lp kejang demam.doc

26
KEJANG DEMAM A. Konsep Dasar 1. Pengertian Istilah kejang demam digunakan untuk bangkitan kejang yg timbul akibat kenaikan suhu tubuh. “Kejang demam ialah bangkitan kejang yg terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal 38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (Hasan, 1995). Banyak pernyataan yang dikemukakan mengenai kejang demam, salah satu diantaranya adalah : “Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi pada umur 3 bulan sampai 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk. Kejang demam harus dapat dibedakan dengan epilepsi, yaitu ditandai dengan kejang berulang tanpa demam (Mansjoer, 2000). 2. Anatomi Fisiologi Sistem Persarafan Seperti yang dikemukakan Syaifuddin (1997), bahwa system saraf terdiri dari system saraf pusat (sentral nervous system) yang terdiri dari 1

Upload: tesa-dwi-ramdhayani-putri

Post on 18-Jul-2016

885 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

demam

TRANSCRIPT

Page 1: LP KEJANG DEMAM.doc

KEJANG DEMAM

A. Konsep Dasar

1. Pengertian

Istilah kejang demam digunakan untuk bangkitan kejang yg timbul

akibat kenaikan suhu tubuh. “Kejang demam ialah bangkitan kejang yg

terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal 38C) yang disebabkan oleh

suatu proses ekstrakranium (Hasan, 1995).

Banyak pernyataan yang dikemukakan mengenai kejang demam,

salah satu diantaranya adalah : “Kejang demam adalah suatu kejadian pada

bayi atau anak, biasanya terjadi pada umur 3 bulan sampai 5 tahun,

berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi

intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa

demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk. Kejang

demam harus dapat dibedakan dengan epilepsi, yaitu ditandai dengan

kejang berulang tanpa demam (Mansjoer, 2000).

2. Anatomi Fisiologi Sistem Persarafan

Seperti yang dikemukakan Syaifuddin (1997), bahwa system saraf

terdiri dari system saraf pusat (sentral nervous system) yang terdiri dari

cerebellum, medulla oblongata dan pons (batang otak) serta medulla

spinalis (sumsum tulang belakang), system saraf tepi (peripheral nervous

system) yang terdiri dari nervus cranialis (saraf-saraf kepala) dan semua

cabang dari medulla spinalis, system saraf gaib (autonomic nervous

system) yang terdiri dari sympatis (sistem saraf simpatis) dan

parasymphatis (sistem saraf parasimpatis).

Otak berada di dalam rongga tengkorak (cavum cranium) dan

dibungkus oleh selaput otak yang disebut meningen yang berfungsi untuk

melindungi struktur saraf terutama terhadap resiko benturan atau

guncangan. Meningen terdiri dari 3 lapisan yaitu duramater, arachnoid dan

piamater.

1

Page 2: LP KEJANG DEMAM.doc

Sistem saraf pusat (Central Nervous System) terdiri dari :

a. Cerebrum (otak besar)

Merupakan bagian terbesar yang mengisi daerah anterior dan

superior rongga tengkorak di mana cerebrum ini mengisi cavum

cranialis anterior dan cavum cranialis media.

Cerebrum terdiri dari dua lapisan yaitu : Corteks cerebri dan

medulla cerebri. Fungsi dari cerebrum ialah pusat motorik, pusat

bicara, pusat sensorik, pusat pendengaran / auditorik, pusat penglihatan

/ visual, pusat pengecap dan pembau serta pusat pemikiran.

Sebagian kecil substansia gressia masuk ke dalam daerah

substansia alba sehingga tidak berada di corteks cerebri lagi tepi sudah

berada di dalam daerah medulla cerebri. Pada setiap hemisfer cerebri

inilah yang disebut sebagai ganglia basalis.

Yang termasuk pada ganglia basalis ini adalah :

1) Thalamus

Menerima semua impuls sensorik dari seluruh tubuh, kecuali

impuls pembau yang langsung sampai ke kortex cerebri. Fungsi

thalamus terutama penting untuk integrasi semua impuls sensorik.

Thalamus juga merupakan pusat panas dan rasa nyeri.

2) Hypothalamus

Terletak di inferior thalamus, di dasar ventrikel III

hypothalamus terdiri dari beberapa nukleus yang masing-masing

mempunyai kegiatan fisiologi yang berbeda. Hypothalamus

merupakan daerah penting untuk mengatur fungsi alat demam

seperti mengatur metabolisme, alat genital, tidur dan bangun, suhu

tubuh, rasa lapar dan haus, saraf otonom dan sebagainya. Bila

terjadi gangguan pada tubuh, maka akan terjadi perubahan-

perubahan. Seperti pada kasus kejang demam, hypothalamus

berperan penting dalam proses tersebut karena fungsinya yang

mengatur keseimbangan suhu tubuh terganggu akibat adanya

proses-proses patologik ekstrakranium.

2

Page 3: LP KEJANG DEMAM.doc

3) Formation Reticularis

Terletak di inferior dari hypothalamus sampai daerah batang

otak (superior dan pons varoli) ia berperan untuk mempengaruhi

aktifitas cortex cerebri di mana pada daerah formatio reticularis ini

terjadi stimulasi / rangsangan dan penekanan impuls yang akan

dikirim ke cortex cerebri.

b. Serebellum

Merupakan bagian terbesar dari otak belakang yang menempati

fossa cranial posterior. Terletak di superior dan inferior dari cerebrum

yang berfungsi sebagai pusat koordinasi kontraksi otot rangka.

System saraf tepi (nervus cranialis) adalah saraf yang langsung

keluar dari otak atau batang otak dan mensarafi organ tertentu. Nervus

cranialis ada 12 pasang :

1) N. I : Nervus Olfaktorius

2) N. II : Nervus Optikus

3) N. III : Nervus Okulamotorius

4) N. IV : Nervus Troklearis

5) N. V : Nervus Trigeminus

6) N. VI : Nervus Abducen

7) N. VII : Nervus Fasialis

8) N. VIII : Nervus Akustikus

9) N. IX : Nervus Glossofaringeus

10) N. X : Nervus Vagus

11) N. XI : Nervus Accesorius

12) N. XII : Nervus Hipoglosus.

System saraf otonom ini tergantung dari system sistema saraf

pusat dan system saraf otonom dihubungkan dengan urat-urat saraf

aferent dan efferent. Menurut fungsinya system saraf otonom ada 2 di

mana keduanya mempunyai serat pre dan post ganglionik yaitu system

simpatis dan parasimpatis.

Yang termasuk dalam system saraf simpatis adalah :

3

Page 4: LP KEJANG DEMAM.doc

1) Pusat saraf di medulla servikalis, torakalis, lumbal dan seterusnya

2) Ganglion simpatis dan serabut-serabutnya yang disebut trunkus

symphatis

3) Pleksus pre vertebral : Post ganglionik yg dicabangkan dari

ganglion kolateral.

System saraf parasimpatis ada 2 bagian yaitu :

Serabut saraf yang dicabagkan dari medulla spinalis:

1. Serabut saraf yang dicabangkan dari otak atau batang

otak

2. Serabut saraf yang dicabangkan dari medulla spinalis.

3. Etiologi

Penyebab Febrile Convulsion hingga kini belum diketahui dengan

Pasti, demam sering disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis

media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak

selalu tinbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak

begitu tinggi dapat menyebabkan kejang (Mansjoer, 2000).

Kejang dapat terjadi pada setiap orang yang mengalami hipoksemia

(penurunan oksigen dalam darah) berat, hipoglikemia, asodemia,

alkalemia, dehidrasi, intoksikasi air, atau demam tinggi. Kejang yang

disebabkan oleh gangguan metabolik bersifat reversibel apabila stimulus

pencetusnya dihilangkan (Corwin, 2001).

4. Patofisiologi

Sel neuron dikelilingi oleh suatu membran. Dalam keadaan normal

membran sel neuron dapat dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium

dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan ion lain, kecuali ion clorida.

Akibatnya konsentrasi natrium menurun sedangkan di luar sel neuron

terjadi keadaan sebaliknya.

Dengan perbedaan jenis konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka

terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dan ini dapat

dirubah dengan adanya :

a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler

4

Page 5: LP KEJANG DEMAM.doc

b. Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya

mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya

c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena

penyakit atau keturunan.

Pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan

keseimbangan dari membran dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi

dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran tadi, dengan akibat

terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya

sehingga meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya

sehingga terjadi kejang.

Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda, tergantung dari

tinggi rendahnya ambang kejang tersebut. Pada anak dengan ambang

kejang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38 C, sedang pada ambang

kejang tinggi baru terjadi pada suhu 40 C atau lebih. Untuk lebih jelas

dapat dilihat pada bagan di bawah ini :

Kejang demam

Inflamasi

Infeksi

Peningkatan suhu tubuh

Metabolisme basal meningkat

Kebutuhan O2 meningkat

Glukosa ke otak menurun

Perubahan konsentrasi dan jenis ion

di dalam dan di luar sel

Difusi ion Na+ dan K+

5

Page 6: LP KEJANG DEMAM.doc

Kejang

Durasi pendek Durasi lama

Sembuh Apnea

O2 menurun

Kebutuhan O2 meningkat

Hipoxemia

Aktivitas otot meningkat

Hipoxia

Permeabilitas meningkat

Edema otak

Kerusakan sel neuron otak

Epilepsi

5. Tanda dan Gejala

Secara teoritis pada klien dengan Kejang Demam didapatkan data-data

antara lain klien kurang selera makan (anoreksia), klien tampak gelisah,

badan klien panas dan berkeringat, mukosa bibir kering (Ngastiyah, 1997).

6

Hiperkapnia

Hipotensi arterialMetabolisme otak

meningkat

Page 7: LP KEJANG DEMAM.doc

6. Komplikasi

Pada penderita kejang demam yang mengalami kejang lama biasanya

terjadi hemiparesis. Kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang

terjadi. Mula – mula kelumpuhan bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu

timbul spastisitas.

Kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan

anatomis di otak sehingga terjadi epilepsy.

Ada beberapa komplikasi yang mungkin terjadi pada klien dengan

kejang demam :

a. Pneumonia aspirasi

b. Asfiksia

c. Retardasi mental

7. Penatalaksanaan / Pengobatan

Ada beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu :

a. Memberantas kejang secepat mungkin

Bila penderita datang dalam keadaan status convulsion, obat

pilihan utama adalah diazepam secara intravena. Apabila diazepam

tidak tersedia dapat diberikan fenobarbital secara intramuskulus.

b. Pengobatan Penunjang

Semua pakaian yang ketat dibuka. Posisi kepala sebaiknya miring

untuk mencegah aspirasi isi lambung, usahakan jalan nafas bebas agar

oksigen terjamin, penghisapan lendir secara teratur dan pengobatan

ditambah dengan pemberian oksigen. Tanda – tanda vital diobservasi

secara ketat, cairan intravena diberikan dengan monitoring.

c. Pengobatan di rumah

Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumah.

Pengobatan ini dibagi atas 2 golongan yaitu :

1) Profilaksis intermitten

7

Page 8: LP KEJANG DEMAM.doc

Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari

diberikan obat campuran anti konvulsan dan anti piretik yang harus

diberikan pada anak bila menderita demam lagi

2) Profilaksis jangka panjang

Gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis terapeutik yang

stabil dan cukup di dalam darah penderita untuk mencegah

terulangnya kejang di kemudian hari.

d. Mencari dan mengobati penyebab

Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun epilepsy

yang diprovokasi oleh demam, biasanya infeksi traktus respiratorius

bagian atas dan otitis media akut.

B. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian adalah pendekatan untuk mengumpulkan data serta

menganalisa data sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan

perawatan klien (Gaffar, 1997). Dalam upaya pengumpulan data sebagai

langkah awal dari proses keperawatan penulis melakukan pengkajian, baik

secara langsung maupun tidak langsung. Kegiatan yang dilakukan dalam

pengkajian adalah pengumpulan data dan merumuskan prioritas masalah.

Sedangkan tujuan dari pengkajian keperawatan adalah mengumpulkan

data–data, mengelompokkan dan menganalisa data sehingga ditemukan

diagnosa keperawatan (Gaffar, 1997).

Tahapan pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan

asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu. Oleh karena itu

pengkajian yang akurat dan lengkap sesuai dengan kenyataan, kebenaran

data sangat penting dalam merumuskan suatu diagnosa keperawatan sesuai

dengan respon individu sebagaimana yang ditentukan dalam standar

praktek keperawatan dari American Nursing Association.

Pengkajian keperawatan data dasar yang komprehensif adalah

kumpulan data yang berisikan mengenai status kesehatan klien untuk

8

Page 9: LP KEJANG DEMAM.doc

mengelola kesehatan terhadap dirinya sendiri dan hasil konsultasi dari

medis (terapis) atau profesi kesehatan lainnya (Taylor, Lilis Le Mone,

1997).

Berdasarkan sumber data, data dibedakan menjadi dua, yaitu data

primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara

langsung dari klien, yaitu data tersebut diperoleh dari klien yang sadar

maupun klien tidak sadar sehingga tidak dapat berkomunikasi misalnya

data tentang kebersihan diri atau data tentang kesadaran. Data sekunder

adalah data yang diperoleh selain dari klien, seperti dari perawat, dokter,

catatan perawat, serta dari pemeriksaan seperti pemeriksaan laboratorium

atau pemeriksaan diagnostik lainnya, dari keluarga atau dari kerabat dekat.

Secara umum ada beberapa cara pengumpulan data dengan observasi,

konsultasi, validasi data, anamnesa, pemeriksaan fisik, observasi adalah

pengumpulan data melalui hasil pengamatan (melihat, meraba atau

mendengarkan) tentang kondisi klien dalam kerangka asuhan keperawatan.

Konsultasi adalah seorang spesialis diminta untuk

mengidentifikasikan cara–cara untuk pengobatan dan penanganan penyakit

klien.

Anamnesa atau wawancara adalah cara pengumpulan data melalui

inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.

Inspeksi adalah pengamatan secara seksama terhadap status kesehatan

klien, seperti inspeksi kesimetrisan pergerakan dinding dada, penggunaan

otot bantu pernafasan, inspeksi adanya lesi pada kulit dan sebagainya.

Perkusi adalah pemeriksaan fisik dengan cara mengetukkan jari

tengah kejari tengah yang lainnya untuk normal atau tidaknya suatu organ

tubuh.

Palpasi adalah jenis pemeriksaan fisik dengan cara meraba klien

seperti lokasi pada rongga abdomen untuk mengetahui lokasi nyeri atau

untuk mengetahui adanya massa.

9

Page 10: LP KEJANG DEMAM.doc

Auskultasi adalah cara pemeriksaan fisik dengan menggunakan

stetoskop, misalnya auskultasi dinding abdomen untuk mengetahui bising

usus, mendengarkan suara paru – paru, bunyi jantung.

Adapun pengkajian untuk mengumpulkan data–data yang akurat

terhadap Kejang Demam yaitu dimulai dengan anamnesa kepada klien dan

keluarga kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik.

Hal – hal yang perlu dikaji antara lain :

a. Identitas pasien dan keluarga

1) Nama Pasien (initial), umur, jenis kelamin,agama, suku bangsa

dan alamat

2) Nama Ayah (initial), umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku

dan bangsa

3) Nama Ibu (initial), umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku

dan bangsa.

b. Kesehatan fisik

1) Pola nutrisi

Tidak ada nafsu makan (anoreksia), mual dan bahkan dapat

disertai muntah. Perlu dikaji pola nutrisi sebelum sakit, porsi

makan sehari – hari, jam makan, pemberian makan oleh siapa,

frekuensi makan, nafsu makan, serta alergi terhadap makanan.

2) Pola eliminasi

3) Pola tidur

Yang perlu dikaji meliputi jam tidur, waktu tidur dan

lamanya tidur serta kebiasaan sebelum tidur

4) Pola hygiene tubuh

Mengkaji mengenai kebiasaan mandi, cuci rambut, potong

kuku dan rambut

5) Pola aktifitas

Anak tampak lemah, gelisah atau cengeng.

c. Riwayat kesehatan yang lalu

1) Riwayat prenatal

10

Page 11: LP KEJANG DEMAM.doc

Dikaji mengenai kehamilan ke berapa, tempat pemeriksaan

kehamilan, keluhan ibu saat hamil, kelainan kehamilan dan obat –

obatan yang diminum saat hamil.

2) Riwayat kelahiran

Kelahiran spontan atau dengan bantuan – bantuan, aterm atau

premature. Perlu juga ditanyakan berat badan lahir, panjang badan,

ditolong oleh siapa dan melahirkan di mana.

3) Riwayat yang berhubungan dengan hospitalisasi

Pernahkah dirawat di rumah sakit, berapa kali, sakit apa,

pernahkah menderita penyakit yang gawat.

Riwayat kesehatan dalam keluarga perlu dikaji kemungkinan ada

keluarga yang pernah menderita kejang.

4) Tumbuh kembang

Mengkaji mengenai pertumbuhan dan perkembangan anak

sesuai dengan tingkat usia, baik perkembangan emosi dan sosial.

5) Imunisasi

Yang perlu dikaji adalah jenis imunisasi dan umur

pemberiannya. Apakah imunisasi lengkap, jika belum apa

alasannya.

d. Riwayat penyakit sekarang

1) Awal serangan : Sejak timbul demam, apakah kejang timbul

setelah 24 jam pertama setelah demam

2) Keluhan utama : Timbul kejang (tonik, klonik, tonik klonik), suhu

badan meningkat

3) Pengobatan : Pada saat kejang segera diberi obat anti konvulsan

dan apabila pasien berada di rumah, tiindakan apa yang dilakukan

untuk mengatasi kejang.

4) Riwayat sosial ekonomi keluarga

Pendapatan keluarga setiap bulan, hubungan sosial antara anggota

keluarga dan masyarakat sekitarnya.

5) Riwayat psikologis

11

Page 12: LP KEJANG DEMAM.doc

Reaksi pasien terhadap penyakit, kecemasan pasien dan orang tua

sehubungan dengan penyakit dan hospitalisasi.

e. Pemeriksaan fisik

1) Pengukuran pertumbuhan : Berat badan, tinggi badan, lingkar

kepala

2) Pengukuran fisiologis : Suhu biasanya di atas 38 C, nadi cepat,

pernafasan (mungkin dyspnea nafas pendek, nafas cepat, sianosis)

3) Keadaan umum : Pasien tampak lemah, malaise

4) Kulit : Turgor kulit dan kebersihan kulit

5) Kepala : Bagaimana kebersihan kulit kepala dan warna rambut

serta kebersihannya

6) Mata : Konjungtiva, sklera pucat / tidak, pupil dan palpebra

7) Telinga : Kotor / tidak, mungkin ditemukan adanya Otitis Media

Akut / Kronis

8) Hidung umumnya tidak ada kelainan

9) Mulut dan tenggorokan : Bisa dijumpai adanya tonsillitis

10) Dada : Simetris / tidak, pergerakan dada

11) Paru – paru : Bronchitis kemungkinan ditemukan

12) Jantung : Umumnya normal

13) Abdomen : Mual – mual dan muntah

14) Genetalia dan anus : Ada kelainan / tidak

15) Ekstremitas : Ada kelainan / tidak.

Setelah selesai mengumpulkan data maka selanjutnya data tersebut

dikelompokkan. Pengelompokan data dapat dibagi atas data dasar dan data

khusus (Carpenito, 1997). Data dasar terdiri dari data fisiologis, data

psikologis, data sosial dan spiritual. Sedangkan data khusus adalah data

yang bersifat khusus, misalnya pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan

rontgen dan sebagainya.

2. Diagnosa Keperawatan

Menurut Doenges (2000), diagnosa keperawatan pada Febrile

Convulsion adalah :

12

Page 13: LP KEJANG DEMAM.doc

a. Resiko terhadap henti nafas berhubungan dengan perubahan

kesadaran, kehilangan koordinasi otot besar dan kecil

b. Ketidakefektifan pola pernafasan / bersihan jalan nafas berhubungan

dengan gangguan neuromuskuler, hypersekresi trakeobronkial

c. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme basal rata-

rata, proses infeksi

d. Kurang pengetahuan keluarga mengenai kondisi, dan aturan

pengobatan berhubungan dengan kurang informasi.

Sedangkan menurut Carpenito (1990), diagnosa keperawatan yang

terdapat pada kasus Febrile Convulsion adalah :

a. Resiko tinggi tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan

dengan relaksasi lidah, sekunder terhadap gangguan inversi otot

b. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme rata-rata,

proses infeksi.

3. Perencanaan

Adapun rencana tindakan pada kasus Febrile Convulsion menurut

Doenges (2002), yaitu :

1. Resiko tinggi terhadap henti nafas berhubungan dengan perubahan

kesadaran, kehilangan koordinasi otot besar dan kecil

Tujuan dan kriteria hasil :

Henti nafas dan trauma tidak terjadi dengan kriteria :

Menunjukkan efektifitas pernafasan selama kejang dan

sesudahnya

Tidak terdapat tanda injuri, perlukaan di seluruh organ tubuh

Rencana Tindakan :

1.1 Gali bersama-sama keluarga berbagai stimulasi yang

dapat menjadi pencetus kejang

Rasional : Mengetahui dan dapat menanggulangi sedini mungkin

komplikasi yang dapat terjadi

1.2 Pertahankan bantalan lunak pada penghalang tempat tidur yang

terpasang dengan posisi tempat tidur rendah

13

Page 14: LP KEJANG DEMAM.doc

Rasional : mengurangi trauma saat kejang selama berada di tempat

tidur

1.3 Gunakan termometer dengan bahan metal atau dapatkan suhu

melalui lubang telinga jika perlu

Rasional : mengurangi resiko klien menggigit dan cedera mulut

1.4 Tinggallah bersama klien dan keluarga dalam waktu beberapa lama

/ setelah kejang

Rasional : Meningkatkan rasa aman keluarga, mengobservasi

gejala lanjut

1.5 Masukkan jalan nafas buatan yang terbuat dari plastik. Miringkan

kepala ke salah satu sisi dan lakukan suction pada jalan nafas

sesuia indikasi

Rasional : Memfasilitasi ekspansi dada maksimal, drainage sekret,

dan memfasilitasi saat melakukan suction

1.6 Atur kepala, tempatkan di atas daerah yang empuk (lunak) atau

bantu meletakkan pada lantai jika keluar dari tempat tidur

Rasional : Menurunkan resiko cedera

2. Ketidakefektifan pola pernafasan / bersihan jalan nafas berhubungan

dengan gangguan neuromuskuler, hypersekresi trakeobronkial

Tujuan dan kriteria hasil :

Pola nafas efektif yang ditunjukkan dengan frekuensi nafas dalam

batas normal, jalan nafas bersih

Rencana Tindakan :

2.1 Kosongkan mulut klien dari benda / zat makanan

Rasional : menurunkan resiko aspirasi

2.2 Letakkan klien pada posisi miring, permukaan datar, miringkan

kepala, selama serangan kejang

Rasional : Meningkatkan aliran (drainage), sekret, mencegah lidah

jatuh, dan menyumbat jalan nafas

2.3 Tanggalkan pakaian pada daerah leher, dada, dan abdomen

Rasional : Memfasilitasi usaha bernafas dan ekspansi dada

14

Page 15: LP KEJANG DEMAM.doc

2.4 Masukkan spatel lidah/jalan nafas buatan atau golongan benda

lunak sesuai dengan indikasi

Rasional : Mencegah tergigitnya lidah dan memfasilitasi saat

melakukan suction

2.5 Melakukan pengisapan (suction) sesuai indikasi

Rasional : Menurunkan resiko aspirasi dan asfiksia

3. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme basal rata-

rata, proses infeksi

Tujuan dan kriteria hasil :

Suhu tubuh dalam batas normal, yang ditunjukkan dengan

mendemontrasikan suhu dalam batas normal, bebas dari kedinginan,

tidak mengalami komplikasi yang berhubungan

Rencana Tindakan :

3.1 Pantau suhu tubuh

Rasional : Suhu 38,9-41,1 menunjukkan adanya proses infeksius

akut. Pola demam dapat membantu dalam diagnosis

3.2 Pantau suhu lingkungan, batasi / tambahkan penggunaan seprai di

tempat tidur sesuai indikasi

Rasional : Suhu ruangan / jumlah selimut harus dirubah untuk

mempertahankan suhu mendekati normal

3.3 Berikan kompres hangat

Rasional : Membantu menurunkan demam dengan efek

vasodilatasi air hangat melalui proses evaporase

3.4 Kolaborasi : Berikan antipiretik

Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi

sentranya pada hipotalamus meskipun demam mungkin dapat

berguna dalam membatasi pertumbuhan organisme dan

meningkatkan autodekstruksi sel-sel yang terinfeksi.

4 Kurang pengetahuan (kurang belajar) mengenai kondisi, dan aturan

pengobatan berhubungan dengan kurang informasi, kesalahan persepsi

Tujuan dan kriteria hasil :

15

Page 16: LP KEJANG DEMAM.doc

Mengungkapkan pemahaman tentang gangguan berbagai rangsang

yang dapat menyebabkan aktifitas kejang, dengan kriteria :

Keluarga dapat mengemukakan kondisi dan pengobatan secara

sederhana.

Rencana Tindakan :

4.1 Jelaskan kembali mengenai patofisiologi / prognosis penyakit

Rasional : Memberikan kesempatan mengklarifikasi kesalahan

persepsi dan keadaan penyakit yang ada sesuai dengan yang

ditangani

4.2 Tinjau kembali obat-obat yang didapat

Rasional : Tidak ada pemahaman terhadap obat-obatan yang dapat

merupakan penyebab kecemasan keluarga

16

Page 17: LP KEJANG DEMAM.doc

DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer, dkk (2000), Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, Media

Aesculapius, Jakarta

Doenges, Marillyn E, dkk (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa

Keperawatan, EGC, Jakarta

Doenges, Marillyn E, et all (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3,

EGC, Jakarta

Gaffar, La Ode Jumadi (1997), Pengantar Keperawatan Profesional, EGC,

Jakarta

Hasan, Dr. Rusepno (1995), Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta

Ngastiyah (1997), Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta

Pusponegoro, Titut S., dkk (2000) Perinatologi, EGC, Jakarta

Saifuddin (1997), Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat, EGC, Jakarta

Susan Martin, dkk (1998), Standar Perawatan Pasien, Proses Keperawatan,

Diagnosa dan Evaluasi, Edisi 5, EGC, Jakarta

Sylvia A. Price, dkk (1995), Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 4,

EGC, Jakarta

17