refrat psikotik (1)

Upload: william-aditya

Post on 30-Oct-2015

128 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindroma dengan variasi penyebab (banyak yang belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating") yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada pertimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya.1Di Amerika Serikat prevalensi schizophrenia seumur hidup dilaporkan secara bervariasi terentang dari 1 sampai 1,5 persen; konsisten dengan rentang tersebut, penelitian Epidemiological Catchment Area (ECA) yang disponsori oleh National Institute of Mental Health (NIMH) melaporkan prevalensi seumur hidup sebesar 1,3 persen. Kira-kira 0,025 sampai 0,05 persen populasi total diobati untuk schizophrenia dalam satu tahun. Walaupun duapertiga dari pasien yang diobati tersebut membutuhkan perawatan di rumah sakit, hanya kira-kira setengah dari semua pasien schizophrenia mendapatkan pengobatan, tidak tergantung pada keparahan penyakit.2Schizophrenia adalah sama-sama prevalennya antara laki-laki dan wanita. Tetapi dua jenis kelamin tersebut menunjukkan perbedaan dalam onset dan perjalanan penyakit. Suatu temuan kuat dalam penelitian schizophrenia adalah bahwa orang yang kemudian menderita schizophrenia lebih mungkin dilahirkan di musim dingin dan awal musim semi dan lebih jarang dilahirkan diakhir musim semi dan musim panas.2Orang schizophrenia mempunyai angka mortalitas dari kecelakaan dan penyebab alami yang lebih tinggi daripada populasi umum. Peningkatan mortalitas tersebut tidak dijelaskan oleh variabel yang berhubungan dengan institusi atau angka yang berhubungan dengan pengobatan2Pengertian psikotropik menurut WHO adalah obat yang bekerja pada atau mempengaruhi fungsi psikis, kelakuan atau pengalaman. Psikofarmakologi berkembang dengan pesat sejak ditemukannya alkaloid Rauwolfia dan klorpromazin yang ternyata efektif untuk mengobati kelainan psikiatrik. Berbeda dengan pengobatan antibiotik, pengobatan dengan psikotropik bersifat simtomatik dan lebih didasarkan pada pengetahuan empirik.3Antipsikotik adalah antagonis dopamin dan menyekat reseptor dopamin dalam berbagai jaras di otak. Obat antipsikotik baik tipikal maupun atipikal tentunya memiliki efek samping yang perlu diketahui agar pengobatan klinis bisa efisien dan sesuai dengan proporsi dan tentunya agar mencapai target terapi. Untuk itu kita harus mengenali obat antipsikotik ini terlebih dahulu, karena selain manfaatnya, antipsikotik juga mempunyai kerugian yang menyertainya.3Antipsikotik merupakan pengobatan yang terbaik untuk penyakit skizofrenia dan penyakit psikotik lainnya. Antipsikotik digunakan secara klinis pada tahun 1950an, ketika Chlorpromazine(CPZ), turunan dari phenotiazine, telah disintetis di Perancis. Walaupun dikembangkan sebagai potensial antihistamin, chlorpromazine memiliki antipsikotik pada pemakaian klinis. CPZ digunakan sebagai model dalam pengembangan antipsikotik , tapi semua generasi pertama (kecuali clozapine) mempunyai efek yang menyebabkan gejala ekstrapiramidal berdasarkan atas property utama, antagonis kuat dari reseptor dopamine D2.3

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1Pengertian SkizopreniaSchizophrenia berasal dari dua kata, yaitu schizo yang artinya retak atau pecah atau terbelah (split), dan phrenia yang artinya jiwa. Dengan demikian seseorang yang menderita schizophrenia adalah seseorang yang mengalami keretakan jiwa atau keretakan kepribadian.4Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindroma dengan variasi penyebab (banyak yang belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau "deteriorating") yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya.1Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, dari afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih (clear onsciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.1

2.2Etiologi Gangguan SkizopreniaTerdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisa penyebab Schizophrenia, yaitu pendekatan biologis (meliputi faktor genetik dan faktor biokimia), pendekatan psikodinamik, pendekatan teori belajar. 1. Pendekatan Biologis5Tidak ada gangguan fungsional dan structural yang patognomonik ditemukan pada penderita skizoprenia. Meskipun demikian beberapa gangguan organic dapat terlihat pada subpopulasi pasien. Gangguan yang paling banyak dijumpai yaitu pelebaran ventrikel tiga dan lateral yang stabil yang kadang-kadang sudah terlihat sebelum awitan penyakit, atropi bilateral lobus temporal medial dan lebih spesifik yaitu girus parahipokampus dan amigdala, disorientasi spasial sel paramida hipokampus, dan penurunan volume kortek prefrontal dorso lateral. Beberapa peniliti melaporkan bahwa semua prubahan ini tampaknya statis dan telah dibawa sejak lahir (tidak ada gliosis), dan pada beberapa kasus perjalanannya progresif. Lokasinya menunjukkan gangguan perilaku yang ditemui pada skizoprenia misalnya : gangguan hipokampus dikaitnkan dengan imperment memori dan atropi lobus frontalis dihubungkan dengan simtom negative skizoprenia.

a. Faktor Genetik5 Skizoprenia mempunyai komponen yang diturunkan secara bermakna, komplek dan poligen. Sesuai dengan penelitian berhubungan darah (konsangunitas), skizoprenia adalah gangguan yang bersifat keluarga (misalnya terdapat dalam keluarga). Semakin dekat hubungan kekerabatan semakin tinggi risiko. Pada penelitian anak kembar, kembar monozigot mempunyai risiko 4-6 kali lebih sering menjadi sakit bila dibandingkan dengan kembar dizigot. Pada penitian abdobsi, anak yang mempunyai orang tua skizoprenia diabdobsi, waktu lahir, oleh keluarga normal, peningkatan angka sakitnya sama dengan anak-anak yang diasuh sendiri oleh orang tua yang skizoprenia.

b. Faktor Keluarga5Kekacauan dan dinamika keluarga memegang peranan penting dalam menimbulkan kekambuhan dan mempertahankan remisi. Beberapa peniliti mengidentifikasi suatu cara komunikasi yang patologis yang aneh pada keluarga skizoprenia. Komunikasi sering samar-samar atau tidak jelas dan sedikit tak logis. Pada tahun 1956, betson menggambarkan suatu karakteristik ikatan ganda yaitu pasien sering diminta oleh anggota keluarga untuk merespon pesan yang berbentuk kontradiktif sehingga membingungkan. Penelitian terbaru menyatakan bahwa pola komunikasi keluarga tersebut mungkin disebabkan oleh dampak memiliki anak skizoprenia.

2. Faktor Biokimia5 Etiologi biokimia skizoprenia belum diketahui hipotesis yang paling banyak yaitu adanya gangguan neurotransmitter sentral yaitu terjadi peningkatan aktivitas dopamine sentral (hipotesis dopamin). Hipotesis ini dibuat berdasarkan 3 penemuan utama :a. Efektifitas obat-obat neuroleptik (misalnya fenotiazine) pada skizoprenia, yang bekerja memblok dopamine secara sinaps (tipe D2) b. Terjadinya perpsikosis akibat penggunaan amfetamin. Psikosis yang terjadi sukar dibedakan, secara klinis, dengan psikozis skizoprenia paranoid akut. Ampetamin melepaskan dopamine sentral. Selain itu, ampetamin juga memperburuk skizoprenia.c. Adanya peningkatan jumlah reseptor D2 dinukleus kaudatus, nucleus akumben, dan putamen pada skizoprenia. 3. Otak Sekitar 20-35% penderita schizophrenia mengalami beberapa bentuk kerusakan otak (Sue, et al., 1986). Penelitian dengan CAT (Computer Axial Tomography) dan MRI (Magnetic Resonance Imagins) memperlihatkan bahwa sebagian penderita schizophrenia memiliki ventrikel serebral (yaitu ruangan yang berisi cairan serebrospinal) yang jauh lebih besar dibanding dengan orang normal. Itu berarti jika ventriker lebih besar dari normal, jaringan otak pasti lebih kecil dari normal. Pembesaran ventrikel berarti terdapat proses memburuknya atau berhentinya pertumbuhan jaringan otak. Bebebrapa penelitian memperlihatkan bahwa lobus frontalis, lobus temporalis, dan hipokampus yang lebih kecil pada penderita schizophrenia (Atkinson, et al., 1992). Penelitian dengan PET (Positron Emission Topography, yaitu pengamatan terhadap metabolisme glukosa pada saat seseorang sedang mengerjakan tes psikologi, pada penderita schizophrenia memperlihatkan tingkat metabolisme yang rendah pada lobus frontalis. Kelainan syaraf ini dapat pula dijelaskan sebagai akibat dari infeksi yang disebabkan oleh virus yang masuk otak. Infeksi ini dapat terjadi selama perkembangan janin. Akan tetapi, jika kerusakan otak terjadi pada masa awal perkembangan seseorang, pertanyaan yang muncul adalah mengapa psikosis ini baru muncul pada masa dewasa. Weinberger (dalam Davison, et al., 1994) mengatakan bahwa luka pada otak saling mempengaruhi dengan proses perkembangan otak yang normal. Lobus frontalis merupakan struktur otak yang terlambat matang, khususnya pada usia dewasa. Dengan demikian, luka pada daerah tersebut belum berpengaruh pada masa awal sampai lobus frontalis mulai berperan dalam perilaku.

4. Pendekatan Psikoanalisa Menurut Freud kepribadian terdiri atas 3 (tiga( sistem atau aspek, yaitu : id, ego dan super ego (Suryabrata, 1988 : 125). Id merupakan unsur landasan dasar, dan paling penting dari ketiganya, karena merupakan sumber dari energi psikis, yang berasal dari insting-insting biologis manusia. Insting-insting yang paling penting adalah insting seksual dan insting agresi. Kedua insting tersebut yang banyak membimbing perilaku manusia. Ego merupakan proses kepribadian yang logis dan mempunyai kegunaan yang mempermudah transaksi/perbuatan manusia menguasai alam lingkungannya. Ego mencakup kemampuan merencanakan, memecahkan masalah, dan menciptakan bermacam-macam teknik untuk menguasai dunia sekitarnya. Selain itu, ego juga harus mampu mengendalikan impuls-impuls manusai, karena ekspresi hiperaktif dari impuls-impuls seks dan dorongan-dorongan agresi bisam mencelakakan manusia dan sekelilingnya. Dengan demikian, ego berfungsi mengintegrasikan impuls-impuls seks dan agresinya dengan dunia luarnya. Superego merupakan konsep yang melambangkan internalisasi dari nilai-nilai orang tua oleh diri anak, yaitu berupa nilai-nilai yang ditanamkan dengan sangsi hukuman jika dilanggar dan mendapatkan hadiah jika dipatuhinya.Pertimbangan antara id dan superego seringkali tidak seimbang dan menimbulkan konflik. Apabila ego berfungsi dengan baik, maka situasi konflik tersebut akan dapat dikendalikan dan diselesaikannya secara adekuat. Sementara jika ego lemah, maka situasi konflik tersebut tidak akan dapat diselesaikannya, dan akan timbul banyak konflik internal atau bahkan konfli yang sifatnya sangat hebat, yang diekspresikannya dalam bentuk tingkah laku yang abnormal. Jika superego-nya dominan dan bersifat sangat moralistis, biasanya individu justru akan kurang mampu menanggapi insting seksual dan agresinya, sehingga individu akan mengembangkan pola rasa bersalah, penuh dosa, dan penyesalan yang kronis sifatnya, serta dibarengi dengan simptom kelelahan dan kebingungan. Perkembangan kepribadian individu menurut Freud (dalam Kartono, 1989 : 21) akan sangat ditentukan oleh perkembangan psikoseksual dimasa kanak-kanaknya. Apabila anak terus-menerus mengalami frustasi, mendapatkan perlakuan kejam, dan tidak mendapatkan cinta kasih, atau sebaliknya terlalu dimanjakan secara berlebih-lebihan, ia akan mengalami keberhentian dan kerugian dalam perkembangan kepribadiannya, yang disebut dengan proses fiksasi. Anak akan mengembangkan bermacam-macam sikap yang immature atau tidak matang dan tingkah laku yang abnormal. Pola kepribadian yang demikian tidak jarang terus berlarut-larut dan dapat menjadi predisposisi terjadinya gangguan abnormalitas perilaku dimasa berikutnya. Pada schizophrenia, pola kepribadian immature yang berkaitan dengan impuls seksual dan agresi merupakan predisposisi untuk menimbulkan gangguan tersebut. Berkembangnya gangguan schizophrenia lebih lanjut biasanya diawali oleh apa yang disebut sebagai precipitating event atau peristiwa pencetus. Dalam menghadapi peristiwa pencetus tersebut, melalui pola kepribadian yang immature, individu mengembangkan defence mechanism yang berlebihan, dimana individu akan mengembangkan pola penyelesaian masalah yang tidak berhubungan dengan realita yang ada, yang sampai akhirnya antar aspek-aspek kepribadian terjadi disintegrasi atau terpecah. Kondisi tersebut, menyebabkan putusnya hubungan antara individu dengan dunia nyata. Dalam hal ini terjadi beberapa defence mechanism yang saling berbenturan secara bersamaan. Misalnya, pada mulanya individu menggunakan mekanisme pertahanan rasionalisasi. Kemudian, rasionalisasi tersebut direpressnya. Kemudian, individu mengungkapkan hal yang berlawanan dengan perasaan yang direpressnya melalui reaksi formasi. Oleh karena itu, simptom delusi dan halusinasi yang dikembangkan oleh schizophrenia merupakan defence terhadap defence yang lain (defence againts a defence).

5. Pendekatan Teori Belajar Para ahli teori belajar, seperti Ullmann dan Krasner (dalam Davison et al., 1994), menerangkan tingkah laku schizophrenia sebagai hasil proses belajar lewat pengkondisian dan pengamatan. Seseorang belajar untuk menampakkan tingkah laku schizophrenia bila tingkah laku demikian lebih memungkinkan untuk diperkuat daripada tingkah laku yang normal. Teori ini menekankan nilai penguatan stimulasi sosial. Schizophrenia mungkin muncul oleh karena lingkungan tidak memberi penguatan akibat pola keluarga yang terganggu atau pengaruh lingkungan lainnya sehingga seseorang tidak pernah belajar merespon stimulus sosial secara normal. Bersamaan dengan itu, mereka akan semakin menyesuaikan diri dengan stimulus pribadi atau idiosinkratis. Selanjutnya, orang-orang akan melihat bahwa mereka sebagai orang aneh sehingga mengalami penolakan sosial dan pengasingan yang akan semakin memperkuat tingkah laku yang aneh. Perilaku aneh ini akan semakin bertahan karena tidak ada penguatan dari orang lain berupa perhatian dan simpati. Pandangan tersebut didukung oleh pengamatan dengan pengkondisian operan. Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa perilaku yang aneh dapat dibentuk melalui proses penguatan. Akan tetapi fakta ini belum dapat memperlihatkan apakah tingkatan perilaku yang aneh pada schizophrenia dapat dijelaskan melalui penmgalaman belajar. Selain itu, fakta lain menunjukkan bahwa beberapa orang yang hidup dalam lingkungan yang keras dan tertekan tetapi tidak menarik diri ke dalam dunia khayalannya dan tidak bertingkah aneh. Beberapa penderita schizophrenia bahkan tumbuh dalam lingkungan keluarga yang mendapat dukungan sosial. Teori belajar sosial menerangkan bahwa gejala-gejala schizophrenia terjadi dalam lingkungan rumah sakit jiwa. Dalam lingkungan tersebut, penderita belajar dengan mengamati perilaku pasien lain dan mengikutinya. Hal ini diperkuat lagi oleh petugas yang memberi perhatian khusus pada penderita yang berperilaku aneh. Pandangan ini sesuai dengan pengalaman di sekolah dimana guru memberi perhatian khusus justru pada anak yang nakal. Barangkali beberapa perilaku schizophrenia dapat diterangkan dengan peniruan dan penguatan, akan tetapi banyak orang menderita schizophrenia tanpa lebih dahulu bertemu dengan penderita lainnya. Selain itu, kenyataannya justru gejal-gejala schizophrenia ialah yang menyebabkan seseorang dimasukkan ke rumah sakit jiwa, dan bukannya akibat yang diperoleh di dalam rumah sakit jiwa.

2.3Pedoman Diagnostik2,4

Kriteria diagnostik resmi dari DSM-IV American Psychiatric Association untuk skizofrenia, yaitu:A. Gejala karakteristik: Dua (atau lebih) berikut, masing-masing ditemukan untuk bagian waktu yang bermakna selama periode 1 bulan (atau kurang jika diobati dengan berhasil)(1) waham(2) halusinasi(3) bicara terdisorganisasi(4) perilaku terdisorganisasi atau katatonik yang jelas(5) gejala negative, yaitu pendataran afektif, alogia, atau tidak ada kemauan (avolition)Catatan: hanya ada satu gejala kriteria A yang diperlukan jika waham adalah kacau atau halusinasi terdiri dari suara yang terus menerus mengomentari perilaku atau pikiran pasien, atau dua atau lebih suara yang saling bercakap satu sama lainnya.B. Disfungsi sosial/pekerjaan: untuk bagian waktu yang bermakna sejak onset gangguan, satu atau lebih fungsi utama, seperti pekerjaan, hubungan interpersonal, atau perawatan diri, adalah jelas di bawah tingkat yang dicapai sebelum onset (jika onset pada masa anak-anak atau remaja, kegagalan untuk mencapai tingkat pencapaian interpersonal, akademik, atau pekerjaan yang diharapkan).C. Durasi: tanda gangguan terus menerus menetap selama sekurangnya 6 bulan. Periode 6 bulan ini harus termasuk sekurangnya 1 bulan gejala (atau kurang jika diobati dengan berhasil) yang memenuhi kriteria A (yaitu,gejala fase aktif) dan mungkin termasuk periode gejala prodromal atau residual. Selama periode prodromal atau residual, tanda gangguan mungkin dimanifestasikan hanya oleh gejala negative atau dua atau lebih gejala yang dituliskan dalam kriteria A dalam bentuk yang diperlemah (misalnya, keyakinan yang aneh, pengalaman persepsi yang tidak lazim).D. Penyingkiran gangguan skizoafektif dan gangguan mood: gangguan skizoafektif dan gangguan mood dengan cirri psikotik telah disingkirkan karena: (1) tidak ada episode depresif berat, manik, atau campuran yang telah terjadi bersama-sama dengan gejala fase aktif; atau (2) jika episode mood telah terjadi selama gejala fase aktif, durasi totalnya adalah relative singkat dibandingkan durasi periode aktif dan residual.E. Penyingkiran zat/kondisi medis umum: gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang disalahgunakan suatu medikasi) atau suatu kondisi umum.F. Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasiv: jika terdapat riwayat adanya gangguan autistik atau gangguan perkembangan pervasiv lainnya, diagnosis schizophrenia dibuat hanya jika waham atau halusinasi yang menonjol juga ditemukan untuk sekurangnya satu bulan (atau kurang jika diobati secara berhasil).Klasifikasi perjalanan penyakit longitudinal (dapat diterapkan hanya setelah sekurangnya 1 tahun lewat sejak onset awal gejala fase aktif) :a. Episodik dengan gejala residual interepisode (episode didefinisikan oleh timbulnya kembali gejala psikotik yang menonjol); juga sebutkan jika: dengan gejala negative yang menonjolb. Episodik tanpa gejala residual interepisodik:c. Kontinu (gejala psikotik yang menonjol ditemukan diseluruh periode observasi); juga sebutkan jika : dengan gejala negatif yang menonjold. Episode tunggal dalam remisi parsial; juga sebutkan jika: dengan gejala negative yang menonjole. Episode tunggal dalam remisi penuhf. Pola lain atau tidak ditentukan

Sedangkan menurut pedoman diagnostik dari PPDGJ-III mengenai schizophrenia,yaitu:11. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (biasanya 2 gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas).(a) -Thought Echo. Isi pikiran dirinya sendiri yang berulang dan bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda. Thought Insertion atau Withdrawl. Isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawl) Thought Broadcasting. Isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya.

(b) - Delusion of Control. Waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar. Deluasions of Influence. Waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar. Delusions of Passivity. Waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar. Tentang dirinya artinya secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus). Delusional Perception. Pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat.

(c) -Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku penderita. Mendiskusikan perihal penderita di antara mereka sendiri (di antara berbagai suara yang berbicara) Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.

(d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan adama atau politik tertentu, kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).

2. Dalam melakukan diagnosa schizophrenia pada penderita paling sedikit terdapat 2 (dua) gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas.1 (a) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang mengembang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide yang berlebihan (over valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus. (b) Arus pikiran yan terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme;(c) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;(d) Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial. Tetapi, harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.

3. Gejala-gejala khas tersebut di atas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal.

4. Harus ada perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.

2.4Tipe-Tipe Klinis Skizoprenia 1Perjalanan gangguan skizoprenia menurut PPDGJ III dapat diklasifikasikan menjadi:1. Skizofrenia Paranoid Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia. Sebagai tambahan Halusinasi dan/atau waham harus menonjol; a. Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling), mendengar (humming), atau bunyitawa (laughling);b. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain, perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjopl;c. Waham dap[at berupa hamper setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delution of control), dipengaruhi (delution of influence), atau passivity (delusion of passivity) dan keyakinan yang dikejar-kejar yang beraneka ragam adalah yang paling khas. Gangguan afektif dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata /tidak menonjol

2. Skizofrenia Hiberfrenik1 Memenuhi ktiteria umum diagnosis skizofrenia Diagnosis hiberfrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda onset biasanya mulai 15-25 tahun Keperibadian premorbid menunjukkan cirri khas ; pemalu dan senang menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian menentukan diagnosis Untuk diagnosis heberfrenia yang meyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan : Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta mannerism; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan. Afek pasien dangkal (shallow) dan wajar (inappropriate), sering disertai oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendiri (self-absorbed smiling), atau oleh sikap,. Tinggihati (lofty manner), tertawa mnenyeringai (grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan hipokondriakal, dan ungkapan kata yang diulang-ualang (reiterated phrases); Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses fikir umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol (fleeting and fragmentary delusions and halisinations). Dorongan kehendak (drive) yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan cirri khas, yaitu perilaku tan[pa tujuan (aimless) dan tanp[a maksud (empty of puspose). Ada suatu preekuposi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien.

3. Skizofrenia Katatonik Memenuhi criteria umum untuk diagnosis skizofrenia Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya : Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam pergerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak bicara). Gaduh gelisa (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak bertujuan, yang tidak dipengaruhi oleh stimulant eksternal). Menampilkan posisi tunbuh tertentu (secara sukarela mengambil dan mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh); Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua perintah atau upaya untuk menggerakkan atau pergerakan kearah yang berlawanan); Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya menggerakkan dirinya); Fleksibilitas cerea/ waxy flexibility (mempertahankan anggota gerak dan tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan Gejala-gejala lain seperti command automatism (kepatuhan secara otomatis terhadap perintah), dan penanggulangan kata-kata serta kalimat-kalimat Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia munghkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain.Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk bdiagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolic, atau alcohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi pada gangguan afektif.

4. Skizofrenia Tak Terinci1 Memenuhi criteria utama untuk diagnosis skizofrenia Tidak memenuhi criteria diagnosis skizofrenia paranoid, hiberfrenik, atau katatonik. Tidak memenuhi criteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca-skizofrenia

5. Depresi Pasca- skizofrenia1 Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau : Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi criteria umum skizofrenia) selama 12 bulan terakhir ini; Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi gejala tidak mendominasi gambaran klinisnya); dan Gejala-gejala depresif menonjol dan mengnggu memenuhi paling sedikit kriteria untuk episode depresif (F32.-) dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu. Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia, diagnosis menjadi Episode Depresif (F32.-) dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu.

6. Skizofrenia Residual1 Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi semua : Gejala negatif dan skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang tumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuatitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk; Setidaknya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimasa lampau yang memenuhi criteria untuk diagnosis skizofrenia; Setidaknya sudah melampau kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negatif dari skizofrenia Tidak terdapat dimensia atau penyakit/gangguan otak organik lain, depresi kronis kronis atau instutisionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negatif tersebut.

7. Skizofrenia simplek1 Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara menyakinkan karena tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari Gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik, dan Disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan sub tipe skizofrenia lainnya

DSM-IV American Psychiatric Association membagi skizofrenia kedalam beberapa subtype yang terutama berdasarkan presentasi klinis, yaitu:2,41. Tipe ParanoidSuatu tipe skizofrenia dimana kriteria berikut ini terpenuhi :a. Preokupasi dengan satu atau lebih waham atau halusinasi dengar yang menonjol.b. Tidak ada dari berikut ini yang menonjol : bicara terdisorganisasi, perilaku terdisorganisasi atau katatonik, atau afek yang datar atau tidak sesuai.

2. Tipe TerdisorganisasiSuatu tipe skizofrenia dimana kriteria berikut ini terpenuhi :a. Semua yang berikut ini adalah menonjol : Bicara terdisorganisasi Perilaku terdisorganisasi Afek yang datar atau tidak sesuai.b. Tidak memenuhi kriteria untuk tipe katatonik

3. Tipe KatatonikSuatu tipe skizofrenia dimana gambaran klinis didominasi oleh sekurangnya dua dari hal-hal berikut ini :a. Imobilitas motorik seperti yang di tunjukkan oleh katalepsi (termasuk fleksibilitas lilin) atau stupor.b. Aktivitas motorik yang berlebihan (yang tampaknya tidak bertujuan dan tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal)c. Negativisme yang ekstrim (suatu resistensi yang tampaknya tanpa motivasi terhadap semua instruksi atau mempertahankan postur yang kaku menentang semua usaha untuk digerakkan) atau mutisme.d. Gerakan volunteer yang aneh seperti yang ditunjukkan oleh posturing (mengambil postur yang tidak lazim atau aneh secara di sengaja), gerakan streotipik, manerisme yang menonjol, atau seringai yang menonjol.e. Ekolalia atau ekopraksia

4. Tipe Tidak TergolongkanSuatu tipe skizofrenia dimana ditemukan gejala yang memenuhi kriteria A, tetapi tidak memenuhi criteria untuk tipe paranoid, terdisorganisasi, atau katatonik.

5. Tipe ResidualSuatu tipe skizofrenia dimana kriteria berikut ini terpenuhi :a. Tidak adanya waham, halusinasi, bicara terdisorganisasi, dan perilaku katatonik terdisorganisasi atau katatonik yang menonjol.b. Terdapat terus bukti-bukti gangguan seperti yang ditunjukkan oleh adanya gejala negative atau lebih gejala yang tertulis dalam kriteria A untuk skizofrenia ditemukan dalam bentuk yang lebih lemah (misalnya, keyakinan yang aneh, pengalaman persepsi yang tidak lazim).

2.5Diagnosis banding2,3,6Diagnosis banding berdasarkan PPDGJ III, adalah :a. Epilepsy dan psikosis yang diinduksi oleh obat-obatanb. Keadaan paranoid involusionalc. Paranoia

Sedangakan diagnosis banding berdasarkan DSM-IV American Psychiatric Association adalah :2,4a. Gangguan psikotik sekunder dan akibat obatb. Berpura-pura dan gangguan buatanc. Gangguan psikotik laind. Gangguan moode. Gangguan kepribadian

2.6Prognosis 2,4Gambaran yang menunjukkan prognosis baik dan buruk dalam skizofreniaPrognosis BaikPrognosis Buruk

Onset lambat Faktor pencetus yang jelas Onset akut Riwayat sosial, seksual dan pekerjaan premorbid yang baik Gejala gangguan mood (terutama gangguan depresif Menikah Riwayat gangguan mood Sistem pendukung yang baik Gejala positif Onset muda Tidak ada faktor prncetus Onset tidak jelas Riwayat sosial, seksual dan pekerjaan premorbid yang buruk Perilaku menarik diri, autistic Tidak menikah, bercerai atau janda/duda Riwayat keluarga skizofrenia Sistem pendukung yang buruk Gejala negative Tanda dan gejala neurologis Riwayat trauma perinatal Tidak ada remisi dalam tiga tahun Banyak relaps Riwayat penyerangan

2.7Terapi2,4Antipsikotik merupakan pengobatan yang terbaik untuk penyakit skizofrenia dan penyakit psikotik lainnya. Antipsikotik digunakan secara klinis pada tahun 1950an, ketika Chlorpromazine (CPZ), turunan dari phenotiazine, telah disintetis di Perancis. Antipsikotik adalah antagonis dopamin dan menyekat reseptor dopamin dalam berbagai jaras di otak. Obat antipsikotik baik tipikal maupun atipikal tentunya memiliki efek samping yang perlu diketahui agar pengobatan klinis bisa efisien dan sesuai dengan proporsi dan tentunya agar mencapai target terapi. Untuk itu kita harus mengenali obat antipsikotik ini terlebih dahulu, karena selain manfaatnya, antipsikotik juga mempunyai kerugian yang menyertainya.Obat antipsikotik yang ada di pasaran saat ini, dapat di kelompokkan dalam dua kelompok besar yaitu antipsikotik generasi pertama (APG I) dan antipsikotik generasi kedua (APG II). Antipsikotik generasi pertama mempunyai cara kerja dengan memblok reseptor D2 khususnya di mesolimbik dopamine pathways, oleh karena itu sering disebut juga dengan Antagonist Reseptor Dopamin (ARD) atau antipsikotik konvensional atau tipikal.5

a. Jenis-Jenis Antipsikotik 2,4

1) ANTIPSIKOTIK GENERASI PERTAMA (APG I)Kerja dari APG I menurunkan hiperaktivitas dopamin di jalur mesolimbik sehingga menyebabkan gejala positif menurun tetapi ternyata APG I tidak hanya memblok reseptor D2 di mesolimbik tetapi juga memblok reseptor D2 di tempat lain seperti di jalur mesokortikal, nigrostriatal, dan tuberoinfundibular. Apabila APG I memblok reseptor D2 di jalur mesokortikal dapat memperberat gejala negatif dan kognitif disebabkan penurunan dopamin di jalur tersebut. blokade reseptor D2 di nigrostriatal secara kronik dengan menggunakan APG I menyebabkan gangguan pergerakan hiperkinetik (tardive dyskinesia). Blokade reseptor D2 di tuberoinfundibular menyebabkan peningkatan kadar prolaktin sehingga dapat menyebabkan disfungsi seksual dan peningkatan berat badan.6APG I mempunyai peranan yang cepat dalam menurunkan gejala positif seperti halusinasi dan waham, tetapi juga menyebabkan kekambuhan setelah penghentian pemberian APG I. 6Keuntungan pemberian APG I adalah jarang menyebabkan terjadinya Sindrom Neuroleptik Malignant (SNM) dan cepat menurunkan gejala negatif.Kerugian pemberian APG I: 5 Mudah terjadi EPS dan tardive dyskinesia Memperburuk gejala negatif dan kognitif Peningkatan kadar prolaktin Sering menyebabkan terjadinya kekambuhan

Pembagian APG I bedasarkan rumus kimia:7 1. Phenotiazine Rantai Aliphatic: Clorpromazine Rantai Piperazine: Perphenazine, Trifluoperazine, Fluphenazine. Rantai Piperidine: Thioridazine2. Butyrophenoone: Haloperidol3. Diphenyl-butyl-piperidine: Pimozide

CLORPROMAZINE (Largactil, Promactil, Cepezet)8Clorpromazine (CPZ) adalah 2-klor-N-(dimetil-aminopropil)-fenotiazin. Derivat fenotiazin lain di dapat dengan cara substitusi pada tempat 2 dan 10 inti fenotiazin.Farmakodinamik: CPZ berefek farmakodinamik sangat luas. Largactil diambil dari kata large action.Fatmakokinetik: pada umumnya semua fenotiazin di absorpsi baik bila diberikan per oral maupun parenteral. Penyebaran luas ke semua jaringan dengan kadar tertinggi di paru-paru, hati, kelenjar suprarenal dan limpa. Sebgaian fenotiazin mengalami hidroksilasi dan konjugasi, sebagian lagi diubah menjadi sulfoksid yang kemduian dieksresi bersama feses dan urin. Setelah pemberian CPZ dosis besar, maka masih ditemukan eksresi CPZ atau metabolitnya selama 6-12 bulan.Indikasi (obat ini dapat di pakai) pada: Skizofrenia dengan gejala agitasi, ansietas, tegang, bingung, insomnia, waham, halusinasi; Psikosis manik-depresif; Gangguan kepribadian Psikosis involusional Psikosis pada anak Dalam dosis rendah dapat digunakan untuk mual, muntah maupun cegukan atau gangguan non psikosis dengan gejala agitasi tegang, gelisah, cemas dan insomnia.Dosis : Dosis permulaan 25-100 mg/hari Dosis ditingkatkan sampai 300 mg/hari Bila gejala belum hilang dosis dapat ditingkatkan perlahan-lahan hingga 600-900 mg/hari.Cara pemberian : Diberikan per-oral dengan dosis terbagi. Untuk efek cepat dapat diberikan per injeksi (im) dengan penderita dalam posisi berbaring (untuk mencegah timbulnya orthostatic hipotension yang sering terjadi).Efek samping : Lesu dan ngantuk. Hipotensi ortostatik. Mulut kering, hidung tersumbat, konstipasi dan amenore pada wanita

Kontra indikasi Klorpromazine tidak boleh diberikan pada keadaan-keadaan : Koma. Keracunan alkohol, barbiturat dan narkotika. Hipersensitif (allergik).

TRIFLUOPERAZINE (Stelazine, Stelosi) 6,8Indikasi pemberian : Skizofrenia. Psikosis paranoid (gangguan waham menetap). Psikosis manik-depresif. gangguan tingkah laku pada Retardasi Mental. Dosis pemberian : Dosis awal : 2 3 x 2,5 mg. Dosis pemeliharaan : 3 x 5 10 mg.

Efek samping : Ngantuk, pusing lemas. Gangguan ekstra piramidalis. Occulogyric crisis. Hiperefleksi. Kejang-kejang grandmal.Kontra indikasi : Depresi SSP. Koma. Gangguan liver. Dyscrasia darah. Hipersensitif.FLUPHENAZINE 6,8Untuk kasus-kasus akut diberikan Flupenazine HCl (anatensol) dalam bentuk tablet dan injeksi. Dosis pemberian : 2,5 10 mg / hari dengan dosis terbagi. Bila diperlukan dosis dapat dinaikkan sampai 20 mg / hari.

Untuk kasus-kasus kronis diberikan Flupenazine decanoat (flupenazine dilarutkan dalam minyak), sebagai long acting anti psychotic (berefek panjang) --- Modecate injeksi (25 mg/amp).

Dosis : awal : 12,5 mg / 2 minggu. bila efek samping ringan/tidak ada, ditingkatkan 25 mg / 3 6 minggu.

Efek samping : Tersering gangguan estra piramidalis. Tardive diskinesia persistent. Mengantuk. Mimpi-mimpi aneh.Kontra indikasi : Hipersensitif. Depresi SSP berat.

PERPHENAZINE (Trifalon) 7Indikasi pemberian: Gejala positif Skizofrenia. Dalam dosis rendah digunakan untuk nausea, vomitus dan cegukan.

Dosis : 7 3 x 4 - 8 mg / hari.Efek samping : 7 Sering timbul gangguan ekstra piramidalis. Gangguan endokrin, seperti : laktasi meningkat, gnekomasti, menstruasi terganggu, sukar eyakulasi.Kontra indikasi : 7 Hipersensitif. Koma. Depresi berat. Gangguan liver. Gangguan darah.

THIORIDAZINEIndikasi pemberian: 7 Gejala positif Skizofrenia. Depresi dengan agitasi, ansietas dan afek hipotim.Dosis : 7 Awal (initial) : 3 x 50 100 mg / hari. Pemeliharaan (maintenance) : 200 800 mg / hari. Efek samping : 7 Sedasi, mulut kering, gangguan akomodasi, vertigo, hipotensi ortostatik. Jarang timbul ganguan ekstra piramidalis.Kontra indikasi : 7 Koma. Depresi SSP berat. Diskrasia darh. Hipersensitif.HALOPERIDOL7Haloperidol mempunyai afinitas yang kuat pada reseptor D2, lebih lemah antagonis reseptor kolinergik dan histamin. Kadar puncak plasma Haloperidol dalam waktu 2-6 jam setelah pemberian oral dan dalam waktu 20 menit setelah pemberian intramuskular. Waktu paruhnya antara 10-12 jam. Diekskresi dengan cepat melalui urine dan tinja dan berakhir dalam 1 minggu setelah pemberian. 4,6Secara farmakologi, Haloperidol memperlihatkan antipsikotik yang kuat dan efektif untuk fase mania penyakit manik deprsif dan skizofrenia. Secara farmakokinetik, haloperidol cepat diserap dari saluran cerna. 4,6Dosis Haloperidol dapat dimulai dari 1 atau 2 mg dengan pemberian 2 atau 3 kali per hari, kemudian peningkatan dosis disesuaikan dengan gejala yang belum terkontrol, beberapa kepustakaan mengatakan dosis per hari yang efektif antara 5-20 mg. Pada anak-anak atau usia lanjut dosis dapat diturunkan dan dapat dimulai dengan 0,5-1,5 mg per hari dengan pemberian 2 atau 3 kali perhari. 6Haloperidol decanoate (injeksi long acting) setelah disuntikan dilepas secara lambat ke dalam pembuluh darah, sehingga pemberiannya tiap 3-4 minggu perkali, karena waktu paruhnya panjang. 6Kontraindikasi pemberian Haloperidol adalah pasien dalam keadaan koma, depresi SSP yang disebabkan alkohol atau obat lain, sindrom parkinson, usia lanjut dengan Parkinson Like Symptomps, wanita menyusui dan sensitif terhadap Haloperidol. 7,8Interaksi Haloperidol akan menghambat metabolisme antidepresan trisiklik, dapat mengganggu efek antiparkinson dan levodopa, tekanan intra okuler bola mata dapat terjadi apabila diberikan bersama dengan antikolinergik. Metabolisme Haloperidol meningkat bila diberikan bersama dengan carbamazepine. 6Efek samping yang paling sering adalah efek ekstrapirmidalis (EPS) seperti parkinson like symptomps, akatisia, diskinesia, distonia, hyperreflexia, rigiditas, opistotonus, dan kadang-kadanga krisi okulogirik. Efek samping yang lain adalah tardive dyskinesia pada pemakaian haloperidol yang lama atau penghentian haloperidol tiba-tiba. Efek samping lain yang ringan seperti sedasi dan autonomik. Pemberian haloperidol dalam waktu lama dapat terjadi peningkatan berat badan dan penurunan fungsi kognitif. 7,8

2) ANTIPSIKOTIK GENERASI KEDUA (APG II)7,8APG II sering disebut juga sebagai Serotonin Dopamin Antagosis (SDA) atau antipsikotik atipikal. APG II mempunyai mekanisme kerja melalui interaksi anatar serotonin dan dopamin pada ke 4 jalur dopamin di otak. Hal ini yang menyebabkan efek samping EPS lebih rendah dan sangat efektif untuk mengatasi gejala negatif. Perbedaan antara APG I dan APG II adalah APG I hanya dapat memblok reseptor D2 sedangkan APG II memblok secara bersamaan reseptor serotonin (5HT2A) dan reseptor dopamin (D2). APG yang dikenal saat ini adalah clozapine, risperidone, olanzapine, quetiapine, zotepine, ziprasidone, aripiprazole. Saat ini antipsikotik ziprasidone belum tersedia di Indonesia. Kerja obat antipsikotik generasi kedua pada dopamin pathways: 7,8a. Mesokortikal PathwaysAntagonis 5HT2A tidak hanya akan menyababkan berkurangnya blokade terhadap antagonis D2 tetapi juga menyababkan terjadinya aktivitas dopamin pathways sehingga terjadi keseimbangan antara keseimbangan antara serotonin dan dopamin. APG II lebih berpengaruh banyak dalam memblok reseptor 5HT2A dengan demikian meningkatkan pelepasan dopamin dan dopamin yand dilepas menang daripada yang dihambat di jalur mesokortikal. Hal ini menyebabkan berkurangnya gejala negatif maka tidak terjadi lagi penurunan dopamin di jalur mesokortikal dan gejala negatif yang ada dapat diperbaiki. APG II dapat memperbaiki gejala negatif jauh lebih baik dibandingkan APG I karena di jalur mesokortikal reseptor 5HT2A jumlahnya lebih banyak dari reseptor D2, dan APG II lebih banyak berkaitan dan memblok reseptor 5HT2A dan sedikti memblok reseptor D2 akibatnya dopamin yang di lepas jumlahnya lebih banyak, karena itu defisit dopamin di jalur mesokrtikal berkurang sehingga menyebabkan perbaikan gejala negatif skizofrenia.b. Mesolimbik PathwaysAPG II di jalur mesolimbik, antagonis 5HT2A gagal untuk mengalahkan antagonis D2 di jalur tersebut. jadi antagonsis 5HT2A tidak dapat mempengaruhi blokade reseptor D2 di mesolimbik, sehingga blokade reseptor D2 menang. Hal ini yang menyababkan APG II dapat memperbaiki gejala positif skizofrenia. Pada keadaan normal serotonin akan menghambat pelepasan dari dopamin.c. Tuberoinfundibular PathwaysAPG II di jalur tuberoinfundibular, antagonis reseptor 5HT2A dapat mengalahkan antagonis reseptor D2. Hubungan antara neurotransmiter serotonin dan dopamin sifatnya antagonis dan resiprokal dalam kontrol sekresi prolaktin dari hipofise. Dopamin akan menghambat pengelepasan prolaktin, sedangkan serotonin menigkatkan pelepasan prolaktin. Pemberian APG II dalam dosis terapi akan menghambat reseptor 5HT2A sehingga menyebabkan pelepasan dopamin menigkat. Ini mengakibatkan pelepasan prolaktin menurun sehingga tidak terjadi hiperprolaktinemia.d. Nigrostriatal PathwaysAPG II dalam klinis praktis, memiliki empat keuntungan, yaitu: 7,8 APG II menyebabkan EPS jauh lebih kecil dibandingkan APG I, umunya pada dosis terapi sangat jarang terjadi EPS. APG II dapat mengurangi gejala negatif dari skzofrenia dan tidak memperburuk gejala negatif seperti yang terjadi pada pemberian APG II. APG II menurunkan gejalan afektif dari skizofrenia dan sering digunakan untuk pengobatan depresi dan gangguan bipolar yang resisten. APG II menurunkan gejala kognitif pada pasien skizofrenia dan penyakit Alzheimer.

Antipsikotik generasi kedua yang digunakan sebagai: 7,8First line: Risperidone, Olanzapine, Quetiapine, Ziprasidone, AripiprazoleSecond line: Clozapine.Obat antipsikotik yang sering digunakan ada 21 jenis yaitu 15 jenis berasal dari APG I dan 6 jenis berasal dari APG II. Keuntungan yang didapatkan dari pemakaian APG II selain efek samping yang minimal juga dapat memperbaiki gejala negatif, kognitif dan mood sehingga mengurangi ketidaknyamanan dan ketidakpatuhan pasien akibat pemakian obat antipsikotik. 8Pemakaian APG II dapat meningkatkan angka remisi dan menigkatkan kualitas hidup penderita skizofrenia karena dapat mengembalikan fungsinya dalam masyarakat. Kualitas hidup seseorang yang menurun dapat dinilai dari aspek occupational dysfunction, social dysfunction, instrumental skills deficits, self-care, dan independent living. 8

CLOZAPINE 7,8Merupakan APG II yang pertama dikenal, kurang menyebabkan timbulnya EPS, tidak menyebabkan terjadinya tardice dyskinesia dan tidak terjadi peningkatan dari prolaktin. Clozapine merupakan gold standard pada pasien yang telah resisten dengan obat antipsikotik lainnya. Profil farmakoligiknya atipikal bila dibandingkan dengan antipsikotik lain. Dibandingkan terhadap psikotropik yang lain, clozapine menunjukkan efek dopaminergik rendah, tetapi dapat mempengaruhi fungsi saraf dopamin pada sistem mesolimbik-mesokortikal otak, yang berhubungan dengan fungsi emosional dan mental yang lebih tinggi, yang berbeda dari dopamin neuron di daerah nigrostriatal (darah gerak) dan tuberoinfundibular (daerah neruendokrin). 5Clozapine efektif untuk menggontrol gejala-gejala psikosis dan skizofrenia baik yang positif (iritabilitias) maupun yang negatif (social disinterest dan incompetence, personal neatness). Efek yang bermanfaat terlihat dalam waktu 2 minggu, diikuti perbaikan secara bertahap pada minggu-minggu berikutnya. Obat ini berguna untuk pasien yang refrakter dan terganggu berat selama pengobatan. Selain itu, karena resiko efek samping EPS yang sangat rendah, obat ini cocok untuk pasien yang menunjukkan gejala EPS yang berat bila diberikan antipsikosis yang lain. Namun, karena clozapin memiliki efek resiko agranulositosis yang lebih tinggi dibandingkan antipsikosis yag lain, maka pengunaannya di batasi hanya pada pasien yang resisten atau tidak dapat mentoleransi antipsikosis lain. Pasien yang diberi clozapine perlu di pantau sel darah putihnya setiap minggu. 5,7Secara farmakokinetik, clozapine di absorpsi secara cepat dan sempurna pada pemberian per oral. Kadar puncak plasma tercapai pada kira-kira 1,6 jam setelah pemberian obat. Clozapine secara ekstensif diikat protein plasma (>95%), obat ini di metabolisme hampir sempurna sebelum dieksresi lewat urin dan tinja (30% melaui kantong empedu dan 50% melaui urine), dengan waktu paruh rata-rata 11,8 jam sehingga pemberiannya dianjurkan 2 kali dalam sehari. 7 Distribusi dari clozapine dibandingkan obat antipsikotik lainnya lebih rendah. Umunya afinitas dari clozapine rendah pada reseptor D2 dan tinggi pada reseptor 5HT2A sehingga cenderung rendah untuk menyebabkan terjadinya efek samping EPS. Pada reseptor D4 afinitasnya lebih tinggi 10 kali lipat dibandingkan antipsikotik lainnya, dimana reseptor D4 terdapat pada daerah korteks dan sedikit pada daerah srtiatal. Hal ini lah yang membedakan clozapine dengan APG I. 5

Dosis pemberian : 5,7 Hari 1 : 1 2 x 12,5 mg. Berikutnya ditingkatkan 25 50 mg / hari sp 300 450 mg / hari dengan pemberian terbagi. Dosis maksimal 600 mg / hari. Sediaan yang ada di pasaran tablet 25 mg dan 100 mgEfek samping : 5,7 granulositopeni, agranulositosis, trombositopeni, eosinofilia, leukositosis, leukemia. Ngantuk, lesu, lemah, tidur, sakit kepala, bingung, gelisah, agitasi, delirium. Mulut kering atau hipersalivasi, penglihata kabur, takikardi, postural hipotensi, hipertensi. dsb.

Kontra indikasi : 5,7 Ada riwayat toksik/hipersensitif. Gangguan fungsi Sumsum tulang. Epilepsi yang tidak terkontrol. Psikosis alkoholik dan psikosis toksik lainnya. Intoksikasi obat. Koma. Kollaps sirkulasi. Depresi SSP. Ganguan jantung dan ginjal berat. Gangguan liver.RISPERIDONERisperidone merupakan obat APG II yang kedua diterima oleh FDA (Food and Drug Administration) sebagai antipsikotik setelah clozapine. Rumus kimianya adalah benzisoxazole derivative. Absorpsi risperidone di usus tidak di pengaruhi oleh makanan dan efek terapeutik nya terjadi dalam dosis rendah, pada dosis tinggi dapat terjadi EPS. Pemakaian risperidone yang teratur dapat mencegah terjadinya kekambuhan dan menurunkan jumlah dan lama perawatan sehingga baik digunakan dalam dosis pemeliharaan. Pemakaian riperidone masih diizinkan dalam dosis sedang, setelah pemberian APG I dengan dosis yang kecil dihentikan, misalnya pada pasien usia lanjut dengan psikosis, agitasi, gangguan perilaku yang di hubungkan dengan demensia. 5Risperidone dapat memperbaiki skizofrenia yang gagal di terapi dengan APG I tetapi hasil pengobatannya tidak sebaik clozapine. Obat ini juga dapat memperbaiki fungsi kognitif tidak hanya pada skizofrenia tetapi juga pada penderita demensia misalnya demensia Alzheimer. 5

Metabolisme risperidone sebagian besar terjadi di hati oleh enzim CYP 2D6 menjadi 9-hydroxyrisperidone dan sebagian kecil oleh enzim CYP 3A4. Hydroxyrisperiodne mempunyai potensi afinitas terhadap reseptor dopamin yang setara dengan risperidone. Eksresi terutama melalui urin. Metabolisme risperiodne dihambat oleh antidepresan fluoxetine dan paroxetine, karena antidepresan ini menghambat kerja dari enzim CYP 2D6 dan CYP 3A4 sehingga pada pemberian bersama antidepresan ini, maka dosis risperidone harus dikurangi untuk meminimalkan timbulnya efek samping dan toksik. Metabolisme obat ini dipercepat bila diberikan bersamaan carbamazepin, karena menginduksi CYP 3A4 sehingga perlu peningkatan dosis risperidone pada pemberiaan bersama carbamazepin disebabkan konsentrasi risperidone di dalam plasma rendah. 5

Indikasi pemberian : 5,7 Skizofrenia akut dan kronik dengan gejala positif dan negatif. Gejala afektif pada skizofrenia (skizoafektif).Dosis : 5,7 Hari 1 : 1 mg, hari 2 : 2mg, hari 3 : 3 mg. Dosis optimal - 4 mg / hari dengan 2 x pemberian. Pada orang tua, gangguan liver atau ginjal dimulai dengan 0,5 mg, ditingkatkan sp 1 2 mg dengan 2 x pemberian. Umunya perbaikan mulai terlihat dalam 8 minggu dari pengobatan awal, jika belum terlihat respon perlu penilaian ulang. Kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 1-2 jam setelah pemberian oral.Efek samping: 5,7 EPS Peningkatan prolaktin (ditandai dengan gangguan menstruasi, galaktorea, disfungsi seksual) Sindroma neuroleptik malignan Peningkatan berat badan Sedasi Pusing Konstipasi Takikardi

OLANZAPINEMerupakan derivat dari clozapine dan dikelompokkan dalam golongan Thienobenzodiazepine. Absorpsi tidak dipengaruhi oleh makanan. Plasma puncak olanzapine dicapai dalam waktu 5-6 jam setalah pemberian oral, sedangkan pada pemberian intramuskular dapat dicapai setelah 15-45 menit dengn waktu paruh 30 jam (antara 21-54 jam) sehingga pemberian cukup 1 kali sehari. 5Olanzapine merupaka antagonis monoaminergik selektif yang mempunyai afinitas yang kuat terhadap reseptor dopamin (D1-D4), serotonin (5HT2A/2c), Histamin (H1) dan 1 adrenergik. Afinitas sedang dengan reseptor kolinergik muskarinik (M1-5) dan serotonin (5HT3). Berikatan lemah dengan reseptor GABAA, benzodiazepin dan -adrenergik. Metabolisme olanzapine di sitokrom P450 CYP 1A2 dan 2D6. Metabolisme akan meningkat pada penderita yang merokok dan menurun bila diberikan bersama dengan antidepresan fluvoxamine atau antibiotik ciprofloxacin. Afinitas lemah pada sitokrom P450 hati sehingga pengaruhnya terhadap metabolisme obat lain rendah dan pengaruh obat lain minimal terhadap konsentrasi olanzapine. 5Eliminasi waktu paruh dari olanzapine memanjang pada penderita usia lanjut. Cleareance 30% lebih rendah pada wanita dibanding pria, hal ini menyebabkan terjadinya perbedaan efektivitas dan efek samping anatar wanita dan pria. Sehingga perlu modifikasi dosis yang lebih rendah pada wanita. Cleareance olanzapine meningkat sekitar 40% pada perokok dibandingkan yang tidak merokok, sehingga perlu penyesuaian dosis yang lebih tinggi pada penderita yang merokok. 5

Indikasi pemberian: 5,7 Sizofrenia atau psikosis lain dengan gejala positive dan negatif. Episode manik moderat dan severe. Pencegahan kekambuhan gangguan bipolar.Dosis pemberian :5,7 Untuk skizofrenia mulai dengan dosis 10 mg 1 x sehari. Untuk episode manik mulai dengan dosis 15 mg 1 x sehari. Untuk pecegahan kekambuhan gangguan bipolar 10 mg / hari.Efek samping: 5,7 Penigkatan berat badan Somnolen Hipotensi ortostatik berkaitan dengan blokade reseptor 1 EPS dan kejang rendah Insiden tardive dyskinesia rendahQUETIAPINEStruktur kimia yang mirip dengan clozapine, masuk dalam kelompok dibenzothiazepine derivates. Absorpsinya berlangsung cepat setelah pemberian oral, konsentrasi plasma puncak dicapai dalam waktu 1,5 jam setelah pemberian. Metabolisme terjadi di hati, pada jalur sulfoxidation dan oksidasi menjadi metabolit tidak aktif dan waktu paruhnya 6 jam. 4Quetiapine merupaka antagonis reseptor serotonin (5HT1A dan 5HT2A), reseptor dopamin (D1 dan D2), reseptor histamin (H1), reseptor adrenergik 1 dan 2. Afinitasnya lemah pada reseptor muskarinik (M1) dan reseptor benzodiazepin. Cleareance quetiapine menurun 40% pada penderita usia lanjut, sehinga perlu penyesuaian dosis yang lebih rendah dan menurun 30% pada penderita yang mengalami gangguan fungsi hati. Cleareance quetiapine meningkat apabila pemberiannya dilakukan bersamaan dengan antiepileptik fenitoin, barbiturat, carbamazepin dan antijamur ketokonazole. 4Quetiapine dapat memperbaiki gejala positif, negatif, kognitif dan mood. Dapat juga memperbaiki pasien yang resisten dengan antipsikotik generasi pertama tetapi hasilnya tidak sebaik apabila di terapi dengan clozapine. Pemberian pada pasien pertama kali mendapat quetiapine perlu dilakukan titrasi dosis untuk mencegah terjadinya sinkope dan hipotensi postural. Dimulai dengan dosis 50 mg per hari selama 4 hari, kemudian dinaikkan menjadi 100 mg selama 4 ahri, kemudian dinaikkan lagi menjadi 300 mg. Sete;ah itu dicari dosis efektif antara 300-450 mg/hari. Efek samping obat ini yang sering adalah somnolen, hipotensi postural, pusing, peningkatan berat badan, takikardi, dan hipertensi. 2ZIPRASIDONEAPG II dengan struktur kimia yang baru, obai ini belum tersedia di Indonesia. Ziprasidone merupakan antipsikotik dengan efek antagonsis antara reseptor 5HT2A dan D2. Berinteraksi juga denga reseptor 5HT2C, 5HT1D dan 5HT1A, afinitasnya pada reseptor ini sama atau lebih besar dari afinitas pada reseptor D2. Afinitas sedang pada reseptor histamin dan 1. Ziprasidone tidak bekerja pada muskarinik (M1). 4Ziprasidone juga antipsikotik yang mempunyai mekanisme kerja yang unik karena menghambat pengambilan kembali (reuptake) neurotransmiter serotonin dan norepineprine di sinaps. Obat ini efektif digunakan untuk gejala negatif dan penderita yang refrakter dengan antipsikotik. Obat ini aman diberikan pada penderita usia lanjut. 4Absorpsi ziprasidone akan meningkat dengan adanya makan, tetapi tidak dipangruhi oleh usia, jenis kelamin, gangguan fungsi hati atau ginjal. Konsentrasi plasma puncak dicapai dalam waktu 2-6 jam setelah pemberian oral denga waktu paruh obat rata-rata 5-10 jam, sehingga pemberiannya 2 kali sehari. Metabolsime ziprasidone melalui hati, sebagian besar pada isoenzim CYP 3A4 dan sebagian kecil di CYP 1A2. Mekanisme kerja farmakologik diperkirakan pro-serotonergik dan pro-noradregenik sehingga di prediksi dapat bekerja sebagai antidepresan dan ansiolitik. Efikasi dari ziprasidone terjadi pada dosis 80-160 mg/hari, untuk pengobatan terhadap gejala positif, negatif, dan depresif pada pasien skizofrenia. 4Dosis intial yang aman diberikan tanpa dosis titrasi adalah sebesar 40 mg perhari. Pemberiannya akan semakin efektif bila bersamaan dengan makanan. Dosis pemeliharaan berkisar antara 40-60 mg per hari. 4Terjadinya efek samping EPS rendah dan tidak terjadi peningkatan kadar prolaktin. Efek samping yang dijumpai selama uji klinis adalah somnolen (14%), peningkatan berat badan (10%), gangguan pernafasan (8%), EPS (5%), dan bercak-bercak merah di kulit (4%). Peningkatan berat badan sangat kecil atau dapat dikatan tidak ada, karena bekerja sangat lemah pada reseptor AH1 walaupun bekerja juga sebagai antagonis pada reseptor 5HT2c. Ziprasidone tidak menyebabkan gangguan jantung. 4ARIPIPRAZOLEMerupakan antipsikotik generasi baru, yang bersifat partial agonis pada reseptor D2 dan reseptor serptonin 5HT1A serta antagonis pada reseptor serotonin 5HT2A. Aripiprazole bekerja sebagai dopamin sistem stabilizer artinya menghasilkan signal transmisi dopamin yang sama pada keadaan hiper atau hipo-dopaminergik karena pada keadaan hiperdopaminergik aripiprazole afinitasnya lebih kuat dari dopamin akan mengeser secara kompetitif neurotransmiter dopamin dan berikatan dengan reseptor dopamin. Pada keadaan hipodopaminergik maka aripiprazole dapat menggantikan peran neurotransmiter dopamin dan akan berikatan dengan reseptro dopamin. 4Aripiprazole di metabolisme di hati melaui isoenzim P450 pada CYP 2D6 dan CYP 3A4, menjadi dehydro-aripiprazole. Afinitas dari hasil metabolisme ini mirip dengan aripiprazole pada reseptor D2 dan berada di plasma sebesar 40% dari keseluruhan aripiprazole. Waktu paruh berkisar antara 75-94 jam sehingga pemberian cukup 1 kali sehari. Absorpsi aripiprazole mencapai konsentrasi plasma ouncak dalam waktu 3-5 jam setelah pemberian oral. Aripiprazole sebaiknya diberikan sesudah makan, terutama pada pasien yang mempunyai keluhan dispepsia, mual dan muntah. 4

Indikasi pemberian: Skizofrenia.Dosis pemberian : 10 atau 15 mg 1 x sehari.

Efek samping : Sakit kepala. Mual, muntah. Konstipasi. Ansietas, insomnia, somnolens. Akhatisia.

b. Profil Efek SampingEfek samping pada obat anti-psikosis dapat berupa: 8 Sedasi dan inhibisi psikomotor (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun. Gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/parasimpatolitik: mulut kering, kesulitan miksi dan defekasi, hidung tersumbat, pandangan mata kabur, tekanan intraokuler meninggi, gangguan irama jantung) Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut, akathisia, sindrom parkinson: tremor, bradikinesia, rigiditas). Gangguan endokrin (amenorrhoe, gynaecomastia), metabolik (jaundice), hematologik (agranulocytosis), biasanya pada pemakaian jangka panjang.Efek samping ini ada yang dapat di tolerir oleh pasien, ada yang lambat, dan ada yang sampai membutuhkan obat simptomatis untuk meringankan penderitaan pasien.Dalam penggunaan obat anti-psikosis yang ingin dicapai adalah optimal response with minimal side effect.Efek samping dapat juga irreversible : tardive dyskinesia (gerakan berulang involunter pada : lidah, wajah, mulut/rahang, dan anggota gerak, dimana pada waktu tidur gejala tersebut menghilang). Biasanya terjadi pada pemakaian jangka panjang (terapi pemeliharaan) dan pada pasien usia lanjut. Efek samping ini tidak berkaitan dengan dosis obat anti-psikosis (non dose related).Bila terjadi gejala tersebut : obat anti-psikosis perlahan-lahan dihentikan, bisa dicoba pemberian obat Reserpine 2,5 mg/h, (dopamine depleting agent), pemberian obat anti parkinson atau I-dopa dapat memperburuk keadaan. Obat pengganti anti-psikosis yang paling baik adalah Clozapine 50-100 mg/h.Pada penggunaan obat anti-psikosis jangka panjang, secara periodik harus dilakukan pemeriksaan laboratorium : darah rutin, urine lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal, untuk deteksi dini perubahan akibat efek samping obat.Obat anti-psikosis hampir tidak pernah menimbulkan kematian sebagai akinat overdosis atau untuk bunuh diri. Namun demikian untuk menghindari akibat yang kurang menguntungkan sebaiknya dilakukan lavage lambung bila obat belum lama dimakan. 2

c. Interaksi Obat Antipsikosis + Antipsikosis lain = potensi efek samping obat dan tidak ada bukti lebih efektif (tidak ada sinergis antara 2 obat anti-psikosis). Misalnya, Chlorpromazine + Reserpine = potensiasi efek hipotensif. Antipsikosis + Antidepresan trisiklik = efek samping antikolinergik meningkat (hati-hati pada pasien dengna hipertrofi prostat, glaukoma, ileus, penyakit jantung). Antipsikosis + anti-anxietas = efek sedasi meningkat, bermanfaat untuk kasus dengan gejala dan gaduh gelisah yang sangat hebat (acute adjunctive therapy). Antispikosis + ECT = dianjurkan tidak memberikan obat anti-psikosis pada pagi hari sebelum ECT (Electro Convulsive Therapy) oleh karena angka mortalitas yang tinggi. Antipsikosis + antikonvulsan = ambang konvulsi menurun, kemungkinan serangan kejang meningkat, oleh karena itu dosis antikonvulsan harus lebih besar (dose-related). Yang paling minimal menurunkan ambang kejang adalah obat anti-psikosis Haloperidol. Antipsikosis + Antasida = efektivitas obat antu-psikosis menurun disebabkan gangguan absorpsi.

Fase Pengobatan1. Fase akutTujuan pengobatan pada pengobatan fase akut sama dengan episode akut psikotik, yaitu mencegah hal yang merugikan, mengontrol gangguan perilaku, mengurangi keparahan psikosis dan gejala yang berhubungan (agitasi, gejala negatif, gejala afektif), menentukan dan mengatasi bebagai faktor yang menyebabkan terjadinya episode akut, mengembalikan fungsi secara normal, membina hubungan baik dengan pasien dan keluarga, merencanakan pengobatan jangka pendek dan jangka panjang, membina hubngan yang baik antara pasien dan masyarakat setelah pengobatan.Dalam fase ini pasien dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan lengkap atau penilaian secara menyeluruh termasuk status psikiatrik lengkap, riwayat kesehatan menyeluruh dan uji status mental dan fisik. Hal ini dapat dilakkan dengan wawancara pada keluarga atau orang yang tahu tentang pasien.Pemilihan antopsikotik sering mengacu pada oleh pengalaman pasien dengan antipsikotik, termasuk respon tingkat gejala, pengalaman masa lalu dari efek samping dan pilihan rute pengobatan. Pemantauan dapat dilakukan selama 2-4 minggu terhadap respon pengobatan.

2. Fase stabilisasiSelama fase stabilisasi, tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi stres pada pasien dan memberikan dukungan untuk menimbulkan kekambuhan, meningkatkan adaptasi pasien untuk hidup di masyarakat, memfasilitasi, pengurangan gejala dan konsolidasi remisi dan mempromosikan proses pemulihan. Jika pasien telah meningkat dengan pengobatan remisi tertentu dan pemantauan yang dianjurkan selama minimal 6 bulan. Prematur menurukan dosis atau penghentian obat selama fase ini dapat menyebabkan kekambuhan gejala dan relaps. Hal ini penting untuk menilai efek samping yang mungkin berkelanjutan telah hadir di fase akut dan menyesuaikan farmakoterapi sesuai untuk meminimalkan efek samping yang lain yang dapat menyebabkan pengobatan dan kambuh.

3. Fase stabilTujuan pengobatan selama fase stabil adalah untuk memastikan bahwa remisi gejala atau ditopang, bahwa pasien mempertahankan serta meningkatkan fungsi dan kualitas hidup. Pemantauan berkala untuk efek samping dianjurkan, menentukan dosis obat antipsikotik selama fase stabil adalah rumit oleh karena fakta bahwa tidak ada strategi yang dapat diandalkan untuk mengidentifikasi dosis efektif minimum untuk mencegah kekambuhan.

2.8 Komplikasi SkizofreniaSkizofrenia yang tidak dirawat, dapat menimbulkan masalah emosional, perilaku kesehatan, hokum dan keuangan yang berdampak di setiap sendi kehidupan.Komplikasi yang dikaitkan dengan skizofrenia termasuk diantaranya :2,41. 20-70% pasien memiliki masalah penyalahgunaan zat komorbid2. Depresi3. Bunuh diri4. Masalah dengan keluarga5. Melakukan perilaku kekerasan6. Memburuknya stigmaBAB IIIPENUTUP

Schizophrenia merupakan suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak bekum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya serta pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, juga oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.Pedoman diagnostik untuk Schizophrenia dapat mengacu pada DSM-IV American Psychiatric Association atau PPDGJ-III. Tetapi di Indonesia yang digunakan terutama adalah PPDGJ-III, yaitu adanya gejala thought echo, thought insertion or withdrawal, dan thought broadcasting. Kemudian adanya gejala delusi, halusinasi auditorik dan waham-waham lainnya yang berlangsung selama satu bulan atau lebih seperti yang telah dijelaskan di atas.Skizofrenia adalah penyakit kronis yang memperngaruhi hamper semua aspek kehidupan orang-orang yang terkena dampak, perencanaan pengobatannya memiliki tiga tujuan : 1) mengurangi atau menghilangkan gejala, 2) memaksimalkan kualitas hidup dan fungsi adaptif, dan 3) meningkatkan dan mempertahankan pemulihan dari efek melemahkan penyakit semaksimal mungkin.Penatalaksanaan terapi somatic skizofrenia tergantung dari keadaan pasien ketika datang dalam fase apa, jika dalam fase akut perlu penanganan yang segera. Penanganan pada fase akut lebih difokuskan untuk menurunkan simptom psikotik yang berat, umumnya setelah dilakukan pengobatan selama 4-8 minggu dengan menggunakan obat anti psikotik pasien dapat masuk dalam fase stabilisasi.Skizofrenia diobati dengan antipsikotik (AP). Obat ini dibagi dalam dua kelompok, berdasarkan mekanisme terjadi, yaitu dopamine receptor antagonist (DRA) atau antipsikotik generasi pertama dan serotonin dopamine antagonist (SDA) atau antipsikotik generasi II (APG-II).

DAFTAR PUSTAKA

1. Maslim, R. 2003. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa PPDGJ III. Jakarta. PT. Nuh Jaya. Hal 48-572. Kaplan-sadock. 2010. Synopsis Psikiatri Jilid 1. Tangerang. Binarupa Aksara. Hal 699-7433. Tomb, D.A. 2004. Buku Saku Psikiatri. Jakarta. EGC. Hal 247-257 4. Buchanan RW, Carpenter WT, Schizophrenia : introduction and overview, in: Kaplan and Sadock comprehensive textbook of psychiatry, 7th ed, Philadelphia: lippincott Williams and wilkins :2000: 1096-1109. 5. Elvira, SD. Gianti, HS. 2010. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta. FKUI. Hal 170-1956. Sinaga, BR. 2007. Skizoprenia dan Diagnosis Banding. Jakarta. FKUI. Hal 54-1957. Maslim,Rusdi. Panduan Praktis Penggunaan Obat Psikotropik. Edisi Ketiga. Jakarta. 20078. Ganiswarna,Sulistia. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UI. 1995

1