sindroma guillain barre

27
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... ii DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii DAFTAR TABEL .............................................................................................. iv DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... v BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................ 6 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA II.1 Epidemiologi ............................................................................................... 8 II.2 Diagnosis dan Klasifikasi ............................................................................ 8 II.3 Patogenesis .................................................................................................. 12 II.4 Spektrum Klinis ........................................................................................... 20 II.5 Sejarah Alami .............................................................................................. 24 II.6 Terapi ........................................................................................................... 25 BAB III. PENUTUP III.1 Kesimpulan ................................................................................................ 27 III.2 Saran ........................................................................................................... 28 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 29

Upload: evan-marpaung

Post on 04-Sep-2015

39 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Sindroma Guillain Barre

TRANSCRIPT

  • DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i

    LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... ii

    DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii

    DAFTAR TABEL .............................................................................................. iv

    DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... v

    BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................ 6

    BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

    II.1 Epidemiologi ............................................................................................... 8

    II.2 Diagnosis dan Klasifikasi ............................................................................ 8

    II.3 Patogenesis .................................................................................................. 12

    II.4 Spektrum Klinis ........................................................................................... 20

    II.5 Sejarah Alami .............................................................................................. 24

    II.6 Terapi ........................................................................................................... 25

    BAB III. PENUTUP

    III.1 Kesimpulan ................................................................................................ 27

    III.2 Saran ........................................................................................................... 28

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 29

  • ii

    DAFTAR TABEL

    Tabel Halaman

    1. Diagnosis GBS tipikal ....................................................................... 9

    2. Subtipe GBS ...................................................................................... 11

    3. Diagnosis banding GBS ..................................................................... 12

    4. Beberapa penyakit yang menyerupai sindroma Guillai-Barre dan karakteristik yang membedakannya .................................................. 22

    5. Manajemen GBS ................................................................................ 25

  • iii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar Halaman

    1. Langkah-langkah dalam mengklasifikasikan GBS secara klinis ....... 10

    2. Imunobiologikal dari GBS ................................................................. 15

    3. Imunopatogenesis yang mungkin terjadi pada GBS .......................... 17

    4. Hubungan antara infeksi, antibodi antigangliosid, dan gambaran klinis GBS .......................................................................................... 18

    5. Spektrum kelainan pada GBS dan hubungannya dengan antibodi antinukleosida .................................................................................... 21

  • 4

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Hampir satu abad yang lalu, ahli saraf Perancis Guillain, Barre dan Strohl

    menyatakan adanya dua tentara yang mengalami kelumpuhan akut dengan

    arefleksia sembuh secara spontan. Mereka menemukan adanya kombinasi

    peningkatan konsentrasi protein dengan jumlah sel yang normal dalam CSF, atau

    adanya disosiasi albuminositologikal, yang membedakannya dari kondisi

    poliomielitis. Meskipun fakta bahwa Landry sudah melaporkan kasus serupa di

    tahun 1859, kombinasi fitur klinis dan laboratorium ini tetap dikenal sebagai

    sindrom Guillain-Barre (GBS). Sampai sekarang, GBS tetap merupakan diagnosis

    deskriptif dengan tidak adanya tes diagnostik spesifik. Kombinasi dari kejadian

    yang cepat, progresif, kelemahan simetris pada lengan dan kaki dengan atau tanpa

    gangguan sensorik, hipofleksia atau arefleksia, dan ketiadaan reaksi selular CSF,

    tetap menjadi acuan diagnosis klinis GBS. Selama 20 tahun, percobaan acak

    terkontrol (RCTs) telah menunjukkan efektivitas plasma tukar (PE) dan

    imunoglobulin intravena (IVIg), serta beberapa faktor tertentu, seperti

    Campylobacter jejuni, juga infeksi lain sebelumnya yang menginduksi antibodi

    antiganglioside telah ditemukan sebagai informasi penting dalam patogenesis

    GBS. Fokus disini adalah pada diagnosis dan memperluas spektrum klinis GBS,

    sering terjadinya nyeri dan disfungsi otonom, dan wawasan baru mengenai

    patogenesis sindrom.1

  • 5

    GBS adalah salah satu contoh terbaik dari penyakit kekebalan post

    infeksius dan menggambarkan mekanisme kerusakan jaringan dalam penyakit

    autoimun lainnya secara lebih umum. Studi epidemiologi terkontrol

    menghubungkannya dengan infeksi bakteri Campylobacter jejuni termasuk

    Cytomegalovirus virus dan Epstein Barr virus. Ada beberapa varian presentasi

    yang akan terbagi menjadi beberapa pola seperti waktu kejadian monofasik,

    pemulihan, kemungkinan patogenesis kekebalan serupa, dan prognosis. Spektrum

    klinis yang disusun oleh SGB klasik (pola demielinisasi akut-AIDP), sindroma

    Miller-Fisher, neuropati axonal motor (AMAN), neuropati axonal sensori-motor

    akut (AMSAN), varian sensorik murni, pandysautonomies akut, dan varian

    pharyngeal-serviks-brakialis.2

  • 6

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    II.1 Epidemiologi

    GBS adalah penyebab umum kelumpuhan neuromuskular, dan telah

    dilaporkan di seluruh dunia. Kejadian tahunan GBS dilaporkan 1,2-2, 3 per

    100.000. Sebagian studi telah menemukan bahwa insiden meningkat linear dengan

    usia dan laki-laki sekitar 1-5 kali lebih mungkin banyak daripada wanita. Sebuah

    laporan epidemiologi dari Amerika Serikat mengindikasikan bahwa insiden GBS

    antara pasien berusia 18 tahun atau lebih tua tidak berubah selama periode 2000-

    2004. Laporan sementara peningkatan insiden GBS adalah sangat jarang. Salah

    satu laporan yang paling mencolok datang dari sebuah penelitian di Cina, yang

    menunjukkan peningkatan axonal, varian GBS motorik selama musim panas

    tahun 1991 dan 1992 di daerah pedesaan. Telah diamati juga adanya kenaikan

    sementara insiden GBS dari 1,6 menjadi 3,1 per 100.000 selama periode 1987-

    1999 di pulau Karibia Curaao. Namun, tidak diterbitkan pengamatan yang

    menunjukkan bahwa peningkatan sementara insiden di Curaao hampir kembali

    normal pada tahun 2006.1

    II.2 Diagnosis dan Klasifikasi

    GBS paling sering merupakan kelainan post infeksi yang biasanya terjadi

    pada orang sehat, dan hal ini tidak biasa terkait dengan autoimun atau gangguan

    sistemik lain. Dalam kasus yang khas, gejala yang pertama diantaranya adalah

  • 7

    nyeri, mati rasa, paraestesia, atau kelemahan di tungkai. Gambaran utama dari

    GBS adalah progresifcepat bilateral dan relatif simetris pada kelemahan anggota

    badan dengan atau tanpa keterlibatan otot pernapasan atau saraf kranial yang

    mempersarafi otot. Kriteria diagnostik khas GBS ditunjukkan dalam tabel 1.

    Kelemahan sama-sama dapat mempengaruhi semua otot tungkai, atau didominasi

    distal atau proksimal otot di lengan atau kaki. Refleks tendon dalam pasien telah

    menurun atau tidak ada sama sekali, setidaknya pada anggota badan yang terkena.

    Punksi lumbal hampir selalu dilakukan pada pasien yang dicurigai GBS.

    Pemeriksaan CSF biasanya menunjukkan peningkatan protein CSF dengan jumlah

    sel darah putih yang normal. Kesalahpahaman umum adalah bahwa protein CSF

    selalu meningkat pada GBS; konsentrasi protein CSF pada pasien dengan GBS

    justru sering normal dalam minggu pertama, tetapi meningkat lebih dari 90% pada

    akhir minggu kedua. Dalam sebuah studi yang besar, pasien dengan Miller Fisher

    sindrom (MFS), subtipe GBS, proporsi pasien dengan peningkatan protein total

    CSF meningkat dari 25% pada minggu pertama menjadi 84% pada minggu

    ketiga.1

    Tabel 1. Diagnosis GBS tipikal1

    Diagnosis GBS tipikal

    Gambaran umum diagnosis

    Kelemahan progresif pada kedua lengan dan tungkai (dapat diawali dengan

    kelemahan hanya pada tungkai)

    Arefleksia (atau penurunan reflex tendon)

    Gambaran yang memperkuat diagnosis

    Progresi gejala-gejala lebih dari satu hari sampai 4 minggu

    Gejala-gejala relatif simetris dari gejala-gejala

    Gejala atau tanda sensori yang ringan

    Perubahan nervus kranialis, khususnya kelemahan bilateral otot fasialis

    Disfungsi autonom

    Nyeri (sering ada)

  • 8

    Konsentrasi protein yang tinggi dalam CSF

    Gambaran elektrodiagnosis yang khas

    Gambaran yang harus meningkatkan keraguan tentang diagnosis

    Disfungsi paru berat dengan kelemahan sebatas tungkai saat onset

    Tanda sensori berat dengan kelemahan terbatas saat onset

    Disfungsi pencernaan atau perkemihan saat onset

    Demam saat onset

    Tingkat sensori tajam

    Progresi lambat dengan kelemahan terbatas tanpa perubahan sistem pernafasan

    (termasuk dalam subacute inflammatory demyelinating polyneuropathy or

    CIDP)

    Kelemahan asimetris persisten

    Disfungsi perkemihan atau pencernaan persisten

    Peningkatan jumlah sel mononuclear dalam CSF (>50106/L)

    Sel polimorfonuklear dalam CSF

    Penelitian terbaru mengindikasikan bahwa konsentrasi haptoglobin, -1-

    antitripsin, apolipoprotein, dan neurofilamen meningkat pada CSF pasien dengan

    GBS. Peningkatan ini secara patogenetik relevansinya sampai saat ini belum

    diketahui. Elektromiografi dapat membantu diagnosis klinis yang sulit seperti

    pada pasien yang memiliki rasa sakit, dan sangat diperlukan subklasifikasi GBS

    menjadi neuropati axonal motor akut (AMAN) dan acute inflammatory

    demyelinating polyneuropathy (AIDP).1

    Gambar 1. Langkah-langkah dalam mengklasifikasikan GBS secara klinis3

  • 9

    Pada pasien yang khas dengan GBS, diagnosis biasanya dapat langsung

    ditegakkan. Namun, pada pasien yang atipikal, peningkatkan jumlah sel CSF

    dapat meningkatkan kemungkinan penyakit lain, seperti keganasan

    leptomeningeal, penyakit Lyme, infeksi virus West Nile, GBS berhubungan

    dengan polio, khususnya di negara berkembang. Beberapa gambaran yang dapat

    meningkatkan keraguan tentang diagnosis GBS tercantum dalam tabel 2.1

    Tabel 2. Subtipe GBS4

    Subtipe GBS

    Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy (AIDP)

    - Gangguan autoimun yang dimediasi antibodi. - Dipicu oleh infeksi terdahulu atau vaksinasi.

    - Radang demyelinasi terjadi dan dapat disertai dengan kerusakan akson saraf.

    - Remyelinasi terjadi setelah penghentian reaksi kekebalan.

    Acute motor axonal neuropathy (AMAN) - Kebanyakan pasien seropositif untuk infeksi Campylobacter.

    - Neuropati bentuk motor aksonal murni.

    - Pasien anak-anak sebagian besar terpengaruh dan pemulihan biasanya cepat.

    Acute motor sensory axonal neuropathy (AMSAN) - Degenerasi serat sensorik dengan peradangan minimal dari motor demyelinasi dan

    myelinasi.

    - Mirip dengan AMAN kecuali AMSAN hanya mempengaruhi saraf sensorik dan akar.

    - Biasanya mempengaruhi orang dewasa.

    Miller Fisher syndrome - Langka, berkembang cepat menjadi ataksia, areflexia, dengan kelemahan ekstremitas

    dan ophthalmoplegia.

    - Kehilangan sensori tidak umum, tetapi propriosepsi dapat terganggu.

    - Demyelination dan peradangan saraf kranial III/IV, ganglia tulang belakang, dan saraf

    tepi.

    - Resolusi satu sampai tiga bulan.

    Acute panautonomic neuropathy - Paling langka dari semua jenis, dengan keterlibatan simpatis, parasimpatis, dan

    jantung.

    - Pemulihan lengkap dan bertahap.

    Manifestasi klinis GBS dapat bervariasi, dan gangguan bervariasi lainnya

    dapat menyebabkan gambaran serupa paresis neuromuskular akut (tabel 2).

    Diagnosis GBS dapat menjadi sulit, terutama pada pasien dengan kelemahan

  • 10

    asimetris, pada mereka dengan kelemahan yang pada awalnya hanya di lengan,

    pada pasien yang dengan cepat mengalami penurunan prograsif dari fungsi paru

    dengan kekuatan otot yang relative masih baik di ekstremitas, dan pada pasien

    dengan nyeri yang menonjol atau disfungsi otonom sebagai gejala utama.1

    Tabel 3. Diagnosis banding GBS1

    Diagnosis banding GBS

    Abnormalitas intracranial/korda spinalis

    Ensefalitis batang otak, meningitis carcinomatosis/lymphomatosis, transverse

    myelitis, cord compression

    Abnormalitas sel cabang anterior

    Poliomyelitis, West Nile virus

    Abnormalitas akar nervus spinalis

    Kompresi, inflamasi (seperti, cytomegalovirus), keganasan leptomeningeal

    Abnormalitas nervus perifer

    CIDP, drug-induced neuropathy, porphyria, critical illness polyneuropathy,

    vasculitis, diphtheria, vitamin B1 defi ciency (beri-beri), heavy metal or drug

    intoxication, tick paralysis, metabolic disturbances (hypokalaemia,

    hypophosphataemia, hypermagnesaemia, hypoglikemia)

    Abnormalitas neuromuscular junction

    Myasthenia gravis, botulism, organophosphate poisoning

    Abnormalitas muscular

    Critical illness polyneuromyopathy, polymyositis, dermatomyositis, acute

    rhabdomyolysis

    II.3 Patogenesis

    Infeksi terdahulu

    Sekitar dua pertiga dari pasien memiliki gejala infeksi dalam 3 minggu

    sebelum onset kelemahan. Sebuah penelitian di Jepang menemukan bahwa gejala

    yang paling sering dari GBS terkait demam (52%), batuk (48%), sakit

    tenggorokan (39%), pilek (30%), dan diare (27%). Dalam kebanyakan studi GBS,

    gejala infeksi sebelumnya di saluran pernapasan bagian atas atau saluran cerna

    mendominasi, meskipun banyak jenis infeksi telah dilaporkan. Selanjutnya,

  • 11

    sebuah pendapat menyataka sifat post infeksius GBS secara khas adalah gambaran

    monofasik klinis penyakit (gambar 1). Penyebab paling sering yang diidentifikasi

    dari infeksi adalah C. jejuni. Jenis infeksi lain yang berkaitan dengan GBS adalah

    cytomegalovirus, virus Epstein Barr, Mycoplasma pneumoniae dan Haemophilus

    influenzae.1

    Vaksinasi dan peristiwa antesenden lainnya

    Banyak laporan telah mendokumentasikan terjadinya GBS tak lama

    setelah vaksinasi, operasi, atau peristiwa stres, tetapi hubungan khusus dengan

    GBS masih diperdebatkan. Perdebatan ini terutama muncul setelah pengamatan

    adanya sedikit peningkatan dalam insiden GBS setelah vaksin influenza babi yang

    diberi di Amerika Serikat pada tahun 1976. Vaksin influenza lainnya belum

    dikaitkan dengan risiko yang sama. Sebuah studi retrospektif dari 1992 sampai

    1994 saat kampanye vaksin di Amerika Serikat diidentifikasi bahwa keterkaitan

    vaksin memang sangat kecil, tetapi signifikan, peningkatan risiko GBS menjadi

    satu kasus GBS per satu juta vaksin. Survei kasus kontrol yang melibatkan sekitar

    200 pasien dengan GBS dari Inggris tidak menunjukkan hubungan yang

    signifikan antara GBS dan imunisasi sebelumnya. Studi lain pada pasien yang

    telah menderita GBS tidak menunjukkan adanya peningkatan risiko GBS lagi

    setelah vaksinasi. Namun, dalam sebuah laporan terakhir dan efek sampingnya,

    tidak hanya vaksinasi influenza, tetapi juga vaksinasi hepatitis juga dihubungkan

    dengan terjadinya GBS. Kehati-hatian khusus mungkin diperlukan ketika

    mengulang vaksinasi tetanus, telah dijumpai pasien yang mengalami kekambuhan

    GBS dua kali setelah vaksinasi tetanus. Namun, ini tidak membuktikan bahwa

  • 12

    tetanus dan GBS yang berhubungan, dan belum juga dilakukan dalam survei

    besar, tetapi hal ini menggambarkan bahwa pada setiap orang yang telah pulih

    dari GBS, vaksinasi apapun harus ditimbang risikonya.1

    Beberapa GBS langka lainnya terkait dengan peristiwa yang telah

    dilaporkan seperti operasi, kanker, penyakit autoimun, penggunaan obat-obatan,

    anestesi melalui tulang belakang, limfoma non-Hodgkin, sengatan serangga, leigh

    sindrom, anestesi epidural-umum, bedah untuk obesitas, kehamilan, administrasi

    olanzapine, dan operasi transplantasi. Beberapa kasus telah ditemukan menderita

    GBS setelah terapi injeksi preparat gangliosida otak bovine.3

    Imunobiologi

    Studi pada pasien dan hewan telah memberikan bukti yang meyakinkan

    tentang GBS, setidaknya dalam beberapa kasus, disebabkan oleh infeksi yang

    disebabkan oleh penyimpangan respon imun yang merusak saraf tepi. Empat

    faktor kunci telah diidentifikasi yang mengontrol proses ini (gambar 2).1

  • 13

    Gambar 2. Imunobiologikal dari GBS1

  • 14

    Antibodi antigangliosid

    Sekitar setengah dari pasien dengan GBS, serum antibodi terhadap

    berbagai gangliosid telah ditemukan di saraf tepi manusia, termasuk LM1, GM1,

    GM1b, GM2, GD1a, GalNAc-GD1a, GD1b, GD2, GD3, GT1a, dan GQ1b.

    Antibodi lain mungkin mengikat campuran atau kompleks gangliosid berbeda

    bukan gangliosid individu. Gangliosid ini memiliki jaringan distribusi khusus di

    saraf tepi dan berada di mikrodomain fungsional khusus yang disebut rakit

    lipid, dan memainkan peran dalam pemeliharaan struktur membran sel.

    Menariknya, kebanyakan antibodi ini khusus untuk sub GBS. Antibodi terhadap

    GM1, GM1b, GD1a, dan GalNAc-GD1a berhubungan dengan GBS motorik

    murni atau GBS varian aksonal, sedangkan antibodi GD3, GT1a dan GQ1b

    berkaitan dengan oftalmoplegia dan MFS (tabel).1

  • 15

    Gambar 3. Imunopatogenesis yang mungkin terjadi pada GBS5

    Meskipun ada hubungan antara kehadiran antibodi ini dan gejala klinis

    dan keparahan GBS, pentingnya patologis beberapa antibodi ini belum ditetapkan.

    Antibodi terhadap glikolipid lainnya, dan bahkan antibodi serta sel T untuk

    protein saraf tepi, juga telah ditemukan pada pasien dengan GBS. Meskipun

    penelitian intensif selama dua dekade, target kekebalan masih belum diketahui

    dalam kelompok besar pasien dengan GBS. Hal ini terutama terjadi pada pasien

    dengan sensori-motor AIDP, varian yang paling sering pada GBS di negara maju.1

  • 16

    Gambar 4. Hubungan antara infeksi, antibodi antigangliosid, dan gambaran klinis

    GBS1

    Mimikri molekuler dan reaktivitas silang

    Isolat C. jejuni dari ekspresi lipo-oligosakarida (LOS) pasien meniru

    karbohidrat gangliosid. Sebuah putaran gen yang teridentifikasi yang

    memungkinkan beberapa C. jejuni terisolasi untuk mensintesis struktur ini. Varian

    gen tertentu di gugus ini dikaitkan dengan isolat C. jejuni dari pasien dengan GBS

    dan penting untuk ekspresi serupa gangliosid LOS. Jenis gangliosid mimikri di C.

    jejuni tampaknya menentukan kekhasan antibodi antigangliosid dan varian yang

    terkait GBS. Isolat C. jejuni dari pasien dengan GBS motor murni atau aksonal

    sering memiliki ekspresi LOS seperti GM1 dan serupa GD1a, sedangkan orang-

    orang yang terisolasi dari pasien dengan ofthalmoplegia atau MFS biasanya

    mengekspresikan LOS serupa GD3, seperti GT1a atau serupa GD1c. Antibodi

    pada pasien ini biasanya reaktif silang, dan LOS serta gangliosid atau gangliosid

    kompleks. Dalam model kelinci GBS, imunisasi dengan LOS seripa GM1

  • 17

    diinduksi produksi anti GM1 antibodi dan itu berwujud klinis sebagai neuropati

    aksonal, mirip dengan yang ditemukan pada pasien GBS yang C. jejuni nya

    diasingkan. Berdasarkan hasil ini, GBS, setidaknya yang terkait Campylobacter

    GM1 yang berhubungan dengan kasus, dianggap kasus contoh mimikri molekul

    yang berhubungan dengan penyakit. Mimikri molekuler dan reaktivitas silang

    respon imun juga telah diidentifikasi setelah beberapa jenis infeksi sebelumnya,

    termasuk H. influenzae.1

    Aktivasi komplemen

    Studi post mortem telah menunjukkan bahwa aktivasi komplemen lokal

    terjadi di situs kerusakan saraf, seperti axolemma pada pasien dengan AMAN dan

    membrane sel Schwann pada pasien dengan AIDP. Dengan demikian, model tikus

    GBS menunjukkan bahwa beberapa antibodi antigangliosid sangat beracun untuk

    saraf tepi. Efek serupa -latrotoxin dapat diinduksi pada tikus, yang ditandai

    dengan pelepasan dramatis asetilkolin, mengakibatkan berkurangnya

    neurotransmitter ini di terminal saraf, dan transmisi akhir blokade saraf dan

    menjadi awal kelumpuhan saraf otot. Saraf terminal dan sel Schwann perisinaptik

    juga dihancurkan. Antibodi terhadap GM1 mempengaruhi saluran natrium pada

    nodus Ranvier saraf perifer kelinci. Semua efek ini tampaknya menjadi

    bergantung pada aktivasi komplemen dan pembentukan membran serangan

    kompleks. Efek neurotoksik antibodi ini yang terhambat oleh imunoglobulin dan

    komplemen inhibitor eculizumab.1

  • 18

    Faktor host

    Kurang dari 1 dari 1000 pasien dengan infeksi C. jejuni akan menjadi

    GBS. Meskipun beberapa insiden peningkatan sementara telah diuraikan, epidemi

    atau wabah GBS tidak dilaporkan, bahkan tidak dalam keluarga yang terinfeksi

    gangliosid tiruan varian C. jejuni. Faktor-faktor host mungkin mempengaruhi

    kerentanan terhadap GBS, atau sejauh mana kerusakan saraf dan hasil. Ditemukan

    adanya hubungan antara HLA alel kelas II dan GBS. Selain itu, polimorfisme

    nukleotida tunggal (SNP) dalam respon imun gen lain menunjukkan asosiasi tidak

    konsisten dengan kerentanan terhadap GBS. Namun, SNP ini mungkin

    memainkan bagian seperti memodifikasi faktor penyebab penyakit. Asosiasi telah

    ditunjukkan antara keparahan penyakit atau luaran dan SNP dalam pengkodean

    gen untuk mengikat mannose lektin, Fc gamma reseptor III, matriks

    metalloproteinase 9, dan tumor nekrosis faktor . Studi ini memerlukan

    konfirmasi dalam kelompok-kelompok besar dan titik tujunya adalah pasien, dan

    efek fungsional asosiasi genetik ini perlu ditampilkan.1

    II.4 Spektrum Klinis

    Keluasan dan distribusi kelemahan, keterlibatan sensorik dan karakteristik

    neurofisiologikal sangat bervariasi antar individu dengan GBS. Subtipe paling

    umum dari GBS di Eropa dan Amerika Utara adalah bentuk sensori-motor, AIDP.

    Di Eropa dan Amerika Utara, kurang dari 5% pasien memiliki subtype salah satu

    aksonal, AMAN atau motor akut dan neuropati aksonal sensorik. Kelumpuhan

    nervus facialis adalah bentuk paling umum dari keterlibatan saraf kranial dalam

  • 19

    GBS, terjadi pada sekitar 70% pasien. Saraf bulbar dan oculomotor yang kurang

    sering terkena, kecuali pada pasien dengan Sindrom antibodi antiGQ1b. MFS

    adalah varian saraf kranial GBS. Pasien biasanya memiliki trias oftalmoplegia,

    ataksia, dan areflexia. MFS dan sindrom tumpang tindih yang melibatkan

    disfungsi saraf kranial dan kelemahan ekstremitas mungkin lebih umum di Jepang

    daripada di Eropa. Varian GBS saling berhubungan dan antibodi antigangliosid

    tertentu kadang-kadang terlibat (tabel).1

    Gambar 5. Spektrum kelainan pada GBS dan hubungannya dengan antibodi

    antinukleosida5

    Ensefalitis batang otak Bickerstaff merupakan sindrom tumpang tindih

    lain yang biasanya dimulai dengan keterlibatan saraf kranial atau perifer, dan

    kemudian dapat menjadi gangguan kesadaran yang berat dan bahkan koma.

  • 20

    Adanya temuan ensefalitis batang otak Bickerstaff menjadi sangat penting, karena

    gangguan ini mungkin meningkat setelah PE, pengobatan yang, meskipun tidak

    dibuktikan dengan adanya RCT, dapat terlibat dalam memperparah kondisi.1

    Tabel 4. Beberapa penyakit yang menyerupai sindroma Guillai-Barre dan

    karakteristik yang membedakannya6

    Beberapa Penyakit yang Menyerupai Sindroma Guillai-Barre dan Karakteristik

    yang Membedakannya

    Myelopati akut (meliputi, myelitis

    transversa, kompresi korda, infark)

    Hyperreflexia, respon extensor plantar

    (termasuk temuan traktus

    kortikospinalyang mungkin tidak ada

    saat dini); trauma; ketiadaan penyakit

    antesenden. Pemeriksaan

    electrodiagnostic yang normal.

    Pencitraan tulang belakang atau cauda

    equina is sering dibutuhkan untuk

    menghindarkan lesi struktur korda

    spinalis atau cauda equina.

    Vasculitic neuropathy Polyneuropati asimetris atau

    mononeuropati monofokal; sangat

    nyeri, gejala-gejala sistemik

    (penurunan berat badan tiba-tiba,

    demam, rash); perubahan multiorgan

    (persendian, kulit, ginjal, traktus

    respiratorius); penanda serologis

    (peningkatan rasio sedimentasi, faktor

    rheumatoid); sedikit atau tiada

    penyakit antesenden. CSF normal.

    Polyneuropati aksonal pada tes

    electrodiagnostik.

    Myasthenia gravis

    Ocular (diplopia), bulbar (dysarthria),

    dan kelemahan tungkai tanpa gejala

    sensori; fatig, gejala berfluktuasi;

    ketiadaan penyakit antesenden. Pola

    kelemahan menurun. CSF normal.

    Abnormal CMAP decrement on slow

    RNS studies.

    Botulism Bayi (sangat sering) dan dewasa yang

    berisiko (melalui makanan; melalui

    luka; pengguna obat injeksi). Mual,

    muntah, konstipasi, diplopia,

    oftalmoplegia, ptosis, pandangan mata

    kabur, disfagia, disarthria, retensi urin.

  • 21

    Berpola kelemahan menurun. CSF

    normal. Abnormal CMAP decrement

    on slow RNS studies. Abnormal CMAP

    facilitation on fast RNS.

    West Nile encephalomyelitis

    Demam, meningoencephalitis

    (mungkin ringan), rash, nyeri

    abdominal, nyeri punggung; neuropati

    motorik bawah onset akut. Tidak ada

    gangguan sensoris. Pleocytosis CSF.

    Neuronopathy motorik bawah pada tes

    electrodiagnostic.

    Lyme neuroborreliosis Area endemis selama musim kutu;

    meningitis, demam, myalgia,

    arthralgias, kelemahan wajah; gigitan

    serangga dan ruam. Pleocytosis CSF.

    Axonal polyradiculoneuropathy pada

    tes electrodiagnostic.

    Logam berat (arsenik) dan toksin

    lainnya

    Pajanan diketahui; neuropathy

    berhubungan dengan gejala sistemik

    (nyeri abdominal, diare, konstipasi,

    ruam, alopesia, central nervous system

    involvement); ketiadaan penyakit

    antecedent; komponen serabut saraf

    halus prominent (terbakar nyeri neuropati). Unremarkable CSF.

    Axonal polyneuropathy

    electrodiagnostic testing.

    Paralisis Tick Anak-anak. Ataxic gait, diplopia,

    dysarthria, abnormalitas pupil (dilatasi

    pupil). Tidak ada keluhan sensoris.

    Normal CSF. Low CMAPs and

    normal SNAPs on electrodiagnostic

    testing. Tick on scalp (di belakang

    telinga) atau kulit (nape of the neck).

    Porphyria intermittent akut

    Berhubungan dengan gejala autonom

    (takikardia, hipertensi, konstipasi,

    retensi urin), nyeri abdominal

    (biasanya berat), manifestasi psikiatri

    dan CNS lainnya; pasien dengan

    riwayat

    Serangan sugesti; axonal

    polyradiculoneuropathy atau

    neuronopathy, biasanya asimetris. CSF

    resembles GBS with

    cytoalbuminological dissociation.

    Toksisitas Buckthorn Anak-anak yang tinggal di barat daya

  • 22

    Amerika Serikat dan Meksiko; Sedikit

    atau tidak ada gejala sensoris.

    Difteria Pasien (dari negara berkembang)

    denga nyeri kerongkongan, demam,

    dan neuropati kranial multipel

    (diplopia, ptosis, dysarthria,

    dysphagia, numb tongue, gingivae and

    face). CSF resembles GBS

    with cytoalbuminological dissociation.

    Axonal polyradiculoneuropathy on

    electrodiagnostic testing.

    HIV

    GBS sering terjadi pada pasien HIV;

    saar serokonversi. Demyelinating

    polyradiculoneuropathy

    on electrodiagnostic testing.

    Pleositosis CSF.

    CMV polyradiculopathy pada pasien

    AIDS, stadium lanjut.

    Progressive cepat kelemahan

    ekstremitas dan nyeri (sparing upper

    extremities). CSF pleocytosis. Axonal

    polyradiculopathy on electrodiagnostic

    testing.

    Poliomyelitis Endemic area; nyeri kerongkongan,

    demam, mual, muntah, nyeri kepala,

    neuronopati motrik bawah onset akut

    Dengan myalgia dan fasikulasi. CSF

    pleocytosis. Neuropati motorik bawah

    pada tes electrodiagnostic.

    Critical illness myopathy

    and polyneuropathy

    Quadriparesis pada critical care

    patients. Unremarkable CSF.

    Myopathic dan/atau gambaran axonal

    neuropathic pada tes electrodiagnostic.

    II.5 Sejarah Alami

    Kelemahan cepat progresif adalah gambaran klinis inti dari GBS. Menurut

    definisi, kelemahan maksimum dapat dicapai dalam 4 minggu, tetapi kebanyakan

    pasien telah mencapai kelemahan maksimal mereka dalam waktu 2 minggu.

    Pasien kemudian memiliki fase durasi dataran tinggi yang berbeda-beda, yang

    berkisar dari hari sampai beberapa minggu atau bulan. Fase ini diikuti oleh fase

    pemulihan biasanya jauh lebih lambat dalam variasi durasi. Di Eropa, sekitar

  • 23

    sepertiga dari pasien dengan GBS tetap mampu berjalan. Pada pasien dengan GBS

    yang sedang dirawat di rumah sakit dan tidak berjalan, sekitar 25% memerlukan

    ventilasi buatan karena didominasi kelemahan otot pernapasan. Walaupun efek

    pengobatan IVIg atau PE pada sekitar 20% dari pasien yang terkena dampak berat

    tetap tidak dapat berjalan setelah 6 bulan. Selain itu, banyak pasien tetap

    dinyatakan cacat atau sangat lelah. Bahkan 3-6 tahun setelah onset, GBS memiliki

    dampak besar pada kehidupan sosial dan kemampuan untuk melakukan kegiatan.

    GBS sering tetap menjadi penyakit parah yang perawatan lebih baik diperlukan,

    setidaknya pada beberapa pasien.1

    II.6 Terapi

    Untuk perawatan umum, bahkan di negara maju pun 5% pasien meninggal

    karena sindrom Guillain-Barre dari komplikasi medis seperti sepsis, terjadinya

    emboli paru, atau gagal jantung yang dijelaskan mungkin terkait dengan

    dysautonomia. Dengan demikian, manajemen memerlukan langkah-langkah untuk

    deteksi dini komplikasi tersebut (tabel 5).5

    Tabel 5. Manajemen GBS

    Manajemen GBS

    Monitoring disfungsi kardiak dan pulmonary Elektrokardiografi, tekanan darah, pulse oximetry, kejenuhan oxyhemoglobin,

    kapasitas vital, dan refleks menelan harus dimonitor secara teratur pada pasien yang

    memiliki penyakit parah, dengan cek setiap 2-4 jam jika penyakit berkembang dan

    setiap 6-12 jam jika stabil. Penyisipan alat pacu jantung sementara, penggunaan

    ventilator mekanis, dan penempatan tabung nasogastrik harus dilakukan berdasarkan

    hasil pemantauan.

    Pencegahan emboli paru

    Sebagai profilaksis digunakan heparin subkutan dan stoking kompresi

    direkomendasikan pada pasien dewasa yang tidak bisa berjalan.

    Immunoterapi

  • 24

    Intravenous immune globulin atau plasma exchange harus diberikan pada

    pasien yang tidak mampu berjalan dengan kaki telanjang. Pada pasien yang statusnya memburuk setelah perbaikan awal atau stabilisasi,

    retreatment dengan imunoterapi kembali dapat digunakan. Namun, plasma tukar harus

    tidak dilakukan pada pasien yang sudah diobati dengan immune globuline karena itu

    akan membersihkan immune globuline yang masih ada dalam darah. Juga, immune

    globuline tidak boleh digunakan pada pasien yang sudah diobati dengan pertukaran

    plasma karena urutan perawatan tidak signifikan, lebih baik daripada pertukaran

    plasma sendiri.

  • 25

    BAB III

    PENUTUP

    III.1 Kesimpulan

    Sampai sekarang, GBS tetap merupakan diagnosis deskriptif dengan tidak

    adanya tes diagnostik spesifik. Kombinasi dari kejadian yang cepat, progresif,

    kelemahan simetris pada lengan dan kaki dengan atau tanpa gangguan sensorik,

    hipofleksia atau arefleksia, dan ketiadaan reaksi selular CSF, tetap menjadi acuan

    diagnosis klinis GBS.

    GBS adalah salah satu contoh terbaik dari penyakit kekebalan post

    infeksius dan menggambarkan mekanisme kerusakan jaringan dalam penyakit

    autoimun lainnya secara lebih umum. Studi epidemiologi terkontrol

    menghubungkannya dengan infeksi bakteri Campylobacter jejuni termasuk

    Cytomegalovirus virus dan Epstein Barr virus. Spektrum klinis yang disusun oleh

    SGB klasik (pola demielinisasi akut-AIDP), sindroma Miller-Fisher, neuropati

    axonal motor (AMAN), neuropati axonal sensori-motor akut (AMSAN), varian

    sensorik murni, pandysautonomies akut, dan varian pharyngeal-serviks-brakialis.

    Patogenesis GBS termasuk infeksi terdahulu, vaksinasi dan peristiwa

    antesenden lainnya, peristiwa imunobiologikal, mimikri molekuler dan reaktivitas

    silang, antibodi antigangliosida, aktivasi komplemen, dan faktor host.

  • 26

    III.2 Saran

    Sindroma Guillain-Barre merupakan sindroma dengan definisi deskriptif

    dan bukan sindroma dengan definisi klinis murni. Selain melalui fisik diagnostik,

    patogenesis GBS harus dipelajari dan dipahami dengan baik agar dapat

    membedakan GBS baik dari penyakit lainnya maupun untuk mengklasifikasikan

    menjadi subtipe-subtipe GBS.

  • 27

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Van Doorn PA, Ruts L, Jacobs BC. Clinical features, pathogenesis, and

    treatment of guillain-barr syndrome. Lancet Neurol 2008; 7: 939-50.

    2. Orsini M, De Freitas MRG, Presto B, Mello MP, Reis CHM, Silveira V, Silva

    JG, Nascimento OJM, Leite MAA, Pulier S, Sohler MP. Guideline for

    Neuromuscular Rehabilitation in Guillain-Barr Syndrome: What can we do?.

    Rev Neurocienc 2010; 18(4): 572-80.

    3. Zhong M, Cai FC. Current perspectives on guillain-barr syndrome. World J

    Pediatr 2007; 3 (3): 1-8.

    4. Mantay KM, Armeau E, Parish T. Recognizing guillain-barr syndrome in the

    primary care setting. The Internet Journal of Allied Health Sciences and

    Practice 2007; 5 (1): 1-8.

    5. Yuki N, Hartung HP. GuillainBarr syndrome. N Engl J Med 2012; 366: 2294-304.

    6. Burns TM. Guillain-Barre syndrome. Semin Neurol 2008; 28 (2): 152-67.