paling fix

33
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak orang yang mengaku Islam. Namun jika kita tanyakan kepada mereka, apa itu tauhid, bagaimana tauhid yang benar, maka sedikit sekali orang yang dapat menjawabnya. Di sisi lain seseorang mengaku menyembah Allah namun ia tidak mengenal Allah yang disembahnya. Ia tidak tahu bagaimana sifat-sifat Allah, tidak tahu nama-nama Allah, tidak mengetahui apa hak- hak Allah yang wajib dipenuhinya. Yang akibatnya, ia tidak mentauhidkan Allah dengan benar dan terjerumus dalam perbuatan syirik. Kedudukan tauhid dalam ajaran Islam adalah paling sentral dan paling esensial. Secara etimologis, tauhid berarti mengesakan, yaitu mengesakan Allah. Formulasi paling pendek dari tauhid itu ialah kalimat thayyibah: la ilaha illa Allah, yang artinya tidak ada Tuhan selain Allah. Dengan mengatakan "tidak ada Tuhan selain Allah", seorang manusia-tauhid memutlakkan Allah Yang Maha Esa sebagai Khaliq atau Maha Pencipta, dan menisbikan selain-Nya sebagai makhluk atau ciptaan-Nya. Karena itu, hubungan manusia dengan Allah tak setara dibandingkan hubungannya dengan sesama makhluk. Untuk itu sebagai seorang muslim, kita perlu mempelajari mengenai tauhid, baik pengertian tauhid, pembagian tauhid, rukun tauhid, dan syarat-syarat kalimat tauhid. 1.2 Rumusan Permasalahan Tauhid Sebagai Landasan Aqidah, Iman dan Islam Page 1

Upload: ira-maulani

Post on 06-Apr-2016

240 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Paling Fix AIK SMESTER 1

TRANSCRIPT

Page 1: Paling Fix

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Banyak orang yang mengaku Islam. Namun jika kita tanyakan kepada mereka, apa itu

tauhid, bagaimana tauhid yang benar, maka sedikit sekali orang yang dapat menjawabnya. Di

sisi lain seseorang mengaku menyembah Allah namun ia tidak mengenal Allah yang

disembahnya. Ia tidak tahu bagaimana sifat-sifat Allah, tidak tahu nama-nama Allah, tidak

mengetahui apa hak-hak Allah yang wajib dipenuhinya. Yang akibatnya, ia tidak

mentauhidkan Allah dengan benar dan terjerumus dalam perbuatan syirik. 

Kedudukan tauhid dalam ajaran Islam adalah paling sentral dan paling esensial.

Secara etimologis, tauhid berarti mengesakan, yaitu mengesakan Allah. Formulasi paling

pendek dari tauhid itu ialah kalimat thayyibah: la ilaha illa Allah, yang artinya tidak ada

Tuhan selain Allah. Dengan mengatakan "tidak ada Tuhan selain Allah", seorang manusia-

tauhid memutlakkan Allah Yang Maha Esa sebagai Khaliq atau Maha Pencipta, dan

menisbikan selain-Nya sebagai makhluk atau ciptaan-Nya. Karena itu, hubungan manusia

dengan Allah tak setara dibandingkan hubungannya dengan sesama makhluk.

Untuk itu sebagai seorang muslim, kita perlu mempelajari mengenai tauhid, baik

pengertian tauhid, pembagian tauhid, rukun tauhid, dan syarat-syarat kalimat tauhid.

1.2 Rumusan Permasalahan

Adapun rumusan masalah dalam materi paparan kali ini, yaitu :

1. Apa pengertian tauhid ?

2. Apa sajakah pembagian tauhid itu ?

3. Apa rukun tauhid ?

4. Apa saja syarat-syarat kalimat tauhid ?

1.3 Maksud dan Tujuan

Adapun tujuan dari materi paparan ini, yaitu :

1. Mengetahui pengertian tauhid

2. Mengetahui pembagian – pembagian dari tauhid itu sendiri

3. Mengetahui rukun tauhid

4. Mengetahui syarat-syarat yang menjadikan kalimat tauhid.

Tauhid Sebagai Landasan Aqidah, Iman dan Islam Page 1

Page 2: Paling Fix

BAB II

ISI

I. Pengertian

Tauhid secara bahasa arab merupakan bentuk masdar dari fi’il wahhada-

yuwahhidu (dengan huruf ha di tasydid), yang artinya menjadikan sesuatu satu saja. Syaikh

Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata: “Makna ini tidak tepat kecuali diikuti dengan

penafian. Yaitu menafikan segala sesuatu selain sesuatu yang kita jadikan satu saja, kemudian

baru menetapkannya”.

Secara istilah syar’i, makna tauhid adalah menjadikan Allah sebagai satu-satunya

sesembahan yang benar dengan segala kekhususannya Dari makna ini sesungguhnya dapat

dipahami bahwa banyak hal yang dijadikan sesembahan oleh manusia, bisa jadi berupa

Malaikat, para Nabi, orang-orang shalih atau bahkan makhluk Allah yang lain, namun

seorang yang bertauhid hanya menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan saja.

Kedudukan tauhid dalam ajaran Islam adalah paling sentral dan paling esensial.

Secara etimologis, tauhid berarti mengesakan, yaitu mengesakan Allah. Formulasi paling

pendek dari tauhid itu ialah kalimat thayyibah: la ilaha illa Allah, yang artinya tidak ada

Tuhan selain Allah. Dengan mengatakan "tidak ada Tuhan selain Allah", seorang manusia-

tauhid memutlakkan Allah Yang Maha Esa sebagai Khaliq atau Maha Pencipta, dan

menisbikan selain-Nya sebagai makhluk atau ciptaan-Nya. Karena itu, hubungan manusia

dengan Allah tak setara dibandingkan hubungannya dengan sesama makhluk.

Tauhid berarti komitmen manusia kepada Allah sebagai fokus dari seluruh rasa

hormat, rasa syukur, dan sebagai satu-satunya sumber nilai. Apa yang dikehendaki oleh Allah

akan menjadi nilai (value) bagi manusia-tauhid, dan ia tidak akan mau menerima otoritas dan

petunjuk, kecuali otoritas dan petunjuk Allah. Komitmennya kepada Tuhan adalah utuh, total,

positif dan kukuh, mencakup cinta dan pengabdian, ketaatan dan kepasrahan (kepada Tuhan),

serta kemauan keras untuk menjalankan kehendak-kehendak-Nya.

II. Pembagian Tauhid

Dari hasil pengkajian terhadap dalil-dalil tauhid yang dilakukan para ulama sejak

dahulu hingga sekarang, mereka menyimpulkan bahwa ada tauhid terbagi menjadi tiga:

Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Al Asma Was Shifat.

Tauhid Sebagai Landasan Aqidah, Iman dan Islam Page 2

Page 3: Paling Fix

1. Tauhid Rububiyah

Yang dimaksud dengan Tauhid Rububiyyah adalah mentauhidkan Allah dalam

kejadian-kejadian yang hanya bisa dilakukan oleh Allah, serta menyatakan dengan

tegas bahwa Allah Ta’ala adalah Rabb, Raja, dan Pencipta semua makhluk, dan

Allahlah yang mengatur dan mengubah keadaan mereka. Meyakini rububiyah yaitu

meyakini kekuasaan Allah dalam mencipta dan mengatur alam semesta, misalnya

meyakini bumi dan langit serta isinya diciptakan oleh Allah, Allahlah yang

memberikan rizqi, Allah yang mendatangkan badai dan hujan, Allah menggerakan

bintang-bintang, dll. Di nyatakan dalam Al Qur’an:

Artinya : “[Semua] pujian [karena] kepada Allah, yang menciptakan langit dan bumi

dan membuat kegelapan dan cahaya. Kemudian orang-orang kafir menyamarkan

[lain] dengan Tuhan mereka.” (QS. Al An’am: 1)

Dan perhatikanlah baik-baik, tauhid rububiyyah ini diyakini semua orang baik

mukmin, maupun kafir, sejak dahulu hingga sekarang. Bahkan mereka menyembah

dan beribadah kepada Allah. Hal ini dikhabarkan dalam Al Qur’an:

Artinya : “Sungguh jika kamu bertanya kepada mereka (orang-orang kafir jahiliyah),

’Siapa yang telah menciptakan mereka?’, niscaya mereka akan menjawab ‘Allah’ ”.

(QS. Az Zukhruf: 87)

Tauhid Sebagai Landasan Aqidah, Iman dan Islam Page 3

Page 4: Paling Fix

Artinya : “Jika kamu bertanya kepada mereka, "Siapakah yang menciptakan

langit dan bumi danmenundukkan matahari dan bulan?" mereka pasti akan

berkata, "Allah." Lalu bagaimana mereka tertipu? ”  (QS. Al Ankabut 61)

Oleh karena itu kita dapati ayahanda dari Rasulullah shallallahu’alaihi

wasallam bernama Abdullah, yang artinya hamba Allah. Padahal ketika Abdullah

diberi nama demikian, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam tentunya belum lahir.

Adapun yang tidak mengimani rububiyah Allah adalah kaum komunis atheis. Syaikh

Muhammad bin Jamil Zainu berkata: “Orang-orang komunis tidak mengakui adanya

Tuhan. Dengan keyakinan mereka yang demikian, berarti mereka lebih kufur daripada

orang-orang kafir jahiliyah”

Pertanyaan, jika orang kafir jahiliyyah sudah menyembah dan beribadah

kepada Allah sejak dahulu, lalu apa yang diperjuangkan oleh Rasulullah dan para

sahabat? Mengapa mereka berlelah-lelah penuh penderitaan dan mendapat banyak

perlawanan dari kaum kafirin? Jawabannya, meski orang kafir jahilyyah beribadah

kepada Allah mereka tidak bertauhid uluhiyyah kepada Allah, dan inilah yang

diperjuangkan oleh Rasulullah dan para sahabat.

2. Tauhid Uluhiyyah

Tauhid Uluhiyyah adalah mentauhidkan Allah dalam segala bentuk peribadahan baik

yang zhahir maupun batin . Dalilnya:

Artinya : “Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami

meminta pertolongan” (Al Fatihah: 5)

Sedangkan makna ibadah adalah semua hal yang dicintai oleh Allah baik

berupa perkataan maupun perbuatan. Apa maksud ‘yang dicintai Allah’? Yaitu segala

sesuatu yang telah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, segala sesuatu yang

dijanjikan balasan kebaikan bila melakukannya. Seperti shalat, puasa, bershodaqoh,

menyembelih.

Termasuk ibadah juga berdoa, cinta, bertawakkal, istighotsah dan isti’anah.

Maka seorang yang bertauhid uluhiyah hanya meyerahkan semua ibadah ini kepada

Tauhid Sebagai Landasan Aqidah, Iman dan Islam Page 4

Page 5: Paling Fix

Allah semata, dan tidak kepada yang lain. Sedangkan orang kafir jahiliyyah selain

beribadah kepada Allah mereka juga memohon, berdoa, beristighotsah kepada selain

Allah. Dan inilah yang diperangi Rasulullah, ini juga inti dari ajaran para Nabi dan

Rasul seluruhnya, mendakwahkan tauhid   uluhiyyah. Allah Ta’ala berfirman:

“Sungguh telah kami utus Rasul untuk setiap uumat dengan tujuan untuk

mengatakan: ‘Sembahlah Allah saja dan jauhilah thagut‘” (QS. An Nahl: 36)

Syaikh DR. Shalih Al Fauzan berkata: “Dari tiga bagian tauhid ini yang paling

ditekankan adalah tauhid uluhiyah. Karena ini adalah misi dakwah para rasul, dan

alasan diturunkannya kitab-kitab suci, dan alasan ditegakkannya jihad di jalan Allah.

Semua itu adalah agar hanya Allah saja yang disembah, dan agar penghambaan

kepada selainNya ditinggalkan”

Perhatikanlah, sungguh aneh jika ada sekelompok ummat Islam yang sangat

bersemangat menegakkan syariat, berjihad dan memerangi orang kafir, namun mereka

tidak memiliki perhatian serius terhadap tauhid uluhiyyah. Padahal tujuan ditegakkan

syariat, jihad adalah untuk ditegakkan tauhid uluhiyyah. 

3. Tauhid Al Asma’ was Sifat

Tauhid Al Asma’ was Sifat adalah mentauhidkan Allah Ta’ala dalam

penetapan nama dan sifat Allah, yaitu sesuai dengan yang Ia tetapkan bagi diri-Nya

dalam Al Qur’an dan Hadits Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Cara

bertauhid asma wa sifat Allah ialah dengan menetapkan nama dan sifat Allah sesuai

yang Allah tetapkan bagi diriNya dan menafikan nama dan sifat yang Allah nafikan

dari diriNya, dengan tanpa tahrif, tanpa ta’thil dan tanpa takyif .

Allah Ta’ala berfirman yang artinya:

“Hanya milik Allah nama-nama yang husna, maka memohonlah kepada-Nya dengan

menyebut nama-nama-Nya” (QS. Al A’raf: 180)

Tahrif adalah memalingkan makna ayat atau hadits tentang nama atau sifat

Allah dari makna zhahir-nya menjadi makna lain yang batil. Sebagai misalnya kata

‘istiwa’ yang artinya ‘bersemayam’ dipalingkan menjadi ‘menguasai’.

Tauhid Sebagai Landasan Aqidah, Iman dan Islam Page 5

Page 6: Paling Fix

Ta’thil adalah mengingkari dan menolak sebagian sifat-sifat Allah.

Sebagaimana sebagian orang yang menolak bahwa Allah berada di atas langit dan

mereka berkata Allah berada di mana-mana.

Takyif adalah menggambarkan hakikat wujud Allah. Padahal Allah sama

sekali tidak serupa dengan makhluknya, sehingga tidak ada makhluk yang mampu

menggambarkan hakikat wujudnya. Misalnya sebagian orang berusaha

menggambarkan bentuk tangan Allah,bentuk wajah Allah, dan lain-lain.

Adapun penyimpangan lain dalam tauhid asma wa sifat Allah

adalah tasybih dan tafwidh. Tasybih adalah menyerupakan sifat-sifat Allah dengan

sifat makhluk-Nya. Padahal Allah berfirman yang artinya:

Artinya : “[Dia adalah] Pencipta langit dan bumi. Dia telah dibuat untuk kamu dari

dirimu, pasangan,dan di antara, pasangan sapi; Dia mengalikan kamu demikian. Tidak

ada yang serupa dengan Dia, dan Dia adalah Maha Mendengar lagi Melihat.” (QS.

Asy Syura: 11)

Kemudian tafwidh, yaitu tidak menolak nama atau sifat Allah namun enggan

menetapkan maknanya. Misalnya sebagian orang yang berkata ‘Allah Ta’ala memang

ber-istiwa di atas ‘Arsy namun kita tidak tahu maknanya. Makna istiwa kita serahkan

kepada Allah’. Pemahaman ini tidak benar karena Allah Ta’ala telah mengabarkan

sifat-sifatNya dalam Qur’an dan Sunnah agar hamba-hambaNya mengetahui. Dan

Allah telah mengabarkannya dengan bahasa Arab yang jelas dipahami. Maka jika kita

berpemahaman tafwidh maka sama dengan menganggap perbuatan Allah

mengabarkan sifat-sifatNya dalam Al Qur’an adalah sia-sia karena tidak dapat

dipahami oleh hamba-Nya.

III. Rukun – Rukun Tauhid

Inti ajaran islam adalah Laa ilaaha illallaah yang bermakna Laa ma'buda bihaqqin

illallaah = tiada yang diibadahi di segala langit dan bumi dengan haq kecuali hanya Allah.

Tauhid Sebagai Landasan Aqidah, Iman dan Islam Page 6

Page 7: Paling Fix

Kalimat Tauhid Laa ilaaha illallaah memiliki dua rukun yaitu

An-Nafiyu) النفي = menafikan/meniadakan) dan Al-Itsbat) اإلثبات = menetapkan),

1. An-Nafy (pada kalimat: Laa ilaaha), yaitu menafikan segala bentuk sesembahan yang ada.

2. Al-Itsbat (pada kalimat: Illallaah), dan menetapkan penyembahan hanya kepada Allah

‘Azza wa Jalla.

1. An-Nafiyu

An-Nafiyu mencakup empat perkara, yaitu An-Nafy (meniadakan) Al-Alihah,

Ath-Thaghut, Al-Andad (tandingan-tandingan) dan Al-Arbab.

a) Al-Alihah

Alihah adalah jamak daripada ilah, yaitu apa yang dituju dengan sesuatu hal

(dengan tindakan atau perbuatan) dalam rangka mencari manfaat atau menolak

bala (bencana).

“Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: “Laa ilaaha

illallah” (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka

menyombongkan diri, dan mereka berkata: “Apakah Sesungguhnya kami harus

meninggalkan sembahan-sembahan kami Karena seorang penyair gila?” (QS. As

Shaffat 37: 35-36)

“Apakah dengan menjadikan kebohongan kamu menghendaki sembahan-selain

Allah”. (QS Ash-Shaffat 37:86).

“Dan mereka (orang-orang kafir) heran bahwa telah datang kepada mereka

seorang pemberi peringatan dari mereka. Dan telah berkata orang-orang kafir ini

adalah penyihir pendusta. Apakah dia telah menjadikan sembahan-sembahan

menjadi sembahan yang satu. Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang

mengherankan”. (QS. Shad :4-5)

Contoh dari sesuatu hal yang dianggap ibadah disini misalnya memberikan

sesajian-sesajian pada batu atau pohon keramat, melemparkan makanan ke laut

untuk persembahan, menyembelih tumbal untuk jin penunggu, meminta do’a

kepada penghuni kubur, dan yang semacamnya dengan maksud menolak bala

ataupun meminta manfaat dengan perbuatan tersebut.

Tauhid Sebagai Landasan Aqidah, Iman dan Islam Page 7

Page 8: Paling Fix

Meskipun batu, pohon, atau kuburan keramat itu tidak disebut tuhan, akan

tetapi hakikat perbuatan mereka itu adalah mempertuhankan selain Allah. Maka

orang-orang yang melakukan hal itu adalah musyrik, meski mereka mengaku

muslim.

Syaikh Abdurrahman Ibnu Hasan Ibnu Muhammad rahimahullah berkata:

“Ulama berijma, baik ulama salaf maupun khalaf dari kalangan para shahabat dan

tabi’in, para imam dan semua Ahlus Sunnah bahwa orang tidak dianggap muslim

kecuali dengan cara mengosongkan diri dari syirik akbar dan melepaskan diri

darinya” [Ad Durar As Saniyyah: 2/545]. Beliau juga berkata: “Siapa yang

berbuat syirik, maka dia telah meninggalkan Tauhid” [Syarah Ashli Dienil Islam,

Majmu’ah tauhid].

b) Al-Arbab

Arbab adalah bentuk jamak daripada Rabb, yang artinya tuhan yang mengatur

dan menentukan hukum. Allah disebut Rabbul ‘alamin karena Allah yang

mengatur alam ini baik secara kauniy (hukum alam) maupun secara syar’iy

(syari’at). Sedangkan jika ada orang yang mengaku atau mengklaim bahwa dia

berhak mengatur, berarti dia memposisikan dirinya sebagai Rabb.

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mendefinisikan rabb itu adalah: “Yang

memberikan fatwa kepada engkau dengan fatwa yang menyelisihi kebenaran, dan

kamu mengikutinya seraya membenarkan”.

Ketika orang mengikuti apa yang bertentangan dengan hukum Allah maka dia

disebut mempertuhankan, sedangkan yang diikutinya yang mana ia mengetahui

bahwa hal itu pembuatan aturan, maka dia memposisikan dirinya sebagai Rabb.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai

Tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al masih putera Maryam,

padahal mereka Hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan

(yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka

persekutukan.” (QS. At Taubah 9:31)

Tauhid Sebagai Landasan Aqidah, Iman dan Islam Page 8

Page 9: Paling Fix

Di dalam atsar yang hasan dari ‘Adiy Ibnu Hatim (dia asalnya Nashrani

kemudian masuk Islam) Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam membacakan ayat

itu dihadapan ‘Adiy Ibnu Hatim, maka dia berkata: “Wahai Rasulullah, kami

dahulu tidak pernah ibadah dan sujud kepada mereka (ahli ilmu dan para rahib)”

maka Rasulullah berkata, “Bukankah mereka itu menghalalkan apa yang telah

Allah haramkan dan kalian ikut-ikutan menghalalkannya? Bukankah mereka

mengharamkan apa yang telah Allah halalkan lalu kalian ikut-ikutan

mengharamkannya?” lalu ‘Adiy Ibnu Hatim berkata, “Ya, betul” lalu Rasulullah

berkata lagi, “Itulah bentuk peribadatan orang-orang Nashrani kepada mereka

itu” [HR. At Tirmidzi]

Jadi, ketika alim ulama memposisikan dirinya sebagai pembuat hukum

mengklaim memiliki kewenangan untuk membuat hukum/undang-undang, maka

dia mengkalim bahwa dirinya sebagai Rabb. Sedangkan orang yang mengikuti

atau menjalankan hukum-hukum yang mereka buat itu, maka Allah memvonisnya

sebagai orang yang telah mempertuhankan, yang beribadah kepada si pembuat

hukum itu dan melanggar Laa ilaaha illallaah lagi musyrik.

“Menentukan hukum itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan

agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi

kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Yusuf 12:40)

Dalam ayat ini, Allah Subhanahu Wa Ta’ala menjelaskan bahwa hak

menentukan hukum itu hanyalah milik Allah, hak membuat hukum, aturan,

undang-undang hanyalah milik Allah. Dan Allah memerintahkan agar tidak

menyandarkan hukum kecuali kepada Allah. Dalam ayat ini penyandaran hukum

disebut ibadah. Jika disandarkannya kepada Allah berarti ibadah kepada Allah,

sedangkan jika disandarkan kepada selain Allah berarti ibadah kepada selain

Allah, itulah dien yang lurus, akan tetapi mayoritas manusia tidak mengetahui.

Fir’aun ketika mengatakan “Akulah tuhan kalian tertinggi” adalah bukan

dimaksudkan bahwa dia itu pencipta manusia atau yang menyediakan berbagai

sarana kehidupan buat manusia, akan tetapi dia maksudkan “Sayalah pembuat

hukum bagi kalian yang hukumnya harus kalian ikuti…!”.

Tauhid Sebagai Landasan Aqidah, Iman dan Islam Page 9

Page 10: Paling Fix

Syaikh Muhammad Al Amin Asy Syinqithi rahimahullah ketika menjelaskan

surat Al An’am: 121 dan At Taubah: 31, mengatakan: “Sesungguhnya setiap

orang yang mengikuti aturan, hukum, dan undang-undang yang menyelisihi apa

yang Allah syri’atkan lewat lisan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, maka dia

musyrik terhadap Allah, kafir lagi menjadikan yang diikutinya itu sebagai Rabb

(Tuhan)”. [Al Hakimiyyah: 56]

Jadi, kesimpulannya bahwa Arbab adalah orang yang mengaku bahwa dirinya

berhak membuat hukum/aturan/undang-undang, dengan kata lain Arbab adalah

orang-orang yang mempertuhankan diri, sedangkan orang yang mengikuti hukum

buatan para Arbab itu disebut dengan orang musyrik, dan peribadatan kepada

Arbab ini adalah bukan dengan shalat, sujud, do’a, nadzar atau istighatsah, akan

tetapi dengan mengikuti, mentaati, dan loyalitas terhadapnya. Sehingga pada saat

Fir’aun mencela Nabi Musa dan Harun, dia mengatakan:

“Dan mereka berkata: “Apakah (patut) kita percaya kepada dua orang manusia

seperti kita (juga), padahal kaum mereka (Bani Israil) adalah orang-orang yang

beribadah kepada kita?” (QS. Al Mu’minun 23:47)

Maksud “beribadah” di atas adalah ketaatan, oleh karena itu ketaatan kepada

Fir’aun disebut beribadah kepada Fir’aun. Dan begitu juga orang sekarang yang

taat kepada hukum buatan para Arbab itu adalah disebut orang yang beribadah

kepada Arbab tersebut. Inilah penjelasan tentang Arbab yang menjadi bagian

kedua yang harus dinafikan oleh Laa ilaaha illallaah.

c) Al-Andad

Andad adalah jamak dari kata nidd, yang artinya tandingan, maksudnya adalah

tandingan bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Allah memerintahkan agar kita hanya

menghadapkan dan menjadikan-Nya sebagai tujuan satu-satunya. Tidak boleh

seseorang mengedepankan yang lain terhadap Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Allah

berfirman tentang nidd ini atau tentang Andad ini:

“…Karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah sedang

kamu mengetahui”. (QS. Al Baqarah 2: 22)

Andad adalah sesuatu yang memalingkan kamu daripada Al Islam, atau

sesuatu yang memalingkan kamu daripada Al Islam atau Tauhid, baik itu anak,

Tauhid Sebagai Landasan Aqidah, Iman dan Islam Page 10

Page 11: Paling Fix

isteri, jabatan, harta, atau apa saja yang mana jika hal itu memalingkan seseorang

daripada Tauhid atau memalingkan seseorang dari pada Al Islam atau

menjerumuskan seseorang kepada kekafiran atau ke dalam kemusyrikan, maka

sesuatu hal itu sudah menjadi Andad, tandingan bagi Allah Subhanahuwata’ala.

“Dan dari sebagian manusia menjadikan selain Allah sebagai tandingan-

tandingan, mereka mencintai tandingan-tandingan itu seperti mencintai Allah”.

(QS. Al-Baqarah 2:165).

Singkatnya, segala sesuatu yang memalingkan seseorang daripada Tauhid dan Al

Islam disebut Andad.

d) Ath-Thaghut

Thagut adalah yang disembah dan diminta dari selain Allah, dan dia (yang

diminta dan disembah) ridlo terhadap yang demikian itu.

Thagut itu banyak macamnya, tokoh-tokohnya ada lima :

1] Iblis, yang telah dilaknat oleh Allah.

2] Orang yang disembah, sedang dia sendiri rela.

3] Orang yang mengajak manusia untuk menyembah dirinya.

4] Orang yang mengaku tahu sesuatu yang ghaib, dan

5] Orang yang memutuskan sesuatu tanpa berdasarkan hukum yang telah

diturunkan oleh Allah.

Sesungguhnya kewajiban pertama yang Allah fardhukan atas anak Adam

adalah kufur terhadap thaghut dan iman kepada Alah Subhanahu Wa Ta’ala

sebagaimana yang Dia firmankan:

“Sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat itu seorang rasul (mereka

mengatakan kepada kaumnya): Ibadahlah kepada Allah dan jauhi thaghut…”

(QS. An Nahl 16:36)

Perintah kufur terhadap thaghut dan iman kepada Allah adalah inti dari ajaran

semua Rasul dan pokok dari Islam. Dua hal ini adalah landasan utama diterimanya

amal shalih, dan keduanyalah yang menentukan status seseorang apakah dia itu

muslim atau musyrik, Allah ta’ala berfirman:

Tauhid Sebagai Landasan Aqidah, Iman dan Islam Page 11

Page 12: Paling Fix

“Siapa yang kufur terhadap thaghut dan beriman kepada Allah, maka dia itu telah

berpegang teguh kepada buhul tali yang sangat kokoh” (QS. Al Baqarah 2:256)

Bila seseorang beribadah shalat, zakat, shaum, haji dan sebagainya, akan tetapi

dia tidak kufur terhadap thaghut maka dia itu bukan muslim dan amal ibadahnya

tidak diterima.

Sayyidina Umar ibn al-Khattab mengatakan, “Thogut adalah syaitan”

Jabir bin Abdullah berkata: “Thaghut adalah para dukun yang setan turun kepada

mereka di suatu daerah.”

Menurut Mujahid, “Thagut adalah setan yang berbentuk manusia, dia dijadikan

sebagai hakim pemutus perkara dan dialah orang yang mengendalikan urusan

mereka”

Imam Malik mengatakan, “thagut adalah semua hal selan Allah yang disembah

manusia. Semisal, berhala, pendeta, ahli sihir, atau semua hal yang menyebabkan

syirik.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan “orang yang dijadikan pemutus

perkara seperti hakim yan memutuskan perkara dengan selain Kitabullah (Al-

Qur’an) adalah toghut” [Majmu Fatawa : XXVIII/201]

Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah berkata,”Thaghut adalah segala sesuatu yang

melampaui batas yang berupa ma’bud (yang diibadahi) atau matbu’ (yang diikuti)

atau mutha’ (yang ditaati). Sehingga toghut adalah semua orang yang dijadikan

pemutus perkara, selain Alloh dan Rasul-Nya didalam suatu kaum, atau mereka

yang dibadahi selain Alloh, atau yang mereka ikuti tanpa dasar keterangan dari

Alloh, atau yang mereka taati pada perkaraperkara yang mereka tidak mengetahui

bahwa taat kepadanya merupakan taat pada Alloh” (’lamul Muwaqqi’in ‘An

Rabbil ‘Alamin :I/50]

Menurut Sayid Qutb, “Thagut adalah segala sesuatu yang menentang kebenaran

dan melanggar batas yang telah digariskan oleh Allah swt untuk hamba-Nya.

Thagut bisa berbentuk pandangan hidup, peradaban, dan lain-lain yang tidak

berlandaskan ajaran Allah” [Fi Zhilalil Qur’an I/292]

Tauhid Sebagai Landasan Aqidah, Iman dan Islam Page 12

Page 13: Paling Fix

Menurut Syaikh Muhammad Qutb, “Thogut adalah seseorang, organisasi atau

institusi, jama’ah, pemerintahan tradisi atau kekuatan yang menjadi panutan atau

aturan manusia, dimana manusia tidak dapat membebaskan diri dari perintahnya

dan larangannya.”

Adapun tata cara kufur kepada thaghut adalah sebagaimana yang dijabarkan oleh

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah:

1. Engkau meyakini bathilnya ibadah kepada selain Allah,

2. Engkau meninggalkannya,

3. Engkau membencinya,

4. Engkau mengkafirkan pelakunya,

5. Dan engkau memusuhi para pelakunya.

Ini sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik pada Ibrahim dan orang-orang

yang bersamanya tatkala mereka mengatakan kepada kaumnya: “Sesungguhnya

kami berlepas diri dari kalian dan dari apa yang kalian ibadati selain Allah, kami

ingkari (kekafiran) kalian dan telah nyata antara kami dan kalian permusuhan

dan kebencian buat selama-lamanya sampai kalian beriman kepada Allah saja…”

(QS. Al Mumtahanah 60: 4)

Jadi Laa ilaaha illallaah menuntut kita untuk berlepas diri, menjauhi, dan

meninggalkan empat hal tadi: Alihah (sembahan-sembahan), Arbab (tuhan-tuhan

pengatur), Andad (tandingan-tandingan), dan Thaghut.

2. Al-Itsbat

Al-Itsbat mencakup empat perkara, yaitu Al-Qashdu, At-Ta’zhim dan Al-

Mahabbah, Al-Khauf dan Ar-Raja’, dan At-Taqwa.

a) Al-Qashdu, adalah tidaklah ibadah itu ditujukan melainkan hanya kepada Allah.

b) At-Ta’zhim adalah pengagungan hanya untuk Allah. Dan Al-Mahabbah, adalah

cinta hanya untuk dan karena Allah.

Tauhid Sebagai Landasan Aqidah, Iman dan Islam Page 13

Page 14: Paling Fix

“Dan orang-orang yang beriman lebih dahsyat/hebat cintanya kepada Allah”.

(QS. Al-Baqarah 2:165).

c) Al-Khauf adalah rasa takut/khawatir mendapat kemurkaan dan siksa/adzab

Allah (neraka). Dan Ar-Raja’, adalah berharap mendapat rahmat dan ni’mat dari

Allah (surga). Ayat yang berkenaan dengan berharap ni’mat Allah dan takut

terhadap siksa Allah.

“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam

(mengerjakan) perbuatan-perbuatan baik dan mereka berdoa kepada Kami

dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada

Kami.’ (QS. An-Anbiya’ 21:90)

“Sesungguhnya demikianlah syetan beserta pengikut-pengikutnya menakut-nakuti

(orang-orang beriman). Maka janganlah kalian takut kepada mereka (setan dan

wali-wali syetan), namun takutlah kepada-Ku, jika kalian orang-orang yang

beriman”. (QS. Ali ‘Imran 3:175)

“Maka barangsiapa berharap berjumpa Rabbnya (Allah), hendaklah beramal

dengan amalan Shalih, dan tidak menyekutukan dalam beribadah kepada

Rabbnya (Allah) dengan seseorangpun”. (QS. Al-Kahfi 18:110)

d) At-Taqwa, adalah takut mendapat kemurkaan dan siksa Allah dengan

meninggalkan amalan syirik dan maksiat, ikhlas beribadah kepada Allah,

mengikuti perintah Allah dan Syari’at Allah.

“Maka berbekallah kalian (untuk menjumpai kematian dan alam akhirat), maka

sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah Taqwa”. (QS. Al-Baqarah 2:197)

berkata ‘Abdullah bin Mas’ud عنهرضىالله tentang Taqwa :

“Sesungguhnya kamu beramal ta’at kepada Allah, di atas cahaya (petunjuk) dari

Allah, kamu berharap pahala Allah, dan bahwa kamu meninggalkan

maksiat/durhaka kepada Allah di atas cahaya (petunjuk) dari Allah, kamu takut

(khawatir,cemas) siksa Allah”.

Tauhid Sebagai Landasan Aqidah, Iman dan Islam Page 14

Page 15: Paling Fix

IV. Syarat – Syarat Kalimat Tauhid

Syarat (الشرط ) secara bahasa artinya tanda atau alamat. Secara istilah, makna syarat

adalah sesuatu yang apabila tidak ada menjadikan tidak adanya hukum, namun adanya tidak

mengharuskan pasti adanya hukum.

Wahab bin Munabbih rahimahullah berkata kepada orang yang bertanya kepadanya:

“Bukankah La Ilaha Illallah kunci surga?” Ia menjawab: “Betul. Tetapi, tiada satu kunci-pun

kecuali ia memiliki gigi-gigi, jika kamu membawa kunci yang memiliki gigi-gigi, pasti

engkau dapat membuka pintu, namun jika engkau membawa kunci yang tidak ada gigi-

giginya pasti pintu itu tak akan terbuka.” (HR. Bukhari dalam ta’liq).

Dan gigi-gigi kunci La Ilaha Illallah adalah syarat La Ilaha Illallah. Yaitu sebagai berikut:

1. Al Ilmu

firman Allah ta’ala :

“Maka ketahuilah, [Muhammad] bahwa tidak ada Tuhan selain Allahdan mntalah ampunan

untuk dosamu bagi orang-orang percaya dan wanita yang beriman. Dan Allah mengetahui

gerakanmu dan tempat istirahatmu.” (QS. Muhammad: 19)

Maksudnya kita harus mengetahui betul makna dan segala konsekwensi ketika kita

sudah mengucapkan kalimat “laa ilaha illallah”. Memahami makna kalimat tersebut, baik dari

sisi penafian (peniadaan) maupun dari sisi penetapan. Paham bahwa kita harus menjauhi dan

meningglakan segala macam bentuk sesembahan dan peribatadan kepada selain Allah, bara’

darinya dan para pelakunya dan hanya beribadah kepada Allah semata dalam segala bentuk

ibadah dalam arti yang luas, sebagaimana telah berlalu penjelasan makna ibadah dan sifatnya.

Sehingga tidak terjadi kontradiksi antara amaliyah dan ucapan. Sebagaimana Orang-orang

kafir quraisy jaman dahulu, mereka konsisten dengan kemusyrikannya dan mereka paham

betul makna “laa ilaha illallah”, makanya mereka ketika diseru untuk mengucapkan “laa ilaha

Tauhid Sebagai Landasan Aqidah, Iman dan Islam Page 15

Page 16: Paling Fix

illallah”, mereka tidak mau dan menjawab dengan konsekwensi dari kalimat tersebut. Allah

berfirman:

“Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: “Laa ilaaha illallah”

(Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri, Dan

mereka berkata: “Apakah Sesungguhnya Kami harus meninggalkan sembahan-sembahan

Kami karena seorang penyair gila?” (ash-shaffat :35-36)

Jadi sekedar pengucapan saja tanpa mengetahui maknanya dan segala konsekwesinya adalah

sia-sia dan belum bisa mengantarkan pelakunya ke surga. Rosulullah bersabda:

“Barangsiapa yang meninggal sedangkan dia mengetahui makna La Ilaha Illallah pasti

masuk surga.” (HR. Muslim)

2. Al- Yaqin

Lawan yakin adalah keragu-raguan (syak). Yakin merupakan kekuatan dan

kesempurnaan ilmu. Seorang yang mengatakan kalimat ini haruslah benar-benar meyakini

pengertian dan kandungan kalimat tersebut tanpa adanya keraguan dan kebimbangan

sedikitpun. Karena iman itu butuh keyakinan, tidak cukup dengan prasangka.

Allah berfirman : 

“Sesungguhnya orang orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada

Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta

dan jiwa mereka di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hujurat:

15)

Apabila seseorang ragu-ragu dalam keimanannya, maka termasuklah dia dalam orang-

orang munafik. Allah Ta’ala mengatakan kepada orang-orang munafik tersebut,

“Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak

Tauhid Sebagai Landasan Aqidah, Iman dan Islam Page 16

Page 17: Paling Fix

beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka

selalu bimbang dalam keraguannya.”(QS. At Taubah : 45)

Dalam beberapa hadits, Allah mengatakan bahwa orang yang mengucapkan laa ilaha

illallah akan masuk surga dengan syarat yakin dan tanpa ada keraguan. Dari Abu Hurairah

radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah dan aku adalah utusan

Allah. Tidak ada seorang hamba pun yang bertemu Allah (baca: meninggal dunia) dengan

membawa keduanya dalam keadaan tidak ragu-ragu kecuali Allah akan memasukkannya ke

surga” (HR. Muslim)

Dari Abu Hurairah juga, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah dan aku adalah

utusan Allah. Seorang hamba yang bertemu Allah dengan keduanya dalam keadaan tidak

ragu-ragu, Allah tidak akan menghalanginya untuk masuk surga.” (HR. Muslim)

Supaya orang yang mengucapkannya bisa masuk surga, Rasulullah shallallaahu

‘alaihi wasallam menjadikan syarat agar dalam mengucapkannya tidak ragu terhadapnya dan

hatinya meyakininya dengan penuh.

3.  Al Ikhlas

Lawannya adalah syirik. keikhlasan disini bermakna memurnikan, maka apabila

ibadahnya diberikan pula kepada selain Allah, maka hilanglah keikhlasan dan jatuh ke dalam

kesyirikan. Maka keikhlasan harus meniadakan bentuk amalan kesyirikan, kemunafiqan, riya’

dan sum’ah.

Allah swt berfirman:  “…Maka beribadahlah kepada Allah dengan memurnikan agama

kepada-Nya.”(az-Zumar: 2)

Tauhid Sebagai Landasan Aqidah, Iman dan Islam Page 17

Page 18: Paling Fix

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan ikhlas

(memurnikan) keta’atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus.” (QS. Al

Bayyinah [98] : 5)

Dalam shahih Bukhari, dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi

wasallam bersabda,

“Orang yang paling berbahagia mendapatkan syafaatku pada hari kiamat adalah dia yang

mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah ikhlash  dari hatinya  atau dirinya.”

4. Ash shidqu

Lawannya adalah mendustakan. Seorang yang telah mengucapkan kalimat tauhid, maka

orang tersebut harus membenarkannya di dalam hatinya, di mana hatinya selalu sejalan

dengan lisannya. Tidaklah cukup bagi kita mengucapkan kalimat  الله اال اله saja, namun  ال

ucapan ini juga harus dibarengi dengan adanya pembenaran di dalam hati. Adapun orang

yang hanya menampakkan lahirnya saja dengan mengucapkan kalimat tersebut, akan tetapi

dia tidak membenarkan dalam hatinya, maka dia adalah seorang munafik. Allah Ta’ala

berfirman:

“Mereka yang tetap tinggal dari Badui akan mengatakan kepadamu, "properti kami

dankeluarga kami diduduki kita, sehingga meminta pengampunan bagi kita."

Merekamengucapkan dengan lidahnya apa yang tidak di dalam hati mereka. Katakanlah,

"Lalu siapa yang bisa mencegah Allah sama sekali jika Dia ditujukan untuk Anda

membahayakan atau ditujukan untuk kamu mendapatkan keuntungan? Sebaliknya, yang

pernah adalah Allah, dengan apa yang kamu lakukan, Mengenal.” (QS. Al-Fath: 11)

Begitu juga pada firman-Nya,

“Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: “Kami mengakui, bahwa

sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah”. Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya

Tauhid Sebagai Landasan Aqidah, Iman dan Islam Page 18

Page 19: Paling Fix

kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang

munafik itu benar-benar orang pendusta.” (QS. Al Munafiqun [63] : 1)

Untuk mendapatkan keselamatan dari api neraka tidak hanya cukup dengan

mengucapkan kalimat tauhid tersebut, tetapi juga harus disertai dengan pembenaran

(kejujuran) dalam hati. Maka semata-mata diucapkan tanpa disertai dengan kejujuran dalam

hati, tidaklah bermanfaat.

Lihatlah hadits dari Mu’adz bin Jabal, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Tidaklah seseorang bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali

Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya dengan kejujuran dari dalam hatinya, kecuali

Allah akan mengharamkan neraka baginya.” (HR. Bukhari)

5. Al mahabbah

Yaitu mencintai kalimat ini serta makna yang terkandung di dalamnya  dan apa saja

yang ditunjukkannya, dituntutnya, dan orang-orang yang menggucapkannya, mengamalkan

dan berpegang teguh dengannya, serta membenci semua hal yang bertentangan dengannya.

dan merasa bahagia dengannya. Bahkan cinta merupakan salah satu unsur pokok dalam

ibadah di samping rasa takut dan harap. Barangsiapa mencintai Allah ia akan mencintai

agama-Nya, barangsiapa yang tidak mencintainya maka jangan diharap ia akan mencintai

agama-Nya. Allah ‘Azza wa Jalla  berfirman,

 “Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain

Alloh; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Alloh. (Al Baqoroh: 165)

Dalam ayat ini, Allah mengabarkan bahwa orang-orang mukmin sangat cinta kepada

Allah. Hal ini dikarenakan mereka tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu pun dalam

cinta ibadah. Sedangkan orang-orang musyrik mencintai sesembahan-sesembahan mereka

sebagaimana mereka mencintai Allah. Tanda kecintaan seseorang kepada Allah adalah

mendahulukan kecintaan kepada-Nya walaupun menyelisihi hawa nafsunya dan juga

membenci apa yang dibenci Allah walaupun dia condong padanya. Sebagai bentuk cinta pada

Tauhid Sebagai Landasan Aqidah, Iman dan Islam Page 19

Page 20: Paling Fix

Allah adalah mencintai wali Allah dan Rasul-Nya serta membenci musuhnya, juga mengikuti

Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, mencocoki jalan hidupnya dan menerima petunjuknya.

Dari Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam

bersabda :

“Tiga hal, apabila ketiganya ada pada diri seseorang maka ia akan bisa merasakan

manisnya Iman; Hendaknya Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada selain keduanya,

dia mencintai seseorang hanya karena Allah, dia benci untuk kembali kepada kekufuran

sebagaimana bencinya dicampakkan ke dalam api neraka.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

6.  Al inqiyad (tunduk dan patuh) terhadap tuntutannya.

Yaitu seorang yang mengucapkan laa ilaha illallah haruslah patuh terhadap syari’at

Allah serta tunduk dan berserah diri kepada-Nya. Serta tunduk terhadap konsekwensi

kalimat  ه الل �ال إ �له إ Lawan sikap tunduk adalah al-i’radh (cuek). Artinya, sama sekali tidak .ال

mau melaksanakan konsekwensi kalimat tauhid tersebut.

Allah Ta’ala berfirman,

“Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya

kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan. . .” (QS. Al-Nisa’: 125)

“Dan barang siapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat

kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh.” (QS.

Luqman: 22)

Makna Yuslim Wahjahu: dia menyerahkan diri dan tunduk dengan banyak berbuat

baik dan bertauhid. Sedangkan orang yang tidak menyerahkan diri dan tidak tunduk kepada

Allah, maka dia tidak termasuk berpegang teguh dengan tali yang kuat (Laa Ilaaha Illallaah).

Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam; “Tiada beriman salah seorang kalian

sehingga hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa.” (HR. al Baihaqi)

Tauhid Sebagai Landasan Aqidah, Iman dan Islam Page 20

Page 21: Paling Fix

7. Al Qabul (menerima)

Artinya, menerima dengan sepenuh hati setiap konsekwensi kalimat tauhid. Lawan

dari sikap menerima adalah menolak. Seorang muslim yang mengaku dirinya beriman sudah

seharusnya menerima kalimat ini dengan hati dan lisannya. Karena ada sebagian manusia

yang mengucapkannya dengan mengetahui maknanya tapi ia tidak menerima seruan orang

yang mengajaknya. Hal ini bisa disebabkan karena kesombongan, dengki atau sebab-sebab

yang lain. Maka barangsiapa yang tidak mau menerima kalimat ini, menolaknya, bahkan

menyombongkan diri darinya, maka dia telah kafir. Karena sikap menolak kalimat tauhid ini,

serupa dengan yang terjadi di kalangan kaum kafir Quraisy di mana mereka melawan dan

bersikap sombong serta tidak mau menerima kalimat tauhid tersebut. Allah berfirman:

“Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: “Laa ilaaha illallah”

(Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri, Dan

mereka berkata: “Apakah Sesungguhnya Kami harus meninggalkan sembahan-sembahan

Kami karena seorang penyair gila?” (ash-shaffat :35-36)

“Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang aku bawa dari Allah adalah seperti air hujan lebat

yang turun ke tanah. Di antara tanah itu ada yang subur yang dapat menyimpan air dan

menumbuhkan rerumputan. Juga ada tanah yang tidak bisa menumbuhkan rumput (tanaman),

namun dapat menahan air. Lalu Allah memberikan manfaat kepada manusia (melalui tanah

tadi, pen); mereka bisa meminumnya, memberikan minum (pada hewan ternaknya, pen) dan

bisa memanfaatkannya untuk bercocok tanam. Tanah lainnya yang mendapatkan hujan

adalah tanah kosong, tidak dapat menahan air dan tidak bisa menumbuhkan rumput

(tanaman). Itulah permisalan orang yang memahami agama Allah dan apa yang aku bawa

(petunjuk dan ilmu, pen) bermanfaat baginya yaitu dia belajar dan mengajarkannya. 

Permisalan lainnya adalah permisalah orang yang menolak (petunjuk dan ilmu tadi, pen) dan

tidak menerima petunjuk Allah yang aku bawa.” (HR. Bukhari  dan Muslim)

Tauhid Sebagai Landasan Aqidah, Iman dan Islam Page 21

Page 22: Paling Fix

BAB III

PENUTUP

Tauhid ialah meyakini keesaan Allah dalam Rububiyah, ikhlas beribadah kepada-

Nya, serta menetapkan bagiNya nama-nama dan sifat-sifatnya. Dengan kata lain tauhid itu

ada tiga macam, yaitu tauhid rububiyah, tuhid uluhiyah dan tauhid asma’ was sifat.

Rukun tauhid itu ada dua, yaitu :

1. An-Nafy (pada kalimat: Laa ilaaha), yaitu menafikan segala bentuk sesembahan yang ada.

2. Al-Itsbat (pada kalimat: Illallaah), dan menetapkan penyembahan hanya kepada Allah

‘Azza wa Jalla.

Syarat-syarat tauhid ada 7, yaitu :

1. Al Ilmu

2. Al- Yaqin

3.  Al Ikhlas

4. Ash shidqu

5. Al mahabbah

6.  Al inqiyad

7. Al Qabul

Tauhid Sebagai Landasan Aqidah, Iman dan Islam Page 22

Page 23: Paling Fix

DAFTAR PUSTAKA

Purnama, Yulian. 2011. Makna Tauhid. Online : http://muslim.or.id/aqidah/makna-

tauhid.html , di akses 22 November 2011.

Rais, M. Amien. Cakrawala Islam: Antara Cita dan Fakta, Bandung: Mizan, 1996, hal 13-

17.

Qari, Abu’. 2011. Syarat kalimat tauhid “laa ilaha illallah”. Online :

www.mimbartauhid.wordpress.com, diakses 22November 2011.

Faisalman. 2008. An-Nafyu wal Itsbat. Online : www. faisalman.wordpress.com, di akses 22 November

2011.

Tauhid Sebagai Landasan Aqidah, Iman dan Islam Page 23