5. bab ii neuro

26
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nervus Fasialis Nervus fasialis (nervus VII) merupakan saraf motorik, yang menginervasi otot-otot ekspresi wajah. Selain itu, saraf ini membawa serabut parasimpatis ke kelenjar ludah dan air mata dan ke selaput mukosa rongga mulut dan hidung serta menghantar berbagai jenis sensasi, termasuk sensasi eksteroseptif dari daerah gendang telinga, sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah, dan sensasi proprioseptif dari otot-otot yang dipersarafinya. 1 Nervus fasiaslis (nervus VII) mengandung 4 macam serabut, yaitu : 1 1. Serabut somato-motorik Serabut yang mempersarafi otot-otot wajah (kecuali m.levator palpebrae (N III), otot plastima, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan stapedius ditelinga tengah. 2. Serabut visero-motorik Serabut parasimpatis yang datang dari nucleus salivatorius superior. Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa faring, palatum, rongga hidung, sinus paransal dan glandula submaksilar serta sublingual dan lakrimalis. 3. Serabut visero-sensorik 14

Upload: monisa-hira

Post on 13-Sep-2015

279 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

neu

TRANSCRIPT

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1. Nervus FasialisNervus fasialis (nervus VII) merupakan saraf motorik, yang menginervasi otot-otot ekspresi wajah. Selain itu, saraf ini membawa serabut parasimpatis ke kelenjar ludah dan air mata dan ke selaput mukosa rongga mulut dan hidung serta menghantar berbagai jenis sensasi, termasuk sensasi eksteroseptif dari daerah gendang telinga, sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah, dan sensasi proprioseptif dari otot-otot yang dipersarafinya.1Nervus fasiaslis (nervus VII) mengandung 4 macam serabut, yaitu :11. Serabut somato-motorikSerabut yang mempersarafi otot-otot wajah (kecuali m.levator palpebrae (N III), otot plastima, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan stapedius ditelinga tengah.2. Serabut visero-motorikSerabut parasimpatis yang datang dari nucleus salivatorius superior. Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa faring, palatum, rongga hidung, sinus paransal dan glandula submaksilar serta sublingual dan lakrimalis.3. Serabut visero-sensorikSerabut yang menghantar impuls dari alat pengecap di 2/3 bagian depan lidah.4. Serabut somato-sensorikRasa nyeri (rasa suhu dan rasa raba) dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang disarafi oleh nervus trigeminus. Serabut ini terdapat dilidah, palatum, meatus akustikus eksterna dan bagian luar gendang telinga.

Secara anatomis, bagian motorik saraf ini terpisah dari bagian yang menghantar sensai dan serabut parasimpati; yang terakhir ini dinamai saraf intermedius, atau pars intermedius wisberg. Saraf intermedius ini sebagai bagian dari saraf fasialis. Sel sensoriknya terletak di ganglion genikulatum, pada lekukan saraf fasialis di kanal fasialis.3Sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah dihantar melalui saraf lingual ke korda timpani dan kemudian ke ganglion genikulatum. Serabut yang menghantar sensasi eksteroseptif mempunyai badan selnya di ganglion genikulatum dan berakhir pada akar desendens dan inti akar desendens dari saraf trigeminus (nervus V). Hubungan sentralnya identik dengan saraf trigeminus.4 Inti motorik nervus fasialis (nervus VII) terletak di pons. Serabutnya mengitari inti nervus VI, dan keluar di bagian lateral pons. Nervus intermedius keluar di permukaan lateral pons, diantara nervus VII dan nervus VIII. Nervus VII bersama nervus intermedius dan nervus VIII kemudian memasuki meatus akustikus internus. Disini nervus fasialis bersatu dengan nervus intermedius dan menjadi satu berkas saraf yang berjalan dalam kanalis fasialis dan kemudian masuk ke dalam os mastoid. Ia keluar dari tulang tengkorak melalui foramen stilomastoid, dan bercabang untuk mempersarafi otot-otot wajah.5

Gambar 1. Bagan Saraf Fasialis6Otot-otot bagian atas wajah mendapat persarafan dari 2 sisi. Karena itu, terdapat perbedaan antara gejala kelumpuhan nervus fasialis (nervus VII) jenis sentral dan perifer. Pada gangguan sentral, sekitar mata dan dahi yang mendapat persarafan dari 2 sisi, tidak lumpuh; yang lumpuh ialah bagian bawah dari wajah. Pada gangguan nervus fasialis (nervus VII) jenis perifer (gangguan berada di inti atau diserabut saraf yang mengurusi bagian pengecapan dan sekresi ludah yang berjalan bersama nervus fasialis.5Bagian inti motorik yang mengurus wajah bagian bawah mendapat persarafan dari korteks motorik kontralateral, sedangkan yang mengurus wajah bagian atas mendapat persarafan dari kedua sisi korteks motorik (bilateral). Karenanya kerusakan sesisi pada upper motor neuron dari nervus VII (lesi pada traktus piramidalis atau korteks motorik) akan mengakibatkan kelumpuhan pada otot-otot wajah bagian bawah, sedangkan bagian atasnya tidak. Penderitanya masih dapat mengangkat alis, mengerutkan dahi dan menutup mata (persarafan bilateral); tetapi ia kurang dapat mengangkat sudut mulut (menyeringai, meperlihatkan gigi geligi) pada sisi yang lumpuh bila disuruh. Kontraksi involunter masih dapat terjadi,bila penderita tertawa secara spontan, maka sudut mulut dapat terangkat.7Pada lesi lower motor neuron, semua gerakan otot wajah, baik yang volunter, maupun yang involunter, lumpuh. Lesi supranuklir (upper motor neuron) nervus fasialis sering merupakan bagian dari hemiplegia. Hal ini dapat dijumpai pada stroke dan lesi yang mengenai korteks motorik, kapsula interna, talamus, mesensefalon dan pons di atas inti nervus fasialis. Dalam hal demikian pengecapan dan salivasi tidak tergangggu. 5

Gambar 2. Parese Otot Wajah oleh lesi UMN dan LMN nervus VII52.2. Bells PalsyBells palsy adalah suatu gangguan neurologis yang disebabkan oleh kerusakan nervus fasialis (nervus VII) , yang menyebabkan kelemahan atau paralisis pada satu sisi wajah. Bells palsy dapat terjadi secara akut dan penyebabnya tidak diketahui (idiopatik).8Sir Charles Bell (1821) adalah orang yang pertama meneliti beberapa penderita dengan wajah asimetrik, sejak itu semua kelumpuhan nervus fasialis perifer yang tidak diketahui sebabnya disebut Bell's palsy. Pengamatan klinik, pemeriksaan neurologik, laboratorium dan patologi anatomi menunjukkan bahwa Bells palsy bukan penyakit tersendiri tetapi berhubungan erat dengan banyak faktor dan sering merupakan gejala penyakit lain. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada usia dewasa, jarang pada anak di bawah umur 2 tahun. Biasanya didahului oleh infeksi saluran napas bagian atas yang erat hubungannya dengan cuaca dingin.9

2.3. Epidemiologi Prevalensi Bells palsy di beberapa negara cukup tinggi. Di Inggris dan Amerika berturut-turut 22,4 dan 22,8 penderita per 100,000 penduduk per tahun. Di Indonesia didapatkan prevalensi Bells palsy sebesar 19,55 % dari seluruh kasus neuropati. Prevalensi rata-rata berkisar antara 1030 pasien per 100.000 populasi per tahun dan meningkat sesuai pertambahan umur. dan terbanyak pada usia 1530 tahun.10Insiden Bells palsy dilaporkan sekitar 40-70% dari semua kelumpuhan saraf fasialis perifer akut. Insiden meningkat pada penderita diabetes dan wanita hamil. Sekitar 8-10%. Bells palsy berhubungan dengan riwayat keluarga pernah menderita penyakit ini. Bells palsy lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Dari beberapa penderita didapatkan adanya riwayat terpapar udara dingin seperti naik kendaraan dengan kaca terbuka, tidur di lantai atau bergadang sebelum menderita bells palsy.8

2.4. Etiologi Penyebab kelumpuhan nervus fasialis (nervus VII) dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya :6,71. KongenitalKelumpuhan yang disebabkan oleh kongenital ini bersifat irreversible dan terdapat bersamaan dengan anomaly pada telinga dan tulang pendengaran. Pada kelumpuhan nervus fasialis bilateral dapat terjadi karena adanya gangguan perkembangan saraf fasialis dan seringkali bersamaan dengan kelemahan okular (sindrom Moibeus).2. TraumaKelumpuhan saraf fasialis bisa terjadi karena trauma kepala, terutama jika terjadi fraktur basis cranii. Saraf fasialis pun dapat cedera pada operasi mastoid, operasi neuroma akustik/neuralgia trigeminal dan operasi kelenjar parotis.3. InfeksiProses infeksi di intrakranial atau infeksi telinga tengah dapat menyebabkan kelumpuhan saraf fasialis. Infeksi intracranial yang menyebabkan kelumpuhan ini seperti pada Sindrom Ramsay-Hunt, Herpes otikus. Infeksi Telinga tengah yang dapat menimbulkan kelumpuhan saraf fasialis adalah otitis media supuratif kronik (OMSK ) yang telah merusak Kanal Fallopi.Penyebab kerusakan ini masih belum diketahui secara pasti, namun diduga disebabkan karena infeksi virus Herpes Simpleks yang dapat mengakibatkan gerjadinya proses radang dan pembengkakan saraf. Pada kasus yang ringan, kerusakan yang terjadi hanya pada selubung saraf saja sehingga proses penyembuhannya lebih cepat, sedangkan pada kasus yang lebih berat dapat terjadi jeratan pada kanalis falopia yang dapat menyebabkan kerusakan permanen serabut saraf. 4. Gangguan Pembuluh DarahGangguan pembuluh darah yang dapat menyebabkan kelumpuhan nervus fasialis diantaranya thrombosis arteri karotis, arteri maksilaris dan arteri serebri media.

5. Idiopatik ( Bells Palsy )Bells palsy merupakan lesi nervus fasialis yang tidak diketahui penyebabnya atau tidak menyertai penyakit lain. Pada bells palsy dapat terjadi edema fasialis, yang disebabkan karena terjepit di dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan tipe Lower Motoric Neuron yang disebut sebagai Bells Palsy.6.Penyakit-penyakit tertentuKelumpuhan fasialis perifer dapat terjadi pada penyakit-penyakit tertentu, seperti pasien dengan Dabetes Mellitus, hepertensi berat, infeksi telinga tengah, serta sindrom Guillian Barre.Kelumpuhan nervus fasialis ini juga dapat dipicu karena memliki riwayat sering terpapar udara dingin seperti naik kendaraan dengan kaca terbuka, tidur di lantai atau bergadang sebelum menderita bells palsy. Serta seringnya didahului oleh adanya riwayat penyakit ISPA sebelumnya.

2.5. Patofisiologi Bells Palsy merupakan lesi nervus fasialis yang terjadi secara akut,yang tidak diketahui penyebabnya atau menyertai penyakit lain. Pada Bells Palsy terjadinya iskemik primer dari nervus fasialis yang disebabkan oleh vasodilatasi pembuluh darah yang terletak antara nervus fasialis dan dinding kanalis fasialis. Sebab vasodilatasi ini bermacam-macam, diantaranya infeksi virus dan karena proses imunologik.4Iskemik primer yang terjadi menyebabkan gangguan mikrosirkulasi intraneural yang menimbulkan iskemik sekunder dengan akibat gangguan fungsi nervus fasialis. Terjepitnya nervus fasialis di daerah foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan tipe Lower Motorik Neuron (LMN) yang disebut sebagai Bells Palsy. 7

Perubahan patologik ini bergantung kepada beratnya kompresi atau strangulasi terhadap nervus. fasialis. Adapun perubahan patologik yang ditemukan pada nervus fasialis ialah:7 1. Tidak ditemukan perubahan patologik kecuali udem 2. Terdapat demielinisasi atau degenerasi mielin. 3. Terdapat degenerasi akson 4. Seluruh jaringan saraf dan jaringan penunjang rusak 2.6. Manifestas klinisManifestasi klinik Bells Palsy khas dengan memperhatikan riwayat penyakit dan gejala kelumpuhan yang timbul mendadak. Perasaan nyeri, pegal, linu dan rasa tidak enak pada telinga atau sekitarnya sering merupakan gejala awal yang segera diikuti oleh gejala kelumpuhan otot wajah berupa :6,7,10 Dahi tidak dapat dikerutkan atau lipat dahi hanya terlihat pada sisi yang sehat. Kelopak mata tidak dapat menutupi bola mata pada sisi yang lumpuh (lagophthalmus). Gerakan bola mata pada sisi yang lumpuh lambat, disertai bola mata berputar ke atas bila memejamkan mata, fenomena ini disebut Bell's sign. Sudut mulut tidak dapat diangkat, lipat nasolabialis mendatar pada sisi yang lumpuh dan mencong ke sisi yang sehat. Selain gejala-gejala diatas, dapat juga ditemukan gejala lain yang menyertai antara lain : gangguan fungsi pengecap, hiperakusis dan gangguan lakrimasi.

Gejala dan tanda klinik yang berhubungan dengan lokasi lesi. (Lihat gambar 2) 91. Lesi di luar foramen stilomastoideusMulut tertarik kearah sisi mulut yang sehat, makanan terkumpul di antara pipi dan gusi. Lipatan kulit dahi menghilang. Apabila mata yang terkena tidak ditutup atau tidak dilindungi maka air mata akan keluar terus menerus.2. Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani)Gejala dan tanda klinik seperti pada (1), ditambah dengan hilangnya ketajaman pengecapan lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi di sisi yang terkena berkurang. Hilangnya daya pengecapan pada lidah menunjukkan terlibatnya saraf intermedius, sekaligus menunjukkan lesi di antara pons dan titik dimana korda timpani bergabung dengan saraf fasialis di kanalis fasialis. 3. Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan muskulus stapedius) Gejala dan tanda klinik seperti (1) dan (2) di tambah dengan hiperakusis.4. Lesi ditempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion genikulatum)Gejala dan tanda kilinik seperti pada (1),(2),(3) disertai dengan nyeri di belakang dan didalam liang telinga, dan kegagalan lakrimal. Kasus seperti ini dapat terjadi pascaherpes di membrana timpani dan konka. Sindrom Ramsay-Hunt adalah kelumpuhan fasialis perifer yang berhubungan dengan herpes zoster di ganglion genikulatum. Tanda-tandanya adalah herpes zoster otikus , dengan nyeri dan pembentukan vesikel dalam kanalis auditorius dan dibelakang aurikel (saraf aurikularis posterior), terjadi tinitus, kegagalan pendengaran, gangguan pengecapan, pengeluaran air mata dan salivasi.5. Lesi di meatus akustikus internusGejala dan tanda klinik seperti diatas ditambah dengan tuli akibat terlibatnya nervus akustikus.6. Lesi ditempat keluarnya saraf fasialis dari pons.Gejala dan tanda klinik sama dengan diatas, disertai gejala dan tanda terlibatnya saraf trigeminus, saraf akustikus dan kadang kadang juga saraf abdusen, saraf aksesorius dan saraf hipoglossus.

Gambar 3. Gejala Bells Palsy berhubungan dengan lokasi lesi10

2.7. DiagnosisPenegakan diagnosis secara umum dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik adanya kelumpuhan nervus fasialis perifer diikuti pemeriksaan untuk menyingkirkan penyebab lain dad kelumpuhan nervus fasialis perifer. Beberapa pemeriksaan penunjang yang penting untuk menentukan letak lesi dan derajat kerusakan nervus Fasialis.a. Anamnesis Pada saat anamnesis dapat dijumpai keluhan seperti : kelemahan otot wajah, kerutan dahi menghilang, sulit mengedipkan mata, sulit bicara, makan dan minum, salvias yang berlebihan atau berkurang, berkurangnya rasa pengecapan, nyeri disekitar telinga, air mata mengering. kelumpuhan otot wajah ini terjadi secara mendadak.8

b. Pemeriksaan Fisik 1.Pemeriksaan fungsi saraf motorikTerdapat 10 otot-otot utama wajah yang bertanggung jawab untuk terciptanya mimic dan ekspresi wajah seseorang. Adapun urutan ke-10 otot-otot tersebut dari sisi superior adalah sebagai berikut : 1,2,7a. M. Frontalis :diperiksa dengan cara mengangkat alis ke atas.b. M. Sourcilier:diperiksa dengan cara mengerutkan alis.c. M. Piramidalis:diperiksa dengan cara mengangkat dan mengerutkan hidung ke atas.d. M. Orbikularis Okuli : diperiksa dengan cara memejamkan kedua mata kuat-kuate. M. Zigomatikus:diperiksa dengan cara tertawa lebar sambil memperlihatkan gigif. M. Relever Komunis: diperiksa dengan cara memoncongkan mulut kedepan sambil memperlihatkan gigig. M. Businator:diperiksa dengan cara menggembungkan kedua pipih. M. Orbikularis Oris:diperiksa dengan cara menyuruh penderita bersiuli. M. Triangularis:diperiksa dengan cara menarik kedua sudut bibir ke bawahj. M. Mentalis:diperiksa dengan cara memoncongkan mulut yang tertutup rapat ke depanPada tiap gerakan dari ke 10 otot tersebut, kita bandingkan antara kanan dan kiri :1,11a. Untuk gerakan yang normal dan simetris dinilai dengan angka tiga ( 3 )b. Sedikit ada gerakan dinilai dengan angka satu ( 1 )c. Diantaranya dinilai dengan angka dua ( 2 )d. Tidak ada gerakan sama sekali dinilai dengan angka nol ( 0 )

Seluruh otot ekspresi tiap sisi muka dalam keadaan normal akan mempunyai nilai tiga puluh ( 30 ).1,111. TonusPada keadaan istirahat tanpa kontraksi maka tonus otot menentukan terhadap kesempurnaan mimic / ekspresi muka. Freyss menganggap penting akan fungsi tonus sehingga mengadakan penilaian pada setiap tingkatan kelompok otot muka, bukan pada setiap otot. Cawthorne mengemukakan bahwa tonus yang jelek memberikan gambaran prognosis yang jelek. Penilaian tonus seluruhnya berjumlah lima belas (15) yaitu seluruhnya terdapat lima tingkatan dikalikan tiga untuk setiap tingkatan. Apabila terdapat hipotonus maka nilai tersebut dikurangi satu (-1) sampai minus dua (-2) pada setiap tingkatan tergantung dari gradasinya.

2. GustometriSistem pengecapan pada 2/3 anterior lidah dipersarafi oleh n. Korda timpani, salah satu cabang saraf fasialis. Kerusakan pada N VII sebelum percabangan korda timpani dapat menyebabkan ageusi (hilangnya pengecapan).2Pemeriksaan dilakukan dengan cara penderita disuruh menjulurkan lidah, kemudian pemeriksa menaruh bubuk gula, kina, asam sitrat atau garam pada lidah penderita. Hali ini dilakukan secara bergiliran dan diselingi istirahat. Bila bubuk ditaruh, penderita tidak boleh menarik lidahnya ke dalam mulut, sebab bubuk akan tersebar melalui ludah ke sisi lidah lainnya atau ke bagian belakang lidah yang persarafannya diurus oleh saraf lain. Penderita disuruh untuk menyatakan pengecapan yang dirasakannya dengan isyarat, misalnya 1 untuk rasa manis, 2 untuk rasa pahit, 3 untuk rasa asin, dan 4 untuk rasa asam.2Pada pemeriksaan fungsi korda timpani adalah perbedaan ambang rangsang antara kanan dan kiri. Freyss menetapkan bahwa beda 50% antara kedua sisi adalah patologis.11

3. SalivasiPemeriksaan uji salivasi dapat dilakukan dengan melakukan kanulasi kelenjar submandibularis. Caranya dengan menyelipkan tabung polietilen no 50 kedalam duktus Wharton. Sepotong kapas yang telah dicelupkan kedalam jus lemon ditempatkan dalam mulut dan pemeriksa harus melihat aliran ludah pada kedua tabung. Volume dapat dibandingkan dalam 1 menit. Berkurangnya aliran ludah sebesar 25 % dianggap abnormal. Gangguan yang sama dapat terjadi pada jalur ini dan juga pengecapan, karena keduanya ditransmisi oleh saraf korda timpani.4

4. Schimer Test atau Naso-Lacrymal ReflexDianggap sebagai pemeriksaan terbaik untuk pemeriksaan fungsi serabut-serabut pada simpatis dari saraf fasialis yang disalurkan melalui saraf petrosus superfisialis mayor setinggi ganglion genikulatum. Kerusakan pada atau di atas saraf petrosus mayor dapat menyebabkan berkurangnya produksi air mata.Tes Schimer dilakukan untuk menilai fungsi lakrimasi dari mata. Cara pemeriksaan dengan meletakkan kertas hisap atau lakmus lebar 0,5 cm panjang 5-10 cm pada dasar konjungtiva. Setelah tiga menit, panjang dari bagian strip yang menjadi basah dibandingkan dengan sisi satunya. Freys menyatakan bahwa kalau ada beda kanan dan kiri lebih atau sama dengan 50% dianggap patologis.

5. Refleks StapediusUntuk menilai reflex stapedius digunakan elektoakustik impedans meter, yaitu dengan cara memberikan ransangan pada muskulus stapedius yang bertujuan untuk mengetahui fungsi N. stapedius cabang nervus VII.

6. Uji audiologikSetiap pasien yang menderita paralisis nervus fasialis perlu menjalani pemeriksaan audiogram lengkap. Pengujian termasuk hantaran udara dan hantaran tulang, timpanometri dan reflex stapes. Fungsi saraf cranial kedelapan dapat dinilai dengan menggunakan uji respon auditorik yang dibangkitkan dari batang otak. Uji ini bermanfaat dalam mendeteksi patologi kanalis akustikus internus. Suatu tuli konduktif dapat memberikan kesan suatu kelainan dalam telinga tengah, dan dengan memandang syaraf fasialis yang terpapar pada daerah ini, perlu dipertimbangkan suatu sumber infeksi. Jika terjadi kelumpuhan saraf ketujuh pada waktu otitis media akut, maka mungkin gangguan saraf pada telinga tengah. Pengujian reflek dapat dilakukan pada telinga ipsilateral atau kontralateral dengan menggunakan suatu nada yang keras, yang akan membangkitkan respon suatu gerakan reflek dari otot stapedius. Gerakan ini mengubah tegangan membrane timpani dan menyebabkan perubahan impedansi rantai osikular. Jika nada tersebut diperdengarkan pada belahan telinga yang normal, dan reflek ini pada perangsangan kedua telinga mengesankan suatu kelainan pada bagian aferen saraf kranialis.

7. SinkinesisSinkinesis menetukan suatu komplikasi dari kelumpuhan saraf fasialis yang sering kita jumpai. Cara mengetahui ada tidaknya sinkinesis adalah sebagai berikut :1a. Penderita diminta untuk memenjamkan mata kuat-kuat kemudian kita melihat pergerakan otot-otot pada daerah sudut bibir atas. Kalau pergerakan normal pada kedua sisi dinilai dengan angka dua (2). Kalau pergerakan pada sisi paresis lebih (hiper) dibandingkan dengan sisi normal nilainya dikurangi satu (-1) atau dua (-2), tergantung dari gradasinya.b. Penderita diminta untuk tertawa lebar sambil memperlihatkan gigi, kemudian kita melihat pergerakan otot-otot pada sudut mata bawah. Penilaian seperti pada (a).c. Sinkinesis juga dapat dilihat pada waktu penderita berbicara (gerakan emosi) dengan memperhatikan pergerakan otot-otot sekitar mulut. Nilai satu (1) kalau pergerakan normal. Nilai nol (0) kalau pergerakan tidak simetris.8. Pemeriksaan House-BrackmannGambaran dari disfungsi motorik fasial ini sangat luas dan karakteristik dari kelumpuhan ini sangat sulit. Beberapa sistem telah usulkan tetapi semenjak pertengahan 1980 sistem House-Brackmann yang selalu atau sangat dianjurkan . pada klasifikasi ini grade 1 merupakan fungsi yang normal dan grade 6 merupakan kelumpuhan yang komplit. Pertengahan grade ini sistem berbeda penyesuaian dari fungsi ini pada istirahat dan dengan kegiatan. Ini diringkas dalam tabel:11GradePenjelasanKarakteristik

INormalFungsi fasial normal

IIDisfungsi ringanKelemahan yang sedikit yang terlihat pada inspeksi dekat, bisa ada sedikit sinkinesis. Pada istirahat simetri dan selaras. Pergerakan dahi sedang sampai baikMenutup mata dengan usaha yang minimalTerdapat sedikit asimetris pada mulut jika melakukan pergerakan

IIIDisfungsi sedangTerlihat tapi tidak tampak adanya perbedaan antara kedua sisiAdanya sinkinesis ringanDapat ditemukam spasme atau kontraktur hemifasialPada istirahat simetris dan selarasPergerakan dahi ringan sampai sedangMenutup mata dengan usahaMulut sedikit lemah dengan pergerakan yang maksimum

IVDisfungsi sedang beratTampak kelemahan bagian wajah yang jelas dan asimetriKemampuan menggerakkan dahi tidak adaTidak dapat menutup mata dengan sempurnaMulut tampak asimetris dan sulit digerakkan.

VDisfungsi beratWajah tampak asimetrisPergerakan wajah tidak ada dan sulit dinilaiDahi tidak dapat digerakkanTidak dapat menutup mataMulut tidak simetris dan sulit digerakkan

VITotal pareseTidak ada pergerakkan

c. Pemeriksaan Penunjang Salah Satu pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengetahui kelumpuhan saraf fasialis adalah dengan uji fungsi saraf. Terdapat beberapa uji fungsi saraf yang tersedia antara lain :1. Elektromiografi (EMG)Elektromiografi (EMG) sering kali dilakukan oleh bagian neurologi. Pemeriksaan ini bermanfaat untuk menentukan perjalanan respons reinervasi pasien. Pola EMG dapat diklasifikasikan sebagai respon normal, pola denervasi, pola fibrilasi, atau suatu pola yang kacau yang mengesankan suatu miopati atau neuropati. Namun, nilai suatu EMG sangat terbatas kurang dari 21 hari setelah paralisis akut. Sebelum 21 hari, jika wajah tidak bergerak, EMG akan memperlihatkan potensial denervasi. Potensial fibrilasi merupakan suatu tanda positif yang menunjukkan kepulihan sebagian serabut. Potensial ini terlihat sebelum 21 hari. 9 2. Elektroneuronografi (ENOG)ENOG memberi informasi lebih awal dibandingkan dengan EMG. ENOG melakukan stimulasi pada satu titik dan pengukuran EMG pada satu titik yang lebih distal dari saraf. Kecepatan hantaran saraf dapat diperhitungkan. Bila terdapat reduksi 90% pada ENOG bila dibandingkan dengan sisi lainnya dalam sepuluh hari, maka kemungkinan sembuh juga berkurang secara bermakna. Fisch Eselin melaporkan bahwa suatu penurunan sebesar 25 persen berakibat penyembuhan tidak lengkap pada 88 persen pasien mereka, sementara 77 persen pasien yang mampu mempertahankan respons di atas angka tersebut mengalami penyembuhan normal saraf fasialis.8,9mukan gambaran penurunan kemampuan pendengaran pada frekuensi rendah.

3. Elektrokokleografi (ECOG)Mengukur akumulasi cairan di telinga dalam dengan cara merekam potensial aksi neuron auditoris melalui elektroda yang ditempatkan dekat dengan kokhlea. Pada pasien dengan penyakit Meniere, tes ini juga menunjukkan peningkatan tekanan yang disebabkan oleh cairan yang berlebih pada telinga dalam yang ditunjukkan dengan adanya pelebaran bentuk gelombang dengan puncak yang multiple.8,9

2.8. Penatalaksanaana) Istirahatb) Medikamentosa Pemberian kortikosteroid (perdnison dengan dosis 40 -60 mg/hari per oral atau 1 mg/kgBB/hari) selama 3 hari, diturunkan perlahan-lahan selama 7 hari kemudian), dimana pemberiannya dimulai pada hari kelima setelah onset penyakit, gunanya untuk meningkatkan peluang kesembuhan pasien. Dasar dari pengobatan ini adalah untuk menurunkan kemungkinan terjadinya kelumpuhan yang sifatnya permanen yang disebabkan oleh pembengkakan nervus fasialis di dalam kanal fasialis yang sempit.1Terapi steroid untuk inlamasi neouropati seperti neuritis optic idiopatik masih menadi controversial. Sementara glukokortikoid nampak dalam penggunaanya untuk mengurangi rasa sakit dan memperpendek periode dari kebutaan, ada sedikit bukti bahwa steroid tersebut mempengaruhi level utama dari penyembuhan visual.3Sebagai tambahan dari keuntungan anti inflamasi glukokortikoid, glokokortikoid steroid memfasilitasi aksi dari neuromuscular junction. Efek-efek yang saling mempengaruhhi dari steroid ini dapat mengkontribusikan penyembuhan fungsi neuromuskular pada kelainan seperti inflamasi polyradiculoneuropati (Guilan Barre Syndrom), patologi yang disebabkan inflamasi, demyelinisasi segmental.9Efek samping biasanya manifestasi selama tatalaksana steroid jangka pendek termasuk aksi hiperglikemi. Harus diwaspadai pemberian steroid pada pasien palsy facial akut yang berhubungan dengan intoleransi glukosa. Efek samping akut lainnya termasuk psychotic breaks, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, dan iritasi gastrointestinal.9Efek glukokortikoid pada seluler dan komponen-komponen jaringan inflamasi dapat mengurangi imunitas host terhadap bakteri, virus, dan infeksi jamur. Infeksi laten dapat reaktivasi dan berkembang. Ditambah lagi pemberian steroid yang menekan system imun bisa menutupi gejala adanya tanda klinik dari suatu peyakit infeksi.9

c) Non-Medikamentosa : Fisioterapi Sering dikerjakan bersama-sama pemberian prednison, dapat dianjurkan pada stadium akut. Tujuan fisioterapi untuk mempertahankan tonus otot yang lumpuh. Cara yang sering digunakan yaitu : mengurut/massage otot wajah selama 5 menit pagi-sore. Gerakan yang dapat dilakukan dapat berupa : tersenyum, mencucurkan mulut, bersiul, mengatupkan bibir, mengerutkan dahi dan hidung. 12

2.9. PrognosisPrognosis dari Bells Palsy sangat bergantung kepada derajat kerusakan nervus fasialis. Dalam sebuah penelitian pada 1.011 penderita Bells palsy, 85% memperlihatkan tanda-tanda perbaikan pada minggu ketiga setelah onset penyakit. 15% kesembuhan terjadi pada 3-6 bulan kemudian.2,4,9 Beberapa hal yang dapt mempengaruhi prognosis Bells Palsy ialah:31. Usia diatas 60 tahun.2. Paralisis komplit3. Menurunnya fungsi pengecapan atau aloran saliva pada sisi yang lumpuh.4. Nyeri pada belakang telinga5. Berkurangnya sekresi air mata.Penderita yang berumur 60 tahun atau lebih, mempunyai peluang 40% sembuh total dan beresiko tinggi meninggalkan gejala sisa. Penderita yang berusia 30 tahun atau kurang, hanya punya perbedaan peluang 10-15 persen antara sembuh total dengan meninggalkan gejala sisa. Jika tidak sembuh dalam waktu 4 bulan, maka penderita cenderung meninggalkan gejala sisa, yaitu sinkinesis, crocodile tears dan kadang spasme hemifasial.Penderita dengan diabetes mellitus 30% lebih sering sembuh secara parsial dibanding penderita nondiabetik dan penderita diabetes lebih sering kambuh dibanding yang non diabetes mellitus. Hanya 23 % kasus Bells palsy yang mengenai kedua sisi wajah. Bells palsy kambuh pada 10-15 % penderita.730