makalah akhlak tasawuf fix

Upload: deden-dwi

Post on 10-Jul-2015

796 views

Category:

Documents


60 download

TRANSCRIPT

AKHLAK TASAWUFDaya-daya Ruhani, Dinamika Ruhani (Ruh,Akal,Qalb, dan Nafs) dan Penyakit Ruhani

Kelompok: 4 Semester/Kelas: V/D Isnidiniyah Pratiwi Irliene Febriana Wisti Hasrikusuma Pramusita Khoruddin Deden Dwi H. Nur Muharrikati Ddiniyah 109070000142 109070000144 109070000150 109070000172 109070000177 109070000206

Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2011

KATA PENGANTARPuji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayahNYA maka makalah ini dapat terselesaikan. Adapun penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk melengkapi salah satu persyaratan dalam tugas pada mata kuliah akhlak tasawuf, di mana setiap kelompok mempunyai suatu keharusan untuk membuat makalah sebagai tugas kelompok. Penyusun juga menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan atau jauh dikatakan sempurna. Hal ini disebabkan terbatasnya pengetahuan dan kemampuan yang kami miliki disamping keterbatasan data. Oleh sebab itu, penyusun sangat mengharapkan dan dengan senang hati menerima saran serta kritik yang membangun. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan bagi pembaca.

Jakarta, 14 Oktober 2011

Penyusun

BAB I PENDAHALUAN I.1 Latar BelakangManusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan tidak hanya memiliki jasad sebagaimana terlihat Nampak oleh kasat mata tetapi juga manusia memiliki ruh dan akal. Dimana hal tersebut keberadaannya hanya bisa dirasakan pada diri setiap masing-masing individu, meskipun terkadang jasad dipengaruhi oleh ruhani dalam setiap perbuatan yang dilakukan oleh manusia. Pengaruh-pengaruh yang diberikan oleh ruhani kepada jasmani (jasad) dapat berupa hal-hal positif maupun negatif. Dalam makalah ini, akan membahas beberapa daya-daya ruhani dan dinamika ruhani yang sangat berpengaruh dalam pembentukan perilaku manusia dan penyakit ruhani merupakan hasil dari dampak negative. Semua aspek tersebut merupakan hal penting dalam pembentukan perilaku manusia.

I.2 TujuanMakalah ini bertujuan untuk mengetahui penjelasan dan dampak-dampak yang terjadi dari daya-daya ruhani, dinamika ruhani dan penyakit ruhani terhadap perilaku manusia.

BAB II PEMBAHASAN2.1 Daya - Daya Ruhani Alam ini terdiri dari alam gaib dan alam syahadah, yang masingmasing memiliki alur aturan sendiri. Dalam hidup ini ada hal-hal yang supra rasional dan ada pula potensi manusia yang belum dikembangkan, yaitu potensi ruhaninya. (Mudhary, 2003) Manusia terdiri dari unsur yang menyatu dan Al-Quran menguraikan pentingnya pembinaan kedua unsur tersebut, terlebih unsur yang utama adalah unsur ruhani . Ruh sebagai pokok hidup manusia, hewan atau tumbuh-tumbuhan. Kita sudah mengetahui bahwa manusialah yang paling tinggi tingkat hidupnya, dikarenakan ruh atau jiwanya yang lebih unggul. Ruh dapat mempengaruhi daya pikir seseorang , yaitu mempengaruhi naluri otaknya. Seringkali otak tidak mampu untuk memikirkan kekuatan jiwa atau ruhani, sebab hal tersebut bertentangan dengan kekuatan otak, bahkan menyangkal kebenarannya, karena dianggap berjalan diluar batas kerja akal. Jika diibaratkan seperti anak kecil yang mustahil memikirkan atau menjalani tugas-tugas orang dewasa. Itulah perbedaan akal dengan nurani. Akal yang sempit akan menyalahkan dan tidak mengakui pekerjaan ruhani. Kadang akal menyebutnya tahayul, padahal benar menurut ruh. Hal inilah yang membuat banyak orang enggan mendengar apalagi mempercayai suatu peristiwa yang luar biasa. Namun jika seseorang itu beriman, ia akan sulit menolak tentang peristiwa yang dialami para Nabi atau beragam mukjizat Nabi dan para Rasul. Demikianlah, pada galibnya, akal yang terbatas, sedang jiwa-ruh tak ada yang membatasi menembus tirai hijab setebal apapun, sebab ia memang lebih halus dari apapun. (mudhary,2003)Menurut Al-Kindi Jiwa mempunyai tiga daya: 1. Daya bernafsu (appetitive) 2. Daya pemarah (irascible) 3. Daya berpikir (cognitive faculty) Daya berpikir itu disebut akal. Daya berpikir itulah yang mengangkat eksistensi manusia kederajat yag lebih tinggi. Menurut Al-Kindi ada tiga macam akal: 1. Akal yang bersifat potensial

2. Akal yang telah keluar dari sifat potensial menjadi aktual 3. dan akal yang telah mencapai tingkat kedua dari aktualitas, yang dalam bahasa arab disebut: . , Dalam keadaan aktual nyata, ketika Ia aktual, akal yang kami sebut yang kedua Akal yang bersifat potensial tak bisa mempunyai sifat aktual jika tidak ada kekuatan yang menggerakkannya dari luar. Dan oleh Karena itu bagi Al-Kindi ada lagi satu macam akal yang mempunyai wujud diluar roh manusia, dan bernama:( akal yang selamanya dalam aktualitas). Akal ini, karena selamanya dalam aktualitas, ialah yang membuat akal bersifat potensial dalam roh manusia menjadi aktual. Sifat-sifat akal ini: 1. ia merupakan akal pertama 2. ia selamanya dalam aktualitas 3. ia merupakan species dan genus 4. ia membuat akal potensial menjadi aktual berpikir 5. ia tidak sama dengan akal potensial tetapi lain dari padanya. Bagi Al-Kindi manusia disebut menjadi ( akil) jika ia telah mengetahui universal, yaitu jika ia telah memperoleh akal yang diluar itu. Akal pertama ini bagi Al-Kindi, mengandung arti banyak, karena dia adalah universal. Dalam limpahan dari Yang Mahasatu, akal inilah yang pertama-tama merupakan yang banyak (.) Pada daya jiwa yang dipaparkan oleh Al-Kindi, ada persamaan dengan konsep teori alam bawah sadar Freud yaitu kesadaran, prasadar dan ketidaksadaran hanya sampai pada tahun 1920an . Dan kemudian pada tahun 1923 ia mengenalkan model lain dari pemikiran yaitu id, ego dan superego. Tapi walaupun demikian, dari ketiga konsep barunya Freud itu, tetap berhubungan dan tidak menghilangkan konsep awalnya. Dimana daya nafsu (appetitive) terletak pada id yakni adapun motif-motif atau isi dari alam bawah sadar adalah dorongan-dorongan, kenginan-keinginan, sikap-sikap, perasaan-perasaan, pikiran-pikiran dan insting-insting yang tidak dapat dikontrol oleh kemauan . Motif pada kalanya muncul di alam sadar tetapi dalam perubahan bentuk dari asalnya, seperti ketika ada seseorang benci kepada ibunya. Perasaan benci ini tidak disadari oleh orang tersebut, akan tetapi rasa itu tidak serta-merta bisa hinggap di alam sadar, sehingga untuk bisa naik ke alam sadar, harus melewati alam prasadar yang harus menyamar dengan bentuk lain seperti cemas. Dari prasadar merubah bentuk lagi dengan memunculkan prilaku seseorang mencintai ibunya dengan berlebih-lebihan (cinta mencolok). Itulah yang disebut penyamaran motif bawah sadar. Daya pemarah (irascible) terletak pada ego dalam konsep teori psikoanalisa Freud. Dan berkembang dari id yang dikhususkan menangani persoalan realitas, karena id tidak

bisa berhubungan dengan dunia kenyataan. Dalam artian, ego dalam memenuhi kebutuhan id, itu di sesuaikan dengan konsep realitas atau kenyataan. Ego tidak memiliki energi sendiri dalam beraktifitas tetapi energinya berasal dari id. Dengan adanya ego manusia bisa membedakan dirinya dan lingkungan sekitarnya . Ego tumbuh karena kebutuhan id harus disesuaikan dengan dunia kenyataan objektif. Contoh; orang yang lapar, seketika membanyangkan makanan (pemuas ala id). Karena khayalan tentang makanan tadi tetap tidak merubah tegangan yang di timbulkan oleh id, maka manusia harus mencari makanan untuk menhilangkan tegangan yang ditimbulkan oleh rasa lapar itu. Tetapi dalam memenuhi kepuasan id itu, ego harus mempertimbangkan kenginan superego yang bermoral itu. Ego beroperasi di tiga daerah yaitu daerah taksadar-prasadar-sadar. Daya berpikir (cognitive faculty) terletak pada seperego dalam teori Freud, Superego merupakan kekuatan moral,mengontrol ego(daya pemarah) dengan mengacu pada nilai masyarakat sekitar. superego mengontrol kegiatan ego dengan membabi buta menekan kinerja ego yang tidak sesuai dengan moralitas masyarakat. Superego tidak rasional dan menuntut kesempurnaan, ia menghukum dengan keras kesalahan ego, entah itu sudah dikerjakan atau masih dalam pemikiran. Superego tidak hanya menunda pemuasan id tetapi sekaligus menghalanginya. Superego ingin mengejar kesempurnaan diri. Disinilah manusia akan memiliki derajat yang lebih tinggi

2.2 Dinamika Ruhani Struktur kepribadian Islam merupakan perpaduan antara kalbu, akal, dan nafsani. Inilah tiga komponen utama yang ada pada diri manusia, yang mendapat banyak kesepakatan dari para sufi. Meskipun begitu, al-Quran juga berbicara tentang daya batin lain yang belum termasuk kedalam trichotomi manusia di atas, seperti hati, akal, dan shudur (dada). Para sufi aliran Ibn Arabi seperti Kasyani, dan lainnya, menempatkan hati antara ruh dan jiwa. Seperti jiwa menjadi perantara antara ruh dan jasad, hati (qalb) juga berada di antara, dan mendapat pengaruh dari, ruh dan jiwa.

A. Ruh Ruh adalah dimensi yang paling ilahi yang dimiliki manusia, karena ia ditiupkan dari ruh Tuhan. Ruh manusia berasal dari Dunia Perintah dan seperti perintah itu sendiri, ruh tidak bisa dibagi-bagi, dikuantitaskan dan

dilahirkan, sedangkan jasad berasal dari Dunia Ciptaan, dan seperti dunia ciptaan sendiri, jasad bisa dibagi, dipilah-pilah dan dikuantitaskan. Adapun ruh adalah prinsip kehidupan yang berperan aktif dan efektif terhadap jasad. Tanpa ruh jasad manusia adalah benda mati. Ruh adalah ibarat penunggang kuda yang mengendalikan kuda, sang jasad, ke arah yang dikehendakinya. Ruh adalah tuan, sedangkan badan adalah budaknya. Ruh adalah prinsip pemberi, sedangkan jasad adalah prinsip penerima. Meskipun ruh itu dapat mempengaruhi jasad (badan), tetapi sesungguhnya kontak antara ruh dan badan hanya bisa dilaksanakan melalui perantaraan jiwa (nafs). Karena itu seperti alam misal pada tataran makrokosmos, jiwa merupakan barzakh (perantara) dengan mana kedua substansi yang sangat berbeda (ruh dan jasad) bisa mengadakan komunikasi. Kalau tidak maka mustahil keduanya bisa berinteraksi dan menjalankan fungsinya masing-masing. Al-Quran sering merujuk nafsu sebagai diri manusia, yaitu mewakili manusia secara keseluruhan, baik jasmaninya maupun ruhaninya. Ini mungkin disebabkan oleh peran sentral yang dimainkan oleh jiwa dalam menyatukan keduanya. Menurut Ibnu Zakariya (w. 395 H / 1004 M) menjelaskan bahwa kata al-ruh dan semua kata yang memiliki kata aslinya terdiri dari huruf ra, wawu, ha; mempunyai arti dasar besar, luas dan asli. Makna itu mengisyaratkan bahwa al-ruh merupakan sesuatu yang agung, besar dan mulia, baik nilai maupun kedudukannya dalam diri manusia. Al-Raqib al-Asfahaniy (w. 503 H / 1108 M), menyatakan di antara makna al-Ruh adalah al-Nafs (jiwa manusia). Makna disini adalah dalam arti aspek atau dimensi, yaitu bahwa sebagian aspek atau dimensi jiwa manusia adalah al-ruh. Nyawa (ruh) menurut al-Ghazali mengandung dua pengertian, pertama : tubuh halus (jisim lathif). Sumbernya itu lubang hati yang bertubuh. Lalu bertebar dengan perantaraan urat-urat yang memanjang ke segala bagian tubuh yang lain. Mengalirnya dalam tubuh, membanjirnya cahaya hidup, perasaan, penglihatan, pendengaran, dan penciuman dari padanya kepada anggota-anggotanya itu, menyerupai membanjirnya cahaya dari lampu yang berkeliling pada sudut-sudut rumah. Sesungguhnya cahaya itu tidak sampai kepada sebagian dari rumah, melainkan terus disinarinya dan hidup itu

adalah seperti cahaya yang kena pada dinding. Dan nyawa itu adalah seperti lampu. Berjalannya nyawa dan bergeraknya pada batin adalah seperti bergeraknya lampu pada sudut-sudut rumah, dengan digerakkan oleh penggeraknya. Pengertian kedua yaitu yang halus dari manusia, yang mengetahui dan yang merasa. Dan itulah tentang salah satu pengertian hati, serta itulah yang dikehendaki oleh Allah Taala dengan firman-Nya: 85 : } } Katakanlah ! Nyawa (ruh) itu termasuk urusan Tuhanku (QS. Al-Isra : 85) Dan itu adalah urusan ketuhanan yang menakjubkan, yang melemahkan kebanyakan akal dan paham dari pada mengetahui hakikatnya. Dengan adanya al-ruh dalam diri manusia menyebabkan manusia menjadi makhluk yang istimewa, unik, dan mulia. Inilah yang disebut sebagai khayalan akhar, yaitu makhluk yang istimewa yang berbeda dengan makhluk lainnya. Al-Quran menjelaskan hal ini dalam QS. Al-Muminun : 14. Kata al-Ruh disebutkan dalam al-Quran sebanyak 24 kali, masingmasing terdapat dalam 19 surat yang tersebar dalam 21 ayat. Dalam 3 ayat kata al-ruh berarti pertolongan atau rahmat Allah, dalam 11 ayat yang berarti Jibril, dalam 1 ayat bermakna wahyu atau al-Quran, dalam 5 ayat lain al-ruh berhubungan dengan aspek atau dimensi psikis manusia. Mengenai ruh ada beberapa karakteristik, antara lain :o o

Ruh berasal dari Tuhan, dan bukan berasal dari tanah / bumi. Ruh adalah unik, tak sama dengan akal budi, jasmani dan jiwa manusia. Ruh yang berasal dari Allah itu merupakan sarana pokok untuk munajat kehadirat-Nya.

o

Ruh tetap hidup sekalipun kita tidur / tak sadar. Ruh dapat menjadi kotor dengan dosa dan noda, tapi dapat pula dibersihkan dan menjadi suci.

o

o

Ruh karena sangat lembut dan halusnya mengambil wujud serupa wadah-nya, parallel dengan zat cair, gas dan cahaya yang bentuknya serupa tempat ia berada.

o o

Tasawuf mengikutsertakan ruh kita beribadah kepada Tuhan. Tasawuf melatih untuk menyebut kalimat Allah tidak saja sampai pada taraf kesadaran lahiriah, tapi juga tembus ke dalam alam rohaniah. Kalimat Allah yang termuat dalam ruh itu pada gilirannya dapat membawa ruh itu sendiri ke alam ketuhanan.

o

Al-Ruh sebagai Dimensi Spiritual Psikis Manusia. Dimensi dimaksudkan adalah sisi psikis yang memiliki kadar dan nilai

tertentu

dalam

sistem

organisasi

jiwa

manusia.

Dimensi

spiritual

dimaksudkan adalah sisi jiwa yang memiliki sifat-sifat Ilahiyah (ketuhanan) dan memiliki daya untuk menarik dan mendorong dimensi-dimensi lainnya untuk mewujudkan sifat-sifat Tuhan dalam dirinya. Pemilihan sifat-sifat Tuhan bermakna memiliki potensi-potensi lahir batin. Potensi-potensi itu melekat pada dimensi-dimensi psikis manusia dan memerlukan aktualisasi. Dimensi psikis manusia yang bersumber secara langsung dari Tuhan ini adalah dimensi al-ruh. Dimensi al-ruh ini membawa sifat-sifat dan dayadaya yang dimiliki oleh sumbernya, yaitu Allah. Perwujudan dari sifat-sifat dan daya-daya itu pada gilirannya memberikan potensi secara internal di dalam dirinya untuk menjadi khalifah Allah, atau wakil Allah. Khalifah Allah dapat berarti mewujudkan sifat-sifat Allah secara nyata dalam kehidupannya di bumi untuk mengelola dan memanfaatkan bumi Allah. Tegasnya bahwa dimensi alruh merupakan daya potensialitas internal dalam diri manusia yang akan mewujud secara aktual sebagai khalifah Allah. Dalam al-Quran dijelaskan kata al-ruh berhubungan dengan aspek atau dimensi psikis manusia. Berikut dijelaskan bahwa Allah meniup-kan ruh-Nya ke dalam jiwa dan jasad manusia. Sebagaimana yang terdapat dalam ayat berikut ini : 29 : } }

Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud. (QS. Al-Hijr : 29) Berdasarkan ayat di atas, kata ruh dihubungkan dengan Allah. Istilah yang digunakan untuk menyatakan hubungan itu juga beragam, seperti al-ruh minhu ruhina, ruhihi, al-ruhiy, ruh min amri rabbi. Selanjutnya, ruh Allah itu diciptakan kepada manusia melalui proses al-nafakh. Berbeda dengan alnafs, sebab nafs telah ada sejak nutfan dalam proses konsepsi, sedangkan ruh baru diciptakan setelah nutfah mencapai kondisi istimewa. Karena itu merupakan dimensi jiwa yang khusus bagi manusia. Menurut psikologi transpersonal, ada dua hal penting dalam diri manusia, yaitu potensi-potensi luhur batin manusia (human highest potentials) dan fenomena kesadaran manusia (human states of consciousness). Yang menjadi perhatian bagi psikologi transpersonal yaitu dalam wilayah aspek ruhaniah. Telaahnya berbeda dengan psikologi humanistic, bahwa psikologi humanistic lebih menekankan pada pemanfaatan potensi-potensi luhur manusia untuk meningkatkan kualitas hubungan antar manusia. Sedangkan psikologi transpersonal menekankan pada pengalaman subjektif spiritual transcendenta. Tasawuf Islam mengajarkan metode dan teknik-teknik munajat dan shalat khusyuk guna meningkatkan derajat ruh mencapai taraf al-nafs almuthmainnah / lebih tinggi lagi. Sehingga diharapkan manusia dapat mengembangkan diri mencapai kualitas insan kamil. Adapun ruh diciptakan jauh sebelum manusia dilahirkan, berfungsi semasa hidup dan setelah meninggal ruh akan pindah ke alam baqa untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya ke dalam hadirat Ilahi. Jadi ruh itu ada dalam diri manusia, tapi tak kasat mat (invisible) karena sangat halus, gaib serta dimensinya yang jauh lebih tinggi dari alam pikiran, serta tahapannya pun di atas alam sadar. Ruh dengan demikian merupakan salah satu dimensi yang ada pada manusia di samping dimensi ragawi dan dimensi kejiwaan, yang ada sebelum dan sesudah masa kehidupan manusia. Ruh (roh atau jiwa) juga menunjukkan kelembutan Ilahi, dan seperti halnya si hati, ia juga berada di dalam hati badaniah. Roh dimasukkan ke

dalam tubuh melalui saringan yang halus. Pengaruhnya terhadap tubuh ialah seperti lilin di dalam kamar, tanpa meninggalkan tempatnya, cahayanya memancarkan sinar kehidupan bagi seluruh tubuh. Pada dasarnya roh merupakan lathifah dan oleh karenanya ia merupakan suatu unsur Ilahi. Sebagai sesuatu yang halus, ia merupakan kelengkapan pengetahuan yang tertinggi dari manusia yang bertanggung jawab terhadap sinar dari penglihatan yang murni, apabila manusia bebas seluruhnya dari kesadaran fenomenal. Tingkat perkembangan ruh yang sempurna dihiasi dengan sifat-sifat ketuhanan dan berhak menjadi wakil Allah. Salah satu aliran berpendapat bahwa nafs harus dibersihkan agar ruh dapat dihiasi. Beberapa aliran yang lain beranggapan bahwa jika ruh tidak dihias maka nafs tidak dapat dibersihkan. Pandangan lain adalah bahwa sekalipun seseorang menghabiskan seluruh hidupnya untuk berjuang membersihkan nafs, nafs tersebut masih belum bisa dibersihkan seluruhnya dan dia bahkan mungkin tidak memiliki kesempatan untuk bekerja dengan ruh. Namun jika seseorang bisa menempatkan nafs tetap berada dalam etika thariqat, yang memusatkan perhatian pada pembersihan hati dan menghias ruh, maka kemuliaan ketuhanan akan muncul silih berganti melalui pengaruh daya tarik kemurahan dan kemuliaan Allah. Cinta adalah daya tarik ketuhanan, apabila menemukan jalannya ke dalam hati, dia akan membakar akar wujud seseorang, dan menyatukannya dengan wujud mutlak. Hati adalah wilayah persimpangan antara kesatuan dan keragaman. Ketika hati dimurnikan dari segala karat keragaman, matahari cinta akan terbit dan memancarkan sinar kesatuan. Cinta adalah ramuan wujud. Orang harus mematikan diri agar dapat meraih harta karun kehidupan abadi. Al-ruh merupakan dimensi jiwa manusia yang sifatnya spiritual dan potensi yang berasal dari Tuhan. Dimensi ini menyebabkan manusia memiliki sifat Ilahiyah (sifat ketuhanan) dan mendorong manusia untuk mewujudkan sifat Tuhan itu dalam kehidupannya di dunia. Di sinilah fungsinya sebagai khalifah dapat teraktualisasikan. Dengan ini, maka manusia menjadi makhluk

yang semi samawi-ardi, yaitu makhluk yang memiliki unsur-unsur alam dan potensi-potensi ketuhanan. Manusia terdiri dari ruh dan jasad, karenanya Allah Swt menundukkan keduanya secara keseluruhan, baik ketika di mahsyar, diberi pahala maupun disiksa. Ruh adalah makhluk. Beberapa hadits mengidentifikasikan bahwa ruh adalah materi yang lembut. Bagi sementara pihak yang berkata bahwa ruh adalah qadim, merupakan kekeliruan besar. Ahli hakikat dari kalangan ahli sunnah berbeda pandangan soal ruh. Ada yang berpendapat, ruh adalah kehidupan, yang lain berpandangan ruh adalah kenyataan yang ada dalam hati, yang bernuansa lembut. Allah Swt menjalankan kebiasaan makhluk dengan mencipta kehidupan dalam hati, sepanjang arwahnya menempel di badan. Manusia hidup dengan sifat kehidupan, tetapi arwah selalu di cetak di dalam hati dan bisa naik ketika tidur dan terpisah dengan badan, kemudian kembali kepada-Nya. B. Akal Akal secara estimologi memiliki arti al imsak (menahan) al Ribath (ikatan) al Bajr (menahan) al Naby (melarang) dan manin (mencegah). Berdasarkan makna ini maka yang disebut orang berakal adalah orang yang mampu menahan dan mengikat hawa nafsunya. Jika hawa nafsunya terikat maka rasionalitynya mampu bereksistensi. Dengan akal seseorang mampu membedakan yang baik dan yang buruk, yang menguntungkan dan merugikan. Akal mampu memperoleh pengetahuan dengan daya nalar (al Nazhr) dan daya argumentatif. Melalui akal manusia bisa bermuhasabah yakni menunda keinginan tidak terburu-buru mengerjakannya sehingga menjadi jelas olehnya kelayakannya untuk dikerjakan atau ditinggalkan. Menurut al Hasan jika pekerjaan tersebut dimotivasi untuk mengharap ridho Allah maka kerjakanlah, tetapi jika tidak karena Allah lebih baik ditunda dahulu. Dan jika motivasinya untuk memperoleh ridha Allah maka harus berfikir dahulu apakah dalam mengerjakan sesuatu itu ia memperoleh pertolongan atau tidak, jika tidak sebaiknya ditunda terlebih dahulu. Dan apabila sudah mendapat kepastian akan pertolongan Allah maka kerjakanlah sehingga ia akan mendapat keberuntungan.

Muhasabah juga bisa dilakukan setelah selesai mengerjakan sesuatu, yakni apakah yang dikerjakan sudah ikhlas karena Allah, sesuai dengan ketentuan Allah. Apakah waktu mengerjakan lepas kendali atau tidak, bagus akibatnya atau tidak. Dengan muhasabah orang akan selamat dan bisa menjadi lebih baik prilkunya dan kepribadiannya. Sebagaimana Plato, Al Zukhaily berpendapat bahwa jiwa rasional itu bertempat di kepala sehingga yang berfikir adalah akal bukan kalbu. Antara akal dan kalbu sama sama memperoleh daya kognisi tetapi cara dan hasilnya berbeda. Akal mampu mencapai pengetahuan rasional tetapi tidak yang supra rasional, sehingga ia mampu mencapai kebenaran tetapi tidak mampu merasakan hakekatnya. Menurut Al Gazali agar manusia dapat senantiasa berdekatan dan mendapat nur ilahy maka ia harus berilmu dan mempunyai iradah (kemauan). Dengan ilmu seseorang akan mengetahui segala urusan dunia dan akhirat serta segala sesuatu yang berhubungan dengan akal. Dengan kemauan dan akal seseorang akan mengetahui cara-cara untuk memperbaiki serta mencari sebab sebab yang berhubungan dengan hal itu. Al Gazali berpendapat bahwa orang yang sakit nafsunya selalu menginginkan makanan yang enak. Hal ini memberi pengertian kepada kita bahwa jika orang tersebut sehat maka secara akal berarti semua makanan asalkan sehat dan halal dan toyyiban pasti akan terasa enak (lezat). Dengan demikian nafsu untuk selalu menginginkan hal hal yang enak enak akan dapat dikurangi atau dilawan dengan kondisi sehat. Al Gazali juga berpendapat bahwa ilmu yang diperoleh dalam hati akan memiliki kekuatan untuk melihat dan dapat membedakan aneka bentuk. Pandangan batin dan pandangan lahir sesungguhnya sama sama memiliki kebenaran, tetapi berbeda derajatnya. Hati laksana pengendara sedang akal laksana kendaraan. Buruknya hati atau pengendara akan lebih membahayakn dari pada buruknya kendaraan itu sendiri. Namun demikian akal tetap diperlukan untuk menyelesaikan problem-problem kehidupan. Akal yang sehat akan mempengaruhi tindakan dan emosi seseorang juga kepribadiannya. Akal terbagi menjadi dua yaitu akal dharuri dan akal muktasabah. dharuri aitu akal yang dapat mengetahui secara mudah. Akal muktasabah

ialah akal yang baru mengetahui dengan cara diusahakan, akal muktasabah terbagi dua yaknu muktasabah duniawi ialah akal yang digunakan untuk menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan keduniawiyan. Akal muktasabah ukhrawi yakni akal yang digunakan untuk mencapai akhirat. Secara psikologis orang-orang yang memiliki jiwa yang bersih dan akal yang sempurna maka ia akan mampu mengaktualisasikan diri dalam hidup dan kehidupan, yakni melihat realitas secara cermat, tepat apa adanya dan lebih efisien. Ia dapat menerima keadaan dirinya dan orang lain secara professional, yakni mengakui segala kelebihan dan keterbatasan masingmasing, dengan demikian ia akan bisa menerima masukan-masukan dari orang lain secara alamiah tanpa paksaan. C. Qalb Al Qalb atau kalbu merupakan materi organic yang memiliki system kognisi yang berdaya emosi. Al Gazali menyatakan bahwa kalbu memiliki insting yang disebut al nur al ilahy dan al bashirah al bathinah (mata batin). Kalbu dalam arti jasmani adalah jantung (heart) bukan hati (lever). Kalbu dalam artian rohani ialah menunjukan kepada hati nurani (conscience) dan ruh (soul). Kalbu ini berfungsi sebagai pemandu, pengontrol dan pengendali struktur nafs yang lain. Apabila kalbu ini berfungsi normal maka manusia menjadi baik sesuai dengan fitrah aslinya. Karena kalbu memiliki nature ilahiyah yang dipancarkan dari Tuhan. Ia tidak saja mampu mengenal fisik dan lingkungannya tetapi juga mampu mengenal lingkungan spiritual ketuhanan dan keagmaan. Mengenai kalbu ini Rasulullah SAW pernah bersabda : Sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging, apabila ia baik maka semua tubuh menjadi baik, tetapi apabila ia rusak maka semua tubuh menjadi rusak pula, ingatlah bahwa ia adalah kalbu. Menurut Huzaifah, hati terbagi menjadi empat yaitu hati yang bersih, yaitu (1) hatinya orang beriman dan mendapat sinar (2) hati yang tertutup yaitu hatinya orang kafir, hati yang buta dan tidak melihat kebenaran (3) hati yang terjungkir yaitu hatinya orang munafik yaitu melihat kebenaran tetapi kemudian mengingkarinya (4) hati yang memiliki dua bekal yakni bekal iman dan bekal kemunafikan, ia tergantung dari mana yang paling dominan. Orang yang kalbunya disinari Tuhan maka ia akan memiliki kepribadian yang kuat,

teguh dan tidak mudah putus asa. Dan apabila ia memiliki nafsu muthmainah ia akan tenang dan optimis karena ia yakin rahmat Tuhan pasti akan diberikan. Agar kalbu selalu mandapat sinar Ilahiyah menurut imam Al Gazali maka harus berilmu dan iradah (kemauan). Dengan ilmu manusia akan mengetahui segala urusan dunia dan akhirat, dan menurut al Gazali kalbu berfungsi untuk memperoleh kebahagiaan akhirat. Secara psikologis kalbu memiliki daya emosi (al infialy) dan kognisi. Bagian ini akan menggambarkan bagaimana struktur psikologis manusia menurut para sufi. Seperti telah disinggung pada bagian-bagian terdahulu, bahwa manusia adalah mikrokosmos yang mencerminkan keadaan makrokosmos. Maka sebagaimana makrokosmos terbagi ke dalam tiga alam, alam makna, alam jasmani dan alam mitsal, maka demikian juga mikrokosmos terbagai ke dalam tiga bagian: ruh, jiwa dan jasad. Hati (qalb) yang dalam bahasa Arabnya berarti, bolak-balik, mengisyaratkan hati yang mudah terpengaruh. Karena itu hati dapat dipengaruhi baik oleh ruh maupun oleh jiwa, dengan segala konsekwensinya. Hati adalah raja bagi organ tubuh manusia dan organ tubuh manusia lainnya adalah rakyat bagi hati, baik tidaknya rakyat ditentukan oleh baik tidaknya raja. Rasulullah, SAW bersabda: Ketahuilah bahwa di dalam tubuh terdapat segumpal darah, jika segumpal darah itu baik, maka baik pula seluruh tubuh, dan jika segumpal darah itu rusak, rusaklah seluruh tubuh, ketahuilah manusia darah tersebut adalah hati. (H.R. Muslim) Ketika hati mendapat pengaruh dari ruh, maka ia akan tercerahkan, karena ruh akan meneranginya dengan cahaya ilahi, dan karena ruh berasal dari Tuhan Yang Esa dan menjadi prinsip kesatuan (tawhid) maka ruh, ketika mempengaruhi jiwa, akan membimbingnya kepada tawhid. Dan ketika jiwa itu telah betul-betul terbimbing kepada tawhid, maka jiwa akan menjadi jiwa rasional (al-nafs al-nathiqiyyah), atau dengan kata lain jiwa menjadi akal. Tapi ketika hati mendapat pengaruh dari jiwa, maka ia akan terkaburkan oleh kotoran jiwa yang bersentuhan dengan materi, dan karena jiwa mengarah ke materi dan materi adalah sumber keanekaan, maka hati akan terpecah-pecah

jauh dari ketauhidan, bahkan hati manusia bisa jadi mensekutukan Tuhan, karena pemujaannya kepada selain diri-Nya, sehingga ia akan menodai keikhlasan dan ketuhidannya. Jiwa yang seperti ini apa yang disebut dalam al-Quran rayuannya. Mereka yang menganggap dirinya lebih dari orang lain (chauvinis), lantaran setumpukkekayaan, kekuasaan, pangkat atau kedudukan bahkan memebangga-banggakan keturunan, ilmu pengetahuan yang melebihi kebanyakan orang dan sebagainya. Ia menta dihormati, disanjung martabatnya. Barangkali tidak merasa kalau sebenarnya hidup dan kehidupan manusia silih berganti.D.

sebagai

shudur

(dada),

tempat

syaitan

membisik-bisikkan

NAFS Berbicara tentang nafsu, al-Quran menyebutkan tiga tingkat nafsu:

yaitru nafsu ammarah, nafsu yang mendorong manusia ke arah yang buruk; nafsu lawwamah, nafsu yang menyalahkan atau mencela, ketika kita melakukan dosa, dan nafsu muthmainnah, yaitu jiwa yang telah mencapai tingkat keseimbangan dan ketenangan. Menurut para filosofdan juga sebagian sufi,jiwa manusia dibagi ke dalam tiga bagian yaitu nafsu syahwat (al-nafs al-syahwiyyah), yaitu daya jiwa yang biasanya mewakili jiwa tumbuh-tumbuhan, seperti makan, tumbuh dan berkembang biak, nafsu amarah (al-nafs al-ghadhabiyah), daya marah yang biasanya dianggap mewakili jiwa hewan, seperti gerak dan pengindraan, dan terakhir nafsu atau jiwa rasional (al-nafs al-nuthqiyah), yaitu jiwa rasional yang mewakili jiwa manusia. Nafsus Syai dalam bahasa Arab adalah wujud sesuatu (jati diri). Sedangkan menurut kaum Sufi, Ucapan kata nafs bukan dimaksudkan sebagai wujud , atau acuan masalah.Yang mereka maksudkan dengan nafs adalah sesuatu yang tercela dalam sifat-sifat hamba, akhlak dan perbuatan. Perilaku tercela dari sifat-sifat hamba terbagi menjadi dua : Pertama, bersifat upaya dari hamba, seperti perbuatan maksiat dan pengingkaran terhadap perintah dan larangan. Kedua, budi pekertinya yang buruk dalam dirinya yang tercela. Maka terapi dan penyembuhannya pada diri hamba

adalah berjuang melawan kehinaan perilaku tersebut yang telah menjadi kebiasaan sehari-hari. Pada sifat yang pertama, termasuk hukum-hukum nafsu adalah hal-hal yang setara dengan keharaman atau larangan yang bersifat dibenci. Sedangkan pada sifat kedua, berupa keburukan dan kehinaan akhlak. Inilah batasan globalnya. Kemudian rincinya, seperti takabur, amarah, dendam, dengki, buruk akhlak , sedikit, bersyukur, dan yang lainnya, yang tergolong akhlak tercela. Hukum nafsu terburuk adalah berupa khayalan bahwa suatu perbuatan yang muncul dari nafsu dianggap baik. Atau perbuatan nafsu tergolong syirik khafy atau syirik yang samar. Karena itu, terapi akhlak dalam menyingkirkan nafsu lebih penting dari pada berlapar-lapar, haus atau berjaga (tanpa tidur) dan sebagainya yang mengandung unsure penyusutan kekuatan fisik. Walaupun cara seperti itu juga termasuk meninggalkan kesenangan nafsu. Nafsu itu sendiri merupakan nuansa lembut yang ada dalam hati, sebagai tempat akhlak yang tercela. Sebagaimana ruh yang merupakan nuansa lembut dalam hati, namun sebagai tempat akhlak terpuji. Dalam gambaran yang umum, masing-masing saling menundukkan. Semuanya, merupakan bagian dari kesatuan manusia. Eksistensi ruh dan nafsu tergolong wadag lembut dalam rupa, sebagaimana eksistensi malaikat dan setan, dengan sifat-sifat kelembutan. Seperti benarnya mata sebagai tempat memandang, telinga sebagai tempat mendengar, hidung sebagai tempat penciuman, mulut sebagai tempat rasa, maka, begitupun orang yang mendengar, yang melihat yang mencium dan yang merasakan , semuanya termasuk dalam bagan manusia. Demikian pula tempat sifat-sifat yang terpuji, tempatnya adalah hati dan ruh sedangkan sifat-sifat tercela tempatnya adalah nafsu. Nafsu sendiri sebagai bagian dari keseluruhan tersebut, begitu pula hati, hukum dan nama, kembali pada keseluruhan kesatuan sosok manusia. Nafsu merupakan daya nafsani, ia memiliki dua kekuatan yaitu, alGhadhabiyah dan al-Syahwaniyah. Al-Ghadhabiyah adalah suatu daya yang berpotensi untuk menghindari segala hal yang membahayakan. Ghadab dalam psikoanalisa disebut defenci (pertahanan, pembelaan dan penjagaan), yaitu suatu tindakan untyk melindungi egonya sendiri terhadap kesalahan,

kecemasan, dan rasa malu atas perbuatannya sendiri, sedang syahwat dalam psikologi disebut appetite yaitu hasrat atau keinginan atau hawa nafsu, prinsipnya adalah kenikmatan. Apabila keinginannya tidak dipenuhi maka terjadilah ketegangan, prinsip kerjanya adalah sama dengan prinsip kerja binatang, baik binatang buas yang suka menyerang maupun binatang jinak yang cenderung pada nafsu seksual. Nafsu merupakan struktur di bawah sadar dalam kepribadian manusia, apabila manusia didominasi oleh nafsunya, maka ia tidak akan dapat bereksistensi baik di dunia maupun diakhirat. Karena itu apabila kepribadian seseorang didomonasi oleh nafsu maka prinsip kerjanya adalah mengejar kenikmatan dunia, tetapi apabila nafsu tersebut dibimbing oleh kalbu cahaya ilahi maka ghadabnya akan berubah menjadi kemampuan yang tinggi derajatnya. Jika nafsu tersebut dikuasai oelh cahaya ilahi yang muncul adalah sifat-sifat kebaikan, tetapi jika nafsu itu dikuasai oleh syaitan maka yang muncul adala sifat-sifat syaitaniyah dan ini disebut hati yang sakit ,hati yang sakit bisa sembu apabila ia kembali kepada cahaya ilahi tetapi akan lebih sakit apabila ia dikuasai oleh nafsu syaitan. Dalam ilmu jiwa orang yang terganggu mentalnya tidaklah mudah diukur atau diperiksa dengan alat-alat kesehatan, untuk mengetahuinya biasanya hanya bisa dilihat gejalanya seperti tindakannya, tingkah laku dan pikirannya, seperti gelisah, iri hati, sedih yang tidak beralasan, hilangnya rasa kepercayaan diri, pemarah, keras kepala, merosot kecedasannya, suka memfitnah, mengganggu orang lain dan sebagainya. Kesehatan mental juga berpengaruh terhadap kesehatan badan, akhirakhir ini dalam ilmu kedokteran ditemukan istilah psychomtic yaitu penyakit yang disebabkan oleh mental, misalnya tekanan darah tinggi, tekanan darh rendah, exceem, sesak nafas, dan sebagainya. Obat dari berbagai penyakit mental dan yang disebabkan oleh mental adalah berfungsinya system kerja yang harmonis antara kalbu, akal, dan nafsu. Dan ini hanya bisa dilakukan melalui latihan-latihan kejiwaan secara terus menerus. Harmonisnya jiwan memungkinkan seseorang dapat berhubungan secara harmonis ditengah masyarakat. Untuk itu diperlukan The Art of

Interction yaitu seni berhubungan yang baik menuju akhlak yang baik, sebagai landasan utama kebahagian umat, akhlak yang baik juga merupakan faktor utama dalam memperbaiki kepribadian seseorang. Dalam ilmu tasawuf jiwa yang bersih dan jiwa kotor termasuk dalam nafsu. Dan mereka membagi nafsu menjadi 3 bagian : 1. Nafsu amarah, ia senantiasa cenderung maksiat, baik maksiat lahir maupun maksiat bathin. Orang yang didominasi oleh nafsu amarah maka wujud kepribadiannya ialah tamak, serakah, keras kepala, angkuh, dan perbuatan-perbuatan yang tidak terpuji lainnya seperti free sexs, suka berkelahi dan sebagainya. 2. Nafsu lawamah, ia sudah mendapat nur ilahi dan suka beribadah tetapi masih sering melakukan maksiat bathin kemudian bersegera beristighfar dan berusaha memperbaikinya. Orang yang berkepribadian lawamah maka senantiasa akan mengevaluasi diri (self correction) untuk menjadi lebih baik. 3. Nafsu muthmainah, suatu kepribadian yang bersumber dari kalbu manusia, di dalamnya selalu terhindar dari sifat-sifat yang tercela dan tumbuh sifat-sifat yang terpuji dan selalu tenang. Kecenderungannya ialah beribadah, mencintai sesama, bertambah tawakal, dan mencari ridho Allah dan bersifat teosentris. Menurut Ibnu Kholdum bahwa ruh kalbu itu disinggahi oleh ruh akal. Ruh akal ini substansinya mampu mengetahui apa saja di alam amar. Ia menjadi tidak mampu mencapai pengetahuan disebabkan adanya hijab, apabila hijab itu hilang maka ia akan mampu menemukan pengetahuan. Bahkan sebagian ahli tasawuf yang lain membagi nafsu menjadi 7 bagian, yaitu : nafsu amarah, nafsu lawamah, nafsu malhamah, nafsu muthmainah, nafsu al rodhiyah, nafsu mardhiyah, dan nafsu kamilah. Sejauh ini kita telah menjabarkan struktur psikologis sufi, sebagaimana yang dijelaskan oleh al-Kasyani. Meskipun begitu kita juga punya gambaran yang lebih dinamis tentang daya-daya jiwa tersebut karena menunjukkan fungsi-fungsi dari daya-daya tersebut dari Naguib Alatas. Menurut Alatas, apa yang kita katakan ruh, nafs, qalb dan akal, sesungguhnya bukan merupakan kecakapan yang masing-masing berdiri sendiri, tetapi kesemuannya itu hanyalah aspek-aspek dari substansinya, tetapi berbeda dari sudut fungsinya.

Ketika jiwa kita mengarahkan dirinya ke arah asalnya yang bersifat ruhani, maka ia disebut ruh; ketika ia mengadakan penalaran rasional dan diskursif, maka ia kita sebut akal, ketika ia berkemampuan untuk mendapatkan cahaya dari Tuhan secara langsung (mukasyafah), ia disebut qalb, dan ketika ia berhubungan dengan badan, maka ia disebut nafs. Karena itu dapat disimpulkan bahwa ruh, akal, qalb dan nafs, sesungguhnya sama dalam esensinya, tetapi berbeda dalam fungsinya sehingga mereka mendapat nama yang berbeda. 2.3 Penyakit Ruhani 2.3.1 Jenis Penyakit Ruhani/Hati Sebelum membahas masalah penyakit hati, ada baiknya mari kita pahami dulu kedudukan hati dalam diri manusia. Bersabda Rasulullah SAW : Ingatlah di dalam jasad manusia itu ada sepotong daging, tatkala sepotong daging itu baik, baiklah jasad keseluruhannya dan tatkala rusak (sepotong daging itu), maka rusaklah jasad keseluruhannya. Ingatlah dia itu hati (Hadits Riwayat An Numan bin Basyiir Mustafaqu alaih). Dalam hadits Nabi di atas telah jelas bahwa,Jika hati baik maka baiklah seluruh anggota badannya dan jika hati itu buruk maka buruklah seluruh anggota badannya. Dengan kata lain, jika hati sehat maka sehatlah seluruh anggota badannya dan jika hati itu sakit atau berpenyakit maka sakitlah anggota badannya. Dalam hadits Nabi yang lain, Rosululloh SAW bersabda, Al Qolbu Malikun Artinya, Hati itu adalah Raja. Hati dalam diri manusia diumpamakan berkedudukan sebagai Raja, yang memerintah, yang berkuasa atas badan. Jadi anggota badan diibaratkan sebagai rakyatnya. Yang bertugas mengusai dan memerintah adalah Sang Raja Hati. Gerak perbuatan, penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba, perasa, pikiran menjadi baik itu akibat dari hati yang baik, hati yang sehat. Dan perbuatan yang jahat, akhlak yang buruk dari anggota badan kita adalah akibat dari hati yang buruk, yaitu hati yang ada penyakitnya. Benarlah Rasulullah SAW bersabda :

Sesungguhnya Allah tidak melihat bentukmu / rupamu / bagus-cantikmu tetapi Allah melihat hatimu (dimana di dalam hati itulah terletak niat atas dasar apa amal itu dikerjakan) dan amal-amal kamu Jadi sentral keburukan dan kebaikan manusia adalah hatinya. Maka dari itu kita harus menjaga kesehatan hati, agar bebas dari penyakit , bebas dari bakteri dan virus ruhaniah. Namun, jika hati sudah terlanjur berpenyakit atau berkembang, maka hati yang berpenyakit harus diobati atau disembuhkan. Sebelum melakukan pengobatan, ada baiknya kita mengetahui macammacam penyakit hati. Ada tiga akar penyakit hati yang berakibat pada lahirnya akhlak buruk, amal buruk dari anggota badan kita. 1. Penyakit dengki atau hasud 2. Penyakit suka pamer atau ria 3. Penyakit pongah, membangga-banggakan diri atau ujub, takabur A.Penyakit Dengki Dengki atau hasud berasal dari kekikiran. Orang berpenyakit kikir ialah orang yang tak sudi membagi apa yang dimilikinya dengan orang lain. Kekikiran akan berkembang menjadi dengki. Orang yang berpenyakit dengki adalah orang tidak senang melihat hamba-hamba Allah yang lain dikaruniai kenikmatan berupa ilmu,harta, dicintai orang banyak, nasib baik, beruntung oleh Allah. Orang dengki ingin agar kenikmatan yang ada di orang lain itu sirna, meskipun dia sendiri tidak akan memperoleh keuntungan apapun dari sirnanya kenikmatan itu. Orang yang dengki akan merasa tersiksa sepanjang hidupnya di dunia hingga kematian merenggut jiwanya. Sebab Allah tidak pernah berhenti memberikan kenikmatan pada hamba-hambaNya. B.Penyakit Suka Pamer Adalah penyakit yang sumbernya berasal dari mengikuti hawa nafsu. Maka dari itu suka pamer adalah penyakit syirik yang tersembunyi dan merupakan bentuk dari kemusyrikan. Tanda-tandanya orang yang suka pamer adalah :

Suka dipuji orang lain Gundah jika beramal baik tak ada orang memujinya Merasa tersiksa bila amal-amalnya tidak dipedulikan orang lain

Orang yang punya penyakit ini amal nya adalah sia-sia, tak ada hitungannya di hadapan Allah Orang yang berpenyakit pamer adalah orang yang beramal kebaikan dengan tujuan berharap dilihat manusia, dipuji manusia, jika tidak ada maunusia lain maka ia sepi dari beramal kebaikan.

C.Penyakit Pongah Orang yang dalam hatinya berpenyakit pongah adalah orang yang suka memandang dirinya sebagai mulia dan besar, unggul, tinggi derajat. Ciri-cirinya :

Orang itu suka berkata, aku adalah ini, aku adalah itu Bila bergaul dengan orang lain selalu memuliakan dirinya sendiri Bila berkata dengan orang lain selalu berupaya agar unggul dalam pembicaraan. Bila bergaul suka melecehkan orang lain yang tak sepaham dengannya Bila memberi nasihat, memalukan Bila dinasehati, bersikap kasar (tidak senang) Memandang dirinya lebih baik dari orang lain

Tiga penyakit hati ini akan berpengaruh terhadap anggota badan lainnya , seperti : Mata :

Suka memandang lawan jenis yang bukan muhrimnya, Penyakit suka melihat bentuk yang cantik / ganteng dengan syahwat, Penyakit suka melihat orang lain dengan dengan pandangan tak sedap, Penyakit suka mencari-cari kesalahan orang lain, Penyakit suka banyak tidur Penyakit suka mendengarkan fitnah, Penyakit suka mendengar pengumpatan, Penyakit suka mendengar perkataan sia-sia, Penyakit suka mendengarkan pembicaraan tentang keburukan keburukan orang lain (Ghibah), dan lain-lainnya

Telinga :

Lisan :

Penyakit suka berkata bohong, Penyakit berkata ingkar janji,

Penyakit suka mengumpat, Penyakit suka bersitegang, Penyakit suka bertengkar, Penyakit suka berkata membangga-banggakan diri, Penyakit suka mengutuk orang lain atau apa saja, Penyakit suka berkata mengajak untuk berbuat jahat/dosa, Penyakit suka berolok-olok, Penyakit suka berkata keji, Penyakit suka berkata yang sia-sia atau bercanda, Penyakit suka berkata yang bukan urusannya Penyakit suka memakan makanan yang haram, Penyakit suka minum minuman haram, Penyakit suka memakan makanan yang subhat, Penyakit suka berlebih lebihan dalam memakan makanan yang halal ( kekenyangan), Penyakit suka berlebih-lebihan dalam minum minuman yang halal. Ini adalah semua penyakit dan bisa berkembang menjadi penyakit badan lahir/jasmani

Perut dan Mulut :

Kemaluan :

Penyakit suka berzina, Penyakit memuas-muaskan bersetubuh dengan isterinya/suaminya, maniak seks (meskipun jalan yang halal pada isteri/suami). Penyakit berganti-ganti isteri mesti melalui jalan syari. Ini semua adalah penyakit

Tangan :

Penyakit suka memukul sesamanya, Penyakit suka menerima harta dari memperoleh dengan cara yang haram, Penyakit suka menganiaya makhluk lain apapun, Penyakit menyalahgunakan amanat ( melipat, korupsi, suap), Penyakit suka mencuri barang orang lain, Penyakit suka menulis kata-kata yang kotor, olok-olok

Kaki :

Penyakit suka mengunjungi tempat-tempat haram ( tempat pelacuran, tempat minum yang memabokkan, tempat judi dll), Penyakit suka mendatangi penguasa / pemerintah yang zalim

Itulah penyakit-penyakit yang umumnya berjangkit pada setiap diri kita tanpa disadari bahwa itu semua adalah timbul dari penyakit hati. 2.3.2 Tanda-Tanda Penyakit Ruhani Rohani sering dikaitkan dengan hati, kalbu, jiwa, mental, fikiran dan sebagainya yang mewujudkan sebagai suatu unsur peribadi manusia yang paling unik yang tidak dapat dilihat oleh pancaindera. Tetapi gejala dalam kerjanya dapat dirasakan. Gejala itu misalnya: menangkap dan menyimpan pengertian, mengingat, berfikir, berkemahuan, rindu, sedih, gembira dan sebagainya. Keterangan tentang adanya penyakit rohani itu dikemukakan di dalam AlQuran antaranya: Firman Allah yang bermaksud: Dalam hati mereka ada penyakit, maka Allah tambah penyakit mereka dan adalah bagi mereka siksaan yang pedih dengan sebab apa-apa yang mereka dustakan. (Q.S. Al-Baqarah, ayat 10) Gejala Peneyakit Ruhani :

Lemah Daya Kerja Jika seseorang itu sehat rohaninya ia akan memiliki kemampuan beramal yang tinggi, gairah bekerja dan bersemangat untuk maju dalam kebaikan. Sebetulnya orang yang mengidap penyakit rohani akan nampak kemundurannya dalam kemampuan bekerja, hilang ghairah dan semangatnya untuk maju. Yang menonjol hanyalah kelemahan dan kemalasan.

Tumpul Pikirannya Orang yang sihat rohaninya mudah menangkap kebenaran, hatinya selalu dipancari (nur) kebenaran. Adapun orang yang sakit rohaninya terlihat adanya kebodohan, kelemahan dalam berfikir sehingga susah menerima kebenaran. Firman Allah s.w.t. yang bermaksud: Artinya : Tidakkah mereka mahu berjalan di muka bumi, supaya ada bagi mereka hati yang mereka boleh mengerti dengannya, atau telinga yang boleh

mendengar dengannya. Sesungguhnya bukan penglihatan yang buta tetapi hati mereka yang ada di dalam dada itulah yang buta. (Q.S. Al-Haj, ayat 46) Mereka begitu susah menangkap kebenaran, sekalipun dengan perbandingan dan perumpamaan sahaja. Dalam hati mereka terdapat kotoran yang menutup mata hatinya. Firman Allah s.w.t. yang bermaksud : Dan sesungguhnya Kami telah sediakan neraka Jahannam terhadap sejumlah jin dan manusia. Mereka yang mempunyai hati tetapi tidak mahu mengerti dengannya dan mempunyai mata tetapi tidak mahu melihat dengannya dan mempunyai telinga tetapi tidak mahu mendengar dengannya. Mereka itu seperti binatang, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang yang lalai.

Pendangkalan Rasa Orang yang sihat rohaninya ialah orang yang begitu terkesan apabila mendapat nikmat dan rahmat Allah yang diterimanya dengan penuh syukur. Adapun bagi orang yang tidak pandai bersyukur dengan nikmat Allah dianggap sebagai memiliki perasaan dangkal dan kelemahan zauq. Pendangkalan rasa terhadap nikmat Allah itu dapat dipandang sebagai gejala penyakit rohani. Firman Allah s.w.t. yang bermaksud: Apabila kesukaran menimpa manusia, mereka seru Tuhan dalam keadaan berserah diri kepadaNya, kemudian apabila ia rasakan kepada mereka rahmat daripadaNya, tiba-tiba segolongan daripada mereka menyekutukan Tuhan mereka. (Q.S. Rum, ayat 33)

Gelisah dan Keluh Kesah Orang yang sihat rohaninya, terdapat ketenangan pada air mukanya. Sebaliknya orang yang mengalami gangguan penyakit rohani, terdampar pula melalui sikapnya yang diliputi kegelisahan dan keluh kesah. Kegelisahan dan keluh kesah itulah yang merupakan pencerminan daripada ketidak stabilan mental. Firman Allah s.w.t. yang bermaksud : Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat gelisah. Apabila bahaya mendatangani dia keluh kesah. Dan apabila mendapat kebaikan amatlah kedekutnya. Kecuali orang yang mengerjakan sembahyang. Yakni mereka yang tetap dalam sembahyangnya. (Al-Maarij, ayat 19-23)

Liar Terhadap Kebenaran

Salah satu daripada tanda ketenangan jiwa ialah kecenderungan mencari dan menerima kebenaran dan menolak kebatilan. Fikirannya tenang dan sentiasa mempertimbangkan sesuatu itu dengan baik. Sebaliknya orang yang liar terhadap kebenaran dan tidak senang mendengarkan mutiara-mutiara hikmah dapat dipandang sebagai orang yang terkena penyakit rohani. Allah s.w.t. berfirman yang ertinya: Apakah di dalam hati mereka ada penyakit, atau mereka ragu ataupun mereka khuatir kalau-kalau Allah dan RasulNya menganiaya mereka. Tidak! Bahkan mereka itulah orang yang zalim. (Q.S. An-Nur, ayat 50)

Buruk Sangka Salah satu daripada tanda penyakit rohani ialah prasangka-prasangka yang buruk, antara lain anggapan yang bukan-bukan terhadap Allah dan RasulNya. Firman Allah yang bermaksud: Dan ingatlah ketika orang munafik dan orang yang dihatinya ada penyakit berkata: Allah dan RasulNya tidak menjanjikan kepada kita melainkan tipuan. (Al-Ahzab, ayat 12) Selain mempunyai prasangka yang buruk terhadap Allah dan RasulNya, ia juga mempunyai prasangka yang buruk dan suka curiga terhadap orang lain tanpa alasan. Firman Allah s.w.t. yang bermaksud: Wahai orang yang beriman, tinggalkanlah sebahagian besar daripada sangka-sangka, kerana sebahagian daripada sangka-sangka itu dosa. (Q.S. Al-Hujarat, ayat 12)

Suka Menghasut (Fitnah) Jika orang yang sihat rohaninya selalu rindukan ketenangan, kedamaian dan ketenteraman, sebaliknya orang yang berpenyakit rohani kadangkala suka menghasut dan menimbulkan pergaduhan dan keributan. Sebab itulah sikap suka menghasut dan menimbulkan kegemparan di dalam masyarakat dapat dipandang sebagai penyakit rohani. Firman Allah s.w.t. yang bermaksud: Sesungguhnya kalau orang munafik dan mereka yang dihatinya ada penyakit dan penggempar-penggempar (penghasut-penghasut) di Madinah tidak

menghentikan (kegiatannya) sudah tentu kami akan perintahkan engkau menyerang mereka, kemudian mereka tiada dapat tinggal berjiran dengan engkau kecuali sementara waktu saja. (Q.S. Al-Ahzab, ayat 60)

Menaruh Hati Terhadap Suami yang Sudah Bersuami Salah satu gejala daripada ketidak-normalan jiwa ialah sikap menaruh hati dan berkeinginan terhadap wanita-wanita yang sudah mempunyai suami. Kerana itulah, maka Allah memberi nasihat kepada isteri-isteri Nabi s.a.w. Firman Allah s.w.t. bermaksud: Hai isteri-isteri Nabi! Kamu tidak sama dengan seorangpun dari wanitawanita lain jika kamu berbakti. Maka janganlah kamu berlembut kata (kepada lelaki lain), kerana akan menaruh harapan (akan timbul keinginan) orang yang hatinya ada penyakit melainkan ucapkanlah perkataan yang sopan. (Q.S. AlAhzab, ayat 32) Di antara ahli tafsir ada yang mentafsirkan pengertian penyakit dalam ayat tersebut sebagai syahwat zina. Keterangan ini logik kerana orang yang normal fikirannya tentu dapat membezakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang halal dan mana yang haram. Adapun orang cenderung kepada hal-hal yang tidak wajar dan menyimpang dari nilai-nilai moral maka ia dipandang sebagai kelakuan yang tidak normal.

Akibat Penyakit Ruhani/Hati Setiap orang merasakan dan mengetahui betapa buruknya akibat-akibat penyakit jasmani yang menimpa seseorang. Tetapi penyakit rohani sebenarnya mempunyai akibat-akibat buruk yang lebih serius daripada penyakit jasmani. Antaranya ialah:

Mengganggu Ketenangan Orang yang berpenyakit rohani tidak akan dapat menikmati ketenangan hidup. Hal ini bererti mencelakakan dan meruntuhkan kebahagian. Hanya orang yang sihat rohani sajalah yang dapat menikmati ketenangan dan kebahagiaan.

Menjauhkan Diri Dari Tuhan Penyakit rohani dalam istilah lain disebut ghibah, sifat buruk, muhlikat, sifat buruk yang merosakkan atau ahlqul mazmunah yakni akhlak yang tercela.

Sifat dan sikap mental yang demikian amat tidak diredai oleh Allah dan diperhitungkan sebagai dosa; misalnya munafik, iri hati, sombong, dan lainlainnya. Dengan demikian memiliki sifat dan sikap tersebut bererti membuat diri dimurkai dan kian jauh dari Tuhan.

Melumpuhkan Daya Kerja Jika orang yang sihat rohaninya dia akan dapat bekerja dengan tekun dan beramal kepada Allah dengan sebanyak-banyaknya sebagai bakti kepada Allah dan ihsan kepada sesama manusia. Sebaliknya orang yang berpenyakit rohani, daya kerjanya lumpuh dan tidak sanggup melakukan sesuatu yang penting dan bernilai dalam pembangunan. Jika seseorang hanya pandai merosak tetapi tidak pandai membangun maka dapatlah dipandang orang itu sebagai sampah masyarakat bahkan lebih buruk daripada sampah.

Merusak Jasmani Ahli-ahli di bidang kesihatan pada umumnya sependapat bahawa penyakitpenyakit rohani mengakibatkan berlakunya kerosakan pada jantung, tekanan darah, saraf, paru-paru dan sebagainya. Gangguan mental menyebabkan orang merasa tidak enak makan, dan tidak dapat tidur. Apabila penyakit rohani itu berlarutan tanpa ada usaha pengubatan dan pencegahan, maka akan membahayakan dirinya sendiri mahupun bagi orang lain. Apabila penyakit itu kian bertambah berat, sehingga ke tahap membahayakan orang lain serta tidak dapat lagi memahami kenyataan-kenyataan hidup maka orang itu pasti terkena tekanan penyakit gila atau janun.

BAB III PENUTUP3.1 Kesimpulan Manusia selain mempunyai potensi jasmaniah, manusia juga mempunyai potensi ruhaniah. Manusia memiliki daya-daya ruhani, dan dalam tubuh manusia terdapat dinamika ruhaniah tersebut. Dinamika tersebut terdiri dari ruh,akal,qalb, dan nafs. Penyakit Jasmani rentan terhadap penyakit, begitupun dengan ruhani. Ruhani dapat terkena penyakit ruhani.

DAFTAR PUSTAKAhttp://asyapradana646702.blogspot.com/2011/02/ruh-manusia-didalam-al-quran.html http://www.studiislam.com/manusia-dan-struktur-psikologisnya/ http://blog.umy.ac.id/satriopujonggo/2011/05/05/struktur-kepribadian-islam/ http://www.dzikirpengobatanqolbu.com/penyakit-hati-penyakit-ruhani/ http://biomarin.wordpress.com/2009/10/18/bedanya-penyakit-jasmani-danpenyakit-ruhani/ http://www.geocities.ws/mimbarkedah/gejala.htm