case rds

20
BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Sindroma Gawat Nafas Sindroma gawat nafas adalah kumpulan gejala klinis pada bayi baru lahir berupa kesulitan bernafas yang ditandai dengan gejala utama takipnea (>60x permenit), sianosis sentral (lidah biru pada suhu ruangan), retraksi dan merintih. Tanda lain nya adalah nafas cuping hidung dan apnea periodic. Keadaan yang bisa mengakibatkan sindroma gawat nafas di antara nya adalah: 1. Kelainan paru Kelainan pada paru yang sering menyebabkan SGN adalah HMD (Hyalin Membrane Disease), Transient Takipnea of The Newborn/Wet Lung Syndrome, aspirasi mekonium, dan pneumonia. 2. Kelainan diluar paru Diantara nya adalah sumbatan jalan nafas atas, hernia diafragmatika, gagal jantung kongestif, hipertensi pulmonal menetap, kelainan metabolic (asidosis, hipoglikemia, hipokalsemia), depresi neonatal, syok, polisitemia/anemia, hipotermia/hipertermia, perdarahan susunan saraf puasat (trauma persalinan dan persalinan sungsang). 1.2 Hialin Membran Disease 1.2.1 Definisi HMD disebut juga respiratory distress syndrome (RDS) atau Sindroma Gawat Nafas (SGN) tipe 1, yaitu gawat napas pada bayi kurang bulan yang terjadi segera atau beberapa saat setelah

Upload: hessa-sena

Post on 29-Jul-2015

132 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: case RDS

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Sindroma Gawat Nafas

Sindroma gawat nafas adalah kumpulan gejala klinis pada bayi baru lahir berupa

kesulitan bernafas yang ditandai dengan gejala utama takipnea (>60x permenit), sianosis sentral

(lidah biru pada suhu ruangan), retraksi dan merintih. Tanda lain nya adalah nafas cuping hidung

dan apnea periodic.

Keadaan yang bisa mengakibatkan sindroma gawat nafas di antara nya adalah:

1. Kelainan paru

Kelainan pada paru yang sering menyebabkan SGN adalah HMD (Hyalin

Membrane Disease), Transient Takipnea of The Newborn/Wet Lung Syndrome, aspirasi

mekonium, dan pneumonia.

2. Kelainan diluar paru

Diantara nya adalah sumbatan jalan nafas atas, hernia diafragmatika, gagal

jantung kongestif, hipertensi pulmonal menetap, kelainan metabolic (asidosis,

hipoglikemia, hipokalsemia), depresi neonatal, syok, polisitemia/anemia,

hipotermia/hipertermia, perdarahan susunan saraf puasat (trauma persalinan dan

persalinan sungsang).

1.2 Hialin Membran Disease

1.2.1 Definisi

HMD disebut juga respiratory distress syndrome (RDS) atau Sindroma Gawat Nafas

(SGN) tipe 1, yaitu gawat napas pada bayi kurang bulan yang terjadi segera atau beberapa saat

setelah lahir, ditandai adanya kesukaran bernafas, (pernafasan cuping hidung, grunting, tipe

pernapasan dispnea / takipnea, retraksi dada, dan sianosis) yang menetap atau menjadi progresif

dalam 48 – 96 jam pertama kehidupan.

1.2.2 Insiden

HMD pada bayi prematur bersifat primer, insidensinya berbanding terbalik dengan umur

kehamilan dan berat lahir. Insidensinya sebesar 60-80% pada bayi kurang dari 28 minggu, 15-

30% pada bayi 32-36 minggu, 5% pada bayi kurang dari 37 minggu, dan sangat jarang terjadi

pada bayi matur.

Page 2: case RDS

Frekuensinya meningkat pada ibu yang diabetes, kelahiran sebelum usia kehamilan 37

minggu, kehamilan dengan lebih dari 1 fetus, kelahiran dengan operasi caesar, kelahiran yang

dipercepat, asfiksia, stress dingin, dan riwayat bayi terdahulu mengalami HMD. Pada ibu

diabetes, terjadi penurunan kadar protein surfaktan, yang menyebabkan terjadinya disfungsi

surfaktan. Selain itu dapat juga disebabkan pecahnya ketuban untuk waktu yang lama serta hal-

hal yang menimbulkan stress pada fetus seperti ibu dengan hipertensi / drug abuse, atau adanya

infeksi kongenital kronik.

1.2.4 Patofisiologi

Imaturitas paru secara anatomis dan dinding dada yang belum berkembang dengan baik

mengganggu pertukaran gas yang adekuat. Pembersihan cairan paru yang tidak efisien karena

jaringan interstitial paru imatur bekerja seperti spons. Edema interstitial terjadi sebagai resultan

dari meningkatnya permeabilitas membran kapiler alveoli sehingga cairan dan protein masuk ke

rongga alveoli yang kemudian mengganggu fungsi paru-paru. Selain itu pada neonatus pusat

respirasi belum berkembang sempurna disertai otot respirasi yang masih lemah. 

Alveoli yang mengalami atelektasis, pembentukan membran hialin, dan edema interstitial

mengurangi compliance paru-paru; dibutuhkan tekanan yang lebih tinggi untuk mengembangkan

saluran udara dan alveoli kecil. Dinding dada bagian bawah tertarik karena diafragma turun dan

tekanan intratorakal menjadi negatif, membatasi jumlah tekanan intratorakal yang dapat

diproduksi. Semua hal tersebut menyebabkan kecenderungan terjadinya atelektasis. Dinding

dada bayi prematur yang memiliki compliance tinggi memberikan tahanan rendah dibandingkan

bayi matur, berlawanan dengan kecenderungan alami dari paru-paru untuk kolaps. Pada akhir

respirasi volume toraks dan paru-paru mencapai volume residu, cencerung mengalami

atelektasis.

Kurangnya pembentukan atau pelepasan surfaktan, bersama dengan unit respirasi yang

kecil dan berkurangnya compliance dinding dada, menimbulkan atelektasis, menyebabkan

alveoli memperoleh perfusi namun tidak memperoleh ventilasi, yang menimbulkan hipoksia.

Berkurangnya compliance paru, tidal volume yang kecil, bertambahnya ruang mati fisiologis,

bertambahnya usaha bernafas, dan tidak cukupnya ventilasi alveoli menimbulkan hipercarbia.

Kombinasi hiperkarbia, hipoksia, dan asidosis menimbulkan vasokonstriksi arteri pulmonal dan

meningkatnkan pirau dari kanan ke kiri melalui foramen ovale, ductus arteriosus, dan melalui

Page 3: case RDS

paru sendiri. Aliran darah paru berkurang, dan jejas iskemik pada sel yang memproduksi

surfaktan dan bantalan vaskuler menyebabkan efusi materi protein ke rongga alveoli.

Pada bayi imatur, selain defisiensi surfaktan, dinding dada compliant, otot nafas lemah

dapat menyebabkan kolaps alveolar. Hal ini menurunkan keseimbangan ventilasi dan perfusi,

lalu terjadi pirau di paru dengan hipoksemia arteri progresif yang dapat menimbulkan asidosis

metabolik. Hipoksemia dan asidosis menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah paru dan

penurunan aliran darah paru. Kapasitas sel pnuemosit tipe II untuk memproduksi surfaktan turun.

Hipertensi paru yang menyebabkan pirau kanan ke kiri melalui foramen ovale dan duktus

arteriosus memperburuk hipoksemia. 

Aliran darah paru yang awalnya menurun dapat meningkat karena berkurangnya

resistensi vaskuler paru dan PDA. Sebagai tambahan dari peningkatan permeabilitas vaskuler,

aliran darah paru meningkat karena akumulasi cairan dan protein di interstitial dan rongga

alveolar. Protein pada rongga alveolar dapat menginaktivasi surfaktan.

Berkurangnya functional residual capacity (FRC) dan penurunan compliance paru

merupakan karakteristik HMD.Beberapa alveoli kolaps karena defisiensi surfaktan, sementara

beberapa terisi cairan, menimbulkan penurunan FRC.Sebagai respon, bayi premature mengalami

grunting yang memperpanjang ekspirasi dan mencegah FRC semakin berkurang. 

1.2.5 Manifestasi klinik

Tanda dari HMD biasanya muncul beberapa menit sesudah lahir, namun biasanya baru

diketahui beberapa jam kemudian di mana pernafasan menjadi cepat dan dangkal (60 x /

menit).Bila didapatkan onset takipnea yang terlambat harus dipikirkan penyakit lain. Beberapa

pasien membutuhkan resusitasi saat lahir akibat asfiksia intrapartum atau distres pernafasan awal

yang berat (bila berat badan lahir rendah).

Biasanya ditemukan takipnea, grunting, retraksi intercostal dan subcostal, dan pernafasan

cuping hidung. Sianosis meningkat, yang biasanya tidak responsif terhadap oksigen. Suara nafas

dapat normal atau hilang dengan kualitas tubular yang kasar, dan pada inspirasi dalam dapat

terdengan ronkhi basah halus, terutama pada basis paru posterior. Terjadi perburukan yang

progresif dari sianosis dan dyspnea. 

Bila tidak diterapi dengan baik, tekanan darah dan suhu tubuh akan turun, terjadi

peningkatan sianosis, lemah dan pucat, grunting berkurang atau hilang seiring memburuknya

Page 4: case RDS

penyakit.apnea dan pernafasan iregular mucul saat bayi lelah, dan merupakan tanda perlunya

intervensi segera.

Dapat juga ditemukan gabungan dengan asidosis metabolik, edema, ileus, dan oliguria.

Tanda asfiksia sekunder dari apnea atau kegagalan respirasi muncul bila ada progresi yang cepat

dari penyakit. Kondisi ini jarang menyebakan kematian pada bayi dengan kasus berat. Tapi pada

kasus ringan, tanda dan gejala mencapai puncak dalam 3 hari. Setelah periode inisial tersebut,

bila tidak timbul komplikasi, keadaan respirasi mulai membaik. Bayi yang lahir pada 32 – 33

minggu kehamilan, fungsi paru akan kembali normal dalam 1 minggu kehidupan. Pada bayi

lebih kecil (usia kehamilan 26 – 28 minggu) biasanya memerlukan ventilasi mekanik. (4) ,(9)

Perbaikan ditandai dengan diuresis spontan, dan kemampuan oksigenasi pada kadar

oksigen lebih rendah. Kematian jarang terjadi pada 1 hari pertama, biasanya terjadi pada hari

kedua sampai ketujuh, sehubungan dengan adanya kebocoran udara alveoli (emfisema

interstitial, pneumothorax) perdarahan paru atau intraventrikular.

Kematian dapat terjadi setelah beberapa minggu atau bulan bila terjadibronchopulmonary

displasia (BPD) pada penderita dengan ventilasi mekanik (HMD berat).

1.2.5 Diagnosis

a.  Gejala klinis

Bayi kurang bulan (Dubowitz atau New Ballard Score) disertai adanya takipneu

(>60x/menit), retraksi kostal, sianosis yang menetap atau progresif setelah 48-72 jam pertama

kehidupan, hipotensi, hipotermia, edema perifer, edema paru, ronki halus inspiratoir.

Manifestasi klinis berupa distress pernafasan dapat dinilai dengan APGAR score (derajat

asfiksia) dan Silverman Score. Bila nilai Silverman score > 7 berarti ada distress nafas, namun

ada juga yang menyatakan bila nilainya > 2 selama > 24 jam.

Tabel 2.1 Silverman score 

Grade Gerakan dada

atas

Dada bawah

(retraksi ICS)

Retraksi

epigastrium

PCH Grunting

0 sinkron - - - -

1 Tertinggal

pada inspirasi

ringan ringan minimal Terdengar pada

stetoskop

2 See-saw jelas jelas jelas Terdengar

tanpa stetoskop

Page 5: case RDS

b. Gambaran Rontgen

Berdasarkan gambaran rontgen, paru-paru dapat memberikan gambaran yang

karakteristik, tapi bukan patognomonik, meliputi gambaran retikulogranular halus dari parenkim

dan gambaran air bronchogram tampak lebih jelas di lobus kiri bawah karena superimposisi

dengan bayangan jantung. Awalnya gambaran rontgen normal, gambaran yang tipikal muncul

dalam 6-12 hari. 

Gambaran rontgen HMD dapat dibagi jadi 4 tingkat :

Stage I : gambaran reticulogranular

Stage II : Stage I disertai air bronchogram di luar bayangan jantung

Stage III : Stage II disertai kesukaran menentukan batas jantung.

Stage IV : Stage III disertai kesukaran menentukan batas diafragma dan thymus. Gambaran white

lung.

c. Pemeriksaan Laboratorium

Dari pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan Hb, Ht dan gambaran darah tepi tidak

menunjukan tanda-tanda infeksi. Kultur darah tidak terdapat Streptokokus. Analisis gas darah

awalnya dapat ditemukan hipoksemia, dan pada keadaan lanjut ditemukan hipoksemia progresif,

hipercarbia dan asidosis metabolik yang bervariasi. 

d.  Echocardiografi

Echocardiografi dilakukan untuk mendiagnosa PDA dan menentukan arah dan derajat

pirau. Juga berguna untuk mendiagnosa hipertensi pulmonal dan menyingkirkan kemungkinan

adanya kelainan struktural jantung.

e. Test Kocok

f. Test Apung Paru

1.2.6  Diagnosis Banding

a.  Pneumonia neonatal

Dalam diagnosis banding, sepsis akibat Streptococcus grup B kurang bisa dibedakan

dengan HMD. Pada pneumonia yang muncul saat lahir, gambaran rontgen dada dapat identik

Page 6: case RDS

dengan HMD, namun ditemukan coccus gram positif dari aspirat lambung atau trakhea, dan apus

buffy coat. Tes urin untuk antigen streptococcus positif, serta adanya netropenia. 

b. Transient Tachypnea of The Newborn

Takipnea sementara dapat disingkirkan karena gejala klinisnya pendek dan

ringan.Hiperaerasi adalah ciri khas TTN (kebalikan dari RDS – hipoaerasi). Densitas

retikulogranular bilateral akan hilang bilang diberi ventilasi, sementara pada RDS gambaran

opak menetap minimal 3 – 4 hari.

c. Sindroma aspirasi mekonium

Pada gambaran rongent terlihat adanya air trapping, gambaran opak noduler kasar difus,

serta area emfisema fokal. Berbeda dengan gambaran opak granuler halus pada RDS.Paru-paru

biasanya hiperaerasi.

d.  Lain-lain

Penyakit jantung sianotik ( anomali total aliran balik vena pulmonal), sirkulasi fetal yang

persisten, sindroma aspirasi, pneumotorax spontan, efusi pleura, eventrasi diafragma, dan

kelainan kongenital seperti malformasi kistik adenomatoid, limfangiektasi pulmonal, hernia

diafragma, atau emfisema lobaris harus dipertimbangkan, dan untuk membedakannya diperlukan

gambaran rontgen.

Proteinosis alveoli kongenital adalah kelainan familial yang jarang dan kadang muncul

sebagai respiratory distress syndrome (RDS) yang berat dan mematikan.Perdarahan paru, sepsis.

Hal-hal yang dapat menimbulkan edema paru seperti PDA, obstruction of pulmonary

venous drainage, hypoplastic left heart syndrome, dan edema pulmo neurogenik, sekunder

darimperdarahan intracranial.

Hal-hal yang diasosiasikan dengan hipoaerasi paru seperti sedasi ibu, hipoksemia berat,

hipotermia, kerusakan CNS. Keadan ini tidak menimbulkan gambaran opak granular bilateral

pada rontgen thoraks (berbeda dengan RDS).

1.2.7 Pencegahan

a.  Mencegah kelahiran prematur

b. Cervical cerclage

c.  Antibiotik untuk ibu. 

d.  Tokolitik

Page 7: case RDS

e. Membantu pematangan paru

f.  Corticosteroid

1.2.8 Terapi

Terapi terutama ditujukan pada pertukaran O2 dan CO2 yang tidak adekuat di paru-paru,

asidosis metabolik dan kegagalan sirkulasi adalah manifestasi sekunder. Beratnya HMD akan

berkurang bila dilakukan penanganan dini pada bayi BBLR, terutama terapi asidosis, hipoksia,

hipotensi dan hipotermia.

Kebanyakan kasus HMD bersifat self-limiting, jadi tujuan terapi adalah untuk

meminimalkan kelainan fisiologis dan masalah iatrogenik yang memperberat. Penanganan

sebaiknya dilakukan di NICU. 

a.Resusitasi di tempat melahirkan

Resusitasi adekuat di kamar bersalin untuk semua kelahiran prematur. Mencegah

perinatal asfiksia yang dapat mengganggu produksi surfaktan. Mencegah terjadinya hipotermia

dengan menjaga suhu bayi sekitar 36,5-37,5 derajat Celcius di mana kebutuhan oksigen berada

pada batas minimum. 

Pemberian obat selama resusitasi : 

 Adrenalin 10 microgram /kg (0,1 mls/kg larutan 1 : 10.000) bila bradikardi persisten setelah

ventilasi dan kompresi yang adekuat.

 Pemberian bicarbonat 4 mmol/kg merupakan setengah koreksi untuk defisit basa 20 mmol

(larutan bicarbonat 8,4% mengandung 1 mmol/ml), atau 2 mEq/kg dari konsentrasi 0,5

mEq/ml. Pemberian dilakukan secara intravena dengan hati-hati.

 Volume expander 10 ml/kg

 Bolus glukosa 10 % 1 ml/kg BB.

b. Surfaktan Eksogen

Surfaktan dapat diberikan segera setelah bayi lahir (terapi profilaksis) atau beberapa jam

kemudian setelah diagnosa RDS ditegakkan (terapi penyelamatan). Terapi profilaksis lebih

efektif dibandingkan bila diberi beberapa jam kemudian. Bayi yang mendapat surfaktan eksogen

sebagai terapi profilaksis membutuhkan oksigen dan ventilasi mekanik lebih sedikit disertai

angka bertahan hidup yang lebih baik.  Bayi yang lahir kurang dari 32 minggu kehamilan harus

diberi surfaktan saat lahir bila ia memerlukan intubasi. Terapi biasa dimulai 24 jam pertama

Page 8: case RDS

kehidupan, melalui ETT tiap 12 jam untuk total 4 dosis. Pemberian 2 dosis atau lebih

memberikan hasil lebih baik dibanding dosis tunggal. Pantau radiologi, BGA, dan pulse

oxymetri. 

c.Oksigenasi dan Monitoring analisa gas darah

Oksigen lembab hangat diberikan untuk menjaga agar kadar O2 arteri antara 55 – 70

mmHg dengan tanda vital yang stabil untuk mempertahankan oksigenasi jaringan yang normal,

sementara meminimalkan resiko intoksikasi oksigen. Bila oksigen arteri tak dapat dipertahankan

di atas 50 mmHg saat inspirasi oksigen dengan konsentrasi 70%, merupakan indikasi

menggunakan continuous positive airway pressure (CPAP). 

Monitor frekuensi jantung dan nafas, PO2, PCO2, pH arteri, bikarbonat, elektrolit, gula

darah, hematokrit, tekanan darah dan suhu tubuh, kadang diperlukan kateterisasi arteri

umbilikalis. Transcutaneus oxygen electrodes dan pulse oxymetrydiperlukan untuk memantau

oksigenasi arteri. Namun yang terbaik tetaplah analisa gas darah karena dapat memberi informasi

berkelanjutan serta tidak invasif, memungkinkan deteksi dini komplikasi seperti pneumotoraks,

juga merefleksikan respon bayi terhadap berbagai prosedur seperti intubasi endotrakhea, suction,

dan pemberian surfaktan. PaO2 harus dijaga antara 50 – 80 mmHg, dan Sa O2 antara 90 – 94 %.

Hiperoksia berkepanjangan harus dihindarkan karena merupakan faktor resiko retinopathy of

prematurity (ROP). 

c.Fluid and Nutrition

Kalori dan cairan diberikan secara intravena. Dalam 24 jam pertama berikan infus

glukosa 10% dan cairan melalui vena perifer sebanyak 65-75 ml/kg/24 jam. Kemudian

tambahkan elektrolit, volume cairan ditingkatkan bertahap sampai 120-150 ml/kg/24 jam. Cairan

yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya Patent Ductus Arteriosus(PDA). Pemberian

nutrisi oral dapat dimulai segera setelah bayi secara klinis stabil dan distres nafas mereda. ASI

adalah pilihan terbaik untuk nutrisi enteral yang minimal, serta dapt menurunkan insidensi NEC. 

d.Ventilasi Mekanik

Bayi dengan HMD berat atau disertai komplikasi, yang berakibat timbulnya

apnea persisten membutuhkan ventilasi mekanik buatan. Indikasi penggunaannya antara lain : 

1 . Analisa gas darah menunjukan hasil buruk

 pH darah arteri <>

 pCO2 arteri > 60 mmHg

Page 9: case RDS

 pO2 arteri < 50 mmHg pada konsentrasi oksigen 70 – 100 %

2.Kolaps cardiorespirasi

3.Apnea persisten dan bradikardi

e. Keseimbangan asam basa

f. Tekanan darah dan Cairan

g.  Antibiotik

h. Nitrit Oxide

i. ECMO (Extracorporeal Membrane Oxygenation)

Page 10: case RDS

BAB II

ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : By. KD

Umur : 12 jam

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Padang

Keluhan utama :

- Sesak nafas sejak usia 3 jam

Riwayat penyakit sekarang :

Neonatus berat badan lahir rendah 2100 gram, panjang badan 44 cm.

Lahir Sektio Caesaria atas indikasi panggul sempit dan KPD (ketuban pecah dini) 6

jam , A/S 7/8 (partus luar).

Ibu baik, ketuban jernih

Sesak nafas sejak usia 3 jam, disertai kebiruan disekitar mulut, berkurang setelah

diberi oksigen.

Demam tidak ada, kejang tidak ada.

Injeksi vitamin K sudah diberikan

Mekonium dan buang air kecil belum keluar

Anak belum diberi minum

Muntah tidak ada

Anak diberi oksigen dan dirujuk ke RSUP DR M Djamil oleh Sp.A dengan keterangan

Respiratory Distress e.c. HMD (Hialin Membran Disease) dd TTN ( Transient Tachypnea

of the Newborn)

Riwayat kehamilan Ibu :

Page 11: case RDS

- G1P0A0

- Anak lahir secara SC atas indikasi panggul sempit dan KPD 6 jam.

- Pemeriksaan antenatal tidak teratur ke bidan

- Selama hamil ibu tidak ada riwayat penyakit hipertensi,DM, perdarahan, dan infeksi.

- Ibu tidak menkonsumsi obat-obatan, jamu serta kualitas dan kuantitas makanan cukup

Riwayat Persalinan :

- Merupakan persalinan pertama, dirumah sakit bersalin dipimpin oleh dokter spesialis

kebidanan, lahir SC a.i panggul sempit dan KPD 6 jam.

- Kelahiran tunggal,BBL 2100 gr, PBL 44 cm, kondisi saat lahir hidup dengan A/S 7/8

(Partus luar )

- Ketuban jernih, tidak bau

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : anak tampak kurang aktif

Frekuensi denyut jantung : 170x/menit

Frekuensi nafas : 72X/menit

Suhu : 36,8 C

Panjang Badan : 44 cm

Berat badan : 2100 gr

Sianosis tidak ada, ikterik tidak ada

PEMERIKSAAN SISTEMIK

Kepala : bentuk bulat simetris

Ubun ubun besar : 2 X 2 cm

Ubun ubun kecil : 1 X 1 cm

Lingkar kepala : 31,5 cm

Page 12: case RDS

Jejas persalinan : tidak ada

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,

Telinga : tidak ditemukan kelainan

Hidung : nafas cuping hidung (+)

Mulut : sianosis tidak ada

Leher : tidak ditemukan kelainan.

Dada

o Bentuk : Normochest ,Simetris,retraksi epigastrium dan intercosta

o Paru : Bronkovesikular,ronhi (-),Wheezing (-)

o Jantung : Irama teratur, bising tidak ada

Perut

o Permukaan : datar

o Kondisi : Lemas

o Hati : 1/4x1/4

o Limpa : tidak teraba

o Tali pusat : segar

o Umbilikus : Hiperemis tidak ada

Genitalia : Tidak ditemukan kelainan

Ekstremitas : Atas : akral hangat, perfusi baik, sianosis tidak ada

Bawah : akral hangat, perfusi baik, sianosis tidak ada

Kulit : teraba hangat, sianosis tidak ada

Anus : ada

Tulang –tulang : tidak ditemukan kelainan

Reflek Neonatal : Moro : + (menurun) Rooting : +(menurun)

Isap : +(menurun) Pegang : +(menurun)

Ukuran :

o Lingkar kepala : 31,5 cm Lingkar dada : 28 cm

o Lingkar perut : 24 cm Simfisis - kaki : 18 cm

o Panjang lengan : 12 cm Panjang kaki : 16 cm

o Kepala simpisis : 26 cm

Page 13: case RDS

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Hb 13,3 g/dl

Leukosit : 18.400

Diff. count : 0/0/5/71/20/5

DIAGNOSA KERJA

NBBLR 2100 gram, PB 48 cm

Lahir SC a.i panggul sempit dan KPD 6 jam

Ibu baik, ketuban jernih

A/S 7/8 , partus luar

TM 35-36, SMK

Kelainan congenital tidak ada

Jejas persalinan tidak ada

Penyakit sekarang Respiratory distress e.c. suspek HMD dd / TTN

BBLR 2100 gram

TERAPI

O2 2 liter/menit ( head box )

IVFD D 10% 70 cc/kgBB/hari=6 tetes/menit ( Mikro )

Sementara puasa

Ampisilin sulbactactam 2 x 100mg

Gentamisin 1 x 10 mg

RENCANA

- Pemeriksaan elektrolit

- AGD

- GDR

- Rontgen Thoraks

Page 14: case RDS

- Kultur darah

HASIL PEMERIKSAAN

- GDR : 333

Kesan : hiperglikemia reaktif e.c. stress metabolic

S/ ulang GDR 4 jam lagi

- Roentgen toraks : Tampak gambaran bercak reticulogranuler dikedua lapang paru, air

brongkogram (+)

Hasil ekspertise : HMD grade I-II