kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

132
TESIS KOMBINASI NEURO DEVELOPMENTAL TREATMENT DAN SENSORY INTEGRATION LEBIH BAIK DARIPADA HANYA NEURO DEVELOPMENTAL TREATMENT UNTUK MENINGKATKAN KESEIMBANGAN BERDIRI ANAK DOWN SYNDROME DHOFIRUL FADHIL DZIL IKROM AL HAZMI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013

Upload: vuonglien

Post on 31-Dec-2016

251 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

Page 1: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

TESIS

KOMBINASI NEURO DEVELOPMENTAL

TREATMENT DAN SENSORY INTEGRATION

LEBIH BAIK DARIPADA HANYA NEURO

DEVELOPMENTAL TREATMENT UNTUK

MENINGKATKAN KESEIMBANGAN

BERDIRI ANAK DOWN SYNDROME

DHOFIRUL FADHIL DZIL IKROM AL HAZMI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2013

Page 2: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

TESIS

KOMBINASI NEURO DEVELOPMENTAL

TREATMENT DAN SENSORY INTEGRATION

LEBIH BAIK DARIPADA HANYA NEURO

DEVELOPMENTAL TREATMENT UNTUK

MENINGKATKAN KESEIMBANGAN

BERDIRI ANAK DOWN SYNDROME

DHOFIRUL FADHIL DZIL IKROM AL HAZMI

NIM 1190361010

PROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAHRAGA

KONSENTRASI FISIOTERAPI

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2013

Page 3: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

ii

KOMBINASI NEURO DEVELOPMENTAL

TREATMENT DAN SENSORY INTEGRATION

LEBIH BAIK DARIPADA HANYA NEURO

DEVELOPMENTAL TREATMENT UNTUK

MENINGKATKAN KESEIMBANGAN

BERDIRI ANAK DOWN SYNDROME

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

pada Program Magister, Program Studi Fisiologi Olah Raga – Konsentrasi Fisioterapi,

Program Pascasarjana Universitas Udayana

DHOFIRUL FADHIL DZIL IKROM AL HAZMI

NIM 1190361010

PROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAHRAGA

KONSENTRASI FISIOTERAPI

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2013

Page 4: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

iii

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI

TANGGAL 2 OKTOBER 2013

Mengetahui,

Pembimbing I,

Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS. AIF

NIP. 19501231 1980031 015

Pembimbing II,

Muh. Irfan, SKM, SSt.FT, M.Fis

NIP. 0302037701

Ketua Program Studi Fisiologi Olahraga – Fisioterapi

Program Pascasarjana

Universitas Udayana,

Prof. Dr. dr. Alex Pangkahila, M.sc, SP.And

NIP. 19440201 196409 1 001

Direktur

Program Pascasarjana

Universitas Udayana,

Prof.Dr.dr.A.A.Raka Sudewi, Sp.S(K)

NIP. 195902151985102001

Page 5: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

iv

Tesis ini Telah Diuji pada

Tanggal 2 Oktober 2013

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor

Universitas Udayana, No.: 1815/UN.14.4/HK/2013, Tanggal 25 September 2013

Ketua : Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS. AIF

Sekretaris : Muh. Irfan, SKM, SSt.FT, M.Fis

1. Dr. dr. I Ketut Wijaya, M.Erg

2. S. Indra Lesmana, SKM, SSt.FT, M.Or

3. Dr. dr. I Made Jawi, M.Kes

Page 6: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

v

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS UDAYANA

Kampus Bukit Jimbaran

Telepon (0361) 701812, 701954, 703138, 703139, Fax.(0361)-701907, 702442

Laman: www.unud.ac.id

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Dhofirul Fadhil Dzil Ikrom Al Hazmi

Nim : 1190361010

Program Studi : Magister Fisiologi Olahraga Konsentrasi Fisioterapi

Judul Tesis : Kombinasi Neuro Developmental Treatment Dan Sensory

Integration Lebih Baik Daripada Hanya Neuro

Developmental Treatment Untuk Meningkatkan

Keseimbangan Berdiri Anak Down Syndrome

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas plagiat. Apabila

dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia

menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 tahun 2010 dan Peraturan

Perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 02 Oktober 2013

Pembuat Pernyataan

(Dhofirul Fadhil Dzil Ikrom Al Hazmi)

NIM: 1090361010

Page 7: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

vi

UCAPAN TERIMAKASIH

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke hadirat Alloh

SWT, karena hanya atas ridho-Nya dan atas izin-Nya sehingga penulis di beri

kesehatan serta kemampuan untuk menyelesaikan tesis ini.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS. AIF, pembimbing-1 yang

dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan

saran selama penulis mengikuti program magister, khususnya dalam menyelesaikan

tesis ini. Terima kasih sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Muh. Irfan,

SKM, SSt.FT, M.Fis, pembimbing-2 yang dengan penuh perhatian dan kesabaran

telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.

Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana Prof.Dr.

dr. Ketut Suastika, Sp.PD, KEMD yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas

kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister di

Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan kepada Direktur

Program Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof.Dr.dr.A.A.Raka

Sudewi, Sp.S(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi

mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana Universitas Udayana.

Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan rasa terima kasih yang tulus

disertai penghargaan kepada seluruh dosen yang telah mengajar dan membimbing

penulis selama menempuh pendidikan di Program Pascasarjana. Juga penulis

ucapkan terima kasih kepada :

1. Umi dan Abi yang telah mengasuh, membesarkan penulis, memberikan motivasi

dan didikan agama untuk bekal dunia akhirat. Selalu menjadi Umi dan Abi yang

terus menjadi kebanggaan kami. Karena doa Umi dan Abi jua lah Fadhil bisa

sampai di tahap ini. Dedikasi Tesis ini ku persembahkan buat Umi dan Abi

tercinta dan tersayang.

2. Adik-adikku Fahrusy, Zati, Fildzah dan Zafirah yang selalu memberikan

semangat pada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

Page 8: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

vii

3. Untuk Ibu Novi dan Staff nya di Klinik Griya Bunda Novy Yogyakarta penulis

ucapkan banyak terimakasih atas kesempatan dan bantuannya untuk melakukan

penelitian ini.

4. Untuk teman-teman seperjuangan Magister Fisiologi Olahraga Konsentrasi

Fisioterapi Angkatan 3 (2011) Rasyid, Pak Anto, dan teman-teman semua yang

belum disebutkan namanya telah membantu dan membuat penulis

menyelesaikan tesis ini.

5. Untuk Keluarga Besar dan orang-orang yang telah membantu penulis untuk

menyelesaikan tesis ini, penulis ucapkan terima kasih banyak. Semoga Alloh

SWT selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah

membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini.

Denpasar, 07 Oktober 2013

Hormat Saya,

Penulis

Page 9: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

x

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM................................................................................................. i

SAMPUL PERSYARATAN GELAR.................................................................... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING......................................................... iii

LEMBAR PENETAPAN PENGUJI.......................................................................iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT........................................................ v

UCAPAN TERIMA KASIH................................................................................... vi

ABSTRAK.............................................................................................................. viii

ABSTRACT............................................................................................................ ix

DAFTAR ISI.......................................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR.............................................................................................. xiii

DAFTAR TABEL................................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang.............................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah......................................................................................... 6

1.3 Tujuan Penelitian........................................................................................... 6

1.3.1 Tujuan umum..................................................................................... 6

1.3.2 Tujuan khusus.................................................................................... 6

1.4 Manfaat Penelitian........................................................................................ 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA..................................................................................... 8

2.1 Down Syndrome............................................................................................. 8

2.1.1 Pengertian.............................................................................................. 8

2.1.2 Patofisiologi down syndrome................................................................ 9

2.1.3 Ciri-ciri umum down syndrome............................................................. 12

2.2 Keseimbangan berdiri..................................................................................... 13

2.2.1 Keseimbangan statis.............................................................................. 15

2.2.2 Keseimbangan dinamis.......................................................................... 15

2.2.3 Reseptor-reseptor utama untuk keseimbangan...................................... 18

2.2.3.1 Reseptor somatosensoris.......................................................... 18

2.2.3.2 Input visual............................................................................... 19

2.2.3.3 Vestibular.................................................................................. 19

2.2.4 Komponen motoris keseimbangan........................................................ 21

2.2.4.1 Reflek........................................................................................ 21

2.2.4.2 Strategi pergelangan kaki (ankel strategy)............................... 22

2.2.4.3 Strategi pinggul (hip strategy).................................................. 22

2.2.4.4 Strategi melangkah (straping strategy) dan menjangkau......... 23

2.2.4.5 Strategi menunda (suspensory strategy)................................... 23

2.3 Neuro Development Treatment...................................................................... 23

2.3.1 Pengertian.............................................................................................. 23

2.3.2 Dasar pemikiran neuro development treatment.................................... 24

2.3.3 Perkembangan konsep neuro development treatment dan

aplikasinya............................................................................................ 25

2.3.4 Inhibisi, stimulasi dan fasilitasi............................................................. 26

Page 10: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

xi

2.4 Sensory Integration........................................................................................ 28

2.4.1 Pengertian.............................................................................................. 28

2.4.2 Gangguan pemrosesan sensory............................................................. 30

2.4.2.1 Sensory modulation disorder (SMD)........................................ 31

2.4.2.2 Sensory-based motor disorder (SBMD).................................... 31

2.4.2.3 Sensory discrimination disorder (SDD).................................... 32

2.3.3 Prinsip terapi.......................................................................................... 32

2.3.3.1 Sistem taktil............................................................................... 34

2.3.3.2 Sistem vestibular....................................................................... 34

2.3.3.3 Sistem propioseptif.................................................................... 36

2.5 Sixteen Balance Test....................................................................................... 39

2.5.1 Berdiri pada permukaan keras............................................................... 40

2.5.2 Berdiri pada permukaan keras dengan mata tertutup............................ 40

2.5.3 Berdiri pada permukaan lunak.............................................................. 40

2.5.4 Berdiri pada permukaan lunak dengan mata tertutup............................ 41

2.5.5 Berdiri dengan 1 tungkai....................................................................... 41

2.5.6 Berdiri dengan 1 tungkai diatas balok keseimbangan........................... 41

2.5.7 Berdiri dengan 1 tungkai diatas balok keseimbangan dengan mata

tertutup.................................................................................................. 42

2.5.8 Time up and go test............................................................................... 42

2.5.9 Berjalan maju pada garis....................................................................... 42

2.5.10 Berjalan maju diatas balok keseimbangan.......................................... 43

2.5.11 Berjalan maju “heel-to-toe” pada garis............................................... 43

2.5.12 Berjalan maju “heel-to-toe” pada balok keseimbangan...................... 43

2.5.13 Berdiri ke duduk.................................................................................. 43

2.5.14 Melangkahi balok keseimbangan........................................................ 44

2.5.15 Maju menggapai benda....................................................................... 44

2.5.16 Berputar 360°...................................................................................... 44

BAB III KERANGKA BERFIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN... 45

3.1 Kerangka Berfikir........................................................................................... 45

3.2 Kerangka Konsep Penelitian.......................................................................... 46

3.3 Hipotesis......................................................................................................... 47

BAB IV METODE PENELITIAN............................................................................ 48

4.1 Rancangan Penelitian..................................................................................... 48

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian......................................................................... 49

4.3 Penentuan Sumber Data................................................................................. 49

4.3.1 Populasi................................................................................................. 49

4.3.2 Sampel................................................................................................... 49

4.3.2.1 Kriteria inklusi.......................................................................... 49

4.3.2.2 Kriteria eksklusi........................................................................ 50

4.3.3 Besar sampel......................................................................................... 50

4.3.4 Tehnik pengambilan sampel.................................................................. 51

4.4 Variabel Penelitian......................................................................................... 52

4.5 Definisi Oprational Variabel.......................................................................... 52

Page 11: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

xii

4.6 Instrumen Penelitian....................................................................................... 58

4.7 Prosedur Penelitian......................................................................................... 59

4.7.1 Tahap persiapan..................................................................................... 59

4.7.2 Tahap pengambilan data awal............................................................... 60

4.7.3 Tahap pemilihan dan penentuan sampel............................................... 60

4.7.4 Tahap pelaksanaan penelitian............................................................... 61

4.7.5 Alur penelitian....................................................................................... 62

4.8 Analisis Data................................................................................................... 63

BAB V HASIL PENELITIAN.................................................................................. 66

5.1 Karakteristik Subjek Penelitian...................................................................... 66

5.2 Uji Homogenitas Data.................................................................................... 67

5.3 Uji Normalitas Data....................................................................................... 68

5.4 Pengujian Peningkatan Skor Sixteen Balance Test Kelompok-1 Neuro

Developmental Treatment.............................................................................. 68

5.5 Pengujian Peningkatan Skor Sixteen Balance Test Kelompok-2 Kombinasi

Neuro Developmental Treatment dan Sensory Integration............................ 69

5.6 Uji Perbedaan Skor Sixteen Balance Test Sebelum Perlakuan Kelompok-1

dan Sebelum Perlakuan Kelompok-2............................................................. 70

5.7 Uji Perbedaan Skor Sixteen Balance Test Setelah Perlakuan Kelompok-1 dan

Setelah Perlakuan Kelompok-2...................................................................... 71

BAB VI PEMBAHASAN PENELITIAN................................................................. 72

6.1 Kondisi Subjek Penelitian.............................................................................. 72

6.2 Distribusi dan Varians Subjek Penelitian...................................................... 75

6.3 Pengujian Keseimbangan Berdiri dengan Skor Sixteen Balance Test Sebelum

Perlakuan Kedua Kelompok........................................................................... 76

6.4 Pengujian Metode Neuro Develompental Treatment dapat Meningkatkan

Keseimbangan Berdiri Anak Down Syndrome............................................... 77

6.5 Pengujian Kombinasi Metode Neuro Develompental Treatment dan Sensory

Integration dapat Meningkatkan Keseimbangan Berdiri Anak Down

Syndrome........................................................................................................ 78

6.6 Kombinasi Metode Neuro Develompental Treatment dan Sensory Integration

Lebih Baik Daripada Hanya Metode Neuro Develompental Treatment Untuk

Meningkatkan Keseimbangan Berdiri Anak Down Syndrome...................... 81

6.7 Keterbatasan Penelitian.................................................................................. 82

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN....................................................................... 83

7.1 Simpulan......................................................................................................... 83

7.2 Saran............................................................................................................... 83

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................84

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 12: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Sistem Model Equilibrium Dinamik.................................................................... 14

2.2 Strategi Postural Reaktif...................................................................................... 21

2.3 Pemrosesan Sensory............................................................................................ 30

2.4 Area Sensory di Otak........................................................................................... 33

3.1 Bagan Kerangka Konsep...................................................................................... 46

4.1 Rancangan Penelitian........................................................................................... 48

4.2 Tehnik Inhibisi..................................................................................................... 53

4.3 Tehnik Fasilitasi................................................................................................... 54

4.4 Tehnik Stimulasi.................................................................................................. 55

4.5 Input Taktil........................................................................................................... 55

4.6 Input Propioseptif................................................................................................ 56

4.7 Input Vestibular.................................................................................................... 56

4.8 Down Syndrome with Balance Standing Deficit................................................. 57

4.9 Pelatihan Sixteen Balance Test............................................................................ 59

4.10 Bagan Alur Penelitian........................................................................................ 62

Page 13: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

2.1 Element Inti Terapi Sensory Integration............................................................ 38

4.1 Instrumen Penelitian Yang Digunakan............................................................... 58

5.1 Karakteristik Subjek Penelitian........................................................................... 66

5.2 Hasil Uji Homogenitas Varian Subjek Kedua Kelompok.................................. 67

5.3 Hasil Uji Normalitas Skor Sixteen Balance Test Sebelum dan Setelah

Perlakuan............................................................................................................. 68

5.4 Uji Hipotesis Peningkatan Skor Sixteen Balance Test pada Kelompok-1 Sebelum

dan Setelah Perlakuan......................................................................................... 69

5.5 Uji Hipotesis Peningkatan Skor Sixteen Balance Test pada Kelompok-2 Sebelum

dan Setelah Perlakuan.........................................................................................69

5.6 Rerata Skor Sixteen Balance Test Sebelum Perlakuan pada Kelompok-1 dan

Kelompok-2........................................................................................................ 70

5.7 Rerata Skor Sixteen Balance Test Setelah Perlakuan pada Kelompok-1 dan

Kelompok-2........................................................................................................ 71

Page 14: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Formulir Persetujuan (Informed Consent)

Lampiran 2 Questionnaire for Parents

Lampiran 3 Form Sixteen Balance Test

Lampiran 4 16 Rangkaian Test Sixteen Balance Test

Lampiran 5 Alat Instrument Sixteen Balance Test

Lampiran 6 Data Kelompok-1 dan Kelompok-2

Lampiran 7 Data Statistik

Page 15: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

viii

ABSTRAK

KOMBINASI NEURO DEVELOPMENTAL TREATMENT DAN

SENSORY INTEGRATION LEBIH BAIK DARIPADA HANYA

NEURO DEVELOPMENTAL TREATMENT UNTUK

MENINGKATKAN KESEIMBANGAN BERDIRI

ANAK DOWN SYNDROME

Masalah kesehatan pada anak berkebutuhan khusus ada yang dibawa sejak lahir

atau kongenital seperti down syndrome. Pada anak down syndrome sering ditemukan

adanya gangguan keseimbangan berdiri yang menyebabkan ia tidak dapat

mempertahankan postur tubuh terhadap gangguan yang datang. Jika ini dibiarkan

tentu akan menimbulkan permasalahan perkembangan motorik selanjutnya.

Fisioterapi mempunyai metode neuro developmental treatment dan sensory

integration. Dalam hal ini penulis ingin membandingkan kombinasi neuro

developmental treatment dan sensory integration dengan neuro developmental

treatment pada anak down syndrome dengan permasalahan keseimbangan berdiri.

Metode penelitian ini eksperimental dengan rancangan penelitian randomized

pre and post test group design. Sampel pada penelitian ini sebanyak 18 anak down

syndrome yang mengalami permasalahan keseimbangan berdiri dan waktu penelitian

selama dua bulan. Kelompok dibagi menjadi dua, yaitu kelompok-1 (neuro

developmental treatment) dan kelompok-2 (neuro developmental treatment dan

sensory integration). Instrumen pengukuran yang digunakan adalah sixteen balance

test yang di ukur sebelum perlakuan (0-session) dan sesudah perlakuan (6-session)

pada masing-masing subjek.

Hasil pada penelitian ini didapatkan data deskriptif sampel pada kedua

kelompok dengan usia 2-4 tahun, jenis kelamin laki-laki dan perempuan, tinggi

badan 70-85 cm dan berat badan 8-13 kg. Data sebelum dan setelah perlakuan

kelompok-1 berdistribusi normal. Kemudian data sebelum dan setelah perlakuan

kelompok-2 berdistribusi normal. Berdasarkan uji kompabilitas kedua variabel pada

kedua kelompok, pengujian hipotesis menggunakan data setelah perlakuan. Variabel

sixteen balance test pada kedua kelompok menggunakan uji hipotesis independent

sample t-test didapatkan nilai p = 0,034.

Kesimpulan yang didapatkan nilai p<0,05. Nilai tersebut menjelaskan kombinasi

neuro developmental treatment dan sensory integration lebih baik daripada hanya

neuro developmental treatment untuk meningkatkan keseimbangan berdiri anak

down syndrome.

Kata kunci : neuro developmental treatment, sensory integration, down

syndrome, keseimbangan berdiri, sixteen balance test.

Page 16: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

ix

ABSTRACT

THE COMBINATION OF NEURO DEVELOPMENTAL TREATMENT AND

SENSORY INTEGRATION IS BETTER THAN JUST NEURO

DEVELOPMENTAL TREATMENT TO IMPROVE

THE BALANCE OF STAND IN CHILDREN

WITH DOWN SYNDROME

One of health problem in child with special need is existed at birth (congenital),

such as Down Syndrome. Child with down syndrome often get balance disturbance

in stand which causes he cannot keep the body posture from the disturbance. This

condition may causes the problem with his further motor development. There is

neuro developmental treatment and sensory integration method in physiotherapy.

The study aims to compare the combination of neuro developmental treatment and

sensory integration with neuro developmental treatment in child with down

syndrome who get balance disturbance in stand.

The study is an experimental research using randomized pre and post-test group

design. The samples were 18 children with down syndrome which got balance

disorder in stand. The study spent two months. There were two groups. The group

one was treated using neuro developmental treatment and group two was used neuro

developmental treatment and sensory integration. The Measuring instrument used

sixteen balance test which was included pre (0-session) and post (6-session) test for

each subject.

The descriptive data for both of groups are age: 2-4 years old children with

down syndrome, sex: male and female, height: 70-85 cm and weight: 8-13 kg. The

pre-test data of group one does not show normal distribution, but the post-test data

shows normal distribution. Both of pre-test and post-test data of group two show

normal distribution. According to compatibility test to both of groups, the hypothesis

test used post-test data. The variable of sixteen balance test that used independent

sample t-test both of groups which p value= 0,034.

This study has two conclusions. First conclusion is got from the percentage of

static sixteen balance test variable which shows p value < 0,05. The value illustrates

that the using the combination of neuro developmental treatment and sensory

integration is better than just using neuro developmental treatment to improve the

balance of stand.

Key words: neuro developmental treatment, sensory integration, down

syndrome, the balance of stand, sixteen balance test.

Page 17: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Anak mengalami proses tumbuh kembang yang dimulai sejak dari dalam

kandungan, masa bayi, dan balita. Setiap tahapan proses tumbuh kembang anak

mempunyai ciri khas tersendiri, sehingga jika terjadi masalah pada salah satu

tahapan tumbuh kembang tersebut akan berdampak pada kehidupan selanjutnya.

Tidak semua anak mengalami proses tumbuh kembang secara wajar sehingga

terdapat anak yang memerlukan penanganan secara khusus.

Masalah kesehatan pada anak berkebutuhan khusus ada yang dibawa sejak lahir

atau kongenital seperti down syndrome. Pada anak down syndrome sering ditemukan

adanya gangguan keseimbangan berdiri yang menyebabkan ia tidak dapat

mempertahankan postur tubuh terhadap gangguan yang datang. Jika ini dibiarkan

tentu akan menimbulkan permasalahan perkembangan motorik selanjutnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Harris (2008) tentang Effects of

Neurodevelopmental Therapy on Motor Performance of Infants with Down's

Syndrome. Tujuan dari penelitian tersebut adalah melihat perkembangan gerak pada

bayi down syndrome dengan diberikan neurodevelopmental therapy selama 2 bulan

didapatkan hasil yang signifikan.

Sensory integration (SI) adalah sebuah proses otak alamiah yang tidak disadari.

Dalam proses ini informasi dari seluruh indera akan dikelola kemudian diberi arti

lalu disaring, mana yang penting dan mana yang diacuhkan. Proses ini

Page 18: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

2

memungkinkan kita untuk berprilaku sesuai dengan pengalaman dan merupakan

dasar bagi kemampuan akademik dan prilaku sosial (Nanaholic, 2012).

Sensory integration adalah pengorganisasian sensasi untuk penggunaan sebuah

proses yang berlangsung di dalam otak yang memungkinkan kita memahami dunia

kita dengan menerima, mengenali, mengatur, menyusun dan menafsirkan informasi

yang masuk ke otak melalui indra kita. Pengintegrasian sensoris adalah dasar untuk

memberikan respon adaptif terhadap tantangan yang ditimbulkan oleh lingkungan

dan pembelajaran (Waluyo dan Surachman, 2012).

Sensory integration adalah proses pengorganisasian masukan sensorik. Fungsi

pembelajaran tergantung pada kemampuan anak untuk memanfaatkan informasi

sensorik yang di dapat dari lingkungannya. Mengintegrasikan informasi kemudian

menjadi rencana adalah sebuah bentuk tujuan perilaku. Intervensi integratif sensorik,

stimulasi vestibular, pendekatan terapi perkembangan saraf merupakan metode yang

efektif digunakan sebagai terapi okupasi / fisioterapi (Uyanik and Kayihan, 2013).

Neuro developmental treatment (NDT) merupakan salah satu pendekatan yang

paling umum digunakan untuk intervensi anak-anak dengan gangguan

perkembangan. Metode ini pertama kali digunakan untuk terapi anak-anak pada

kondisi cerebral palsy. Kemudian metode ini digunakan juga untuk kondisi

gangguan perkembangan pada anak lainnya. Pendekatan NDT berfokus pada

normalisasi otot hypertone atau hypotone. Intervensi penanganan NDT melatih reaksi

keseimbangan, gerakan anak, dan fasilitasi. NDT adalah metode terapi yang populer

dalam pendekatan intervensi pada bayi dan anak-anak dengan disfungsi neuromotor

(Uyanik and Kayihan, 2013).

Page 19: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

3

Neuro developmental treatment, pertama kali dikenalkan dengan istilah

Pendekatan Bobath yang dikembangkan oleh Berta Bobath seorang fisioterapis, dan

dr. Karel Bobath di akhir 1940-an, untuk memenuhi kebutuhan orang-orang dengan

gangguan gerak. NDT dianggap sebagai pendekatan management terapi yang

komprehensif diarahkan ke fungsi motor sehari-hari yang relevan. NDT biasanya

dipakai untuk rehabilitasi pada bayi, cerebral palsy, down syndrome dan gangguan

perkembangan motorik lainnya (Degangi and Royyen, 1994).

Down syndrome (DS) adalah suatu kondisi keterbelakangan fisik dan mental

anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom

ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri

saat terjadi pembelahan (Judarwanto, 2012). Kromosom merupakan serat-serat

khusus yang terdapat di dalam setiap sel di dalam badan manusia dimana terdapat

bahan-bagan genetik yang menentukan sifat-sifat seseorang (Miftah, 2013). DS

adalah ketidakmampuan yang ditandai dengan keterbatasan yang signifikan baik dari

fungsi intelektual dan prilaku adaptif seperti yang diungkapkan dalam keterampilan

adaptif konseptual, sosial, dan praktis (Uyanik and Kayihan, 2013).

Disfungsi integrasi sensorik mempunyai berbagai tingkatan pada anak-anak DS.

Anak dengan DS memiliki masalah untuk menjaga keseimbangan mereka, baik

sambil berdiri dan berjalan. Gangguan fungsi pada extremitas bawah membuat

dirinya berbeda dari orang normal. Kompensasi dari gangguan tersebut

menyebabkan berlebihnya usaha / upaya untuk mempertahankan agar tubuh mampu

menjaga keseimbangan (Marchewka and Chwala, 2008).

Page 20: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

4

Down syndrome seringkali mengalami keterbelakangan kemampuan motorik,

seperti terlambat berdiri dan berlari. Miftah (2013) mengatakan bahwa 73% dari

anak-anak DS baru mampu berdiri pada usia 24 bulan, dan 40% bisa berjalan pada

usia 24 bulan.

Pada penelitian Ulrich et al (2001) mengemukakan bayi dengan DS mulai berdiri

rata-rata sekitar 1 tahun dibandingkan bayi yang normal. Ini merupakan bagian dari

kemampuan motorik yang tertunda antara bayi DS dan bayi normal yang dapat

dilihat dari usia nya. Berdiri adalah keterampilan yang sangat penting untuk anak-

anak karena dampaknya bersifat multidimensi, mempengaruhi kognitif, sosial, serta

perkembangan motorik selanjutnya.

Motorik adalah semua gerakan yang mungkin dilakukan oleh seluruh tubuh,

sedangkan perkembangan motorik sebagai perkembangan dari unsur kematangan dan

pengendalian gerak tubuh. Perkembangan motorik erat kaitannya dengan

perkembangan pusat motorik di otak (Lifya, 2012).

Perkembangan motorik yaitu perkembangan pengendalian gerakan tubuh

melalui kegiatan yang terkoordinir antara saraf dan otak. Perkembangan motorik

meliputi motorik kasar dan halus. Motorik kasar adalah gerakan tubuh menggunakan

otot-otot besar atau seluruh anggota tubuh yang dipengaruhi oleh kematangan anak

itu sendiri. Misalnya merayap, merangkak dan berjalan (Wulan, 2012).

Pada penelitian Galli et al. (2008) mengatakan bahwa anak dengan DS memiliki

keterlambatan perkembangan motorik terkait oleh adanya hipotonus otot dan

kelenturan sendi (laxity) yang menjadi karakteristik pada DS. Peran fisioterapi sedini

Page 21: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

5

mungkin harus fokus pada kontrol gerak dan koordinasi untuk mencapai tahap

perkembangan.

Ketika berdiri tentu harus mempunyai basic yang baik dari segi kematangan

keseluruhan otot, propioseptif, taktil dan vestibular. Pada anak DS memiliki masalah

dengan menjaga keseimbangan mereka baik sambil berdiri dan berjalan yang

disebabkan oleh hypotone dan mobilitas sendi yang berlebihan. Selain terganggu

pada keseimbangan, pengembangan reaksi postural dari pola postur dan gerak juga

tidak cukup baik pada anak dengan DS (Marchewka and Chwala 2008).

Penelitian terdahulu yang dikembangkan oleh Alireza (2010) tentang

comparison beetwen the effect of neuro developmental treatment and sensory

integration therapy on gross motor function in children with cerebral palsy. Tujuan

dari penelitian tersebut adalah memperbaiki gross motor function pada anak cerebral

palsy. Dari dua alternatif metode yang telah di teliti oleh Harris 2008 dan Alireza

2010 membuat penulis tertarik untuk meneliti bagaimana jika motode sensory

integration dan neuro developmental treatment digunakan untuk kasus down

syndrome dengan permasalahan keseimbangan berdiri.

Melihat dari latar belakang tersebut diatas peneliti mengambil judul tentang

Kombinasi Neuro Developmental Treatment Dan Sensory Integration Lebih Baik

Daripada Hanya Neuro Developmental Treatment Untuk Meningkatkan

Keseimbangan Berdiri Anak Down Syndrome.

Page 22: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

6

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah

yang disampaikan sebagai berikut :

1 Apakah neuro developmental treatment meningkatkan keseimbangan berdiri

pada anak down syndrome di Klinik Griya Fisio Bunda Novy Yogyakarta ?

2 Apakah kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

meningkatkan keseimbangan berdiri pada anak down syndrome di Klinik Griya

Fisio Bunda Novy Yogyakarta ?

3 Apakah kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration lebih

baik daripada hanya neuro developmental treatment untuk meningkatkan

keseimbangan berdiri anak down syndrome di Klinik Griya Fisio Bunda Novy

Yogyakarta ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini ialah :

1.3.1 Tujuan umum

Kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration lebih baik

daripada hanya diberikan neuro developmental treatment untuk meningkatkan

keseimbangan berdiri anak down syndrome di Klinik Griya Fisio Bunda Novy

Yogyakarta.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui neuro developmental treatment dapat meningkatkan

keseimbangan berdiri pada anak down syndrome di Klinik Griya Fisio Bunda

Novy Yogyakarta.

Page 23: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

7

2. Untuk mengetahui kombinasi neuro developmental treatment dan sensory

integration dapat meningkatkan keseimbangan berdiri pada anak down

syndrome di Klinik Griya Fisio Bunda Novy Yogyakarta.

3. Untuk mengetahui kombinasi neuro developmental treatment dan sensory

integration lebih baik daripada neuro developmental treatment untuk

meningkatkan keseimbangan berdiri anak down syndrome di Klinik Griya Fisio

Bunda Novy Yogyakarta.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan pada penelitian ini adalah:

1. Memperoleh data yang empirik tentang penggabungan dua metode yaitu neuro

developmental treatment dan sensory integration dalam meningkatkan

keseimbangan berdiri anak down syndrome di Klinik Griya Fisio Bunda Novy

Yogyakarta.

2. Sebagai pedoman bagi Fisioterapis untuk upaya meningkatkan pelayanan

fisioterapi paripurna khususnya pada intervensi pediatri.

Page 24: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

8

BAB II

TINJUAN PUSTAKA

2.1 Down Syndrome

2.1.1 Pengertian

Down syndrome (DS) adalah suatu kondisi keterbelakangan fisik dan mental

anak yang diakibatkan adanya abnormalitas kromosom. Kromosom ini terbentuk

akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi

pembelahan (Judarwanto, 2012). DS adalah ketidakmampuan yang ditandai dengan

keterbatasan yang signifikan baik dari fungsi intelektual dan prilaku adaptif seperti

yang diungkapkan dalam keterampilan adaptif konseptual, sosial, dan praktis

(Uyanik and Kayihan, 2013).

Down syndrome dinamai sesuai nama dokter berkebangsaan Inggris bernama

Langdon Down, yang pertama kali menemukan tanda-tanda klinisnya pada tahun

1866. Pada tahun 1959 seorang ahli genetika Perancis Jerome Lejeune dan para

koleganya, mengidentifikasi basis genetiknya. Manusia secara normal memiliki 46

kromosom, sejumlah 23 diturunkan oleh ayah dan 23 lainnya diturunkan oleh ibu.

Para individu yang mengalami DS hampir selalu memiliki 47 kromosom bukan 46.

Ketika terjadi pematangan telur, 2 kromosom pada pasangan kromosom 21, yaitu

kromosom terkecil gagal membelah diri. Jika telur bertemu dengan sperma akan

terdapat kromosom 21 yang istilah teknisnya adalah trisomi 21. DS bukanlah suatu

penyakit maka tidak menular, karena sudah terjadi sejak dalam kandungan

(Ardiansyah, t.t).

Page 25: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

9

Down syndrome adalah gangguan yang terdiri dari beberapa kelainan kongenital

kira-kira 93% yang muncul extra kromosom 21 dari kasus DS. Cacat mental yang

paling menonjol tingkatnya dapat bervariasi dari keterbelakangan mental berat dan

keterbelakangan mental ringan. Perkembangan motorik DS umumnya ditandai

dengan keterbelakangan mental dan itu akan berlangsung dalam waktu yang lama

sehingga dapat menjadi suatu kecacatan. DS telah dikenal lama sebagai gangguan

cacat mental. Kenyataannya bahwa masalah-masalah pengembangan motorik seperti

pola gerak abnormal, gangguan keseimbangan juga muncul sebagai gangguan lain

dari cacat mental, hal ini nampaknya tidak diperhatikan (Lauteslager, 2004).

2.1.2 Patofisiologi down syndrome

Tubuh manusia memiliki sel di dalamnya terdapat nukleus, dimana materi

genetik disimpan dalam gen. Gen membawa kode yang bertanggung jawab atas

semua sifat yang diwarisi oleh orangtua kemudian dikelompokkan bersama batang

seperti struktur yang disebut kromosom. Biasanya, inti dari setiap sel mengandung

23 pasang kromosom. DS terjadi ketika seorang individu memiliki salinan ekstra

yang terjadi pada kromosom 21 (Anonim, t.t).

Down syndrome biasanya memiliki 47 kromosom bukan 46 kromosom. Pada DS

memiliki kromosom extra atau tambahan gen yang terdapat pada kromosom 21.

Untuk mengetahui atau mendeteksi terjadinya DS harus melalui prosedur yang

disebut kariotipe. Kariotipe adalah suatu visual yang menampilkan kromosom lalu

dikelompokkan menurut ukuran, jumlah dan bentuk. Kromosom dapat diketahui

dengan memeriksa darah atau sel-sel jaringan. Masing-masing kromosom

diidentifikasi mulai dari yang terbesar sampai terkecil, 95% dari kejadian DS

Page 26: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

10

mempunyai kromosom ke 3 (tambahan) yang disebut juga dengan trisomi 21

(Anonim, t.t).

Down syndrome terjadi karena kelainan susunan kromosom ke-21, dari 23

kromosom manusia. Pada manusia normal, 23 kromosom tersebut berpasang-

pasangan hingga jumlahnya menjadi 46. Pada penderita DS, kromosom nomor 21

tersebut berjumlah tiga (trisomi), sehingga totalnya menjadi 47 kromosom. Jumlah

yang berlebihan tersebut mengakibatkan ketidakstabilan pada sistem metabolisme

sel, yang akhirnya memunculkan DS. Hingga saat ini, penyebab terjadinya DS

dikaitkan dengan hubungan antara usia sang ibu ketika mengandung dengan kondisi

bayi. Yaitu semakin tua usia ibu, maka semakin tinggi pula risiko melahirkan anak

DS (Miftah, 2013).

Selama masa pembuahan, cedera otak bisa terjadi bila ada faktor genetik yang

memengaruhi, seperti kelainan kromosom yang menyebabkan kelainan otak pada

anak down syndrome. Anak yang mengalami cedera otak kehilangan kemampuan

untuk menyerap informasi (sensorik) dan merespons informasi (motorik) (Indriasari,

2011).

Kromosom dapat dianggap sebagai pengaruh penting untuk perkembangan otak,

dan karena kelainan kromosom dapat mengganggu perkembangan otak pada semua

tahap. Seperti perkembangan otak di ganglia basal, hipotalamus mengalami

gangguan neurologis (Bremner and Wachs, 2010).

Irfan (2010) mengakatakan bahwa ganglia basal memiliki peran kompleks dalam

mengontrol gerakan selain memiliki fungsi-fungsi non-motorik yang masih belum

diketahui. Secara khusus, ganglia basal penting dalam perkembangan tonus otot di

Page 27: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

11

seluruh tubuh. Pada down syndrome ganglia basal tidak berkembang dengan baik

untuk melaksanakan peran-peran integratif yang kompleks.

Kelebihan kromosom menyebabkan perubahan dalam proses normal yang

mengatur embriogenesis. Materi genetik yang berlebih tersebut terletak pada bagian

lengan bawah dari kromosom 21 dan interaksinya dengan fungsi gen lainnya

menghasilkan suatu perubahan homeostasis yang memungkinkan terjadinya

penyimpangan perkembangan fisik (kelainan otot), SSP (penglihatan, pendengaran,

keseimbangan) dan kecerdasan yang terbatas (Ratna, t.t).

Lauteslager (2004) menyatakan bahwa otak anak-anak DS menunjukkan

karakteristik dari ketidakdewasaan neurologis dalam hal convolutions

(penggabungan) yang lebih kecil dari korteks serebral dan mengurangi mielinasi

misalnya, lobus frontal dan cerebellum. Neuron di korteks terlalu sedikit, terutama

dari lobus temporal, tetapi juga di lobus frontal, parietal, dan oksipital. Pada anak

DS menunjukkan penurunan di korteks oksipital sekitar 50% dan peningkatan dari

satu setengah kali dalam ukuran inti sel dalam neuron yang tersisa, dalam hal ini

gangguan koneksi dalam proses diferensiasi sel. Hal lain menggambarkan ada

gangguan dalam struktur dendrit neuron piramidal di korteks motorik. Irfan (2010)

mengatakan area kortek motorik merupakan tempat asal kortikospinalis dan

kortikobulbaris, umumnya dianggap daerah yang perangsangannya cepat

menghasilkan gerakan tersendiri. Kortek yang paling dikenal adalah korteks motorik

di girus prasentralis. Namun terdapat daerah motorik suplementer diatas tepi

superior sulkus singulatum disisi medial hemisfer yang mencapai korteks pramotorik

di permukaan lateral otak. Selain gangguan struktural, pengembangan neuron tampak

Page 28: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

12

normal selama kehamilan, namun setelah kehamilan jumlah dendrit berkurang

dibandingkan dengan anak normal.

Keterlambatan mengidentifikasi atlantoaxial dan atlanto-occipital yang tidak

stabil dapat mengakibatkan kerusakan pada saraf spinal yang irreversibel. Gangguan

pendengaran, visus, retardasi mental dan defek yang lain akan menyebabkan

keterbatasan kepada anak–anak dengan down syndrome dalam meneruskan

kelangsungan hidup. Mereka juga akan menghadapi masalah dalam pembelajaran,

proses membangunkan upaya berbahasa, kemampuan interpersonal, dan kemampuan

motorik (Villarroya et al, 2012).

2.1.3 Ciri-ciri umum down syndrome

Down syndrome memiliki ciri yang khas yaitu : tonus otot rendah, wajah datar,

hidung pesek, hypermobilitas sendi, ruas pada jari-jari memiliki space yang lebih

luas, ukuran lidah cendrung lebih panjang dari ukuran normal. Anak DS akan

mengalami gangguan kognitif (ringan sampai sedang), dan akan mengalami

keterlambatan perkembangan motorik seperti merangkak, duduk, berdiri dan berjalan

(Anonim, t.t).

Down syndrome mempunyai wajah yang khas, misalnya karena ada gangguan

pada pertumbuhan tulang, maka tulang dahinya lebih datar, mata kiri dan mata kanan

agak berjauhan, posisi daun telinganya lebih rendah. Yang jelas, wajahnya sangat

spesifik mongolism dan mengalami retardasi mental (An, 2010).

Page 29: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

13

2.2 Keseimbangan Berdiri

Banyak penulis mengasumsikan hubungan antara karakteristik neuro-anatomi

DS dan anak normal dari kemampuan motorik mereka, seperti kurangnya

keseimbangan, koordinasi gerakan dan tonus otot yang lemah pada anak DS

(Lauteslager, 2004).

Keseimbangan adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan

dan kestabilan postur oleh aktivitas motorik tidak dapat dipisahkan dari faktor

lingkungan dan sistem regulasi yang berperan dalam pembentukan keseimbangan.

Tujuan tubuh mempertahankan keseimbangan adalah menyanggah tubuh melawan

gravitasi dan faktor eksternal lain, untuk mempertahankan pusat massa tubuh agar

sejajar dan seimbang dengan bidang tumpu, serta menstabilisasi bagian tubuh ketika

bagian tubuh lain bergerak (Irfan, 2010).

Keseimbangan juga bisa diartikan sebagai kemampuan relatif untuk mengontrol

pusat massa tubuh (center of mass) atau pusat gravitasi (center of gravity) terhadap

bidang tumpu (base of support). Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan di

setiap segmen tubuh dengan di dukung oleh sistem muskuloskeletal dan bidang

tumpu. Kemampuan untuk menyeimbangkan massa tubuh dengan bidang tumpu

akan membuat manusia mampu untuk beraktifitas secara efektif dan efesien (Indriaf,

2010).

Pada penelitian Jalalin (2000) mengatakan kemampuan keseimbangan pada

manusia secara kasar dipengaruhi oleh sirkuit saraf tingkat tinggi dan juga sistem

lainnya (kognitif dan muskuloskeletal). Pada sistem model equilibrium dinamik

Page 30: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

14

dikatakan bahwa keseimbangan adalah hasil dari interaksi individu, lingkungan

dimana kegiatan dilakukan. Interaksinya dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Sumber: Jalalin (2000)

Gambar 2.1 Sistem Model Dynamic Equilibrium

Keterangan: Sistem model kontrol postural yang menggambarkan siklus konstan

yang terjadi secara simultan pada beberapa level. Input sensory dan sistem

pemrosesan (gambar pada sisi kiri) dan perencanaan motorik dan pelaksanaan pada

sisi kanan.

Kemampuan manusia untuk mempertahankan posisi tegak berdiri tergantung

pada integritas sistem visual, vestibular, propioseptif, taktil dan juga integrasi

sensory, sistem saraf pusat, tonus otot yang efektif yang mengadaptasi secara cepat

perubahan kekuatan otot dan fleksibilitas sendi. Berdiri adalah posisi tak stabil yang

membutuhkan regulasi yang konstan dari kontraksi antara anggota gerak atas dan

bawah (Jalalin, 2000).

Mengenai hal tersebut terdapat dua macam keseimbangan menurut Permana

(2012) yaitu :

Page 31: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

15

2.2.1 Keseimbangan statis

Dalam keseimbangan statis, ruang geraknya sangat kecil, misalnya berdiri di

atas dasar yang sempit (balok keseimbangan, rel kereta api), melakukan hand stand,

mempertahankan keseimbangan setelah berputar-putar di tempat.

2.2.2 Keseimbangan dinamis

Kemampuan orang untuk bergerak dari satu titik atau ruang ke lain titik dengan

mempertahankan keseimbangan, misalnya menari, berjalan, duduk ke berdiri,

mengambil benda di bawah dengan posisi berdiri dan sebagainya.

Permasalahan yang terjadi pada anak DS yang salah satunya adalah gangguan

keseimbangan berdiri, pada posisi berdiri seimbang susunan saraf pusat berfungsi

untuk menjaga pusat massa tubuh (center of body mass) dalam keadaan stabil dengan

batas bidang tumpu tidak berubah kecuali tubuh membentuk batas bidang tumpu lain

(misalnya melangkah). Selain itu masukan (input) visual berfungsi sebagai kontrol

keseimbangan, pemberi informasi, serta memprediksi datangnya gangguan. Masukan

(input) dari kulit di telapak kaki juga merupakan hal penting untuk mengatur

keseimbangan saat berdiri dan saat ingin melangkah (Irfan, 2010).

Irfan (2010) mengatakan bahwa kontrol postur dan gerakan terjadi karena

aktivitas motorik somatik sangat bergantung pada pola dan kecepatan lepas muatan

saraf motorik spinalis dan saraf homolog yang terdapat di nukleus motorik saraf

kranialis. Saraf ini, merupakan jalur terakhir ke otot rangka, yang dibawa oleh impuls

dari berbagai jalur.

Berbagai masukan supra segmental juga bertemu di sel saraf ini, yaitu dari

segmen spinal lain, batang otak, dan korteks serebrum. Sebagian masukan ini

Page 32: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

16

berakhir langsung ke saraf motorik, tetapi banyak yang efeknya dilanjutkan melalui

neuron antara (interneuron) atau sistem saraf afferen γ ke kumparan otot dan kembali

melalui serat afferent lalu ke medulla spinalis. Aktifitas terintegrasi dari tingkat

spinal, medulla oblongata, otak tengah dan korteks inilah yang mengatur postur

tubuh dan memungkinkan terjadinya gerakan terkoordinasi (Irfan, 2010).

Masukan-masukan yang bertemu di neuron motorik mengatur tiga fungsi yang

berbeda antara lain : menimbulkan aktivitas volunter, menyesuaikan postur tubuh

untuk menghasilkan landasan yang kuat bagi gerakan dan mengkoordinasikan kerja

berbagai otot agar gerakan yang dihasilkan teratur dan tepat. Pola aktivitas volunter

direncanakan di otak, kemudian perintah tersebut dikirim ke otot terutama melalui

sistem kortikospinalis dan kortikobulbaris (Irfan, 2010).

Postur tubuh secara terus menerus disesuaikan, tidak saja sebelum tetapi juga

sewaktu melakukan gerakan oleh sistem pengatur postur. Gerakan diperhalus dan

dikoordinasikan oleh serebellum bagian medial dan intermedial (spinoserebellum)

dan hubungan-hubungannya. Ganglia basal dan serebellum bagian lateral

(neoserebellum) merupakan bagian dari sirkuit umpan balik ke korteks pramotorik

dan motorik yang berkaitan dengan perencanaan dan pengaturan gerakan volunter

(Irfan, 2010).

Otak kecil memainkan peran sentral terhadap koordinasi gerak dan postur,

informasi itu diterima oleh vestibulum dan traktus spinocerebellar. Neokorteks

berinteraksi dari perintah gerakan volunter berasal. Informasi tentang dunia luar

diperoleh melalui indra yang lebih tinggi. Selain itu, penyesuaian konstan

berlangsung dari korteks cerebellar melalui inti cerebellar untuk ekstra-piramidal

Page 33: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

17

sirkuit motor di batang otak dan melalui thalamus kembali ke korteks otak. Ketika

ada kerusakan cerebellum gangguan yang terlibat adanya masalah koordinasi,

keseimbangan, dan hypotonia. penting untuk mengontrol postur, dimana postur di

fasilitasi melalui gamma-motor neuron yang diatur pada tingkat batang otak. Tanpa

kegiatan dasar fasilitasi dari alpha motor neuron keluar melalui lingkaran gamma.

Khususnya ekstensor yang terlibat dalam pemeliharaan postur tubuh, extensor

tersebut harus memiliki tonus otot yang cukup dalam sistem ini (Lauteslager, 2004).

Sistem pengatur postur terdapat beberapa mekanisme pengaturan postur.

Mekanisme ini mencakup serangkaian nukleus dan banyak struktur, termasuk

medula spinalis, batang otak dan korteks serebrum. Sistem ini tidak hanya berperan

dalam postur statik, tetapi juga bersama sistem kortikospinalis dan kortikobulbaris,

berperan dalam pencetus dan pengendalian gerakan (Irfan, 2010).

Penyesuaian postur dan gerakan volunter tidak mungkin dipisahkan secara tegas,

tetapi dapat diketahui dengan adanya serangkaian reflek postur yang tidak hanya

mempertahankan posisi tegak dan seimbang, tetapi terus menerus melakukan

penyesuaian untuk mempertahankan latar belakang postur yang stabil untuk aktivitas

volunter. Penyesuaian ini mencakup refleks statik dan refleks fasik jangka pendek

yang dinamik. Pertama mencakup kontraksi menetap otot-otot, sedangkan yang

terakhir melibatkan gerakan-gerakan sesaat. Kedua terintegrasi di berbagai tingkat

dalam susunan saraf pusat, dari medula spinalis sampai korteks serebrum dan

sebagian besar dipengaruhi melalui berbagai jalur motorik (Irfan, 2010).

Faktor utama kontrol postur adalah variasi ambang refleks regang spinal, yang

pada akhirnya disebabkan oleh perubahan tingkat rangsangan neuron motorik dan

Page 34: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

18

secara tidak langsung oleh perubahan kecepatan lepas muatan oleh neuron afferen γ

ke kumparan otot (Irfan, 2010).

Postur adalah posisi atau sikap tubuh dimana tubuh dapat membentuk banyak

bentuk yang memungkinkan tubuh dalam posisi yang nyaman selama mungkin. Pada

saat berdiri tegak, hanya terdapat gerakan kecil yang muncul dari tubuh, yang biasa

disebut dengan ayunan tubuh. Luas dan arah ayunan diukur dari permukaan tumpuan

dengan menghitung gerakan yang menekan di bawah telapak kaki, yang disebut

pusat tekanan (center of preassure). Jumlah ayunan tubuh ketika berdiri tegak

dipengaruhi oleh faktor posisi kaki dan lebar dari bidang tumpu (Irfan, 2010).

Posisi tubuh ketika berdiri dapat dilihat kesimetrisannya dengan kaki selebar

sendi panggul, lengan di sisi tubuh, dan mata menatap ke depan. Walaupun posisi ini

dapat dikatakan sebagai posisi yang paling nyaman, tetapi tidak dapat bertahan lama

karena seseorang akan berganti posisi untuk mencegah kelelahan (Irfan, 2010).

2.2.3 Reseptor-reseptor utama untuk keseimbangan

2.2.3.1 Reseptor somatosensoris

Berlokasi di sendi, kapsula sendi, ligamentum otot, dan kulit memberikan

informasi tentang panjang otot, renggangan, tekanan, kontraksi, nyeri, tempratur,

tekanan, dan posisi sendi. Kaki, pergelangan kaki, lutut, pinggul, leher, otot,

semuanya memperoleh informasi yang lengkap guna memelihara keseimbangan. Di

bawah kondisi permukaan penyangga tertentu input somatosensoris memperoleh

kontak gaya dan gerakan antara kaki dan permukaan penyangga menguasai kontrol

keseimbangan. Bila orang berdiri tetap tegap level permukaan, luas goyangan pusat

gravitasi relatif lebih kecil terhadap batas stabil (limit of stability) (Jalalin, 2000).

Page 35: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

19

2.2.3.2 Input visual

Dalam keadaan permukaan penyangga tidak stabil, input visual berperan penting

untuk keseimbangan. Sebagai contoh, bila berjinjit dan berdiri dengan tumpuan pada

tumit dalam hubungan langsung terhadap gangguan goyangan anteroposterior input

sensoris berguna untuk keseimbangan, goyangan pusat gravitasi secara bermakna

berkurang bila mata terbuka dibandingkan dengan mata tertutup.

Input visual mengukur orientasi mata dan kepala dalam hubungan terhadap

obyek sekitar. Sentral : memberikan orientasi lingkungan, berperan terhadap persepsi

vertikal, dan gerakan obyek dan juga mengidentifikasi risiko dan kesempatan yang

ada pada lingkungan. Perifer : mendeteksi gerakan diri sendiri dan hubungannya

terhadap lingkungan termasuk gerakan kepala dan goyangan postural (Jalalin, 2000).

2.2.3.3 Vestibular

Bila secara fungsional manfaat input somatosensoris dan visual terdapat dibawah

penyangga dan kondisi sekitar visual tertentu, input vestibular memainkan peran

mengontrol langsung pusat gravitasi. Hal ini mungkin karena input somatosensoris

dan visual lebih peka terhadap goyangan tubuh dibanding sistem vestibular. Peran

utama input vestibular dibawah kondisi tersebut mampu berdiri dalam mengontrol

gerakan kepala dan mata yang tepat (Jalalin, 2000).

Persepsi sensoris sentral, semua informasi sensoris yang ada di lingkungan

yang dikumpulkan oleh reseptor perifer diproses dalam berbagai derajat di otak.

Proses ini biasanya merujuk pada integrasi sensoris atau organisasi sensoris. Fungsi

struktur sensoris sentral antara lain membandingkan input yang tersedia antara kedua

Page 36: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

20

sisi dari 3 sistem sensoris bila kedua sisi dari ketiga sistem memberikan input yang

cocok, proses organisasi disederhanakan (Jalalin, 2000).

Konflik sensoris, dapat terjadi bila informasi atau kedua sistem tidak sinkron,

pemrosesan organisasi sensoris menjadi lebih kompleks, seperti otak harus

mempertimbangkan beberapa ketidaksesuaian dan memilih input yang benar

mendasari respon motoris (Jalalin, 2000).

Perencanaan motoris sentral, mengingat pemrosesan sensoris memberikan

interaksi seseorang dan lingkungannya. Tahap perencanaan motoris berikutnya

menentukan bagaimana menyelesaikan sasaran dengan baik dari banyak pilihan yang

tersedia. Perencanaan motoris ini harus dikirimkan ke sistem motoris perifer untuk

dilaksanakan. Selama pengiriman rekaman dan perencanaan gerakan yang

dimaksudkan disampaikan ke serebelum. Bilamana gerakan dimulai, masukan input

sensoris (umpan balik) tentang gerakan yang yang dimaksudkan. Kesalahan gerakan

(perbedaan antara gerakan yang dimaksud dan gerakan yang sedang berlangsung)

dan pola yang salah (sasaran yang diinginkan tidak dapat dicapai) dideteksi dan

direncakan untuk dikoreksi lalu dibentuk dan dikirim. Proses kesalahan deteksi dan

kesalahan koreksi ini adalah yang mendasari belajar motoris (Jalalin, 2000).

Motoris perifer pelaksana, gerakan dilaksanakan melalui sendi dan otot-

ototnya. Lingkup gerak sendi yang normal, kekuatan dan ketahanan normal dari kaki,

pergelangan kaki, lutut, pinggul, punggung, leher dan mata harus tersedia untuk

melaksanakan lingkup gerakan penuh dari keseimbangan yang normal. Sistem lain

yang berpengaruh adalah perhatian, kognitif dan memori, emosi yang stabil, agitasi

atau denial terhadap lingkungan (Jalalin, 2000).

Page 37: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

21

2.2.4 Komponen motoris keseimbangan

2.2.4.1 Reflek

Untuk memelihara keseimbangan dan melakukan aktivitas yang bertujuan saat

berdiri dan berjalan, seseorang harus mampu untuk secara aktif mengontrol gerakan

pusat gravitasi dibagian bawah abdomen, terdapat 3 sendi. Luasnya variasi pola

gerakan dari sudut tersebut (sendi panggul, sendi lutut dan sendi pergelangan kaki)

berguna untuk menggerakan pusat gravitasi. Pola gerakan fungsional yang efektif

dari sendi pergelangan kaki, sendi lutut dan sendi panggul mengarah pada beberapa

pola relatif yang secara umum dikenal dengan strategi gerakan postural (Jalalin,

2000).

Dengan metodologi platform yang bergerak, telah dapat diidentifikasi paling

sedikit 3 jenis strategi respon postural reaktif yang digunakan untuk memulihkan

keseimbangan.

Sumber: (Jalalin, 2000)

Gambar 2.2 Strategi postural reaktif A. Strategi pergelangan kaki, B. Strategi

pinggul, C. Strategi menunda, D. Strategi melangkah.

Page 38: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

22

2.2.4.2 Strategi pergelangan kaki (ankel strategy)

Menggambarkan kontrol goyangan postural dari pergelangan kaki dan kaki.

Gerakan pusat gravitasi tubuh pada strategi pergelangan kaki dengan membangkitkan

putaran pergelangan kaki terhadap permukaan penyangga dan menetralkan sendi

lutut dan sendi panggul untuk menstabilkan sendi proksimal tersebut. Pada strategi

ini kepala dan panggul bergerak dengan arah dan waktu yang sama dengan gerakan

bagian tubuh lainnya diatas kaki. Pada respon goyangan ke belakang, respon sinergis

otot normal pada strategi ini mengaktivasi otot tibialis anterior, otot quadrisep diikuti

otot abdominal. Pada goyangan kedepan, mengaktifkan otot gastroknemius,

hamstring dan otot-otot ekstensor batang tubuh (Jalalin, 2000).

Strategi ini berguna apabila goyangan kecil, lambat dan dekat dengan garis

tengah. Strategi ini terjadi pada permukaan luas dan stabil. Cukup untuk memberikan

tekanan melawannya untuk menghasilkan gaya yang dapat mengimbangi goyangan

untuk stabilisasi tubuh (Jalalin, 2000).

2.2.4.3 Strategi pinggul (hip strategy)

Menggambarkan kontrol goyangan postural dari pelvis dan trunkus. Kepala dan

pinggul melalui arah yang berlawanan. Strategi pinggul, mengandalkan inertia dan

gerakan batang tubuh yang cepat untuk membangkitkan gaya gesek / gerakan

horizontal melawan landasan penyangga untuk menggerakkan pusat gravitasi. Pada

keadaan ini bila permukaan landasan penyangga digerakkan kebelakang, subyek

miring kedepan pada sendi panggul dengan mengaktifkan otot-otot abdominal dan

otot quadrisep, tibialis anterior. Strategi ini di observasi bila goyangan besar, cepat

Page 39: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

23

dan mendekati batas stabilitas, atau jika berdiri pada permukaan sempit dan tak stabil

untuk memberikan pengimbangan tekanan (Jalalin, 2000).

2.2.4.4 Strategi melangkah (straping strategy) dan menjangkau

Menggambarkan tahap dengan kaki atau menjangkau dengan lengan dalam

mencoba untuk memperbaiki landasan penyangga baru dengan mengaktifkan

anggota gerak bila titik berat melampaui landasan penyangga semula.

Strategi melangkah digunakan dalam respon terhadap gangguan yang

menyebabkan subyek goyang melebihi batas stabilitas. Dalam keadaan demikian

melangkah yang harus diambil untuk mendapatkan kembali keseimbangan (Jalalin,

2000).

2.2.4.5 Strategi menunda (suspensory strategy)

Menggambarkan keadaan menurunkan pusat gravitasi kearah dasar landasan

penyangga melalui gerakan flexi anggota gerak bawah secara bilateral, atau gerakan

berjongkok ringan. Dengan memperpendek jarak antara pusat gravitasi dan landasan

penyangga yang diperlukan agar dapat mengontrol kegiatan kombinasi stabilisasi dan

mobilisasi seperti pada saat menggapai benda dengan posisi berdiri (Jalalin, 2000).

2.3 Neuro Developmental Treatment

2.3.1 Pengertian

Neuro developmental treatment (NDT) merupakan salah satu pendekatan yang

paling umum digunakan untuk intervensi anak-anak dengan gangguan

perkembangan. Metode ini pertama kali digunakan untuk terapi anak-anak pada

kondisi cerebral palsy. Kemudian metode ini digunakan juga untuk kondisi

Page 40: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

24

gangguan perkembangan pada anak lainnya. Pendekatan NDT berfokus pada

normalisasi otot hypertone atau hypotone. Intervensi penanganan NDT melatih reaksi

keseimbangan, gerakan, dan fasilitasi. NDT adalah metode terapi yang populer

dalam pendekatan intervensi pada bayi dan anak-anak dengan disfungsi neuromotor

(Uyanik and Kayihan, 2013).

Neuro development treatment pertama kali dikenalkan dengan istilah pendekatan

Bobath yang dikembangkan oleh Berta Bobath seorang fisioterapis, dan dr. Karel

Bobath di akhir 1940-an, untuk memenuhi kebutuhan orang-orang dengan gangguan

gerak. NDT dianggap sebagai pendekatan management terapi yang komprehensif

karena di dalam metode latihannya mengajarkan ke fungsi motor sehari-hari yang

relevan. NDT biasanya dipakai untuk rehabilitasi pada bayi, cerebral palsy, DS dan

gangguan perkembangan motorik lainnya (Degangi and Royyen, 1994).

2.3.2 Dasar pemikiran neuro development treatment

Konsep dari metode neuro development treatment telah berkembang secara

empiris oleh Mrs. Bertha Bobath dari tahun 1942, dari pengamatan klinis yang

cermat pada kasus hemiplegi, cerebral palsy, DS dan gangguan perkembangan

motorik lainnya ia mengamati reaksi mereka saat sedang ditangani. dr. Karel Bobath

suaminya dan ahli saraf mencoba menemukan penjelasan teoritis dengan

mempelajari literatur neurofisiologis (Velickovic and Perat, 2004). NDT adalah

motode yang membangun kembali perkembangan otak, ini merupakan proses

berkesinambungan yang dipengaruhi oleh genetika, struktur dan fungsi otak maupun

dari interaksi lingkungan (Mayston, 2008).

Page 41: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

25

Neuro develompent treatment merupakan pendekatan holistik yang berkaitan

dengan kualitas pola koordinasi dan tidak hanya permasalahan pada fungsi otot.

Tidak hanya permasalahan sensory-motorik, tetapi juga masalah-masalah

perkembangan, persepsi-kognitif, emosional, masalah sosial dan fungsi dari

kehidupan sehari-hari juga. Perkembangan sensorik-motorik abnormal mengganggu

seluruh perkembangan anak (sensorik, persepsi-kognitif, psikologis). Kurangnya

masukan sensorik atau persepsi dapat bersifat primer (karena kerusakan otak).

Gangguan pengalaman sensorik-motor akan memperngaruhi postur kontrol dan body

awareness yang jelek (Velickovic and Perat, 2004).

Prinsip-prinsip NDT ialah dengan mengontrol dan menghambat gerakan

abnormal dan memberikan fasilitasi dan stimulasi untuk membentuk automatik

postural reactions. Terapis mengkombinasikan berbagai tehnik stumulasi untuk

mengurangi kelainan postural dan fasilitasi gerak dengan tujuan mengirimkan

berbagai pengalaman sensori-motor untuk melatih gerakan fungsional (Velickovic

and Perat, 2004).

2.3.3 Perkembangan konsep neuro develompent treatment dan aplikasinya

Pada tahun 1942, ketika dia sedang menangani pasien dengan hemiplegia, Mrs

Bobath menemukan bahwa dengan mencegah pola abnormal dapat mengurangi

spastisitas yang terjadi, membuat gerakan menjadi normal dan aktivitas fungsional

lebih baik pada pasien yang melalui penanganannya (Velickovic and Perat, 2004).

Perlu koordinasi untuk memperbaiki pola abnormal yang ditekankan pada

gerakan yang diinginkan dan dikendalikan. Mengoptimalkan kerja otot dalam

kegiatan sehari-hari dengan menggunakan tehnik fasilitasi yang diperlukan. Aktifitas

Page 42: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

26

tersebut mengakibatkan berkurangnya pola abnormal pada gangguan motorik. Untuk

menghambat pola postural dan gerakan abnormal pertama kita harus menggunakan

pola berlawanan dari pola pasien yang kemudian di modifikasi menjadi pola

campuran kemudian di adaptasi oleh gerakan tersebut. Misalnya dari pola flexi

karena koordinasi yang baik maka pola berubah menjadi extensi. Adaptasi aktif ini

mengakibatkan perubahan aktifitas seluruh tubuh ke pola yang lebih baik

(Velickovic and Perat, 2004).

2.3.4 Inhibisi, stimulasi dan fasilitasi

Setelah mendapatkan tonus postur yang baik, pasien perlu belajar untuk bergerak

dalam berbagai kombinasi ke pola gerakan normal. Mrs. Bobath mencari cara yang

memungkinkan agar pasien mendapatkan sensasi normal yang mana gerakan

fungsional meraka tidak pernah dikembangkan. Hanya dengan rasa mendekati pola

yang normal dengan gerakan aktif dan sedikit usaha pasien akan belajar untuk

merasakan itu (Velickovic and Perat, 2004).

Bobath mengakui pentingnya reaksi postural (righting dan equilibrium

reactions), berbagai reaksi postural dikoordinasikan pada pola tertentu untuk upaya

menimbulkan gerakan yang aktif atau otomatis. Metode ini dilakukan atas dasar

reaksi postural akan berkembang pada anak normal secara bertahap, selama beberapa

tahun pertama pertumbuhannya (Velickovic and Perat, 2004).

Bobath mengatakan bahwa selama perkembangan normal anak, pada awalnya

ada pengaruh refleks tonik yang kemudian menghilang dan ditekan oleh

pengembangan righting reactions. Kemudian di integrasikan ke dalam reaksi

keseimbangan dan voluntary movements. Pengetahuan ini membantu mereka

Page 43: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

27

melakukan latihan yang lebih dinamis fasilitasi urutan righting reactions, reaksi

keseimbangan dan reaksi otomatis lainnya (Velickovic and Perat, 2004).

Mrs. Bobath menemukan cara menggunakan key point of control (proximal,

kepala, bahu dan panggul) dimana pola abnormal dapat dikendalikan (dihambat),

saat itu terjadi distribusi tonus postural yang dapat dipengaruhi sementara, diwaktu

yang sama dapat diberikan fasilitasi pola gerakan normal dan tehnik stimulasi dapat

digunakan. Dari titik key point of control terapis dapat membimbing dan mengontrol

gerakan seluruh tubuh (Velickovic and Perat, 2004).

Fasilitasi adalah proses intervensi yang menggunakan tehnik perbaikan tonus

postural dalam aktifitas tujuan yang terarah. Pasien aktif dan terapis membimbing

dan mengendalikan kegiatan. Fasilitasi membuat gerakan lebih mudah “membuatnya

jadi mungkin” dan “membuatnya harus terjadi”. Terapis harus membuat gerakan

yang mudah bagi anak, menyenangkan dan aman, sehingga ia suka bergerak dan

termotivasi untuk melakukannya (Velickovic and Perat, 2004).

Kontrol inhibisi digunakan bersamaan dengan tehnik fasilitasi. Tehnik ini

digunakan untuk mengurangi disfungsional tonus, membuat pasien adaptasi dengan

gerakan yang efisien. Hal ini terjadi secara spontan karena pasien secara aktif terlibat

dalam gerakan fungsional dan otomatis terjadi reaksi postural. Pengobatan ini

dilakukan dengan "penanganan" dan didasarkan pada interaksi antara pasien dan

terapis (Velickovic and Perat, 2004).

Salah satu masalah terbesar dalam pengobatan anak-anak dengan DS adalah

untuk mendapatkan reaksi keseimbangan yang baik. Ini memiliki efek yang

merugikan pada saat mereka bergerak seperti mudah terjatuh jika mengalami

Page 44: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

28

gangguan gerak dari luar, merasa takut jika melewati undakan atau anak tangga. Hal

ini dapat diperbaiki atau dioptimalkan dengan lebih mudah jika anak mendapatkan

pengobatan / treatment lebih dini, karena dinilai lebih dapat mengikuti

perkembangan anak yang menyangkut banyaknya perubahan perkembangan yang

terjadi. Selama pengobatan / treatment itu terapis mengurangi bantuan dan

membiarkan anak aktif melakukan gerakan. Hal ini diperlukan untuk membentuk

kemandirian anak yang akhirnya memungkinkan ia mengontrol gerakan-gerakan

sendiri (Velickovic and Perat, 2004).

2.4 Sensory Integration

2.4.1 Pengertian

Sensory integration (SI) adalah sebuah proses otak alamiah yang tidak disadari.

Dalam proses ini informasi dari seluruh indera akan dikelola kemudian diberi arti

lalu disaring, mana yang penting dan mana yang diacuhkan. Proses ini

memungkinkan kita untuk berprilaku sesuai dengan pengalaman dan merupakan

dasar bagi kemampuan akademik dan prilaku sosial (Nanaholic, 2012).

Sensory integration adalah pengorganisasian sensasi untuk penggunaan sebuah

proses yang berlangsung di dalam otak yang memungkinkan kita memahami dunia

kita dengan menerima, mengenali, mengatur, menyusun dan menafsirkan informasi

yang masuk ke otak melalui indra kita. Pengintegrasian sensoris adalah dasar untuk

memberikan respon adaptif terhadap tantangan yang ditimbulkan oleh lingkungan

dan pembelajaran (Waluyo dan Surachman, 2012).

Page 45: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

29

Sensory integration adalah proses pengorganisasian masukan sensorik. Fungsi

pembelajaran tergantung pada kemampuan anak untuk memanfaatkan informasi

sensorik yang di dapat dari lingkungannya. Mengintegrasikan informasi kemudian

menjadi rencana adalah sebuah bentuk tujuan perilaku. Intervensi integratif sensorik,

stimulasi vestibular, pendekatan terapi perkembangan saraf merupakan metode yang

efektif digunakan sebagai terapi okupasi / fisioterapi (Uyanik and Kayihan, 2013).

Sensory integration merupakan proses mengenal, mengubah, dan membedakan

sensasi dari sistem sensory untuk menghasilkan suatu respons berupa “perilaku

adaptif bertujuan”. Pada tahun 1972, A. Jean Ayres memperkenalkan suatu model

perkembangan manusia yang dikenal dengan teori SI. Menurut teori Ayres, SI terjadi

akibat pengaruh input sensory, antara lain sensasi melihat, mendengar, taktil,

vestibular dan proprioseptif. Proses ini berawal dari dalam kandungan dan

memungkinkan perkembangan respons adaptif, yang merupakan dasar

berkembangnya ketrampilan yang lebih kompleks, seperti bahasa, pengendalian

emosi, dan berhitung. Adanya gangguan pada ketrampilan dasar menimbulkan

kesulitan mencapai ketrampilan yang lebih tinggi. Gangguan dalam pemrosesan

sensory ini menimbulkan berbagai masalah fungsional dan perkembangan, yang

dikenal sebagai disfungsi SI (Waiman dkk. 2011).

Dasar teori SI adalah adanya plastisitas sistem saraf pusat, perkembangan yang

bersifat progresif, teori sistem dan organisasi sistem saraf pusat, respons adaptif,

serta dorongan dari dalam diri (Waiman dkk. 2011).

Dasar rasional intervensi SI adalah konsep neuroplasitistas atau kemampuan

sistem saraf untuk beradaptasi dengan input sensori yang lebih banyak. Pengalaman

Page 46: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

30

Gambar 2.3 Pemrosesan Sensory

dan input sensory yang kaya akan memfasitasi perkembangan sinaptogenesis di otak.

Berdasarkan konsep progresi perkembangan, SI terjadi saat anak yang berkembang

mulai mengerti dan menguasai input sensory yang ia alami. Fungsi vestibular muncul

pada usia perkembangan 9 minggu dan membentuk refleks moro, sedangkan input

taktil mulai berkembang pada usia perkembangan 12 minggu untuk ekplorasi tangan

dan mulut. Sistem sensory akan terus mengalami perkembangan sejalan dengan

bertambahnya usia anak. Pada teori sistem dan organisasi sistem saraf pusat, proses

SI diyakini terjadi pada tingkat batang otak dan subkortikal. Proses yang lebih tinggi

di tingkat kortikal diperlukan untuk perkembangan praksis dan produksi respons

adaptif. Proses pada tingkat kortikal bergantung pada adekuat tidaknya fungsi dan

organisasi pusat otak yang lebih rendah (Waiman dkk. 2011).

Teori SI menekankan bahwa taktil, propioseptif, dan sistem vestibular

memberikan kontribusi pada perkembangan otot, reaksi otomatis dan emosional yang

menjadi baik. Pada saat bayi lahir muncul reflek-reflek premitif yang ditimbulkan

oleh pengolahan taktil, propioseptif dan sistem vestibular misalnya : rooting, grasp,

labirin reflek (Anonim, t.t).

2.4.2 Gangguan pemrosesan sensory

Sumber: (Waiman dkk. 2011)

Page 47: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

31

2.4.2.1 Sensory modulation disorder (SMD)

Modulasi sensory terjadi ketika susunan saraf pusat mengatur pesan saraf yang

timbul akibat rangsangan sensory. Pada SMD, anak mengalami kesulitan merespon

input sensory sehingga memberikan respon perilaku yang tidak sesuai. SMD terbagi

menjadi tiga subtipe, yaitu sensory overresponsive (SOR), sensory underresponsive

(SUR), dan sensory seeking/craving (SS) (Waiman dkk. 2011).

Anak dengan SOR berespons terhadap sensasi dengan lebih cepat, lebih intens,

atau lebih lama daripada yang sewajarnya. Sedangkan anak dengan SUR kurang

berespons atau tidak memperhatikan rangsangan sensory dari lingkungan. Hal ini

menyebabkan anak menjadi apatis atau tidak memiliki dorongan untuk memulai

sosialisasi dan eksplorasi. Pada tipe SS, anak seringkali merasa tidak puas dengan

rangsangan sensory yang ada dan cenderung mencari aktivitas yang menimbulkan

sensasi yang lebih intens terhadap tubuh, misalnya memakan makanan yang pedas,

bersuara yang keras, menstimulasi objek tertentu, atau memutar-mutar tubuhnya

(Waiman dkk. 2011).

2.4.2.2 Sensory-based motor disorder (SBMD)

Anak dengan SBMD memiliki gerakan postural yang buruk. Pada disfungsi ini,

anak mengalami kesalahan dalam menginterpretasikan input sensory yang berasal

dari sistem proprioseptif dan vestibular (Waiman dkk. 2011).

SBMD mempunyai dua subtipe, yaitu dispraksia dan gangguan postural. Pada

dispraksia, anak mengalami gangguan dalam menerima dan melakukan perilaku

baru. Anak dengan dispraksia memiliki koordinasi yang buruk pada motorik kasar,

dan motorik halus. Sedangkan pada gangguan postural, anak mengalami kesulitan

Page 48: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

32

untuk menstabilkan tubuh saat bergerak maupun saat beristirahat. Anak dengan

gangguan postural biasanya tampak lemah, mudah lelah, dan cenderung tidak

menggunakan tangan yang dominan secara konsisten (Waiman dkk. 2011).

2.4.2.3 Sensory discrimination disorder (SDD)

Anak dengan SDD mengalami kesulitan dalam menginterpretasi kualitas

rangsangan, sehingga anak tidak dapat membedakan sensasi yang serupa.

Diskriminasi sensori memungkinkan untuk mengetahui apa yang dipegang tangan

tanpa melihat, menemukan benda tertentu dengan hanya memegang, membedakan

tekstur atau bau-bauan tertentu atau mendengarkan sesuatu meskipun terdapat suara

lain di sekitarnya. SDD pada sistem penglihatan dan pendengaran dapat

menyebabkan gangguan belajar atau bahasa, sedangkan SDD pada sistem taktil,

proprioseptif dan vestibular menyebabkan gangguan kemampuan motorik (Waiman

dkk. 2011).

2.4.3 Prinsip terapi

Terapi SI bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengolahan dan

koordinasi masukan informasi sensorik dari sistem taktil (sentuhan), vestibular (rasa

gerakan), proprioseptif (perasaan posisi tubuh), visual (penglihatan), auditori

(pendengaran), penciuman (bau), dan gustatory (rasa). Beberapa area otak berkaitan

dengan pengolahan informasi dari panca indera (Wright, 2010).

Para ahli terapi SI dari Amerika Serikat telah menyusun konsensus tentang

elemen inti terapi SI. Waiman dkk. (2010) menganalisis apakah berbagai penelitian

yang menggunakan pendekatan terapi SI telah menerapkan elemen inti secara

konsisten. Dari 34 penelitian yang dianalisis, memperlihatkan bahwa sebagian besar

Page 49: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

33

peneliti secara eksplisit mendeskripsikan strategi intervensi yang tidak konsisten

dengan elemen inti terapi SI. Dari sepuluh elemen proses, hanya satu elemen yang

digunakan oleh semua studi, yaitu memberikan rangsangan sensory. Peneliti

menyatakan bahwa hal ini wajar karena memang semua penelitian yang

menggunakan prinsip SI akan memberikan rangsangan sensory yang sebesar-

besarnya.

Sumber: (Wright, 2010)

Gambar 2.4 Area Sensory di Otak

Setiap anak memiliki kemampuan yang unik, cara anak mengelola reaksi dari

lingkungan dan memilah informasi yang datang. Informasi sensory terus memasuki

otak dari 7 indera yang saling berkaitan. Terapi ini dirancang untuk kebutuhan anak

dan melibatkan intensif latihan fisik dan mental (Wright, 2010). Waiman dkk. (2011)

mengatakan terapi SI menekankan stimulasi pada tiga indera utama, yaitu taktil,

vestibular, dan proprioseptif. Ketiga sistem sensory ini memang tidak terlalu familiar

dibandingkan indera penglihatan dan pendengaran, namun sistem sensory ini sangat

penting karena membantu interpretasi dan respons anak terhadap lingkungan.

Page 50: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

34

2.4.3.1 Sistem taktil

Sistem taktil merupakan sistem sensory terbesar yang dibentuk oleh reseptor di

kulit, yang mengirim informasi ke otak terhadap rangsangan cahaya, sentuhan, nyeri,

suhu, dan tekanan. Sistem taktil terdiri dari dua komponen, yaitu protektif dan

diskriminatif, yang bekerja sama dalam melakukan tugas dan fungsi sehari-hari.

Hipersensitif terhadap stimulasi taktil, yang dikenal dengan tactile defensiveness,

dapat menimbulkan mispersepsi terhadap sentuhan, berupa respons menarik diri saat

disentuh, menghindari kelompok orang, menolak makan makanan tertentu atau

memakai baju tertentu, serta menggunakan ujung-ujung jari, untuk memegang benda

tertentu. Bentuk lain disfungsi ini adalah perilaku yang mengisolasi diri atau menjadi

iritabel. Bentuk hiposensitif dapat berupa reaksi kurang sensitif terhadap rangsang

nyeri, suhu, atau perabaan suatu objek. Anak akan mencari stimulasi yang lebih

dengan menabrak mainan, orang, perabot, atau dengan mengunyah benda.

Kurangnya reaksi terhadap nyeri dapat menyebabkan anak berada dalam bahaya

(Waiman dkk, 2011).

2.4.3.2 Sistem vestibular

Sistem vestibular terletak pada telinga dalam (kanal semisirkular) dan

mendeteksi gerakan serta perubahan posisi kepala. Sistem vestibular merupakan

dasar tonus otot, keseimbangan, dan koordinasi bilateral. Anak yang hipersensitif

terhadap stimulasi vestibular mempunyai respons fight atau flight sehingga anak

takut atau lari dari orang lain. Anak dapat bereaksi takut terhadap gerakan sederhana,

peralatan bermain di tanah, atau berada di dalam mobil. Anak dapat menolak untuk

digendong atau diangkat dari tanah, naik lift atau eskalator, dan seringkali terlihat

Page 51: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

35

cemas. Anak yang hiposensitif cenderung mencari aktivitas tubuh yang berlebihan

dan disengaja, seperti bergelinding, berputar-putar, bergantungan secara terbalik,

berayun-ayun dalam waktu lama, atau bergerak terus-menerus (Waiman dkk, 2011).

Aparatus vestibular merupakan organ yang mendeteksi sensasi keseimbangan.

Alat ini terdiri atas suatu sistem tabung tulang dan ruangan-ruangan yang terletak

dalam bagian petrosus (bagian seperti batu, bagian keras) dari tulang temporal yang

disebut tabung membran dan ruangan yang disebut labirin membranosa, yang

merupakan bagian fungsional dari aparatus ini. Kanalis semisirkularis, utrikulus, dan

sakulus, semuanya ini merupakan bagian integral dari mekanisme keseimbangan.

Kanalis semisirkularis dalam setiap aparatus vestibular terdapat tiga buah

kanalis semi sirkularis yang dikenal sebagai kanalis semisirkularis anterior,

posterior dan lateral (horizontal), yang tersusun tegak lurus satu sama lain, sehingga

ketiga kanalis ini terdapat dalam tiga bidang. Bila kepala tunduk kira-kira 30° ke

depan, maka kanalis semisirkularis lateral kira-kira terletak pada bidang horizontal

sesuai dengan permukaan bumi. Kemudian kanalis anterior akan terletak pada bidang

vertikal yang arah proyeksinya ke depan dan 45° ke luar, dan kanalis posterior juga

terletak pada bidang vertikal tapi proyeksinya ke belakang dan 45° ke luar.

Pada ujung akhir setiap kanalis semisirkularis terdapat pembesaran yang disebut

ampula, dan kanalis ini terisi oleh cairan kental yang disebut endolimfe. Aliran

cairan dari suatu kanalis ke ampula akan merangsang organ sensorik ampula. Pada

puncak krista ada massa gelatinosa, yang disebut kupala. Bila kepala mulai memutar

ke suatu arah, inersia cairan di dalam satu atau lebih kanalis semisirkularis akan

mempertahankan cairan untuk tetap seimbang sementara kanalis semisirkularis

Page 52: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

36

berputar searah dengan kepala. Di dalam kupala ada ratusan projeksi silia dari sel-sel

rambut yang terletak di sepanjang krista ampularis. Dari sel-sel rambut, sinyal yang

sesuai dikirimkan melalui nervus vestibularis untuk memberitahu sistem saraf pusat

mengenai perubahan kecepatan dan arah putaran kepala dalam tiga bidang ruangan

(Guyton and Jhon, 1987).

2.4.3.3 Sistem propioseptif

Sistem proprioseptif terdapat pada serabut otot, tendon, dan ligament, yang

memungkinkan anak secara tidak sadar mengetahui posisi dan gerakan tubuh.

Pekerjaan motorik kasar, seperti merayap, merangkak, atau berdiri bergantung pada

sistem propriosepsif yang efisien. Hipersensitif terhadap stimulasi proprioseptif

menyebabkan anak tidak dapat menginterpretasikan umpan balik dari gerakan dan

mempunyai kewaspadaan tubuh yang rendah. Tanda disfungsi sistem proprioseptif

adalah kecenderungan untuk jatuh dan kurang baiknya postur tubuh. Hiposensitif

sistem proprioseptif menyebabkan anak suka menabrak benda, menggigit, atau

membentur-benturkan kepala (Waiman dkk, 2011).

Sebagian besar informasi propioseptif penting diperlukan untuk menjaga

keseimbangan dijalarkan oleh reseptor-reseptor sendi leher. Bila kepala condong ke

salah satu sisi akibat menekuknya leher, maka impuls yang berasal dari propioseptor

leher dapat mencegah aparatus vesibular mencetuskan rasa ketidakseimbangan pada

seseorang. Caranya adalah dengan menjalarkan sinyal-sinyal yang berlawanan

dengan sinyal yang dijalarkan dari aparatus vestibular. Namun, bila seluruh tubuh

condong ke salah satu sisi, maka impuls yang berasal dari aparatus vestibular tidak di

tentang oleh sinyal dari propioseptor leher, sehingga pada keadaan ini orang itu akan

Page 53: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

37

merasakan adanya perubahan keadaan keseimbangan seluruh tubuh (Guyton and

Jhon, 1987).

Selain dari leher informasi propioseptif dari bagian tubuh lain juga penting untuk

menjaga keseimbangan. Contohnya, sensasi tekan berasal dari telapak kaki dapat

menjelaskan (a) apakah sudah ada pembagian berat yang merata diantara kedua kaki

dan (b) apakah berat tadi sudah condong ke depan atau ke belakang kaki (Guyton

and Jhon, 1987).

Page 54: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

38

Tabel 2.1

Element Inti Terapi Sensory Integration

Element Inti Deskripsi Sikap dan Prilaku Terapis

Memberikan

rangsangan sensory

Memberikan kesempatan pada anak untuk mengalami berbagai

pengalaman sensory, yang meliputi taktil, vestibular, dan/atau

proprioseptif ; intervensi yang diberikan melibatkan lebih dari

satu modalitas sensory.

Memberikan

tantangan yang

tepat

Memberikan aktivitas yang bersifat menantang, tidak terlalu

sulit maupun terlalu mudah, untuk membangkitkan respons

adaptif anak terhadap tantangan sensory dan praksis.

Kerjasama

menentukan

pilihan aktivitas

Mengajak anak berperan aktif dalam proses terapi,

memberikan kesempatan pada anak mengontrol aktivitas yang

dilakukan, tidak menetapkan jadwal dan rencana terapi tanpa

melibatkan anak.

Memandu

organisasi mandiri

Mendukung dan memandu anak untuk mengorganisasi perilaku

secara mandiri, memilih dan merencanakan perilaku yang

sesuai dengan kemampuan anak, mengajak anak untuk

berinisiatif, mengembangkan ide, dan merencanakan aktivitas.

Menunjang

stimulasi optimal

Menjamin lingkungan terapi yang kondusif untuk mencapai

atau mempertahankan stimulasi yang optimal, dengan

mengubah lingkungan atau aktivitas untuk menarik perhatian

anak, engagement, dan kenyamanan.

Menciptakan

konteks bermain

Menciptakan permainan yang membangun motivasi intrinsik

anak dan kesenangan dalam

beraktivitas; memfasilitasi atau mengembangkan permainan

objek, sosial, motorik, dan imaginatif.

Memaksimalkan

kesuksesan anak

Memberikan atau memodifikasi aktivitas sehingga anak dapat

berhasil pada sebagian atau seluruh aktivitas, yang

menghasilkan respons terhadap tantangan tersebut.

Menjamin

keamanan fisis

Meyakinkan bahwa secara fisik anak dalam kondisi aman,

dengan menggunakan peralatan terapi yang aman atau

senantiasa ditemani oleh terapis.

Mengatur ruangan

untuk interaksi

anak

Mengatur peralatan dan ruangan sehingga dapat memotivasi

anak untuk memilih dan terlibat dalam aktivitas.

Memfasilitasi

kebersamaan

dalam terapi

Menghormati emosi anak, memberikan pandangan positif

terhadap anak, menjalin hubungan dengan anak, serta

menciptakan iklim kepercayaan dan keamanan emosi. Sumber : (Waiman dkk, 2011)

Page 55: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

39

2.5 Sixteen Balance Test

Sixteen balance test (SBT) adalah rangkaian test sebanyak 16 Pengukuran

keseimbangan untuk anak DS yang telah mampu berjalan sendiri dan mampu

mengikuti instruksi sederhana.

Central of Gravity (COG) dari setiap peserta diukur dengan empat tes statis.

Keempat tes tersebut seperti tes berdiri pada permukaan lunak dengan mata terbuka

dan tertutup kemudian berdiri di permukaan keras dengan mata terbuka dan tertutup.

Nilai COG akan dihitung per detik yang dapat diketahui ketika peserta mampu

bertahan selama sepuluh detik (Villamonte, 2009).

Villamonte (2009) mengemukakan bahwa pada penelitiannya

merekomendasikan dari 16 test pengukuran keseimbangan ini hanya lima penilaian

keseimbangan yang dapat dilakukan dengan benar. Keuntungan menggunakan lima

tes adalah alat yang diperlukan sederhana dan dalam melakukannya tidak harus

fisioterapi atau tenaga kesehatan, tetapi orang tuapun mampu melakukan test

tersebut. Peserta memiliki kesulitan melakukan tiga tes yang tersisa dari subset

keseimbangan ini. Ketika melakukan loncatan diatas balok keseimbangan, peserta

sering akan mencoba untuk pergi sekitar tongkat, menendang tongkat, atau langkah

di lantai bukan balok. Test “heal-to-toe” berjalan pada garis lurus, sering ditemukan

peserta melangkah ke samping atau mereka tidak mampu mempertahankan posisi

dari satu langkah ke langkah berikutnya. Sambil berjalan di balok keseimbangan,

beberapa peserta mengambil satu langkah pada balok dan yang lainnya di lantai.

Kami melihat bahwa beberapa peserta yang lebih tua mampu menyelesaikan jumlah

maksimum langkah selama semua empat percobaan dari tes berjalan.

Page 56: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

40

Penelitian sebelumnya mengukur keseimbangan pada anak dengan DS

digunakan hanya lima dari enam belas test yang ada. Anak dengan DS terlalu sulit

untuk melakukan bagian test lain yang ada pada SBT ini. Test-test tersebut

diantaranya meliputi berdiri satu tungkai di lantai dan balok keseimbangan, berjalan

maju pada garis lurus dan balok keseimbangan, berjalan maju “heal-to-toe” pada

balok keseimbangan (Villamonte, 2009). Setiap tes akan dijelaskan di bawah ini:

2.5.1 Berdiri pada permukaan keras

Pasien berdiri di atas permukaan keras dengan mata terbuka dan lengan mereka

berada di sisi/samping tubuh. Pasien diminta untuk tetap berdiri tanpa melakukan

gerakan / langkah pada kaki selama 10 detik. Penilaian baik jika mampu

mempertahankan posisi tersebut tanpa gerakan selama 10 detik. Mampu

mempertahankan 0-3 detik (kurang), mampu mempertahankan 4-6 detik (cukup),

mampu mempertahankan 7-10 detik (baik).

2.5.2 Berdiri pada permukaan keras dengan mata tertutup

Pasien berdiri di atas permukaan keras dengan mata tertutup dan lengan mereka

berada di sisi/samping tubuh. Pasien diminta untuk tetap berdiri tanpa melakukan

gerakan / langkah pada kaki selama 10 detik. Penilaian baik jika mampu

mempertahankan posisi tersebut tanpa gerakan selama 10 detik. Mampu

mempertahankan 0-3 detik (kurang), mampu mempertahankan 4-6 detik (cukup),

mampu mempertahankan 7-10 detik (baik).

2.5.3 Berdiri pada permukaan lunak

Pasien berdiri di atas permukaan lunak dengan mata terbuka dan lengan mereka

berada di sisi/samping tubuh. Pasien diminta untuk tetap berdiri tanpa melakukan

Page 57: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

41

gerakan / langkah pada kaki selama 10 detik. Penilaian baik jika mampu

mempertahankan posisi tersebut tanpa gerakan selama 10 detik. Mampu

mempertahankan 0-3 detik (kurang), mampu mempertahankan 4-6 detik (cukup),

mampu mempertahankan 7-10 detik (baik).

2.5.4 Berdiri pada permukaan lunak dengan mata tertutup

Pasien berdiri di atas permukaan lunak dengan mata tertutup dan lengan mereka

berada di sisi/samping tubuh. Pasien diminta untuk tetap berdiri tanpa melakukan

gerakan / langkah pada kaki selama 10 detik. Penilaian baik jika mampu

mempertahankan posisi tersebut tanpa gerakan selama 10 detik. Mampu

mempertahankan 0-3 detik (kurang), Mampu mempertahankan 4-6 detik (cukup),

mampu mempertahankan 7-10 detik (baik).

2.5.5 Berdiri dengan 1 tungkai

Pasien berdiri dengan 1 tungkai dan tangan mereka di sisi/samping tubuh, 1

tungkai nya lagi diangkat dengan cara lutut di tekuk (flexi knee). Pasien diminta

untuk mempertahankan posisi ini selama mereka bisa. Penguji dapat merekam

kegiatan itu dengan vidio recorder atau menghitung detik menggunakan stopwatch.

Skor maksimum adalah 10 detik. 0-3 detik = kurang | 4-6 detik = cukup | 7-10 = baik.

2.5.6 Berdiri dengan 1 tungkai diatas balok keseimbangan

Pasien berdiri dengan 1 tungkai diatas balok keseimbangan (lebar 10 cm) dan

lengan mereka berada di sisi/samping tubuh, 1 tungkai nya lagi diangkat dengan cara

lutut di tekuk (flexi knee). Pasien diminta untuk mempertahankan posisi ini selama

mereka bisa. Penguji dapat merekam kegiatan itu dengan vidio recorder atau

Page 58: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

42

menghitung detik menggunakan stopwatch. Skor maksimum adalah 10 detik. 0-3

detik = kurang | 4-6 detik = cukup | 7-10 = baik.

2.5.7 Berdiri dengan 1 tungkai diatas balok keseimbangan dengan mata

tertutup

Pasien berdiri dengan 1 tungkai diatas balok keseimbangan (lebar 10 cm) dengan

mata tertutup, lengan mereka berada di sisi/samping tubuh, 1 tungkai nya lagi

diangkat dengan cara lutut di tekuk (flexi knee). Pasien diminta untuk

mempertahankan posisi ini selama mereka bisa. Penguji dapat merekam kegiatan itu

dengan vidio recorder atau menghitung detik menggunakan stopwatch. Skor

maksimum adalah 10 detik. 0-3 detik = kurang | 4-6 detik = cukup | 7-10 = baik.

2.5.8 Time up and go test

Tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan empat tugas lokomotor yang

berbeda. Pasien dalam posisi duduk kemudian diminta berjalan (3 m), berbalik-

kembali ke kursi, berbalik dan duduk. Penguji dapat merekam kegiatan itu dengan

vidio recorder atau menghitung detik menggunakan stopwatch. Skor maksimum

adalah 15 detik. 0-5 detik = kurang | 6-10 detik = cukup | 11-15 = baik

2.5.9 Berjalan maju pada garis

Pasien diminta untuk berjalan maju pada garis dan lengan mereka berada di

sisi/samping tubuh. Garis dibuat dengan menggunakan selotip (lebar = 5 cm dan

panjang 3 m) ditempelkan ke lantai. Penguji dapat merekam kegiatan itu dengan

vidio recorder. Skor maksimal adalah enam langkah. 0-2 langkah = kurang | 3-4

langkah = cukup | 5-6 = baik.

Page 59: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

43

2.5.10 Berjalan maju diatas balok keseimbangan

Pasien diminta untuk berjalan maju diatas balok keseimbangan (lebar 10 cm dan

panjang 3 m). Penguji dapat merekam kegiatan itu dengan vidio recorder. Skor

maksimal adalah enam langkah. 0-2 langkah = kurang| 3-4 langkah = cukup | 5-6 =

baik.

2.5.11 Berjalan maju “heel-to-toe” pada garis

Pasien diminta untuk berjalan maju “heel-to-toe” pada garis dan lengan mereka

berada di sisi/samping tubuh. Garis dibuat dengan menggunakan selotip (lebar = 5

cm dan panjang 3 m) ditempelkan ke lantai. Penguji dapat merekam kegiatan itu

dengan vidio recorder. Skor maksimal adalah enam langkah. 0-2 langkah = kurang|

3-4 langkah = cukup | 5-6 = baik.

2.5.12 Berjalan maju “heel-to-toe” pada balok keseimbangan

Pasien diminta untuk berjalan maju “heel-to-toe” diatas balok keseimbangan

(lebar 10 cm dan panjang 3 m). Penguji dapat merekam kegiatan itu dengan vidio

recorder. Skor maksimal adalah enam langkah “heel-to-toe”. 0-2 langkah = kurang|

3-4 langkah = cukup | 5-6 = baik.

2.5.13 Berdiri ke duduk

Dari posisi duduk, Pasien tidak boleh berpegangan pada kursi. Diminta berdiri

kemudian duduk lagi. Test ini untuk mengukur kemampuan pasien dalam

menstransfer berat badan ketika berdiri kemudian turun ke duduk menggunakan

extensor lutut dan punggung bawah. Penilaian Baik jika mampu melakukan duduk

berdiri hingga 10 kali dalam 20 detik. Dapat duduk berdiri 0-3 kali (kurang), dapat

duduk berdiri 4-6 kali (cukup), dapat duduk berdiri 7-10 kali (baik).

Page 60: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

44

2.5.14 Melangkahi balok keseimbangan

Pasien diminta untuk berjalan maju melangkahi balok keseimbangan (lebar 10

cm) dan lengan mereka berada di sisi/samping tubuh. Ketinggian balok adalah 3cm

dibawah lutut/pattela pasien. Penguji dapat merekam kegiatan itu dengan vidio

recorder. Skor maksimal adalah mampu melangkahi balok keseimbangan tanpa

menyentuh balok keseimbangan. Tidak dapat melangkahi balok keseimbangan =

kurang (2), dapat melangkahi namun menyentuh balok keseimbangan = cukup (4),

dapat melangkahi balok keseimbangan tanpa menyentuh balok keseimbangan = baik

(6).

2.5.15 Maju menggapai benda

Tes ini untuk melihat stabilitas panggul. Diminta untuk tidak mengambil

langkah atau maju kedepan. Pasien diminta untuk berdiri tegak dan meluruskan

lengannya (horizontal flexi shoulder) kemudian beri jarak pada dinding (30cm) ke

tangan. Terapis memberikan mainan / benda didepannya dan meminta pasien

meraihnya. Penilaian pada COG (Center Of Grafity) pada panggul. Lihat apakah ada

perubahan (melangkah dari tempat semula). Melangkah = kurang (2), melangkah dan

kembali pada posisi semula = cukup (4), tidak melangkah = baik (6).

2.5.16 Berputar 360°

Test ini mengukur kemampuan untuk melakukan putaran sampai 360.

Pengujian dilakukan dua kali yaitu berputar ke kiri kemudian berputar ke kanan.

Penilaian baik jika mampu melakukan putaran hingga 360. Tidak dapat berputar /

berputar <180 = kurang (2), dapat perputar >180 = cukup (4), dapat perputar 360

= baik (6) (Villamonte, 2009).

Page 61: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

45

BAB III

KERANGKA BERFIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Berfikir

Pada anak down syndrome (DS) mempunyai banyak keterbatasan salah satunya

adalah permasalahan pada keseimbangan. Hal tersebut dikarenakan anak DS

memiliki kelainan fisik seperti tonus otot yang rendah, joint laxity, flat foot, kontrol

postur yang rendah. Untuk memiliki keseimbangan yang baik tentu harus memiliki

kontrol postur yang bagus, kekuatan otot dan stabilitas sendi anggota gerak bawah

harus memadai. Center of gravity termasuk bagian penting dalam menjaga

keseimbangan tubuh. Center of gravity adalah titik berat tubuh atau lokasi titik berat

pada manusia. Selain itu sistem vestibular, propioseptif dan taktil juga sangat

berpengaruh untuk menjaga tubuh agar tetap seimbang.

Dalam prakteknya anak DS sering sekali terlihat tidak dapat memepertahankan

tubuhnya ketika mendapatkan gangguan keseimbangan, seperti ketika mereka sedang

turun dari undakan atau tangga, mereka harus duduk dulu untuk menuruni undakan

atau tangga tadi, kemudian ketika mereka sedang berdiri lalu memperoleh sedikit

dorongan dari luar, anak DS tidak dapat mempertahankan posturnya untuk tetap

tegak, mereka cendrung memilih untuk duduk dibanding mempertahankan postur

tubuh mereka.

Kejadian diatas ada kaitannya dengan keadaan fisik anak DS yang mempunyai

tonus otot yang rendah, joint laxity, flat foot, kontrol postur yang rendah. Untuk

Page 62: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

46

mengoptimalkan keadaan fisik yang terjadi pada DS membutuhkan latihan neuro

develompental treatment dan latihan sensory integration.

Pemberian latihan dengan neuro developmental treatment dapat membentuk dan

mengoptimalkan kelemahan tonus otot dan juga membantu memperbaiki kontrol

postur yang rendah pada anak DS. Kemudian latihan dengan sensory integration

dapat memberikan input-input vestibular, propioseptif dan taktil. Pemberian input-

input tesebut sangat erat kaitannya dengan keseimbangan yang pada akhirnya jika

pemberian latihan itu diberikan akan meningkatkan keseimbangan berdiri anak DS.

3.2 Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep

Page 63: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

47

3.3 Hipotesis

1. Metode neuro developmental treatment meningkatkan keseimbangan berdiri

pada anak down syndrome di Klinik Griya Fisio Bunda Novy Yogyakarta.

2. Kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

meningkatkan keseimbangan berdiri pada anak down syndrome di Klinik Griya

Fisio Bunda Novy Yogyakarta.

3. Kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration lebih baik

daripada hanya neuro developmental treatment untuk meningkatkan

keseimbangan berdiri anak down syndrome di Klinik Griya Fisio Bunda Novy

Yogyakarta.

Page 64: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

48

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian yang

digunakan adalah Randomized Pre and Post Test Group Design yaitu

membandingkan antara perlakuan dua kelompok. Kelompok pertama yaitu

kombinasi neuro development treatment. Kelompok kedua yaitu neuro develoment

treatment dan sensory integration. Masing-masing kelompok terdiri dari 9 orang.

Sehingga dapat disusun suatu rancangan penelitian sebagai berikut:

Gambar 4.1 Rancangan Penelitian

Keterangan :

P : Populasi

S : Sampel

R : Randomisasi

RA : Random Alokasi

KP-1 : Kelompok perlakuan-1 (Metode NDT untuk meningkatkan keseimbangan

bediri)

KP-2 : Kelompok perlakuan-2 (Metode NDT dan SI untuk meningkatkan

keseimbangan bediri)

Page 65: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

49

O1 : Obsevasi data awal keseimbangan bediri pada kelompok-1 (Metode NDT

untuk meningkatkan keseimbangan bediri)

O2 : Obsevasi data akhir keseimbangan berdiri pada kelompok-1 (Metode NDT

untuk meningkatkan keseimbangan bediri)

O3 : Obsevasi data awal keseimbangan berdiri pada kelompok-2 (Metode NDT

dan SI untuk meningkatkan keseimbangan bediri)

O4 : Obsevasi data akhir keseimbangan berdiri pada kelompok 2 (Metode NDT

dan SI untuk meningkatkan keseimbangan bediri)

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada Klinik Griya Fisio Bunda Novy Yogyakarta selama 2

bulan terhitung mulai bulan Mei sampai Juni 2013. Perlakuan yang diberikan pada

responden dilakukan sebanyak dua kali seminggu selama 60 menit pada jam kerja

Klinik Griya Fisio Bunda Novy Yogyakarta, mulai pukul 08.00-18.00 WIB.

4.3 Penentuan Sumber Data

4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah anak DS yang mengalami gangguan

keseimbangan berdiri kemudian diberikan NDT yang dibandingkan dengan

kombinasi NDT dan SI, klasifikasinya yaitu : Anak yang mengalami permasalahan

keseimbangan berdiri yang disebabkan oleh down syndrome.

4.3.2 Sampel

Sampel penelitian dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

sebagai berikut:

4.3.2.1 Kriteria inklusi

1. Bersedia sebagai subjek penelitian dari awal sampai akhir, dengan

menandatangani surat persetujuan bersedia sebagai sampel.

Page 66: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

50

2. Anak dengan diagnosis down syndrome yang mempunyai masalah

keseimbangan berdiri sesuai dengan pemeriksaan keseimbangan pada penelitian

ini.

4.3.2.2 Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi adalah sampel yang tidak memenuhi kriteria inklusi, karena

sesuatu keadaan dikeluarkan dari sampel, antara lain tidak menyetujui persetujuan

sebagai sampel, bukan anak dengan diagnosis down syndrome, anak down syndrome

yang tidak mempunyai masalah keseimbangan berdiri.

4.3.3 Besar sampel

Untuk menentukan besaran sampel maka digunakan rumus Pocock (2008)

sebagai berikut :

Keterangan :

n = jumlah sampel

σ = simpang baku

µ1 = rerata nilai pada kelompok kontrol

µ2 = rerata nilai pada kelompok perlakuan

α = tingkat kesalahan I (ditetapkan 0,05) ;

interval kepercayaan (1 – α) = 0,95

β = tingkat kesalahan II (ditetapkan 0,20)

tingkat kekuatan uji/power of test 0,80

= interval kepercayaan 7,9 (sesuai tabel Pocock)

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Alireza di Faculty Of

Medicine, Baqiyatallah University Of Medical Sciences, Tehran, Iran, tahun 2010,

diperoleh nilai rerata µ1 = 102,7 dan standar deviasi σ = 10,7, sedangkan kelompok

perlakuan µ2 = 117,6. Dengan demikian dapat dihitung besaran sampel sebagai

berikut :

ᶴ (α.β)

Page 67: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

51

n = x 7,9

n = x 7,9

n = x 7,9

n = 1,03 x 7,9

n = 8,137 (dibulatkan 9)

n = 9 + 10%

n = 9 + 0,9

n = 9,9

Jadi, berdasarkan hasil perhitungan sampel diatas diperoleh jumlah sampel awal

sebanyak 8,137 atau dibulatkan menjadi 9 orang, untuk mengantisipasi pengguguran

responden maka hasil awal sampel di tambah 10% (0,9), 9+0,9 = 9,9 dibulatkan

menjadi 10. Hasil rumusan diatas, dapat disimpulkan bahwa setiap kelompok

memiliki jumlah sampel 10 orang. Kelompok pertama 10 orang dan kelompok kedua

10 orang, sehingga total sampel pada dua kelompok sebanyak 20 orang.

4.3.4 Teknik pengambilan sampel

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara sebagai berikut:

4.3.4.1 Melakukan pemilihan sejumlah sampel dari seluruh polulasi anak dengan

diagnosa down syndrome di Klinik Griya Fisio Bunda Novy Yogyakarta

berdasarkan kriteria inklusi.

2 (10,7)2

(117,6 – 102,7)2

2 (114,49)

(14,9)2

228,98

222,01

Page 68: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

52

4.3.4.2 Jumlah sampel yang terpilih, diseleksi lagi berdasarkan kriteria ekslusi.

Sampel yang termasuk dalam kriteria penelitian ini hanya didapatkan 18 anak

down syndrome yang sesuai dengan kriteria inklusi penelitian ini.

4.3.4.3 Mengadakan pemilihan besar sampel sebanyak 18 anak secara acak

sederhana dari subjek yang terpilih tersebut (subjek yang memenuhi kriteria

inklusi dan ekslusi diberi nomor urut yang berbeda sebanyak 18 anak).

4.3.4.4 Melakukan pembagian kelompok menjadi dua kelompok masing-masing

kelompok sejumlah 9 anak. Pembagian kelompok dilakukan dengan cara

acak sederhana. Selanjutnya kelompok-1 akan menerima perlakuan metode

NDT dan kelompok-2 akan menerima perlakuan kombinasi metode NDT dan

SI.

4.4 Variabel Penelitian

4.4.1 Variabel bebas yang akan diteliti adalah kombinasi metode neuro development

treatment dan sensory integration

4.4.2 Variabel terikat gangguan keseimbangan berdiri

4.5 Definisi Operasional Variabel

4.5.1 Inhibisi

Suatu upaya untuk meningkatkan tonus otot tehniknya disebut reflek inhibitory

patternt. Perubahan tonus postural dan patternt dapat membangkitkan otot-otot

yang hypotone pada anak down syndrome. Membangkitkan sikap tubuh yang

normal dengan tehnik reflek inhibitory patternt.

Page 69: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

53

Gambar 4.2 Tehnik Inhibisi

Keterangan gambar :

Posisikan tengkurap anak diatas bola gym usahakan anak untuk mengangkat

badannya sendiri dari tengkurap ke duduk. Terapis memberikan suport atau

tahanan pada panggul anak. Sedikit dorongan diberikan pada bagian sisi lateral

shoulder. Lihat reaksi anak, jika merespon dorongan perlahan-lahan dikurangi

dan dibiarkan untuk bangkit sendiri. Dari usaha ini lah peningkatan tonus otot

dapat meningkat.

4.5.2 Fasilitasi

Fasilitasi adalah upaya mempermudah reaksi-reaksi automatik dan gerak

motorik yang mendekati gerak normal dengan tehnik key point of control yang

bertujuan untuk memperbaiki tonus postural yang normal, untuk

mengembangkan dan memelihara tonus postural normal, untuk memudahkan

gerakan-gerakan yang disengaja ketika diperlukan dalam aktifitas sehari-hari.

Page 70: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

54

Gambar 4.3 Tehnik Fasilitasi

Keterangan gambar :

Mempermudah gerakan motorik misalnya pada saat merangkak seperti pada

gambar diatas. Terapis memberikan bantuan pada panggul atau koreksi postur

dengan memperbaiki perubahan-perubahan yang merusak postur normal.

4.5.3 Stimulasi

Stimulasi yaitu upaya untuk memperkuat dan meningkatkan tonus otot melalui

proprioseptif dan taktil. Berguna untuk meningkatkan reaksi pada anak,

memelihara posisi dan pola gerak yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi secara

automatik.

Keterangan gambar:

Posisikan anak dari kneeling ke berdiri berikan pancingan berupa mainan-

mainan diatas meja agar ia mau berusaha untuk berdiri dan terapis tetap

memberikan sedikit suport (diberikan disisi lateral panggul) agar anak lebih

yakin dan berusaha untuk berdiri. Setelah itu lepas suport yang terapis berikan

pada sisi lateral panggul tadi dengan tujuan menimbulkan reaksi tubuh untuk

Page 71: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

55

tetap mempertahankan posisi tersebut. Hal seperti ini akan meningkatkan tonus

postural, meningkatkan rasa sendi (propioseptif) dan meningkatkan rasa

sentuhan (taktil) yang ia peroleh dari posisi tersebut.

Sumber: (Anonim, 2012)

Gambar 4.4 Tehnik Stimulasi

4.5.4 Input taktil

Pada dasarnya pemberian input taktil hanya memberikan rangsangan dari kulit

dapat berupa menyikat telapak kaki dengan sikat SI, merasakan dinginnya

lantai, merasakan hangatnya karpet, merasakan lembutnya malam / playdough /

lilin.

Gambar 4.5 Input Taktil

Page 72: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

56

4.5.5 Input propioseptif

Pada prinsipnya pemberian input propioseptif ialah memberikan rasa sendi.

Rasa sendi disini dimaksudkan agar anak mengenal sendi yang ia punya,

bahwa sendi dapat menekuk, bahwa sendi dapat menopang tubuh atau berat

badannya.

Gambar 4.6 Input Propioseptif

4.5.6 Input vestibular

Pada dasarnya pemberian input vestibular ialah memberikan rasa

keseimbangan tubuh kemudian muncul reaksi proteksi dari tubuh untuk tetap

mempertahankan tubuh agar tidak jatuh.

Gambar 4.7 Input Vestibular

Page 73: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

57

4.5.3 Pada anak DS mempunyai banyak keterbatasan dan gangguan salah satunya

yaitu gangguan pada keseimbangan berdiri. Anak DS akan dilihat dari berbagai

aspek yang dapat masuk menjadi responden dalam penelitian ini. Mengalami

masalah pada perkembangan motoriknya, kontrol postur yang kurang baik,

memiliki masalah dalam pengintegrasian sensory seperti gangguan sistem

vestibular, taktil dan propioseptif.

Gambar 4.8 Down Syndrome With Balance Standing Deficit

4.5.4 Keseimbangan berdiri adalah kemampuan untuk mempertahankan

keseimbangan tubuh ketika berdiri yang ditempatkan diberbagai posisi. Bagi

anak DS keseimbangan berdiri menjadi sukar untuk dipertahankan karena

basic kemampuan dasar anak DS yang lemah, seperti hipotone, join laxity,

gangguan vestibular, taktil, dan propioseptif.

Keseimbangan berdiri anak DS akan diukur dengan sixteen balance test (SBT),

yaitu rangkaian test sebanyak 16 pengukuran keseimbangan untuk anak DS

yang telah mampu berjalan sendiri dan mampu mengikuti instruksi sederhana

(lampiran 4). Penilaian sixteen balance test dinilai dari detik dan langkah, skor

Page 74: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

58

terbaik adalah 143. Nilai tersebut akumulasi dari 16 rangkaian test. Test

tersebut berupa 16 rangkaian test dimana subjek harus melakukan test-test

sebanyak 16 yang terdapat di dalam SBT. Rangkaian test SBT statis ialah: 1)

berdiri pada permukaan keras, 2) berdiri pada permukaan keras dengan mata

tertutup, 3) berdiri pada permukaan lunak, 4) berdiri pada permukaan lunak

dengan mata tertutup, 5) berdiri dengan 1 tungkai, 6) berdiri dengan 1 tungkai

diatas balok keseimbangan, 7) berdiri dengan 1 tungkai diatas balok

keseimbangan dengan mata tertutup. Poin 1-7 dapat diberikan skala 0-10 detik.

8) Time up and go test. Poin 8 dapat diberikan skala 0-15 detik. 9) Berjalan

maju pada garis, 10) Berjalan maju diatas balok keseimbangan, 11) Berjalan

maju “heel-to-toe” pada garis, 12) Berjalan maju “heel-to-toe” pada balok

keseimbangan, 13) Berdiri ke duduk, 14) Melangkahi balok keseimbangan, 15)

Maju menggapai benda, 16) Berputar ke kiri dan kanan 360°.

4.6 Instrumen Penelitian

Tabel 4.1

Instrumen Penelitian yang digunakan

No. Jenis Alat

1 Bola Gym

2 Balance Standing Box

3 Sikat Sensory Integration

4 Balok keseimbangan

5 StopWatch

6 Kursi

7 Mainan

8 Perosotan

9 Matras

4.7 Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian terdiri dari tahap-tahap penelitian, dapat dijelaskan sebagai

berikut:

Page 75: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

59

4.7.1 Tahap persiapan

Tahap persiapan menyangkut:

4.7.1.1 Studi kepustakaan dari buku, jurnal, browsing, internet dan lain-lain yang

relevan dengan topik penelitian.

4.7.1.2 Mengurus surat-surat penelitian persetujuan penelitian kepada Direktur

Klinik Griya Fisio Bunda Novy Yogyakarta.

4.7.1.3 Melakukan penentuan sampel secara acak sederhana dengan cara undian,

berdasarkan metode dan kriteria yang telah ditentukan.

4.7.1.4 Meminta persetujuan penelitian kepada bagian manager Direktur Klinik

Griya Fisio Bunda Novy Yogyakarta.

4.7.1.5 Membuat jadwal pelaksanaan penelitian

4.7.1.6 Mengadakan pelatihan pengukuran SBT dengan teman-teman yang akan

membantu dalam pelaksanaan penelitian

Gambar 4.9 Pelatihan Sixteen Balance Test

4.7.1.7 Menyiapkan alat-alat ukur yang baku dan punya ketelitian yang dapat

dipercaya dan diakui secara ilmiah.

Page 76: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

60

4.7.2 Tahap pengambilan data awal

4.7.2.1 Melakukan penelitian kombinasi NDT dan SI pada anak DS dengan

gangguan keseimbangan berdiri kemudian. Pelaksanaan yang dilakukan

sebanyak dua kali seminggu selama 60 menit dilakukan selama 2 bulan.

Setelah itu akan dievaluasi menggunakan pengukuran SBT untuk

mengetahui perubahan yang terjadi pada keseimbangan berdiri.

4.7.2.2 Melakukan penelitian perbandingan antara NDT dibandingkan dengan

kombinasi NDT dan SI. Perlakuan terapi dilakukan sebanyak dua kali

seminggu selama 60 menit dilakukan selama 2 bulan. Setelah itu akan

dievaluasi menggunakan pengukuran SBT untuk mengetahui perubahan

yang terjadi pada keseimbangan berdiri.

4.7.3 Tahap pemilihan dan penentuan sampel

Prosedur pemilihan dan penentuan sampel menyangkut:

4.7.3.1 Semua responden yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai

sampel diberikan nomor urut yang berbeda.

4.7.3.2 Selanjutnya sampel dipilih secara acak sederhana dengan menggunakan

teknik undian genap dan ganjil. Jumlahnya sesuai dengan hasil perhitungan

yang diperoleh berdasarkan penelitian pendahuluan.

4.7.3.3 Melakukan pembagian kelompok secara acak sederhana, dengan teknik

undian sebanyak dua kelompok, yang masing-masing kelompok

beranggotakan 9 orang.

Page 77: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

61

4.7.4 Tahap pelaksanaan penelitian

Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan

penelitian ini adalah sebagai berikut:

4.7.4.1 Sebelum pelaksanaan penelitian orang tua responden diberikan penjelasan

tentang tujuan dan manfaat penelitian, jadwal dan tempat penelitian,

tatalaksana penelitian, dan hak-hak subjek dalam pelaksanaan penelitian.

4.7.4.2 Tindakan terapi dengan NDT yang akan dilakukan selama 60 menit dengan

menggunakan tehnik-tehnik fasilitasi, inhibisi dan stimulasi.

4.7.4.3 Tindakan terapi dengan metode NDT dan SI yang akan dilakukan selama 60

menit dengan menggunakan tehnik-tehnik fasilitasi, inhibisi, stimulasi.

Kemudian pemberian input-input vestibular, propioseptif dan taktil.

Page 78: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

62

4.7.5 Alur penelitian

Gambar 4.10 Bagan Alur Penelitian

Page 79: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

63

4.8 Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut:

4.8.1 Karakeristik subjek untuk mengetahui kondisi fisik subjek penelitian

meliputi: umur, jenis kelamin, tinggi badan dan berat badan yang datanya

diambil sebelum diberikan perlakuan.

4.8.2 Uji homogenitas data dengan levene test, bertujuan untuk mengetahui varian

nilai peningkatan keseimbangan berdiri sebelum dan setelah perlakuan pada

kedua kelompok, kemudian untuk mengetahui adanya varian umur, jenis

kelamin, tinggi badan dan berat badan. Batas kemaknaan yang digunakan

adalah p = 0,05. Dengan pengujian hipotesis Ho diterima bila p>0,05 maka

data homogen dan Ho ditolak bila nilai p<0,05 berarti data tidak homogen.

Ho: Tidak ada perbedaan peningkatan keseimbangan berdiri anak DS

sebelum dan setelah perlakuan kedua kelompok dan tidak memiliki

perbedaan umur, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan pada kedua

kelompok.

Ha: Ada perbedaan peningkatan keseimbangan berdiri anak DS sebelum dan

setelah perlakuan kedua kelompok dan memiliki persamaan umur, jenis

kelamin, tinggi badan, berat badan pada kedua kelompok.

4.8.3 Uji normalitas data dengan shapiro wilk test, bertujuan untuk mengetahui

distribusi data peningkatan keseimbangan berdiri sebelum dan setelah

perlakuan pada kedua kelompok. Batas kemaknaan yang digunakan adalah p

= 0,05. Jika hasilnya p>0,05 maka dikatakan bahwa data berdistribusi normal

dan apabila p<0,05 menunjukan bahwa data tidak berdistribusi normal.

Page 80: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

64

4.8.4 Uji komparasi data sebelum dan setelah perlakuan terhadap keseimbangan

berdiri anak DS pada kelompok-1 (NDT) dengan menggunakan uji komparasi

parametrik (paired sampel t-test) karena data berdistribusi normal. Batas

kemaknaan yang digunakan adalah p = 0,05. Ho diterima bila nilai p>0,05,

sedangkan Ho ditolak bila nilai p<0,05.

Ho: Tidak ada perbedaan peningkatan keseimbangan berdiri anak DS

sebelum dan setelah perlakuan kelompok-1 (NDT).

Ha: Ada perbedaan peningkatan keseimbangan berdiri anak DS sebelum dan

setelah perlakuan kelompok-1 (NDT).

4.8.5 Uji komparasi data sebelum dan setelah perlakuan terhadap keseimbangan

berdiri anak DS pada kelompok 2 (kombinasi NDT dan SI) dengan

menggunakan uji komparasi parametrik (paired sample t-test) karena data

berdistribusi normal. Batas kemaknaan yang digunakan adalah p = 0,05. Ho

diterima bila nilai p>0,05, sedangkan Ho ditolak bila nilai p<0,05.

Ho: Tidak ada perbedaan peningkatan keseimbangan berdiri anak DS

sebelum dan setelah perlakuan kelompok-2 (kombinasi NDT dan SI).

Ha: Ada perbedaan peningkatan keseimbangan berdiri anak DS sebelum dan

setelah perlakuan kelompok-2 (kombinasi NDT dan SI).

4.8.6 Uji kompabilitas data pada kedua kelompok sebelum perlakukan dengan

menggunakan uji parametrik (independent sample t-test) karena data

berdistribusi normal. Uji ini bertujuan untuk membandingkan rerata hasil

peningkatan keseimbangan berdiri kedua kelompok sebelum perlakuan. Batas

Page 81: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

65

kemaknaan yang digunakan adalah p = 0,05. Dengan pengujian hipotesa Ho

diterima bila nilai p>0,05, sedangkan Ho ditolak bila nilai p<0,05.

Ho: Tidak ada perbedaan peningkatan keseimbangan berdiri anak DS

sebelum perlakuan kedua kelompok.

Ha: Ada perbedaan peningkatan keseimbangan berdiri anak DS setelah

perlakuan kedua kelompok.

4.8.7 Uji kompabilitas data pada kedua kelompok setelah perlakukan dengan

menggunakan uji parametrik (independent sample t-test) karena data

berdistribusi normal. Uji ini bertujuan untuk membandingkan rerata hasil

peningkatan keseimbangan berdiri kedua kelompok setelah perlakuan. Batas

kemaknaan yang digunakan adalah p = 0,05. Dengan pengujian hipotesis Ho

diterima bila nilai p>0,05, sedangkan Ho ditolak bila nilai p<0,05.

Ho: Tidak ada perbedaan peningkatan keseimbangan berdiri anak DS setelah

perlakuan kedua kelompok.

Ha: Ada perbedaan peningkatan keseimbangan berdiri anak DS setelah

perlakuan kedua kelompok.

Page 82: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

66

BAB V

HASIL PENELITIAN

Penelitian yang telah dilaksanakan di Klinik Griya Fisio Bunda Novy

Yogyakarta, selama dua bulan menggunakan rancangan eksperimental terhadap dua

kelompok, dengan jumlah populasi 38 orang dan sampel yang sesuai dengan kriteria

inklusi 18 orang, sampel dibagi menjadi dua kelompok, masing-masing kelompok

terdiri dari 9 orang. Dari hasil intervensi yang telah dilakukan terhadap dua

kelompok. Kelompok-1 metode neuro developmental treatment (NDT) dengan

selama 6 kali dan kelompok-2 kombinasi metode NDT dan sensory integration (SI)

selama 6 kali didapatkan data untuk dilakukan analisis.

5.1 Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik berupa kondisi fisik subjek penelitian yang meliputi: umur, jenis

kelamin, tinggi badan dan berat badan. Deskripsi karakteristik subjek penelitian

tertera pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1

Karakteristik Subjek Penelitian di Klinik Griya Fisio Bunda Novy Yogyakarta

Karakteristik subjek Rentangan kelompok-1

(n=9)

kelompok-2

(n=9)

Umur (tahun) 2 - 4 9 9

Jenis kelamin Laki-laki 5 5

Perempuan 4 4

Tinggi badan (cm) 70-79 5 1

80-89 4 8

Berat badan (kg) 8-10 5 4

11-13 4 5

Page 83: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

67

5.2 Uji Homogenitas Data

Untuk menentukan bahwa adanya varian keseimbangan berdiri anak DS pada

kedua kelompok. Kemudian untuk mengetahui adanya kesamaan subjek dari varian

umur, jenis kelamin, tinggi badan dan berat badan pada kedua kelompok, maka

dilakukan pengujian homogenitas menggunakan levene test, yang hasilnya tertera

pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2

Hasil Uji Homogenitas Varian Subjek Kedua Kelompok

Varian Subjek p. Homogenitas

(Levene test)

Skor SBT sebelum 0,256

Skor SBT setelah 0,005

Umur 0,322

Tinggi badan 0,046

Berat badan 0,849

Berdasarkan hasil uji homogenitas data (levene test) skor SBT menunjukan

bahwa pada kedua kelompok sebelum perlakuan didapatkan p = 0,256 (p>0,05) yang

berarti data homogen, dan setelah perlakuan didapatkan p = 0,005 (p<0,05) yang

berarti data tidak homogen. Dengan demikian pada kedua kelompok sebelum

perlakuan memiliki keseimbangan berdiri yang sama. Kemudian pada kedua

kelompok setelah perlakuan memiliki keseimbangan berdiri yang bervariasi.

Tabel 5.2 menunjukan umur pada kedua kelompok didapatkan p = 0,322

(p>0,05) yang berarti data homogen, dengan demikian pada kedua kelompok

memiliki varian umur yang sama. Tinggi badan pada kedua kelompok didapatkan p =

0,046 (p<0,05) yang berarti data tidak homogen, dengan demikian pada kedua

kelompok memiliki tinggi badan yang bervariasi. Berat badan pada kedua kelompok

Page 84: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

68

didapatkan p = 0,849 (p>0,05) yang berarti data homogen, dengan demikian pada

kedua kelompok memiliki varian berat badan yang sama.

5.3 Uji Normalitas Data

Untuk menentukan uji statistik yang akan digunakan maka terlebih dahulu

dilakukan uji normalitas data hasil test sebelum dan setelah perlakuan. Uji normalitas

dengan menggunakan uji shapiro wilk test, yang hasilnya tertera pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3

Hasil Uji Normalitas Skor Sixteen Balance Test Sebelum dan Setelah Perlakuan

Variabel

p. Uji Normalitas

(Shapiro wilk test)

Sebelum Setelah

Kelompok-1 0,545 0,270

Kelompok-2 1,000 0,461

Berdasarkan hasil uji normalitas data (shapiro wilk test) sebelum dan setelah

perlakuan menunjukan bahwa dari uji tersebut pada kedua kelompok memiliki nilai

p>0,05, yang berarti data SBT sebelum dan setelah perlakuan berdistribusi normal.

5.4 Pengujian Peningkatan Skor Sixteen Balance Test Kelompok-1 Neuro

Developmental Treatment

Oleh karena data variabel skor SBT sebelum perlakuan berdistribusi normal

dengan p = 0,545 (p>0,05), data variabel skor SBT setelah perlakuan berdistribusi

normal dengan p = 0,270 (p>0,05). Maka untuk mengetahui perbedaan rerata

peningkatan keseimbangan berdiri sebelum dan setelah perlakuan pada kelompok-1

pengujian menggunakan uji parametrik yang hasil analisis kemaknaan dengan uji

paired sampel t-test (dua sampel berpasangan) yang hasilnya tertera pada Tabel 5.4.

Page 85: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

69

Tabel 5.4

Uji Hipotesis Peningkatan Skor Sixteen Balance Test pada Kelompok-1 Sebelum

dan Setelah Perlakuan

Kelompok-1 n Rerata SB Uji paired sampel t-test

t P

Sebelum 9 54,67 23,780 -14,040 0,000

Setelah 9 90,44 23,990

Tabel 5.4 memperlihatkan beda rerata peningkatan skor SBT antara sebelum dan

setelah perlakuan pada kelompok-1 (NDT) yang dianalisis dengan uji paired sampel

t-test (dua sampel berpasangan) dengan nilai p = 0,000 (p<0,05). Hasil nilai tersebut

menyatakan ada pengaruh yang signifikan pada metode NDT terhadap peningkatan

keseimbangan berdiri anak DS.

5.5 Pengujian Peningkatan Skor Sixteen Balance Test Kelompok-2 Kombinasi

Neuro Developmental Treatment dan Sensory Integration

Data variabel skor SBT sebelum perlakuan berdistribusi normal dengan p =

1,000 (p>0,05), data variabel skor SBT setelah perlakuan berdistribusi normal

dengan nilai p = 0,461 (p>0,05). Maka untuk mengetahui peningkatan skor SBT

sebelum dan setelah perlakuan pada kelompok-2 (kombinasi NDT dan SI) pengujian

menggunakan uji parametrik yang hasil analisis kemaknaan dengan uji paired

sampel t-test (dua sampel berpasangan), yang hasilnya tertera pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5

Uji Hipotesis Peningkatan Skor Sixteen Balance Test pada Kelompok-2 Sebelum

dan Setelah Perlakuan

Kelompok-2 n Rerata SB Uji paired sampel t-test

T p

Sebelum 9 50,22 18,579 -17,131 0,000

Setelah 9 111,44 9,926

Tabel 5.5 memperlihatkan peningkatan skor SBT antara sebelum dan setelah

perlakuan pada kelompok-2 yang dianalisis dengan uji paired sampel t-test (dua

Page 86: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

70

sampel berpasangan) dengan nilai p = 0,000 (p<0,05). Hasil nilai tersebut

menyatakan ada pengaruh yang signifikan pada kombinasi metode NDT dan SI

terhadap peningkatan keseimbangan berdiri anak DS.

5.6 Uji Perbedaan Skor Sixteen Balance Test Sebelum Perlakuan Kelompok-1

dan Sebelum Perlakuan Kelompok-2

Berdasarkan data variabel skor SBT sebelum perlakuan pada kelompok-1

berdistribusi normal dengan p = 0,545 (p>0,05), data variabel skor SBT sebelum

perlakuan berdistribusi normal dengan p = 1,000 (p>0,05). Uji perbedaan ini

bertujuan untuk membandingkan rerata skor SBT sebelum perlakuan kelompok-1

dan sebelum perlakuan kelompok-2. Hasil analisis kemaknaan dengan uji

independent sampel t-test (tidak berpasangan), yang tertera pada Tabel 5.6.

Tabel 5.6

Rerata Skor Sixteen Balance Test Sebelum Perlakuan pada Kelompok-1 dan

Kelompok-2

Variabel n Kelompok-1 Kelompok-2 uji independent sampel t-test

Rerata SB Rerata SB t p

Sebelum 9 54,67 23,780 50,22 18,579 0,444 0,669

Tabel 5.6 diatas menunjukan bahwa rerata skor SBT sebelum perlakuan pada

kedua kelompok didapatkan nilai p = 0,665 (p>0,05). Nilai tersebut memiliki makna

rerata skor SBT sebelum perlakuan diantara kedua kelompok tidak ada perbedaan

yang signifikan pada keseimbangan berdiri anak DS. Dari pernyataan diatas dapat

disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan keseimbangan berdiri anak DS sebelum

perlakuan pada kedua kelompok. Maka untuk mengetahui adanya peningkatan

keseimbangan berdiri dari perlakuan yang diberikan pada kedua kelompok yaitu

dengan pengujian menggunakan data setelah perlakuan kelompok-1 dan data setelah

perlakuan kelompok-2.

Page 87: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

71

5.7 Uji Perbedaan Skor Sixteen Balance Test Setelah Perlakuan Kelompok-1

dan Setelah Perlakuan Kelompok-2

Berdasarkan data variabel skor SBT setelah perlakuan pada kelompok-1

berdistribusi normal dengan p = 0,270 (p>0,05), data variabel skor SBT setelah

perlakuan kelompok-2 berdistribsi normal dengan p = 0,461 (p>0,05). Maka Uji

perbedaan ini bertujuan untuk membandingkan rerata skor SBT setelah perlakuan

kelompok-1 dan setelah perlakuan kelompok-2. Hasil analisis kemaknaan dengan uji

independent sampel t-test (tidak berpasangan), yang tertera pada Tabel 5.7.

Tabel 5.7

Rerata Skor Sixteen Balance Test Setelah Perlakuan pada Kelompok-1 dan

Kelompok-2

Variabel n Kelompok-1 Kelompok-2 uji independent sampel t-test

Rerata SB Rerata SB t p

Setelah 9 90,44 23,990 111,44 9,926 -2,427 0,034

Tabel 5.7 diatas menunjukan bahwa rerata skor SBT antara kedua kelompok

setelah perlakuan didapatkan nilai p = 0,034 (p<0,05) yang artinya terdapat

perbedaan yang signifikan pada peningkatan keseimbangan berdiri anak DS. Maka

penelitian ini sesuai hipotesis, dimana kombinasi neuro developmental treatment dan

sensory integration lebih baik daripada hanya neuro developmental treatment untuk

meningkatkan keseimbangan berdiri anak down syndrome.

Page 88: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

72

BAB VI

PEMBAHASAN PENELITIAN

6.1 Kondisi Subjek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Klinik Griya Fisio Bunda Novy Yogyakarta,

mulai hari senin sampai dengan hari sabtu, dimulai jam 08.00-18.00 WIB selama

delapan minggu (Mei s/d Juni 2013). Penelitian ini dilakukan terbatas pada Klinik

Griya Fisio Bunda Novy Yogyakarta saja, untuk menjaga homogenitas penelitian

yang dilakukan. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan

keseimbangan berdiri anak DS dengan metode NDT dan SI lebih baik daripada

hanya dengan metode NDT. Penelitian ini menggunakan rancangan Randomized Pre

and Post Test Group Design terhadap dua kelompok.

Populasi dalam penelitian ini adalah anak dengan DS, mampu berjalan sendiri

dan dapat mengikuti instruksi sederhana. Jumlah sampel penelitian ini sebanyak 18

anak berusia 2-4 tahun, tinggi badan 70-85 cm, berat badan 8-13 kg, berjenis kelamin

laki-laki dan perempuan, yang dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok-1 berjumlah

9 orang dengan motede NDT. Kelompok-2 berjumlah 9 orang dengan kombinasi

metode NDT dan SI.

Pengukuran keseimbangan berdiri pada anak DS, dilakukan sebelum perlakuan

dan setelah perlakuan pada masing-masing kelompok, dengan alat ukur sixteen

balance test (SBT) untuk mengetahui keseimbangan berdiri. Penilaian sixteen

balance test dinilai dari detik dan langkah, skor terbaik adalah 143. Nilai tersebut

akumulasi dari 16 rangkaian test. Test tersebut berupa 16 rangkaian test dimana

subjek harus melakukan test-test sebanyak 16 yang terdapat di dalam SBT.

Page 89: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

73

Rangkaian test SBT ialah: 1) berdiri pada permukaan keras, 2) berdiri pada

permukaan keras dengan mata tertutup, 3) berdiri pada permukaan lunak, 4) berdiri

pada permukaan lunak dengan mata tertutup, 5) berdiri dengan 1 tungkai, 6) berdiri

dengan 1 tungkai diatas balok keseimbangan, 7) berdiri dengan 1 tungkai diatas

balok keseimbangan dengan mata tertutup. Poin 1-7 dapat diberikan skala 0-10 detik.

8) Time up and go test. Poin 8 dapat diberikan skala 0-15 detik. 9) Berjalan maju

pada garis, 10) Berjalan maju diatas balok keseimbangan, 11) Berjalan maju “heel-

to-toe” pada garis, 12) Berjalan maju “heel-to-toe” pada balok keseimbangan, 13)

Berdiri ke duduk, 14) Melangkahi balok keseimbangan, 15) Maju menggapai benda,

16) Berputar ke kiri dan kanan 360° (Villamonte, 2009).

Data karakteristik subjek penelitian yang didapat adalah umur, jenis kelamin,

tinggi badan dan berat badan. Berdasarkan distribusi subjek menurut golongan umur

menunjukan pada kelompok-1 dan kelompok-2 golongan umur 2 tahun merupakan

jumlah terbanyak, yaitu sejumlah 14 dari 18 subjek. Hasil jumlah umur dalam

penelitian ini sesuai dengan pendapat penelitian Bensa (2013) mengemukakan di

Indonesia, jumlah balita dari jumlah penduduk, dimana prevalensi (rata-rata)

gangguan perkembangan berdiri bervariasi dengan umur 1-2 tahun sehingga

dianjurkan melakukan observasi/skrining tumbuh kembang pada setiap anak.

Rentang umur subjek tersebut menunjukan bahwa semua subjek tergolong umur

yang produktif. Dimana pada umur yang produktif dapat diberikan penanganan

sedini mungkin agar tidak menimbulkan dampak gangguan perkembangan

dikemudian hari jika tidak ditangani secara cepat dan tepat.

Page 90: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

74

Karakteristik subjek menurut jenis kelamin pada kedua kelompok menunjukan

bahwa subjek terbanyak berjenis kelamin laki-laki yaitu 10 subjek, sedangkan pada

perempuan berjumlah 8 subjek. Kondisi ini sesuai dengan penelitian Hurairah (2011)

terdapat 43 subjek DS yang ditemukan dengan gangguan jantung, dengan jumlah

pasien sebanyak 23 laki – laki dan 20 perempuan.

Hasil diatas sesuai dengan beberapa hasil penelitian terdahulu (a) Ulrich et al

(2001) mengemukakan bayi dengan DS mulai berdiri rata-rata sekitar 1 tahun. (b)

Miftah (2013) mengatakan bahwa 73% dari anak-anak DS baru mampu berdiri pada

usia 24 bulan, dan 40% bisa berjalan pada usia 24 bulan. (c) Bensa (2013) penyebab

gangguan perkembangan karena tidak diberikan penanganan sedini mungkin.

Karakteristik subjek menurut tinggi badan pada kedua kelompok menunjukan

bahwa subjek terpendek memiliki tinggi badan 70-79 cm yaitu sejumlah 6 dari 18

subjek. Hasil dari jumlah tersebut sesuai dengan pendapat penelitian Sutaryanto

(2012) mengatakan bahwa balita memiliki permasalahan pada tinggi badan,

prevalensi balita pendek menunjukan bahwa masalah ini serius dan perlu mendapat

perhatian khusus untuk mengatasinya.

Karakteristik subjek menurut berat badan pada kedua kelompok menunjukan

bahwa subjek memiliki berat badan 8-10 kg yaitu sejumlah 9 dari 18 subjek. Hasil

dari jumlah tersebut sesuai dengan pendapat penelitian Pakpahan (2013)

mengemukakan bahwa ada 75% kabupaten di Indonesia menanggung beban dengan

prevalensi gizi kurang pada balita > 20%. Tingginya angka penyakit dan pelayanan

kesehatan yang tidak memadai menjadi penyebab kurangnya gizi atau berat badan

ideal pada balita.

Page 91: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

75

Pernyataan-pernyataan diatas menguatkan dugaan bahwa pada rentan umur 1

tahun keatas berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan dengan tinggi badan dan

berat badan yang tidak ideal beresiko terjadi gangguan keseimbangan berdiri. Hal ini

kemungkinan dari umur yang masih produktif tidak diberikan penanganan yang baik

dan tepat seperti pemberian terapi dengan metode NDT dan SI, atau orang tua belum

tau bagaimana menangani masalah yang terjadi pada anak mereka.

6.2 Distribusi dan Varian Subjek Penelitian

Distribusi subjek penelitian kedua kelompok sebelum dan setelah perlakuan

dilakukan homogenitas varian antara kedua kelompok perlakuan di uji dengan levene

test, sedangkan uji normalitas dengan shapiro-wilk test. Variabel yang di uji adalah

peningkatan keseimbangan berdiri dengan skor SBT sebelum dan setelah perlakuan

pada masing-masing kelompok.

Berdasarkan hasil uji homogenitas data (levene test) pada Tabel 5.2 skor SBT

menunjukkan pada kedua kelompok sebelum perlakuan didapatkan p = 0,256

(p>0,05) yang berarti data homogen, kemudian skor SBT setelah perlakuan

didapatkan p = 0,005 (p<0,05) yang data tidak homogen. Dengan demikian kedua

kelompok setelah perlakuan memiliki perbedaan keseimbangan berdiri yang

bervariasi.

Tabel 5.2 menunjukan umur pada kedua kelompok didapatkan p = 0,322

(p>0,05) yang berarti data homogen, dengan demikian pada kedua kelompok

memiliki umur yang sama. Tinggi badan pada kedua kelompok didapatkan p = 0,046

(p<0,05) yang berarti data tidak homogen, dengan demikian pada kedua kelompok

memiliki tinggi badan yang bervariasi. Berat badan pada kedua kelompok didapatkan

Page 92: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

76

p = 0,849 (p>0,05) yang berarti data homogen, dengan demikian pada kedua

kelompok memiliki berat badan yang sama.

Hasil uji normalitas (shapiro-wilk test) pada Tabel 5.3 sebelum dan setelah

perlakuan kelompok-1 (NDT) skor SBT didapatkan p > 0,05, yang berarti data skor

SBT berdistribusi normal, sehingga pengujian selanjutnya dengan uji parametrik.

Kemudian setelah perlakuan kelompok-2 (NDT dan SI) skor SBT didapatkan

p>0,05, yang berarti bahwa data skor SBT berdistribusi normal, sehingga pengujian

selanjutnya dengan uji parametrik (Irfan, 2009).

6.3 Pengujian Keseimbangan Berdiri dengan Skor Sixteen Balance Test

Sebelum Perlakuan Kedua Kelompok

Berdasarkan Tabel 5.6 analisis data skor SBT sebelum perlakuan pada kedua

kelompok dengan uji independent sampel t-test (tidak berpasangan) didapatkan rerata

kelompok-1 54,67±23,780 dan kelompok-2 50,22±18,579 dengan nilai p = 0,665

(p>0,05). Nilai tersebut memiliki makna rerata SBT sebelum perlakuan diantara

kedua kelompok tidak ada perbedaan yang signifikan pada keseimbangan berdiri

anak DS. Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan

keseimbangan berdiri anak DS sebelum perlakuan pada kedua kelompok.

Pada awal pengambilan data nilai keseimbangan berdiri dinilai menggunakan alat

ukur sixteen balance test (SBT). Didapatkan pada kedua kelompok tidak memiliki

perbedaan keseimbangan berdiri. Dimana nilai tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.6.

Penyebab tidak adanya peningkatan keseimbangan berdiri karena pada kedua

kelompok belum mendapatkan perlakuan terapi, baik dari metode neuro

Page 93: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

77

develompental treatment maupun kombinasi neuro develompental treatment dan

sensory integration.

6.4 Pengujian Metode Neuro Develompental Treatment dapat Meningkatkan

Keseimbangan Berdiri Anak Down Syndrome

Berdasarkan analisis data skor SBT antara sebelum dan setelah perlakuan pada

kelompok-1 dengan uji paired sampel t-test (dua sampel berpasangan) tertera pada

Tabel 5.4, didapatkan data rerata (mean) hasil skor SBT sebelum perlakuan

54,67±23,780 dan setelah perlakuan 90,44±23,990 dengan nilai p = 0,000 (p<0,05).

Hasil nilai diatas menyatakan bahwa ada pengaruh yang signifikan metode NDT

terhadap keseimbangan berdiri anak DS.

Peningkatan keseimbangan berdasarkan mekanisme diatas, hampir sesuai dengan

penelitian terdahulu yang dilakukan Degangi and Royyen (1994) dengan judul

current practice among neuro developmental treatment association members,

didapatkan hasil bahwa pemberian metode tersebut selama 60 menit peningkatan

qualitative movement and functional performance.

Intervensi metode NDT dalam meningkatkan keseimbangan berdiri, hal itu

disebabkan oleh efek inhibisi yaitu suatu upaya untuk meningkatkan tonus otot

tehniknya disebut reflek inhibitory patternt. Perubahan tonus postural dan patternt

dapat membangkitkan otot-otot yang hypotone pada anak DS. Membangkitkan sikap

tubuh yang normal dengan tehnik reflek inhibitory patternt. Efek fasilitasi yaitu

upaya mempermudah reaksi-reaksi automatik dan gerak motorik yang mendekati

gerak normal dengan tehnik key point of control yang bertujuan untuk memperbaiki

tonus postural yang normal, untuk mengembangkan dan memelihara tonus postural

Page 94: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

78

normal, untuk memudahkan gerakan-gerakan yang disengaja ketika diperlukan

dalam aktifitas sehari-hari. Efek Stimulasi yaitu upaya untuk memperkuat dan

meningkatkan tonus otot melalui proprioseptif dan taktil. Berguna untuk

meningkatkan reaksi pada anak, memelihara posisi dan pola gerak yang dipengaruhi

oleh gaya gravitasi secara automatik.

Pada penelitian Butler and Darrah (2001) dengan judul effects of

neurodevelopmental treatment for cerebral palsy didapatkan hasil bahwa pemberian

metode tersebut dapat memperbaiki developmental disability pada anak cerebral

palsy. Hampir mirip dengan mekanisme proses peningkatan keseimbangan berdiri

pada anak down syndrome.

6.5 Pengujian Kombinasi Metode Neuro Develompental Treatment dan Sensory

Integration dapat Meningkatkan Keseimbangan Berdiri Anak Down

Syndrome

Berdasarkan analisis data skor SBT sebelum dan setelah perlakuan pada

kelompok-2 dengan menggunakan uji paired sample t-test (dua sampel berpasangan)

tertera pada Tabel 5.6, didapatkan data rerata (mean) skor SBT sebelum perlakuan

50,22±18,579 dan setelah perlakuan 111,44±9,926 dengan nilai p = 0,000 (p<0,05).

Hasil nilai diatas menyatakan bahwa ada pengaruh yang signifikan kombinasi NDT

dan SI terhadap keseimbangan berdiri anak DS.

Dengan demikian, intervensi kelompok-2 dimana subjek mendapatkan terapi

dengan kombinasi metode NDT dan SI, dapat disimpulkan bahwa kombinasi NDT

dan SI dapat meningkatkan keseimbangan berdiri anak DS.

Page 95: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

79

Intervensi kombinasi metode NDT dan SI dengan tehnik inhibisi, fasilitasi

kemudian memberikan input taktil, propioseptif dan vestibular selama 2 kali

seminggu selang 2-3 hari, selama 4 minggu (6 sesi intervensi). Evaluasi pengukuran

skor SBT dilakukan sebelum mulai perlakuan (sesi ke-0), dan setelah perlakuan

(setelah sesi ke-6).

Hal ini disebabkan oleh pertama, berdasarkan pada metode NDT, peningkatan

keseimbangan berdiri disebabkan oleh efek inhibisi yaitu suatu upaya untuk

meningkatkan tonus otot tehniknya disebut reflek inhibitory patternt. Perubahan

tonus postural dan patternt dapat membangkitkan otot-otot yang hypotone pada anak

DS. Membangkitkan sikap tubuh yang normal dengan tehnik reflek inhibitory

patternt. Efek fasilitasi yaitu upaya mempermudah reaksi-reaksi automatik dan gerak

motorik yang mendekati gerak normal dengan tehnik key point of control yang

bertujuan untuk memperbaiki tonus postural yang normal, untuk mengembangkan

dan memelihara tonus postural normal, untuk memudahkan gerakan-gerakan yang

disengaja ketika diperlukan dalam aktifitas sehari-hari. Efek Stimulasi yaitu upaya

untuk memperkuat dan meningkatkan tonus otot melalui proprioseptif dan taktil.

Berguna untuk meningkatkan reaksi pada anak, memelihara posisi dan pola gerak

yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi secara automatik.

Kedua, berdasarkan pada metode SI, peningkatan keseimbangan berdiri

disebabkan oleh input taktil merupakan sistem sensory terbesar yang dibentuk oleh

reseptor di kulit, yang mengirim informasi ke otak terhadap rangsangan cahaya,

sentuhan, nyeri, suhu, dan tekanan. Sehingga seseorang dapat merasakan adanya

bahaya dari lingkungan sekitar yang akan menganggu sikap berdiri kemudian

Page 96: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

80

berusaha mempertahankan keseimbangan berdirinya merupakan peran dari sistem

taktil tersebut.

Proses terjadinya mekanisme diatas selaras dengan penelitian Uyanik and

Kayihan (2013) dengan judul Down Syndrome: Sensory Integration, Vestibular

Stimulation and Neurodevelopmental Therapy Approaches for Children. Penelitian

tersebut memperoleh hasil bahwasannya kombinasi kedua metode NDT dan SI dapat

memperbaiki achievement of postural control is significant for endurance against

gravity and muscle strength.

Input proprioseptif yaitu memberikan rasa sendi. Rasa sendi disini dimaksudkan

agar anak mengenal sendi yang ia punya, bahwa sendi dapat menekuk, bahwa sendi

dapat menopang tubuh atau berat badannya. Sistem propioseptif terdapat pada

serabut otot, tendon, dan ligament, yang memungkinkan anak secara tidak sadar

mengetahui posisi dan gerakan tubuh. Ketika anak bersikap berdiri dan merasakan

berat badannya sehingga ia harus berusaha mempertahankan keseimbangan

berdirinya maka sistem propriosepsif yang berperan.

Input vestibular ialah memberikan rasa keseimbangan tubuh kemudian muncul

reaksi proteksi dari tubuh untuk tetap mempertahankan tubuh agar tidak jatuh.

Sistem vestibular terletak pada telinga dalam (kanal semisirkular) dan mendeteksi

gerakan serta perubahan posisi kepala. Sistem vestibular merupakan dasar tonus otot,

keseimbangan, dan koordinasi bilateral. Ketika anak bersikap berdiri dan mulai

mengatur tubuh harus seimbang maka sistem vestibular yang berperan.

Akibat dari pemberian terapi dengan metode-metode diatas seorang anak yang

mengalami gangguan keseimbangan berdiri akan mendapatkan pengalaman input-

Page 97: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

81

input tentang bagaimana ia harus mempertahankan sikap berdirinya agar tetap

seimbang.

Peningkatan keseimbangan berdasarkan mekanisme diatas, hampir sesuai

dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Alireza (2010) tentang comparison

beetwen the effect of neuro developmental treatment and sensory integration therapy

on gross motor function in children with cerebral palsy. Didapatkan hasil bahwa

terapi metode neuro developmental treatment dan sensory integration selama 1 jam

memberikan pengaruh terhadap perkembangan gross motor function.

6.6 Kombinasi Metode Neuro Develompental Treatment dan Sensory Integration

Lebih Baik Daripada Hanya Metode Neuro Develompental Treatment Untuk

Meningkatkan Keseimbangan Berdiri Anak Down Syndrome

Berdasarkan Tabel 5.7 analisis data skor SBT setelah perlakuan didapatkan nilai

p = 0,027 (p<0,05). Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan, bahwa rerata SBT

setelah perlakuan diantara kedua kelompok memiliki perbedaan yang signifikan pada

keseimbangan berdiri anak DS.

Kelompok-1 diberikan perlakuan metode NDT dan kelompok-2 diberikan

perlakuan kombinasi NDT dan SI, rerata (mean) skor SBT setelah perlakuan pada

kelompok-1 90,44±23,990 dan kelompok-2 111,44±9,926 dengan nilai p < 0,05.

Kelompok-2 mendapat nilai yang lebih tinggi dalam meningkatkan keseimbangan

berdiri anak DS. Hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kombinasi neuro

developmental treatment dan sensory integration lebih baik daripada hanya neuro

developmental treatment untuk meningkatkan keseimbangan berdiri anak down

syndrome.

Page 98: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

82

Dengan demikian kesimpulan pada penilitian ini. Ho ditolak karena nilai p<0,05

yang artinya ada perbedaan yang signifikan pada peningkatan keseimbangan berdiri

anak DS pada kelompok-2 (kombinasi NDT dan SI) dan hal ini mendukung hipotesis

penelitian.

6.7 Keterbatasan Penelitian

Penelitian menyadari bahwa penelitian yang telah dilakukan masih banyak

keterbatasannya. Keterbatasan-keterbatasan penelitian tersebut antara lain:

keterbatasan waktu, biaya dan tenaga menyebabkan penelitian ini tidak dapat

dilakukan dengan maksimal.

Keterbatasan lain dalam penelitian ini adalah sedikitnya jumlah sampel,

pengukuran dalam penelitian ini hanya menggunakan penilaian dengan skor SBT

yang berkaitan dengan keseimbangan berdiri, tidak dilakukan pengukuran IQ, tidak

dilakukan pemeriksaan tinggi badan dan berat badan ideal subjek sesuai (BMI) tidak

diperhitungkan.

Peneliti tidak dapat mengontrol sampel dari kegiatan sehari-harinya, termasuk

aktivitas pasien di tempat tinggal, di klinik dokter, dan tidak mempermasalahkan

durasi latihan yang dilakukan saat di luar terapi.

Page 99: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

83

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan analisis data intervensi penelitian yang telah dilakukan dapat

disimpulkan bahwa:

7.1.1 Metode neuro deveopmental treatment dapat meningkatkan keseimbangan

berdiri anak down syndrome.

7.1.2 Metode neuro developmental treatment dan sensory integration dapat

meningkatkan keseimbangan berdiri anak down syndrome

7.1.3 Metode neuro developmental treatment dan sensory integration lebih baik

daripada hanya neuro developmental treatment untuk meningkatkan

keseimbangan berdiri anak down syndrome.

7.2 Saran

Beberapa saran yang dapat diajukan berdasarkan temuan dan kajian dalam

penelitian ini adalah :

7.2.1 Terapi metode neuro developmental treatment dan sensory integration perlu

diteliti dengan kasus lain tidak hanya pada kondisi down syndrome saja dan

permasalahan yang berbeda.

7.2.2 Memberikan pelayanan fisioterapi yang paripurna yang berarti melakukan

tindakan terapi tidak hanya bersifat suportif dan simtomatis tetapi juga

melakukan tindakan causatif sebagai penyebab utama adanya gangguan

keseimbangan berdiri.

Page 100: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

84

DAFTAR PUSTAKA

Alireza, S. 2010. Comparison Between The Effect Of Neurodevelopmental

Treatment And Sensory Integration Therapy On Gross Motor Function In

Children With Cerebral Palsy. Master of Occupational Therapy, Faculty of

Medicine, Baqiyatallah University of Medical Sciences,Tehran, Iran. Availabel

from: URL: http://goo.gl/z6utX

An. 2010. Teori Baru Penyebab “Down Syndrome”. Kompas, 24 Maret. Available

from: URL: http://goo.gl/bvXUE

Anonim. t.t. National Down Syndrome Society. Combined Federal Campaign (CFC)

designation. Available from: URL: http://goo.gl/Ia1lj

Anonim. 2012. Hypotonia Treatment Ideas. Dinosaur Physical Therapy. Available

from: URL: http://dinopt.tumblr.com/post/23213748728/hypotonia-treatment-

ideas

Ardiansyah, A. t.t. Definisi Penyebab dan Ciri-Ciri Down Syndrome. Availabel

from: URL: http://goo.gl/nWgFU

Bensa, C.P. 2013. Deteksi Dini Tumbuh Kembang. Hak cipta oleh majalah

parenting. Available from: URL:

http://www.parenting.co.id/article/bayi/deteksi.dini.gangguan.tumbuh.kembang/

001/002/277

Bremner, G.J., Wachs, D.T. 2010. Infan Development. Second Edition Volume 2:

Applied and Policy Issues. Available from: URL: http://goo.gl/6TggMK

Degangi, A.G., Royyen, B.C. 1994. Current Practice Among Neuro Developmental

Treatment Association Members. The American Journal of Occupation Therapy.

Available from: URL: http://ajot.aotapress.net/content/48/9/803.full.pdf+html

Charlene, B., Darrah, J. 2001 Effects of Neurodevelopmental Treatment for Cerebral

Palsy. Developmental Medicine and Child Neurology. Availabel from: URL:

http://www.aacpdm.org/resources/outcomes/NDTEvidence.pdf

Faber, J.M., Bosscher, J.R., Wieringen, V.C.P. 2006. Clinimetric Properties of the

Performance-Oriented Mobility Assessment. Journal of the American Physical

Therapy Association. Available from: URL:

http://ptjournal.apta.org/content/86/7/944.full.pdf

Galli, M., Rigoldi, C., Brunner, R., Varji-Babul, N., Giorgio, A. 2008. Joint Stiffness

and Gait Pattern Evaluation in Children with Down Syndrome. Elsevier B. V. All

rights reserved. Available from: URL: http://goo.gl/Xsxav

Page 101: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

85

Guyton, M.D., Jhon, E. 1987. Fisiologi Kedokteran edisi 9. Jakarta: Peneribit buku

kedokteran. Hal. 897-881.

Harris, S.R. 2008 Effects of Neurodevelopmental Therapy on Motor Performance of

Infants with Down's Syndrome. Available from: URL: http://goo.gl/yuECPa

Hurairah, K.A. 2011. “Prevalensi Kejadian Penyakit Jantung Kongenital Pada Anak

Penderita Sindrom Down di RSUP Haji Adam Malik Pada Tahun 2008 –

2010”(kti). Medan: Universitas Sumatra Utara.

Indriaf. 2010. Pembahasan. Attribution non-comercial. Available from: URL:

http://www.scribd.com/doc/40397340/Keseimbangan

Indriasari, L. 2011. Mengoptimalkan Anak Cidera Otak. Availabel from: URL:

http://indahnyabersabar.wordpress.com/2011/02/16/mengoptimalkan-anak-

cedera-otak/

Irfan, M. 2010. Fisioterapi bagi Insan Stroke edisi pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Hal. 22-52.

Jalalin. 2000. “Hasil Latihan Keseimbangan Berdiri Pada Penghuni Panti Wredha

Pucang Gading Jl. Plamongan Sari Semarang” (tesis). Semarang: Universitas

Diponegoro.

Judarwanto, W. 2012. Down Syndrome: Deteksi Dini, Pencegahan dan

Penatalaksanaannya. Clinic for Children Information Education Network.

Available from: URL: http://goo.gl/fWAKS

Lauteslager, M.E.P. 2004. Children with Down’s Syndrome Motor Development and

Intervention. ‘s Heeren Loo Zorggroep, Amersfoort, The Netherlands All rights

reserved. Available from: URL: www.downdevelopment.nl/afb/boek_UK.pdf

Lifya. 2012. Jurnal Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus dengan Finger

Painting Pada Siswa Down Syndrome Kelas C1 Dasar 3 di SLB Wacana Asih

Padang. Available from: URL: http://goo.gl/Wutvgr

Marchewka, A., Chwala, W. 2008. The Effect of Rehabilitation Exercises on The

Gait in People with Down Syndrome. Biology of sport Vol. 25:339. Available

from: URL: http://goo.gl/74W0s

Mayston. 2008. Bobath Concept: Bobath@50: mid-life crisis – What of the future?.

John Wiley & Sons, Ltd. Available from: URL: http://goo.gl/14oqp

Miftah. 2013. Hasil Observasi Kondisi dan Perkembangan Anak Down Syndrome.

Templete Awesome Inc. Available from: URL:

http://mismif28.blogspot.com/2013/02/hasil-observasi-kondisi-dan.html

Page 102: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

86

Nanaholic. 2012. Perkembangan Sensori Integrasi Pada Anak. Available from: URL:

http://goo.gl/e0bbX

Pakpahan, A. 2013. Proyeksi Status Gizi Penduduk Sampai 2015. All Right Reserved

Template SEO Fendly. Available from: URL:

http://globalsearch1.blogspot.com/2013/06/proyeksi-status-gizi-penduduk-

sampai.html

Permana, D, F, W. 2012 Perkembangan Keseimbangan pada Anak Usia 7 s/d 12

Tahun ditinjau dari Jenis Kelamin. Jurnal Media Ilmu Keolahragaan Indonesia.

Availabel from: URL:

http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/miki/article/download/2657/2725

Ratna, I. t.t. Menyajikan Informasi Seputar Keperawatan dan Asuhan Keperawatan.

Available from: URL: http://productforums.google.com/forum/#!msg/google-

plus-discuss/59F18DkthDc/AZ2oSBkJcWYJ

Ulrich, A.D., Ulrich, B.D., Angulo-Kinzler, M.R., Yun, J. 2001. Treadmill Training

of Infants With Down Syndrome: Evidence-Based Developmental Outcomes.

American Academy of Pediatrics. Available from: URL:

http://pediatrics.aappublications.org/content/108/5/e84.full.pdf+html

Uyanik, M., Kayihan, H. 2013. Down Syndrome: Sensory Integration, Vestibular

Stimulation and Neurodevelopmental Therapy Approaches for Children.

International Encyclopedia of Rehabilitation. Available from: URL:

http://cirrie.buffalo.edu/encyclopedia/en/article/48/

Sutaryanto. 2012. Hasil Bulanan Penimbangan Balita (BPB). Powered by Blogger.

Available from: URL: http://dinkescianjur.blogspot.com/2013/02/hasil-bulan-

penimbangan-balita-bpb.html

Velickovic, D.T., Perat, V.M. 2004. Basic Principles Of The Neurodevelopmental

Treatment. Health Centre Kranj, Universitas Medical Centre, Ljubljana,

Slovenia. Available from: URL: http://www.bioline.org.br/pdf?me05016

Villamonte, R., 2009. Reliability of sixteen balance test in individuals with down

syndrome. Departement of exercise sciences Brimingham Young University.

Available from: URL: http://goo.gl/HUwMA

Villarroya, M., Adoracion., Aguero, G., Garcia, M., Marin, T., Moreno, M., Jose, A.

2012. Static Standing Balance in Adolescets with Down Syndrome. Research in

Developmental Disabilities: A Multidisciplinary Journal. Availabel from: URL:

http://eric.ed.gov/?id=EJ967064

Page 103: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

87

Waiman, E., Soedjatmiko. Gunardi, H., Sekartini, R., Endyarni, B. 2011. Sensori

Integrasi: Dasar dan Efektifitas Terapi. Departemen Ilmu Kesehatan Anak

Fakutlas Kedokteran Universitas Indonesia, RS Dr Cipto Mangunkusumo,

Jakarta. Available from: URL: http://goo.gl/e6jiU

Waluyo, E., Surachman, Y. 2012. Workshop Pelatihan Fisioterapis Anak. 14 April.

Wiradharma, N. 2012. “Praktikum Odontektomi Berorientasi Ergonomi

Meningkatkan Kinerja Praktikan Di Jurusan Kedokteran Gigi Universitas

Mahasaraswati Denpasar” (tesis). Denpasar: Universitas Udayana.

Wright, A. 2010. Sensory Integration Therapy. Carebra For Brain Injured Children

& Young People Second Floor Offices, The Lyric Building, King Street,

Carmarthen, SA31 1BD. Available from: URL: http://goo.gl/T4T2n

Wulan. 2012. Perkembangan Motorik Childhood. Just another wordpress.com site.

Available from: URL: http://goo.gl/13Ohw

Page 104: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 105: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration
Page 106: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration
Page 107: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration
Page 108: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

Nama Pasien :

Umur :

Berat (Kg) :

Tinggi Badan :

TEST :

Berdiri pada Permukaan Keras

Kurang Cukup Baik

0,1,2,3 4,5,6 7,8,9,10 Detik

Berdiri pada Permukaan Keras dengan mata

tertutup

Kurang Cukup Baik

0,1,2,3 4,5,6 7,8,9,10 Detik

Berdiri pada Permukaan Lunak

Kurang Cukup Baik

0,1,2,3 4,5,6 7,8,9,10 Detik

Berdiri pada Permukaan Lunak dengan mata

tertutup

Kurang Cukup Baik

0,1,2,3 4,5,6 7,8,9,10 Detik

Berdiri Dengan 1 Tungkai

Kurang Cukup Baik

0,1,2,3 4,5,6 7,8,9,10 Detik

Berdiri dengan 1 tungkai diatas balok

keseimbangan

Kurang Cukup Baik

0,1,2,3 4,5,6 7,8,9,10 Detik

Berdiri dengan 1 tungkai diatas balok

keseimbangan dengan mata tertutup

Kurang Cukup Baik

0,1,2,3 4,5,6 7,8,9,10 Detik

Time up and go test

Kurang Cukup Baik

0,1,2,3,4,5 6,7,8,9,10 11,12,13,14,15 Detik

Berjalan maju pada garis

Kurang Cukup Baik

0,1,2 3, 4 5, 6 Langkah

Berjalan maju diatas balok keseimbangan

Kurang Cukup Baik

0,1,2 3, 4 5, 6 Langkah

Berjalan maju “Heel-to-toe” pada garis

keseimbangan

Kurang Cukup Baik

0,1,2 3, 4 5, 6 Langkah

Berjalan maju “Heel-to-toe” pada balok

keseimbangan

Kurang Cukup Baik

0,1,2 3, 4 5, 6 Langkah

Berdiri ke Duduk (20 detik)

Kurang Cukup Baik

0,1,2,3 4,5,6 7,8,9,10 Repetisi

Melangkahi balok keseimbangan

Kurang Cukup Baik

2 4 6 Langkah

Maju Menggapai Benda

Kurang Cukup Baik

2 4 6 Langkah

Berputar ke Kiri 360°

Kurang Cukup Baik

2 4 6 Langkah

Berputar ke Kanan 360°

Kurang Cukup Baik

2 4 6 Langkah

Best Skor SBT: 143 Note : Beri Tanda X atau Pada Salah 1 kolom di masing-masing test pengukuran keseimbangan.

Lampiran 3

Page 109: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

16 Rangkaian test sixteen balance test

No. Sixteen balance test Gambar

1. Berdiri pada Permukaan Keras

2. Berdiri pada Permukaan Keras dengan

mata tertutup

3. Berdiri pada Permukaan Lunak

4. Berdiri pada Permukaan Lunak dengan

mata tertutup

5. Berdiri Dengan 1 Tungkai

Lampiran 4

Page 110: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

6. Berdiri dengan 1 tungkai diatas balok

keseimbangan

7. Berdiri dengan 1 tungkai diatas balok

keseimbangan dengan mata tertutup

8. Time Up and Go Test

9. Berjalan Maju pada Garis

10. Berjalan Maju diatas Balok

Keseimbangan

11. Berjalan Maju “Heel-to-Toe” pada

Garis

12. Berjalan Maju “Heel-to-Toe” pada

Balok Keseimbangan

Page 111: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

13 Berdiri ke Duduk

14. Melangkahi Balok Keseimbangan

15. Maju Menggapai Benda

16. Berputar 360°

Page 112: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

Alat instrumen sixteen balance test

No. Alat Gambar

1. Balok keseimbangan

2. Solasi ban

3. Kursi

4. Mainan

5. Stopwatch

6. Penutup mata

7. Vidio recorder / Kamera

Lampiran 5

Page 113: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

Kelompok-1

Neuro Development Treatment

1. Berdiri pada permukaan keras

No. Nama Tinggi

Badan

Berat

Badan

Jenis

Kelamin Usia Sebelum Setelah

1 Br 70 cm 13,0 kg Laki-Laki 2 tahun 4 5

2 De 80 cm 12,0 kg Laki-Laki 3 tahun 10 10

3 Ci 83 cm 10,0 kg Perempuan 2 tahun 3 4

4 Ki 75 cm 9,0 kg Perempuan 2 tahun 7 8

5 Li 70 cm 8,0 kg Perempuan 2 tahun 4 6

6 No 76 cm 10,5 kg Laki-Laki 2 tahun 5 6

7 Mi 85 cm 11,0 kg Perempuan 2 tahun 10 10

8 Ra 82 cm 13,0 kg Laki-Laki 3 tahun 10 10

9 R 79 cm 9,0 kg Laki-Laki 2 tahun 8 10

2. Berdiri pada permukaan keras dengan mata tertutup

No. Nama Tinggi

Badan

Berat

Badan

Jenis

Kelamin Usia Sebelum Setelah

1 Br 70 cm 13,0 kg Laki-Laki 2 tahun 0 3

2 De 80 cm 12,0 kg Laki-Laki 3 tahun 8 10

3 Ci 83 cm 10,0 kg Perempuan 2 tahun 0 2

4 Ki 75 cm 9,0 kg Perempuan 2 tahun 7 7

5 Li 70 cm 8,0 kg Perempuan 2 tahun 3 4

6 No 76 cm 10,5 kg Laki-Laki 2 tahun 0 2

7 Mi 85 cm 11,0 kg Perempuan 2 tahun 2 4

8 Ra 82 cm 13,0 kg Laki-Laki 3 tahun 6 7

9 R 79 cm 9,0 kg Laki-Laki 2 tahun 6 7

3. Berdiri pada permukaan lunak

No. Nama Tinggi

Badan

Berat

Badan

Jenis

Kelamin Usia Sebelum Setelah

1 Br 70 cm 13,0 kg Laki-Laki 2 tahun 3 5

2 De 80 cm 12,0 kg Laki-Laki 3 tahun 10 10

3 Ci 83 cm 10,0 kg Perempuan 2 tahun 3 6

4 Ki 75 cm 9,0 kg Perempuan 2 tahun 7 9

5 Li 70 cm 8,0 kg Perempuan 2 tahun 4 7

6 No 76 cm 10,5 kg Laki-Laki 2 tahun 5 6

7 Mi 85 cm 11,0 kg Perempuan 2 tahun 10 10

8 Ra 82 cm 13,0 kg Laki-Laki 3 tahun 10 10

9 R 79 cm 9,0 kg Laki-Laki 2 tahun 8 10

Lampiran 6

Page 114: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

4. Berdiri pada permukaan lunak dengan mata tertutup

No. Nama Tinggi

Badan

Berat

Badan

Jenis

Kelamin Usia Sebelum Setelah

1 Br 70 cm 13,0 kg Laki-Laki 2 tahun 3 5

2 De 80 cm 12,0 kg Laki-Laki 3 tahun 9 10

3 Ci 83 cm 10,0 kg Perempuan 2 tahun 3 7

4 Ki 75 cm 9,0 kg Perempuan 2 tahun 7 10

5 Li 70 cm 8,0 kg Perempuan 2 tahun 4 7

6 No 76 cm 10,5 kg Laki-Laki 2 tahun 2 5

7 Mi 85 cm 11,0 kg Perempuan 2 tahun 8 10

8 Ra 82 cm 13,0 kg Laki-Laki 3 tahun 10 10

9 R 79 cm 9,0 kg Laki-Laki 2 tahun 8 10

5. Berdiri dengan 1 tungkai

No. Nama Tinggi

Badan

Berat

Badan

Jenis

Kelamin Usia Sebelum Setelah

1 Br 70 cm 13,0 kg Laki-Laki 2 tahun 0 6

2 De 80 cm 12,0 kg Laki-Laki 3 tahun 0 3

3 Ci 83 cm 10,0 kg Perempuan 2 tahun 0 2

4 Ki 75 cm 9,0 kg Perempuan 2 tahun 7 9

5 Li 70 cm 8,0 kg Perempuan 2 tahun 0 2

6 No 76 cm 10,5 kg Laki-Laki 2 tahun 0 3

7 Mi 85 cm 11,0 kg Perempuan 2 tahun 5 8

8 Ra 82 cm 13,0 kg Laki-Laki 3 tahun 6 8

9 R 79 cm 9,0 kg Laki-Laki 2 tahun 5 7

6. Berdiri dengan 1 tungkai diatas balok keseimbangan

No. Nama Tinggi

Badan

Berat

Badan

Jenis

Kelamin Usia Sebelum Setelah

1 Br 70 cm 13,0 kg Laki-Laki 2 tahun 0 3

2 De 80 cm 12,0 kg Laki-Laki 3 tahun 0 3

3 Ci 83 cm 10,0 kg Perempuan 2 tahun 0 2

4 Ki 75 cm 9,0 kg Perempuan 2 tahun 5 7

5 Li 70 cm 8,0 kg Perempuan 2 tahun 0 3

6 No 76 cm 10,5 kg Laki-Laki 2 tahun 0 2

7 Mi 85 cm 11,0 kg Perempuan 2 tahun 4 7

8 Ra 82 cm 13,0 kg Laki-Laki 3 tahun 5 6

9 R 79 cm 9,0 kg Laki-Laki 2 tahun 5 7

Page 115: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

7. Berdiri dengan 1 tungkai diatas balok keseimbangan dengan mata tertutup

No. Nama Tinggi

Badan

Berat

Badan

Jenis

Kelamin Usia Sebelum Setelah

1 Br 70 cm 13,0 kg Laki-Laki 2 tahun 0 2

2 De 80 cm 12,0 kg Laki-Laki 3 tahun 0 2

3 Ci 83 cm 10,0 kg Perempuan 2 tahun 0 2

4 Ki 75 cm 9,0 kg Perempuan 2 tahun 0 3

5 Li 70 cm 8,0 kg Perempuan 2 tahun 0 2

6 No 76 cm 10,5 kg Laki-Laki 2 tahun 0 3

7 Mi 85 cm 11,0 kg Perempuan 2 tahun 0 2

8 Ra 82 cm 13,0 kg Laki-Laki 3 tahun 0 3

9 R 79 cm 9,0 kg Laki-Laki 2 tahun 0 3

8. Time up go test

No. Nama Tinggi

Badan

Berat

Badan

Jenis

Kelamin Usia Sebelum Setelah

1 Br 70 cm 13,0 kg Laki-Laki 2 tahun 11 15

2 De 80 cm 12,0 kg Laki-Laki 3 tahun 8 10

3 Ci 83 cm 10,0 kg Perempuan 2 tahun 6 8

4 Ki 75 cm 9,0 kg Perempuan 2 tahun 5 8

5 Li 70 cm 8,0 kg Perempuan 2 tahun 4 7

6 No 76 cm 10,5 kg Laki-Laki 2 tahun 3 4

7 Mi 85 cm 11,0 kg Perempuan 2 tahun 13 15

8 Ra 82 cm 13,0 kg Laki-Laki 3 tahun 9 11

9 R 79 cm 9,0 kg Laki-Laki 2 tahun 11 15

9. Berjalan maju pada garis

No. Nama Tinggi

Badan

Berat

Badan

Jenis

Kelamin Usia Sebelum Setelah

1 Br 70 cm 13,0 kg Laki-Laki 2 tahun 3 6

2 De 80 cm 12,0 kg Laki-Laki 3 tahun 3 4

3 Ci 83 cm 10,0 kg Perempuan 2 tahun 6 6

4 Ki 75 cm 9,0 kg Perempuan 2 tahun 2 6

5 Li 70 cm 8,0 kg Perempuan 2 tahun 4 6

6 No 76 cm 10,5 kg Laki-Laki 2 tahun 0 2

7 Mi 85 cm 11,0 kg Perempuan 2 tahun 4 6

8 Ra 82 cm 13,0 kg Laki-Laki 3 tahun 6 6

9 R 79 cm 9,0 kg Laki-Laki 2 tahun 4 6

Page 116: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

10. Berjalan maju diatas balok keseimbangan

No. Nama Tinggi

Badan

Berat

Badan

Jenis

Kelamin Usia Sebelum Setelah

1 Br 70 cm 13,0 kg Laki-Laki 2 tahun 3 4

2 De 80 cm 12,0 kg Laki-Laki 3 tahun 2 4

3 Ci 83 cm 10,0 kg Perempuan 2 tahun 2 3

4 Ki 75 cm 9,0 kg Perempuan 2 tahun 5 6

5 Li 70 cm 8,0 kg Perempuan 2 tahun 2 3

6 No 76 cm 10,5 kg Laki-Laki 2 tahun 0 2

7 Mi 85 cm 11,0 kg Perempuan 2 tahun 3 5

8 Ra 82 cm 13,0 kg Laki-Laki 3 tahun 6 6

9 R 79 cm 9,0 kg Laki-Laki 2 tahun 3 5

11. Berjalan maju “heel-to-toe” pada garis

No. Nama Tinggi

Badan

Berat

Badan

Jenis

Kelamin Usia Sebelum Setelah

1 Br 70 cm 13,0 kg Laki-Laki 2 tahun 0 3

2 De 80 cm 12,0 kg Laki-Laki 3 tahun 0 2

3 Ci 83 cm 10,0 kg Perempuan 2 tahun 0 2

4 Ki 75 cm 9,0 kg Perempuan 2 tahun 0 3

5 Li 70 cm 8,0 kg Perempuan 2 tahun 0 1

6 No 76 cm 10,5 kg Laki-Laki 2 tahun 0 1

7 Mi 85 cm 11,0 kg Perempuan 2 tahun 0 2

8 Ra 82 cm 13,0 kg Laki-Laki 3 tahun 1 4

9 R 79 cm 9,0 kg Laki-Laki 2 tahun 0 2

12. Berjalan maju “heel-to-toe” pada balok keseimbangan

No. Nama Tinggi

Badan

Berat

Badan

Jenis

Kelamin Usia Sebelum Setelah

1 Br 70 cm 13,0 kg Laki-Laki 2 tahun 0 2

2 De 80 cm 12,0 kg Laki-Laki 3 tahun 0 2

3 Ci 83 cm 10,0 kg Perempuan 2 tahun 0 1

4 Ki 75 cm 9,0 kg Perempuan 2 tahun 0 3

5 Li 70 cm 8,0 kg Perempuan 2 tahun 0 1

6 No 76 cm 10,5 kg Laki-Laki 2 tahun 0 1

7 Mi 85 cm 11,0 kg Perempuan 2 tahun 0 3

8 Ra 82 cm 13,0 kg Laki-Laki 3 tahun 1 4

9 R 79 cm 9,0 kg Laki-Laki 2 tahun 0 3

Page 117: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

13. Berdiri ke duduk

No. Nama Tinggi

Badan

Berat

Badan

Jenis

Kelamin Usia Sebelum Setelah

1 Br 70 cm 13,0 kg Laki-Laki 2 tahun 3 5

2 De 80 cm 12,0 kg Laki-Laki 3 tahun 4 7

3 Ci 83 cm 10,0 kg Perempuan 2 tahun 0 3

4 Ki 75 cm 9,0 kg Perempuan 2 tahun 2 5

5 Li 70 cm 8,0 kg Perempuan 2 tahun 3 8

6 No 76 cm 10,5 kg Laki-Laki 2 tahun 0 4

7 Mi 85 cm 11,0 kg Perempuan 2 tahun 5 9

8 Ra 82 cm 13,0 kg Laki-Laki 3 tahun 5 10

9 R 79 cm 9,0 kg Laki-Laki 2 tahun 5 10

14. Melangkahi balok keseimbangan

No. Nama Tinggi

Badan

Berat

Badan

Jenis

Kelamin Usia Sebelum Setelah

1 Br 70 cm 13,0 kg Laki-Laki 2 tahun 2 4

2 De 80 cm 12,0 kg Laki-Laki 3 tahun 2 4

3 Ci 83 cm 10,0 kg Perempuan 2 tahun 2 4

4 Ki 75 cm 9,0 kg Perempuan 2 tahun 4 6

5 Li 70 cm 8,0 kg Perempuan 2 tahun 2 4

6 No 76 cm 10,5 kg Laki-Laki 2 tahun 2 4

7 Mi 85 cm 11,0 kg Perempuan 2 tahun 2 6

8 Ra 82 cm 13,0 kg Laki-Laki 3 tahun 6 6

9 R 79 cm 9,0 kg Laki-Laki 2 tahun 2 6

15. Maju menggapai benda

No. Nama Tinggi

Badan

Berat

Badan

Jenis

Kelamin Usia Sebelum Setelah

1 Br 70 cm 13,0 kg Laki-Laki 2 tahun 2 4

2 De 80 cm 12,0 kg Laki-Laki 3 tahun 2 2

3 Ci 83 cm 10,0 kg Perempuan 2 tahun 2 4

4 Ki 75 cm 9,0 kg Perempuan 2 tahun 2 4

5 Li 70 cm 8,0 kg Perempuan 2 tahun 2 2

6 No 76 cm 10,5 kg Laki-Laki 2 tahun 2 2

7 Mi 85 cm 11,0 kg Perempuan 2 tahun 2 4

8 Ra 82 cm 13,0 kg Laki-Laki 3 tahun 2 4

9 R 79 cm 9,0 kg Laki-Laki 2 tahun 2 4

Page 118: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

16. a. Berputar ke kiri 360°

No. Nama Tinggi

Badan

Berat

Badan

Jenis

Kelamin Usia Sebelum Setelah

1 Br 70 cm 13,0 kg Laki-Laki 2 tahun 2 4

2 De 80 cm 12,0 kg Laki-Laki 3 tahun 2 4

3 Ci 83 cm 10,0 kg Perempuan 2 tahun 2 4

4 Ki 75 cm 9,0 kg Perempuan 2 tahun 2 6

5 Li 70 cm 8,0 kg Perempuan 2 tahun 2 4

6 No 76 cm 10,5 kg Laki-Laki 2 tahun 2 4

7 Mi 85 cm 11,0 kg Perempuan 2 tahun 2 6

8 Ra 82 cm 13,0 kg Laki-Laki 3 tahun 6 6

9 R 79 cm 9,0 kg Laki-Laki 2 tahun 2 6

b. Berputar ke kanan 360°

No. Nama Tinggi

Badan

Berat

Badan

Jenis

Kelamin Usia Sebelum Setelah

1 Br 70 cm 13,0 kg Laki-Laki 2 tahun 2 4

2 De 80 cm 12,0 kg Laki-Laki 3 tahun 2 4

3 Ci 83 cm 10,0 kg Perempuan 2 tahun 2 4

4 Ki 75 cm 9,0 kg Perempuan 2 tahun 2 6

5 Li 70 cm 8,0 kg Perempuan 2 tahun 2 4

6 No 76 cm 10,5 kg Laki-Laki 2 tahun 2 4

7 Mi 85 cm 11,0 kg Perempuan 2 tahun 2 6

8 Ra 82 cm 13,0 kg Laki-Laki 3 tahun 6 6

9 R 79 cm 9,0 kg Laki-Laki 2 tahun 2 6

Page 119: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

Kelompok-2

Neuro Development Treatment dan Sensory Integration

1. Berdiri pada permukaan keras

No. Nama Tinggi

Badan

Berat

Badan Jenis Kelamin Usia Sebelum Setelah

1 Ai 85 cm 12,0 kg Perempuan 2 tahun 6 10

2 Ba 80 cm 10,5 kg Laki-Laki 4 tahun 10 10

3 Na 84 cm 13,0 kg Perempuan 2 tahun 10 10

4 R 77 cm 8,0 kg Perempuan 2 tahun 8 10

5 Ra 80 cm 12,0 kg Laki-Laki 3 tahun 7 10

6 Re 84 cm 11,5 kg Laki-Laki 2 tahun 10 10

7 Ri 82 cm 8,0 kg Laki-Laki 2 tahun 10 10

8 Riz 80 cm 10,0 kg Laki-Laki 2 tahun 5 9

9 Sa 85 cm 11,0 kg Perempuan 2 tahun 6 9

2. Berdiri pada permukaan keras dengan mata tertutup

No. Nama Tinggi

Badan

Berat

Badan Jenis Kelamin Usia Sebelum Setelah

1 Ai 85 cm 12,0 kg Perempuan 2 tahun 0 5

2 Ba 80 cm 10,5 kg Laki-Laki 4 tahun 8 10

3 Na 84 cm 13,0 kg Perempuan 2 tahun 0 6

4 R 77 cm 8,0 kg Perempuan 2 tahun 10 10

5 Ra 80 cm 12,0 kg Laki-Laki 3 tahun 3 8

6 Re 84 cm 11,5 kg Laki-Laki 2 tahun 0 6

7 Ri 82 cm 8,0 kg Laki-Laki 2 tahun 2 8

8 Riz 80 cm 10,0 kg Laki-Laki 2 tahun 0 6

9 Sa 85 cm 11,0 kg Perempuan 2 tahun 1 7

3. Berdiri pada permukaan lunak

No. Nama Tinggi

Badan

Berat

Badan Jenis Kelamin Usia Sebelum Setelah

1 Ai 85 cm 12,0 kg Perempuan 2 tahun 7 10

2 Ba 80 cm 10,5 kg Laki-Laki 4 tahun 10 10

3 Na 84 cm 13,0 kg Perempuan 2 tahun 10 10

4 R 77 cm 8,0 kg Perempuan 2 tahun 7 10

5 Ra 80 cm 12,0 kg Laki-Laki 3 tahun 7 10

6 Re 84 cm 11,5 kg Laki-Laki 2 tahun 10 10

7 Ri 82 cm 8,0 kg Laki-Laki 2 tahun 10 10

8 Riz 80 cm 10,0 kg Laki-Laki 2 tahun 4 9

9 Sa 85 cm 11,0 kg Perempuan 2 tahun 5 10

Page 120: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

4. Berdiri pada permukaan lunak dengan mata tertutup

No. Nama Tinggi

Badan

Berat

Badan Jenis Kelamin Usia Sebelum Setelah

1 Ai 85 cm 12,0 kg Perempuan 2 tahun 0 5

2 Ba 80 cm 10,5 kg Laki-Laki 4 tahun 7 10

3 Na 84 cm 13,0 kg Perempuan 2 tahun 0 4

4 R 77 cm 8,0 kg Perempuan 2 tahun 10 10

5 Ra 80 cm 12,0 kg Laki-Laki 3 tahun 2 8

6 Re 84 cm 11,5 kg Laki-Laki 2 tahun 0 6

7 Ri 82 cm 8,0 kg Laki-Laki 2 tahun 2 8

8 Riz 80 cm 10,0 kg Laki-Laki 2 tahun 0 7

9 Sa 85 cm 11,0 kg Perempuan 2 tahun 1 6

5. Berdiri dengan 1 tungkai

No. Nama Tinggi

Badan

Berat

Badan Jenis Kelamin Usia Sebelum Setelah

1 Ai 85 cm 12,0 kg Perempuan 2 tahun 0 6

2 Ba 80 cm 10,5 kg Laki-Laki 4 tahun 0 7

3 Na 84 cm 13,0 kg Perempuan 2 tahun 0 7

4 R 77 cm 8,0 kg Perempuan 2 tahun 0 5

5 Ra 80 cm 12,0 kg Laki-Laki 3 tahun 0 5

6 Re 84 cm 11,5 kg Laki-Laki 2 tahun 0 7

7 Ri 82 cm 8,0 kg Laki-Laki 2 tahun 3 10

8 Riz 80 cm 10,0 kg Laki-Laki 2 tahun 0 6

9 Sa 85 cm 11,0 kg Perempuan 2 tahun 8 10

6. Berdiri dengan 1 tungkai diatas balok keseimbangan

No. Nama Tinggi

Badan

Berat

Badan Jenis Kelamin Usia Sebelum Setelah

1 Ai 85 cm 12,0 kg Perempuan 2 tahun 0 5

2 Ba 80 cm 10,5 kg Laki-Laki 4 tahun 0 6

3 Na 84 cm 13,0 kg Perempuan 2 tahun 0 7

4 R 77 cm 8,0 kg Perempuan 2 tahun 0 5

5 Ra 80 cm 12,0 kg Laki-Laki 3 tahun 0 5

6 Re 84 cm 11,5 kg Laki-Laki 2 tahun 0 6

7 Ri 82 cm 8,0 kg Laki-Laki 2 tahun 6 9

8 Riz 80 cm 10,0 kg Laki-Laki 2 tahun 0 4

9 Sa 85 cm 11,0 kg Perempuan 2 tahun 4 8

Page 121: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

7. Berdiri dengan 1 tungkai diatas balok keseimbangan dengan mata tertutup

No. Nama Tinggi

Badan

Berat

Badan Jenis Kelamin Usia Sebelum Setelah

1 Ai 85 cm 12,0 kg Perempuan 2 tahun 0 4

2 Ba 80 cm 10,5 kg Laki-Laki 4 tahun 0 4

3 Na 84 cm 13,0 kg Perempuan 2 tahun 0 5

4 R 77 cm 8,0 kg Perempuan 2 tahun 0 4

5 Ra 80 cm 12,0 kg Laki-Laki 3 tahun 0 4

6 Re 84 cm 11,5 kg Laki-Laki 2 tahun 0 5

7 Ri 82 cm 8,0 kg Laki-Laki 2 tahun 0 5

8 Riz 80 cm 10,0 kg Laki-Laki 2 tahun 0 3

9 Sa 85 cm 11,0 kg Perempuan 2 tahun 0 3

8. Time up go test

No. Nama Tinggi

Badan

Berat

Badan Jenis Kelamin Usia Sebelum Setelah

1 Ai 85 cm 12,0 kg Perempuan 2 tahun 0 5

2 Ba 80 cm 10,5 kg Laki-Laki 4 tahun 12 15

3 Na 84 cm 13,0 kg Perempuan 2 tahun 10 15

4 R 77 cm 8,0 kg Perempuan 2 tahun 5 9

5 Ra 80 cm 12,0 kg Laki-Laki 3 tahun 7 11

6 Re 84 cm 11,5 kg Laki-Laki 2 tahun 11 15

7 Ri 82 cm 8,0 kg Laki-Laki 2 tahun 13 15

8 Riz 80 cm 10,0 kg Laki-Laki 2 tahun 0 6

9 Sa 85 cm 11,0 kg Perempuan 2 tahun 3 9

9. Berjalan maju pada garis

No. Nama Tinggi

Badan

Berat

Badan Jenis Kelamin Usia Sebelum Setelah

1 Ai 85 cm 12,0 kg Perempuan 2 tahun 3 6

2 Ba 80 cm 10,5 kg Laki-Laki 4 tahun 2 6

3 Na 84 cm 13,0 kg Perempuan 2 tahun 6 6

4 R 77 cm 8,0 kg Perempuan 2 tahun 2 6

5 Ra 80 cm 12,0 kg Laki-Laki 3 tahun 4 6

6 Re 84 cm 11,5 kg Laki-Laki 2 tahun 0 6

7 Ri 82 cm 8,0 kg Laki-Laki 2 tahun 4 6

8 Riz 80 cm 10,0 kg Laki-Laki 2 tahun 0 6

9 Sa 85 cm 11,0 kg Perempuan 2 tahun 4 6

Page 122: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

10. Berjalan maju diatas balok keseimbangan

No. Nama Tinggi

Badan

Berat

Badan Jenis Kelamin Usia Sebelum Setelah

1 Ai 85 cm 12,0 kg Perempuan 2 tahun 3 6

2 Ba 80 cm 10,5 kg Laki-Laki 4 tahun 2 6

3 Na 84 cm 13,0 kg Perempuan 2 tahun 6 6

4 R 77 cm 8,0 kg Perempuan 2 tahun 2 6

5 Ra 80 cm 12,0 kg Laki-Laki 3 tahun 4 6

6 Re 84 cm 11,5 kg Laki-Laki 2 tahun 0 6

7 Ri 82 cm 8,0 kg Laki-Laki 2 tahun 4 6

8 Riz 80 cm 10,0 kg Laki-Laki 2 tahun 0 6

9 Sa 85 cm 11,0 kg Perempuan 2 tahun 4 6

11. Berjalan maju “heel-to-toe” pada garis

No. Nama Tinggi

Badan

Berat

Badan Jenis Kelamin Usia Sebelum Setelah

1 Ai 85 cm 12,0 kg Perempuan 2 tahun 0 4

2 Ba 80 cm 10,5 kg Laki-Laki 4 tahun 0 6

3 Na 84 cm 13,0 kg Perempuan 2 tahun 0 4

4 R 77 cm 8,0 kg Perempuan 2 tahun 0 4

5 Ra 80 cm 12,0 kg Laki-Laki 3 tahun 0 6

6 Re 84 cm 11,5 kg Laki-Laki 2 tahun 0 3

7 Ri 82 cm 8,0 kg Laki-Laki 2 tahun 4 6

8 Riz 80 cm 10,0 kg Laki-Laki 2 tahun 0 4

9 Sa 85 cm 11,0 kg Perempuan 2 tahun 0 3

12. Berjalan maju “heel-to-toe” pada balok keseimbangan

No. Nama Tinggi

Badan

Berat

Badan Jenis Kelamin Usia Sebelum Setelah

1 Ai 85 cm 12,0 kg Perempuan 2 tahun 0 3

2 Ba 80 cm 10,5 kg Laki-Laki 4 tahun 0 5

3 Na 84 cm 13,0 kg Perempuan 2 tahun 0 4

4 R 77 cm 8,0 kg Perempuan 2 tahun 0 3

5 Ra 80 cm 12,0 kg Laki-Laki 3 tahun 0 6

6 Re 84 cm 11,5 kg Laki-Laki 2 tahun 0 2

7 Ri 82 cm 8,0 kg Laki-Laki 2 tahun 3 6

8 Riz 80 cm 10,0 kg Laki-Laki 2 tahun 0 3

9 Sa 85 cm 11,0 kg Perempuan 2 tahun 0 3

Page 123: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

13. Berdiri ke duduk

No. Nama Tinggi

Badan

Berat

Badan Jenis Kelamin Usia Sebelum Setelah

1 Ai 85 cm 12,0 kg Perempuan 2 tahun 4 7

2 Ba 80 cm 10,5 kg Laki-Laki 4 tahun 1 6

3 Na 84 cm 13,0 kg Perempuan 2 tahun 5 7

4 R 77 cm 8,0 kg Perempuan 2 tahun 2 8

5 Ra 80 cm 12,0 kg Laki-Laki 3 tahun 3 8

6 Re 84 cm 11,5 kg Laki-Laki 2 tahun 0 6

7 Ri 82 cm 8,0 kg Laki-Laki 2 tahun 3 7

8 Riz 80 cm 10,0 kg Laki-Laki 2 tahun 2 9

9 Sa 85 cm 11,0 kg Perempuan 2 tahun 1 6

14. Melangkahi balok keseimbangan

No. Nama Tinggi

Badan

Berat

Badan Jenis Kelamin Usia Sebelum Setelah

1 Ai 85 cm 12,0 kg Perempuan 2 tahun 2 6

2 Ba 80 cm 10,5 kg Laki-Laki 4 tahun 2 6

3 Na 84 cm 13,0 kg Perempuan 2 tahun 4 6

4 R 77 cm 8,0 kg Perempuan 2 tahun 6 6

5 Ra 80 cm 12,0 kg Laki-Laki 3 tahun 2 4

6 Re 84 cm 11,5 kg Laki-Laki 2 tahun 2 4

7 Ri 82 cm 8,0 kg Laki-Laki 2 tahun 4 6

8 Riz 80 cm 10,0 kg Laki-Laki 2 tahun 2 4

9 Sa 85 cm 11,0 kg Perempuan 2 tahun 4 6

15. Maju menggapai benda

No. Nama Tinggi

Badan

Berat

Badan Jenis Kelamin Usia Sebelum Setelah

1 Ai 85 cm 12,0 kg Perempuan 2 tahun 2 4

2 Ba 80 cm 10,5 kg Laki-Laki 4 tahun 2 4

3 Na 84 cm 13,0 kg Perempuan 2 tahun 2 4

4 R 77 cm 8,0 kg Perempuan 2 tahun 2 4

5 Ra 80 cm 12,0 kg Laki-Laki 3 tahun 2 4

6 Re 84 cm 11,5 kg Laki-Laki 2 tahun 2 4

7 Ri 82 cm 8,0 kg Laki-Laki 2 tahun 2 4

8 Riz 80 cm 10,0 kg Laki-Laki 2 tahun 2 4

9 Sa 85 cm 11,0 kg Perempuan 2 tahun 4 6

Page 124: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

16. a. Berputar ke kiri 360°

No. Nama Tinggi

Badan

Berat

Badan Jenis Kelamin Usia Sebelum Setelah

1 Ai 85 cm 12,0 kg Perempuan 2 tahun 4 6

2 Ba 80 cm 10,5 kg Laki-Laki 4 tahun 2 6

3 Na 84 cm 13,0 kg Perempuan 2 tahun 2 6

4 R 77 cm 8,0 kg Perempuan 2 tahun 6 6

5 Ra 80 cm 12,0 kg Laki-Laki 3 tahun 2 6

6 Re 84 cm 11,5 kg Laki-Laki 2 tahun 2 6

7 Ri 82 cm 8,0 kg Laki-Laki 2 tahun 6 6

8 Riz 80 cm 10,0 kg Laki-Laki 2 tahun 2 6

9 Sa 85 cm 11,0 kg Perempuan 2 tahun 2 6

b. Berputar ke kanan 360°

No. Nama Tinggi

Badan

Berat

Badan Jenis Kelamin Usia Sebelum Setelah

1 Ai 85 cm 12,0 kg Perempuan 2 tahun 4 6

2 Ba 80 cm 10,5 kg Laki-Laki 4 tahun 2 6

3 Na 84 cm 13,0 kg Perempuan 2 tahun 2 6

4 R 77 cm 8,0 kg Perempuan 2 tahun 6 6

5 Ra 80 cm 12,0 kg Laki-Laki 3 tahun 2 6

6 Re 84 cm 11,5 kg Laki-Laki 2 tahun 2 6

7 Ri 82 cm 8,0 kg Laki-Laki 2 tahun 6 6

8 Riz 80 cm 10,0 kg Laki-Laki 2 tahun 2 6

9 Sa 85 cm 11,0 kg Perempuan 2 tahun 2 6

Page 125: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

Lampiran

Hasil Uji Analisis

Page 126: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

UJI KARAKTERISTIK

Statistics

Umur

Kel1

Umur

Kel2

JenisKelami

nKel1

JenisKelami

nKel2

TinggiBada

nKel1

TinggiBada

nKel2

BeratBada

nKel1

BeratBada

nKel2

N Valid 9 9 9 9 9 9 9 9

Missi

ng 0 0 0 0 0 0 0 0

Std.

Error of

Mean

.147 .236 .176 .176 1.809 .935 .5996 .5833

Std.

Deviati

on

.441 .707 .527 .527 5.426 2.804 1.7989 1.7500

UmurKel1

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 2 7 77.8 77.8 77.8

3 2 22.2 22.2 100.0

Total 9 100.0 100.0

UmurKel2

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 2 7 77.8 77.8 77.8

3 1 11.1 11.1 88.9

4 1 11.1 11.1 100.0

Total 9 100.0 100.0

JenisKelaminKel1

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Laki-laki 5 55.6 55.6 55.6

Perempuan 4 44.4 44.4 100.0

Total 9 100.0 100.0

JenisKelaminKel2

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Laki-laki 5 55.6 55.6 55.6

Perempuan 4 44.4 44.4 100.0

Total 9 100.0 100.0

Lampiran 7

Page 127: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

TinggiBadanKel1

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 70 2 22.2 22.2 22.2

75 1 11.1 11.1 33.3

76 1 11.1 11.1 44.4

79 1 11.1 11.1 55.6

80 1 11.1 11.1 66.7

82 1 11.1 11.1 77.8

83 1 11.1 11.1 88.9

85 1 11.1 11.1 100.0

Total 9 100.0 100.0

TinggiBadanKel2

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 77 1 11.1 11.1 11.1

80 3 33.3 33.3 44.4

82 1 11.1 11.1 55.6

84 2 22.2 22.2 77.8

85 2 22.2 22.2 100.0

Total 9 100.0 100.0

BeratBadanKel1

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 8 1 11.1 11.1 11.1

9 2 22.2 22.2 33.3

10 1 11.1 11.1 44.4

10.5 1 11.1 11.1 55.6

11 1 11.1 11.1 66.7

12 1 11.1 11.1 77.8

13 2 22.2 22.2 100.0

Total 9 100.0 100.0

Page 128: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

BeratBadanKel2

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 8 2 22.2 22.2 22.2

10 1 11.1 11.1 33.3

10.5 1 11.1 11.1 44.4

11 1 11.1 11.1 55.6

11.5 1 11.1 11.1 66.7

12 2 22.2 22.2 88.9

13 1 11.1 11.1 100.0

Total 9 100.0 100.0

UJI HOMOGENITAS DATA VARIAN SUBJEK DAN SKOR SIXTEEN BALANCE TEST

KEDUA KELOMPOK

Test of Homogeneity of Variance

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

Sebelum_Perlakuan Based on Mean 1,389 1 16 ,256

Setelah_Perlakuan Based on Mean 10,667 1 16 ,005

Umur Based on Mean 1,044 1 16 ,322

JenisKelamin Based on Mean ,000 1 16 1,000

TinggiBadan Based on Mean 4,694 1 16 ,046

BeratBadan Based on Mean ,037 1 16 ,849

Page 129: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

UJI NORMALITAS DATA SKOR SIXTEEN BALANCE TEST SEBELUM

DAN SETELAH PERLAKUAN KEDUA KELOMPOK

Descriptives

Kelompok

Statistic

Std.

Error

Sebelum_Perlakuan NDT Mean 54,67 7,927

95% Confidence Interval

for Mean

Lower Bound 36,39

Upper Bound 72,95

5% Trimmed Mean 54,19

Median 62,00

Variance 565,500

Std. Deviation 23,780

Minimum 23

Maximum 95

Range 72

Interquartile Range 38

Skewness ,242 ,717

Kurtosis -,939 1,400

NDT&SI Mean 50,22 6,193

95% Confidence Interval

for Mean

Lower Bound 35,94

Upper Bound 64,50

5% Trimmed Mean 50,19

Median 49,00

Variance 345,194

Std. Deviation 18,579

Minimum 19

Maximum 82

Range 63

Interquartile Range 26

Skewness ,044 ,717

Kurtosis ,180 1,400

Setelah_Perlakuan NDT Mean 90,44 7,997

95% Confidence Interval

for Mean

Lower Bound 72,00

Upper Bound 108,88

5% Trimmed Mean 90,94

Page 130: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

Median 91,00

Variance 575,528

Std. Deviation 23,990

Minimum 55

Maximum 117

Range 62

Interquartile Range 48

Skewness -,219 ,717

Kurtosis -1,713 1,400

NDT&SI Mean 111,44 3,309

95% Confidence Interval

for Mean

Lower Bound 103,81

Upper Bound 119,07

5% Trimmed Mean 111,27

Median 112,00

Variance 98,528

Std. Deviation 9,926

Minimum 98

Maximum 128

Range 30

Interquartile Range 15

Skewness ,195 ,717

Kurtosis -,199 1,400

Tests of Normality

Kelompok Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Sebelum_Perlakuan dimension1

NDT ,203 9 ,200* ,936 9 ,545

NDT&SI ,095 9 ,200* ,996 9 1,000

Setelah_Perlakuan dimension1

NDT ,186 9 ,200* ,903 9 ,270

NDT&SI ,216 9 ,200* ,928 9 ,461

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Page 131: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

UJI KELOMPOK 1 DAN KELOMPOK 2

SEBELUM DAN SETELAH PERLAKUAN

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 SebPerKel1 54,67 9 23,780 7,927

SetPerKel1 90,44 9 23,990 7,997

Pair 2 SebPerKel2 50,22 9 18,579 6,193

SetPerKel2 111,44 9 9,926 3,309

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 SebPerKel1 & SetPerKel1 9 ,949 ,000

Pair 2 SebPerKel2 & SetPerKel2 9 ,891 ,001

Paired Samples Test

Paired Differences

t df

Sig. (2-

tailed) Mean

Std.

Deviation

Std.

Error

Mean

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair

1

SebPerKel1 -

SetPerKel1

-

35,778

7,645 2,548 -41,654 -29,901 -

14,040

8 ,000

Pair

2

SebPerKel2 -

SetPerKel2

-

61,222

10,721 3,574 -69,463 -52,981 -

17,131

8 ,000

Page 132: kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration

UJI NILAI KESEIMBANGAN PERLAKUAN KELOMPOK 1 DAN 2

Group Statistics

Kelompok

N Mean Std. Deviation

Std. Error

Mean

Sebelum_Perlakuan dimension1

NDT 9 54,67 23,780 7,927

NDT&SI 9 50,22 18,579 6,193

Setelah_Perlakuan dimension1

NDT 9 90,44 23,990 7,997

NDT&SI 9 111,44 9,926 3,309

Independent Samples Test

Levene's

Test for

Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F

Sig

. t df

Sig.

(2-

tailed

)

Mean

Differen

ce

Std.

Error

Differen

ce

95%

Confidence

Interval of

the

Difference

Lowe

r

Uppe

r

Sebelum_

Perlakuan

Equal

variances

assumed

1,389 ,25

6

,442 16 ,665 4,444 10,059 -

16,88

0

25,76

9

Equal

variances not

assumed

,442 15,11

5

,665 4,444 10,059 -

16,98

2

25,87

1

Setelah_P

erlakuan

Equal

variances

assumed

10,667 ,00

5

-

2,42

7

16 ,027 -21,000 8,654 -

39,34

6

-

2,654

Equal

variances not

assumed

-

2,42

7

10,66

1

,034 -21,000 8,654 -

40,12

2

-

1,878