makalah fix

130
BAB I SINDROM NEFROTIK 1. Konsep Medis A. Defenisi Sindrom Nefrotik adalah Status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang massif (Donna L. Wong, 2004). Sindrom Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria, hipoproteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema (Suriadi dan Rita Yuliani, 2001). Sindrom nefrotik (SN) merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria massif (lebih dari 50 mg/kgBB/24 jam), hipoalbuminemia (kurang dari 2,5 gram/100 ml) yang disertai atau tidak disertai dengan edema dan hiperkolesterolemia. (Rauf, 2002). Sindrom nefrotik merupakan keadaan klinis yang ditandai dengan proteinuria, hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, dan adanya edema. Kadang-kadang disertai hematuri, hipertensi dan menurunnya kecepatan filtrasi glomerulus Sindrom Nefrotik (SN) adalah suatu keadaan klinik yang disebabkan oleh berbagai kausa, yang ditandai 1

Upload: fitriah-sadiah

Post on 05-Dec-2014

90 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Fix

BAB I

SINDROM NEFROTIK

1. Konsep Medis

A. Defenisi

Sindrom Nefrotik adalah Status klinis yang ditandai dengan peningkatan

permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan

kehilangan protein urinaris yang massif (Donna L. Wong, 2004).

Sindrom Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh

injuri glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria,

hipoproteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema (Suriadi dan Rita

Yuliani, 2001).

Sindrom nefrotik (SN) merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari

proteinuria massif (lebih dari 50 mg/kgBB/24 jam), hipoalbuminemia (kurang

dari 2,5 gram/100 ml) yang disertai atau tidak disertai dengan edema dan

hiperkolesterolemia. (Rauf, 2002).

Sindrom nefrotik merupakan keadaan klinis yang ditandai dengan

proteinuria, hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, dan adanya edema. Kadang-

kadang disertai hematuri, hipertensi dan menurunnya kecepatan filtrasi

glomerulus

Sindrom Nefrotik (SN) adalah suatu keadaan klinik yang disebabkan

oleh berbagai kausa, yang ditandai oleh meningkatnya permeabilitas membran

glomerulus sehingga terjadi proteinuria massif (lebih dari 3,5 g/1,73 m2 luas

permukaan tubuh per hari), hipoalbuminemia(kurang dari 3 g/dl), edema dan

hiperlipidemia.Yang dimaksud proteinuria masif adalah apabila didapatkan

proteinuria sebesar 50-100 mg/kg berat badan/hari atau lebih. Albumin dalam

darah biasanya menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl. Selain gejala-gejala

klinis tersebut, kadang-kadang dijumpai pula hipertensi, hematuri, bahkan

kadang-kadang azotemia.

1

Page 2: Makalah Fix

Berdasarkan pengertian diatas maka penulis dapat mengambil

kesimpulan bahwa Sindrom Nefrotik pada anak merupakan kumpulan gejala

yang terjadi pada anak dengan karakteristik proteinuria massif hipoalbuminemia,

hiperlipidemia yang disertai atau tidak disertai edema dan hiperkolestrolemia.

B. Insiden

Menurut Cecily L Betz, 2002 :

1. Insidens lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan.

2. Mortalitas dan prognosis anak dengan sindrom nefrotik bervariasi

berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi

yang mendasari, dan responnya trerhadap pengobatan

3. Sindrom nefrotik jarang menyerang anak dibawah usia 1 tahun

4. Sindrom nefrotik perubahan minimal (SNPM) menacakup 60 – 90 %

dari semua kasus sindrom nefrotik pada anak

5. Angka mortalitas dari SNPM telah menurun dari 50 % menjadi 5 %

dengan majunya terapi dan pemberian steroid.

6. Bayi dengan sindrom nefrotik tipe finlandia adalah calon untuk

nefrektomi bilateral dan transplantasi ginjal.

C. Anatomi & Fisiologi

1. Ginjal

      Ginjal berbentuk seperti kacang merah dengan panjang 10-12 cm dan

tebal 3,5-5 cm, terletak di ruang belakang selaput perut tubuh (retroperitonium)

sebelah atas. Ginjal kanan terletak lebih ke bawah dibandingkan ginjal kiri.

Ginjal (Gb-2) dibungkus oleh simpai jaringan fibrosa yang tipis. Pada

sisi medial terdapat cekungan, dikenal sebagai hilus, yang merupakan tempat

keluar masuk pembuluh darah dan keluarnya ureter. Bagian ureter atas melebar

dan mengisi hilus ginjal, dikenal sebagai piala ginjal (pelvis renalis). Pelvis

renalis akan terbagi lagi menjadi mangkuk besar dan kecil yang disebut kaliks

mayor (2 buah) dan kaliks minor (8-12 buah). Setiap kaliks minor meliputi

tonjolan jaringan ginjal berbentuk kerucut yang disebut papila ginjal. Pada

potongan vertikal ginjal tampak bahwa tiap papila merupakan puncak daerah

2

Page 3: Makalah Fix

piramid yang meluas dari hilus menuju ke kapsula. Pada papila ini bermuara 10-

25 buah duktus koligens. Satu piramid dengan bagian korteks yang

melingkupinya dianggap sebagai satulobus ginjal.

Secara histologi ginjal

terbungkus dalam kapsul

atau simpai jaringan

lemak dan simpai

jaringan ikat kolagen.

Organ ini terdiri atas

bagian korteks dan

medula yang satu sama

lain tidak dibatasi oleh

jaringan pembatas

khusus, ada bagian medula yang masuk ke korteks dan ada bagian korteks yang masuk

ke medula. Bangunan-bangunan  (Gb-3) yang terdapat pada korteks dan medula ginjal

adalah

a. Korteks ginjal terdiri atas beberapa bangunan yaitu

1) Korpus Malphigi terdiri atas kapsula Bowman (bangunan berbentuk cangkir)

dan glomerulus (jumbai /gulungan kapiler).

2) Bagian sistim tubulus yaitu tubulus kontortus proksimalis dan tubulus

kontortus distal.

b. Medula ginjal terdiri atas beberapa bangunan yang merupakan bagian sistim

tubulus

      yaitu pars descendens dan descendens ansa Henle, bagian tipis ansa Henle,

duktus 

      ekskretorius (duktus koligens) dan duktus papilaris Bellini. 

3

Page 4: Makalah Fix

2. Korpus Malphigi

      Korpus Malphigi terdiri atas 2 macam bangunan yaitu kapsul

Bowman dan glomerulus. Kapsul Bowman sebenarnya merupakan pelebaran

ujung proksimal saluran keluar ginjal (nefron) yang dibatasi epitel. Bagian ini

diinvaginasi oleh jumbai kapiler (glomerulus) sampai mendapatkan bentuk seperti

cangkir yang berdinding ganda. Dinding sebelah luar disebut lapis parietal (pars

parietal) sedangkan dinding dalam disebut lapis viseral (pars viseralis) yang

melekat erat pada jumbai glomerulus (Gb-4 dan 5). Ruang diantara ke dua lapisan

ini sebut ruang Bowman yang berisi cairan ultrafiltrasi. Dari ruang ini cairan ultra

filtrasi akan masuk ke dalam tubulus kontortus proksimal.

       Glomerulus merupakan bangunan yang berbentuk khas, bundar dengan warna

yang lebih tua daripada sekitarnya karena sel-selnya tersusun lebih padat. Glomerulus

merupakan gulungan pembuluh kapiler. Glomerulus ini akan diliputi oleh epitel pars

viseralis kapsul Bowman. Di sebelah luar terdapat ruang Bowman yang akan

menampung cairan ultra filtrasi dan meneruskannya ke tubulus kontortus proksimal.

Ruang ini dibungkus oleh epitel pars parietal kapsul Bowman.

   Kapsul Bowman lapis parietal (Gb-5) pada satu kutub bertautan dengan tubulus

kontortus proksimal yang membentuk kutub tubular, sedangkan pada kutub yang

berlawanan bertautan dengan arteriol yang masuk dan keluar dari glomerulus. Kutub ini

disebut kutub vaskular. Arteriol yang masuk disebut vasa aferenyang kemudian

bercabang-cabang lagi menjadi sejumlah kapiler yang bergelung-gelung membentuk

kapiler. Pembuluh kapiler ini diliputi oleh sel-sel khusus yang disebut sel podosit yang

merupakan simpai Bowman lapis viseral. Sel podosit ini dapat dilihat dengan

mikroskop elektron. Kapiler-kapiler ini kemudian bergabung lagi membentuk

4

Page 5: Makalah Fix

arteriol yang selanjutnya keluar dari glomerulus dan disebut vasa eferen, yang

berupa sebuah arteriol.

3. Apartus Yuksta-Glomerular

      Sel-sel otot polos dinding vasa aferent di dekat glomerulus berubah

sifatnya menjadi sel epiteloid. Sel-sel ini tampak terang dan di dalam

sitoplasmanya terdapat granula yang mengandung ensim renin, suatu ensim yang

diperlukan dalam mengontrol tekanan darah. Sel-sel ini dikenal sebagai sel yuksta

glomerular. Renin (Gb-7) akan mengubah angiotensinogen (suatu peptida yang

dihasilkan oleh hati) menjadi angiotensin I. Selanjutnya angiotensin I ini akan diubah

menjadiangiotensin II oleh ensim angiotensin converting enzyme (ACE) (dihasilkan

oleh paru). Angiotensin II akan mempengaruhi korteks adrenal (kelenjar anak ginjal)

untuk melepaskan hormon aldosteron. Hormon ini akan meningkatkan reabsorpsi

natrium dan klorida termasuk juga air di tubulus ginjal terutama di tubulus kontortus

distal dan mengakibatkan bertambahnya volume plasma. Angiotensin II juga dapat

bekerja langsung pada sel-sel tubulus ginjal untuk meningkatkan reabsopsi natrium,

klorida dan air. Di samping itu angiotensin II juga bersifat vasokonstriktor yaitu

menyebabkan kontriksinya dinding pembuluh darah.

      Sel-sel yuksta glomerular (Gb-6) di sisi luar akan berhimpitan

dengan sel-sel makula densa, yang merupakan epitel dinding tubulus kontortus distal

yang berjalan berhimpitan dengan kutub vaskular. Pada bagian ini sel dinding tubulus

tersusun lebih padat daripada bagian lain. Sel-sel makula densa ini sensitif terhadap

perubahan konsentrasi ion natrium dalam cairan di tubulus kontortus distal.

Penurunan tekanan darah sistemik akan menyebabkan menurunnya produksi filtrat

glomerulus yang berakibat menurunnya konsentrasi ion natrium di dalam cairan

tubulus kontortus distal. Menurunnya konsentrasi ion natrium dalam cairan tubulus

kontortus distal akan merangsang sel-sel makula densa (berfungsi

sebagai osmoreseptor) untuk memberikan sinyal kepada sel-sel yuksta glomerulus agar

mengeluarkan renin. Sel makula densa dan yuksta glomerular bersama-sama

membentuk aparatus yuksta- glomerular.

       Di antara aparatus yuksta glomerular dan tempat keluarnya vasa eferen

glomerulus terdapat kelompokan sel kecil-kecil yang terang (Gb-6) disebut sel

5

Page 6: Makalah Fix

mesangial ekstraglomerular  atau sel polkisen (bantalan) atau sel lacis. Fungsi

sel-sel ini masih belum jelas, tetapi diduga sel-sel ini berperan dalam mekanisma

umpan balik tubuloglomerular. Perubahan konsentrasi ion natrium pada makula densa

akan memberi sinyal yang secara langsung mengontrol aliran darah glomerular. Sel-sel

mesangial ekstraglomerular di duga berperan dalam penerusan sinyal di makula densa

ke sel-sel yuksta glomerular. Selain itu sel-sel ini menghasilkan hormon eritropoetin,

yaitu suatu hormon yang akan merangsang sintesa sel-sel darah merah (eritrosit)

disumsum tulang.

4. Tubulus Ginjal (Nefron)

a. Tubulus Kontortus Proksimal

     Tubulus kontortus proksimal berjalan berkelok-kelok dan

berakhir sebagai saluran yang lurus di medula ginjal (pars

desendens Ansa Henle). Dindingnya disusun oleh selapis sel kuboid

dengan batas-batas yang sukar dilihat. Inti sel bulat, bundar, biru dan

biasanya terletak agak berjauhan satu sama lain. Sitoplasmanya

bewarna asidofili (kemerahan). Permukaan sel yang menghadap ke

lumen mempunyai paras sikat (brush border). Tubulus ini

terletak di korteks ginjal.Fungsi tubulus kontortus proksimal adalah

mengurangi isi filtrat glomerulus.80-85 persen dengan cara reabsorpsi via

transport dan pompa natrium.Glukosa, asam amino dan protein seperti

bikarbonat, akan diresorpsi.

b. Ansa Henle

      Ansa henle terbagi atas 3 bagian yaitu bagian tebal turun (pars

asendens), bagian tipis (segmen tipis) dan bagian tebal naik (pars

asendens). Segmen tebal turun mempunyai gambaran mirip dengan

tubulus kontortus proksimal, sedangkan segmen tebal naik mempunyai

gambaran mirip tubulus kontortus distal. Segmen tipis ansa henle

mempunyai tampilan mirip pembuluh kapiler darah, tetapi epitelnya

sekalipun hanya terdiri atas selapis sel gepeng, sedikit lebih tebal

sehingga sitoplasmanya lebih jelas terlihat. Selain itu lumennya tampak

6

Page 7: Makalah Fix

kosong. Ansa henle terletak di medula ginjal. Fungsi ansa henle adalah

untuk memekatkan atau mengencerkan urin.

c. Tubulus kontortus distal

      Tubulus kontortus distal berjalan berkelok-kelok. Dindingnya disusun

oleh selapis sel kuboid dengan batas antar sel yang lebih jelas

dibandingkan tubulus kontortus proksimal. Inti sel bundar dan bewarna

biru. Jarak antar inti sel berdekatan. Sitoplasma sel bewarna basofil

(kebiruan) dan permukaan sel yang mengahadap lumen tidak mempunyai

paras sikat. Bagian ini terletak di korteks ginjal. Fungsi bagian ini juga

berperan dalam pemekatan urin. 

d.   Duktus koligen

      Saluran ini terletak di dalam medula dan mempunyai gambaran

mirip tubulus kontortus distal tetapi dinding sel epitelnya jauh lebih jelas,

selnya lebih tinggi dan lebih pucat. Duktus koligen tidak termasuk ke

dalam nefron. Di bagian medula yang lebih ke tengah beberapa duktus

koligen akan bersatu membentuk duktus yang lebih besar yang bermuara

ke apeks papila. Saluran ini  (Gb-10) disebut duktus papilaris (Bellini).

Muara ke permukaan papil sangat besar, banyak dan rapat sehingga papil

tampak seperti sebuah tapisan (area kribrosa). Fungsi duktus koligen

adalah menyalurkan kemih dari nefron ke pelvis ureter dengan sedikit

absorpsi air yang dipengaruhi oleh hormon antidiuretik (ADH).

      Di samping bagian korteks dan medula, pada ginjal ada juga

bagian korteks yang menjorok masuk ke dalam medula membentuk

kolom mengisi celah di antara piramid ginjal yang disebut (Gb-11)

7

Page 8: Makalah Fix

sebagai kolumna renalis Bertini.  Sebaliknya ada juga jaringan medula

yang menjorok masuk ke dalam daerah korteks membentuk berkas-

berkas yang disebut prosessus Ferreini.

5. Sawar Ginjal

      Sawar ginjal

adalah bangunan-

bangunan yang

memisahkan

darah kapiler

glomerulus dari

filtrat dalam rongga Bowman. Sawar ini terdiri atas endotel kapiler bertingkap

glomerulus, lamina basal dan pedikel podosit yang dihubungkan dengan

membran celah (slit membran). Sel podosit adalah sel-sel epitel lapisan viseral

kapsula Bowman. Sel-sel ini telah mengalami perubahan sehingga berbentuk

bintang. Selain badan sel sel-sel ini mempunyai beberapa juluran (prosessus)

mayor (primer) yang meluas dari perikarion dengan cara seperti tentakel seekor

gurita. Sebuah prosessus primer mempunyai beberapa prosessus sekunder yang

kecil atau pedikel. Pedikel podosit yang berdekatan saling berselang-seling

dalam susunan yang rumit dengan sistem celah yang disebut celah filtrasi (Slit

pores) di antara pedikel. Pedikel-pedikel ini berhubungan dengan suatu

membran tipis disebut membran celah (Slit membran). Di bawah membran slit

ini terdapat membran basal sel-sel sel endotel kapiler glomerulus. 

       Guna sawar ginjal ini adalah untuk menyaring molekul-molekul yang boleh

melewati lapisan filtrasi tersebut dan molekul-molekul yang harus dicegah agar

tidak keluar dari tubuh. Molekul-molekul yang dikeluarkan dari tubuh adalah

molekul-molekul yang sudah tidak diperlukan oleh tubuh, sisa-sisa

metabolisma atau zat-zat yang toksik bagi tubuh. Molekul-molekul ini

selanjutnya akan dibuang dalam bentuk urin (air kemih). Proses filtrasi ini

tergantung kepada tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus.

8

Page 9: Makalah Fix

6. Perdarahan Ginjal

      Masing-masing ginjal mendapat cabang langsung dari arta abdominalis

(arteri renalis). Arteri ini bercabang menjadi arteri interlobaris yang berjalan

di antara piramid ginjal. Pada perbatasan korteks dan medula ginjal arteri

interlobaris bercabang menjadi arteri arteri arkuata atau arsiformis yang

meninggalkan pembuluh asalnya hampir tegak lurus menelusuri dasar piramid

medula dan berjalan sejajar dengan permukaan ginjal. Arteri ini kemudian

bercabang-cabang lagi. Cabang-cabang arteri ini berjalan secara radier ke

tepian korteks dan dikenal sebagai arteri interlobularis. Dari arteri

interlobularis ini terdapat banyak cabang-cabang menjadi arteri intralobularis

yang akan berakhir sebagai arteriol glomerular aferen yang mendarahi

glomerulus.

Fungsi ginjal yaitu

1. Membuang bahan sisa terutama senyawaan nitrogen seperti urea dan kreatinin

yang   

2. dihasilkan dari metabolisme makanan oleh tubuh, bahan asing dan produk sisa.

3. Mengatur keseimbangan air dan elektrolit

4. Mengatur keseimbangan asam dan basa.

5. Menghasilkan renin yang berperan dalam pengaturan tekanan darah.

6. Menghasilkan eritropoietin yang mempunyai peran dalam proses pembentukan

eritrosit 

7. di sumsum tulang.

8. Produksi dan ekskresi urin

7. Ureter

      Secara histologik ureter terdiri atas lapisan mukosa, muskularis

dan adventisia. Lapisan mukosa terdiri atas epitel transisional yang

disokong oleh lamina propria. Epitel transisional ini terdiri atas 4-5 lapis sel.

Sel permukaan bervariasi dalam hal bentuk mulai dari kuboid (bila kandung

kemih kosong atau tidak teregang) sampai gepeng (bila kandung kemih

dalam keadaan penuh/teregang). Sel-sel permukaan ini mempunyai batas

9

Page 10: Makalah Fix

konveks (cekung) pada lumen dan dapat berinti dua. Sel-sel permukaan ini

dikenal sebagai sel payung. Lamina propria terdiri atas jaringan fibrosa yang

relatif padat dengan banyak serat elastin. Lumen pada potongan melintang

tampak berbentuk bintang yang disebabkan adanya lipatan mukosa yang

memanjang. Lipatan ini terjadi akibat longgarnya lapis luar lamina propria,

adanya jaringan elastin dan muskularis. Lipatan ini akan menghilang bila

ureter diregangkan.

     Lapisan muskularisnya terdiri atas atas serat otot polos

longitudinal disebelah dalam dan sirkular di sebelah luar (berlawan dengan

susunan otot polos di saluran cerna). Lapisan adventisia atau serosa terdiri

atas lapisan jaringan ikat fibroelsatin.

     Fungsi ureter adalah meneruskan urin yang diproduksi oleh ginjal ke

dalam kandung kemih. Bila ada batu disaluran ini akan menggesek lapisan

mukosa dan merangsang reseptor saraf sensoris sehingga akan timbul rasa

nyeri yang amat sangat dan menyebabkan penderita batu ureter akan

berguling-gulung, keadaan ini dikenal sebagai kolik ureter.

8. Kandung kemih (Gb-15)

      Kandung kemih terdiri atas lapisan mukosa, muskularis dan

serosa/adventisia. Mukosanya dilapisi oleh epitel transisional yang lebih

tebal dibandingkan ureter (terdiri atas 6-8 lapis sel) dengan jaringan ikat

longgar yang membentuk lamina propria dibawahnya. Tunika

muskularisnya terdiri atas berkas-berkas serat otot polos yang tersusun

berlapis-lapis yang arahnya tampak tak membentuk aturan tertentu. Di

antara berkas-berkas

ini terdapat jaringan

ikat longgar. Tunika

adventisianya terdiri

atas jaringan

fibroelastik.

10

Page 11: Makalah Fix

      Fungsi kandung kemih adalah menampung urin yang akan dikeluarkan

kedunia luar melalui uretra.

9. Uretra

       Panjang uretra pria (Gb-16)

antara 15-20 cm dan untuk

keperluan deskriptif terbagi atas 3

bagian yaitu:

1. Pars Prostatika, yaitu

bagian uretra mulai dari

muara uretra pada

kandung kemih

     hingga bagian yan

menembus kelenjar prostat.

Pada bagian ini bermuara 2 saluran yaitu duktus ejakulatorius dan saluran keluar

kelenjar prostat.

2.  Pars membranasea yaitu bagian yang berjalan dari puncak prostat di antara

otot rangka pelvis menembus membran perineal dan berakhir pada bulbus

korpus kavernosus uretra.

3. Pars kavernosa atau spongiosa yaitu bagian uretra yang menembus korpus

kavernosum dan bermuara pada glands penis.

      

Epitel uretra bervariasi dari transisional di uretra pars prostatika, lalu pada

bagian lain berubah menjadi epitel berlapis atau bertingkat silindris dan akhirnya epitel

gepeng berlapis pada ujung uretra pars kavernosa yang melebar yaitu di fosa

navikularis. Terdapat sedikit sel goblet penghasil mukus. Di bawah epitel terdapat

lamina propria terdiri atas jaringan ikat fibro-elastis longgar.

Pada wanita uretra jauh lebih pendek

karena hanya 4 cm panjangnya.

Epitelnya bervarias dari transisional di

11

Page 12: Makalah Fix

dekat muara kandung kemih, lalu berlapis silindris atau bertingkat hingga berlapis

gepeng di bagian ujungnya. Muskularisnya terdiri atas 2 lapisan otot polos tersusun

serupa dengan ureter (aw/2001).

hidrogen

D. Etiologi

Menurut Arif Mansjoer,2000 :488, sebab pasti belum diketahui. Umunya dibagi

menjadi :

1. Sindrom nefrotik bawaan

Diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi fetomaterna.

Faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik primer

oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan

pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling

sering dijumpai pada anak dan termasuk sindrom nefrotik kongenital

yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun.

2. Sindrom nefrotik sekunder

Disebabkan oleh parasit malaria, penyakit kolagen, glomerulonefritis akut,

glomerulonefrits kronik, trombosis vena renalis, bahan kimia (trimetadion,

paradion, penisilamin, garam emas, raksa), amiloidosis, dan lain-lain.

3. Sindrom nefrotik idiopatik (tidak diketahui penyebabnya.

E. klasifikasi

Pada anak kausa SN tidak jelas sehingga disebut sindrom nefrotik idiopatik

(SNI).Dari segi usia, sindrom nefrotik yang menyerang anak dibagi menjadi

sindrom nefrotik infantile dan sindrom nefrotik congenital.

1. Sindrom nefrotik infantil diartikan sebagai sindrom nefrotik yang terjadi

setelah umur 3 bulan sampai 12 bulan

Sindrom nefrotik infantil yang berhubungan dengan sindrom malformasi:

a. Sindrom Denys-Drash (SDD)

b. Sindrom Galloway-Mowat

12

Page 13: Makalah Fix

c. Sindrom Lowe

2. sindrom nefrotik congenital (SNK) adalah sindrom nefrotik yang terjadi

dalam 3 bulan pertama kehidupan yang didasari kelainan genetik.

Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :

1. Sindrom nefrotik primer (Idiopatik)

Dikatakan sindrom nefrotik primer karena sindrom nefrotik ini secara

primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab

lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam sindrom

nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu salah satu jenis

sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun.

Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer

dikelompokkan menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of

Kidney Disease in Children). Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan

melalui pemeriksaan mikroskop cahaya, dan apabila diperlukan, disempurnakan

dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan imunofluoresensi. Tabel di bawah

ini menggambarkan klasifikasi histopatologik sindrom nefrotik pada anak

berdasarkan istilah dan terminologi menurut rekomendasi ISKDC (International

Study of Kidney Diseases in Children)

Klasifikasi Kelainan Glomerulus pada Sindrom Nefrotik Primer :

a. Kelainan minimal (KM)

b. Glomerulosklerosis (GS)

1) Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)

2) Glomerulosklerosis fokal global (GSFG)

c. Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNPMD)

d. Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus eksudatif

e. Glomerulonefritis kresentik (GNK)

f. Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)

1) GNMP tipe I dengan deposit subendotelial

2) GNMP tipe II dengan deposit intramembran

3) GNMP tipe III dengan deposit transmembran/subepitelial

13

Page 14: Makalah Fix

g. Glomerulopati membranosa (GM)

h. Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL)

Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa sindrom

nefrotik tipe kelainan minimal. Pada dewasa prevalensi sindrom nefrotik tipe

kelainan minimal jauh lebih sedikit dibandingkan pada anak-anak.Selain itu,

International Collaboratif Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) juga

telah menyusun klasifikasi histopatologik Sindrom Nefrotik Idiopatik atau

disebut juga SN Primer sebagai berikut:

a) Minimal Change= Sindrom nefrotik minimal (SNKM)

b) Glomeroluklerosis fokal

c) Glomerulonefrit is floriferatif yang dapat bersifat

Difus eksudatif

Fokal

Pembentukan crescent (bulan sabit)

Mesangial

Membranoproliferatif

d) Nefropati membranosa

e) Glomerulonefritis kronik

2. Sindrom Nefrotik Sekunder

Timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat

dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat.

Sindrom Nefrotik menurut terjadinya

a. Sindrom Nefrotik Kongenital

Pertama kali dilaporkan di Finlandia, sehingga disebut juga SN tipe

Finlandia. Kelainan ini diturunkan melalui gen resesif. Biasanya anak lahir

premature (90%), plasenta besar (beratnya kira-kira 40% dari berat

badan).Gejala asfiksia dijumpai pada 75% kasus.Gejala pertama berupa edema,

asites, biasanya tampak pada waktu lahir atau dalam minggu pertama.

14

Page 15: Makalah Fix

Pada pemeriksaan laboratorium dijumpai hipoproteinemia, proteinuria massif

dan hipercolestrolemia.Gejala klinik yang lain berupa kelainan congenital pada

muka seperti hidung kecil, jarak kedua mata lebar, telinga letaknya lebih rendah

dari normal. Prognosis jelek dan meninggal Karenainfeksi sekunder atau

kegagalan ginjal. Salah satu cara untuk menemukan kemungkinan kelainan ini

secara dini adalah pemeriksaan kadar alfa feto protein cairan amnion yang 

biasanya meninggi.

b. Sindrom Nefrotik yang didapat

Termasuk disini sindrom nefrotik primer yang idiopatik dan sekunder

F. Patofisiologi

Menurut Suriadi dan Rita yuliani, 2001 :217 :

1. Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada

hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Lanjutan

dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya

albumin, tekanan osmotik plasma menurun sehingga cairan intravaskuler

berpindah ke dalam interstitial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan

volume cairan intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran

darah ke renal karena hypovolemi.

2. Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi

dengan merangsang produksi renin – angiotensin dan peningkatan sekresi

anti diuretik hormon (ADH) dan sekresi aldosteron yang kemudian terjadi

retensi kalium dan air. Dengan retensi natrium dan air akan menyebabkan

edema.

3. Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari peningkatan

stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin dan

penurunan onkotik plasma

4. Adanya hiper lipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipopprtein

dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein, dan

lemak akan banyak dalam urin (lipiduria)

5. Menurunya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan

oleh karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau defesiensi seng.

15

Page 16: Makalah Fix

phatway

16

Sistem imun menurun

Resiko tinggi infeksi

HipoproteinemiaHipoalbumin

Tekanan onkotik plasma

Hipovolemia Sintesa protein hepas

HiperlipidemiaSekresi ADH Volume plasma

MalnutrisiRetensi natrium renal

Pelepasan renin

Reabsorbsi air dan natrium Gangguan nutrisi

Vasokonstriksi - Gangguan volume cairan lebih dari

kebutuhan

- Kerusakan integritas kulit

Efusi pleura

Sesak

Penatalaksanaan

DietHospitalisasi Tirah baring

KetidakpatuhanKurang Kecemasa

Intoleransi aktivitas

Glomerulus

Permiabilitas glomerulus

Porteinuria masif

Aliran darah ke ginjal

EdemaUsus

Etiologi :- Autoimun- Pembagian secara

umum

Resti gangguan pemeliharaan

kesehatan

Page 17: Makalah Fix

Proteinuria

Proteinuria merupakan kelainan dasar SN.Proteinuri sebagian besar

berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuri glomerular) dan hanya sebagian

kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuri tubular).Perubahan integritas

membrana basalis glomerulus menyebabkan peningkatan permeabilitas

glomerulus terhadap protein plasma dan protein utama yang diekskresikan

dalam urin adalah albumin.

Derajat proteinuri tidak berhubungan langsung dengan keparahan kerusakan

glomerulus. Pasase protein plasma yang lebih besar dari 70 kD melalui

membrana basalis glomerulus normalnya dibatasi oleh charge selective barrier

(suatu polyanionic glycosaminoglycan) dan size selective barrier. Pada nefropati

lesi minimal, proteinuri disebabkan terutama oleh hilangnya charge selectivity

sedangkan pada nefropati membranosa disebabkan terutama oleh hilangnya size

selectivity.

Hipoalbuminemia

Hipoalbuminemi disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan

peningkatan katabolisme albumin di ginjal.Sintesis protein di hati biasanya

meningkat (namun tidak memadai untuk mengganti kehilangan albumin dalam

urin), tetapi mungkin normal atau menurun.

Hiperlipidemi

Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density

lipoprotein (LDL), trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein

(HDL) dapat meningkat, normal atau menurun.Hal ini disebabkan peningkatan

sintesis lipid di hepar dan penurunan katabolisme di perifer (penurunan

pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron dan intermediate density lipoprotein

dari darah).Peningkatan sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan

albumin serum dan penurunan tekanan onkotik.

Lipiduri

Lemak bebas (oval fat bodies) sering ditemukan pada sedimen

urin.Sumber lemak ini berasal dari filtrat lipoprotein melalui membrana basalis

glomerulus yang permeable.

17

Page 18: Makalah Fix

Edema

Dahulu diduga edema disebabkan penurunan tekanan onkotik plasma

akibat hipoalbuminemi dan retensi natrium (teori underfill).Hipovolemi

menyebabkan peningkatan renin, aldosteron, hormon antidiuretik dan

katekolamin plasma serta penurunan atrial natriuretic peptide (ANP).

Pemberian infus albumin akan meningkatkan volume plasma, meningkatkan laju

filtrasi glomerulus dan ekskresi fraksional natrium klorida dan air yang

menyebabkan edema berkurang. Peneliti lain mengemukakan teori overfill.

Bukti adanya ekspansi volume adalah hipertensi dan aktivitas renin plasma yang

rendah serta peningkatan ANP.

Hiperkoagulabilitas

Keadaan ini disebabkan oleh hilangnya antitrombin (AT) III, protein S,

C dan plasminogen activating factor dalam urin dan meningkatnya faktor V,

VII, VIII, X, trombosit, fibrinogen, peningkatan agregasi trombosit, perubahan

fungsi sel endotel serta menurunnya faktor zimogen (faktor IX, XI)

Kerentanan terhadap infeksi

Penurunan kadar imunoglobulin Ig G dan Ig A karena kehilangan lewat

ginjal, penurunan sintesis dan peningkatan katabolisme menyebabkan

peningkatan kerentanan terhadap infeksi bakteri berkapsul seperti Streptococcus

pneumonia, Klebsiella, Haemophilus. Pada SN juga terjadi gangguan imunitas

yang diperantarai sel T. Sering terjadi bronkopneumoni dan peritonitis.

G. Manifestasi Klinis

Menurut Betz, Cecily L.2002 : 335 Manifestasi utama sindrom nefrotik

adalah edema. Edema biasanya bervariasi dari bentuk ringan sampai berat

(anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan (pitting), dan

umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital) dan berlanjut ke abdomen

daerah genitalia dan ekstermitas bawah.

1. Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa

2. Pucat

3. Hematuri

18

Page 19: Makalah Fix

4. Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.

5. Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan

umumnya terjadi.

6. Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang)

H. Penatalaksanaan

1. Istirahat sampai edema tinggal sedikit

2. Diet protein 3 – 4 gram/kg BB/hari

3. Diuretikum : furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema

dan respon pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan

hididroklortiazid (25 – 50 mg/helama pengobatan diuretik perlu dipantau

kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan cairan

intravaskuler berat.

4. Kortikosteroid : Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60

mg/hari luas permukaan badan (1bp) dengan maksimum 80 mg/hari.

Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan

dosis 40 mg/hari/1bp, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis

maksimum 60 mg/hari. Bila terdapat respon selama pengobatan, maka

pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu

5. Antibiotika bila ada infeksi

6. Digitalis bila ada gagal jantung.

I. Pemeriksaan Penunjang

Menurut  Betz, Cecily L, 2002 : 335 :

1. Uji urine

a. Protein urin – meningkat

b. Urinalisis – cast hialin dan granular, hematuria

c. Dipstick urin – positif untuk protein dan darah

d. Berat jenis urin – meningkat

2. Uji darah

a. Albumin serum – menurun

b. Kolesterol serum – meningkat

19

Page 20: Makalah Fix

c. Hemoglobin dan hematokrit – meningkat (hemokonsetrasi)

d. Laju endap darah (LED) – meningkat

e. Elektrolit serum – bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan.

3. Uji diagnostik

Biopsi ginjal merupakan uji diagnostik yang tidak dilakukan secara rutin

J. Komplikasi

Menurut Rauf, .2002 : .27-28 :

1. Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat

hipoalbuminemia.

2. Shock : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gram/100ml) yang

menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan shock.

3. Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga

terjadi peninggian fibrinogen plasma.

4. Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal.

20

Page 21: Makalah Fix

2.KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Identitas.

Umumnya 90 % dijumpai pada kasus anak. Enam (6) kasus pertahun setiap

100.000 anak terjadi pada  usia kurang dari 14 tahun. Rasio laki-laki dan

perempuan yaitu 2 : 1. Pada daerah endemik malaria banyak mengalami

komplikasi sindrom nefrotik.

2. Riwayat Kesehatan.

a. Keluhan utama.

Badan bengkak, muka sembab dan napsu makan menurun

b. Riwayat penyakit dahulu.

Edema masa neonatus, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar bahan

kimia.

c. Riwayat penyakit sekarang

Badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu makan

menurun, konstipasi, diare, urine menurun.

3. Riwayat Kesehatan Keluarga.

Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat ditangani

dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua

tahun setelah kelahiran.

4. Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Tidak ada hubungan.

5. Riwayat kesehatan lingkungan.

Endemik malaria sering terjadi kasus NS.

6. Imunisasi.

Tidak ada hubungan.

7. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan.

a. Berat badan = umur (tahun) X 2 + 8

b. Tinggi badan = 2 kali tinggi badan lahir.

c. Perkembangan psikoseksual : anak berada pada fase oedipal/falik dengan

ciri meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah

21

Page 22: Makalah Fix

erogennya, senang bermain dengan anak berjenis kelamin beda, oedipus

kompleks untuk anak laki-laki lebih dekat dengan ibu, elektra kompleks

untuk anak perempuan lebih dekat dengan ayah.

d. Perkembangan psikososial : anak berada pada fase pre school (inisiative

vs rasa bersalah) yaitu memiliki inisiatif untuk belajar mencari

pengalaman baru. Jika usahanya diomeli atau dicela anak akan merasa

bersalah dan menjadi anak peragu.

e. Perkembangan kognitif : masuk tahap pre operasional yaitu mulai

mempresentasekan dunia dengan bahasa, bermain dan meniru,

menggunakan alat-alat sederhana.

f. Perkembangan fisik dan mental : melompat, menari, menggambar orang

dengan kepala, lengan dan badan, segiempat, segitiga, menghitung jari-

jarinya, menyebut hari dalam seminggu, protes bila dilarang, mengenal

empat warna, membedakan besar dan kecil, meniru aktivitas orang

dewasa.

g. Respon hospitalisasi : sedih, perasaan berduka, gangguan tidur,

kecemasan, keterbatasan dalam bermain, rewel, gelisah, regresi, perasaan

berpisah dari orang tua, teman.

8. Riwayat Nutrisi.

Usia pre school nutrisi seperti makanan yang dihidangkan dalam keluarga.

Status gizinya adalah dihitung dengan rumus (BB terukur dibagi BB standar)

X 100 %, dengan interpretasi : < 60 % (gizi buruk), < 30 % (gizi sedang) dan

> 80 % (gizi baik).

9. Pengkajian Persistem.

a. Sistem pernapasan.

Frekuensi pernapasan 15 – 32 X/menit, rata-rata 18 X/menit, efusi pleura

karena distensi abdomen

b. Sistem kardiovaskuler.

Nadi 70 – 110 X/mnt, tekanan darah 95/65 – 100/60

mmHg, hipertensi ringan bisa dijumpai.

c. Sistem persarafan

Dalam batas normal.

22

Page 23: Makalah Fix

d. Sistem perkemihan.

Urine/24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria, oliguri.

e. Sistem pencernaan.

Diare, napsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri daerah

perut, malnutrisi berat, hernia umbilikalis, prolaps anii.

f. Sistem muskuloskeletal.

Dalam batas normal.

g. Sistem integumen.

Edema periorbital, ascites.

h. Sistem endokrin

Dalam batas normal

i. Sistem reproduksi

Dalam batas normal.

j. Persepsi orang tua

Kecemasan orang tua terhadap kondisi anaknya.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder

terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus.

2. Perubahan nutrisi kuruang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi

sekunder terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu makan.

3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun.

4. Kecemasan anak berhubungan dengan lingkungan perawatan yang asing

(dampak hospitalisasi).

5. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita

penyakit serius.

6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan.

7. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan

8. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema,

penurunan pertahanan tubuh.

9. Resiko tinggi kekurangan volume cairan (intravaskuler) berhubungan

dengan kehilangan protein dan cairan, edema.

23

Page 24: Makalah Fix

C. Intervensi Keperawatan

N

o

Diagnosa

Keperawatan

Tujuan &

Kriteria Hasil

Intervensi Rasional

1 Kelebihan

volume cairan

berhubungan

dengan

kehilangan

protein

sekunder

terhadap

peningkatan

permiabilitas

glomerulus.

Tujuan :

Pasien tidak

menunjukkan

bukti-bukti

akumulasi cairan

(pasien

mendapatkan

volume cairan

yang tepat)

Kriteria hasil:

1. Penurunan

edema, ascites

2. Kadar protein

darah

meningkat

3. Output urine

adekuat 600 –

700 ml/hari

4. Tekanan

darah dan

nadi dalam

batas normal.

Mandiri :

1. Kaji masukan yang

relatif terhadap

keluaran secara

akurat.

2. Timbang berat

badan setiap hari

(ataui lebih sering

jika diindikasikan).

3. Kaji perubahan

edema : ukur

lingkar abdomen

pada umbilicus

serta pantau edema

sekitar mata.

4. Atur masukan

cairan dengan

cermat.

5. Pantau infus intra

vena

Kolaborasi :

1. Berikan

1. Perlu untuk

menentukan fungsi

ginjal, kebutuhan

penggantian cairan

dan penurunan

resiko kelebihan

cairan.

2. Mengkaji retensi

cairan. Untuk

mengkaji ascites

dan karena

merupakan sisi

umum edema.

3. Agar tidak

mendapatkan lebih

dari jumlah yang

dibutuhkan

4. Untuk

mempertahankan

masukan yang

diresepkan

5. Untuk menurunkan

ekskresi

24

Page 25: Makalah Fix

kortikosteroid

sesuai

ketentuan.

2. Berikan diuretik

bila

diinstruksikan.

proteinuria

1. Untuk memberikan

penghilangan

sementara dari

edema.

2 Perubahan

nutrisi

kuruang dari

kebutuhan

berhubungan

dengan

malnutrisi

sekunder

terhadap

kehilangan

protein dan

penurunan

napsu makan.

Tujuan :

Kebutuhan nutrisi

akan terpenuhi

Kriteria Hasil :

1. Nafsu

makan baik

2. Tidak

terjadi

hipoprtoein

emia

3. Porsi

makan yang

dihidangka

n

dihabiskan.

4. Edema dan

ascites tidak

ada.

Mandiri :

1. Catat intake dan

output makanan

secara akurat

2. Kaji adanya

anoreksia,

hipoproteinemia,

diare.

3. Pastikan anak

mendapat

makanan dengan

diet yang cukup.

4. Beri diet yang

bergizi

5. Batasi natrium

selama edema

dan trerapi

kortikosteroid

Ø  

1. Monitoring asupan

nutrisi bagi tubuh

2. Gangguan nuirisi

dapat terjadi secara

perlahan. Diare seb

agai reaksi edema

intestinal

3. Mencegah status

nutrisi menjadi

lebih buruk.

4. Membantu

pemenuhan nutrisi

anak dan

meningkatkan

daya tahan tubuh

anak

5. Asupan natrium

dapat memperberat

edema usus yang

25

Page 26: Makalah Fix

6. Beri lingkungan

yang

menyenangkan,

bersih, dan

rileks pada saat

makan

7. Beri makanan

dalam porsi

sedikit pada

awalnya

8. Beri makanan

spesial dan

disukai anak

9. Beri makanan

dengan cara

yang menarik

menyebabkan

hilangnya nafsu

makan anak

6. Agar anak lebih

mungkin untuk

makan

7. untuk merangsang

nafsu makan anak

8. untuk mendorong

agar anak mau

makan

9. untuk

menrangsang

nafsu makan anak

3 Resiko tinggi

infeksi

berhubungan

dengan

imunitas

tubuh yang

menurun.

Tujuan :

Tidak terjadi

infeksi

Kriteria hasil :

1. Tanda-tanda

infeksi tidak

ada

2. Tanda

vital dalam

batas normal

Mandiri :

1. Lindungi anak

dari orang-orang

yang terkena

infeksi melalui

pembatasan

pengunjung.

2. Tempatkan anak

di ruangan non

infeksi.

3. Cuci tangan

Ø  

1. Meminimalkan

masuknya

organisme.

2. Mencegah

terjadinya infeksi

26

Page 27: Makalah Fix

3. Ada

perubahan

perilaku

keluarga

dalam

melakukan

perawatan.

sebelum dan

sesudah

tindakan.

4. Lakukan

tindakan invasif

secara aseptik

5. Gunakan teknik

mencuci tangan

yang baik

6. Jaga agar anak

tetap hangat dan

kering

7. Pantau suhu.

8. Ajari orang tua

tentang tanda

dan gejala

infeksi

nosokomial

.

3. Mencegah

terjadinya infeksi

nosokomial

.

4. Membatasi

masuknya bakteri

ke dalam tubuh.

Deteksi dini

adanya infeksi

dapat mencegah

sepsis.

5. Untuk

meminimalkan

pajanan pada

organisme infektif

6. Untuk memutus

mata rantai

penyebaran infeksi

Karena kerentanan

terhadap infeksi

pernafasan

7. Indikasi awal

adanya tanda

infeksi

8. Memberi

pengetahuan dasar

tentang tanda dan

gejala infeksi

4 Kecemasan Tujuan : 1. Validasi 1. Perasaan adalah

27

Page 28: Makalah Fix

anak

berhubungan

dengan

lingkungan

perawatan

yang asing

(dampak

hospitalisasi).

Kecemasan anak

menurun atau

hilang

Kriteria hasil :

1 Kooperatif

pada tindakan

keperawatan

2 Komunikatif

pada perawat

Secara verbal

mengatakan

tidak takur.

perasaan takut

atau cemas.

2. Pertahankan

kontak dengan

klien.

3. Upayakan ada

keluarga yang

menunggu

4. Anjurkan orang

tua untuk

membawakan

mainan atau foto

keluarga

nyata dan

membantu pasien

untuk tebuka

sehingga dapat

menghadapinya.

2. Memantapkan

hubungan,

meningkatan 

ekspresi perasaan.

3. Dukungan yang

terus menerus

mengurangi

ketakutan atau

kecemasan yang

dihadapi.

4. Meminimalkan

dampak

hospitalisasi

terpisah dari

anggota keluarga.

5 Perubahan

proses

keluarga

berhubungan

dengan anak

yang

menderita

penyakit

serius.

Tujuan :

Pasien (keluarga)

mendapat

dukungan yang

adekuat

Kriteria hasil :

1. Kenali masalah

keluarga dan

kebutuhan akan

informasi,

dukungan

2. Kaji

pemahaman

keluarga tentang

diagnosa dan

rencana

perawatan

1. Mengidentifikasi

kebuutuhan yang

dibutuhkan

keluarga

2. Keluarga akan

beradaptasi

terhadap segala

tindakan

keperawatan yang

dilakukan

28

Page 29: Makalah Fix

3. Tekankan dan

jelaskan

profesional

kesehatan

tentang kondisi

anak, prosedur

dan terapi yang

dianjurkan, serta

prognosanya

4. Gunakan setiap

kesempatan

untuk

meningkatkan

pemahaman

keluarga

Keluarga

tentang penyakit

dan terapinya

5. Ulangi

informasi

sesering

mungkin

6.  Bantu keluarga

mengintrepetasi

kan perilaku

anak serta

responnya

3. Agar keluarga juga

mengetahui

masalah kesehatan

anaknya

4. Mengoptimalisasi

pendidikan

kesehatan terhadap

5. Untuk

memfasilitasi

pemahaman

6. Keluarga dapat

mengidentifikasi

perilaku anak

sebagai orang yang

terdekat dengan

anak

7. Mempermantap

29

Page 30: Makalah Fix

7. Jangan tampak

terburu-buru,

bila waktunya

tidak tepat

rencana yang telah

disusun

sebelumnya

6 Intoleransi

aktifitas

berhubungan

dengan

kelemahan.

Tujuan :

Anak dapat

melakukan

aktifitas sesuai

dengan

kemampuan dan

mendapatkan

istirahat dan tidur

yang adekuat

Kriteria hasil :

1. Pertahankan

tirah baring

awal bila terjadi

edema hebat

2. Seimbangkan

istirahat dan

aktifitas bila

ambulasi

3. Rencanakan dan

berikan aktivitas

tenang

4. Instruksikan

istirahat bila

anak mulai

merasa lelah

5. Berikan periode

istirahat tanpa

gangguan

1. Tirah baring yang

sesuai gaya

gravitasi dapat

menurunkan

edema

2. Ambulasi

menyebabkan

kelelahan

3. aktivitas yang

tenang

mengurangi

penggunaan energi

yang dapat

menyebabkan

kelelahan

4. Mengadekuatkan

fase istirahat anak

5. anak dapat

menikmati masa

istirahatnya

30

Page 31: Makalah Fix

7 Gangguan

citra tubuh

berhubungan

dengan

perubahan

penampilan

Tujuan :

Agar dapat

mengespresikan

perasaan dan

masalah dengan

mengikutin

aktivitas yang

sesuai dengan

minat dan

kemampuan anak.

Kriteria hasil :

1. Gali masalah

dan perasaan

mengenai

penampilan

2. Tunjukkan

aspek positif

dari penampilan

dan bukti

penurunan

edema

3. Dorong

sosialisasi

dengan individu

tanpa infeksi

aktif

4. Beri umpan

balik posisitf

1. Untuk

memudahkan

koping

2. Meningkatkan

harga diri klien

dan mendorong

penerimaan

terhadap

kondisinya

3. Agar anak tidak

merasa sendirian

dan terisolasi

4. Agar anak merasa

diterima

8 Resiko tinggi

kerusakan

integritas

kulit

berhubungan

dengan

edema,

penurunan

pertahanan

tubuh.

Tujuan :

Kulit anak tidak

menunjukkan

adanya kerusakan

integritas :

kemerahan atau

iritasi

Kriteria hasil:

Mandiri :

1. Berikan

perawatan kulit

2. Hindari pakaian

ketat

3. Bersihkan dan

bedaki

1. Memberikan

kenyamanan pada

anak dan

mencegah

kerusakan kulit

2. Dapat

mengakibatkan

area yang

menonjol tertekan

3. Untuk mencegah

terjadinya iritasi

31

Page 32: Makalah Fix

permukaan kulit

beberapa kali

sehari

4. Topang organ

edema, seperti

skrotum

5. Ubah posisi

dengan sering ;

pertahankan

kesejajaran

tubuh dengan

baik

6. Gunakan

penghilang

tekanan atau

matras atau

tempat tidur

penurun tekanan

sesuai

kebutuhan

pada kulit karena

gesekan dengan

alat tenun

4. Untuk

menghilangkan

aea tekanan

5. Karena anak

dengan edema

massif selalu

letargis, mudah

lelah dan diam

saja

6. untuk mencegah

terjadinya ulkus

9 Resiko tinggi

kekurangan

volume cairan

(intravaskuler

)

berhubungan

dengan

kehilangan

protein dan

cairan,

edema.

Tujuan :

Klien tidak

menunjukkan

kehilangan cairan

intravaskuler atau

shock

hipovolemik yang

diyunjukkan

pasien minimum

atau tidak ada

Kriteria hasil :

Mandiri :

1. Pantau tanda

vital

2. Kaji kualitas

dan frekwensi

nadi

3. Ukur tekanan

darah

4. Laporkan

adanya

penyimpangan

dari normal

1. Untuk mendeteksi

bukti fisik

penipisan cairan

2. Untuk tanda shock

hipovolemik

3. Untuk mendeteksi

shock hipovolemik

4. Agar pengobatan

segera dapat

dilakukan

32

Page 33: Makalah Fix

3.Askep Kasus

DATA FOKUS

DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF

1. Ibu klien mengatakan bagaian

mata dan pergelanagan kaki

anaknya bengkak dan sembap

pada pagi hari dan hilang pada

siang harai.

2. Ibu klien mengatakan bahwa

anaknya jarang BAK dan urin

berwarna merah.

3. Ibu klien mengatakan terkadang

anaknya sesak napas.

4. Ibu klien mengatakan anaknya

mengeluh sakit pada perut kanan

bagian atas.

5. Ibu klien menagatakan anaknya

merasa mual sehingga tidak nafsu

makan.

6. Ibu klien mengatakan anaknya

1. Pemeriksaan fisik

a. Abdomen membesar asites

shifting dulness (+)

b. Facemoon

c. Edema tungkai (+) 3

2. TTV

a. TD : 110/90 mmHg

b. HR : 62x/mnt

c. RR : 30x/mnt

3. Bunyi nafas : Ronchi (+)

4. Hasil Rontgen : Edema Paru dan

Kardiomegali.

5. Hasil Laboratorium :

a. HB : 11 gr/dl

b. Albumin : 2,8 gr/dl

c. Urin terdapat Proteinuria >40

mg/m2/jam, Hematuria (+)

33

Page 34: Makalah Fix

mudah lelah. d. LDL : 110 mg/dl

e. HDL : 50 mg/dl

f. Trigliserida : 210 U30

ANALISA DATA

NO DATA MASALAH ETIOGI

1

2

DS :

1. Ibu klien mengatakan

terkadang anaknya sesak

napas.

2. Ibu klien mengatakan

anaknya mudah lelah.

DO :

1. TTV

a. TD : 110/90 mmHg

b. HR : 62x/mnt

c. RR : 30x/mnt

2. Bunyi nafas : Ronchi (+)

3. Hasil Rontgen : Edema Paru

dan Kardiomegali.

DS :

1. Ibu klien mengatakan bagaian

Gangguan Pola

napas

Gangguan

Edema paru

Kelebihan protein

34

Page 35: Makalah Fix

3

4

mata dan pergelanagan kaki

anaknya bengkak dan sembap

pada pagi hari dan hilang

pada siang hari.

2. Ibu klien mengatakan bahwa

anaknya jarang BAB dan urin

berwarna merah.

DO :

1. Pemeriksaan fisik

a. Abdomen membesar

asites shifting dulness (+)

DS :

1. Ibu klien mengatakan bahwa

anaknya jarang BAK dan urin

berwarna merah.

DO :

1. Hasil Laboratorium :

a. HB : 11 gr/dl

b. Albumin : 2,8 gr/dl

c. Urin terdapat

Proteinuria >40

mg/m2/jam, Hematuria

(+)

d. LDL : 110 mg/dl

e. HDL : 50 mg/dl

f. Trigliserida : 210 U30

DS :

1. Ibu klien menagatakan

anaknya merasa mual

sehingga tidak nafsu makan.

keseimbanagan

volume cairan

Infeksi

Nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh

sekunder terhadap

peningkatan

permeabilitas

glomerulus edema

tungkai paru

Adanya hematuria

dan Proteinuria

Intake tidak

adekuat

35

Page 36: Makalah Fix

2. Ibu klien mengatakan

anaknya mudah lelah.

DO :

2. Hasil Laboratorium :

a. HB : 11 gr/dl

b. Albumin : 2,8 gr/dl

c. Urin terdapat

Proteinuria >40

mg/m2/jam, Hematuria

(+)

d. LDL : 110 mg/dl

e. HDL : 50 mg/dl

f. Trigliserida : 210 U30

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan Pola Napas Berhubungan dengan Edema Paru.

2. Gangguan Keseimbangan Vol. Cairan Berhubungan Dengan Kelebihan

Protein sekunder terhadap peningkatan permeabilitas glomerulus, edema

tungkai paru

3. Infeksi berhubungan dengan adanya hematuria dan proteinuria

4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak

adekuat.

Intervensi :

1. Gangguan pola napas berhubungan dengan edema paru

Tujuan: Pola nafas adekuat

KH: frekuensi dan kedalaman nafas dalam batas normal

Intervensi :

36

Page 37: Makalah Fix

1. auskultasi bidang paru

2. pantau adanya gangguan bunyi nafas

3. berikan posisi semi fowler

4. observasi tanda-tanda vital

5. kolaborasi pemberian obat diuretik

2. Gangguan Keseimbangan Vol. Cairan Berhubungan Dengan Kelebihan

Protein sekunder terhadap peningkatan permeabilitas glomerulus, edema

tungkai paru.

Tujuan :

Pasien tidak menunjukkan bukti-bukti akumulasi cairan (pasien mendapatkan

volume cairan yang tepat)

Kriteria hasil:

Penurunan edema, ascites

Kadar protein darah meningkat

Output urine adekuat 600 – 700 ml/hari

Tekanan darah dan nadi dalam batas normal.

Intervensi :

Mandiri :

6. Kaji masukan yang relatif terhadap keluaran secara akurat.

Rasional : Perlu untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan dan

penurunan resiko kelebihan cairan.

7. Timbang berat badan setiap hari (ataui lebih sering jika diindikasikan).

Rasional : Mengkaji retensi cairan. Untuk mengkaji ascites dan karena merupakan

sisi umum edema.

8. Kaji perubahan edema : ukur lingkar abdomen pada umbilicus serta pantau edema

sekitar mata.

Rasional : Agar tidak mendapatkan lebih dari jumlah yang dibutuhkan

9. Atur masukan cairan dengan cermat.

Rasional : Untuk mempertahankan masukan yang diresepkan

10. Pantau infus intra vena

Rasional : Untuk menurunkan ekskresi proteinuria

37

Page 38: Makalah Fix

Kolaborasi :

Berikan kortikosteroid sesuai ketentuan.

Berikan diuretik bila diinstruksikan.

Rasional : Untuk memberikan penghilangan sementara dari edema.

3. Infeksi berhubungan dengan adanya hematuria dan proteinuria

Tujuan : Tidak terjadi infeksi

Kriteria hasil :

Tanda-tanda infeksi tidak ada

Tanda vital dalam batas normal

Ada perubahan perilaku keluarga dalam melakukan perawatan.

Intervensi :

Mandiri :

1. Lindungi anak dari orang-orang yang terkena infeksi melalui pembatasan

pengunjung.

Rasional : Meminimalkan masuknya organisme.

2. Tempatkan anak di ruangan non infeksi.

Rasional : Mencegah terjadinya infeksi nosokomial

3. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan.

Rasional : Mencegah terjadinya infeksi nosokomial

4. Lakukan tindakan invasif secara aseptik

Rasional : Membatasi masuknya bakteri ke dalam tubuh. Deteksi dini adanya

infeksi dapat mencegah sepsis.

5. Gunakan teknik mencuci tangan yang baik

Rasional : Untuk meminimalkan pajanan pada organisme infektif

6. Jaga agar anak tetap hangat dan kering

Rasional : Untuk memutus mata rantai penyebaran infeksi Karena kerentanan

terhadap infeksi pernafasan

7. Pantau suhu.

Rasional : Indikasi awal adanya tanda infeksi

8. Ajari orang tua tentang tanda dan gejala infeksi

38

Page 39: Makalah Fix

Rasional : Memberi pengetahuan dasar tentang tanda dan gejala infeksi

4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak

adekuat

Tujuan : Kebutuhan nutrisi akan terpenuhi

Kriteria Hasil :

Nafsu makan baik

Tidak terjadi hipoprtoeinemia

Porsi makan yang dihidangkan dihabiskan.

Edema dan ascites tidak ada.

Intervensi :

Mandiri :

10. Catat intake dan output makanan secara akurat

Rasional : Monitoring asupan nutrisi bagi tubuh

11. Kaji adanya anoreksia, hipoproteinemia, diare.

Rasional : Gangguan nuirisi dapat terjadi secara perlahan. Diare sebagai

reaksi edema intestinal

12. Pastikan anak mendapat makanan dengan diet yang cukup

Rasional : Mencegah status nutrisi menjadi lebih buruk.

13. Beri diet yang bergizi

Rasional : Membantu pemenuhan nutrisi anak dan meningkatkan daya tahan

tubuh anak

14. Batasi natrium selama edema dan trerapi kortikosteroid

Rasional : Asupan natrium dapat memperberat edema usus yang

menyebabkan hilangnya nafsu makan anak

15. Beri lingkungan yang menyenangkan, bersih, dan rileks pada saat makan

Rasional : Agar anak lebih mungkin untuk makan

16. Beri makanan dalam porsi sedikit pada awalnya

Rasional : untuk merangsang nafsu makan anak

39

Page 40: Makalah Fix

17. Beri makanan spesial dan disukai anak

Rasional : untuk mendorong agar anak mau makan

18. Beri makanan dengan cara yang menarik

Rasional : untuk menrangsang nafsu makan anak

BAB II

INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK) & CYTITIS

1. Konsep dasar infeksi Saluran kemih

A. Definisi

Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinarius Tractus Infection (UTI) adalah suatu

keadaan adanya infasi mikroorganisme pada saluran kemih. (Agus Tessy, 2001)

Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu keadaan adanya infeksi bakteri pada

saluran kemih. (Enggram, Barbara, 1998)

B. Etiologi

1. Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK, antara lain:

a. Escherichia Coli: 90 % penyebab ISK uncomplicated (simple)

b. Pseudomonas, Proteus, Klebsiella : penyebab ISK complicated

c. Enterobacter, staphylococcus epidemidis, enterococci, dan-lain-lain.

2. Prevalensi penyebab ISK pada usia lanjut, antara lain:

a. Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan

kandung kemih yang kurang efektif

b. Mobilitas menurun

c. Nutrisi yang sering kurang baik

d. Sistem imunitas menurun, baik seluler maupun humoral

e. Adanya hambatan pada aliran urin

f. Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat

C. Klasifikasi

40

Page 41: Makalah Fix

Infeksi Saluran Kemih (ISK), dibedakan menjadi:

1. ISK uncomplicated (simple)

ISK sederhana yang terjadi pada penderita dengan saluran kencing tak baik,

anatomic maupun fungsional normal. ISK ini pada usi lanjut terutama

mengenai penderita wanita dan infeksi hanya mengenai mukosa superficial

kandung kemih.

2. ISK complicated

Sering menimbulkan banyak masalah karena sering kali kuman penyebab

sulit diberantas, kuman penyebab sering resisten terhadap beberapa macam

antibiotika, sering terjadi bakterimia, sepsis dan shock. ISK ini terjadi bila

terdapat keadaan-keadaan sebagi berikut:

a. Kelainan abnormal saluran kencing, misalnya batu, reflex vesiko

uretral obstruksi, atoni kandung kemih, paraplegia, kateter kandung

kencing menetap dan prostatitis.

b. Kelainan faal ginjal: GGA maupun GGK.

c. Gangguan daya tahan tubuh

d. Infeksi yang disebabkan karena organisme virulen sperti prosteus spp

yang memproduksi urease.

D. Patofisiologi

Infeksi Saluran Kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme patogenik

dalam traktus urinarius. Mikroorganisme ini masuk melalui : kontak langsung

dari tempat infeksi terdekat, hematogen, limfogen. Ada dua jalur utama

terjadinya ISK, asending dan hematogen. Secara asending yaitu:

1. masuknya mikroorganisme dalm kandung kemih, antara lain: factor

anatomi dimana pada wanita memiliki uretra yang lebih pendek daripada

laki-laki sehingga insiden terjadinya ISK lebih tinggi, factor tekanan

urine saat miksi, kontaminasi fekal, pemasangan alat ke dalam traktus

urinarius (pemeriksaan sistoskopik, pemakaian kateter), adanya

dekubitus yang terinfeksi.

2. Naiknya bakteri dari kandung kemih ke ginjal

41

Page 42: Makalah Fix

Secara hematogen yaitu: sering terjadi pada pasien yang system imunnya rendah

sehingga mempermudah penyebaran infeksi secara hematogen Ada beberapa hal

yang mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal sehingga mempermudah

penyebaran hematogen, yaitu: adanya bendungan total urine yang

mengakibatkan distensi kandung kemih, bendungan intrarenal akibat jaringan

parut, dan lain-lain.

Pada usia lanjut terjadinya ISK ini sering disebabkan karena adanya:

1. Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan

kandung kemih yang tidak lengkap atau kurang efektif.

2. Mobilitas menurun

3. Nutrisi yang sering kurang baik

4. System imunnitas yng menurun

5. Adanya hambatan pada saluran urin

6. Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat.

Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat tersebut mengakibatkan

distensii yang berlebihan sehingga menimbulkan nyeri, keadaan ini

mengakibatkan penurunan resistensi terhadap invasi bakteri dan residu kemih

menjadi media pertumbuhan bakteri yang selanjutnya akan mengakibatkan

gangguan fungsi ginjal sendiri, kemudian keadaan ini secara hematogen

menyebar ke suluruh traktus urinarius. Selain itu, beberapa hal yang menjadi

predisposisi ISK, antara lain: adanya obstruksi aliran kemih proksimal yang

menakibtakan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter yang

disebut sebagai hidronefroses. Penyebab umum obstruksi adalah: jaringan parut

ginjal, batu, neoplasma dan hipertrofi prostate yang sering ditemukan pada laki-

laki diatas usia 60 tahun.

E. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah (sistitis):

a. Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih

b. Spasame pada area kandung kemih dan suprapubis

c. Hematuria

d. Nyeri punggung dapat terjadi

42

Page 43: Makalah Fix

Tanda dan gejala ISK bagian atas (pielonefritis)

a. Demam

b. Menggigil

c. Nyeri panggul dan pinggang

d. Nyeri ketika berkemih

e. Malaise

f. Pusing

g. Mual dan muntah

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Urinalisis

a. Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya

ISK. Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang

pandang besar (LPB) sediment air kemih

b. Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment

air kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis

baik berupa kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.

2. Bakteriologis

a. Mikroskopis

b. Biakan bakteri

3. Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik

4. Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin

dari urin tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter

dianggap sebagai criteria utama adanya infeksi.

5. Metode tes

a. Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes

Griess untuk pengurangan nitrat). Tes esterase lekosit positif: maka

psien mengalami piuria. Tes pengurangan nitrat, Griess positif jika

terdapat bakteri yang mengurangi nitrat urin normal menjadi nitrit.

b. Tes Penyakit Menular Seksual (PMS):

43

Page 44: Makalah Fix

Uretritia akut akibat organisme menular secara seksual (misal,

klamidia trakomatis, neisseria gonorrhoeae, herpes simplek).

c. Tes- tes tambahan:

Urogram intravena (IVU). Pielografi (IVP), msistografi, dan

ultrasonografi juga dapat dilakukan untuk menentukan apakah infeksi

akibat dari abnormalitas traktus urinarius, adanya batu, massa renal

atau abses, hodronerosis atau hiperplasie prostate. Urogram IV atau

evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik dapat

dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang

resisten.

G. Penatalaksanaan

Penanganan Infeksi Saluran Kemih (ISK) yang ideal adalah agens antibacterial

yang secara efektif menghilangkan bakteri dari traktus urinarius dengan efek

minimal terhaap flora fekal dan vagina.

a. Terapi Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut dapat dibedakan

atas:

b. Terapi antibiotika dosis tunggal

c. Terapi antibiotika konvensional: 5-14 hari

d. Terapi antibiotika jangka lama: 4-6 minggu

e. Terapi dosis rendah untuk supresi

Pemakaian antimicrobial jangka panjang menurunkan resiko kekambuhan

infeksi. Jika kekambuhan disebabkan oleh bakteri persisten di awal infeksi,

factor kausatif (mis: batu, abses), jika muncul salah satu, harus segera ditangani.

Setelah penanganan dan sterilisasi urin, terapi preventif dosis rendah.

Penggunaan medikasi yang umum mencakup: sulfisoxazole (gastrisin),

trimethoprim/sulfamethoxazole (TMP/SMZ, bactrim, septra), kadang ampicillin

atau amoksisilin digunakan, tetapi E. Coli telah resisten terhadap bakteri ini.

Pyridium, suatu analgesic urinarius jug adapt digunakan untuk mengurangi

ketidaknyamanan akibat infeksi.

Pemakaian obat pada usia lanjut perlu dipikirkan kemungkina adanya:

a. Gangguan absorbsi dalam alat pencernaan

44

Page 45: Makalah Fix

b. Interansi obat

c. Efek samping obat

d. Gangguan akumulasi obat terutama obat-obat yang ekskresinya melalui

ginjal

Pada ISK yang tidak memberikan gejala klinis tidak perlu pemberian terapi,

namun bila sudah terjadi keluhan harus segera dapat diberikan

antibiotika. Antibiotika yang diberikan berdasarkan atas kultur kuman dan tes

kepekaan antibiotika.

Banyak obat-obat antimikroba sistemik diekskresikan dalam konsentrasi tinggi

ke dalam urin. Karena itu dosis yang jauh dibawah dosis yang diperlukan untuk

mendapatkan efek sistemik dapat menjadi dosis terapi bagi infeksi saluran

kemih. Bermacam cara pengobatan yang dilakukan pada pasien ISK, antara lain:

a. pengobatan dosis tunggal

b. pengobatan jangka pendek (10-14 hari)

c. pengobatan jangka panjang (4-6 minggu)

d. pengobatan profilaksis dosis rendah

e. pengobatan supresif (1)

Prinsip umum penatalaksanaan ISK adalah :

a. eradikasi bakteri penyebab dengan menggunakan antibiotik yang sesuai,

dan

b. mengkoreksi kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi

Tujuan penatalaksanaan ISK adalah mencegah dan menghilangkan

gejala, mencegah dan mengobati bakteriemia dan bakteriuria, mencegah dan

mengurangi risiko kerusakan ginjal yang mungkin timbul dengan pemberian

obat-obatan yang sensitif, murah, aman dengan efek samping yang minimal.

Oleh karena itu, pola pengobatan ISK harus sesuai dengan bentuk ISK, keadaan

anatomi saluran kemih, serta faktor-faktor penyerta lainnya.

Pemilihan antibiotik sangat dipengaruhi oleh bentuk resistensi lokal

suatu daerah. Amoksisilin secara tradisional merupakan antibiotik lini pertama

untuk ISK pada anak-anak. Namun, peningkatan angka resistensi  E.coliterhadap

antibiotik ini menjadikan angka kegagalan kesembuhan ISK  yang diterapi

dengan antibiotik ini menjadi tinggi3. Uji sensitivitas antibiotik menjadi pilihan

45

Page 46: Makalah Fix

utama dalam penentuan antibiotik yang dipergunakan. Antibiotik yang sering

dipergunakan untuk terapi ISK, yaitu:

a. Amoxicillin 20-40 mg/kg/hari dalam 3 dosis. Sekitar 50% bakteri

penyebab ISK resisten terhadap amoxicillin. Namun obat ini masih dapat

diberikan pada ISK dengan bakteri yang sensitif terhadapnya.

b. Kloramfenikol 50 mg/kg berat badan sehari dalam dosis terbagi 4,

sedangkan untuk  bayi premature  adalah 25 mg/kg berat badan sehari

dalam dosis terbagi 4.

c. Co-trimoxazole atau trimethoprim 6-12 mg trimethoprim/kg/hari dalam 2

dosis. Sebagian besar ISK akan menunjukkan perbaikan dengan

cotrimoxazole. Penelitian menunjukkan angka kesembuhan yang lebih

besar pada pengobatan dengan cotrimoxazole dibandingkan amoxicillin

H. Komplikasi

a. Pielonefritis akut

Pielonefritis adalah inflamasi pada pelvis ginjal dan parenkim ginjal yang

disebabkan karena adanya infeksi oleh bakteri. Infeksi bakteri pada jaringan

ginjal yang di mulai dari saluran kemih bagian bawah terus naik ke ginjal.

b. Septikemia

Septikemia adalah penyakit sistemik yang berhubungan dengan adanya dan

bertahannya mikroorganisme patogen atau toksinnya di dalam darah.

2. Konsep dasar Cystitis

A. Definisi

Cystitis merupakan peradangan pada kandung kemih (Medical Surgical Nursing,

2044)

Cystitis adalah keadaan klinis akibat berkembang biaknya mikroorganisme yang

menyebabkan inflamasi pada kandung kemih.

Cystitis dibedakan menjadi dua, yaitu :

a. Tipe infeksi

Disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan parasit

b. Tipe non infeksi

46

Page 47: Makalah Fix

Disebabkan oleh bahan kimia, radiasi, dan interstisial (tidak diketahui

penyebabnya / ideopatik)

B. ETIOLOGI

Infeksi pada cystitis disebabkan oleh :

1. Bakteri

Kebanyakan berasal dari bakteriEscherichia coly yang secara normal

terletak pada gastrointestinal. Pada beberapa kasus infeksi yang berasal dari

uretra dapat menuju ginjal.

Bakteri lain yang bisa menyebabkan infeksi adalah Enterococcus,

Klebsiella, Proteus, Pseudomonas, danStaphylococcus

2. Jamur

Infeksi jamur, penyebabnya misalnyaCandida

3. Virus dan parasit

Infeksi yang disebabkan olehvirus dan parasit jarang terjadi.

Contohnya :Trichomonas, parasit ini terdapat dalam vagina, juga dapat

berada dalam urine.

Etiologi cystitis yang non infeksi biasanya terjadi karena :

1. Paparan bahan kimia, contohnya obat – obatan

(misalnya, Cyclophosphamide (Cytotaxan, Procycox)

2. Radio terapi

3. Reaksi imunologi, biasanya pada pasien SLE (Systemic Lupus Erytematous)

Penyabab lain dari cystitis belum dapat diketahui. Tapi ada penelitian yang

menyatakan bahwa cystitis bisa disebabkan tidak berfungsinya epitel

kandung kemih untuk menyimpan urine yang menyebabkan adanya

kebocoran pada lapisan dalam kandung kemih.

C. INSIDEN

Cystitis kebanyakan terjadi pad wanita usia lanjut dengan angka kejadian

0,2 % tiapa bualan. Setiap wanita mempunyai resiko sebesar 50 % untuk terserang

cystitis. Pada laki – laki usia lanjut, resiko terjadinya cystitis <>

1. Bayi premature

2. Wanita usia subur

47

Page 48: Makalah Fix

3. Wanita yang menggunakan kontrasepsi yang berupa IUD atau spermasida

4. Diabetes

5. HIV

6. Penurunan obstruksi saluran kencing

D. MANIFESTASI KLINIS

1. Disuria

2. Rasa panas seperti terbakar saat kencing

3. Ada nyeri pada tulang punggung bagian bawah

4. Urgensi (rasa terdesak saat kencing)

5. Nocturia (cenderung sering kencing pada malam hari akibat penurunan

kapasitas kandung kemih)

6. Pengosongan kanding kemih yang tidak sempurna

7. Ikontininsia

8. Retensi

9. Nyeri suprapubik

E. PATOFISIOLOGI

Agen infeksi kebanyakan disebabkan oleh bakteri E. coly. Tipikal ini berada pada

saluran kencing dari uretra luar sampai ke ginjal melalui penyebaran hematogen,

lymphogen dan eksogen. Tiga factor yang mempengaruhi terjadnya infeksi adalah :

a. Virulensi dari organisme

b. Ukuran dari jumlah mikroorganisme yang masuk dalam tubuh

c. Keadekuatan dari mekanisme pertahanan tubuh

Terlalu banyaknya bakteri yang menyebabkan infeksi dapat mempengaruhi

pertahanan tubuh alami klien.

Mekanisme pertahanan tubuh merupakan penentu terjadinya infeksi, normalnya

urine dan bakteri tidak dapat menembus dinding mukosa bladder. Lapisan mukosa

bladder tersusun dari sel – sel urotenial yang memproduksi mucin yaitu unsure

yang membantu mempertahankan integritas lapisan bladder dan mencegah

kerusakan serta inflamasi bladder. Mucin juga mencegah bakteri melekat pada sel

urotelial.

48

Page 49: Makalah Fix

Selain itu pH urine yang asam dan penurunan / kenaikan cairan dari konstribusi

urine dalam batas tetap, berfungsi untuk mempertahankan integritas mukosa,

beberapa bakteri dapat masuk dan system urine akan mengeluarkannya.

Bentuk anatomi sluran kencing, keduanya mencegah dan merupakan konstribusi

yang potensial untuk perkembangan UTI. Urine merupakan produk yang steril,

dihasilkan dari ultrafiltrasi darah pada glumerolus dari nepron ginjal, dan dianggap

sebagai system tubuh yang steril. Tapi uretra merupakan pintu masuk bagi pathogen

yang terkontaminasi. Selain itu pada wanita 1/3 bagian distal uretra disertai jaringan

periuretral dan vestibula vaginalis banyak dihuni bakteri dari usus karena letak anus

tidak jauh dari tempat tersebut. Kolonisasi basi pada wanita di daerah tersebut

diduga karena :

a. Perubahan flora normal dari daerah perineum

b. Berkurangnya antibody normal

c. Bertambahnya daya lekat oeganisme pada sel spitel pada wanita

Cystitis lebih banyak pada wanita dari pada laki – laki, hal ini karena uretra

wanita lebih pendek dan lebih dekat dengan anus.

Mikroorganisme naik ke bledder pada wktu miksi karena tekanan urine. Dan

selama miksi terjadi refluks ke dalam kandung kemih setelah mengeluarkan urine.

49

Page 50: Makalah Fix

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Pemerikasaan fisik: dilakukan secara head to toe dan system tubuh

1. Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko:

a. Adakah riwayat infeksi sebelumnya?

b. Adakah obstruksi pada saluran kemih?

2. Adanya factor yang menjadi predisposisi pasien terhadap infeksi

nosokomial.

a. Bagaimana dengan pemasangan kateter foley?

b. Imobilisasi dalam waktu yang lama.

c. Apakah terjadi inkontinensia urine?

3. Pengkajian dari manifestasi klinik infeksi saluran kemih

a. Bagaimana pola berkemih pasien? untuk mendeteksi factor

predisposisi terjadinya ISK pasien (dorongan, frekuensi, dan jumlah)

b. Adakah disuria?

c. Adakah urgensi?

d. Adakah hesitancy?

e. Adakah bau urine yang menyengat?

50

Page 51: Makalah Fix

f. Bagaimana haluaran volume orine, warna (keabu-abuan) dan

konsentrasi urine?

g. Adakah nyeri-biasanya suprapubik pada infeksi saluran kemih bagian

bawah

h. Adakah nyesi pangggul atau pinggang-biasanya pada infeksi saluran

kemih bagian atas

i. Peningkatan suhu tubuh biasanya pada infeksi saluran kemih bagian

atas.

4. Pengkajian psikologi pasien:

a. Bagaimana perasaan pasien terhadap hasil tindakan dan pengobatan

yang telah dilakukan? Adakakan perasaan malu atau takut

kekambuhan terhadap penyakitnya.

B. Diagnosa Keperawatan Yang Timbul

1. Nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan inflamasi dan infeksi

uretra, kandung kemih dan sruktur traktus urinarius lain.

2. Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik pada

kandung kemih ataupun struktur traktus urinarius lain.

3. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan

pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.

C. Intervensi Keperawatan

a. Dx 1 :

Nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra,

kandung kemih dan struktur traktus urinarius lain.

Kriteria evaluasi:

Tidak nyeri waktu berkemih, tidak nyeri pada perkusi panggul

Intervensi:

51

Page 52: Makalah Fix

a. Pantau haluaran urine terhadap perubahan warna, baud an pola berkemih,

masukan dan haluaran setiap 8 jam dan pantau hasil urinalisis ulang

Rasional: untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari

hasil yang diharapkan

b. Catat lokasi, lamanya intensitas skala (1-10) penyebaran nyeri.

Rasional: membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan penyebab nyeri

c. Berikan tindakan nyaman, seprti pijatan punggung, lingkungan istirahat;

Rasional: meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot.

d. Bantu atau dorong penggunaan nafas berfokus

Relaksasi: membantu mengarahkan kembali perhatian dan untuk relaksasi

otot.

e. Berikan perawatan perineal

Rasional: untuk mencegah kontaminasi uretra

f. Jika dipaang kateter indwelling, berikan perawatan kateter 2 nkali per hari.

Rasional: Kateter memberikan jalan bakteri untuk memasuki kandung kemih

dan naik ke saluran perkemihan.

g. Kolaborasi:

Konsul dokter bila: sebelumnya kuning gading-urine kuning, jingga

gelap, berkabut atau keruh. Pla berkemih berubah, sring berkemih

dengan jumlah sedikit, perasaan ingin kencing, menetes setelah

berkemih. Nyeri menetap atau bertambah sakit

Rasional: Temuan- temuan ini dapat memeberi tanda kerusakan jaringan

lanjut dan perlu pemeriksaan luas

Berikan analgesic sesuia kebutuhan dan evaluasi keberhasilannya

Rasional: analgesic memblok lintasan nyeri sehingga mengurangi nyeri

h. Berikan antibiotic. Buat berbagai variasi sediaan minum, termasuk air segar .

Pemberian air sampai 2400 ml/hari

52

Page 53: Makalah Fix

Rasional: akibta dari haluaran urin memudahkan berkemih sering dan

membentu membilas saluran berkemih

2. Dx 2:

Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik pada kandung

kemih ataupun struktur traktus urinarius lain.

Kriteria Evaluasi:

Pola eliminasi membaik, tidak terjadi tanda-tanda gangguan berkemih (urgensi,

oliguri, disuria)

Intervensi:

a. Awasi pemasukan dan pengeluaran karakteristi urin

Rasional: memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya

komplikasi

b. Tentukan pola berkemih pasien

c. Dorong meningkatkan pemasukan cairan

Rasional: peningkatan hidrasi membilas bakteri.

d. Kaji keluhan kandung kemih penuh

Rasional: retensi urin dapat terjadi menyebabkan distensi jaringan(kandung

kemih/ginjal)

e. Observasi perubahan status mental:, perilaku atau tingkat kesadaran

Rasional: akumulasi sisa uremik dan ketidakseimbangan elektrolit dapat

menjadi toksik pada susunan saraf pusat

f. Kecuali dikontraindikasikan: ubah posisi pasien setiap dua jam

Rasional: untuk mencegah statis urin

g. Kolaborasi:

Awasi pemeriksaan laboratorium; elektrolit, BUN, kreatinin

Rasional: pengawasan terhadap disfungsi ginjal

53

Page 54: Makalah Fix

Lakukan tindakan untuk memelihara asam urin: tingkatkan masukan sari

buah berri dan berikan obat-obat untuk meningkatkan aam urin.

Rasional: aam urin menghalangi tumbuhnya kuman. Peningkatan

masukan sari buah dapt berpengaruh dalm pengobatan infeksi saluran

kemih.

3. Dx 3:

Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan

berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.

Kriteria Evaluasi: menyatakna mengerti tentang kondisi, pemeriksaan

diagnostic, rencana pengobatan, dan tindakan perawatan diri preventif.

Intervensi:

a. Kaji ulang prose pemyakit dan harapan yang akan datanng

Rasional: memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat

pilihan beradasarkan informasi.

b. Berikan informasi tentang: sumber infeksi, tindakan untuk mencegah

penyebaran, jelaskna pemberian antibiotic, pemeriksaan diagnostic: tujuan,

gambaran singkat, persiapan ynag dibutuhkan sebelum pemeriksaan,

perawatan sesudah pemeriksaan.

Rasional: pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan

m,embantu mengembankan kepatuhan klien terhadap rencana terapetik.

c. Pastikan pasien atau orang terdekat telah menulis perjanjian untuk

perawatan lanjut dan instruksi tertulis untuk perawatn sesudah pemeriksaan

Rasional: instruksi verbal dapat dengan mudah dilupakan

d. Instruksikan pasien untuk menggunakan obat yang diberikan, inum

sebanyak kurang lebih delapan gelas per hari khususnya sari buah berri.

Rasional: Pasien sering menghentikan obat mereka, jika tanda-tanda

penyakit mereda. Cairan menolong membilas ginjal. Asam piruvat dari sari

buah berri membantu mempertahankan keadaan asam urin dan mencegah

pertumbuhan bakteri

54

Page 55: Makalah Fix

e. Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan dan

masalah tentang rencana pengobatan.

Rasional: Untuk mendeteksi isyarat indikatif kemungkinan ketidakpatuhan

dan membantu mengembangkan penerimaan rencana terapeutik.

D. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Kasus Cystitis

1. kasus

Seorang wanita yang baru saja menikah berusia 26 tahun dating ke Rs prikasih

dengan keluhan utama: setelah bersenggama dengan suaminya saat buang air kecil

terasa panas seperti terbakar keluhan saat ini : sedikit demam, pada bagian abdomen

bagian bawah terasa sakit/nyeri dan terasa tidak enak dan nokturia. Setelah dilakukan

pemeriksaan oleh Ns. Dini didapatkan data suhu 38,8 0C , Nadi 88 x/menit, pada saat di

palpasi trdapat spasme pada area kandung kemih dan suprapubis. Hasil lab urine :

bakteri penuh keruh : BJ urine 1030 ; HB 11 gr/dl;Lekosit ;14.000

2. Analisa Data

Data subjektif Data objektif

- klien mengeluh saat BAK terasa terbakar

- klien mengatakan sedikit demam

- klien mengatakan pada bagian abdomen

bagian bawah terasa sakit/nyeri.

- klien mengatakan terasa tidak enak

- klien mengatakan sering BAK pada malam

hari (nokturia)

- Suhu : 38,8 0C

- N: 88x/menit

-Pada saat di palpasi terdapat spasme pada

area kandung kemih dan supra pubis .

- Hasil lab Urine : Bakteri penuh

Warna :keruh

BJ : 1030

HB :11gr/dl

Leukosit : 14.000

55

Page 56: Makalah Fix

3. Data Fokus

Analisa Data Masalah Etiologi

1.Ds:

-klien mengatakan pd bagian

perut bagian bawah terasa

sakit dan nyeri

-klien mengatakan saat BAK

terasa panas seperti terbakar

-klien mengatakan sering

BAK pada malam hari

Do:

-suhu 38,8 0C

-N :88x/menit

-Hasil lab urine :

-Bakteri penuh –keruh

-BJ 1030

Hb 11 gr/dl

-Leukosit : 14000

2. Ds :

- klien mengatakan saat BAK

terasa panas seperti terbakar

Gangguan rasa nyaman :

nyeri

Infeksi kandung kemih

(Proses inflamasi

56

Page 57: Makalah Fix

setelah bersenggama dgn

suaminya

-klien mengatajan sedikit

demam

-klien mengatakan pda bagian

perut bagian bawah terasa

sakit dan nyeri

Do :

-S :38,8 0C

-N : 88x/menit

-Hasil lab urine : -keruh

-Bakteri penuh

-BJ Urine :1030

-pd saat di palpasi trdapat

spasme pada kandung

3 . Ds:

-klien mengatakan sedikit

demam

Do :

-Suhu : 38,8 0C

- N : 88x/menit

-Hasil lab urine : bakteri

penuh, keruh

-BJ urine : 1030,

Proses Inflamasi

Hipertermi

Invasi Bakteri

Proses inflamasi infeksi

kandung kemih

57

Page 58: Makalah Fix

-HB : 11 gr/dl

-leukosit : 14.000

-dipalpasi trdapat spasme pd

area kandung kemih dan

suprapubis .

4. Intervensi

1. Gangguan Rasa Nyaman : nyeri berhubungan dengan infeksi kandung kemih

Kriteria hasil : Klien mengatakan rasa nyeri berkurang

Tujuan : Tidak ada nyeri dan rasa terbakar saat berkemih

INTERVENSI  RASIONAL

1. Pantau :

Ø Haluan urine terhadap perubahan

warna,bau dan pola berkemih

Ø Masukan dan haluan setiap 8 jam

Ø Hasil urinalis ulang

Untuk mengidentifikasi indikasi,

kemajuan atau penyimpanan dari

hasil yang diharapkan

2. Konsul dokter bila :

Ø Sebelumnya kuning gading-urine

kuning,jingga gelap , berkabut atau

keruh

Ø Pola berkemih berubah,sebagai contoh

rasa panas seperti terbakar saat

kencing , rasa terdesak saat kencing

Ø Nyeri menetap atau bertambah sakit

Temuan-temuan ini dapat member

tanda kerusakan jaringan lanjut dan

perlu pemeriksaan lebih luas,seperti

pemeriksaan radiology jika

sebelumnya tidak dilakukan

3. Berikan analgesic sesuai kebutuhan

dan evaluasi keberhasilannya

Analgesik memblok lintasan nyeri,

sehingga mengurangi nyeri

4. Jika frekuensi menjadi masalah, jamin Berkemih yang sering mengurangi

58

Page 59: Makalah Fix

akses kekamar mandi, pispot

dibawah tempat tidur atau

bedpan.Anjurkan pasien untuk

berkemih kapan saja ada keinginan

statis urine pada kandung kemih

dan menghindari pertumbuhan

bakteri

5. Berikan antibiotic.Buat berbagai

variasi sedian minuman, termasuk air

segar disamping tempat

tidur.Pemberian air sampai 2400

ml/hari

Akibat dari peningkatan haluan

urina memudahkan sering berkemih

dan membantu membilas saluran

kemih

2. Proses Inflamasi berhubungan dengan Invasi Bakteri

Kriteria hasil : Klien dapat berkemih dengan urine jernih tanpa ketidaknyamanan, urinalisis

dalam batas normal,kultur urine menunjukkan tidak ada bakteri

Tujuan : Tidak ada infeksi pada kandung kemih

INTERVENSI  RASIONAL

1. Berikan perawatan perineal dengan air sabun

setiap shift.Jika pasien inkontinensia,cuci

perineal sesegera mungkin

Untuk mencegah kontaminasi uretra

2. Jika dipasang kateter indwelling, berikan

perawatan kateter 2 kali perhari (merupakan

bagian dari waktu mandi pagi dan pada

waktu akan tidur) dan setelah buang air

besar

Kateter memberikan jalan pada bakteri

untuk memasuki kandung kemih dan

naik kesaluran perkemihan

3. Ikuti kewaspadaan umum (cuci tangan

sebelum dan sesudah kontak

langsung,pemakaian sarung tangan),bila

kontak dengan cairan tubuh atau darah yang

mungkin terjadi (memberikan perawatan

perineal,pengosongan kantung drainase

Untuk mencegah kontaminasi silang

59

Page 60: Makalah Fix

urina, penampungan specimen

urine).Pertahanan teknik aseptic bila

melakukan kateterisasi, bila mengambil

contoh urine dari kateter indwelling

4. Ubah posisi pasien setiap 2 jam dan anjurkan

masukan cairan sekurang-kurangnya 2400

ml/hari(kecuali kontra indikasi).Bantu

melakukan ambulasi sesuai kebutuhan

Untuk mencegah statis urine

5. Lakukan tindakan untuk memelihara asam

urina

Asam urna menghalangi tumbuhnya

kuman

3. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi kandung kemih

Diagnosa Keperawatan/

Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria

Hasil

Intervensi

Hipertermia

Berhubungan dengan :

          penyakit/ trauma

          peningkatan

metabolisme

          aktivitas yang berlebih

          dehidrasi

NOC:

Thermoregulasi

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

selama………..pasien

menunjukkan :

Suhu tubuh dalam batas

NIC :

  Monitor suhu sesering mungkin

  Monitor warna dan suhu kulit

  Monitor tekanan darah, nadi dan RR

  Monitor penurunan tingkat kesadaran

  Monitor WBC, Hb, dan Hct

  Monitor intake dan output

60

Page 61: Makalah Fix

DO/DS:

         kenaikan suhu tubuh

diatas rentang normal

         serangan atau

konvulsi (kejang)

         kulit kemerahan

         pertambahan RR

         takikardi

         Kulit teraba panas/

hangat

normal dengan kreiteria

hasil:

  Suhu  36 – 37C

  Nadi dan RR dalam

rentang normal

  Tidak ada perubahan

warna kulit dan tidak

ada pusing, merasa

nyaman

  Berikan anti piretik:

  Kelola Antibiotik:

………………………..

  Selimuti pasien

  Berikan cairan intravena

  Kompres pasien pada lipat paha dan

aksila

  Tingkatkan sirkulasi udara

  Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

  Monitor TD, nadi, suhu, dan RR

  Catat adanya fluktuasi tekanan darah

  Monitor hidrasi seperti turgor kulit,

kelembaban membran mukosa)

BAB III

GLOMERULONEFRITIS

1. Konsep dasar

A. Definisi

Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap

akhir dan tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa

(Buku Ajar Nefrologi Anak, edisi 2, hal.323, 2002). Terminologi

glomerulonefritis yang dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa

kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur

ginjal yang lain.

Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal

terhadap bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi

kuman streptococcus.

Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan

berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi

61

Page 62: Makalah Fix

glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis. Sedangkan

istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan adanya korelasi klinik

selain menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan

penyakit dan prognosis.

B. Etiologi

Glomerulonefritis akut didahului oleh infeksi ekstra renal terutama di traktus

respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta hemoliticus

golongan A tipe 12,4,16,25,dan 29. Hubungan antara glomerulonefritis akut

dan infeksi streptococcus dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun

1907 dengan alas an timbulnya glomerulonefritis akut setelah infeksi

skarlatina,diisolasinya kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A, dan

meningkatnya titer anti- streptolisin pada serum penderita.

Antara infeksi bakteri dan timbulnya glomerulonefritis akut terdapat masa

laten selama kurang 10 hari. Kuman streptococcus beta hemoliticus tipe 12 dan

25 lebih bersifat nefritogen daripada yang lain, tapi hal ini tidak diketahui

sebabnya. Kemungkinan factor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan factor

alergi mempengaruhi terjadinya glomerulonefritis akut setelah infeksi kuman

streptococcus.

Glomerulonefritis akut pasca streptococcus adalah suatu sindrom nefrotik

akut yang ditandai dengan timbulnya hematuria, edema, hipertensi, dan

penurunan fungsi ginjal. Gejala-gejala ini timbul setelah infeksi kuman

streptococcus beta hemoliticus golongan A disaluran pernafasan bagian atas

atau pada kulit. Glomerulonefritis akut pasca streptococcus terutama

menyerang pada anak laki-laki dengan usia kurang dari 3 tahun.Sebagian besar

pasien (95%) akan sembuh, tetapi 5 % diantaranya dapat mengalami perjalanan

penyakit yang memburuk dengan cepat.

Penyakit ini timbul setelah adanya infeksi oleh kuman streptococcus beta

hemoliticus golongan A disaluran pernafasan bagian atas atau pada kulit,

sehingga pencegahan dan pengobatan infeksi saluran pernafasan atas dan kulit

dapat menurunkan kejadian penyakit ini. Dengan perbaikan kesehatan

masyarakat, maka kejadian penyakit ini dapat dikurangi.

62

Page 63: Makalah Fix

Glomerulonefritis akut dapat juga disebabkan oleh sifilis, keracunan seperti

keracunan timah hitam tridion, penyakitb amiloid, trombosis vena renalis,

purpura anafilaktoid dan lupus eritematosus.

C. Patogenesis

Dari hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada binatang

menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab

glomerulonefritis akut. Beberapa ahli mengajukan hipotesis sebagai berikut :

Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrane basalis

glomerulus dan kemudian merusaknya.

1. Proses auto imun kuman streptococcus yang nefritogen dalam tubuh

menimbulkan badan auto-imun yang merusak glomerulus.

2. Streptococcus nefritogen dengan membrane basalis glomerulus

mempunyai komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti

yang langsung merusak membrane basalis ginjal.

Gambar 4. Penyakit Glomerulus

63

Page 64: Makalah Fix

Gambar 4. Gangguan Permeabilitas Selektif Glomerulus dan Sindrom

Nefrotik

D. Klasifikasi

Congenital (herediter)

1. Sindrom Alport

Suatu penyakit herediter yang ditandai oleh adanya glomerulonefritis

progresif familial yang seing disertai tuli syaraf dankelainan mata seperti

lentikonus anterior. Diperkirakan sindrom alport merupakan penyebab dari

3% anak dengan gagal ginjal kronik dan 2,3% dari semua pasien yang

mendapatkan cangkok ginjal. Dalam suatu penelitian terhadap anak

dengan hematuria yang dilakukan pemeriksaan biopsi ginjal, 11%

diantaranya ternyata penderita sindrom alport. Gejala klinis yang utama

adalah hematuria, umumnya berupa hematuria mikroskopik dengan

eksasarbasi hematuria nyata timbul pada saat menderita infeksi saluran

64

Page 65: Makalah Fix

nafas atas. Hilangnya pendengaran secara bilateral dari sensorineural, dan

biasanya tidak terdeteksi pada saat lahir, umumnya baru tampak pada awal

umur sepuluh tahunan.

2. Sindrom Nefrotik Kongenital

Sinroma nefrotik yang telah terlihat sejak atau bahkan sebelum lahir.

Gejala proteinuria massif, sembab dan hipoalbuminemia kadang kala baru

terdeteksi beberapa minggu sampai beberapa bulan kemudian. Proteinuria

terdapat pada hamper semua bayi pada saat lahir, juga sering dijumpai

hematuria mikroskopis. Beberapa kelainan laboratories sindrom nefrotik

(hipoproteinemia, hiperlipidemia) tampak sesuai dengan sembab dan tidak

berbeda dengan sindrom nefrotik jenis lainnya.

Glomerulonefritis Primer

1. Glomerulonefritis membranoproliferasif

Suatu glomerulonefritis kronik yang tidak diketahui etiologinya dengan

gejala yang tidak spesifik, bervariasi dari hematuria asimtomatik sampai

glomerulonefitis progresif. 20-30% pasien menunjukkan hematuria

mikroskopik dan proteinuria, 30 % berikutnya menunjukkan gejala

glomerulonefritis akut dengan hematuria nyata dan sembab, sedangkan

sisanya 40-45% menunjukkan gejala-gejala sindrom nefrotik. Tidak jarang

ditemukan 25-45% mempunyai riwayat infeksi saluran pernafasan bagian

atas, sehingga penyakit tersebut dikira glomerulonefritis akut pasca

streptococcus atau nefropati IgA.

2. Glomerulonefritis membranosa

Glomerulonefritis membranosa sering terjadi pada keadaan tertentu atau

setelah pengobatan dengan obat tertentu. Glomerulopati membranosa

paling sering dijumpai pada hepatitis B dan lupus eritematosus sistemik.

Glomerulopati membranosa jarang dijumpai pada anak, didapatkan insiden

2-6% pada anak dengan sindrom nefrotik. Umur rata-rata pasien pada

berbagai penelitian berkisar antara 10-12 tahun, meskipun pernah

dilaporkan awitan pada anak dengan umur kurang dari 1 tahun. Tidak ada

perbedaan jenis kelamin. Proteinuria didapatkan pada semua pasien dan

65

Page 66: Makalah Fix

sindrom nefrotik merupakan 80% sampai lebih 95% anak pada saat awitan,

sedangkan hematuria terdapat pada 50-60%, dan hipertensi 30%.

3. Nefropati IgA (penyakit berger)

Nefropati IgA biasanya dijumpai pada pasien dengan glomerulonefritis

akut, sindroma nefrotik, hipertensi dan gagal ginjal kronik. Nefropati IgA

juga sering dijumpai pada kasus dengan gangguan hepar, saluran cerna atau

kelainan sendi. Gejala nefropati IgA asimtomatis dan terdiagnosis karena

kebetulan ditemukan hematuria mikroskopik. Adanya episode hematuria

makroskopik biasanya didahului infeksi saluran nafas atas atau infeksi lain

atau non infeksi misalnya olahraga dan imunisasi.

Glomerulonefritis sekunder

Golerulonefritis sekunder yang banyak ditemukan dalam klinik yaitu

glomerulonefritis pasca streptococcus, dimana kuman penyebab tersering

adalah streptococcus beta hemolitikus grup A yang nefritogenik terutama

menyerang anak pada masa awal usia sekolah. Glomerulonefritis pasca

streptococcus datang dengan keluhan hematuria nyata, kadang-kadang disertai

sembab mata atau sembab anasarka dan hipertensi.

E. Manifestasi Klinis

Penyakit ginjal biasanya dibagi menjadi kelainan glomerulus dan non

glomerulus berdasarkan etiologi, histology, atau perubahan faal yang utama.

Dari segi klinis suatu kelainan glomerulus yang sering dijumpai adalah

hipertensi, sembab, dan penurunan fungsi ginjal. Meskipun gambaran klinis

biasanya telah dapat membedakan berbagai kelainan glomerulus dan non

glomerulus, biopsi ginjal masih sering dibutuhkan untuk menegakkan

diagnosis pasti. Tanda utama kelainan glomerulus adalah proteinuria,

hematuria, sembab, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal, yang dapat terlihat

secara tersendiri atau secara bersama seperti misalnya pada sindrom nefrotik,

gejala klinisnya terutama terdiri dari proteinuria massif dan hipoalbuminemia,

dengan atau tanpa sebab.

F. Komplikasi

1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia

akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi

66

Page 67: Makalah Fix

ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia.

Walau aliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun

bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.

2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi.

Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-

kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan

edema otak.

3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah,

pembesaran jantung dan meningginya tekanand arah yang bukan saja

disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh

bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas dan terjadi gagal

jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.

4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis

eritropoetik yang menurun.

G. Penatalaksanaan

1. Istirahat selama 1-2 minggu

2. Modifikasi diet.

3. Pembatasan cairan dan natrium

4. Pembatasan protein bila BUN meningkat.

5. Antibiotika.

6. Anti hipertensi

7. Pemberian diuretik furosemid intravena (1 mg/kgBB/kali)

8. Bila anuria berlangsung lama (5-7hari) dianjurkan dialisa peritoneal

atau hemodialisa

2. ASKEP GLOMERULONEFRITIS AKUT

A. Pengkajian

1. Riwayat kesehatan umum, meliputi gangguan atau penyakit yang lalu,

berhubungan dengan penyakit sekarang. Contoh: ISPA

2. Riwayat kesehatan sekarang, meliputi; keluhan/gangguan yang berhubungan

dengan penyakit saat ini. Seperti; mendadak nyeri abdomen, Pinggang, edema.

PENGKAJIAN FISIK

1. Aktivitas/istirahat

67

Page 68: Makalah Fix

- Gejala: kelemahan/malaise

- Tanda: kelemahan otot, kehilangan tonus otot

2. Sirkulasi

- Tanda: hipertensi, pucat,edema

3. Eliminasi

- Gejala: perubahan pola berkemih (oliguri)

- Tanda: Perubahan warna urine (kuning pekat, merah)

4. Makanan/cairan

- Gejala: (edema), anoreksia, mual, muntah

- Tanda: penurunan keluaran urine

5. Pernafasan

- Gejala: nafas pendek

- Tanda: Takipnea, dispnea, peningkatan frekwensi, kedalaman (pernafasan

kusmaul)

6. Nyeri/kenyamanan

- Gejala: nyeri pinggang, sakit kepala

- Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah

B. Pemeriksaan Penunjang

Pada laboratorium didapatkan:

a. Hb menurun ( 8-11 )

b. Ureum dan serum kreatinin meningkat.

c. ( Ureum : Laki-laki = 8,84-24,7 mmol/24jam atau 1-2,8 mg/24jam, wanita =

7,9-14,1 mmol/24jam atau 0,9-1,6 mg/24jam, Sedangkan Serum kreatinin :

Laki-laki = 55-123 mikromol/L atau 0,6-1,4 mg/dl, wanita = 44-106

mikromol/L atau 0,5-1,2 mg/dl ).

d. Elektrolit serum (natrium meningkat, normalnya 1100 g)

e. Urinalisis (BJ. Urine meningkat : 1,015-1,025 , albumin , Eritrosit ,

leukosit )

f. Pada rontgen: IVP abnormalitas pada sistem penampungan (Ductus

koligentes)

C. Diagnosa Keperawatan

68

Page 69: Makalah Fix

1. Kelebihan voleme cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, diet

kelebihan dan retensi cairan natrium

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual,muntah,anoreksia,

pembatasan diet dan perubahan mambran mukosa mulut

3. Kurang pengetahuan tentang kondisidan penanganan

4. Intoleransi aktivitas b/d keletihan, anemia, retensi produk sampah dan

prosedur dialisis

5. Ganggua harga diri b/d ketergantungan, perubahan peran, perubahan citra

tubuh dan fungsi seksual.

D. Rencana Intervensi dan Rasional

NO Intervensi Rasional

1 DX I :

.a. Kaji status cairan :

Timbang berat badan tiap hari

Keseimbangan massukan dan

haluara

Turgorr kulit dan adanya oedema

Distensi vena leher

Tekanan darah denyut dan irama

nadi

b. Batasi masukan cairan

3. Identifikasi sumber

potensial cairan :

Medikasi dan

cairan yang

digunakan untuk

pengobatan : oral

dan intravena

1. pengkajian merupakan

dasar dan data dasar

berkelanjutan untuk

memantau perubahan dan

mengevaluasi intervensi

2. pembatasan cairan akan

menentukan berat tubuh

ideal, haluaran urin dan

respon terhadap terapi

3. sumber kelebihan cairan

yang tidak di ketahui

dapat didentifikasi

4. pemahaman

meningkatkan kerja sama

pasien dan keluarga dalam

pembatasan cairan

5. kenyamanan pasien

meningkatkan kepatuhan

69

Page 70: Makalah Fix

Makanan

4. Jelaskan pada pasien dan

keluarga rasional

pembatasan

5. Bantu pasien dalam

menghadapi

ketidaknyamanan akibat

pembatasan cairan

6. Tingkatkan dan dorong

hygiene oral dan sering

terhadap pembatasan diet

6. hygiene oral mengurangi

kekeringan mambran

mukosa mulut

2 DX II :

1. Kaji status nutrisi :

o Perubahan berat badan

o Pengukuran antrometrik

o Nilai laboratorium

(elektron serum, BUN.,

kreatinin, protein,

1. Menyediakan data dasar

untuk memantau

perubahan dan

mengevaluasi intervensi

2. Pola diet dahulu dan

sekarang dapat di

70

Page 71: Makalah Fix

transferin, dan kadar besi)

2. Kaji pola diet nutrisi pasien :

Riwayat diet

Makanan kesukaan

Hitung kalori

3. Kaji foktor yang berperan dalam

merubah mesukan nitrisi :

Anoreksia, mual/muntah,

Diet yang tidak menyenangkan

bagi pasien

Depresi

Kurang memahami pembatasan

diet

Stomatitis

4. Menyediakan makanan kesukaan

pasien dalam batas – batas diet

5. Tingkatkan masukan protein yang

mengandung nilai biologis tinggi

seperti : telur, pruduk susu,

daging,

6. Timbang berat badan tiap hari.

pertimbangkan dalam

menyusun menu

3. Menyediakan informasi

mengenai faktor lain yang

dapat di ubah/dihilangkan

untuk meningkatkan

masukkan diet

4. Mendorong peningkatan

masukkan diet

5. Protein lengkap diberikan

untuk mencapai

keseimbangan nitrogen

yang diperlukan untuk

pertumbuhan dan

penyembuhan

6. Untuk memantau status

cairan dan nutrisi.

3 DX III :

1. Kaji pemahaman mengenal

penyebab GNA, konsekuensinya

dan penanganannya

2. Jelskan fungsi renal dan

1. Merupakan instruksi dasar

untuk penjelasan dan

penyuluhan lebih lanjut

2. Pasien dapat belajar

71

Page 72: Makalah Fix

4

konsekuensi GNA sesuai dengan

tingkat pemehaman dan kesiapan

pasien untuk belajar

3. Bantu pasien untuk

mengidentifikasi cara – cara

untuk memahami berbagai

perubahan akibat penyakit dan

penanganan yang mempengaruhi

hidupnya.

4. Sediakan informasi tertulis

maup[un secara oral dengan tepat

tentang :

o Fungsi dan kegagalan

renal

o Pembatasan cairan dan

diet

o Medikasi

o Melaporkan masalah

tanda dan gejala

o Jadwal tindak lanjut

o Sumber di komunitas

o Pilihan terapi

DX IV :

tentang GNA dan

penanganan setelah

mereka siap untuk

memahami dan menerima

diagnosis dan

konsekuensinya.

3. Pasien dapat melihat

bahwa kehidupannya

tidak harus berubah akibat

penyakit

4. Pasien memiliki informasi

yang dapat di gunakan

untuk klasifikasi

selanjutnya dirumah

1. Menyediakan informasi

tentang indikasi tingkat

keletihan

2. Meningkatkan aktivitas

ringan/sedang dan

memperbaiki harga diri

3. Mendorong latihan dan

akrtivitas dalam batas –

batas yang dapat

ditoleransi dan

istirahatkan yang adekuat

4. Istirahat yang adekuat di

anjurkan setelah dialisis,

yang bagi banyak pasien

sangat melelahkan

72

Page 73: Makalah Fix

1. Kaji faktor yang menimbulkan

keletihan :

o Anemia

o Ketidakseimbangan cairan

dan elektrolit

o Retensi produk sampah

o Depresi

2. tingkatkan kemandirian dalam

aktivitas perawatan diri yang

dapat di toleransi, bantu jika

keletihan terjadi

3. anjurkan aktivitas alternatif

sambil istirahat

4. anjurkan untuk istirahat setelah

dialisis

5 DX V :

1. Kaji respon dan reaksi pasien dan

keluarga terhadap penyakit dan

penanganan.

2. Kaji hubungan antara pasien

dengan anggota keluarga terdekat

3. Kaji pola koping pasien dan

anggota keluarga

4. Ciptakan diskusi terbuka tentang

perubahan yang terjadi akibat

penyakit dan penanganan :

o Perubahan peran

o Perubahan gaya hidup

o Perubahan dalam

1. Menyediakan data tentang

masalah pada pasien dan

keluarga dalam

menghadapiperubahan

dalam hidup

2. Penguatan dan dukungan

terhadap pasien

didetifikasi

3. Pola koping yang telah

efektif dimasa lalu

mungkin potensial

destruksi ketika

memandang pembatasan

73

Page 74: Makalah Fix

pekerjaan

o Perubahan seksual

o Ketrgantungan pada tim

tenaga kesehatan

5. Gali cara alternatif untuk ekspresi

seksual lain selain hubungan

seksual

6. Diskusi peran memberi dan

menerima cinta, kehangatan, dan

kemesraan.

yang ditetapkan akibat

penyakit dan penanganan

4. Pasien dapat

mengidentifikasi masalah

dang langkah –

langkahyang diperlukan

untuk menghadapinya,

5. Benuk alternatif ekspresi

seksual dapat diterima,

6. Seksualitas mempunyai

arti yang berbeda bagi tiap

individu, tergantung pada

tahap maturitasnya.s

E. Evaluasi

DX I :

o Menunjukan perubahan - perubahan berat badan yang lambat

o Mempertahankan pembatasan diet dan cairan

o Menunjutkan turgo kulit normal tanpa oedema

o Menunjukan tanda – tanda vital normal

o Menunjukan tidak adanya distensi vena leher

o Meloporkan adanya kemudahan dalam bernafas/tidak terjadi nafas

pendek

o Melakukan hyegiene oral dengan sering

o Melakukan penurun rasa haus

o Meloporkan berkurangnya kekeringan pada mambra mukosa mulut

DX II :

o Mengkonsumsi protein yang mengandung nilai biologis yang tinggi

74

Page 75: Makalah Fix

o Memilih makanan yang menimbulkan nafsu makan dalam batasan diet

o Mengkonsumsi makanan tinggi kalori dalam batasan diet

o Mematuhi medikasi sesuai dengan jadwal untuk mengatasi anoreksia dan

tidak menimbulkan rasa kenyang

o Menjelaskan dengan kata – kata sendiri rasinal pembatasan diet dan

hubungan dengan kadar kreatinin dan urea

o Mengkosulkan daftar makanan yang dapat direrima

o Melaporkan peningkatan nafsu makan

o Menunjukan tidak adanya perlambatan / penurunan berat badan yang

tempat

o Menunjykan turgor kulit yang normal/tanpa oedema, kadar albumin,

plasma dapat diterima

DX III :

o Menytakan hubungan antara penyebab glomerulonephritis akut dan

konsekuensinya

o Menjelaskan pembatasan cairan dan diet sehubungan dengan kegagalan

regulasi ginjal.

o Mempertahankan hubungan GNA dengan kebutuhan penanganan

menggunakan kata – kata sendiri

o Menanyakan tentang pilihan terapi yang merupakan petunjuk persiapan

belajar

o Menyatakan rencana untuk melanjutkan kehidupan normalnya sedapat

mungkin

o Menggukan informasi dan instruksi terrtulis untuk mengklasifikasikan

pertanyaan dan mencari informasi tambahan.

DX IV :

75

Page 76: Makalah Fix

o Berpartisipasi dalam meningkatkan tingkat aktivitas dan latihan

o Melaporkan rasa sejahtera

o Melakukan istirahat dan aktivitas secara bergantian

o Berpertisipasi dalam aktivitas perawatan mandiri yang dipilih .

DX V :

o Mengidentifikasi pola koping terdahulu yang ejektif dan pdasaat ini tidak

mungki lagi digunakan akibat penyakit dan penanganan (pemakaian

alkohol dan obat – obatan, penggunaan tenaga yang berlebihan)

o Pasien dan keluarga mengidentifikasi dan mengungkapkan perasaan dan

reaksi terhadap penyakit dan perubahan hidup yuang diperlukan

o Mencari konseling profesional, jika perlu, untuk menghadapi perubahan

akibat GNA

o Melaporkan kepuasan dengan metode ekspresi seksual

Askep Kasus

Glomerulonefritis

Seorang Laki- laki dewasa berusia 36 tahun datang ke RS. Suyoto dengan

keluhan utama sakit Kepala dan sesak nafas. Keluhan saat ini : Sesak

nafas/nafasnya pendek, Oliguria, Malaise, demam, mual. Setelah dilakukan

pemeriksaan oleh Ns. Jon didapatkan Odema, Td= 150/90 mmHg, S= 38c, RR=

28x/m, N= 110x/m. Pada pemeriksaan urine didapatkan Hematuria Proteinuria

Data Fokus

Data Subjektif Data Objektif

Klien mengatakan :

Sakit Kepala dan sesak nafas

1. TTV

S = 38 c

76

Page 77: Makalah Fix

Saat ini sesak nafas atau nafasnya

pendek

Oliguria= kencing sedikit kurang

dari 400 cc

Malaise, demam dan mual

Data tambahan

Klien mengatakan

Tidak nafsu makan

N = 110 x/m

RR=24 x/m

TD=150/90 mmHg

2. Klien tampak Odema di sekitar

tubuh

3. Pemeriksaan urine didapatkan

Hematuria Proteinuria = urine

bercampur darah

Data tambahan

keadaan umum sedang,

kesadaran Compos mentis

Tugor kulit buruk

Pitting Edema deajat II, kedalaman

3-5 mm dengan waktu kembali 5

detik

Kapilari refil 5 detik

BB = 60 K, BB sebelumnya 64 Kg

Konjungtiva anemis

Klien tampak makan setengah porsi

tidak habis

Klien minum 1 liter

Urine = 300cc

Leukosit = 17000

1. Analisa Data

Data Fokus Maslah Etiologi

Data Subjektif Pola

nafas

Kelemahan , upaya

batuk buruk, Edema

77

Page 78: Makalah Fix

Klien mengatakan :

Sakit Kepala dan sesak nafas

Saat ini sesak nafas atau nafasnya

pendek

Data Objektif

TTV

S = 38 c

N = 110 x/m

RR=24 x/m

TD=150/90 mmHg

Klien tampak Odema di sekitar tubuh

Data tambahan

keadaan umum sedang,

kesadaran Compos mentis

Tugor kulit buruk

Pitting Edema deajat II, kedalaman 3-5

mm dengan waktu kembali 5 detik

Kapilari refil 5 detik

tidak

efektif

Data Subjektif

Klien mengatakan :

Sakit Kepala dan sesak nafas

Saat ini sesak nafas atau nafasnya

pendek

Oliguria= kencing sedikit kurang dari

400 cc

Malaise, demam dan mual

Resiko

Infeks

i( penyeb

aran /

aktivasi

ulang )

Pertahanan primer

tak adekuat ,

penurunan kerja silia,

Kerusakan jaringan,

Penurunan

ketahanan,

Malnutrisi, Terpapar

lngkungan, Kurang

pengetahuan untuk

78

Page 79: Makalah Fix

Data tambahan

Klien mengatakan Tidak nafsu makan

Data Objektif

TTV

S = 38 c

N = 110 x/m

RR=24 x/m

TD=150/90 mmHg

Klien tampak Odema di sekitar tubuh

Pemeriksaan urine didapatkan

Hematuria Proteinuria = urine

bercampur darah

Data tambahan

keadaan umum sedang,

kesadaran Compos mentis

Tugor kulit buruk

Pitting Edema deajat II, kedalaman 3-5

mm dengan waktu kembali 5 detik

Kapilari refil 5 detik

BB = 60 K, BB sebelumnya 64 Kg

Konjungtiva anemis

Klien tampak makan setengah porsi

tidak habis

Klien minum 1 liter

menghindari

pemaparan patogen

79

Page 80: Makalah Fix

Urine = 300cc

Leukosit = 17000

DS :

Klien mengatakan :

Sakit Kepala dan sesak nafas

Saat ini sesak nafas atau nafasnya

pendek

Oliguria= kencing sedikit kurang dari

400 cc

Malaise, demam dan mual

Data tambahan

Klien mengatakan Tidak nafsu makan

DO :

TTV

S = 38 c

N = 110 x/m

RR=24 x/m

TD=150/90 mmHg

Klien tampak Odema di sekitar tubuh

Pemeriksaan urine didapatkan

Hematuria Proteinuria = urine

bercampur darah

Data tambahan

keadaan umum sedang,

kesadaran Compos mentis

Kelebiha

n volume

cairan

penurunan haluaran

urin, diet kelebihan

dan retensi cairan

natrium.

80

Page 81: Makalah Fix

Tugor kulit buruk

Pitting Edema deajat II, kedalaman 3-5

mm dengan waktu kembali 5 detik

Kapilari refil 5 detik

BB = 60 K, BB sebelumnya 64 Kg

Konjungtiva anemis

Klien tampak makan setengah porsi

tidak habis

Klien minum 1 liter

Urine = 300cc

Leukosit = 17000

DS :

Klien mengatakan :

Sakit Kepala dan sesak nafas

Saat ini sesak nafas atau nafasnya

pendek

Oliguria= kencing sedikit kurang dari

400 cc

Malaise, demam dan mual

Data tambahan

Klien mengatakan Tidak nafsu makan

DO :

TTV

S = 38 c

N = 110 x/m

RR=24 x/m

Perubaha

n nutrisi

kurang

dari

kebutuha

n tubuh

Mual, muntah,

anoreksia,

pembatasan  diet dan

perubahan mambran

mukosa

81

Page 82: Makalah Fix

TD=150/90 mmHg

Klien tampak Odema di sekitar tubuh

Pemeriksaan urine didapatkan

Hematuria Proteinuria = urine

bercampur darah

Data tambahan

keadaan umum sedang,

kesadaran Compos mentis

Tugor kulit buruk

Pitting Edema deajat II, kedalaman 3-5

mm dengan waktu kembali 5 detik

Kapilari refil 5 detik

BB = 60 K, BB sebelumnya 64 Kg

Konjungtiva anemis

Klien tampak makan setengah porsi

tidak habis

Klien minum 1 liter

Urine = 300cc

Leukosit = 17000

2. Diagnosa Keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan Tgl

Ditemukan

Tgl

teratasi

Ttd

1. Pola nafas tidak efektif

b.d Kelemahan , upaya

batuk buruk, Edema

2. Kelebihan volume

cairan berhubungan

82

Page 83: Makalah Fix

dengan penurunan

haluaran urin, diet

kelebihan dan retensi

cairan natrium

3. Resiko tinggi infeksi

( penyebaran / aktivasi

ulang) b.d Pertahanan

primer tak adekuat ,

penurunan kerja silia,

Kerusakan jaringan,

Penurunan ketahanan,

Malnutrisi, Terpapar

lngkungan, Kurang

pengetahuan untuk

menghindari pemaparan

patogen

4. Perubahan nutrisi

kurang dari kebutuhan

tubuh b/d mual,

muntah, anoreksia,

pembatasan  diet dan

perubahan mambran

mukosa

3. Rencana Keperawatan

No Dx.1. Pola nafas tidak efektif b.d Kelemahan , upaya batuk buruk, Edema

Intervensi :

83

Page 84: Makalah Fix

1. Kaji fungsi pernafasan , kecepatan , irama , dan kedalaman serta penggunaan otot

asesoris

2. Catat kemampuan unttuk mengeluarkan mukosa / batuk efekttif

3. Beri posisi semi/fowler

4. Bersihkan sekret dari mulut dan trakhea

5. Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml per hari

6. Kolaboras pemberian oksigen dan obat – obatan sesuai dengan indikasi

No. DX 2 ; Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, diet

kelebihan dan retensi cairan natrium

Intervensi :

1. Kaji status cairan :

Timbang berat badan tiap hari

Keseimbangan massukan dan haluaran

Turgorr kulit dan adanya oedema

Distensi vena leher

Tekanan darah denyut dan irama  nadi

R/ pengkajian merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan untuk memantau

perubahan dan mengevaluasi intervensi

2. Batasi masukan cairan

R/ pembatasan cairan akan menentukan berat tubuh ideal, haluaran urin dan

respon terhadap terapi

3. Identifikasi sumber potensial cairan:

Medikasi dan cairan yang digunakan untuk pengobatan : oral dan intravena

Makanan

R/ sumber kelebihan cairan yang tidak di ketahui dapat didentifikasi

4. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan

84

Page 85: Makalah Fix

R/ pemahaman meningkatkan kerja sama pasien dan keluarga dalam pembatasan

cairan

5. Bantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan

R/ kenyamanan pasien meningkatkan kepatuhan terhadap pembatasan diet

6. Tingkatkan dan dorong hygiene oral dan sering

R/ hygiene oral mengurangi kekeringan mambran mukosa mulut

No Dx. 3 Resiko tinggi infeksi ( penyebaran / aktivasi ulang) b.d Pertahanan primer tak

adekuat , penurunan kerja silia, Kerusakan jaringan, Penurunan ketahanan, Malnutrisi,

Terpapar lngkungan, Kurang pengetahuan untuk menghindari pemaparan patogen

Intervensi :

1. Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi

2. Identifikasi orang lain yang beresiko

3. Anjurkan pasien untuk bab/ BAK di wc dan mengeluarkan pada tissue dan

menghindari meludah

4. Kaji tindakan kontrol infeksi sementara

5. Awasi suhu sesuai indikasi

6. Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengaktifan berulang

7. Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat

8. Kaji pentingnya mengikuti dan kultur ulang secara perodik terhadap sputum

9. Dorong memilih makanan seimbang

10. Kolaborasi pemberian antibiotik

11. Laporkan ke departemen kesehatan lokal

No. Dx. 4 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual, muntah, anoreksia,

pembatasan  diet dan perubahan mambran mukosa

Intervensi :

1. Kaji status nutrisi :

85

Page 86: Makalah Fix

Perubahan berat badan

Pengukuran antrometrik

oNilai laboratorium (elektron serum, BUN., kreatinin, protein, transferin, dan

kadar besi)

R/ . Menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan mengevaluasi

intervensi

2. Kaji pola diet nutrisi pasien :

Riwayat diet

Makanan kesukaan

Hitung kalori

R/ Pola diet dahulu dan sekarang dapat

di pertimbangkan dalam menyusun menu

3.Kaji foktor yang berperan dalam merubah masukan nitrisi :

Anoreksia, mual/muntah,

Diet yang tidak menyenangkan bagi pasien

Depresi

Kurang memahami pembatasan diet

Stomatitis

R/ Menyediakan informasi mengenai faktor lain yang dapat di ubah/dihilangkan

untuk meningkatkan masukkan diet

4. Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas – batas diet

R/ Mendorong peningkatan masukkan diet

5. Tingkatkan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi seperti :

telur, pruduk susu, daging,

R/ Protein lengkap diberikan untuk mencapai keseimbangan nitrogen yang

diperlukan untuk pertumbuhan dan penyembuhan

6. Timbang berat badan tiap hari

R/ Untuk memantau status cairan dan nutrisi.

86

Page 87: Makalah Fix

BAB IV

PENUTUP

1. Kesimpulan

Sindrom Nefrotik adalah Status klinis yang ditandai dengan peningkatan

permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan

kehilangan protein urinaris yang massif (Donna L. Wong, 2004).

GNA adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus

tertentu (infeksi kuman streptococcus). GNA sering ditemukan pada anak usia 3-7

thn dan pada anak pria lebih banyak. Penyakit sifilis,keracunan,penyakit

amiloid,trombosis vena renalis,purpura anafilaktoid, dan lupus eritematosus. Laju

endap darah meninggi, HB menurun pada pemeriksaan laboratorium. Pada

pemeriksaan urin didapatkan jumlah urin mengurang, berat jenis

meninggi,hematuria makroskopik, albumin (+), eritrosit (++), leukosit (+),silinder

87

Page 88: Makalah Fix

leukosit,ureum dan kreatinin darah meningkat. Pada penyakit ini, klien harus

istirahat selama 1-2 minggu, diberikan penicilli, pemberian makanan rendah protein

dan bila anuria, maka ureum harus dikeluarkan. Komplikasi yang ditimbulkan

adalah oliguria,ensefalopati hipertensi,gangguan sirkulasi serta anemia.

Diagnosa keperawatan yang muncul antara lain: Kelebihan voleme cairan

berhubungan dengan penurunan haluaran urin, diet kelebihan dan retensi cairan

natrium. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d

mual,muntah,anoreksia, pembatasan diet dan perubahan mambran mukosa mulut.

Kurang pengetahuan tentang kondisidan penanganan. Intoleransi aktivitas b/d

keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialisis. Ganggua harga diri

b/d ketergantungan, perubahan peran, perubahan citra tubuh dan fungsi seksual.

2. Saran

Seorang perawat haruslah mampu mengetahui pengertian dan penyebab dari

penyakit Glomerulonephritis Akut, serta mampu meningkatkan pelayanan

kesehatan terama pada penyakit GNA. Selain itu juga, perawat haruslah

memahami dan menjelaskan secara rinci mengenai tujuan medis, tata cara yang

akan di lakukan dan resiko yamg akan mungkin terjadi.

Daftar Pustaka

1. Wong, dona L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatric. Jakarta: EGC.

2. Doenges, Marilyn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk

perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Alih Bahasa: I Made

Kariasa, Ni made Sumarwati. Edisi: 3. Jakrta: EGC.

3. Enggram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan

4. Nugroho, Wahyudi. (2000). Keperawatan Gerontik. Edisi: 2. Jakarta: EGC.

5. Parsudi, Imam A. (1999). Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: FKUI

88

Page 89: Makalah Fix

6. Price, Sylvia Andrson. (1995). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit:

pathophysiologi clinical concept of disease processes. Alih Bahasa: Peter Anugrah.

Edisi: 4. Jakarta: EGC

7. Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &

Suddart. Alih Bhasa: Agung Waluyo. Edisi: 8. Jakarta: EGC.

8. Tessy Agus, Ardaya, Suwanto. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi

Saluran Kemih. Edisi: 3. Jakarta: FKUI.

89