refrat ruptur kornea

16
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Trauma mata terbagi secara garis besar kepada trauma closed globe (tertutup) dan trauma open globe (terbuka). Pada trauma tertutup, terdapat kecederaan intraokular tanpa luka dinding, sedangkan pada trauma terbuka terdapat luka full thickness atau luka ketebalan lengkap pada kornea, sklera atau keduanya. Contoh termasuk ruptur dan laserasi dinding mata. Trauma tajam adalah luka tembus didefinisikan sebagai satu luka tunggal ketebalan lengkap (full thickness) pada dinding mata akibat objek yang tajam. Sedangkan luka perforasi merupakan luka yang mempunyai entry wound dan exit wound karena objek yang tajam. Bahan- bahan seperti jarum, pisau, paku, anak panah dan lain- lain bisa menyebabkan trauma tajam pada mata, termasuk pada kornea. 1

Upload: idral-hamidi

Post on 31-Dec-2015

86 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

Refrat Ruptur Kornea

TRANSCRIPT

Page 1: Refrat Ruptur Kornea

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Trauma mata terbagi secara garis besar kepada trauma closed globe

(tertutup) dan trauma open globe (terbuka). Pada trauma tertutup, terdapat

kecederaan intraokular tanpa luka dinding, sedangkan pada trauma terbuka

terdapat luka full thickness atau luka ketebalan lengkap pada kornea, sklera atau

keduanya. Contoh termasuk ruptur dan laserasi dinding mata.

Trauma tajam adalah luka tembus didefinisikan sebagai satu luka tunggal

ketebalan lengkap (full thickness) pada dinding mata akibat objek yang tajam.

Sedangkan luka perforasi merupakan luka yang mempunyai entry wound dan exit

wound karena objek yang tajam. Bahan-bahan seperti jarum, pisau, paku, anak

panah dan lain-lain bisa menyebabkan trauma tajam pada mata, termasuk pada

kornea.

1

Page 2: Refrat Ruptur Kornea

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Kornea

Kornea merupakan jaringan transparan dan avascular yang berukuran 11-12

mm pada bidang horizontal dan 10-11 mm secara vertikal. Indeks bias kornea

adalah 1,376, meskipun, dalam kalibrasi keratometer, sebuah indeks bias 1,3375

digunakan untuk menjelaskan daya optik gabungan dari anterior dan lekukan

posterior kornea. Jari-jari rata-rata kelengkungan kornea sentral adalah 7.8 mm.

Kornea sehingga memberikan kontribusi 74%, atau 43,25 dioptri (D), dari

kekuatan 58.60 total dioptri pada orang normal. Kornea dewasa rata-rata

mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 mm di tepi. Untuk nutrisi,

kornea bergantung kepada glukosa yang berdifusi melalui akuos humor dan

oksigen yang berdifusi dari tear film, namun pada kornea perifer, oksigen disuplai

dari sirkulasi limbus.

Kornea memiliki salah satu dari ujung saraf bebas yang paling peka dalam

tubuh. Dengan kesensitifan 100 kali dari kongjungtiva. Serabut saraf sensoris

memanjang dari nervus siliaris longus dari suatu pleksus subepitelial.

Neurotransmitter di kornea mencakup asetilkolin, katekolamin, substansi P,

calcitonin gene-related peptide, neuropeptida Y, peptide intestinal, galanin dan

metionin-enkefalin.

Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-

beda: lapisan epitel (yang bersambung dengan lapisan epitel konjungtiva

bulbaris), membran bowman, stroma, membran descemet, dan lapisan endotel.1

Epitel

Epitel kornea trediri dari sel epitel skuamosa bertingkat dan berkontribusi

terhadap ketebalan kornea sekitar 5% (0,05mm). Lapisan tear film dan epitel

membuat permukaan kornea licin. Tight junction antara sel epitel superficial

mencegah penetrasi dari cairan air mata kedalam stroma. Proliferasi yang

berkelanjutan dari sel epitel basal perilimbus (stem sel limbus) memberikan

pertumbuhan untuk lapisan lainnya yang akan berdiferensiasi menjadi lapisan

2

Page 3: Refrat Ruptur Kornea

superficial. Karena proses maturasi, sel ini dibungkus oleh mikrovili pada

permukaan yang paling jauh (yang menyebabkan mereka terlihat gelap pada

skening mikroskop electron dan lebih terang pada mikrosop spekular) dan

kemudian mengalami deskuamasi kedalam air mata. Proses diferensiasi ini

berlangsung sekitar 7-14 hari, sel epitel basal mensekresikan membrane basalis

dengan ketebalan 50nm yang terdiri dari kolagen tipe IV, laminin dan protein lain.

Gambar 1. Lapisan Kornea

Stroma

Kondisi kornea yang optimal membutuhkan suatu permukaan yang licin

dengan taer film dan epitel yang sehat. Kejernihan kornea bergantung kepada sel

epitel yang kuat untuk menghasilkan suatu lapisan dengan indeks bias yang

seragam dan penyebaran cahaya yang minimal. Susunan regular dari sel stroma

dan makromolekul lainnya juga penting untuk kejernihan kornea. Keratosit

bervariasi dalam densitas dan ukuran disepanjang stroma dan membentuk jaringan

spiral 3 dimensi pada kornea. Hal ini ditemukan sebagai fibroblast yang tipis

antara lamella kolagen. Fibroblast kornea ini secara kontinu mencerna dan

menghasilkan molekul stroma.

Di bagian bawah lapisan aselular bowman, stroma kornea disusun oleh

matriks ekstrasel yang terbentuk dari kolagen dan proteoglikan. Kolagen fibrillar

tipe I dan V berhubungan dengan kolagen tipe IV. Proteoglikan utama pada

cornea adalah decorin (berhubungan dengan dermatan sulfat) dan lumican

3

Page 4: Refrat Ruptur Kornea

(berhubungan dengan keratan sulfat). Konsentrasi dan ratio dari proteoglikan

bevariasi dari anterior sampai posterior. Pada stroma bagian posterior lebih

“basah” dibandingkan dengan anterior (3,85 mgH2O/mg berat kering vs 3.04).

protein larut air lainnya yang berhubungan dengan lensa kristalin bisa dihasilkan

oleh keratosit atau terkandung dalam sel epitel untuk mengontrol komposisi optic

kornea. Kornea manusia memiliki elastisitas dan regangan yang kecil yaitu 0,25%

pada tekanan intra ocular yang normal.

Pola susunan fibril kolagen yang menempel pada matriks ekstraselular

berpengaruh terhadap kejernihan kornea. Pola ini berperan dalam penguraian

cahaya (difraksi) untuk mengurangi sebaran cahaya pada gangguan destruktif.

Scattering lebih besar pada bagian anterior yang menghasilkan indeks bias yang

lebih besar yang menurun dari 1,401 di epitel menjadi 1,380 di stroma dan

dibagian posterior 1,373. Kornea yang transparan terjadi karena ukuran komponen

kornea yang lebih kecil dari panjang gelombang cahaya yang terlihat.

Tranparansi kornea juga bergantung pada komponen air dari stroma kornea

yang tetap sekitar 78%. Kondisi hidrasi kornea ini dikontrol oleh epitel yang utuh,

barrier endothel dan fungsi pompa endotel, yang dihubungkan dengan suatu

proses transport ion yang diatur oleh temperature dependent enzyme seperti Na+,

K+, ATP ase.

Membran Descemet

Membrane descemet merupakan struktur homogen dengan ketebalan yang

meningkat dari 3µm saat lahir menjadi 10-12µm saat dewasa. Terdiri atas susunan

filament kolagen halus yang membentuk jalinan 3 dimensi

Endotel

Endotel kornea merupakan epitel selapis gepeng. Sel-sel ini memiliki

organel untuk sekresi yang khas untuk sel yang terlibat dalam transport aktif dan

sintesis protein, dan memiliki organel yang mungkin berhubungan dengan sintesis

dan ketahanan membrane descemet. Endotel dan epitel kornea bertanggung jawab

mempertahankan kejernihan kornea. Kedua lapisan tersebut sanggup mentranspor

ion Natrium ke permukaan apikalnya. Ion klorida dan air ikut secara pasif, dan

mempertahankan stroma kornea pada keadaan yang relative terhidrasi. Keadaan

4

Page 5: Refrat Ruptur Kornea

ini bersama susunan serabut kolagen yang teratur dan sangat halus di stroma,

menyebabkan kornea menjadi transparan.

Biomekanik kornea

Kornea merupakan materi gabungan yang terdiri dari fibril-fibril kolagen

yang teregang dari limbus ke limbus di lamella yang tersusun secara parallel dan

menempel pada suatu matriks ekstraselular glycosaminoglycan. Ketika kornea

berada dalam kondisi dehidrasi, ketegangan didistribusikan terutama ke lapisan

posterior secara merata melewati keseluruhan struktur. Ketika kornea sehat atau

edema, lamella anterior akan meregang.

2.2 Trauma pada kornea

Trauma pada kornea sering terjadi pada trauma fasial dan trauma mata.

Penilaian dan pengelolaan trauma kornea sangat penting untuk penglihatan,

walaupun hanya kerusakan kecil yang terjadi pada kontur kornea,tetapi hal ini

mungkin menghasilkan functinal morbidity yang signifika.

2.3 Etiologi

Ruptur kornea (luka terbuka atau open globe) diakibatkan oleh trauma

yang bersifat tumpul. Luka terjadi akibat peningkatan tiba-tiba melalui

mekanisme inside-out (dalam ke luar) sebagai mekanisme cedera.

Laserasi adalah luka full thickness pada dinding mata akibat objek yang

tajam. Mekanisme adalah outside in (luar ke dalam). Termasuk di

bawah laserasi adalah luka perforasi, luka penetrasi, dan akibat benda

asing.

2.4 Patofisiologi

Trauma yang mengenai bola mata menimbulakan kekuatan hidraulis serta

merobek lapisan otot sfingter sehingga pupil menjadi ovoid dan nonreaktif.

Tenaga yang timbul dari trauma diperkirakan terus kedalam bola mata melalui

sumbu anterior posterior sehingga menyebabkan kompresi ke posterior sehingga

menegangkan bola mata ke lateral sesui dengan garis ekuator.

5

Page 6: Refrat Ruptur Kornea

Penyembuhan Luka Kornea

Abrasi kornea merupakan suatu defek yang terasa nyeri tetapi

penyembuhannya cepat, terbatas pada epitel permukaan kornea, meskipun lapisan

Bowman dan stroma superfisial bisa terkena. Dalam waktu satu jam setelah

trauma, sel epitel parabasilar muai membelah dan bermigrasi ke seluruh

denudation area hingga mencapai sel yang bermigrasi lainnya, kemudian contact

inhibiton menghentikan migrasi lebih jauh. Secara terus menerus, sel basal di

sekitar bermitosis untuk menutup defek. Meskipun abrasi kornea yang luas

biasanya ditutup oleh sel epitel yang bermigrasi dalam waktu 24-48 jam,

penyembuhan yang lengkap, termasuk restorasi ketebalan epitel (4-6 lapis) dan

reformasi fibril, membutuhkan waktu 4-6 minggu. Sel epitel tidak stabil, karena

itu, beberapanya bermitosis aktif terus-menerus sehingga mampu untuk

menggantikan sel yang hilang. Jika lapisan tipis pada anterior kornea hilang

karena abrasi, bagian tersebut diisi oleh epitel, membentuk facet.

Gambar 2. Mekanisme Penyembuah luka kornea

6

Page 7: Refrat Ruptur Kornea

Penyembuhan stroma kornea avascular. Tidak sepeti jaringan lainnya,

penyembuhan pada stroma kornea terjadi karena fibrosis daripada proliferasi

fibrovaskular. Aspek avaskular kornea ini penting untuk keberhasilan keratoplasti

penetrasi seperti photorefractive keratectomy (PRK), laser in situ keratomileusis

(LASIK), laser epithelial keratomileusis (LASEK), dan prosedur operatif refratif

kornea lainnya.

Adanya luka kornea sentral, mengakibatkan neutrophil dibawa oleh air mata

ke bagian tersebut dan ke pinggir pembengkakan luka. tidak ada Factor

penyembuhan yang berasal dari pembuluh darah. Glikosaminoglikan, yang ada

didalam kornea merupakan sulfate keratin dan sulfat kondroitin, hancur di pinggir

luka. Fibroblast kornea teraktivasi, bahkan bermigrasi ke seluruh luka, di bawah

kolagen dan fibronektin. Arah fibroblast dan kolagen tidak sejajar dengan lamella

stroma. Sel-sel tersebut menuju anterior dan posterior luka yang selalu terlihat

mikroskopis sebagai bentuk irregular di stroma dan klinisnya opak. Jika pinggir

luka terpisah, gap tidak diisi lengkap oleh fibroblast yang berproliferasi, sehingga

menghasilkan suatu kawah yang terisi sebagian.

Epitelium dan endothelium merupakan bagian yang penting untuk

penyembuhan luka sentral. Jika epitelium tidak menutupi luka dalam waktu

beberapa hari, penyembuhan stroma di bawahnya akan terbatas dan luka akan

rapuh. Factor pertumbuhan dari epitelium merangsang dan meneruskan

penyembuhan. Sel endotel di atas luka menyebrang ke posterior kornea, beberapa

sel diganti melalui aktivitas mitosis. Endothelium membentang di bawah lapisan

tipis yang baru dari membrane Descemet. Jika batas interna luka tidak ditutupi

oleh membrane Descemet, fibroblast stroma berproliferasi terus-menerus ke ruang

anterior sebagai fibrous ingrowth, atau posterior luka mungkin terbuka permanen.

Kolagen fibrillar pertama diganti oleh kolagen yang lebih kuat pada pada akhir

bulan-bulan penyembuhan. Lapisan Bowman tidak berdegenerasi ketika luka

ataupun hancur. Pada ulkus, permukaan ditutupi oleh epitelium, tetapi sedikitnya

dari stroma yang hilang diganti dengan jaringan fibrosa. Modisikasi proses

penyembuhan ini karena penggunaan antimetabolite topical, seperti 5-fluorouracil

dan mitomycin C, meungkin dibutuhkan dalam situasi klinis tertentu.

7

Page 8: Refrat Ruptur Kornea

2.5 Manisfestasi Klinis

Visus menurun

Kadang-kadang terliahat iridoplegia dan eridodialisis

Pasien mengeluh sakit dan nyeri

Nyeri disertai dengan epifora dan blefarospasme

Pembekakan dan perubahan warna pada palpebra

Retina menjadi edem dan terjadi perubahan pigmen

Otot sfingter pupil mengalami kelumpuhan

Pupil tetap dilatasi

Kenaikan TIO

Silau akibat gangguan masuknya sinar pada pupil

Anisokor pupil

Penglihatan ganda (iridodialisis)

Mual dan muntah karena peningkatan tekanan intra okuler

2.6 Diagnosis

Daripada anamnesis, perlu ditanyakan bagaimana kecederaan pada mata

terjadi, ketajaman penglihatannya, dan mengetahui mekanisme

bagaimana mata itu rusak secara spesifik.8

Daripada Inspeksi, diperhatikan apakah adanya darah di belakang

kornea (hifema), ini menunjukkan kecederaan yang signifikan pada

kornea. Seterusnya, perhatikan jika terdapat laserasi pada kornea dan

jika terdapat prolaps iris yang ditandai dengan pupil yang berbentuk

iregular. 8

Selain itu pemeriksaan dengan slitlamp menunjukkan kamera okuli

anterior yang dangkal, penumpukkan darah di segmen anterior atau

posterior,lensa yang opak,dan prolaps iris,dengan menggunakan teknik

iluminasi retrograde dimana kornea diiluminasi dengan cahaya yang

dipantulkan dari iris melalui slitlamp yang diarahkan langsung ke dalam

mata7

2.7 Penatalaksaan

8

Page 9: Refrat Ruptur Kornea

Non komplikasi

Tidak berhubungan dengan prolaps konten intraokular, margin luka

membengkak dan menutup luka secara otomatis dan restorasi kamar

anterior. Penatalaksanaan : tidak memerlukan hecting, hanya cukup

dengan kain kasa yang disemprot dengan atropin dan antibiotika. Luka

kornea yang luas > 2 mm haruslah disutura.

Komplikasi

berhubungan dengan prolaps iris, kadangkala badan lensa dan juga

vitreous. Penatalaksanaan: luka kornea dengan iris prolaps harus

disutura dengan teliti setelah absisi iris. Iris yang prolaps tadi tidak

boleh di’reposited’ karena bisa menimbulkan infeksi. Apabila

dihubungkan dengan kecederaan lensa atau kehilangan badan vitreous,

lensektomi atau vitrektomi anterior bisa dilakukan bersamaan dengan

sutura luka kornea.

2.8 Komplikasi

a) Luka dehiscence

Komplikasi paling sering luka kornea adalah dehiscence, ini karena

penyembuhan luka kornea adalah perlahan karena sebab yang

dijelaskan di atas.

b) Downgrowth epitelial

Epitelium bisa tumbuh melewati luka dan terus ke bagian belakang

kornea. Lebih jarang ditemukan sekarang karena adanya teknologi

mikrosurgeri. Walaupun ditemukan, pengobatan yang efektif adalah

sukar. Downgrowth tersebut harus dieksisi dan kawasan sekeliling

downgrowth tersebut dikrioterapi.

9

Page 10: Refrat Ruptur Kornea

Gambar 3. Gowngrowth epitelia

c) Astigmatisme

Komplikasi yang sangat sering setelah luka kornea walau sekecil

manapun luka tersebut. Pertama, ini karena jaringan korneal lebih

berkompresi daripada elastis. Karena sifat tidak elastisnya, sutura yang

diikat keras bisa mendistorsi bentuk kornea dan mengakibatkan

astigmatisme. Keduanya, fibrosis pada penyembuhan luka adalah

sangat bervariasi.

d) Komplikasi lain

Misalnya luka kornea bisa berakibat infeksi, oedem berakibat

neovaskularisasi kornea, dan perdarahan bisa dikomplikasi dengan

kehadiran fibrosis pada kornea.

10

Page 11: Refrat Ruptur Kornea

DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophtalmology, section 8 External Disease and Cornea,

2011-2012

2. Kuhn, Ferenc. Orbital Trauma Principles and Practices. Thiema:New York.

2010

3. Kurana AK, ‘Comprehensive Opthalmology’ New Age Publishers New

Delhi, 2007.

4. Webb LA, ‘Manual of Eye Emergencies’ Butterworth Heinnman, 2004.

5. Krieglstein GK, Weinreb RN ‘ Cornea And External Eye Diseases’ Springer

Berlin NY, 2006.

6. Crick RP, Khaw PT ’A Textbook of Clinical Opthalmology’3rd edition,

World Scientific, 2003

11