case urtikaria

24
BAB I TINJAUAN PUSTAKA A. DEFINISI Urtikaria merupakan suatu reaksi vaskular di kulit akibat bermacam-macam sebab, biasanya ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit, dan sekitarnya dapat dikelilingi halo. 1 Angioedema adalah urtikaria yang mengenai lapisan kulit yang lebih dalam daripada dermis, dapat di submukosa, subkutis, ataupun saluran nafas, saluran cerna, dan organ kardiovaskular. 1 Urtikaria dan angioedema merupakan edema nonpitting yang dapat terjadi secara tersendiri atau bersamaan. Episode urtikaria/ angioedema yang berlangsung kurang dari 6 minggu disebut urtikaria/ angioedema akut. Di lain pihak, bila proses tersebut cenderung menetap lebih dari 6 minggu disebut kronik. 4 B. EPIDEMIOLOGI 1,2 Urtikaria dan angioedema sering dijumpai pada semua umur, orang dewasa lebih banyak mengalami urtikaria dibandingkan dengan usia muda. Ditemukan 40% bentuk urtikaria saja, 49% urtikaria bersama-sama dengan angioedema dan 11% angioedema saja. Lama serangan berlangsung bervariasi, ada yang lebih dari satu tahun bahkan lebih dari 20 tahun. 1

Upload: melianifitri

Post on 09-Feb-2016

124 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Case Urtikaria

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Urtikaria merupakan suatu reaksi vaskular di kulit akibat bermacam-macam sebab, biasanya

ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat

dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit, dan sekitarnya dapat dikelilingi halo.1

Angioedema adalah urtikaria yang mengenai lapisan kulit yang lebih dalam daripada dermis,

dapat di submukosa, subkutis, ataupun saluran nafas, saluran cerna, dan organ kardiovaskular.1

Urtikaria dan angioedema merupakan edema nonpitting yang dapat terjadi secara tersendiri

atau bersamaan. Episode urtikaria/ angioedema yang berlangsung kurang dari 6 minggu disebut

urtikaria/ angioedema akut. Di lain pihak, bila proses tersebut cenderung menetap lebih dari 6 minggu

disebut kronik.4

B. EPIDEMIOLOGI1,2

Urtikaria dan angioedema sering dijumpai pada semua umur, orang dewasa lebih banyak

mengalami urtikaria dibandingkan dengan usia muda. Ditemukan 40% bentuk urtikaria saja, 49%

urtikaria bersama-sama dengan angioedema dan 11% angioedema saja. Lama serangan berlangsung

bervariasi, ada yang lebih dari satu tahun bahkan lebih dari 20 tahun.

Penderita atopi lebih mudah mengalami urtikaria dibandingkan dengan orang normal. Tidak ada

perbedaan frekuensi jenis kelamin, baik laki-laki maupun perempuan. Umur, ras, aktivitas, letak

geografis dan perubahan musim dapat mempengaruhi hipersensitivitas yang diperankan oleh IgE.

Penisilin tercatat sebagai obat yang lebih sering menimbulkan urtikaria.

C. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO1,2

Pada penyelidikan ternyata hampir 80% penyebab urtikaria tidak diketahui. Namun diduga

penyebab urtikaria sangat bermacam-macam, diantaranya : obat, makanan, gigitan atau sengatan

1

Page 2: Case Urtikaria

serangga, fotosensitizer, inhalan, kontaktan, trauma fisik, infeksi, dan infestasi parasit, psikis, genetic,

dan penyakit sistemik.1

1. Obat

Bermacam-macam obat dapat menimbulkan urtikaria baik secara imunologik maupun

nonimunologik. Hampir semua obat sistemik menimbulkan urtikaria secara imunologi tipe I atau

tipe II. Contohnya adalah obat-obat golongan penisilin, sulfonamide, analgesic, pencahar,

hormon dan diuretic. Ada pula obat yang secara langsung dapat merangsang sel mast untuk

melepaskan histamine, misalnya kodein, opium, dan zat kontras. Aspirin menimbulkan urtikaria

karena menghambat sintesis prostaglandin dari asam arakhidonat. Selain itu aspirin dapat

mencetuskan terjadinya urtikaria kronik pada 30% pasien.

2. Makanan

Peranan makanan ternyata lebih penting pada urikaria yang akut, umumnya akibat reaksi

imunologi. Makanan berupa protein atau bahan lain yang dicampurkan kedalamnya seperti zat

warna penyedap rasa, atau bahan pengawet, sering menimbulkan urtikaria alergi. Contoh

makanan yang sering menimbulkan urtikaria ialah telur, ikan kacang, udang, coklat, tomat,

arbei, babi, keju, bawang, dan semangka. Bahan yang dicampurkan dalam makanan seperti

asam nitrat, asm benzoat, ragi, salisilat dan penisilin. Jika urtikaria bersifat akut dan rekuren, hal

ini dapat dicetuskan oleh kandungan makanan itu sendiri, untuk itu dapat dilakukan tes IgE, dan

dilakukan diet eliminasi.

3. Gigitan atau sengatan serangga

Gigitan atau sengatan serangga dapat menyebabkan urtikaria lebih diakibatkan karena peranan

IgE (reaksi tipe I) dan tipe seluler (tipe IV). Tetapi toksin bakteri bisa juga mengaktifkan

komplemen.

4. Bahan fotosensitizer

Bahan semacam ini misalnya griseovulvin, fenotiazin, sulfonamide, bahan kosmeitik dan sabun

germisid sering menimbulkan urtikaria.

5. Inhalan

2

Page 3: Case Urtikaria

Inhalan yang berupa serbuk sari bunga (pollen), spora jamur, debu bulu binatang, dan aerosol

umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria alergik (tipe I). Reaksi ini sering dijumpai pada

penderita atopi dan disertai gangguan pernapasan.

6. Kontaktan

Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria ialah kutu binatang, serbuk tekstil, air liur

binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan bahan kimia misalnya insect repellent (pembasmi

serangga), dan bahan kosmetik. Keadaan ini disebabkan bahan tersebut menembus kulit dan

menimbulkan urtikaria.

7. Trauma fisik

Trauma fisik dapat siakibatkan oleh faktor dingin., yakni berenang atau memegang benda

dingin. Faktor panas misalnya sinar matahari, sinar UV, radiasi atau panas akibat pembakaran.

Faktor tekanan yaitu goresan, pakaian ketat, ikat pinggang, semprotan air, vibrasi dan tekanan

berulang-ulang, contohnya pijatan, keringat, pekerjaan berat, demam dan emosi menyebabkan

urtikaria fisik, baik secara imunologik ataupun nonimunologik. Klinis biasanya terjadi di tempat

yang mudah terkena trauma. Dapat timbul urtikaria beberapa menit atau jam setelah digores

benda tumpul. Fenomena ini disebut fenomena demografisme atau fenomena darier.

8. Infeksi dan infestasi

Bermacam-macam infeksi dapat menyebabkan urtikaria misalnya infeksi bakteri, virus, jamur,

maupun infestasi parasit. Infeksi bakteri contohnya tonsillitis, infeksi gigi dan sinusitis. Masih

merupakan pertanyaan besaraapakah urtikaria timbul karena toksin bakteri atau karena

sensitisasi. Infeksi virus hepatitis, mononucleosis dan infeksi coxsackiae pernah dilaporkan

sebagai factor penyebab. Karena itu pada urtikaria yang ideopatik harus dipikirkan adanya

infeksi virus subklinis. Infeksi jamur kandida dan dermatofita sering dilaporkan sebagai

penyebab urtikaria. Infestasi cacing pita, cacing tambang, cacing gelang juga schistosoma atau

echinococcus dapat menyebabkan urtikaria.

9. Psikis/ stress emosional

Tekanan jiwa dapat memacu sel mast atau langsung menyebabkan peningkatan permeabilitas

dan vasodilatasi kapiler. Ternyata hampir 11,5% penderita urtikaria menunjukan gangguan

3

Page 4: Case Urtikaria

psikis. Penyelidikan memperlihatkan bahwa hypnosis dapat menghambat eritema dan urtika.

Pada percobaan induksi psikis, ternyata suhu kulit dan ambang rangsang eritema meningkat.

10. Genetik

Faktor genetic berperan penting pada urtikaria walaupun jarang menunjukan penurunan

autosomal dominan. Diantaranya adalah familial cold urtikaria, familial localized heat urtikaria,

heredo-familial syndrome of urtikaria deafness and amyloidosis. Selain itu dikatakan bahwa

polimorfisme dari gen reseptor β2 adrenergik (ADRB2) ditemukan pada pasien dengan urtikaria

akut akibat intoleransi aspirin.

11. Penyakit sistemik

Beberapa penyakit kolagen dan keganasan dapat menimbulkan urtikaria, reaksi lebih sering

disebabkan reaksi antigen-antibodi. Penyakit vesiko-bulosa, misalnya pemfigus dan dermatitis

hervetiformis during sering menimbulkan urtikaria. Sejumlah 7-9% penderita lupus eritomatosus

sistemik dapat mengalami urtikaria. Beberapa penyakit sistemik yang sering disertai urtikaria

antara lain limfoma, hipertiroid, hepatitis, urtikaria pigmentosa, arthritis pada demam rheumatic

dan arthritis rheumatoid juvenilis.

12. Neoplasma

Urtikaria sering dihubungkan dengan keganasan dan penyakit Hodgkin, serta leukemia.

13. Alkohol

Urtikaria bisa dipicu oleh konsumsi alcohol, dimana mekanisme terjadinya stimulasi sel mast

secara tidak langsung oleh alcohol masih belum diketahui. Wine secara umum mengandung

sulfite, yang dapat menyebabkan urtikaria.

14. Menthol

Pada kasus yang jarang, menthol dapat memicu terjadinya urtikaria. Menthol dapat ditemukan

pada rokok, permen, obat batuk, sprai aerosol, dan pengobatan topical.

15. Hormonal

Urtikaria kronis terjadi dua kali lipat lebih sering pada wanita dibandingkan pria dan telah

ditemukan pada kasus ini terdapat rendahnya kadar dehidroepiandosteron (DHEA)-S yang

berperan terhadap ketidakseimbangan hormone.

D. KLASIFIKASI1

4

Page 5: Case Urtikaria

Terdapat bermacam-macam paham penggolongan urtikaria, berdasarkan lamanya serangan

berlangsung dibedakan urtikaria akut dan kronik. Disebut akut apabila serangan berlangsung kurang dari

6 minggu, atau berlangsung selama 4 minggu tapi berlangsung setiap hari. Bila melebihi waktu tersebut

digolongkan sebagai urtikaria kronik. Urtikaria akut sering terjadi pada usia muda, umumnya laki-laki

lebih sering daripada perempuan. Urtikaria kronik lebih sering pada wanita usia pertengahan. Penyebab

urtikaria akut lebih mudah diketahui, sedangkan urtikaria kronik lebih sulit ditemukan. Ada

kecenderungan urtikaria lebih sering diderita oleh penderita atopik.

Berdasarkan morfologi klinis, urtikaria dibedakan menurut bentuknya yaitu:

Urtikaria popular

Urtikaria gutata

Urtikaria girata

Urtikaria anular

Urtikarai arsinar

Menurut luasnya dan dalamnya jaringan yang terkena dapat dibedakan menjadi:

Urtikaria local

Urtikaria general

Angioedema

Namun yang paling menarik perhatian adalah penggolongan berdasarkan penyebab urtikaria

dan mekanisme terjadinya urtikaria, maka dikenal urtikaria imunologik, urtikaria nonimunologik, dan

idiopatik sebagai berikut:

I. Urtikaria atas dasar reaksi imunologik

a. Bergantung pada IgE (reaksi alergik tipe I)

1.Pada penderita atopi

2.Antigen Spesifik (pollen, obat)

b. Ikut sertanya komplemen

1.Pada reaksi sitotoksik (reaksi alergik tipe II)

2.Pada reaksi kompleks imun (reaksi alergi tipe III)

3.Defisiensi C1 esterase inhibitor (genetic)

II. Urtikaria atas dasar reaksi nonimunologik

5

Page 6: Case Urtikaria

a. Langsung memacu sel mas sehingga terjadi pelepasan mediator-mediator alergi (misalnya obat

golongan opiate dan bahan kontras)

b. Bahan yang menyebabkan perubahan metabolisme asam arakhidonat (misalnya aspirin dan obat

anti-inflamasi nonsteroid)

c. Trauma fisik

Urtikaria solar : karena paparan cahaya

Urtikaria dingin : karena udara dingin

Urtikaria dermatografisme : karena gesekan atau tekanan

Urtikatia kolinergik : karena pengeluaran keringat

III. Urtikaria Idiopatik

Urtikaria yang tidak diketahui penyebabnya dimasukan dalam golongan urtikaria idiopatik.

E. PATOGENESIS/PATOFISIOLOGI1

Urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai permeabilitas kapiler yang meningkat, sehingga

terjadi transudasi cairan yang mengakibatkan terjadinya pengumpulan cairan setempat, sehingga secara

klinis tampak edema setempat disertai kemerahan.

Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler dapat terjadi akibat pelepasan mediator-

mediator misalnya histamin, kinin, serotonin, slow reacting substance of anaphylaxis (SRSA), dan

prostaglandin oleh sel mast dan atau basofil. Selain itu terjadi pula inhibisi proteinase oleh enzim

proteolitik misalnya kalikrin, tripsin, plasmin, dan hemotripsin di dalam sel mast.

Baik faktor imunologik maupun non-imunologik mampu merangsang sel mas atau basofil untuk

melepaskan mediator-mediator tersebut. Pada yang non-imunologik, mungkin sekali siklik AMP

(Adenosine Mono Phosphate) memegang peranan penting pada pelepasan mediator. Beberapa bahan

kimia seperti golongan amin dan derivat amidin, obat-obatan seperti kodein, morfin, polimiksin dan

beberapa antibiotik berperan pada keadaan ini. Bahan kolinergik seperti asetilkolin dilepaskan oleh saraf

kolinergik kulit, dengan mekanisme yang belum diketahui dapat mempengaruhi sel mast untuk

melepaskan mediator.

6

Page 7: Case Urtikaria

Faktor fisik misalnya panas, dingin, trauma tumpul, sinar X, dan pemijatan dapat secara langsung

merangsang sel mas. Beberapa keadaan, misalnya demam, panas, emosi, dan alkohol dapat merangsang

langsung pembuluh darah kapiler sehingga terjadi vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas.

Faktor imunologik lebih berperan pada urtikaria akut daripada kronik, biasanya IgE terikat pada

permukaan sel mas dan atau sel basofil karena adanya reseptor Fc. Bila ada antigen yang sesuai

berikatan dengan IgE, maka terjadi degranulasi sel, sehingga terjadi pelepasan mediator. Keadaan ini

jelas tampak pada reaksi tipe I (anafilaksis), misalnya alergi obat dan makanan. Komplemen juga ikut

berperan. Aktivasi komplemen secara klasik maupun alternatif menyebabkan pelepasan anafilatoksin

(C3a, C5a) yang mampu merangsang sel mas dan basofil. Hal ini terjadi pada urtikaria akibat venom atau

toksin bakteri.

Ikatan dengan komplemen juga terjadi pada urtikaria akibat reaksi sitotoksik dan kompleks

imun. Pada keadaan ini, juga dilepaskan zat anafilatoksin. Urtikaria akibat kontak juga terjadi, misalnya

setelah pemakaian bahan penangkis serangga (insect repelent), bahan kosmetik, dan penggunaan obat-

obatan golongan sefalosporin. Kekurangan C1 esterase inhibitor secara genetik menyebabkan edema

angioneurotik yang herediter.

7

Page 8: Case Urtikaria

Gambar 1. Diagram Faktor Imunologik dan Non-imunologik yang Menimbulkan Urtikaria

8

Sel Mas

Basofil

FAKTOR NON-IMUNOLOGIK FAKTOR IMUNOLOGIK

Bahan kimia pelepas mediator (morfin, kodein)

Reaksi Tipe I (IgE) inhalan, obat, makanan, infeksi

Faktor fisik (panas, dingin, trauma, sinar X, cahaya

Reaksi Tipe IV (kontaktan)

Efek Kolinergik

Pengaruh komplemen

Aktivasi komplemen

(Ag-Ab, venom, toksin)

Reaksi Tipe II

Reaksi Tipe III

Faktor Genetik:

Defisiensi C1 esterase inhibitor

Familial cold urticaria

Familial heat urticaria

Pelepasan Mediator:

H1, SRSA, serotonin, kinin, PEG, PAF

Vasodilatasi, Peningkatan Permeabilitas Kapiler

Urtikaria

Alkohol, Emosi, Demam

Idiopatik

Page 9: Case Urtikaria

F. MANIFESTASI KLINIS

Gambaran klinis urtikaria yaitu berupa munculnya ruam atau lesi kulit berupa biduran yaitu kulit

kemerahan dengan penonjolan atau elevasi berbatastegas dengan batas tepi yang pucat disertai dengan

rasa gatal (pruritus) sedangsampai berat, pedih, dan atau sensasi panas seperti terbakar. Lesi dari

urtikariadapat tampak pada bagian tubuh manapun, termasuk wajah, bibir, lidah,tenggorokan, dan

telinga. Bentuknya dapat papular seperti pada urtikaria akibatsengatan serangga, besarnya dapat

lentikular, numular sampai plakat. Bilamengenai jaringan yang lebih dalam sampai dermis dan jaringan

submukosa atau subkutan, maka ia disebut angioedema.

Pada dermografisme lesi sering berbentuk linear di kulit yang terkena goresan benda tumpul,

timbul dalam waktu lebih kurang 30 menit. Pada urtikaria solar lesi terdapat pada bagian tubuh yang

terbuka. Pada urtikaria dingin dan panas lesi akan terlihat pada daerah yang terkena dingin dan panas.

Urtikaria akibat penyinaran biasanya pada gelombang 400-500 nm, klinis berbentuk urtikaria popular.

Lesi urtikaria kolinergik adalah kecil-kecil dengan diameter 1-3 mm dikelilingi daerah warna

merah namun dapat pula nummular dan berknfluen membentuk plakat. Biasanya terdapat pada daerah

yang berkeringat. Dapat timbul pada peningkatan suhu tubuh, emosi, makanan yang merangsang dan

pekerjaan berat. Unutuk urtikaria akibat obat atau makanan ummnya timbul secara akut dan

generalisata. Lesi individual urtikaria timbul mendadak, jarang persisten melebihi 24-48 jam, dan dapat

berulang untuk periode yang tidak tentu.1,4

G. DIAGNOSA

Diagnosis urtikaria ditegakkan melalui anamnesis yang teliti, pemeriksaan klinis yang cermat,

dan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan. Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk

membuktikan penyebab dari urtikaria, seperti :

Pemeriksaan darah, urin, feses rutin untuk menilai adanya infeksi yang tersembunyi atau kelainan

pada alat dalam. Cryoglobulin dan cold hemolysin perlu diperiksa untuk dugaan urtikaria dingin.

Pemeriksaan kadar IgE, eosinophil, dan komplemen.

Tes kulit, seperti uji gores, uji tusuk, serta tes intradermal dapat digunakan untuk mencari allergen

inhalan, makanan dermatofit, dan candida.

Pemeriksaan gigi, telinga-hidung-tenggorokan, serta usapan vagina perlu untuk menyingkirkan

infeksi fokal.

9

Page 10: Case Urtikaria

Tes eliminasi makanan.

Pada urtikaria fisik akibat sinar dapat dilakukan tes foto tempel.

Tes dengan es (ice cube test).

Tes dengan air hangat.1

Ketika serangan muncul kurang dari enam minggu, digolongkan urtikaria akut. Pertimbangan

utama penyebab adalah reaksi alergi yang dimediasi oleh IgE, melalui makanan maupun obat-obatan.

Pada urtikaria kronik (> 6 minggu), dapat dibagi menjadi idiopatik (penyebab belum ditemukan) dan

autoimun. Urtikaria kronik disertai angioedema sering ditemukan pada 40% kasus dan kebanyakan

termasuk masalah yang berhubungan dengan autoimun.3

H. TATALAKSANA

Tatalaksana yang tepat berupa mengatasi penyebab atau jika mungkin menghindari penyebab

yang dicurigai. Pengobatan dengan antihistamin terbukti bermanfaat dengan cara kerja menghambat

histamine pada reseptornya. Jika pengobatan dengan satu jenis antihistamin gagal hendaknya

dipergunakan antihistamin grup lain. Hiroksizin lebih efektif disbanding antihistamin lain untuk

mencegah urtikaria,dermografisme, dan urtikaria kolinergik. Kadang golongan beta adrenergik seperti

epinefrin dan kortikosteroid dapat mengatasi urtikaria.

Pengobatan dengan cara desensitisasi, misalnya pada urtikaria dingin dengan melakukan

sensitisasi air pada suhu 100C (1-2 menit) dua kali sehari selama 2 hingga 3 minggu. Pada alergi debu,

serbuk sari bunga, dan jamur, desensitisasi mula-mula dengan dosis kecil 1 minggu dua kali, dosis

dinaikkan dan dijarangkan perlahan-lahan sampai batas yang tepat yang dapat ditoleransi pasien.

Eliminasi diet dapat dicoba pada yang sensitif terhadap makanan. Pengobatan lokal di kulit dapat

diberikan secara simptomatik, misalnya antipruritus di dalam bedak atau bedak kocok.1

Urtikaria Akut

Tatalaksana dengan antihistamin terbukti bermanfaat. Antihistamin nonsedasi sering menjadi

pilihan baru-baru ini. Jika penyebab dari episode akut ditemukan, menghindari penyebab sangat

ditekankan. Jika pasien tidak berespon terhadap antihistamin, kortikosteroid sistemik terbukti efektif.2

Jika reaksi lebih berat, termasuk anafilaksis, 0,3 ml dosis dalam 1:1000 pengenceran epinefrin

diberikan setiap 10 hingga 20 menit jika dibutuhkan. Terapi tambahan termasuk antihistamin

intramuscular (25-50 mg hidroksizin atau difenhidramin setiap 6 jam jika dibutuhkan dan kortikosteroid

sistemik (250 mg hidrokortison atau 50 mg metilprednisolon secara intravena setiap 6 jam selama 2

hingga 4 dosis).2

10

Page 11: Case Urtikaria

Berikut nama golongan antihistamin yang digunakan:4,5

Tabel 1: Pengobatan dengan menggunakan antihistamin

Urtikaria Kronik

11

Golongan Obat Dosis Frekuensi

Antihistamin H1 (generasi ke-1, sedatif)

Hydroxizine 0,5-2 mg/kg/kali (dewasa 25-100 mg)

Setiap 6-8 jam

Diphenhydramin 1-2 mg/kg/kali (dewasa 50-100 mg)

Setiap 6-8 jam

Chlorpheniramin Maleat

0,25 mg/kg/hari, dibagi 3 dosis(dewasa 4 mg)

Setiap 8 jam

Antihistamin H1 (generasi ke-2, nonsedatif)

Setirizin 0,25 mg/kg/kali(dewasa 10 mg)

6-24 bulan: 2 kali/hari>24 bulan: 1 kali/hari

Fexofenadin 6-11 tahun: 30 mg> 12 tahun: 60 mg(dewasa : 120 mg)

2 kali/hari

1 kali/hari

Loratadin 2-5 tahun: 5 mg> 6 tahun: 10 mg

1 kali/hari

Desloratadin 6-11 bulan: 1 mg1-5 tahun: 1,25 mg6-11 tahun: 2,5 mg>12 tahun: 5 mg

1 kali/hari

Antihistamin H2

Cimetidine Bayi: 10-20 mg/kg/hariAnak: 20-40 mg/kg/hari(dewasa 400 mg)

Tiap 6-12 jam (terbagi 2-4 dosis)

Ranitidine 1 bln-16 tahun: 5-10 mg/kg/hari(dewasa 150 mg)

Tiap 12 jam (terbagi dalam 2 dosis)

Page 12: Case Urtikaria

Tatalaksana juga menggunakan antihistamin dengan basis harian, bukan digunakan hanya saat

dibutuhkan. Penggunaan antihistamin generasi pertama hingga dosis maksimal dibutuhkan jika

antihistamin nonsedasi tidak bermanfaat sebelum ditambahkan dengan kortikosteroid. Beberapa pasien

membutuhkan terapi lain seperti terapi imunosupresi kronik, plasma feresis, atau immunoglobulin

intravena.2

Pengobatan immunomodulatory agent antara lain Cyclosporine 3-5 mg/kg/hari, tacrolimus,

methotrexate, cyclophosphamide, mycophenolate mofetil dan intravenous immunoglobulins.

Sedangkan obat lain 3 diluar immunomodulatory agent antara lain plasmaharesis, colchicines, dapsone,

albuterol(salbotamol), tranexamic acid, terbutaline, sulfasalazine, hydroxychloroquine dan warfarin.4,5

I. PROGNOSA

Urtikaria akut prognosisnya lebih baik karena penyebabnya dapat diatasi disbanding urtikaria

kronik yang penyebabnya kadang sulit dicari.1

12

Page 13: Case Urtikaria

BAB II

PRESENTASI KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : AR

Umur : 7 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Pelajar

Alamat : Jati, Padang

Seorang pasien laki-laki berusia 7 tahun datang ke Poli Kulit & Kelamin pada tanggal 25 Juni 2013

dengan keluhan utama:

Bercak merah di punggung yang terasa gatal sejak 12 jam yang lalu

Riwayat penyakit sekarang :

Bercak merah pada punggung yang terasa gatal sejak 12 jam yang lalu. Bercak awalnya

ditemukan pada punggung bagian atas, berwarna kemerahan, berukuran kurang lebih sebesar

koin, lalu menyebar ke punggung bagian bawah serta pinggang, dan ukuran bertambah besar.

Tidak ditemukan bercak di bagian tubuh lain.

Pasien sebelumnya mengkonsumsi kepiting saat makan malam sebanyak 2 ekor, lalu tidak lama

setelah makan punggung terasa gatal dan perih.

13

Page 14: Case Urtikaria

Riwayat alergi makanan sebelumnya tidak ada, pasien baru pertama kalinya mengkonsumsi

kepiting

Riwayat digigit serangga tidak ada

Riwayat demam, sakit gigi, dan batuk pilek tidak ada

Riwayat meminum obat-obatan tidak ada

Riwayat memakai baju baru atau mengganti sabun mandi dalam 2 hari terakhir tidak ada

Riwayat mata merah berair-air, alergi serbuk bunga, bersin-bersin dan hidung berair tidak ada

Riwayat Penyakit Dahulu :

Tidak pernah menderita sakit atau keluhan seperti ini sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang serupa, atau alergi terhadap makanan

tertentu

Ayah pasien menderita asma

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalisata

Keadaan umum : Tidak tampak sakit

Kesadaran : Composmentis cooperatif

14

Page 15: Case Urtikaria

Status gizi : BB : 34 kg IMT : 18,65 kg/m2

TB : 135 cm Keadaan gizi : baik

Pemeriksaan thorak : Tidak diperiksa. Diharapkan tidak ditemukan kelainan

Pemeriksaan abdomen : Tidak diperiksa. Diharapkan tidak ditemukan kelainan

Status Dermatologikus

Lokasi : Punggung hingga pinggang

Distribusi : Regional

Bentuk : Tidak khas

Susunan : Tidak khas

Batas : Tegas

Ukuran : Plakat

Efloresensi : Urtikaeritema yang konfluens dengan ukuran girata

15

Page 16: Case Urtikaria

Status venereologikus : tidak diperiksa

Kelainan selaput lendir : tidak ditemukan kelainan

Kelainan kuku : tidak ditemukan kelainan

Kelainan rambut : tidak ditemukan kelainan

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah

Hb : 12 g/dl

16

Page 17: Case Urtikaria

Leukosit : 7500/mm3

Hitung jenis : 1/2/4/54/31/3

LED : 15 mm/jam

Urin

Warna kuning, protein tidak ada, sediment tidak ada

Feces : tidak diperiksa

Makroskopis : warna kuning kecoklatan, konsistensi lunak, darah dan lendir tidak ada

Mikroskopis : Eritrosit dan leukosit tidak ada, telur cacing tidak ada, parasite lain tidak ada

DIAGNOSIS

Urtikaria akut

PEMERIKSAAN ANJURAN

Pemeriksaan IgE

Tes eliminasi makanan

TATALAKSANA

Umum : menghindari makanan yang dapat memicu terjadinya urtikaria

Khusus: loratadin tablet 1 x 10 mg

PROGNOSIS

17

Page 18: Case Urtikaria

Quo ad sanam : bonam

Quo ad vitam : bonam

Quo ad kosmetikum : bonam

Quo ad fungsionam : bonam

18

Page 19: Case Urtikaria

DAFTAR PUSTAKA

1. Siti Aisah. Urtikaria. Dalam : Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Edisi Kelima. Jakarta : Balai Penerbit

FK UI.2007.Hal 169-75.

2. William D James. Elston, Dirk M. Berger, Timothy G. Andrew’s Diseases of The Skin Clinical

Dermatology Eleventh Edition.China : Elsevier.2011.Hal 147-54

3. Allen P. Kaplan. Urticaria and Angioedema. Dalam : Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine

Seventh Edition. New York : Mc Graw Hill.2008.Chapter 37.Hal 330-43.

4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta :

Balai Penerbit FKUI, 2006 : 235-241

5. Matondang, Soepriyadi, Setiabudiawan. 2007. Urtikaria-Angioedema. Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak Edisi Kedua. Disunting oleh Akib, Munash dan Kurniati. Ikatan Dokter Anak Indonesia.

19