refrat 1.doc

Upload: emys99

Post on 01-Mar-2016

81 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I

Tinjauan PustakaDIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

KARSINOMA TIROID

Yeni Marlina

Pembimbing :

Dr. H. Alwi Shahab, SpPD-KEMD

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I

ILMU PENYAKIT DALAM FK UNSRI/

RSMH PALEMBANG

2010

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...............................................................................................i

DAFTAR ISI ..ii

BAB 1PENDAHULUAN .................................................................................1

BAB 2KARSINOMA TIROID ........................................................................2

2.1. Definisi..........................................................................................2

2.2. Epidemiologi ................................................................................2

2.3. Faktor Resiko ...............................................................................3

2.4. Etiopatogenesis ............................................................................3

2.5. Klasifikasi ....................................................................................5

2.6. Gambaran Klinis ..........................................................................6

2.6.1. Anamnesa .....................................................................6

2.6.2. Pemeriksaan Fisik .........................................................7

2.7. Deteksi Dini .................................................................................7

2.8. Diagnosis .....................................................................................9

2.8.1. Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH) ..........................9

2.8.2. Ultrasonografi (USG) .....................................................10

2.8.3. Sidik Thyroid .................................................................112.8.4. CT scan atau MRI ..........................................................122.8.5. Pemeriksaan Laboratorium ............................................122.9. Penentuan Staging ......................................................................12

2.10. Faktor Risiko Prognostik ............................................................15BAB 3PENATALAKSANAAN KARSINOMA TIROID ............................193.1. Tiroidektomi ..............................................................................193.2. Pengobatan Iodium Radioaktif ..................................................22

3.3. External-beam Radiotherapy (EBRT) ........................................27

3.4. Terapi Supresi Hormonal ...........................................................28

3.5. Kemoterapi ................................................................................303.6. Evaluasi .............................................................................333.6.1. Sintigrafi seluruh tubuh (WBS)..............................33

3.6.2. Ultrasonografi ........................................................33

3.6.3. Pencitraan lain ........................................................323.6.4. Petanda keganasan .................................................34

BAB 4RINGKASAN ..............................................................................35

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................36BAB 1PENDAHULUAN

Kelenjar tiroid termasuk bagian tubuh yang jarang mengalami keganasan, jumlahnya hanya sekitar 0,74% dan 2,3% dari seluruh keganasan pada pria dan wanita.1 Karsinoma tiroid merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada kelenjar endokrin, insidensnya sekitar 90% dari seluruh keganasan endokrin2.Secara klinis, antara nodul tiroid yang ganas dengan yang jinak sering sulit dibedakan, bahkan baru dapat dibedakan setelah didapatkan hasil evaluasi sitologi preparat biopsi jarum halus atau histopatologi dari jaringan kelenjar tiroid yang diambil saat operasi. Tampilan klinis karsinoma tiroid pada sebagian besar kasus umumnya ringan. Pada nodul tiroid yang ganas, bisa saja nodul tiroid tersebut baru muncul dalam beberapa bulan terakhir, tetapi dapat pula sudah mengalami pembesaran kelenjar tiroid berpuluh tahun lamanya serta memberikan gejala klinis yang ringan saja, kecuali jenis karsinoma anaplastik yang perkembangannya sangat cepat dengan prognosis buruk.3Dengan berbagai kemajuan teknologi kedokteran, seperti aplikasi biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH), ultrasonografi (USG), thyroid stimulating hormone (TSH) dan terapi supresi L-tiroksin, telah memungkinkan para peneliti melakukan evaluasi nodul tiroid secara lebih cermat hingga sampai pada diagnosis nodul jinak atau ganas.2,3,4,5Tujuan utama dari penanganan kanker tiroid adalah memperkecil risiko rekurensi dan metastasis jauh, sehingga bisa menurunkan angka morbiditas dan mortalitas penderita.5 Banyak kombinasi modalitas terapi yang biasa digunakan untuk penanganan penderita kanker tiroid diantaranya tiroidektomi, ablasi tiroid dengan iodine radioaktif, supresi thyrotropin dan radiasi eksternal.3,4,5Berikut ini kami sampaikan penulisan tentang diagnosis dan penatalaksanaan karsinoma tiroid sehingga diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan kita semua.

BAB 2KARSINOMA TIROID

2.1 DEFINISI

Karsinoma tiroid adalah tumor ganas yang berkembang dalam jaringan kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid merupakan kelenjar endokrin yang terletak di pangkal leher yang menghasilkan hormon (tiroksin, kalsitonin) yang membantu mengatur metabolisme tubuh.6,72.2 EPIDEMIOLOGI

Epidemiologi dari karsinoma tiroid merupakan masalah yang rumit, sejak nodul tiroid semakin sering ditemukan tetapi angka keganasannya rendah (sekitar 5%).2 Angka kekerapan keganasan tiroid per-100,000 individu sangat berbeda, berkisar 1,2-2,6 pada laki-laki dan 2,0-3,8 pada wanita.6 Sedangkan angka mortalitas pada karsinoma tiroid per-100,000 individu adalah antara 0,2-1,2 pada laki-laki dan 0,4-2,8 pada wanita. Namun angka kematiannya lebih rendah dari angka kejadian karsinoma tiroid, jumlahnya kurang dari 1% dari kematian penyakit kanker.4,6Terdapat perbedaan prevalensi karsinoma tiroid diantara kelompok etnik, gender dan geografis, yang belum dapat dijelaskan mekanismenya.4 Rata-rata usia yang terdiagnosis sekitar 45 tahun untuk tumor papilar, 50 tahun atau lebih untuk tumor folikuler dan lebih dari 65 tahun untuk anaplastik tumor. Anak-anak usia di bawah 20 tahun dengan nodul tiroid dingin mempunyai risiko keganasan 2 kali lebih besar dibanding kelompok dewasa. Kelompok usia di atas 60 tahun, disamping mempunyai prevalensi keganasan lebih tinggi, juga mempunyai tingkat agresivitas penyakit yang lebih berat, yang terlihat dari seringnya kejadian jenis karsinoma tiroid tidak berdiferensiasi.2,3,4,6 2.3 FAKTOR RISIKO 1,3,4,6,7,81. Karsinoma tiroid insidennya meningkat sesuai dengan usia. Apabila nodul tiroid terdapat pada penderita berusia di bawah 20 tahun dan di atas 50 tahun memiliki risiko keganasan lebih tinggi. 2. Karsinoma tiroid lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan laki-laki. Hal ini diduga adanya faktor hormonal yang mungkin terlibat, namun sampai sekarang masih belum jelas mekanisme hubungan antara faktor hormon reproduksi estrogen sebagai penyebab karsinoma tiroid. Beberapa penelitian menduga bahwa perubahan biologi yang terjadi selama kehamilan mungkin meningkatkan risiko terjadinya karsinoma tiroid 3. Bebarapa sindroma genetik seperti Gardner syndrome, adenomatous polyposis coli dan Cowdens disease berhubungan dengan peningkatan risiko karsinoma tiroid4. Pengaruh radiasi di daerah leher dan kepala pada masa lampau5. Terdapat hubungan yang kuat bahwa individu dengan tiroiditis hashimoto akan meningkatkan kejadian berkembang menjadi tiroid lymphoma6. Riwayat gangguan mekanik di daerah leher7. Riwayat penyakit serupa dalam keluargaBeberapa faktor risiko untuk karsinoma tiroid didapatkan dari beberapa penelitian epidemiologi tetapi yang telah jelas penyebab faktor riwayat keluarga dapat mendukung kearah karsinoma medulare8. Faktor lingkungan atau diet lain, seperti pada kondisi defisiensi iodium dan endemic goiter2.4 ETIOPATOGENESISEtiologi yang pasti belum diketahui. Yang berperan khususnya untuk karsinoma berdiferensiasi ( jenis papilar dan folikular ) adalah radiasi dan goiter endemis sedangkan untuk jenis medulare adalah faktor genetik.6 Belum diketahui suatu karsinogen yang berperan untuk kanker anaplastik dan medular. Diperkirakan kanker tiroid anaplastik berasal dari perubahan kanker tiroid berdiferensiasi baik (papiler dan folikuler) dengan kemungkinan jenis folikuler dua kali lebih besar. Sedangkan limfoma pada tiroid diperkirakan karena perubahan-perubahan degenerasi ganas dari tiroiditis Hashimoto.Berdasarkan pendekatan biomolekuler, pada akhirnya semua jenis kanker termasuk karsinoma tiroid terkait dengan dan disebabkan oleh kelainan pada gena supresor tumor, aktivasi suatu onkogen, kerusakan pada mekanisme perbaikan (repair) DNA, atau kombinasi ketiga faktor tersebut. Sebagian besar karsinoma tiroid bersifat sporadik dan belum dapat diidentifikasi satu penyebab tunggal. Beberapa faktor dianggap mempunyai peranan atau terkait dengan etiopatogenesis karsinoma tiroid seperti radiasi, defisiensi iodium, hormon reproduksi dan faktor genetik. Radiasi (biasanya radiasi eksternal) merupakan faktor paling penting yang dapat menimbulkan kerusakan gen.2,6Tabel 1. Beberapa gen yang dilaporkan terkait dengan Familial non-medullary thyroid cancer2EntitasGenaKromosom

Non-medullary Cancer, FamilialMNG1, TCO, RET, TRK

MET, TSHR, APC, PTEN?

Papillary Cancer, SporadicRET/PTC1, RET/PTC2

RET/PTC310q

Papillary Cancer, ChernobylRET/PTC3 (common)

NTRK rearrangementn(rare)10q

1q22

Follicular Cancer, Sporadic

Familial Multinodular GoiterMNG114q32

Non-medullary Thyroid Cancer

Associated with Multinodular GoiterTCO19p13.2

Familial Adenomatous Polyposis

And Gardners SyndromeAPC5q21

Cowdens SyndromePTEN10q23

Thyrotropin ReceptorTSHR

Familial Medullary Thyroid Cancer

(MEN2)RET10q11.2

Sumber : McDougall, 20062.5 KLASIFIKASI2,9A. Tumor Epitelial TiroidBenign

Adenoma folikuler, tumor jinak berkapsul ditandai adanya diferensiasi sel folikuler

Malignant

Karsinoma Papillari Tiroid (KPT), tumor epitelial maligna yang ditandai differensiasi folikuler dengan struktur papilar dan folikuler serta perubahan inti yang khas

Karsinoma Folikuler Tiroid (KFT), tumor epitelial maligna yang menunjukkan diferensiasi sel folikuler tanpa gambaran diagnostik karsinoma papiler Undifferentiated Carcinoma, tumor maligna yang terdiri dari sebagian atau seluruh sel-sel yang undifferensiasi

B. Karsinoma tiroid yang berasal C sel

Karsinoma Meduler Tirod, tumor ganas yang menunjukan adanya diferensiasi sel CC. Tumor Malignant Non-Epithelial Sarcoma, tumor maligna yang terbatas adanya diferensiasi epitelial dan menunjukan pasti adanya diferensiasi sarcoma spesifik

Hemangioendothelioma, tumor maligna dengan perluasan nekrosis atau perdarahan dan celah vaskuler dengan sel-sel yang menunjukkan gambaran endotel

Malignant lymphoma, tumor maligna dengan positif pewarnaan untuk antigen leukosit atau menyerupai antigen

D. Tumor SekunderGambaran patologi tergantung atas tumor primernya4Perangai karsinoma tiroid yang berdiferensiasi baik relatif jinak, perkembangannya lambat dengan kelangsungan hidup cukup panjang. Dilaporkan angka kelangsungan hidup 10 tahun berkisar 74-93% untuk jenis papilare dan 43-94% untuk jenis folikulare. Sedang karsinoma tiroid yang tidak berdiferensiasi (anaplastik) hampir semuanya meninggal dalam 1 tahun.6,7Bila dilihat dari jenis karsinomanya, persentase angka kejadian adalah:31. Karsinoma papilare dan folikulare, kurang lebih 90%

2. Karsinoma medulare, 5-9%

3. Karsinoma anaplastik, 1-2%

4. Jenis lainnya, 1-3%

2.6 GAMBARAN KLINIS

2.6.1 Anamnesis

Anamnesis pada penderita dilakukan secara mendalam agar dapat menggali faktor risiko yang berperan, selain itu juga mengidentifikasi jenis nodul berdasarkan gejala klinis yang muncul. Sebagian besar keganasan tiroid tidak memberikan gejala yang berat, kecuali keganasan jenis anaplastik yang sangat cepat membesar. Dalam hal riwayat kesehatan, banyak faktor yang perlu ditanyakan apakah ke arah ganas atau tidak. Seperti misalnya usia pasien saat pertama kali nodul tiroid ditemukan, riwayat radiasi pengion saat usia anak-anak, jenis kelamin. Selain itu riwayat karsinoma tiroid medulare dalam keluarga penting untuk evaluasi nodul tiroid ke arah ganas atau jinak.1,3,4,6,7,8Pada pasien dengan nodul tiroid yang besar sering mengeluh adanya gejala penekanan pada esofagus dan trakhea. Biasanya nodul tiroid tidak disertai rasa nyeri, kecuali timbul perdarahan ke dalam nodul atau bila kelainannya tiroiditis akut/subakut. Keluhan lain pada keganasan yang mungkin ada ialah suara serak dan tanda/gejala apakah sudah tampak gejala metastasis jauh seperti benjolan pada kalvaria sebagai tanda metastasis tulang, sesak nafas sebagai tanda gangguan organ paru, rasa penuh di ulu hati dapat mengarahkan kecurigaan akan gangguan organ hepar, dan lain sebagainya.1,3,4,10,11,12,13,14,152.6.2. Pemeriksaan Fisik

Pada sebagian besar kasus keluhan atau gejala pertama karsinoma tiroid berupa massa di leher, baik neoplasia intratiroid/nodul tiroid atau metastase di kelenjar getah bening regional. Akan tetapi kemungkinan suatu nodul bersifat ganas hanya sekitar 5-10% tergantung dari umur, gender, riwayat keterpaparan terhadap radiasi, riwayat keluarga dan faktor-faktor lain.3,4,10,12,14Pada beberapa kasus massa tumor mungkin tidak teraba secara klinik dan ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan pencitraaan leher atau pada waktu operasi massa tiroid yang tadinya diduga jinak. Walaupun melalui anamnesa dan pemeriksaan fisik yang diteliti, jarang diagnosa karsinoma tiroid dapat ditegakkan, sehingga diperlukan modalitas diagnostik penunjang lain. Diagnosa pasti tentu harus melalui pemeriksaan sitologi dan konfirmasi histologi.10,13,15Nodul ganas umumnya padat, soliter dan tidak menangkap radioaktivitas pada sidik tiroid (nodul dingin), sekitar 5-10% nodul dingin kemungkinan ganas. Massa nodul/neoplasia biasanya keras, sukar digerakkan dari dasarnya, dan lambat laun membesar sehingga menimbulkan keluhan dan gejala mekanik seperti obstruksi pada esofagus dan trachea, atau penekanan pada pita suara. Dapat ditemukan pula pembesaran kelenjar getah bening regional dan metastasis jauh ke tulang dan paru.2,3,10,13

2.7 DETEKSI DINI

Suatu nodul tiroid adalah lesi diskrit dalam kelenjar tiroid yang dengan jelas dan atau ultrasonografi berbeda dari parenkim tiroid sekitarnya. Namun, beberapa lesi tidak sesuai dengan radiologis yang berbeda abnormalitasnya. Kelainan tersebut tidak memenuhi secara ketat definisi nodul tiroid. Pada nodul nonpalpable yang mudah dilihat pada USG atau pencitraan anatomi lainnya, dan menemukan nodul secara kebetulan atau "Incidentalomas" memiliki risiko yang sama keganasan dengan nodul teraba dengan ukuran yang sama.16,17Umumnya, hanya nodul lebih besar dari 1 cm harus dievaluasi, karena mereka memiliki potensi yang secara klinis signifikan sebagai kanker. Kadang-kadang, mungkin ada nodul kecil dari 1 cm yang memerlukan evaluasi, seperti pada USG yang mencurigakan temuan ganas, sejarah radiasi kepala dan leher, atau sejarah keluarga yang positif kanker.

Gambar 1. Algoritma untuk evaluasi pasien dengan satu atau lebih nodul thyroid172.8 DIAGNOSIS Untuk menentukan diagnostik karsinoma tiroid dapat menggunakan biopsi jarum halus, ultrasonografi, sidik tiroid dan Computed Tomography (CT scan) atau Magnetic Resonance Imaging (MRI), serta penentuan status fungsi melalui pemeriksaan kadar TSHs dan hormon tiroid.3,4,10,122.8.1 Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH)BAJAH merupakan langkah diagnostik awal pengelolaan nodul tiroid. Ini merupakan metode pemeriksaan yang akurat dan terpilih dalam mengevaluasi kelainan kelenjat tiroid, karena hasilnya dapat memberikan informasi yang spesifik mengenai komposisi seluler dari nodul tiroid yang bisa mengarahkan dokter dalam memutuskan penangan yang tepat.1,2,12BAJAH merupakan metode pengambilan contoh sel dari nodul tiroid yang dapat dilakukan dengan tuntunan USG. Tehnik ini sudah terbukti dapat mengurangi hasil false negatif dari 15% menjadi 3%. Sensitivitas tindakan ini 83% dan spesifitasnya 92%.20,21,22Bila tindakan ini dilakukan oleh seorang ahli yang berpengalaman maka ketepatan diagnosis berkisar antara 70-80%, dengan hasil negatif palsu keganasan antara 1-6%. Dengan BAJAH maka tindakan operasi dapat dikurangi sampai 50% kasus.Hasil BAJAH dibagi menjadi :,3,4,201. non-diagnostik, berarti tidak memenuhi suatu kriteria spesifik sehingga harus diulangi2. ganas

3. indeterminate (curiga ganas)

4. jinakKetepatan diagnostik BAJAH akan meningkat bila sebelum biopsi dilakukan penyidikan isotop atau ultrasonografi. Pemeriksaan potong beku (frozen section) pada saat operasi berlangsung, tidak memberikan keterangan banyak untuk neoplasma folikulare, tetapi dapat membantu mengkonfirmasi diagnosis dugaan karsinoma papilare2.8.2 Ultrasonografi (USG)Saat menemukan ada nodul tiroid maka nodul tersebut perlu dievaluasi. The American Thyroid Association (ATA) guidelines menganjurkan evaluasi nodul dengan menggunakan USG sehingga bisa diketahui ukuran nodul, ada tidaknya nodul lain dalam tiroid, karakteristik nodul bisa diketahui dengan lebih jelas sehingga bisa dibedakan apakah nodul itu jinak atau ganas.16,17Dengan pemeriksaan USG resolusi tinggi dalam populasi umum, nodul tiroid dapat ditemukan sekitar 19-46%. High frequency real-time ultrasonography merupakan alat yang sangat sensitif untuk mengevaluasi nodul pada tiroid. USG ini bisa mendeteksi metastasis kanker tiroid ke kelenjar limfe, infiltrasi tumor ke jaringan sekitar dan juga dapat dipakai untuk menuntun jarum biopsi kearah yang tepat saat melakukan BAJAH.23,24USG merupakan pemeriksaan yang noninvasif, mudah didapat dan relatif murah, setiap penderita yang ditemukan nodul dalam tiroidnya harus menjalani evaluasi seluruh jaringan tiroidnya termasuk nodul dan kelenjar limfe dengan USG. Ultrasonografi memberikan informasi tentang morfologi kelenjar tiroid, digunakan untuk menentukan ukuran dan volume kelenjar tiroid serta membedakan apakah nodul bersifat kistik, padat atau campuran kistik-padat. Ultrasonografi juga digunakan sebagai penuntun biopsi serta untuk menilai vaskularisasi jaringan tiroid.3,4,24Yang dievaluasi adalah ukuran nodul, ada tidaknya nodul lain dalam tiroid, komposisi nodul dan tanda-tanda ganas dalam nodul tersebut. USG juga merupakan pemeriksaan yang cukup sensitif dan akurat dalam mendeteksi metastasis kelenjar dan rekurensi dari kanker tiroid.23Gambaran ultrasonogram dari nodul dengan kemungkinan ganas adalah bila ditemukan nodul yang hipoekogeni, ada mikrokalsifikasi, batas ireguler, peningkatan aliran vaskuler pada nodul serta bila ditemukan invasi atau limfadenopati regional.3,4,12,14,23,242.8.3. Sidik Tiroid (Thyroid scintigraphy)Peranan thyroid scintigraphy dalam mengevaluasi nodul tiroid yang tunggal sangat terbatas. Pada pemeriksaan ini nodul tiroid dapat diklasifikasikan sebagai hot nodule (hiperfungsi), cold nodule (hipofungsi) atau warm nodule (normal). Kemungkinan ganas pada hot nodule adalah 5%, pada cold nodule sekitar 80-85% dan warm nodule sekitar 9%.16,17Sidik tiroid merupakan pencitraan isotopik yang memberikan gambaran morfologi fungsional; hasil pencitraan merupakan refleksi dari fungsi jaringan tiroid (dan metastase karsinoma tiroid). Radiofarmaka yang digunakan I-131, Tc-99m pertechnetate, Tc-99m MIBI, TI-201 atau F-18 FDG. I-131 memiliki perilaku sama dengan iodium stabil yaitu ikut dalam proses trapping dan organifikasi untuk membentuk hormon tiroid, sedangkan Tc-99m hanya ikut dalam proses trapping. Oleh karena itu ada kemungkinan terdapat diskrepansi antara sidik tiroid menggunakan I-131 dengan Tc-99m pertechnetate (hot atau warm area dengan Tc-99m pertechnetate bisa jadi cold area dengan I-131). Pencitraan dengan Tc-99m MIBI, TI-201 atau F-18 FDG digunakan untuk mendeteksi sisa jaringan residif karsinoma tiroid pasca-tiroidektomi atau pasca-radiotiroablasi.4 Indikasi melakukan pencitraan isotopik (sidik tiroid) adalah:4,16,171. Mengetahui apakah suatu nodul tiroid menangkap radioaktivitas atau tidak (misalnya nodul otonom)2. Mendeteksi jaringan tiroid aberan, misal tiroid lingual atau substernal

3. Mendeteksi jaringan tiroid sisa pasca-tiroidektomi atau jaringan metastase fungsional karsinoma tiroid berdiferensiasi

2.8.4. CT scan atau MRI

Merupakan pencitraan anatomi dan tidak digunakan secara rutin untuk evaluasi nodul tiroid. Penggunaannya lebih diutamakan untuk mengetahui posisi anatomi dari nodul atau jaringan tiroid terhadap organ sekitarnya, seperti struma substernal atau terdapat kompresi trakhea.3,4,12,14,23Dengan teknik pencitraan SPECT/CT atau PET/CT yang merupakan pencitraan fusi antara Single Photon Emmision Computed Tomography atau Positron Tomography dengan CT Scan, sekaligus dapat dideteksi lokasi anatomi dan fungsi dari massa di leher atau tempat lain yang dicurigai. 23 2.8.5. Pemeriksaan LaboratoriumKeganasan tiroid bisa terjadi pada keadaan fungs tiroid yang normal, hiper ataupun hipotiroid. Penentuan kadar hormon tiroid dan TSHs diperlukan untuk mengetahui fungsi tiroid. Nodul yang fungsional dengan kadar TSHs tersupresi dapat menyingkirkan keganasan, walaupun pada beberapa kasus karsinoma tiroid bisa terjadi hipertitoid. Kadar kalsitonin perlu diperiksa bila ada riwayat keluarga dengan karsinoma tiroid medulare atau Multiple Endocrine Neoplasia (MEN) tipe 2.25 Kadar kalsitonin tinggi digunakan sebagai indikasi melakukan tindakan profilaktik berupa tiroidektomi.3,4,10,11,14Pemeriksaan kadar tiroglobulin serum untuk keganasan tiroid cukup sensitif tapi tidak spesifik, karena peningkatan kadar tiroglobulin juga ditemukan pada tiroiditis, penyakit Graves dan adenoma tiroid pasca terapi Pemeriksaan kadar tiroglobulin sangat baik untuk monitor kekambuhan karsinoma tiroid, kecuali pada karsinoma tiroid medulare dan anaplastia.3,12,18 2.9 PENENTUAN STAGINGPenggunaan sistem klasifikasi AJCC/UICC (International Union against Cancer) diperkenalkan pada tahun 1987 dan direvisi tahun 1992 dan 2002. Penentuan stadium yang didasarkan pada parameter TNM dan usia direkomendasikan bagi semua tipe tumor, termasuk kanker tiroid, karena sistem klasifikasi ini memberikan metode yang berguna untuk mendeskripsikan derajat penyebaran tumor. Klasifikasi ini juga digunakan untuk pencatatan kanker di rumah sakit dan penelitian-penelitian epidemiologis. Pada kanker tiroid, Stadium AJCC/UICC tidak memperhitungkan beberapa variabel prognostik independen dan dapat berisiko menyebabkan misklasifikasi pada sebagian pasien.16,17Tabel 2. Sistem klasifikasi TNM untuk karsinoma tiroid berdiferensiasi16T1

T2

T3

T4a

T4b

TX

NO

N1a

N1b

NX

MO

M1

MXDiameter tumor 2 cm

Diameter tumor primer 2-4 cm

Diameter tumor primer > 4 cm terbatas pada thyroid atau perluasan extrathyroid minimal

Tumor segala ukuran meluas melebihi kapsul thyroid ke jaringan lunak subkutan, larynx, trachea, esophagus atau nervus laryngeal recurrent

Tumor meluas ke fascia prevertebral atau artery carotis atau pembuluh darah mediastinal

Ukuran tumor primer tidak diketahui, tetapi tanpa perluasan extrathyroid

Tidak ada metastasis KGB

Metastasis sampai level VI (pretrachea, paratrachea, dan prelaryngeal/

Delphian KGB

Metastasis ke unilateral, bilateral, kontralateral cervical atau metastasis mediastinum superior

KGB tidak diperkirakan saat operasi

Tidak ada metastasis jauh

Metastasis jauh

Metastasis jauh tidak diperkirakan

Stage

Stage I

Stage II

Stage III

Stage IVA

Stage IVB

Stage IVCUsia Pasien < 45 tahun

Any T, any N, MO

Any T, any N, M1

Usia Pasien 45 tahun

T1, NO, MO

T2, NO, MO

T3, NO, MO

T1, N1a, MO

T2, N1a, MO

T3, N1a, MO

T4a, NO, MO

T4a, N1a, MO

T1, N1b, MO

T2, N1b, MO

T3, N1b, MO

T4a, N1b, MO

T4b, anyN, MO

Any T, any N, M1

Sumber: AJCC Cancer Staging Manual, Sixth edition, 2002

Penentuan stadium AJCC/IUCC dikembangkan untuk memperkirakan risiko kematian, bukan rekurensi. Untuk pemeriksaan risiko rekurensi, stratifikasi tiga tingkat dapat digunakan:

Pasien risiko rendah memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) tidak ada metastasis lokal atau jauh; 2) semua tumor makroskopik telah direseksi; 3) tidak terdapat invasi tumor pada jaringan atau struktur locoregional; 4) tumor tidak memiliki histologi agresif atau invasi vaskular; 5) dan, jika 131I diberikan, tidak terdapat ambilan 131I di luar jaringan tiroid pada scan RAI seluruh tubuh post terapi pertama (RxWBS).

Pasien risiko sedang memiliki ciri-ciri berikut: 1) invasi mikroskopik tumor ke dalam jaringan lunak peritiroid pada saat pembedahan awal; 2) metastasis nodus limfe serviks atau ambilan 131I di luar jaringan tiroid pada RxWBS yang dilakukan setelah ablasi sisa tiroid; atau 3) tumor dengan histologi agresif atau invasi vaskular.

Pasien risiko tinggi memiliki 1) invasi tumor makroskopik, 2) reseksi tumor yang tidak lengkap, 3) metastasis jauh, dan mungkin 4) tiroglobulinemia yang melebihi proporsi dari apa yang dilihat pada scan post terapi.

Karena penentuan stadium awal didasarkan pada faktor-faktor kliniko-patologi yang segera tersedia setelah diagnosis dan terapi awal, stadium AJCC pasien tidak berubah seiring waktu. Meskipun begitu, tergantung pada perjalanan klinis penyakit dan respon terhadap terapi, risiko rekurensi dan risiko kematian dapat berubah seiring waktu. Penatalaksanaan yang tepat memerlukan pemeriksaan ulang risiko rekurensi dan risiko mortalitas spesifik-penyakit secara berkala ketika data baru didapati selama follow up.2.10 FAKTOR RISIKO PROGNOSTIK

Sistem skoring prognostik dapat mengidentifikasi individu dengan risiko tinggi untuk kekambuhan/kematian berdasarkan umur (lebih tua=prognosis lebih jelek), gender (pria=prognosis lebih jelek), jenis histologi (kelangsungan hidup lebih jelek pada karsinoma folikuler dibandingkan karsinoma papilare), ukuran tumor primer dan penyebaran lokal atau jauh. Dengan diketahuinya beberapa faktor risiko prognostik, pengobatan dapat dilakukan lebih selektif serta dapat dihindari tindakan/pengobatan yang tidak perlu.Ada beberapa pengelompokan risiko prognostik seperti EORTC, AGES, AMES. Berbagai skema lain telah dikembangkan dalam upaya untuk memperoleh stratifikasi faktor risiko yang lebih akurat, antara lain adalah sistem CAEORTC, AGES, AMES, U of C, MACIS, OSU, MSKCC, dan NTCTCS. Sistem-sistem ini memperhitungkan sejumlah faktor yang diidentifikasi memiliki pengaruh prognostik bagi keluaran dalam analisis multivariat dalam penelitian-penelitian retrospektif, dengan faktor-faktor prediktif yang paling berpengaruh adalah keberadaan metastasis jauh, usia pasien, dan derajat penyebaran tumor.

Faktor-faktor ini dan faktor lain diberi nilai yang berbeda di antara sistem-sistem ini menurut fungsi mereka dalam prediksi keluaran, namun tidak ada sistem yang secara nyata lebih baik dibanding sistem lain. Tiap sistem ini memungkinkan identifikasi yang akurat dari sebagian besar pasien (70-85%) pasien yang memiliki risiko mortalitas rendah (pasien T1-3, M0), memungkinkan follow up dan penatalaksanaan para pasien ini untuk menjadi kurang intensif dibanding minoritas dengan risiko lebih tinggi (pasien T4 dan M1), yang dapat memperoleh manfaat dari strategi penatalaksanaan yang lebih agresif. Walaupun begitu, tidak ada dari sistem-sistem klasifikasi stadium di sini yang mampu memperhitungkan lebih dari sebagian kecil ketidakpastian mortalitas spesifik-penyakit, jangka pendek atau kemungkinan bebas penyakit.MACIS, OSU, dan MSKCC.Tabel 2. Skema Klasifikasi Karsinoma Tiroid berdiferensiasi berdasarkan faktor risiko prognostik

AMES : Age, Metastases, Extent of Primary Cancer, Tumor Size

Risiko rendah,risiko tinggi

Age : laki-laki < 41 tahun, perempuan < 51 tahun/laki-laki > 40 tahun, perempuan > 50 tahun

Metastases : tidak ada metastase jauh/metastase jauh

Extent : intrathyroidal papilar atau folikuler dengan invasi kapsul minor atau Extrathyroidal papilari atau folikuler dengan invasi mayor

Size : 5 cm / >5 cm

Pasien risiko rendah : (1) kelompok usia risiko rendah tanpa metastase atau (2) usia risiko tinggi tanpa metastase dengan risikon rendah penyebaran dan ukuran Pasien risiko tinggi (1) pasien dengan metastase atau (2) usia risiko tinggi dengan risiko tinggi penyebaran atau ukuran

DAMES : sistem AMES yang dimodifikasi dengan adanya pengukuran DNA sel tumor menggunakan flow cytometry.Risiko rendah AMES + euploid = risiko rendah

Risiko rendah AMES + aneuploid = risiko menengah

Risiko tinggi AMES + aneuploid = risiko tinggi

AGES : Age, tumor Grade, tumor Extent, tumor SizePrognostic Score (PS) = 0,05 x usia dalam tahun (kecuali 6

MACIS : Metastase, Age, Completeness of resection, Invasion, SizePrognostic Score (PS) : 3,1 (usia < 39 thn) tau 0,08 x usia (jika usia > 40 tahun), +3 x ukuran tumor dalam cm, +1 (jika complet reseksi), +1 (jika local invasive), +3 (jika metastase jauh)PS kategori : 0-5,99, 6-6,99, 7-7,99, >8

Berdasarkan klasifikasi risiko prognostik diatas dapat disusun angka kelangsungan hidup pasien karsinoma tiroid.Tabel 3 Kelangsungan hidup 20 tahun berdasarkan sistem skor prognostik AGES, AMES dan MACIS 2Sistem SkoringSkorKelangsungan hidup 20 tahun

AGES 3.99 4.99

5.0 5.99

6.0

99%80%

67%

13%

AMESRisiko rendahRisiko tinggi99%61%

MACIS 6.0

6.0 6.99

7.0 7.99

8.0

99%

89%

56%

24%

MSKCCRisiko rendah

Risiko menengah

Risiko tinggi99%

87%

57%

Sistem skoring prognostik masih mengandung kelemahan seperti kesalahan klasifikasi sehingga bisa terjadi pengobatan yang berlebihan pada pasien dengan risiko rendah atau terjadi morbiditas terkait dengan pengobatan itu sendiri. Oleh karena itu perlu dipahami perubahan/kelainan genetik yang terkait dengan karsinogenesis tiroid dan perkembangannya menjadi bentuk yang agresif, melalui identifikasi petanda prognostik tumor spesifik.1,2,18BAB 3PENATALAKSANAAN KARSINOMA TIROID

Pengelolaan terpadu karsinoma tiroid berdiferensiasi terdiri dari tiroidektomi, terapi ajuvan iodium radioaktif dan terapi supresi hormonal.1,3,45,6 Namun demikian, sampai sekarang masih terjadi perdebatan mengenai cara pengelolaan karsinoma tiroid. Disamping itu cukup sering pula terjadi perbedaan penilaian spesimen histopatologi kasus keganasan tiroid yang menyulitkan pengambilan keputusan klinik.133.1. Tiroidektomi

Operasi tiroidektomi merupakan pengobatan utama untuk seluruh karsinoma papilar dan folikuler.1,3,4,6,16 Operasi yang sempurna akan lebih baik dan angka kesakitan lebih rendah apabila dilakukan oleh ahli bedah yang berpengalaman. Hal yang perlu dilakukan untuk mendukung keberhasilan tindakan ini ialah evaluasi preoperasi, prosedur pembedahan itu sendiri dan pengelolaan post-operasi.Pengobatan operasi pada karsinoma tiroid jenis papiler dan folikuler dilakukan pengangkatan kelenjar tiroid dan kelenjar limfe. Operasi yang luas didasarkan atas indikator prognostik seperti luasnya tumor, disertai dilakukan pemeriksaan potong beku. Seluruh daerah yang dicurigai sebagai tumor harus diangkat dengan satu prosedur sehingga pasien tidak perlu dilakukan operasi kembali dan meminimalisasi risiko komplikasi.6,7Beberapa prosedur pembedahan yang telah digunakan untuk pengobatan tumor tiroid:7,16,,27,28

Lumpectomy atau enucleation: mengangkat hanya nodul dan minimal jaringan sekitar

Partial lobectomy : mengangkat nodul dengan tepi yang luas dari jaringan sekitar

Lobectomy atau hemithyroidectomy : mengangkat lobus thyroid; isthmusectomy dan mengangkat lobus piramidalis Subtotal thyroidectomy : mengangkat bilateral lebih dari separuh kelenjar tiroid pada masing-masing sisi disertai isthmus, hanya meninggalkan 5 gram jaringan tiroid

Near-total thyroidectomy : total lobectomy dan isthmusectomy dan hanya meninggalkan kurang dari 2 gram dari lobus kontralateral

Total thyroidectomy : mengangkat kedua lobus dan isthmus

Tiroidektomi dapat berupa lobektomi dengan atau tanpa ismulobektomi total atau near total thyroidectomy, atau radical neck dissection. Setelah tiroidektomi total tidak berarti lapang tiroid akan terbebas sama sekali dari jaringan tiroid normal; cukup sering ditemukan sisa jaringan tiroid di lapang tiroid yang terdeteksi pada sidik tiroid, walaupun telah dilakukan tiroidektomi total.27Ada perbedaan pendapat tentang luasnya operasi yang akan dilakukan. Yang melakukan tiroidektomi total pada semua pasien karsinoma tiroid berdiferensiasi mengajukan alasan sebagai berikut:4 Karsinoma tiroid bersifat mikroskopik multisentrik dan multifokal sehingga walaupun lesi (tampaknya) fokal akan lebih aman dilakukan tiroidektomi total.

Selama masih ada jaringan tiroid normal pengobatan metastasis dengan iodium radioaktif tidak akan efektif karena terjadi kompetisi antara jaringan normal dengan jaringan metastasis Dengan hilangnya jaringan tiroid normal kadar tiroglobulin dapat digunakan sebagai petanda rekurensi atau metastasis

Tindakan operasi tiroidektomi total yang dilakukan oleh ahli bedah berpengalaman risiko dapat ditekan sekecil mungkin

Sedangkan bila dilakukan tindakan reseksi terbatas (ismulobektomi) didasarkan bahwa selama belum ada bukti bahwa tiroidektomi total memang bermanfaat bagi pasien dari kelompok risiko rendah. Ismulobektomi dapat menghindarkan pasien dari terapi substitusi hormon tiroid seumur hidup. Lebih lanjut dinyatakan lesi mikroskopik multifokal tidak mempunyai arti klinik penting, terlihat dari rendahnya kejadian rekurensi pasca-lobektomi.Demikian pula kejadian karsinoma anaplastik dari sisa karsinoma tiroid berdiferensiasi mikroskopik sangat jarang. Menurut Kuriakose, dkk (2001), 75% pasien karsinoma tiroid berdiferensiasi termasuk kelompok risiko rendah dengan angka kekambuhan rendah (5%), dan angka kelangsungan hidup yang sangat baik (>98%). Selain itu luasnya tiroidektomi tidak akan mempengaruhi hasil akhir pengobatan. Sehingga mereka mendukung operasi tiroid terbatas (ismu-lobektomi) pada pasien dengan risiko rendah.28Total atau near total thyroidectomy dianjurkan dilakukan untuk penderita kanker tiroid dengan ukuran tumor > 1-1,5cm , ada nodul tiroid kontralateral, ada metastasis regional atau metastasis jauh, riwayat kanker tiroid dalam keluarga atau ada riwayat radiasi di derah kepala leher. Karena hampir 20-90% kanker tiroid tipe papiller dan Hurthle cell cancer ditemukan ada metastasis ke kelenjar regional, maka central compartment neck dissection perlu dipertimbangkan pada penderita sejenis ini. Pada pasien KPT dan KFT yang dilakukan total thyroidectomy harus dilakukan ablasi dengan I-131, tujuannya untuk menghancurkan sisa jaringan tiroid yang masih ada. Ablasi tiroid berguna untuk mengurangi kemungkinan rekurensi lokoregional, juga berguna untuk pengawasan jangka panjang pasien dengan pemeriksaan whole-body iodine scans dan pemeriksaan thyroglobulin. Kadar Tg yang tinggi pasca operasi menunjukkan bahwa masih ada sisa sel kanker dalam tubuh yang mungkin tidak terdeteksi oleh pemeriksaan I-131 atau pemeriksaan konvensional lainnya. Penelitian menunjukkan bahwa makin banyak jaringan tiroid yang tersisa pasca operasi, makin jelek untuk prognosis penderita.16,17,28Pada penderita KFT dengan widely invasive harus dilakukan total thyroidectomy tanpa dilakukan diseksi kelenjar karena tipe ini cenderung metastasis secara hematogen, sedang untuk KFT dengan minimally invasive maka lobektomi tiroid saja sudah dianggap cukup. Terapi standar untuk penderita KPT yang mengalami rekurensi di leher adalah operasi kemudian diberi terapi tambahan dengan RAI (Radioactive Iodine ) dan selanjutnya diteruskan dengan terapi supresi TSH.

Untuk penderita kanker tiroid pasca operasi perlu diberikan terapi supresi TSH dengan pemberian Thyroxine, pada awalnya dianjurkan kadar TSH mencapai< 0,1 mU/L, untuk penderita dengan resiko rendah, apabila setelah 1 tahun tidak ada tanda rekurensi maka kadar thyroxine bisa diturunkan dan kadar TSH dipertahankan terus pada kisaran 0,1 mU/L selama 3-5 tahun setelah remisi dicapai; tapi ATA menganjurkan dipertahankan 5-10 tahun. Beberapa penelitian retrospektif menunjukkan bahwa pasien yang diberikan terapi thyroxine dengan dosis supresif menunjukkan angka rekurensi yang jauh lebih rendah. Terapi supresi TSH bukan hanya perlu untuk menggantikan fungsi tiroid tetapi juga berperan untuk mencegah rekurensi kanker dan metastasis. TSH perlu ditekan karena pada permukaan sel tiroid terdapat reseptor TSH yang dapat meningkatkan kecepatan pertumbuhan sel, baik sel normal maupun sel kanker.

Peranan operasi untuk karsinoma anaplastik tiroid masih kontroversi dan sudah diketahui bahwa operasi sendiri tidak mampu mengubah perjalanan penyakit ini. Junor dkk melaporkan bahwa penderita yang dilakukan total atau partial thyroidectomy kemudian diberikan EBRT dapat memperpanjang survival penderita dibandingkan dengan penderita yang hanya dilakukan biopsi saja. Beberapa penelitian melaporkan bahwa radioterapi preop dapat meningkatkan resektabilitas tumor. Sebaliknya Melver dkk melaporkan bahwa apapun yang dilakukan pada penderita ini tidak dapat memperbaiki survival penderita.303.2. Pengobatan Iodium Radioaktif

Baik jaringan tiroid normal maupun karsinoma tiroid berdiferensiasi mampu secara selektif menangkap iodium radioaktif (I-131), sehingga radiasi beta dari I-131 dapat digunakan untuk mendeteksi metastasis, ablasi jaringan tiroid normal tersisa, serta pengobatan metastasis jauh dan rekurensi. Bila telah diputuskan untuk melakukan tiroidektomi total (ablasi tiroid), maka tindak lanjutnya seluruh jaringan tiroid (sisa) harus ablasi menggunakan I-131 (radiotiroablasi). Untuk mengablasi sisa jaringan pascatiroidektomi diberikan I-131 dengan dosis berkisar antara 30-80 mCi. Ada yang memberikan I-131 dalam dosis ablasi secara rutin pasca-tiroidektomi, dikenal sebagai radiotiroablasi pencegahan (preventive radiothyroablation, dengan pertimbangan walau telah dilakukan tiroidektomi total masih sering ditemukan jaringan tiroid tersisa di lapang tiorid.4Radioterapi dalam hal ini adalah Radioactive Iodine, External Bean Radio therapy (EBRT) atau keduanya mempunyai peranan dalam meningkatkan survival pada pasien yang tumornya tidak bersih diangkat. Radioactive iodine therapy juga berperan menurunkan angka kematian pada penderita yang mengalami metastasis jauh. Radioiodine ablation yang bertujuan untuk menghancurkan sisa tiroid biasanya dilakukan 1 sampai 3 bulan pasca operasi, tindakan ini dapat menurunkan resiko rekurensi dan kematian pada kelompok penderita resiko tinggi. Ablasi tiroid ini tidak bermanfaat untuk kelompok penderita resiko rendah dan tidak dianjurkan untuk penderita yang tidak dilakukan total atau near total thyroidectomy.29Manfaat ablasi tiroid akan lebih meningkat bila dilakukan stimulasi thyrotropin yang akan meningkatkan daya serap terhadap I-131 oleh jaringan tiroid normal maupun sel kanker tiroid. Untuk mencapai hasil yang maksimal maka dianjurkan kadar TSH > 30 mU/L sebelum ablasi tiroid dimulai. Sebelum ablasi tiroid dilakukan, perlu dilakukan radioiodine scanning dengan I-131 atau I-123 yang bisa memberikan informasi berapa banyak jaringan tiroid yang masih tersisa, apakah ada infiltrasi kanker ke jaringan sekitar dan apakah sudah ada metastasis ke kelenjar regional.

Pengobatan dengan iodioum radioaktif diberikan bila ditemukan rekurensi pasca-tiroidektomi total atau metastasis jauh.dengan dosis yang lebih tinggi, biasanya berkisar antara 150-200 mCi. Pemberian I-131 dapat diulangi setiap 6-12 bulan sekali sampai tidak ditemukan lagi tanda-tanda sisa jaringan tumor fungsional (rekurensi atau metastasis). Pemantauan dilakukan setiap 1-2 tahun; bila kemudian ditemukan kembali rekurensi/metastasis I-131 diberikan lagi.Untuk meningkatkan keberhasilan pengobatan pasien harus diberikan diet rendah iodioum 2 minggu sebelum dan beberapa hari setelah iodioum radioaktif diberikan. Obat-obatan yang mengandung iodium juga dihentikan selama masa tersebut.16,17,29Keberhasilan pengobatan I-131 dipengaruhi antara lain oleh ekspresi gen NIS (Na/l symporter), yang berperan mengangkut iodioum dari luar ke dalam sel folikel tiroid. Sedang dikembangkan terapi gen NIS untuk meningkatkan keberhasilan pengobatan I-131. Faktor diferensiasi sel karsinoma juga berperan; makin kurang diferensiasi makin berkurang keberhasilan pengobatan I-131. Selain itu, faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi penangkapan (uptake) I-131 seperti asupan iodioum melalui makanan atau obat dan lain-lain, akan mempengaruhi pula keberhasilan pengobatan.4Penyidikan seluruh tubuh (whole body scan) menggunakan I-131 dalam dosis rendah pra-terapi iodioum radioaktif cenderung tidak dilakukan lagi karena kekhawatiran dapat menimbulkan efek stunning pada jaringan karsinoma. Efek stunning diartikan sebagai berkurangnya/hilangnya kemampuan iodioum radioaktif untuk masuk ke dalam sel setelah pemberian I-131 dalam dosis daignostik (biasanya sekitar 2-5 mCi), dan dianggap sebagai salah satu penyebab kegagalan pengobatan iodioum radioaktif. Sebagai gantinya, untuk mendeteksi rekurensi/metastasis digunakan tiroglobulin serum sebagai pertanda tumor. Kadar batas tiroglobulin (nilai cut-off) serum dibawah 2-3 ng/ml dianggap sebagai batas aman, menunjukkan tidak ada lagi jaringan tiroid atau metasasis fungsional (20), dengan catatan kadar TSH harus dalam keadaan tidak tersupresi (>30 ulu/ml). Batas aman kadar tiroglobulin tersebut bisa berbeda antara satu institusi dengan institusi lain.

Gambar 2. Algoritma initial follow-up pada pasien dengan differentiated thyroid carcinoma1Setelah tiroidektomi dan pengobatan I-131 diperlukan waktu beberapa bulan untuk normalisasi kadar tiroglobulin. Kadar tiroglobulin yang tidak terdeteksi pada keadaan kadar TSH tinggi dapat menyingkirkan rekurensi atau metastases pada 99% kasus; sebaliknya kadar Tg tinggi pada keadaan TSH tersupresi menunjukkan adanya jaringan tiroid abnormal, sedangkan kadar tiroglobulin rendah pada keadaan TSH tersupresi tidak dapat menyingkirkan metastasis .

Penentuan kabar tiroglobulin serum belum distandardisasi dan dipengaruhi oleh ada tidaknya antibodi antitiroglobulin. Bila terdapat antibodi antitiroglobulin, penentuan kadar tiroglobulin serum tidak dapat dipercaya karena kadarnya bisa tinggi atau rendah palsu. Kadar antibodi antitiroglobulin berkorelasi dengan keadaan bebas penyakit; kadar antibodi tiroglobulin yang meningkat menunjukkan masih adanya jaringan karisoma.16,17Penentuan kadar mRNA tiroglobulin dalam serum dapat pula digunakan sebagai petanda yang sensitif untuk mengetahui sisa sel-sel karsinoma tiroid. Tetapi sampai sekarang penentuan mRNA juga masih belum distandarisasi sehingga spesifitasnya diragukan (ATA, 2006). Perlu dikembangkan metoda yang lebih baik untuk menentukan kadar mRNA tiroglobulin, atau assay tiroglobulin yang tidak dipengaruhi oleh antibodi antitiroglobulin , atau metoda lain yang dapat memisahkan antibodi antitiroglobulin dari serum sebelum dilakukan penentuan kadar tiroglobulin, agar dapat digunakan untuk menilai keberhasilan pengobatan karsinoma tiroid berdiferensiasi.4Selain cara di atas, untuk melihat lokasi jaringan tiroid sisa/rekuren atau metastasis dapat dibuat post- therapy scan , yang biasanya dilakukan satu minggu setelah pengobatan I-131. Untuk diagnostik in vivo/pencitraan,sebagai pengganti I-131 digunakan radiofarmaka lain seperti Tc-99m MIBI, Tl-201 atau F-18 FDG, karena dianggap tidak akan menimbulkan efek stunning dan dapat mendeteksi jaringan tiroid/metastasis yang fungsional.

Peranan radioterapi adjuvan untuk pasca operasi kanker tiroid masih diperdebatkan dan menurut Lin, Tsang dkk. Radioterapi adjuvant tidak memperbaiki survival penderita usia > 45 tahun dan stadium lanjut. Survival penderita stadium 3 yang diberikan radioterapi tambahan tidak lebih baik dari penderita stadium 3 yang tidak diberikan radioterapi. Walaupun radioterapi terbukti bisa mengecilkan tumor pada penderita papilare dan folikulare tetapi tidak memperbaiki survival penderita.29Tabel 3. Faktor utama Pengambilan Keputusan dalam Ablation Tersisa Radioiodine1

3.3. External-beam Radiotherapy [EBRT]

Dalam penanganan kanker tiroid, pemberian radiotherapi eksterna masih merupakan masalah yang kontroversi antara pakar endokrinologi, ahli bedah kepala leher dan radiasi onkologi, belum ada keseragaman dalam pemberian terapi dan belum ada pedoman penderita mana yang harus diberikan EBRT, terutama untuk kanker tiroid tipe papiller karena perjalanan penyakitnya yang bervariasi dari yang bisa disembuhkan hanya dengan operasi saja sampai yang mempunyai sifat yang sangat agresif dengan tingkat rekurensi dan kematian yang tinggi.29Secara umum disepakati bahwa EBRT pasca operasi tidak perlu diberikan pada penderita usia muda dengan sisa tumor yang sangat sedikit karena ini sudah bisa teratasi dengan pemberian RAI. Dari hasil penelitian terhadap 1.300 pasien, Chow dkk berpendapat bahwa EBRT hanya diindikasikan untuk penderita pasca operasi dengan sisa tumor yang cukup banyak, tepi tidak bebas tumor, penderita dengan staging pT4, pN1b atau ukuran kelenjar leher >2 cm. Banyak pusat penelitian menganjurkan EBRT apabila ditemukan infiltrasi pada jaringan lunak leher atau ditemukan tumor sudah menembus keluar dinding kelenjar limfe saat rekurensi.

EBRT juga terbukti efektif untuk penderita yang telah mengalami infiltrasi tumor pada trakea, karena dekatnya tiroid ke spinal cord dan paru-paru, maka dosis adekuat EBRT sulit dicapai sehingga tidak bisa memberikan hasil optimal. Untuk mengatasi hal ini, saat ini telah tersedia alat yang bisa memberikan dosis radiasi sesuai yang dibutuhkan pada lokasi tertentu dan dosis radiasi pada daerah vital seperti spinal cord bisa diatur menerima dosis yang minimal, alat tersebut dikenal sebagai Intensive Modulated Radio Therapy (IMRT).

Peranan EBRT pada terapi karsinoma papilare masih diperdebatkan, sampai saat ini belum ada penelitian mengenai manfaat EBRT yang diberikan pasca operasi. Chow dkk menganjurkan EBRT jangan digunakan secara rutin dan hanya diberikan pada pasien tertentu saja.293.4. Terapi supresi hormonalMengingat karsinoma tiroid berdiferensiasi baik jenis papilare maupun folikulare merupakan 90% dari seluruh karsinoma tiroid, mempunyai tingkat pertumbuhan yang lambat, maka evaluasi lanjutan perlu dilakukan selama beberapa dekade sebelum dikatakan sembuh total. Selama periode tersebut, maka diberikan terapi supresi dengan L-tiroksin dosis suprafisiologis untuk menekan produksi TSH.3,4,5,6,7,8Supresi terhadap TSH pada karsinoma tiroid paska operasi dipertimbangkan karena adanya reseptor TSH di sel-sel karsinoma tiroid, sehingga bila tidak ditekan, TSH tersebut dapat merangsang pertumbuhan sel-sel ganas yang tertinggal. Harus dipertimbangkan untuk selalu dalam keseimbangan antara manfaat terapi supresi TSH dan efek samping terapi tiroksin jangka panjang. Target kadar TSH pada kelompok risiko rendah untuk kesakitan dan kematian karena keganasan tiroid adalah 0,1-0,5 mU/L, sedang untuk kelompok risiko tinggi adalah 0,01 mU/L. Dosis L-tiroksin untuk terapi supresi bersifat individual, rata-rata 2ug/kgBB.3Pemberian hormone l-tiroksin jangka panjang dapat menimbulkan efek samping di berbagai organ target seperti pada tulang dan jantung, seperti percepatan turn-over tulang, osteoporosis dan filbrilasi atrium. Banyak penelitian akhir-akhir ini yang menghubungkan keadaan hipertiroidisme ini dengan gangguan metabolisme tulang yaitu meningkatkan bone turnover, bone loss dan risiko fraktur tulang. Umumnya pada kelompok usia tua lebih nyata efek sampingnya dibanding usia muda. Oleh karena itu banyak ahli memberikan l-tiroksin dalam dosis supresi mencapai kadar TSH