refrat mata

27
BAB I Pendahuluan Mata merupakan salah satu indra yang sangat penting untuk kehidupan manusia. Terlebih lagi dengan majunya teknologi, indra penglihatan yang baik merupakan kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Mata merupakan bagian yang sangat peka. Meskipun mata telah mendapat perlindungan dari tulang orbita, bantalan lemak retrobulber, kelopak mata dengan bulu matanya, juga dengan telah dibuatnya macam-macam alat untuk melindungi mata, tetapi frekuensi kecelakaan masih sangat tinggi. Kemajuan teknologi dan bertambah banyaknya kawasan industri meningkatkan kecelakaan akibat pekerjaan, kecelakaan akibat kepadatan lalu lintas, belum terhitung kecelakaan akibat perkelahian, yang kesemuanya dapat mengenai mata. Pada anak- anak kecelakaan mata biasanya terjadi akibat alat dari permainan yang biasa dimainkan seperti panahan, ketapel, senapan angin, tusukan dari gagang mainan dan lain-lain. Trauma tajam mata sering merupakan penyebab kebutaan unilateral pada dewasa muda. Kelompok usia ini mengalami sebagian besar cedera mata yang parah. Dewasa muda, terutama pria, merupakan kelompok yang kemungkinan besar mengalami 1

Upload: michelle-natacia

Post on 07-Jul-2016

227 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

....

TRANSCRIPT

Page 1: Refrat Mata

BAB IPendahuluan

Mata merupakan salah satu indra yang sangat penting untuk kehidupan manusia.

Terlebih lagi dengan majunya teknologi, indra penglihatan yang baik merupakan kebutuhan

yang tidak dapat diabaikan. Mata merupakan bagian yang sangat peka. Meskipun mata telah

mendapat perlindungan dari tulang orbita,  bantalan lemak retrobulber, kelopak mata dengan

bulu matanya, juga dengan telah dibuatnya macam-macam alat untuk melindungi mata, tetapi

frekuensi kecelakaan masih sangat tinggi.

Kemajuan teknologi dan bertambah banyaknya kawasan industri meningkatkan

kecelakaan akibat pekerjaan, kecelakaan akibat kepadatan lalu lintas, belum terhitung

kecelakaan akibat perkelahian, yang kesemuanya dapat mengenai mata. Pada anak-anak

kecelakaan mata biasanya terjadi akibat alat dari  permainan yang biasa dimainkan seperti

panahan, ketapel, senapan angin, tusukan dari gagang mainan dan lain-lain.

Trauma tajam mata sering merupakan penyebab kebutaan unilateral pada dewasa muda.

Kelompok usia ini mengalami sebagian besar cedera mata yang  parah. Dewasa muda,

terutama pria, merupakan kelompok yang kemungkinan  besar mengalami cedera tembus

mata. Kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan api, cedera akibat olahraga, dan kecelakaan

lalu lintas merupakan keadaan-keadaan yang paling sering menyebabkan trauma mata.

Struktur wajah dan mata sangat sesuai untuk melindungi mata dari cedera. Bola mata

terdapat di dalam sebuah rongga yang dikelilingi oleh hubungan tulang yang kuat. Kelopak

mata bisa segera menutup untuk membentuk  penghalang bagi benda asing dan mata bisa

mengatasi benturan yang ringan tanpa mengalami kerusakan. Trauma tajam dapat

mengakibatkan kerusakan pada bola mata dan kelopak, saraf mata dan rongga orbita. Trauma

pada mata memerlukan  perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya penyulit yang lebih

berat ataupun kebutaan.

1

Page 2: Refrat Mata

Perforasi bola mata merupakan keadaan yang gawat untuk bola mata karena pada

keadaan ini kuman mudah masuk ke dalam bola mata selain dapat menyebabkan kerusakan

susunan anatomi dan fungsional jaringan intraokuler. Trauma tembus dapat berbentuk

perforasi sklera, prolaps badan kaca maupun  prolaps badan siliar

2

Page 3: Refrat Mata

BAB II

Tinjauan Pustaka

A. Definisi

Menurut Birmingham Eye Trauma Terminology (BETT) yang dimaksud trauma tembus

adalah trauma yang mengakibatkan adanya "pintu masuk" terjadinya luka (injury with an

entance wound) yang menembus ke intraokular. Mekanisme terjadinya trauma tembus pada

mata ini adalah trauma terbuka (open globe).

Gambar 1. Klasifikasi trauma menurut BETT

Trauma tembus menyebabkan gangguan pada lapisan mata terluar tanpa menganggu

kontinuitas anatomi keseluruhan mata, tidak sampai terjadi prolapsus dari isi bola mata.

Namun demikian trauma ini menjadi hal yang sangat serius dan mengancam fungsi

penglihatan yang memakan waktu serta biaya yang mahal dan prognosis kebanyakan kasus

adalah buruk.

3

Page 4: Refrat Mata

Gambar 2. Klasifikasi trauma menurut America ocular trauma society

Trauma tembus pada mata merupakan laserasi dengan luka yang tunggal dengan

ketebalan penuh disebabkan objek yang tajam tanpa adanya jaringan yang keluar (exit

wound) sedangkan perforasi akibat trauma terdapat laserasi akibat trauma yang

mengakibatkan keluarya jaringan disebabkan oleh benda yang sama.

Gambar 3. Trauma tembus pada mata

Apabila yang terjadi adalah trauma tembus (penetrasi), objek menembus masuk struktur

tertentu di dalam mata, namun apabila yang terjadi adalah perforasi, luka akan berjalan

melewati struktur tersebut. Sebagai contoh, suatu objek yang berhasil melewati kornea dan

tersangkut di segmen anterior melubangi (terjadi perforasi) kornea tetapi menembus mata.

4

trauma mata meknikal

trauma tertutup

kontusio

superficial foreign

lamellar laserasi

trauma tebuka

laserasi

perforasi

peneterasi

IOFBruptur

Page 5: Refrat Mata

Perforasi menyebabkan gangguan anatomi yang komplit dari sklera maupun kornea, dan bisa

saja berhubungan dengan prolapsus struktur internal.

B. Etiologi dan epidemiologi

Trauma tembus pada mata merupakan salah satu ancaman bagi penglihatan dan dapat

terjadi pada siapa saja dan dimana saja. Hal-hal yang berkaitan dengan kejadian trauma ini

antara lain,

1. Pekerja industri terbanyak pada industri logam.

2. Pekerja pertanian misahiya karena tusukan duri ranting atau dirunduk oleh hewan

seperti sapi seperti yang terjadi di India.

3. Peralatan rumah tangga seperti pisau, gunting, jarum.

4. Olahraga seperti bola kaki, bola basket, baseball, biasanya sering dialami anak-anak

dan dewasa muda. Pada orang yang bepergian dibawah pengaruh alkohol bisa saja

terjadi trauma secara tidak sadar mengakibatkan kecelakaan.

5. Kelalaian yang mengakibatkan cedera akibat benda tajam seperti pisau, pecahan kaca.

6. Bencana perang

7. Penggunaan senjata api

Smith, Wrenn, Lawrence (2002) melakukan penelitian dan mendapatkan hasil dari 372

kasus trauma tembus, 26.1% berkaitan dengan pekerjaan industri, 23.1 % disebabkan

kelalaian berakibat cedera, 22.9% terjadi pada anak-anak, 14.9% karena kecelakaan lalu

lintas, dan 12% terjadi sehari-hari akibat kelalaian penggunaan alat rumah tangga.

Secara umum insiden trauma mata terbuka sebanyak 3.6-3.8 per 100.000 populasi

seluruh dunia dimana puncak insidensi ada pada kelompok dewasa rata-rata di sekitaran usia

30-an tahun, remaja <20 tahun dan orangtua usia >70.

5

Page 6: Refrat Mata

Studi lainnya menyebutkan angka kejadian trauma tembus berkisar 3.1 dari

100.000orang.70-80 % terjadi pada kaum pria, kecuali pada lansia dan bayi.Bisa dikatakan

perbandingannya 3:1 antara pria dengan wanita, ini dikarenakan laki-laki lebih sering

berhadapan dengan aktivitas beresiko terhadap paparan trauma ocular.

Kecenderungan pada anak-anak terutama yang tumbuh dalam keluarga miskin atau

pendidikan rendah atau pengawasan yang buruk lebih sering terpapar dengan trauma. Dari

penelitian yang dilakukan oleh Daza A.B Larque,dkk pada 92 pasien rawatan open globe

trauma (trauma terbuka) di Hospital de Poniente sebanyak 72% trauma intraokular ini

disebabkan oleh trauma tembus.

C. Patofisiologi

Keutuhan struktur anatomi mata dapat terganggu karena adanya paparan benda seperti

jarum, stik, pensil, pisau, mata panah, pulpen, kaca maupun benda tajam lainnya yang

menyebabkan perlukaan pada mata atau bisa juga karena peluru berkecepatan tinggi atau

potongan logam.Beratnya trauma bergantung pada ukuran objek, kecepatan menembus dan

kandungan yang terdapat didalamnya. Benda yang tajam seperti pisau akan mengakibatkan

laserasi sempurna pada mata. Sementara benda yang melayang ditentukan oleh energi kinetik

dalam hal menyebabkan berat ringannya trauma yang dialami penderita.

Luka bisa saja hanya terkena pada kornea dan tidak sampai menembus segmen anterior

yang mungkin kecil kemungkinan hilang penglihatan namun dalam proses penyembuhannya

akan meninggalkan bekas (skar). Lentikular difus atau lokalisata terjadi akibat trauma di

segmen anterior yang melibatkan kapsul anterior dari lensa.Terbentuknya traksi pada vitreo-

retina dan skar beberapa saat setelah terjadinya luka di bagian posterior berperan penting

terhadap kejadian lepasnya retina (retinal detachment).

Enukleasi pada mata bisa diakibatkan oleh infeksi, abses vitreous, sinekia anterior,

katarak dan fractional retinal detachment.Trauma tembus pada salah satu mata (unilateral)

6

Page 7: Refrat Mata

dapat menyebabkan reaksi inflamasi simpatis pada mata yang tidak terkena trauma kapanpun

mulai 2 minggu sampai hitungan tahun dimana terjadi penyakit autoimun saat pigmen uveal

dikeluarkan dan masuk aliran darah menyebabkan produksi antibodi dan akibatnya terjadi

uveitis di kedua mata baik yang terpapar trauma maupun yang tidak. Faktor resiko akan

terminimalisasi apabila jaringan mata yang terpapar trauma ini dibuang dalam waktu 2

minggu jika tidak ada lagi bukti untuk menyelamatkan fiingsi penglihatannya dan jika pada

mata yang terpapar trauma ini tetap berlangsung proses inflamasi.

D. Gejala klinis

Bila trauma disebabkan benda tajam atau benda asing masuk ke dalam bola mata maka akan

terlihat tanda-tanda trauma tembus seperti:

1. Nyeri 2. Tajam penglihatan yang menurun

Pada suatu penelitian yang dilakukan oleh Boo Sup Oum, dkk di Korea trauma tembus

menjadi penyebab teratas terhadap terjadinya penurunan akuisi visual dilanjutkan berturut-

turut dengan IOF, retinal detachment, corneal ulcer, chemical burn, dan penyebab lainnya

3. Defek kehitaman (prolapsus koroid) atau prolapsus vitreous

4. Injeksi sklera dan perdarahan subkonjungtiva

5. Kebocoran cairan vitreous

6. Hyphaema

7. Prolapsus iris

8. Lensa yang dislokasi, katarak traumatik

9. Tekanan bola mata rendah

10. Bilik mata dangkal

11. Bentuk dan letak pupil yang berubah

12. Pupil yang tidak sama; berdilatasi dan nonreaktif pada sisi yang terkena

13. Terlihatnya ada ruptur pada kornea atau sklera

7

Page 8: Refrat Mata

Gejala yang muncul dari trauma tembus mata dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Efek mekanik langsung

Efek yang segera muncul setelah terjadinya trauma okular yang terlihat bergantung

bagaimana efek mekanik pada struktur yang terlibat.Yang paling umum ditemukan

adalah laserasi di kornea maupun sklera dengan atau tanpa keterlibatan struktur mata

lainnya. Dapat muncul dalam beberapa variasi seperti:

simple corneal laceration, melibatkan kornea dan tertahan sampai di limbus, tidak

ada keterlibatan iris, lensa maupun vitreous

stellate corneal laceration

corneal laceration with iris incarseration, laserasi kornea lebih lanjut dengan bagian

anterior mengalami pendangkalan dengan tertahannya iris maupun prolapsus iris.

corneal laceration with lens involvement, laserasi yang besar pada kornea disertai

prolapsus iris sering melibatkan lensa. Trauma minimal karena tembakan atau

tusukan juga dapat menyebabkan kerusakan pada lensa. Kerasakan tersebut dapat

melibatkan kapsul anterior, korteks, kapsul posterior dan zonula. Dapat menyebabkan

katarak traumatik bergantung sejauh mana akibat dari trauma yang ditimbulkan

corneal laceration with vitreous involvement, laserasi yang sudah melibatkan lensa

sering diikuti dengan terganggunya bagian vitreous

simple corneoscleral laceration, penyembuhan dari jaringan sklera dapat begitu

berbeda dari kornea dan limbus, hal ini dikarenakan tidak terjadi pembengkakan pada

seratnya namun cenderung ada kontraksi akan tetapi tidak ada lapisan epitel maupun

endotel untuk menutup celah sehingga tujuan untuk pemulihan secara primer tidak

terjadi

posterior scleral laceration

corneoscleral laceration with tissue loss

irreparable penetrating injury

8

Page 9: Refrat Mata

b. Efek kontusio

Kebanyakan kasus trauma tembus pada mata berhubungan dengan efek kontusio,

bervariasi mulai dari abrasi kornea yang sederhana sampai rupturnya bola mata.Pada

beberapa kasus, perubahan bisa saja lamban atau malah progresif. Untuk itu pasien

harus tetap dalam pengawasan untuk beberapa bulan.9

c. Infeksi

Ada tiga mekanisme terjadinya infeksi:

Infeksi primer; terjadi bersamaan dengan trauma

Infeksi sekunder; infeksi ini terjadi sebelum luka pulih/sembuh

Infeksi yang terjadi lambat; timbul akibat konsolidasi skar yang buruk khususnya apabila ada fistula

Infeksi menjadi tantangan besar dalam manajemen trauma tembus oleh karena

bisa mengakibatkan komplikasi di kemudian hari seperti cincin abses di kornea,

iridocyclitis purulen dengan hipopion, skleritis infeksi nekrotik, endophtalmitis,

panopthahnitis, jarang namun bisa saja terjadi yaitu adanya gas gangrene atau bahkan

tetanus okular.

d. Iridocyclitis post trauma

Kejadiannya cukup sering, muncul tanda-tanda inflamasi pada pasien seperti nyeri, mata

kemerahan, fotofobia, dan penurunan kemampuan melihat.

e. Sympathetic Ophtalmitis

Hal ini jarang terjadi, sifatnya bilateral, merupakan suatu granuloma dari panuveitis yang

terjadi setelah pembedahan atau trauma pada uvea salah satu nata.Onset klinis didahului oleh

inflamasi ringan oleh mata yang tidak ada trauma dan perburukan inflamasi pada mata yang

terkena trauma.

Gejala seperti nyeri, fotofobia, lakrimasi dan penglihatan kabur.Pencegahannya yaitu

dengan melakukan enukleasi pada mata yang terpapar trauma dalam 2 minggu setelah onset

9

Page 10: Refrat Mata

trauma. Ini dikerjakan pada mata yang sudah terpapar trauma sangat berat dan tidak ada lagi

potensi untuk mengembalikan penglihatannya.

f. Benda asing intraokular yang tertahan

Materi atau partikel yang sering tertahan misalnya potongan besi atau logam,

batu, pecahan, sampai yang jarang seperti duri rerumputan.

E. Diagnosis

Untuk mendiagnosis suatu trauma tembus pada mata dapat dilakukan tahapan sebagai

berikut, dimulai dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis

Diagnosis dari trauma mungkin dapat terlihat nyata secara klinis dari pemeriksaan

fisik mata yang biasa dilakukan, akan tetapi tetap diperlukan anamnesis untuk

mencari tahu riwayat berhubungan dengan kejadian trauma tersebut untuk

mengetahui predisposisi bagaimana terjadinya penetrasi pada mata. Faktor yang perlu

ditanyakan seputar objek yang menembus mata antara lain, materi logam, proyektil

berkecepatan tinggi, tubrukan berenergi tinggi pada bola mata, benda tajam, serta

rendahnya proteksi pada mata.

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan fisik secara umum dan

pemeriksaan ophtalmikus.Sesegera mungkin, pemeriksa dapat menentukan akuisi

visual, yang menjadi prediktor reliabel untuk visual akhir pada mata yang mengalami

trauma dan melakukan pemeriksaan pada pupil untuk mendeteksi adanya defek pada

pupil aferen.Pemeriksaan akuisi visual dan pupil dilakukan pada kedua mata. Secara

khusus akuisi visual awal (kurang dari 20/200), adanya hifema, serta pupil dan uvea

10

Page 11: Refrat Mata

yang abnormal adalah indikator dari trauma tembus pada mata yang harus sesegera

mungkin mendapat penanganan dan respon yang cepat oleh tenaga medis.

Evaluasi awal yang dapat dilakukan seperti pemeriksaan akuisi visual, lapangan

pandang konfrontasional, pemeriksaan pupil, dan funduskopi mungkin dilakukan

secara ekstim karena ada penekanan yang menyebabkan ekstrusi dari isi bola mata

melalui perlukaan pada sklera maupun kornea. Tanda-tanda penetrasi yang dapat

dilihat yaitu prolapsus uvea, distorsi pupil, katarak, dan perdarahan vitreous.

Jika diduga sebagai suatu trauma tembus mata maka sudah seharusnya dilakukan

perlindungan yang aman dan nyaman terhadap mata yang terpapar trauma dengan pelindung

dari plastik yang jernih di sekitar mata (disanggakan ke dahi dan pipi).Eye patchtidak

dianjurkan untuk menghindari tekanan langsung pada mata. Pasien diberitahu untuk tidak

batuk dengan keras dan segera merujuk ke ophthalmologist untuk penanganan selanjutnya.

3. Pemeriksaan Penunjang

Apabila diduga sebagai suatu trauma tembus pada mata maka dapat dilakukan

pemeriksaan tambahan untuk membantu menegakkan diagnosis. Pemeriksaan antara lain

dengan plain radiography, USG dan CT scan yang dapat memberikan informasi yang

adekuat apabila ada benda asing yang tertinggal di dalam mata.

F. Penatalaksanaan

Jika penanganan dengan teknik pembedahan diperlukan, maka waktu untuk

melakukannya sangat penting. Meskipun beberapa studi belum bisa mencatat beberapa

kerugian apabila dilakukan penundaan untuk perbaikan pada trauma terbuka sampai 36 jam

setelah kejadian, intervensi yang ideal sesegera mungkin dilakukan pada pasien. Perbaikan

segera dapat menolong untuk meminimalisir sejumlah komplikasi termasuk

nyeri

prolapsus struktur intraokular

11

Page 12: Refrat Mata

perdarahan suprakoroidal

kontaminasimikrobapadajaringan

proliferasi mikroba ke dalam mata

migrasi epitel ke dalam jaringan

inflamasi intraokular

ketidakmampuan lensa ditembus cahaya

Hal-hal berikut ini sementara dapat dilakukan selama periode preoperatif:

Menggunakan pelindung pada mata

Hindari penggunaan obat topikal atau intervensi lainnya yang membuat kelopak mata harus dibuka

Pasien dipuasakan untuk persiapan operasi

Sediakan medikasi yang sesuai untuk sedasi dan kontrol nyeri

Mulailah pemberian antibiotik IV

Profilaksis tetanus

Konsul bagian anestesi

Trauma berhubungan dengan kontaminasi hal-hal yang kotor dan atau benda asing

intraokular yang tertahan membutuhkan perhatian khusus akan resiko Bacillus

endophtalmitis. Karena organisme ini dapat menghancurkan jaringan mata dalam 24 jam,

terapi antibiotik yang efektif terhadap Bacillus diberikan intravena maupun intravitreal,

biasanya golongan fluoroquinolone (seperti levofloxacin, moxifloxacin), clindamycin atau

vancomycin dapat dipertimbangkan. Pembedahan untuk perbaikan harus dilakukan sesegera

mungkin pada kasus beresiko terinfeksi organisme ini.

1. Terapi non pembedahan

Beberapa kasus trauma tembus ada yang sangat minimal yang didapatkan dari

pemeriksaan fisik awal dengan tidak ada kerusakan intraokular, prolapsus, atau

perlekatan.Kasus seperti ini mungkin hanya membutuhkan terapi antibiotik sistemik maupun

12

Page 13: Refrat Mata

topikal selama pengawasan ketat.Jika terdapat kebocoran di jaringan komea, tetapi ruang

anterior tetap utuh, klinisi bisa mencoba untuk menghentikan kebocoran dengan farmakologi

menekan produksi aqueous (misal dengan |3-blocker sistemik atau topikal), penutup yang

dilekatkan ke mata, dan atau suatu kontak lensa terapeutik. Umumnya, apabila tindakan ini

gagal untuk menutup luka dalam 2-3 hari, pembedahan untuk penutupan dengan jahitan

direkomendasikan.

2. Pembedahan

Mata dapat bertahan dari terjadinya kerusakan internal yang berat bahkan dengan luka

yang nampaknya kecil.Pada kasus laserasi korneaskleral dengan prolapsus uvea biasanya

membutuhkan pembedahan.Tujuan utamanya adalah untuk mengembalikan keutuhan dari

bola mata. Tujuan sekunder untuk memenuhi perbaikan primer yaitu mengembalikan

penglihatan melalui perbaikan kerusakan internal dan eksternal mata.

Apabila prognosis penglihatan mata yang terpajan trauma sangat tidak ada harapan dan

pasien beresiko untuk terjadi simpatetik oftalmia, tindakan enukleasi dapat dipertimbangkan.

Enukleasi primer seharusnya dikerjakan pada trauma yang benar-benar menghancurkan

jaringan mata sehingga untuk mengembalikan anatominya menjadi sangat tidak mungkin.

Pada beberapa kasus, penundaan enukleasi dalam beberapa hari memberi keuntungan

lebih daripada enukleasi primer.Penundaan ini (yang tidak boleh lebih dari 12-14 hari karena

bisa mencetuskan simpatetik oftalmia) diikuti dengan evaluasi fungsi penglihatan

postoperatif, konsultasi vitreoretina atau bedah plastik oftahnia dan stabilisasi kondisi umum

pasien. Lebih penting lagi, penundaan enukleasi mengikuti perbaikan yang gagal dan

hilangnya persepsi terhadap cahaya memberikan pasien waktu untuk mengetahui kehilangan

ini dan pertimbangan untuk melakukan enukleasi dalam keadaan non-emergensi.

Tindakan anastesi umum hampir selalu perlu untuk perbaikan dari trauma terbuka

karena injeksi anestesi lokal di retrobulbar maupun peribulbar meningkatkan tekanan orbita,

13

Page 14: Refrat Mata

yang bisa mengakibatkan eksaserbasi atau ekstrusi dari isi intraokular. Setelah pembedahan

selesai, injeksi anestesi periokular dapat digunakan untuk kontrol nyeri paska operasi.

Pada penutupan luka segmen anterior, sebaiknya digunakan teknik-teknik bedah

mikro.Laserasi komea diperbaiki dengan jahitan nylon 10-0 untuk menghasilkan penutupan

yang kedap air. Iris atau corpus ciliare yang mengalami inkarserasi dan terpajan kurang dari

24 jam dapat dimasukkan ke dalam bola mata dengan viskoelastik atau dengan memasukkan

suatu spatula siklodialisis melalui insisi tusuk di limbus dan menyapu jaringan dari bibir luka.

Bila hal ini tidak dapat dilakukan, bila jaringan telah terpajan lebih dari 24 jam, atau bila

jaringan tersebut mengalami iskemia dan kerusakan berat, jaringan yang prolaps haras

dieksisi setinggi bibir luka.

Sampel untuk kultur diambil bila terdapat kecurigaan adanya superinfeksi bakteri atau

jamur, contohnya yang terjadi (terutama) pada benda asing organik dan cedera pada pekerja

perkebunan. Benda asing logam-berkecepatan tinggi sendiri biasanya steril.Sisa-sisa lensa

dan darah dikeluarkan dengan aspirasi dan irigasi mekanis atau dengan peralatan vitrektomi.

Pembentukan kembali bilik mata depan selama tindakan perbaikan dicapai dengan cairan

intraokular fisiologik, udara atau viskoelastik.

Luka di sklera ditutup dengan jahitan interrupted menggunakan benang nonabsorbable

8-0 atau 9-0. Setiap upaya dilakukan untuk mengidentiflkasi dan menutup perluasan sklera ke

posterior. Untuk sementara waktu, otot-otot rektus mungkin perlu dilepaskan dari insersinya

agar tindakan lebih mudah dilakukan.

Prognosis ablasio retina akibat trauma buruk karena adanya cedera makula, robekan

besar pada retina, dan pembentukan membran fibrovaskular intravitreal yang terjadi pada

trauma tembus. Membran-membran intravitreal tersebut menghasilkan gaya kontraktil yang

cukup besar untuk menimbulkan ablasio retina.

14

Page 15: Refrat Mata

Vitrektomi merupakan tindakan terapi yang efektif, tetapi masih diperdebatkan kapan

sebaiknya tindakan ini dilakukan.Vitrektomi dini dengan antibiotik intravitreal diindikasikan

pada endoftalmitis. Pada kasus-kasus non-infeksi, penundaan pembedahan selama 10-14 hari

dapat menurunkan resikoperdarahan intraoperasi dan memungkinkan terjadinya perlepasan

vitreous posterior sehingga teknik bedah menjadi lebih mudah.

Bedah vitreoretina pada luka kornea yang besr dapat dilakukan melalui keratoprostesis

Landers-Foulke temporer sebelum melakukan tandur kornea (corned grafting). Enukleasi

maupun eviserasi primer dipertimbangkan hanya bila bola mata mengalami kerusakan total.

Mata sebelahnya rentan terhadap oftalmia simpatika bila terjadi trauma tembus mata,

terutama bila ada kerusakan di jaringan uvea walaupun hal ini sangat jarang terjadi.

G. Komplikasi

nyeri prolapsus struktur intraokular

perdarahan suprakoroidal

- kontaminasi mikroba pada jaringan

- proliferasi mikroba ke dalam mata

- migrasi epitel ke dalam jaringan

- inflamasi intraokular

- ketidakmampuan lensa ditembus cahaya

- hilangnya penglihatan yang ireversibel

- endophtalmitis

- oftahnia simpatik

- ablasio retina

- katarak

- perdarahan di vitreous

- retinal detachment1,8,12,17

15

Page 16: Refrat Mata

Suatu penelitian yang dilakukan Rao Laavanya, dkk dari 166 pasien sejumlah komplikasi

yang dijumpai adalah sebagai berikut:

- 56.7% pasien dengan prolapsus iris

- 21.6% pasien dengan perdarahan vitreous

- 13.5% pasien dengan delayed endophtalmitis

- 12% pasien dengan katarak

- 8.1% pasien dengan benda asing intraocular

- 6.6% pasien dengan hifema

- 5.4% pasien dengan retinal detachment

- 5.4% pasien dengan phthisis bulbi

- 2.7% pasien dengan eviserasi

Studi lainnya yang dilakukan oleh Christopher A. Girkin, dkk yaitu suatu studi kohort

dari 3.627 pasien yang mengalami trauma tembus mata selama periode tahun 1988 sampai

Januari 2003 di Amerika Serikat, didapatkan 97 orang mengalami glaukoma sekunder post-

traumatik, secara akumulasi angka kejadiannya 2.67% selama follow-up 6 bulan pada

masing-masing subjek. Peningkatan usia berhubungan dengan perkembangan glaukoma pada

pasien post trauma tembus ini. Selain itu akuisi visual awal yang krang dari 20/200 secara

signifikan berhubungan dengan terjadinya glaukoma paska trauma ini, demikian juga pada

pasien yang mempunyai kelainan pada matanya sebelum terpajan trauma. Kerusakan iris atau

lensa, perdarahan vitreous dan inflamasi, merupakan faktor resiko terbesar untuk

berkembangnya glaukoma paska trauma ini.

G. Prognosis

Trauma tembus pada mata merupakan trauma yang serius dan mengancam penglihatan,

prognosisnya seringkali sangat buruk. Ada beberapa faktor prediktor berkaitan dengan

prognosis yang buruk misalnya akuisi visual yang menurun bahkan hilang penglihatan,

16

Page 17: Refrat Mata

seperti defek pupil aferen, laserasi di kelopak, kerusakan lensa, perdarahan vitreous dan

adanya benda asing intraokular.

17

Page 18: Refrat Mata

BAB III

Kesimpulan

Menurut Birmingham Eye Trauma Terminology (BETT) yang dimaksud trauma tembus

adalah trauma yang mengakibatkan adanya "pintu masuk" terjadinya luka (injury with an

entance wound) yang menembus ke intraokular.Trauma tembus menyebabkan gangguan pada

lapisan mata terluar tanpa menganggu kontinuitas anatomi keseluruhan mata, tidak sampai

terjadi prolapsus dari isi bola mata.

Berdasarkan National for the prevention of Blindness (WHO) memperkiran bahwa 55

juta trauma mata terjadi di dunia setiap tahunnya, 750.000 di rawat di lebih kurang 200.000

adalah trauma terbuka bola mata. Pravelensi yang dihasilkan oleh trauma adalah 1,6 juta dan

19 juta demhan gangguan penglihatan.

Perforasi bola mata merupakan keadaan yang gawat untuk bola mata karena pada

keadaan ini kuman mudah masuk ke dalam bola mata selain dapat menyebabkan kerusakan

susunan anatomi dan fungsional jaringan intraokuler. Trauma tembus dapat berbentuk

perforasi sklera, prolaps badan kaca maupun  prolaps badan siliar.

18

Page 19: Refrat Mata

Daftar Pustaka

1. Riordan- Eva Paul, Whitcher John P. 2010. Vaughan & Asbury: Oftalmologi Umum edisi ke-17. Jakarta: EGC, 372-380

2.

19