revisi refrat

Upload: gerald-lagi-ngantuk

Post on 01-Mar-2016

220 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

sfsefd

TRANSCRIPT

DAFTAR ISI

Daftar isi1

BAB I : Pendahuluan2

BAB II : PembahasanA. Definisi4 B. Epidemiologi4 C. Etiologi6 D. Gejala Klinis10E. Penatalaksanaan11F. Prognosis14

BAB III : Kesimpulan15

Daftar pustaka16

BAB I PENDAHULUAN

Gangguan bipolar atau gangguan manik-depresi, juga disebut sebagai gangguan afektif bipolar atau manik depresi, diagnosis psikiatri yang menggambarkan kategori gangguan mood ditentukan oleh adanya satu atau lebih episode dari energi abnormal yang meningkat, kognisi, suasana hati dengan atau tanpa satu atau lebih episode depresi.1Suasana hati meningkat secara klinis disebut sebagai mania atau, jika ringan, hypomania. Individu yang mengalami episode manik juga sering mengalami episode depresi, atau gejala, atau episode campuran di mana kedua fitur mania dan depresi hadir pada saat yang sama. Episode ini biasanya dipisahkan oleh periode suasana hati "normal";. tapi, dalam beberapa depresi, individu dan mania mungkin dengan cepat berganti, yang dikenal sebagai pergantian cepat. Manic episode Extreme kadang-kadang dapat menyebabkan gejala-gejala psikotik seperti delusi dan halusinasi. Gangguan tersebut telah dibagi menjadi bipolar I, bipolar II, cyclothymia, dan jenis lainnya, berdasarkan sifat dan tingkat keparahan episode mood berpengalaman; kisaran sering digambarkan sebagai spektrum bipolar.1Prevalensi GB I selama kehidupan mencapai 2,4%, GB II berkisar antara 0,3%-4,8%, siklotimia antara 0,5%-6,3%, dan hipomania antara 2,6%-7,8%. Total prevalensi spektrum bipolar, selama kehidupan, yaitu antara 2,6%-7,8%. 2Gangguan bipolar belum diketahui secara pasti penyebabnya, gangguan bipolar dapat disebabkan oleh kelainan dari persarafan (neurologi) atau dapat disebabkan oleh faktor biologi yaitu pengantar dari impulsnya, sehingga timbulnya gangguan mood.1,3Gangguan bipolar (GB) merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai oleh gejala-gejala manik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta dapat berlangsung seumur hidup. Angka morbiditas dan mortalitasnya cukup tinggi. Tingginya angka mortalitas disebabkan oleh seringnya terjadi komorbiditas antara GB dengan penyakit fisik, misalnya, dengan diabetes melitus, penyakit jantung koroner, dan kanker. Komorbiditas dapat pula terjadi dengan penyakit psikiatrik lainnya misalnya, dengan ketergaotungan zat dan alkohol yang juga turut berkontribusi dalam meningkatkan mortalitas. Selain itu, tingginya mortalitas juga dapat disebabkan oleh bunuh diri. Sekitar 25% penderita gangguan bipolar pemah melakukan percobaan bunuh diri, paling sedikit satu kali dalam kehidupannya. Oleh karena itu, penderita GB harus diobati dengan segera dan mendapat penanganan yang tepat.1,2

BAB IIPembahasan

A. DefinisiGangguan bipolar yaitu gangguan mood yang kronis dan berat yang ditandai dengan episode mania, hipomania, campuran dan depresi. Sebelumnya, gangguan bipolar disebut dengan manic depresif, gangguan afektif bipolar atau gangguan spectrum bipolar. Gangguan bipolar merupakan gangguan jiwa bersifat episodik dan ditandai oleh gejala-gejala manik, hipomanik, depresi dan campuran, biasanya rekuren serta dapat berlangsung seumur hidup.1-4Kelainan fundamental pada kelompok gangguan ini adalah perubahan suasana perasaan (mood) atau afek, biasanya ke arah depresi (dengan atau tanpa anxietas yang menyertainya), atau ke arah elasi (suasana perasaan yang meningkat). Perubahan suasana perasaan ini biasanya disertai dengan suatu perubahan pada keseluruhan tingkat aktivitas, dan kebanyakan gejala lainnya adalah sekunder terhadap perubahan itu, atau mudah dipahami hubungannya dengan perubahan tersebut.5Ada empat jenis GB tertera di dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV-Text Revision (DSM-IV TR) yaitu GB I, GB II. gangguan siklotimia, dan GB yang tak dapat dispesifikasikan.1-3Gangguan Bipolar I adalah suatu perjalanan klinis yang dikarakteristikkan oleh terdapatnya satu atau lebih episode manik atau campuran, dimana individu tersebut juga mempunyai satu atau lebih episode depresi mayor. Kekambuhan ditunjukkan oleh perpindahan polaritas dari episode atau terdapatnya interval diantara episode-episode paling sedikit 2 bulan tanpa adanya gejala-gejala mania.1,4

B. Epidemiologi1. Insiden dan prevalenGangguan depresi berat adalah gagguan yang lazim ditemukan dengan prevalensi seumur hdup sekitar 15%, pada perempuan mungkin 25%. Insiden gangguan depresi berat 10% pada pasien yang berobat di fasilitas kesehatan primer dan 15% di rawat inap. Gangguan bipolar 1 lebih jarang dari depresi berat, dengan prevalensi seumur hidup sekitar 1% serupa dengan gambaran skizofrenia.2,3,52. Seks Dari suatu obeservasi yang hampir universal,tanpa melihat Negara atau kebudayaan,prevalensi gangguan depresif berat dua kali lebih besar pada perempuan daripada laki-laki. Alasan perbedaan ini yang telah di hipotesiskan antara lain perbedaan hormonal,pengaruh kelahiran anak,stressor psikososial yang berbeda antara laki-laki dan perempuan, serta model perilaku ketergantungan yang dipelajari. Berlawanan dengan gangguan depresif berat,gangguan bipolar I memiliki prevalensi yang seimbang antara laki-laki dan perempuan. Episode manik lebih sering terjadi pada laki-laki dan episode depresif lebih sering terjadi pada perempuan. Bila episode manic lebih sering terjadi pada perempuan, lebih mungkin ditemukan gambaran campuran dibandingkan laki-laki, misalnya, mania dan depresi. Perempuan juga memiliki angka yang lebih tinggi untuk terjadinya siklus cepat, yaitu mengalami empat atau lebih episode manic dalam waktu satu tahun.1,4,53. Usia Awitan gangguan bipolar I lebih dini daripada gangguan depresif berat. Awitan usia gangguan bipolar I berkisar dari amsa kanak-kanak (5 atau 6 tahun) sampai 50 tahun atau bahkan lebih tua pada kasus diatas dengan usia rata-rata 30 tahun. Usia rata-rata awitan gangguan depresi berat sekitar 40 tahun dengan 50% pasien memiliki awitan antara usia 20-50%. Gangguan depresi berat dapat juga dimulai pada masa kanak-kanak sampai usia tua. Data epidemiologi terkini mengesankan bahwa insiden gangguan depresif mayor mungkin meningkat diantara orang berusia diantara 20 tahun. Hal ini mungkin berkaitan dengan meningkatnya penggunaan alkhohol serta peyalahgunaan obat pada kelompok usia ini.1,3,64. Status pernikahanGangguan depresif berat paling sering terjadi pada orang tanpa hubungan personal yang dekat atau pada orang yang mengalami perceraian atau perpisahan. Gangguan bipolar I lebih lazim terjadi pada orang lajang dan orang yang bercerai daripada yang menikah, tetapi perbedaan ini dapat mencerminkan awitan ini serta karakteristik akibat perpecahan perkawinan pada gangguan ini.1,3,4

5. Faktor sosioekonomi dan kebudayaanTidak ada hubungan yang ditemukan antara status sosioekonomi dan gangguan depresif berat. Insiden yang lebih besar rata-rata pada gangguan bipolar I ditemukan pada kelompok sosioekonomi yang lebih tinggi, tetapi hal ini dapat disebabkan diagnosis yang bias karena gangguan bipolar didiagnosis berlebihan. Depresi lebih lazim di daerah pedesaan daripada di perkotaan. Gangguan bipolar I lebih lazim pada orang yang tidak lulus akademi daripada orang yang lulus akademi, suatu bukti yang juga menunjukkan gangguan bipolar I usia yang relative dini pada gangguan ini. Prevalensi gangguan mood tidak berbeda antar ras. Meskipun demikian, terdapat kecenderungan pemeriksa kurang mendiagnosis gangguan mood serta mendiagnosis berlebihan skizofrenia pada pasien yang memiliki rasa tau latar belakang budaya yang berbeda dengan pemeriksa itu sendiri.3,4

C. Etiologi gangguan neurobiologi pada bipolarGangguan bipolar (GB) merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai oleh gejala-gejala manik, hipomanik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta dapat berlangsung seumur hidup.5,61. Sistem Neurotransmiter MonoamineNeurotransmitter monoamine terdistribusi lebih banyak sistem limbik, berperan dalam regulasi tidur, selera makan, timbulnya hasrat seksual, fungsi endokrin, dan situasi emosional seperti rasa takut dan marah. Gambaran klinis dari gangguan bipolar meliputi adanya gangguan prilaku, irama sirkadian, neurofisiologi tidur, neuroendokrin dan regulasi biokimiawi otak.3,6,72. Sistem NoradrenergicPada studi postmortem menunjukkan peningkatan noreepinefrin pada area korteks dan thalamus. Pada studi in vivo ditemukan metabolit norefinefrin, yakni 3-methoxy-4-hydroxyphenylglycol (MHPG) dengan kadar yang lebih rendah pada gangguan bipolar dibandingkan depresi unipolar, dan lebih tinggi pada saat manik dibandingkan pada saat depresi.3,6,73. Sistem SerotoninPasien gangguan bipolar, studi-studi menunjukkan kadar serotonin (5-HIAA) di dalam CSF (Cerebrovascular fluid) pada pasien mania menunjukkan hasil yang bervariasi dan tidak menentu. Jadi, sistem serotonin tidak dapat digunakan sebagai acuan.3,5,84. Sistem DopaminergicDefisiensi sistem dopamin merupakan kandidat utama yang terkait dengan patofisiologi depresi. Peningkatan aktivitas dopamin memfasilitasi terjadinya mania dan gejala delusional. Peningkatan kadar dopamin pada mania sangat efektif dilawan dengan pemberian obat antipsikotik dengan mekanisme kerja menghambat dopamin.6,8,9

Gambar1. Peran transpoter dopamin dalam patogenesis mania

5. GlutamateGlutamate merupakan neurotransmiter eksitatorik utama dalam proses kognisi, belajar, dan memori. Pasien gangguan bipolar telah diketahui memiliki kadar glutamat dan laktat yang tinggi terutama pada area korteks prefrontal dorsolateral.7,8,106. Gamma-Aminobutyric Acid (GABA)GABA merupakan neurotransmitter inhibitor pada CNS. GABA berpartisipasi dalam menginhibisi prilaku agresif dan impulsif yang sering terjadi pada pasien gangguan bipolar terutama pada saat episode manik. Penurunan GABA telah diketahui menyebabkan penurunan aktivitas inhibisi pada korteks pasien gangguan bipolar dimana akan tejadi mania. Obat-obatan golongan Mood stabilizer (valproate, carbamazepine, gabapentin, and lithium carbonate) akan meningkatkan availibilitas dan efikasi GABA akan menurunkan prilaku agresif dan impulsif.6,7,9

Gambar 2. Peran GABA dalam patogenesis mania

7. Stress dan Glukokartikoid : implikasi pada gangguan moodStress berkepanjangan maupun pemberian glukokortikoid jangka panjang menyebabkan atrofi dan kematian sel saraf pada hipokampus hewan coba (hewan pengerat dan primata). Pada manusia, studi MRI menunjukkan penurunan volume hipokampus pada penderita penyakit Cushing dan post-traumatic stress disorder/PTSD (dimana kondisi tersebut juga terjadi hiperkortisolemia).3,5,68. Signaling Networks: The Cellular Cogwheels Underlying Long-Term NeuroplasticityJalur pengiriman impuls memiliki banyak reseptor hormon, termasuk :glucocorticoid, thyroid, dan gonadal steroids. Efek biokimiawi yang terjadi dapat menjelaskan timbulnya manifestasi klinis pada pasien gangguan mood berupa perubahan mood. Misalnya, seringkali onset terjadinya gangguan bipolar pada usia pubertas, periode post partum, kondisi hipotoroid dan pemberian glukokortikoid eksogen.3,5,69. The Gs/cAMP generating signaling pathwayStudi otak postmortem melaporkan adanya peningkatan kadar stimulasi protein G (Gs) disertai peningkatan aktivitas stimuli adenilil siklase (AC) pada post reseptor sinap pada gangguan bipolar. Ion lithium (dalam dosis terapi) tidak mempengaruhi fungsi protein G secara langsung, dimana dari penelitian diduga bahwa pengaruh didapatkan pada pemberian lithium jangka panjang.2,4,5

Gambar 3. Kaskade penyampaian implus intraseluler.

10. Jalur Protein Kinase C (PKC)Protein Kinase C (PKC) merupakan mediator sinyal intraseluler utama yang mebangkitkan sinyal stimulasi eksternal sel melalui beberapa reseptor neurotransmitter (meliputi muscarinic M1, M3, M5 receptors, noradrenergic 1 receptors, metabotropic glutamatergic receptors, dan serotonergic 5-HT2A receptors), dimana hal ini akan menginduksi hidrolisis pada berbagai membran fosfolipid.5,7Rasio ikatan antara membran platelet-aktivitas protein kinase C sitosol meningkat pada pasien mania. Selain itu, dari studi post mortem didapatkan peningkatan kadar isoenzim protein kinase C pada korteks pasien gangguan bipolar. Lithium (jangka panjang) akan menghambat aktivitas protein kinase C, terbukti dengan menurunnya kadar substrat protein kinase C pada hipokampus. Tamoxifen (non-steroidal antiesterogen) merupakan protein kinase C inhibitor sehingga dapat digunakan sebagai terapi antimania.5,8

D. Gejala Klinis Gangguan Bipolar dari aspek neurobiologi1. Lesi lobus FrontalPada lobus frontal kiri yang terluka atau mengalami trauma akan menimbulkan fungsi kognitif dan ekspresif cenderung menjadi tertekan dan menghambat, output ucapan berkurang, aphasia Broca, apatis, afek tumpul, skizofrenia dan depresi. Sebaliknya, jika terdapat lesi lobus frontal kanan lebih cenderung menimbulkan disinhibitory negara, hilangnya pengaruh penghambatan, pasien mungkin berperilaku dengan cara yang labil, impulsif, dan emosional yang tidak pantas.4,7,82. Lesi lobus temporalLobus temporal kanan dan kiri jika terkena trauma akan menimbulkan gejala motor berfungsi lambat, memori, perhatian, dan gairah, schizophenia, depresi, mania, catatonia, dorongan obsesif, aphasia, delusi confabulatory.2,3,53. Gangguan sistem noradrenergica) Gejala Defisit : Ketumpulan. Kurang energi (Fatique), Depresi.2,3,6b) Gejala Berlebihan : Anxietas. kesiagaan berlebih. Penurunan rasa awas, Paranoia, Kurang napsu makan. dan Paranoid.2,4,54. Gangguan sistem serotoninGangguan kekurangan kasus ringan mungkin mengalami afebris namun dengan takikardia, sedangkan pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya gejala-gejala seperti menggigil, diaforesis, dan midriasis. Sedangkan pada pemeriksaan neurologis dapat ditemukan adanya tremor atau mioklonus atau hiperrefleksia.3,7,11Pada kekurangan sedang kelainan yang dapat terjadi seperti takikardia, hipertensi dan hipertermia. Suhu inti mencapai 40C merupakan pertanda umum adanya keracunan yang moderat. Sedangkan dari hasil pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya midriasis, bising usus yang hiperaktif, diaforesis dengan warna kulit normal. Yang menarik pada kasus ini, gejala hiperrefleksia dan klonus lebih banyak terjadi pada ekstremitas bawah dibandingkan pada ekstremitas atas. Pasien mungkin menunjukan gejala klonus okular horisontal. Terjadi perubahan status mental termasuk agitasi ringan, Agresif, Depresi & Ansietas, Psikosis, Migren, Gangguan fungsi seksual, Gangguan tidur & Gangguan kognitif, Gangguan makan. Obsessive compulsive disorder (OCD) dan tekanan suara.3,7,11Pada kasus berat menunjukan gejala hipertensi berat dengan takikardia yang dapat secara tiba-tiba berubah menjadi shok. Pasien juga mungkin mengalami agitasi delirium serta kekakuan otot dan hipertonisitas. Peningkatan tonus otot lebih besar terjadi pada ekstremitas bawah. Hiperaktivitas otot dapat mengakibatkan suhu inti mencapai 41,1C. Pada kasus sindrome serotonin yang berat abnormalitas laboratorium dapat berupa asidosis, rhabdomyolisis, peningkatan konsentrasi aminotransferase dan kreatinin serum, selain itu terjadi pula kejang, gagal ginjal, dan koagulopati intravaskular disaminata. Berbagai abnormalitas lain juga dapat terjadi sebagai konsekuensi buruknya penanganan hipertermia.3,7,115. Gangguan sistem glutamatea) Gejala Defisit : Gangguan memori, Low energy, Distractibilitas, Schizophrenia.2,5,6b) Gejala Berlebihan : Kindling, Seizures dan Bipolar affective disorder.2,5,66. Gangguan sistem MonoaminePenelitian menunjukkan bahwa zat-zat yang menyebabkan berkurangnya monoamin, seperti reserpin, dapat menyebabkan depresi.Akibatnya timbul teori yang menyatakan bahwa berkurangnya ketersediaan neurotransmiter monoamin, terutama NE dan serotonin, dapat menyebabkan depresi. Teori ini diperkuat dengan ditemukannya obat antidepresan trisiklik dan monoamin oksidase inhibitor yang bekerja meningkatkan monoamin di sinap. Peningkatan monoamin dapat memperbaiki depresi.3,6,8

E. Penatalaksanaan1. Terapi psikososial 1,3,4,8a. Terapi kognitif (Aaron Beck)Tujuannya :1) Menghilangkan episode depresi dan mencegah rekurennya dengan membantu pasien mengidentifikasi dan uji kognitif negatif.2) Mengembangkan cara berpikir alternatif, fleksibel dan positif, serta melatih kembali respon kognitif dan perilaku yang baru. 8b. Terapi interpersonal (Gerrad Kleman)Memusatkan pada masalah interpersonal yang sekarang dialami oleh pasien dengan anggapan bahwa masalah interpersonal sekarang mungkin terlibat dalam mencetuskan atau memperberat gejala depresi sekarang. Biasanya sesi berlangsung antara 12 sampai 16 minggu dan ditandai dengan pendekatan terapeutik yang aktif. Tidak ditujukan pada fenomena intrapsikik seperti mekanisme defensi dan konflik internal. Keterbatasan asertif, gangguan kemampuan sosial, serta penyimpangan pola berpikir.8c. Terapi perilakuTerapi didasarkan pada hipotesis bahwa pola perilaku maladaptif menyebabkan seseorang mendapatkan sedikit umpan balik positif dari masyarakat dan kemungkinan penolakan yang palsu. Dengan demikian pasien belajar untuk berfungsi di dunia dengan cara tertentu dimana mereka mendapatkan dorongan positif. 8d. Terapi berorientasi-psikoanalitik Mencapai kepercayaan dalam hubungan interpersonal, keintiman, mekanisme penyesuaian, kapasitas dalam merasakan kesedihan serta kemampuan dalam merasakan perubahan emosional secara luas. 8e. Terapi keluargaTerapi keluarga meneliti peran suasana hati teratur dalam keseluruhan kesejahteraan psikologis dari seluruh keluarga, tetapi juga mengkaji peran seluruh keluarga dalam pemeliharaan gejala pasien. Diindikasikan untuk gangguan yang membahayakan perkawinan pasien atau fungsi keluarga atau jika gangguan mood dapat ditangani oleh situasi keluarga. 1,3,4,82. Terapi Fisik a. Electro Convulsive Therapy (ECT)Sering digunakan pada kasus depresif berat atau mempunyai risiko bunuh diri yang besar dan respon terapi dengan obat antidepresan kurang baik (dengan dosis yang sudah adekuat).3. FarmakoterapiPendekatan farmakoterapeutik terhadap gangguan bipolar telah menimbulkan perubahan besar dalam pengobatannya dan secara dramatis telah mempengaruhi perjalanan gangguan bipolar dan menurunkan biaya bagi penderita.1,2a. Derivat trisiklik 1) Imipramin (dosis lazim : 25-50 mg 3x sehari bila perlu dinaikkan sampai maksimum 250-300 mg sehari)2) Amitriptilin ( dosis lazim : 25 mg dapat dinaikan secara bertahap sampai dosis maksimum 150-300 mg sehari). 1,2b. Derivat tetrasiklik1) Maproptilin, Mianserin ( dosis lazim : 30-40 mg malam hari, dosis maksimum 90 mg/ hari). 1,2c. Derivat MAOI (MonoAmine Oksidase-Inhibitor)1) Moclobemide (dosis lazim : 300 mg/ hari terbagi dalam 2-3 dosis dapat dinaikkan sampai dengan 600 mg/ hari). 1,2d. Derivat SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)1) Sertralin (dosis lazim : 50 mg/hari bila perlu dinaikkan maksimum 200 mg/hr)2) Fluoxetine ( dosis lazim : 20 mg sehari pada pagi hari, maksimum 80 mg/hari dalam dosis tunggal atau terbagi)3) Fluvoxamine (dosis lazim : 50mg dapat diberikan 1x/hari sebaiknya pada malam hari, maksimum dosis 300 mg)4) Paroxetine, Citalopram (dosis lazim : 20 mg/hari, maksimum 60 mg /hari). 1,2e. Derivat SNRI (Serotonin Norepineprin Reuptake Inhibitor) 1) Venlafaxine (dosis lazim : 75 mg/hari bila perlu dapat ditingkatkan menjadi 150-250 mg 1x/hari), Duloxetine. 1,2f. Mood stabilizer1) Litium (Dosis awal yaitu 20 mg/kg/hari. Dosis untuk mengatasi keadaan akut lebih tinggi bila dibandingkan dengan terapi rumatan. Untuk terapi rumatan, dosis berkisar antara 0,4-0,8 mEq/L. Dosis kecil dari 0,4 mEq/L, tidak efektif sebagai terapi rumatan. Sebaliknya, gejala toksisitas litium dapat terjadi bila dosis 1,5 mEq/L. Perbaikan terjadi dalam 7-14 hari).1,22) Valproat (Dosis terapeutik untuk mania dicapai bila konsentrasi valproat dalam serum berkisar antara 45 -125 mg/mL. Dosis awal untuk mania dimulai dengan 15-20 mg/kg/hari atau 250 500 mg/hari dan dinaikkan setiap 3 hari hingga mencapai konsentrasi serum 45- 125 mg/mL).11,12 3) Lamotrigin (Dosis : Berkisar antara 50-200 mg/hari).1,2

g. Antipsikotika Atipik1) Risperidon (Dosis awal yang dianjurkan adalah 2 mg/hari dan besoknya dapat dinaikkan hingga mencapai dosis 4 mg/hari. Sebagian besar pasien membutuhkan 4-6 mg/hari. Risperidon injeksi jangka panjang (RIJP) dapat pula digunakan untuk terapi rumatan GB. Dosis yang dianjurkan untuk orang dewasa atau orang tua adalah 25 mg setiap dua minggu. Bila tidak berespons dengan 25 mg, dosis dapat dinaikkan menjadi 37,5 mg - 50 mg per dua minggu).1,22) Olanzapin (Dosis olanzapin adalah antara 5-30 mg/hari). 1,23) Quetiapin (Dosis pada gangguan bipolar dewasa yaitu 200-800 mg/hari. Tersedia dalam bentuk tablet IR (immediate release) dengan dosis 25 mg, 100 mg, 200 mg, dan 300 mg, dengan pemberian dua kali per hari. Selain itu, juga tersedia quetiapin-XR dengan dosis 300 mg, satu kali per hari).1,24) Aripiprazol (Dosis efektifnya per hari yaitu antara 10-30 mg. Dosis awal yang direkomendasikan yaitu antara 10 - 15 mg dan diberikan sekali sehari, dosis awal 5 mg dapat meningkatkan tolerabilitas). 1,2

F. PrognosisPasien dengan gangguan bipolar I memiliki prognosis yang kurang baik dibandingkan depresi mayor. Sekitar 40-50% pasien dengan bipolar 1 memiliki kemungkinan mengalami episode manik kedua dalam 2 tahun episode pertama.1,4Prognosis pasien bipolar I dengan premorbid status pekerjaan yang tidak mendukung, ketergantungan alkohol, gejala psikotik, gejala depresi dan jenis kelamin laki-laki juga mempengaruhi prognosis yang kurang baik. Durasi pendek dari manik, usia yang tidak terlalu muda saat onset menghasilkan prognosis yang lebih baik.2,5Untuk prognosis bipolar II, sampai saat ini masih dilakukan penelitian. Bipolar II adalah penyakit kronik dimana memerlukan strategi penatalaksana jangka panjang.1,3,4

BAB IIIPENUTUP

Gangguan bipolar merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai oleh gejala-gejala manik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta dapat berlangsung seumur hidup. Angka morbiditas dan mortalitasnya cukup tinggi. Gangguan mood ini disebabkan oleh banyak faktor, di antaranya faktor genetik, biologik, dan psikososial. Dalam perjalanan penyakitnya, gangguan bipolar ini berbeda-beda, tergantung pada tipe dan waktunya. Onsetnya biasanya pada usia 20-30 tahun. Wanita dan pria memiliki kesempatan yang sama. Semakin muda seseorang terkena bipolar, maka makin besar kemungkinannya untuk mengalami gejala psikotik dan semakin jelas terlihat hubungan genetiknya. Untuk penatalaksanaan gangguan bipolar, tergantung pada jenis bipolarnya sendiri, apakah itu fase manik, fase depresi, fase campuran. Diperlukan teknik wawancara dan pendekatan yang baik sehingga dapat menegakkan diagnosis bipolar dan membedakan bipolar dari gangguan jiwa maupun penyakit lainnya. Penegangkan diagnosis penting untuk memberikan penatalaksaan yang tepat bagi pasien.

DAFTAR PUSTAKA

1. Amir N. Gangguan mood bipolar: kriteria diagnostic dan tatalaksana dengan obat antipsikotik atipik. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010. h. 3-32.1. Anonym. Panduan tatalaksana gangguan bipolar. Jakarta: Konsesus Nasional Terapi Gangguan Bipolar; 2010.hlm.2-21.1. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplans and sadocks synopsis of psychiatry behavioral sciences and clinical psychiatry. 10th edition.Philadelphia: Lippincott William and Wilkins;2007.p.527-62.1. Anonym. Practice guideline for the treatment of patients with bipolar disorder. 2nd edition. America : American Psychiatry Assosiasion; 2012. Diunduh dari www.apa.org; 12 Juli 2014.1. Soreff S, Ahmed I. Bipolar affective disorder. 22 April 2013. Diunduh dari www.emedicine.medscape.com; 12 Juli 2014.1. Simon H, Zieve D. Bipolar Disorder. 22 Januari 2009. Diunduh dari www.umm.edu; 12 Juli 2014.1. Anonym. Buku ajar psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2010. hal : 197-208.1. Anonym. Standar kompetensi dokter Indonesia. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia; 2012. Diunduh dari www.pdk3mi.org, 12 Juli 2014. 1. Anonym. Bipolar disorders. 15 juli 2012, Diunduh dari : www.psychosis-bipolar.com; 14 juli 2014.1. Narang N. Bipolar disorder. 15 juli 2014, Diunduh dari : www. Drnarang.com; 14 juli 2014.1. Manji HK. Neurobiology and bipolar disorder: beyond the synapse.Adv Stud Med. 2006;6(6A):S417-S429.1. Semeniken KR, Duds B. Bipolar Disorder: Diagnosis, Neuroanatomical and Biochemical Background. In: Juruena MF. Clinical, Research and Treatment Approaches to Affective Disorders. Intech;2012 p.167-1801. Manji HK et al. The underlying neurobiology of bipolar disorder. World Psychiatry. 2008 October; 2(3): 136146.

16