ada sanksi hukum apabila melanggar surat penolakan tindakan medis? 8. Jelaskan undang-undang yang mengatur tentang praktik dokter yang berkaitan dengan kasus ini?

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Jelaskan aspek dasar bioetika! Konsil Kedokteran Indonesia, dengan mengadopsi prinsip etika kedokteran barat, menetapkan bahwa, praktik kedokteran Indonesia mengacu kepada kepada 4 kaidah dasar moral yang sering juga disebut kaidah dasar etika kedokteran atau bioetika, antara lain:11. BeneficenceDalam arti prinsip bahwa seorang dokter berbuat baik, menghormati martabat manusia, dokter tersebut juga harus mengusahakan agar pasiennya dirawat dalam keadaan kesehatan. Dalam suatu prinsip ini dikatakan bahwa perlunya perlakuan yang terbaik bagi pasien. Beneficence membawa arti menyediakan kemudahan dan kesenangan kepada pasien mengambil langkah positif untuk memaksimalisasi akibat baik daripada hal yang buruk.1 Ciri-ciri prinsip ini, yaitu; Mengutamakan Alturisme Memandang pasien atau keluarga bukanlah suatu tindakan tidak hanya menguntungkan seorang dokter Mengusahakan agar kebaikan atau manfaatnya lebih banyak dibandingkan dengan suatu keburukannya Menjamin kehidupan baik-minimal manusia Memaksimalisasi hak-hak pasien secara keseluruhan MeenerapkanGolden Rule Principle, yaitu melakukan hal yang baik seperti yang orang lain inginkan Memberi suatu resep

2. Non-malficenceNon-malficence adalah suatu prinsip yang mana seorang dokter tidak melakukan perbuatan yang memperburuk pasien dan memilih pengobatan yang paling kecil resikonya bagi pasien sendiri. Pernyataan kunoFist, do no harm, tetap berlaku dan harus diikuti.1 Non-malficence mempunyai ciri-ciri: Menolong pasien emergensi Mengobati pasien yang luka Tidak membunuh pasien Tidak memandang pasien sebagai objek Melindungi pasien dari serangan Manfaat pasien lebih banyak daripada kerugian dokter Tidak membahayakan pasien karena kelalaian Tidak melakukan White Collar Crime

3. JusticeKeadilan (Justice) adalah suatu prinsip dimana seorang dokter memperlakukan sama rata dan adil terhadap untuk kebahagiaan dan kenyamanan pasien tersebut. Perbedaan tingkat ekonomi, pandangan politik, agama, kebangsaan, perbedaan kedudukan sosial, kebangsaan, dan kewarganegaraan tidak dapat mengubah sikap dokter terhadap pasiennya.1 Justice mempunyai ciri-ciri : Memberlakukan segala sesuatu secara universal Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan Menghargai hak sehat pasien Menghargai hak hukum pasien

4. AutonomyDalam prinsip ini seorang dokter menghormati martabat manusia. Setiap individu harus diperlakukan sebagai manusia yang mempunyai hak menentukan nasib diri sendiri. Dalam hal ini pasien diberi hak untuk berpikir secara logis dan membuat keputusan sendiri. Autonomy bermaksud menghendaki, menyetujui, membenarkan, membela, dan membiarkan pasien demi dirinya sendiri.1 Autonomy mempunyai ciri-ciri: Menghargai hak menentukan nasib sendiri Berterus terang menghargai privasi Menjaga rahasia pasien Melaksanakan Informed Consent

2.2 Bagaimana tindakan dokter tersebut dinilai dari sudut pandang bioetika? Berdasarkan sudut pandang asas bioetika, tindakan dokter pada kasus pemicu tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: Dokter tidak melangar kaedah beneficence. Dalam arti prinsip bahwa seorang dokter berbuat baik, menghormati martabat manusia, dokter tersebut juga harus mengusahakan agar pasiennya dirawat dalam keadaan kesehatan dan berusaha melakuan yang terbaik bagi pasien. Dokter tidak melangar kaedah non-malficence. Dokter tidak melakukan perbuatan yang memperburuk pasien dan memilih pengobatan yang paling kecil resikonya bagi pasien sendiri. Dokter telah melanggar asas autonomi. Dokter tidak memberi tahu orang tua pasien (sebagai pemberi keputusan tentang nasib pasien) mengenai tindakan transfusi darah yang dilakukan dan melakukan hal tersebut tanpa izin dari orang tua pasien. 2.3 Jelaskan mengenai medikolegal: Karateristik2Dalam hubungan dokter-pasien meliputi karakteristik masing-masing ditinjau dari kewajiban-kewajiban dan hak-hak sebagai berikut:1. Doktera) KewajibanLeenen membagi kewajiban-kewajiban dokter dalam tiga kelompok, yaitu:1) Kewajiban yang timbul dari sifat perawatan medis dimana dokter harus bertindak sesuai dengan standar profesi medis atau menjalankan praktek kedokterannya secara lege artis.2) Kewajiban untuk menghormati hak-hak pasien yang bersumber dari hak-hak asasi dalam bidang kesehatan.3) Kewajiban yang berhubungan dengan fungsi social pemeliharaan kesehatan.b) Hak1) Hak untuk bekerja sesuai dengan standar profesi medis.2) Hak menolak melakukan tindakan medis yang tidak dapat dipertanggung jawabkannya secara professional.3) Hak melakukan tindakan medis yang bertentangan dengan hati nuraninya.4) Hak untuk memilih pasien.5) Hak untuk mengakhiri hubungan dengan pasien apabila kerja sama sudah tidak dimungkinkan lagi.6) Hak atas privacy7) Hak atas itikad baik dari pasien dalam memberikan informasi yang berkaitan dengan penyakitnya.8) Hak atas suatu fair play.9) Hak untuk membela diri.10) Hak untuk menerima honorarium.11) Hak untuk menolak memberikan kesaksian mengenai pasiennya di pengadilan.2. Pasiena) KewajibanPasien atau keluarganya memiliki kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan untuk kesembuhannya dan sebagai imbangan dari hak-hak yang diperolehnya. Kewajiban tersebut bisa dikelompokan menjadi kewajiban terhadap:1) Dokter: Memberikan informasi, berupa anamnesis mengenai keluhan utama, keluhan tambahan, dan riwayat penyakit. Juga kerjasama pasien dperlukan pada waktu dokter melakukan pemeriksaan fisik misalnya apabila timbul perasaan tertentu sewaktu diperiksa, pasien harus memberitahu dokternya. Dengan demikian dokter bias lebih tepat menegakkan diagnosis penyakitnya. Mengikuti petunjuk atau nasihat untuk mempercepat proses penyembuhan. Memberikan honorarium.2) Rumah sakit: Mentaati peraturan RS yang pada dasarnya dibuat dalam rangka menunjang upaya penyembuhan pasien-pasien yang dirawat. Melunasi biaya perawatan.b) Hak1) Hak untuk memperoleh informasi.2) Hak untuk memberikan persetujuan.3) Hak atas rahasia kedokteran.4) Hak untuk memilih dokter.5) Hak untuk memilih sarana kesehatan.6) Hak untuk menolak pengobatan/perawatan.7) Hak untuk menolak tindakan medis tertentu.8) Hak untuk menghentikan pengobatan atau perawatan.9) Hak atas second opinion.10) Hak inzage rekam medis.11) Hak beribadat menurut agama dan keyakinnannya. Definisi Medikolegal secara harfiah berasal dari dua pengertian yaitu medik yang berarti profesi dokter dan legal yang berarti hukum. Sehingga batasan medikolegal adalah ilmu hukum yang mengatur bagaimana profesi dokter ini dilakukan sehingga memenuhi aturan-aturan hukum yang ada. Hal ini untuk mencegah penyelewengan pelaksanaan profesional medis maupun mengantisipasi dengan berkembang serta lajunya ilmu-ilmu kedokteran yang tentunya terdapat hal-hal yang rawan terhadap hukum.3

Hubungan dokter pasien Pada awalnya hubungan hukum antara dokter dan pasiennya ini bersifat hubungan vertikal atau hubungan paternalistik, dimana dokter dianggap paling superior (father know best). Tetapi seiring dengan perkembangan jaman, termasuk meningkatnya bidang pendidikan dan kesadaran hukum masyarakat, maka belakangan bentuk hubungan hukum ini bergeser kearah bentuk hubungan hukum yang lebih demokratis yaitu hubungan hukum yang horisontal kontraktual, yaitu hubungan hukum yang sederajat antara pasien dengan dokternya. Sekarang segala sesuatunya dikomunikasikan antara kedua belah pihak. Kesepakatan ini lazim disebut dengan informed consent atau persetujuan tindakan medis.4 Hubungan hukum antara dokter dengan pasien didasarkan adanya suatu perjanjian atau sering dikenal dengan istilah transaksi terapeutik, yaitu suatu perjanjian dimana dokter berusaha semaksimal mungkin untuk menyembuhkan pasien dari penderitaan sakitnya atau yang lazim disebut perjanjian inspanning verbitenis, dimana dalam hal ini yang dituntut bukan perjanjian hasil atau resultaat verbitenis namun yang dituntut adalah suatu upaya yang maksimal yang dilakukan dokter atau usaha yang maksimal. Perjanjian yang lain karena dilandaskan pada ketentuan undang-undang. Hubungan hukum yang demikian ini akan menghasilkan suatu hubungan hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak yang dapat dituntut pemenuhannya.4

KODEKI Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) merupakan kumpulan norma untuk menuntun para dokter di Indonesia selaku kelompok profesi berpraktik di masyarakat.5,6 Inti kode etik ini adalah materi muatannya yang mengandung prinsip-prinsip umum aturan profesi, berbentuk janji kepada publik, agar publik percaya pada profesi kedokteran. Karenanya, walaupun prinsip-prinsip tersebut dapat identik dengan norma keutamaan masyarakat umum, namun sebagian besar adalah merupakan kekhususan norma umum tersebut. Kemudian juga isinya adalah norma fungsional, untuk mempertahankan hubungan kepercayaan dokter-pasien.6Secara garis besar, kewajiban dokter dalam Kodeki ini dikelompokan atas empat, yakni:5,61. Kewajiban umum a. Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati, dan mengamalkan Sumpah Dokter.b. Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran yang tertinggi. c. Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh pertimbangan keuntungan pribadi. d. Perbuatan berikut dipandang bertentangan dengan etik: (1) Setiap perbuatan yang bersifat memuji diri. (2) Secara sendiri atau bersama-sama menerapkan pengetahuan dan keteram- pilan kedokteran dalam segala bentuk tanpa kebebasan profesi. (3) Menerima imbalan selain daripada yang layak sesuai dengan jasanya, kecuali dengan keikhlasan, sepengetahuan, dan atau kehendak penderita. e. Tiap perbuatan atau nasihat yang mung-kin melemahkan daya tahan makhluk insani, baik jasmani maupun rohani, hanya diberikan untuk kepentingan pasien. f. Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan teknik atau pengo-batan baru yang belum diuji kebena-rannya. g. Seorang dokter hanya memberikan keterangan atau pendapat yang dapat dibuktikan kebenarannya. h. Seorang dokter hendaklah berusaha juga menjadi pendidik dan pengabdi rakyat yang sebenarnya. i. Dalam kerjasama dengan para pejabat di bidang kesehatan lainnya, hendaklah dipelihara pegertian sebaik-baiknya. 2. Kewajiban dokter terhadap pasien a. Seorang dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibannya melindungi hidup makhluk insani. b. Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka ia wajib merujuk penderita kepada dokter lain yang mempunyai keahlian dalam penyakit/bidang tersebut. c. Setiap dokter wajib memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasihatnya dalam beribadat atau dalam masalah lainnya.d. Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal. e. Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu untuk memberikannya. 3. Kewajiban dokter terhadap teman sejawat a. Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan. b.Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, tanpa persetujuannya. 4. Kewajiban dokter terhadap diri sendiri a.Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik. b.Seorang dokter hendaklah senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan tetap setia kepada cita-citanya yang luhur.

2.4 Bagaimana tindakan dokter tersebut dinilai dari sudut pandang medikolegal? Dari sudut pandang medikolegal dokter tersebut telah melakukan pelanggaran aspek medikolegal yang terdapat dalam inform consent. Pengaturan tentang informed consent ini terdapat pada Pasal 39, 45 dari UU No 29 Tahun 2004 tentang praktek kedokteran yang menyatakan bahwa, praktek kedoteran diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara dokter dengan pasien dalam upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan. Segala tindakan medik yang akan dilakukan dokter harus mendapat persetujuan pasien. Demikian pula dalam Pasal 17 Kepmenkes No 1419 Tahun 2005 tentang penyelenggaraan Praktek Dokter dan Dokter gigi, disebutkan bahwa dokter memberi penjelasan kepada pasien tentang tindakan kedokteran yang akan dilakukan sebelum melakukan tindakan tersebut. Persetujuan ini dapat diberikan dalam bentuk tertulis maupun lisan dan untuk tindakan medis yang beresiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis, yang ditandatangani oleh yang berhak memberi persetujuan.1

2.5 Jelaskan mengenai transfusi darah: IndikasiSecara garis besar Indikasi Tranfusi darah adalah:7,8,91. Untuk mengembalikan dan mempertahankan suatu volume peredaran darah yang normal, misalnya pada anemia karena perdarahan, trauma bedah, atau luka bakar luas.1. Untuk mengganti kekurangan komponen seluler atau kimia darah, misalnya pada anemia, trombositopenia, hipotrombinemia, dan lain-lain.Keadaan yang memerlukan Tranfusi darah:7,8,91. Anemia karena perdarahan, biasanya digunakan batas Hb 7-8 g/dL. Bila telah turun hingga 4,5 g/dL, maka penderita tersebut telah sampai kepada fase yang membahayakan dan tranfusi harus dilakukan secara hati-hati.1. Anemia haemolitik, biasanya kadar Hb dipertahankan hingga penderita dapat mengatasinya sendiri. Umumnya digunakan patokan 5g/dL. Hal ini dipertimbangkan untuk menghindari terlalu seringnya tranfusi darah dilakukan.1. Anemia aplastik1. Leukimia dan anemia refrakter1. Anemia karena sepsis Prinsip kerja Uji yang Dilakukan Sebelum Transfusi DarahSebelum melakukan transfusi darah perlu dilakukan beberapa uji untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Uji tersebut meliputi:7,8,91. Pemeriksaan golong darah2. Reaksi silangTujuan pelaksanaan uji reaksi silang adalah sebagai berikut Memastikan di dalam serum resipien atau plasma donor tidak terdapat antibody yang reaktif terhadap eritrosit donor atau resipien. Menghindari reaksi transfusi hemolitik. Memastikan efektivitas transfusi.Medium reaksi pada reaksi silang meliputi : salin (NaCL 0,85%), albumin (bovine albumin), dan Cooms (anti-human globulin). Ada dua jenis reaksi silang, yaitu: Reaksi silang mayorMendeteksi adanya antibody di dalam serum donor yang dapat merusak eritrosit resipien yang akan ditransfusikan Reaksi silang minorMendeteksi adanya antibodi di dalam plasma donor yang dapat merusak eritrosit resipien yang akan ditransfusikan.Transfusi boleh dilakukan bila hasil reaksi mayor dan minor negatif.Jenis Transfusi DarahAda beberapa jenis transfusi yang diberikan, yaitu:7,8,91. Darah utuh (whole blood/WB)Ada beberapa jenis WB, yaitu: Sangat segar (< 6 jam) mengandung eritrosit, trombosit, dan semua faktor pembekuan darah, termasuk faktor labil (FV). Segar (6-24 jam) mengandung eritrosit, trombosit dan semua faktor pembekuan, kecuali faktor labil (FV). Simpan (24 jam-batal simpan) mengandung eritrosit, albumin, dan faktor pembekuan darah, kecuali faktor V dan VIII.Indikasi WB untuk hipovolemia2. Darah endap (Packed Red Cell-PRC)Darah endap /PRC diperoleh dari WB yang disentrifuse, kemudian diendapkan, setelah itu plasma dipisahkan. Indikasi untuk anemia kronis.3. Trombosit konsentratIndikasi untuk perdarahan trombositopenia dan trombositopatia, dosis 1 unit/kg berat badan.4. Plasma segar bekuIndikasi untuk perdarahan defisiensi faktor pembekuan, PT dan APTT yang kurang dari 1,5 kali normal, serta koreksi perdarahan akibat overdosis warfarin.5. Cyro precipitateIndikasi untuk perdarahan akibat hemofilian, penyakit Von Wilebrand dan afibrinogemia.

Persiapan7,8,9Bahan dan Alat1. Untuk transfusi darah lengkap diperlukan darah merah pekat, darah merah dicuci, plasma beku gunakan set transfusi khusus dengan penyaring/filter.2. Untuk transfusi trombosit gunakan infus set khusus untuk trombosit.3. Kateter besar (18 atau 19G.4. Sarung tangan sekali pakai.5. Kapas alkohol.6. Plester.7. Manset tekanan darah.8. Stetoskop9. Termometer10. Format persetujuan pemberian transfusi darah11. Bila tersedia dapat digunakan alat pemompa darah elektronik untuk transfusi darah.12. Cairan NaCl 0,9%.Prosedur pelaksanaan tranfusi darahBanyak laporan mengenai kesalahan tatalaksana tranfusi, misalnya kesalahan pemberian darah milik pasien lain. Untuk menghindari berbagai kesalahan, maka perlu diperhatikan:7,81. Identitas pasien harus dicocokan secara lisan maupun tulisan 1. Identitas dan jumlah darah dalam kemasan dicocokkan dengan formulir permintaan darah1. Tekanan darah, frekuensi denyut jantung dan suhu harus diperiksa sebelumnya, serta diulang secara rutin.1. Observasi ketat, terutama pada 15 menit pertama setelah tranfusi darah dimulai. Sebaiknya 1unit darah diberikan dalam waktu 1-2 jam tergantung status kardiovaskuler dan dianjurkan tidak lebih dari 4 jam mengingat kemungkinan proliferasi bakteri pada suhu kamar.Pemeriksaan yang berhubungan dengan transfusi darahUntuk mengetahui jenis pemeriksaan yang harus dilakukan sebelum transfusi dan hal-hal yang kemungkinan akan terjadi setelah transfusi, haruslah diketahui beberapa unsur yang ada di dalam darah yang akan ditransfusikan.Unsur penting yang harus diketahui karena mempunyai unsur antigenik adalah:8,91. EritrositUntuk eritrosit, diperlukan pemeriksaan penggolongan darah menggunakan sistem ABO, Rhesus (Rh), MNS dan P, Kell, Lutheran, Duffy, Kidd, Lewis, dan lain-lain.2. Leukosit dan trombositWalaupun sifat antigenik pada leukosit dan trombosit relatif lemah, tetapi saat ini menjadi penting sekali di bidang transplantasi organ, karena bersifat antigen jaringan.3. SerumSifat antigeniknya lemah, tetapi kadang dapat menimbulkan reaksi transfusi. Transfusi darah yang ideal haruslah mempunyai sifat antigeni darah donor yang cocok seluruhnya terhadap antigen resipien. Hal ini sangat sulit dalam pelaksanaannya. Untuk keperluan praktis, umumnya secara rutin dilakukan pengujian sebagai berikut:a) Golongan darah donor dan resipien dalam sistem ABO dan Rhesus, untuk menentukan antigen eritrosit. Menentukan golongan Rhesus dilakukan dengan meneteskan complete anti D pada eritrosit yang diperiksa.

Tabel 2.5.1 Uji Golongan Darah ABO8,9

Tabel 2.5.2 Reverse Grouping8,9

b) Cross matchSetelah golongan darah ditentukan, kemudian dilakukan cross match dari darah donor dan resipien yang bersangkutan. Ada dua macam cross match, yaitu major cross match (serum resipien ditetesi eritrosit donor), dan minor cross match (serum donor ditetesi eritrosit resipien). Cross match yang lengkap haruslah dalam tiga medium, yaitu:0. NaCl Fisiologis0. Enzim (metode enzim)0. Serum Coombs (metode Coombs tidak langsung)Semua pemeriksaan harus dilakukan dalam tabung serologis dan setiap hasil yang negatif harus dipastikan secara mikroskopis. Untuk pemeriksaan yang lengkap tersebut diperlukan waktu 2 jam. Dalam keadaan darurat dapat dikerjakan cross match dalam NaCl fisiologis pada gelas obyek. Bahayanya adalah tidak dapat ditentukan adanya incomplete antibody dalam darah resipien atau donor, sehingga risiko reaksi transfusi makin besar.c) Pemeriksaan lain terhadap infeksi. Misalnya malaria, hepatitis, dan HIV

Tabel 2.5.3 Pemeriksaan lain terhadap infeksi8,9

Keterangan: ALT = Alanine Transaminase; HAV, HBV, HCV = Virus hepatitis A, Virus hepatitis B, Virus hepatitis C; HTLV = Human T-cell lymphotropic virus; RPR = rapid plasma reagin; VDRL = pemeriksaan sifilis.

Komplikasi 1. Reaksi transfusi darah secara umumTidak semua reaksi transfusi dapat dicegah. Ada langkah-langkah tertentu yang perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya reaksi transfusi, walaupun demikian tetap diperlukan kewaspadaan dan kesiapan untuk mengatasi setiap reaksi transfusi yang mungkin terjadi. Ada beberapa jenis reaksi transfusi dan gejalanya bermacam-macam serta dapat saling tumpang tindih. Oleh karena itu, apabila terjadi reaksi transfusi, maka langkah umum yang pertama kali dilakukan adalah menghentikan transfusi, tetap memasang infus untuk pemberian cairan NaCl 0,9% dan segera memberitahu dokter jaga dan bank darah.10,11 2. Reaksi Transfusi Hemolitik AkutReaksi transfusi hemolitik akut (RTHA) terjadi hampir selalu karena ketidakcocokan golongan darah ABO (antibodi jenis IgM yang beredar) dan sekitar 90%-nya terjadi karena kesalahan dalam mencatat identifikasi pasien atau unit darah yang akan diberikan.12,13Gejala dan tanda yang dapat timbul pada RTHA adalah demam dengan atau tanpa menggigil, mual, sakit punggung atau dada, sesak napas, urine berkurang, hemoglobinuria, dan hipotensi. Pada keadaan yang lebih berat dapat terjadi renjatan (shock), koagulasi intravaskuler diseminata (KID), dan/atau gagal ginjal akut yang dapat berakibat kematian.12,13Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan tindakan sebagai berikut: (a) meningkatkan perfusi ginjal, (b) mempertahankan volume intravaskuler, (c) mencegah timbulnya DIC.12,133. Reaksi Transfusi Hemolitik LambatReaksi transfusi hemolitik lambat (RTHL) biasanya disebabkan oleh adanya antibodi yang beredar yang tidak dapat dideteksi sebelum transfusi dilakukan karena titernya rendah. Reaksi yang lambat menunjukkan adanya selang waktu untuk meningkatkan produksi antibodi tersebut. Hemolisis yang terjadi biasanya ekstravaskuler.10,12Gejala dan tanda yang dapat timbul pada RTHL adalah demam, pucat, ikterus, dan kadang-kadang hemoglobinuria. Biasanya tidak terjadi hal yang perlu dikuatirkan karena hemolisis berjalan lambat dan terjadi ekstravaskuler, tetapi dapat pula terjadi seperti pada RTHA. Apabila gejalanya ringan, biasanya tanpa pengobatan. Bila terjadi hipotensi, renjatan, dan gagal ginjal, penatalaksanaannya sama seperti pada RTHA.104. Reaksi Transfusi Non-Hemolitika. Demam12,13Demam merupakn lebih dari 90% gejala reaksi transfusi. Umumnya ringan dan hilang dengan sendirinya. Dapat terjadi karena antibodi resipien bereaksi dengan leukosit donor. Demam timbul akibat aktivasi komplemen dan lisisnya sebagian sel dengan melepaskan pirogen endogen yang kemudian merangsang sintesis prostaglandin dan pelepasan serotonin dalam hipotalamus. Dapat pula terjadi demam akibat peranan sitokin (IL-1b dan IL-6). Umumnya reaksi demam tergolong ringan dan akan hilang dengan sendirinya.b. Reaksi alergi12,13Reaksi alergi (urtikaria) merupakan bentuk yang paling sering muncul, yang tidak disertai gejala lainnya. Bila hal ini terjadi, tidak perlu sampai harus menghentikan transfusi. Reaksi alergi ini diduga terjadi akibat adanya bahan terlarut di dalam plasma donor yang bereaksi dengan antibodi IgE resipien di permukaan sel-sel mast dan eosinofil, dan menyebabkan pelepasan histamin. Reaksi alergi ini tidak berbahaya, tetapi mengakibatkan rasa tidak nyaman dan menimbulkan ketakutan pada pasien sehingga dapat menunda transfusi. Pemberian antihistamin dapat menghentikan reaksi tersebut.c. Reaksi anafilaktik12,13Reaksi yang berat ini dapat mengancam jiwa, terutama bila timbul pada pasien dengan defisiensi antibodi IgA atau yang mempunyai IgG anti IgA dengan titer tinggi. Reaksinya terjadi dengan cepat, hanya beberapa menit setelah transfusi dimulai. Aktivasi komplemen dan mediator kimia lainnya meningkatkan permeabilitas vaskuler dan konstriksi otot polos terutama pada saluran napas yang dapat berakibat fatal. Gejala dan tanda reaksi anafilaktik biasanya adalah angioedema, muka merah (flushing), urtikaria, gawat pernapasan, hipotensi, dan renjatan.Penatalaksanaannya adalah :(1) menghentikan transfusi dengan segera, (2) tetap infus dengan NaCl 0,9% atau kristaoid, (3) berikan antihistamin dan epinefrin. Pemberian dopamin dan kortikosteroid perlu dipertimbangkan. Apabila terjadi hipoksia, berikan oksigen dengan kateter hidung atau masker atau bila perlu melalui intubasi.12,135. Efek samping lain dan resiko lain transfusia. Komplikasi dari transfusi massif Transfusi massif adalah transfusi sejumlah darah yang telah disimpan, dengan volume darah yanglebih besar daripada volume darah resipien dalam waktu 24 jam. Pada keadaan ini dapat terjadi hipotermia bila darah yang digunakan tidak dihangatkan, hiperkalemia, hipokalsemia dan kelainan koagulasi karena terjadi pengenceran dari trombosit dan factor- factor pembekuan. Penggunaan darah simpan dalam waktu yang lama akan menyebabkan terjadinya beberapa komplikasi diantaranya adalah kelainan jantung, asidosis, kegagalan hemostatik, acute lung injury.13b. Penularan penyakit Infeksi1. Hepatitis virusPenularan virus hepatitis merupakan salah satu bahaya/ resiko besar pada transfusi darah. Diperkirakan 5-10 % resipien transfusi darah menunjukkan kenaikan kadar enzim transaminase, yang merupakan bukti infeksi virus hepatitis. Sekitar 90% kejadian hepatitis pasca transfusi disebabkan oleh virus hepatitis non A non B. Meski sekarang ini sebagian besar hepatitis pasca transfusi ini dapat dicegah melalui seleksi donor yang baik dan ketat, serta penapisan virus hepatitis B dan C, kasus tertular masih tetap terjadi. Perkiraan resiko penularan hepatitis B sekitar 1 dari 200.000 dan hepatitis C lebih besar yaitu sekitar 1:10.000. 12,13 1. AIDS (Acquired Immune Deficiency syndrome)Penularan retrovirus HIV telah diketahui dapat terjadi melalui transfusi darah, yaitu dengan rasio 1:670.000, meski telah diupayakan penyaringan donor yang baik dan ketat.1. Infeksi CMVPenularan CMV terutama berbahaya bagi neonatus yang lahir premature atau pasien dengan imunodefisiensi. Biasanya virus ini menetap di leukosit danor, hingga penyingkiran leukosit merupakan cara efektif mencegah atau mengurangi kemungkinan infeksi virus ini. Transfusi sel darah merah rendah leukosit merupakan hal terbaik mencegah CMV ini.12,131. Penyakit infeksi lain yang jarangBeberapa penyakit walaupun jarang, dapat juga ditularkan melalui transfusi adalah malaria, toxoplasmosis, HTLV-1, mononucleosis infeksiosa, penyakit chagas (disebabkan oleh trypanosoma cruzi), dan penyakit CJD ( Creutzfeldt Jakob Disease).Pencemaran oleh bakteri juga mungkin terjadi saat pengumpulan darah yang akan ditransfusikan. Pasien yang terinfeksi ini dapat mengalami reaksi transfusi akut, bahkan sampai mungkin renjatan. Keadaan ini perlu ditangani seperti pada RTHA ditambah dengan pemberian antibiotic yang adekuat.1. GVHD(Graft versus Host disease)GVHD merupakan reaksi/ efek samping lain yang mungkin terjadi pada pasien dengan imunosupresif atau pada bayi premature. Hal ini terjadi oleh karena limfosit donor bersemai (engrafting) dalam tubuh resipien dan bereaksi dengan antigen penjamu. Reaksi ini dapat dicegah dengan pemberian komponen SDM yang diradiasi atau dengan leukosit rendah.10,14

2.6 Jelaskan mengenai informed consent: Definisi Persetujuantindakan medis adalah persetujuan yang diberikan pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang dilakukan terhadap pasien tersebut. (PERMENKES no 585 tahun 1989 (pasal 1))1 Jenis 0. Tidak dinyatakan (implied consent)Pasien tidak menyatakannya, baik secara lisan maupun tertulis, namun melakukan tingkah laku (gerakan) yang menunjukkan jawabannya. Meskipun consent jenis ini tidak memiliki bukti, namun consent jenis inilah yang paling banyak dilakukan dalam praktik sehari-hari. Misalnya adalah seseorang yang menggulung lengan bajunya dan mengulurkan lengannya ketika akan diambil darahnya.10. Dinyatakan (ekpress consent)Pernyataan tertulis diperlukan apabila dibutuhkan bukti di kemudian hari, umumnya pada tindakan yang invasif atau yang beresiko mempengaruhi kesehatan penderita secara bermakna. Permenkes tentang persetujuan tindakan medis menyatakan bahwa semua jenis tindakan operatif harus memperoleh persetujuan tertulis.1 Prosedur Menurut Permenkes RI NO 585/MenKesh/Per/IX/1989:10. Penjelasan langsung dari dokter yang melakukan tindakan medis dan dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh pasien. Tidak ada unsur dipengaruhi/ mengarahkan pasien pada tindakan tertentu, semua putusan diserahkan pasien dan dokter hanya menyarankan dan menjelaskannya0. Menyakan ulang kembali apakah sudah mengerti0. Lembar informed consent diisi oleh pasien/keluarga/ waliTindakan medis yang memerlukan informed consent0. Tindakan-tindakan yang bersifat invasif dan operatif atau memerlukan pembiusan, baik untuk menegakkan diagnosis maupun tindakan yang bersifat terapeutik.0. Tindakan pengobatan khusus, misalnya radioterapi untuk kanker.0. Tindakan khusus yang berkaitan dengan penelitian bidang kedokteran ataupun uji klinik (berkaitan dengan bioetika).Dalam kondisi apa sajakah yang tidak memerlukan informed consent10. Keadaan darurat medis0. Ancaman terhadap kesehatan masyarakat0. Pelepasan hak pemberian consen pada pasien0. Clinicalprivilege : klinik hak istimewa0. Pasien tanpa pendamping yang tidak kompeten memberikanconsentDalam UUPK tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi, informasi atau penjelasan ini dinyatakan bahwa dalam memberikan penjelasan sekurang-kurangnya mencakup:1a. Diagnosis dan tatacara tindakan medisb. Tujuan tindakan medis yang dilakukanc. Alternatif tindakan lain dan risikonyad. Risiko dan kornplikasi yang mungkin terjadie. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan

2.7 Apakah ada sanksi hukum apabila melanggar surat penolakan tindakan medis? Seperti dikemukakan pada bagian awal, tidak selamanya pasien atau keluarga setuju dengan tindakan medik yang akan dilakukan dokter. Dalam situasi demikian, kalangan doker maupun kalangan kesehatan lainnya harus memahami bahwa pasien atau keluarga mempunyai hak untuk menolak usul tindakan yang akan dilakukan. Ini disebut sebagai infomed refusal.Tidak ada hak dokter yang dapat memaksa pasien mengikuti anjurannya, walaupun dokter menganggap penolakan bisa berakibat gawat atau kematian pada pasien. Bila dokter gagal dalam meyakinkan pasien pada alternatif tindakan yang diperlukan, untuk keamanan di kemudian hari, sebaiknya dokter atau rumah sakit meminta pasien atau keluarga menandatangani surat penolakan terhadap anjuran tindakan medik yang diperlukan.Dalam kaitan transaksi terapeutik dokter dengan pasien, pernyataan penolakan pasien atau keluarga ini dianggap sebagai pemutusan transaksi terapeutik. Dengan demikian apa yang terjadi di belakang hari tidak menjadi tanggung jawab dokter atau rumah sakit lagi. Sedangkan tenaga kesehatan yang kurang hati-hati tersebut dapat dijatuhi sanksi administratif. Pasal 13 Permenkes tentang Informed Consent, mengatur tentang Sanksi Administratif yang berbunyi: Terhadap dokter yang melakukan tindakan medik tanpa persetujuan pasien atau keluarganya, dapat dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan ijin praktek.implikasi hukum penolakan tindakan medik terhadap pasien adalah apabila pasien menggunakan haknya dalam menolak suatu tindakan medik maka pasien telah melepaskan hak hukumnya terhadap dokter apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Sedangkan akibat hukum penolakan tindakan medik terhadap dokter apabila dokter telah menjalankan kewajibannya dan pasien dalam menggunakan haknya memilih untuk menolak tindakan medik maka dokter terlepas dari segala akibat hukum yang timbul setelah penolakan tersebut.15

2.8 Jelaskan undang-undang yang mengatur tentang praktik dokter yang berkaitan dengan kasus ini? 1. UU No. 32 tahun 1992 tentang kesehatan2. Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1998 tentang Tenaga Kesehatan3. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 159 b/Menkes/SK/Per/II/1998 tentang RS4. Peraturan Mentri kesehatan RI No. 749A/Menkes/Per/IX/1989 Tentang Rekam Medis/Medical Record5. Peraturan Mentri Kesehatan RI nomor 585/Menkes/Per/IX/1989 Tentang Pesetujuan Tindakan Medis6. Kep Menkes RI No. 466/Menkes/SK dan Standar Pelayanan Medis di RS 7. Fatwa Pengurus IDI Nomor : 319/PB/A.4/88 tertanggal 22 Pebruari 1988 tentang Informed Consent. 8. Peraturan Pemerintah RI Nomor 18 Tahun 1981 tertanggal 16 Juni 1981 tentang Bedah Mayat Klinik dan Bedah Mayat Anatomis serta Tranplantasi Alat dan/atau Jaringan Tubuh Manusia.

BAB IIIPENUTUP

3.1 KesimpulanDokter tersebut melakukan pelanggaran aspek autonomi kaidah bioetik dan aspek medikolegal yang terdapat dalam informed consent.

DAFTAR PUSTAKA1. Hanafiah J. Amri amir. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan edisi empat.Jakarta: EGC, 2009.1. Wiradharma, Danny dan Hartati, Sri Dionisia. Penuntun Kuliah: Hukum 1. Arif,Rahman dkk. Tanya Jawab ilmu kedokteran Forensik, badan penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. 2009.1. Syahrul Machmud, Aspek Hukum Dalam Medical Malpractice Varia Peradilan, IKAHI, 20071. Daldiyono. Menuju seni ilmu kedokteran; Bagaimana dokter berpikir dan bekerja. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2006.p. 281-313.1. Purwadianto A. Peran KODEKI di Indonesia di masa datang. Prosiding Seminar Revitalisasi Kode Etik Kedokteran; 2006 Okt 14; Jakarta; FK Unika Atmajaya; 2006.1. Sudarmanto B, Mudrik T, AG Sumantri, Transfusi Darah dan Transplantasi dalam Buku Ajar Hematologi- Onkologi Anak, 2005, Jakarta, Balai Penerbit IDAI, halaman: 217-2251. Hoffbrand, A.V. Kapita selekta Hematologi; oleh A.V Hoffbrand dan J.E. Pettit; alih bahasa, Iyan Darmawan. Ed-2.Jakarta: EGC 1996.1. Palang Merah Indonesia. Pelayanan Transfusi Darah, 2002.1. Gary, R Strange, William R, Steven L, 2002, Pediatric Emergency Medicine, 2nd edition. Boston: Mc Graw Hill, halaman: 527-5291. E. Shannon cooper,1992, Clinic in Laboratory Medicine, Volume 12, Number 4, Philadelphia: WB Saunders Company, halaman: 655-665 1. Latief SA, Suryadi KA, Cachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi Kedua, Jakarta : Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI : 20021. Ramelan S, Gatot D, Transfusi Darah Pada Bayi dan Anak dalam Pendidikan Kedokteran berkelanjutan (Continuing Medical Education) Pediatrics Updates, 2005, Jakarta, IDAI cabang Jakarta, halaman: 21-301. Sudoyo AW, Setiohadi B. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Keempat. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 20061. Eric Z. Implikasi Hukum Penolakan Tindakan Medik. Lex Jurnalica Vol.5 No. 2, April 2008.

1