askep kejang demam

37
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KEJANG DEMAM Di susun oleh : Ainin Fitriana Mahar 010810127 B Rachma Yuanita 010810041 B Made ririn S 010810669 B Rizqi Afifah A 010810628 B Najiyatul Fadia 010810615 B Nurul Alif 010810600 B Ernita Kurnia S 010810192 B Motrik 010810010 B

Upload: sabdi-mustapha

Post on 02-Oct-2015

39 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

merupakan contoh asuhan keperawatan untuk menangani masalah kejang demam

TRANSCRIPT

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

DENGAN KEJANG DEMAM

Di susun oleh :

Ainin Fitriana Mahar 010810127 B

Rachma Yuanita010810041 B

Made ririn S010810669 B

Rizqi Afifah A010810628 B

Najiyatul Fadia010810615 B

Nurul Alif 010810600 BErnita Kurnia S010810192 B

Motrik010810010 B

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA

2009

KATA PENGANTARPuji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Kejang Demam.

Penyusunan makalah ini tidak dapat terlaksana dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Erna Dwi S.Kep Ners. Yang telah memberi pengarahan dalam penyusunan makalah ini dan teman-teman sekalian yang telah berperan aktif dalam menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah kami ini masih banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi hasil yang lebih baik lagi untuk makalah-makalah berikutnya.

Kami mohon maaf atas segala kekurangan dari makalah kami ini. Terima kasih atas perhatian dan kerja samanya. Semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Tim Penyusun

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar belakangKejang merupakan gejala yang sering timbul pada anak- anak. Kejang ini dapat disertai demam atau tidak dan bisa berdampak fatal. Namun masyarakat belum mampu memberikan pertolongan ataupun tindakan pertama untuk pasien kejang demam. Respon yang ada di masyarakat pada umumnya adalah panik, cemas dan terlambat memberikan pertolongan atau tindakan awal kepada penderita kejang demam. Akibatnya pasien tidak tertolong dan menambah angka kematian. Meskipun kejang tidak membahayakan, namun dapat merusak saraf otak dalam waktu kurang dari 15 menit.

Step atau Kejang Demam masih sangat umum terjadi pada anak anak. Menurut IDAI, kejadian kejang demam pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun hampir 2 - 5%. Kejang merupakan hal yang menakutkan tetapi biasanya tidak membahayakan. Orang tua akan panik begitu mendapatkan anaknya menderita kejang demam. Jika kejang terjadi segera setelah demam atau jika suhu tubuh relatif rendah, maka besar kemungkinannya akan terjadi kembali kejang demam. Risiko berulangnya kejang demam adalah 10% tanpa faktor risiko, 25% dengan 1 faktor risiko, 50% dengan 2 faktor risiko, dan dapat mencapai 100% dengan = 3 faktor risiko.Kejang sendiri terjadi akibat adanya kontraksi otot yang berlebihan dalam waktu tertentu tanpa bisa dikendalikan. Salah satu penyebab terjadinya kejang demam yaitu tingginya suhu badan anak. Timbulnya kejang yang disertai demam ini diistilahkan sebagai kejang demam (convalsio febrillis) atau stuip/step. Masalahnya, toleransi masing-masing penderita/ anak terhadap demam sangatlah bervariasi. Pada anak yang toleransinya rendah, maka demam pada suhu tubuh 38 C pun sudah bisa membuatnya kejang. Sementara pada anak-anak yang toleransinya normal, kejang baru dialami jika suhu badan sudah mencapai 39 C atau lebih.

Dengan adanya kasus dan kejadian yang terjadi di masyarakat maka kita sebagai perawat berusaha memberikan asuhan keperawatan yang efektif dalam mengatasi kejang demam di rumah sakit atau memberikan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat mengenai tindakan awal dalam mengatasi kasus kejang demam.1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien yang mengalami kejang demam?

1.3 Tujuan1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien dengan gangguan persyarafan yaitu kejang demam.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui definisi, pathofisiologi, etiologi, manifestasi klinik, pemeriksaan penunjang, komplikasi, klasifikasi dan penatalaksanaan medis pada kejang demam.

2. Mengetahui pengkajian, diagnosa, intervensi, dan rasional pada penderita kejang demam.

1.4 Manfaat

Untuk menambah ilmu pengetahuan mengenai Asuhan Keperawatan pada klien kejang demam.BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi1. Kejang demam : bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (Rectal di atas 38o C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium (Ngastiyah, 1997: 229)

2. Kejang demam : bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu tubuh rectal di atas 38o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (Mansjoer, A.dkk. 2000: 434)

3. Kejang demam : kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan oleh kelainan ekstrakranium (Lumban tobing, 1995: 1)

4. Kejang demam : gannguan sementara yang terjadi pada anak-anak yang ditandai dengan demam (Wong, D.T. 1999: 182)

5. Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996).6. Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala dengan demam (Walley and Wongs edisi III,1996).7. Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995).2.2 KlasifikasiKejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu : kejang, klonik, kejang tonik dan kejang mioklonik.

a. Kejang TonikKejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput otak atau kernikterusb. Kejang KlonikKejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal berlangsung 1 3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolik.c. Kejang MioklonikGambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut menyerupai reflek moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan hebat. Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada bayi tidak spesifik.Menurut Ngastiyah ( 1997: 231), klasikfikasi kejang demam adalah

1. Kejang demam sederhana

yaitu kejang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum. Adapun pedoman untuk mendiagnosa kejang demam sederhana dapat diketahui melalui criteria Livingstone, yaitu :

a. umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun

b. kejang berlangsung hanya sebentar, tidak lebih dari 15 menit.

c. Kejang bersifat umum

d. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbul demam.

e. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kjang normal

f. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak menunjukan kelainan.

g. Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali

2. Kejang kompleks

Kejang kompleks adalah tidak memenuhi salah satu lebih dari ketujuh criteria Livingstone. Menurut Mansyur ( 2000: 434) biasanya dari kejang kompleks diandai dengan kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit, fokal atau multiple ( lebih dari 1 kali dalam 24jam). Di sini anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurology atau riwayat kejang dalam atau tanpa kejang dalam riwayat keluarga.

2.3 EtiologiMenurut Mansjoer, dkk (2000: 434) Lumban Tobing (1995: 18-19) dan Whaley and Wong (1995: 1929) adalah1. Demam itu sendiri

Demam yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih, kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi.

2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme

3. Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.

4. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.

5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan, yang tidak diketahui atau enselofati toksik sepintas.

Menurut staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI (1985: 50), faktor presipitasi kejang demam: cenderung timbul 24 jam pertama pada waktu sakit demam atau dimana demam mendadak tinggi karena infeksi pernafasan bagian atas. Demam lebih sering disebabkan oleh virus daripada bakterial.Sumber lain menyatrakan bahwa, Kejang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi patologis, termasuk tumor otak, trauma, bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit, dan gejala putus alkohol dan obat gangguan metabolik, uremia, overhidrasi, toksik subcutan dan anoksia serebral. Sebagian kejang merupakan idiopati (tidak diketahui etiologinya).2.4 PatofisiologiUntuk mempertahankan kelangsungan hidup sel/organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yaitu glukosa sifat proses ini adalah oksidasi dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sestem kardiovaskuler.

Dari uraian di atas, diketahui bahwa sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel yang dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit oleh natrium (Na+) dan elektrolit lainnya kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan ion Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena keadaan tersebut, maka terjadi perbedaan potensial membran yang disebut potesial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na - K Atp ase yang terdapat pada permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler. Rangsangan yang datangnya mendadak seperti mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya dan perubahan patofisiologi dan membran sendiri karena penyakit atau keturunan.

Pada demam, kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan metabolisme basal 10 - 15 % dan kebutuhan O2 meningkat 20 %.

Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa (hanya 15%) oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium dan natrium melalui membran listrik. Ini demikian besarnya sehingga meluas dengan seluruh sel dan membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang tersebut neurotransmitter dan terjadi kejang.

Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38o C dan anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40o C atau lebih, kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai apnea. Meningkatnya kebutuhan O2 dan untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, denyut jantung yang tidak teratur dan makin meningkatnya suhu tubuh karena tingginya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otek meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul oedema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak (Hasan dan Alatas, 1985: 847 dan Ngastiyah, 1997: 229)2.5 Manifestasi KlinisKebanyakan kejang demam berlangsung singkat, bilateral, serangan berupa klonik atau tonik-klonik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf. Kejang demam dapat berlangsung lama dan atau parsial. Pada kejang yang unilateral kadang-kadang diikuti oleh hemiplegi sementara (Todds hemiplegia) yang berlangsung beberapa jam atau bebarapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiplegi yang menetap. (Lumbantobing,SM.1989:43)Menurut Behman (2000: 843) kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yang tinggi dan biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 39o C atau lebih ditandai dengan adanya kejang khas menyeluruh tonik klonik lama beberapa detik sampai 10 menit. Kejang demam yang menetap > 15 menit menunjukkan penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik selain itu juga dapat terjadi mata terbalik ke atas dengan disertai kekakuan dan kelemahan serta gerakan sentakan terulang.2.6 Pemeriksaan DiagnostikMenurut Komite Medik RSUP Dr. sardjito ( 2000:193) dan Lumbantobing dan Ismail (1989 :43), pemeriksaannya adalah :

1. EEG

Pemeriksaan EEG dibuat 10-14 hari setelah bebas panas tidak menunjukan kelainan likuor. Gelombang EEG lambat didaerah belakang dan unilateral menunjukan kejang demam kompleks.

2. Lumbal Pungsi

Tes ini untuk memperoleh cairan cerebrospinalis dan untuk mengetahui keadaan lintas likuor. Tes ini dapaat mendeteksi penyebab kejang demam atau kejang karena infeksi pada otak.

Pada kejang demam tidak terdapat gambaran patologhis dan pemeriksaan lumbal pungsi

Pada kejang oleh infeksi pada otak ditemukan :

a. Warna cairan cerebrospinal : berwarna kuning, menunjukan pigmen kuning santokromb. Jumlah cairan dalam cerebrospinal menigkat lebih dari normal (normal bayi 40-60ml, anak muda 60-100ml, anak lebih tua 80-120ml dan dewasa 130-150ml)c. Perubahan biokimia : kadar Kalium menigkat ( normal dewasa 3.5-5.0 mEq/L, bayi 3.6-5.8mEq/L)2.7 Penatalaksaan MedisMenurut Ngastiyah (1997: 232-235) dan Hassan & Alatas (195: 850-854) ada 4 faktor yang perlu dikerjakan :

1. Segera diberikan diezepam intravena

dosis rata-rata 0,3mg/kg atau diazepam rektal

dosis 10 kg = 5mg/kg

dapat diulangi dengan dosis/cara yang sama

berikan dosis awal fenobaritol

neonatus =30 mg IM

1 bln-1 thn=50 mg IM

>1 thn=75 mg IM

4 jam kemudian

Hari I+II = fenobaritol 8-10 mg/kg dibagi dlm 2 dosis

Hari berikutnya = fenobaritol 4-5 mg/kg dibagi dlm 2 dosis

Bia diazepam tidak tersedia langsung memakai fenobarbital dengan dosis awal selanjutnya diteruskan dengan dosis rumat.

2. Membebaskan jalan nafas, oksigenasi secukupnya

3. Meurunkan panas bila demam atau hipereaksi, dengan kompres seluruh tubuh dan bila telah memungkinkan dapat diberikan parasetamol 10 mg/kgBB/kali kombinasi diazepam oral 0,3 mg/kgBB

4. memberikan cairan yang cukup bila kejang berlangsung cukup lama (> 10 menit) dengan IV : D5 1/4, D5 1/5, RL.

Ada juga penatalaksanaan yang lain yaitu:

a. Bila etiologi telah diketahui pengobatan terhadap penyakit primer segera dilakukan. Bila terdapat hipogikemia, beri larutan glukosa 20 % dengan dosis 2 - 4 ml/kg BB secara intravena dan perlahan kemudian dilanjutkan dengan larutan glukosa 10 % sebanyak 60 - 80 ml/kg secara intravena. Pemberian Ca - glukosa hendaknya disertai dengan monitoring jantung karena dapat menyebabkan bradikardi. Kemudian dilanjutkan dengan peroral sesuai kebutuhan. Bila secara intravena tidak mungkin, berikan larutan Ca glukosa 10 % sebanyak 10 ml per oral setiap sebelum minum susu.

b. Bila kejang tidak hilang, harus pikirkan pemberian magnesium dalam bentuk larutan 50% Mg SO4 dengan dosis 0,2 ml/kg BB (IM) atau larutan 2-3 % mg SO4 (IV) sebanyak 2 6 ml. Hati-hati terjadi hipermagnesemia sebab gejala hipotonia umum menyerupai floppy infant dapat muncul.

c. Pengobatan dengan antikonvulsan dapat dimulai bila gangguan metabolik seperti hipoglikemia atau hipokalsemia tidak dijumpai. Obat konvulsan pilihan utama untuk bayi baru lahir adalah Fenobarbital (Efek mengatasi kejang, mengurangi metabolisme sel yang rusak dan memperbaiki sirkulasi otak sehingga melindungi sel yang rusak karena asfiksia dan anoxia). Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg . kg BB IV berikan dalam 2 dosis selama 20 menit.

Banyak penulis tidak atau jarang menggunakan diazepam untuk memberantas kejang pada BBL dengan alasan efek diazepam hanya sebentar dan tidak dapat mencegah kejang berikutnya. Disamping itu pemberian bersama-sama dengan fenobarbital akan mempengaruhi pusat pernafasan karena zat pelarut diazepam mengandung natrium benzoat yang dapat menghalangi peningkatan bilirubin dalam darah

2.8 Komplikasi

Menurut Lumbantobing ( 1995: 31) Dan Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI (1985: 849-850). Komplikasi kejang demam umumnya berlangsung lebih dari 15 menit yaitu :

1. Kerusakan otak

Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu kejang melepaskan glutamat yang mengikat resptor MMDA ( M Metyl D Asparate ) yang mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang merusak sel neuoran secara irreversible.

2. Retardasi mental

Dapat terjadi karena deficit neurolgis pada demam neonatus.

2.9 Pencegahan

Menurut Ngastiyah ( 1997: 236-239) pencegahan difokuskan pada pencegahan kekambuhan berulang dan penegahan segera saat kejang berlangsung.

1. Pencegahan berulang

a. Mengobati infeksi yang mendasari kejang

b. Pendidikan kesehatan mengenai:

1) Tersedianya obat penurun panas yang didapat atas resep dokter

2) Tersedianya obat pengukur suhu dan catatan penggunaan termometer, cara pengukuran suhu tubuh anak, serta keterangan batas-batas suhu normal pada anak ( 36-37C)

3) Anak diberi obat anti piretik bila orang tua mengetahuinya pada saat mulai demam dan jangan menunggu sampai meningkat

4) Memberitahukan pada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah mengalami kejang demam bila anak akan diimunisasi.2. Mencegah cedera saat kejang berlangsung kegiatan ini meliputi :

a. Baringkan pasien pada tempat yang rata b. Kepala dimiringkan unutk menghindari aspirasi cairan tubuhc. Pertahankan lidah untuk tidak menutupi jalan napas

d. Lepaskan pakaian yang ketat

e. Jangan melawan gerakan pasien guna menghindari cederaBAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien dengan kejang demam menurut Greenberg (1980 : 122 128)

1. Riwayat Keperawatan

a. Adanya riwayat kejang demam pada pasien dan keluarga

b. Adanya riwayat infeksi seperti saluran pernafasan atas, OMA, pneumonia, gastroenteriks, Faringitis, brontrope, umoria, morbilivarisela dan campak.

c. Adanya riwayat peningkatan suhu tubuh

d. Adanya riwayat trauma kepala

2. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik lengkap meliputi pemeriksaan pediatrik dan neurologik, pemeriksaan ini dilakukan secara sistematis dan berurutan seperti berikut :1) Perhatikan manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang berpindah-pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya kelainan struktur otak.2) Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi, henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif, dan terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular.3) Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang disebabkan oleh trauma. Ubun ubun besar yang tegang dan membenjol menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh pendarahan sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.4) Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial yang mungkin disertai gangguan perkembangan kortex serebri.5) Pemeriksaan fundus kopi dapat menunjukkan kelainan perdarahan retina atau subhialoid yang merupakan gejala potogonomik untuk hematoma subdural. Ditemukannya korioretnitis dapat terjadi pada toxoplasmosis, infeksi sitomegalovirus dan rubella. Tanda stasis vaskuler dengan pelebaran vena yang berkelok kelok di retina terlihat pada sindom hiperviskositas. 6) Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan subdural atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.7) Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis dan bising jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak.

Pengkajian terhadap Tumbuh kembang pada anak usia 1 3 tahun ( GCS )1. Fisika. Ubun-ubun anterior tertutup.b. Physiologis dapat mengontrol spinkter2. Motorik kasara. Berlari dengan tidak mantapb. Berjalan diatas tangga dengan satu tangan c. Menarik dan mendorong mainand. Melompat ditempat dengan kedua kakie. Dapat duduk sendiri ditempat dudukf. Melempar bola diatas tangan tanpa jatuh3. Motorik halusa. Dapat membangun menara 3 dari 4 bangunanb. Melepaskan dan meraih dengan baikc. Membuka halaman buku 2 atau 3 dalam satu waktud. Menggambar dengan membuat tiruan4. Vokal atau suaraa. Mengatakan 10 kata atau lebihb. Menyebutkan beberapa obyek seperti sepatu atau bola dan 2 atau 3 bagian tubuh5. Sosialisasi atau kognitifa. Meniru b. Menggunakan sendok dengan baikc. Menggunakan sarung tangand. Watak pemarah mungkin lebih jelase. Mulai sadar dengan barang miliknya2. Riwayat Psikososial atau Perkembangan

a. Tingkat perkembangan anak terganggu

b. Adanya kekerasan penggunaan obat obatan seperti obat penurun panas

c. Pengalaman tentang perawatan sesudah/ sebelum mengenai anaknya pada waktu sakit.

3. Pengetahuan keluarga

a. Tingkatkan pengetahuan keluarga yang kurang

b. Keluarga kurang mengetahui tanda dan gejala kejang demam

c. Ketidakmampuan keluarga dalam mengontrol suhu tubuh

d. Keterbatasan menerima keadaan penyakitnya3.2 Diagnosa

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul antara lain :1. Resiko tinggi cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot.2. Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan neoromuskular3. Gangguan perfusi jaringan cerebral b/d reduksi aliran darah ke otak.4. Ketidakefektifan Pola Napas b/d menurunnya suplai O2 dalam darah.5. Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi

3.3 Intervensi Diagnosa 1 = Resiko tinggi cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot.Tujuan = Cidera / trauma tidak terjadiKriteria hasil = Faktor penyebab diketahui, mempertahankan aturan pengobatan, meningkatkan keamanan lingkunganIntervensi Kaji dengan keluarga berbagai stimulus pencetus kejang.Rasional : pengkajian harus tetap dilakukan untuk mengetahui riwayat pasien sebelum menderita penyakit. Observasi keadaan umum, sebelum, selama, dan sesudah kejang. Catat tipe dari aktivitas kejang dan beberapa kali terjadi. Lakukan penilaian neurology, tanda-tanda vital setelah kejang. Lindungi klien dari trauma atau kejang.

Rasional: tanda- tanda vital pasien merupakan hal yang mendasar yang tetap di observasi danmencegah terjadinya kejang berulang. Berikan kenyamanan bagi klien. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi anti compulsan.Rasional: kenyamanan juga mempengaruhi kondisi psikologis pasien, stressor yang meningkat akan mengakibatkan kejang berulang.Diagnosa 2= Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan neuromuskularTujuan = Inefektifnya bersihan jalan napas tidak terjadiKriteria hasil = Jalan napas bersih dari sumbatan, suara napas vesikuler, sekresi mukosa tidak ada, RR dalam batas normalIntervensi Observasi tanda-tanda vital, atur posisi tidur klien fowler atau semi fowler. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi.Rasional : posisi semi fowler akan mengurangi resiko terjadinya lidah yang jatuh ke belakang akibat melemahnya neuromuscular.Diagnosa 3 = Perfusi jaringan cerebral tidakefektif berhubungan dengan reduksi aliran darah ke otak

Tujuan = setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan suplai darah ke otak dapat kembali normal , dengan kriteria hasil :

NOC : status sirkulasi

a. TD sistolik normalb. TD diastole normalc. Kekuatan nadi normald. Tekanan vena sentral normale. Rata- rata TD normalNIC : monitor TTV:

a. monitor TD, nadi, suhu, respirasi rate

b. catat adanya fluktuasi TD

c. monitor jumlah dan irama jantung

d. monitor bunyi jantung

e. monitor TD pada saat klien berbarning, duduk, berdiri

NIC II : status neurologia

a. monitor tingkat kesadran

b. monitor tingkat orientasi

c. monitor status TTV

d. monitor GCSDiagnosa 4 = Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya suplai oksigen dalam darah.Tujuan = Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normalKriteria hasil = Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi nafas terdengar jelas.Rencana tindakan :

a. Identifikasi faktor penyebab.

Rasional : Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat mengambil tindakan yang tepat.

b. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi.

Rasional : Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.

c. Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien).

Rasional : Peningkatan RR dan tachicardi merupakan indikasi adanya penurunan supali oksigen dalam darah..d. Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam.

Rasional : Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru-paru.

e. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan serta foto thorax.

Rasional : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya sianosis akibat hiponia. Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru.Diagnosa 5 = Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasiTujuan = Pengetahuan keluarga meningkatKriteria hasil = Keluarga mengerti dengan proses penyakit kejang demam, keluarga klien tidak bertanya lagi tentang penyakit, perawatan dan kondisi klien.Intervensi Kaji tingkat pendidikan keluarga klien. Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien. Jelaskan pada keluarga klien tentang penyakit kejang demam melalui penkes. Beri kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hal yang belum dimengerti. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan pada klien.3.4 Evaluasi

DxKriteria hasilKeterangan skala

1a. Pengetahuan tentang resiko

b. Monitor lingkungan yang dapat menjadi resiko

c. Monitor kemasan personal

d. Kembangkan strategi efektif pengendalian resiko

e. Penggunaan sumber daya masyarakat untuk pengendalian resiko1 = tidak adekuat

2 = sedikit adekuat

3 = kadang-kadan adekuat

4 = adekuat

5 = sangat adekuat

2a. Suhu tubuh dalam rentang normal

b. Nadi dan RR dalam rentang normal

c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak warna kulit dan tidak pusing

1.: ekstrem

2: berat

3: sedang

4: ringan

5: tidak ada gangguan

3a. TD sistolik dbn

b. TD diastole dbn

c. Kekuatan nadi dbn

d. Tekanan vena sentral dbn

e. Rata- rata TD dbn1 = Ekstrem

2 = Berat

3 = Sedang

4 = Ringan

5 = tidak terganggu

4a. Keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit kondisi prognosis dan program pengobatan

b. Keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar

c. Keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/ tim kesehatan lainya

1. Tidak pernah dilakukan

2. Jarang dilakukan

3. Kadang dilakukan

4. Sering dilakukan

5. Selalu dilakukan

BAB IV

PENUTUP

KesimpulanKejang demam : bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu tubuh rectal di atas 38o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus.Diagnosa yang mungkin muncul pada pasien dengan kejang demam

1. Resiko tinggi terhadap cidera b.d aktivitas kejang

2. Hipertermi bd efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus

3. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif bd reduksi aliran darah ke otak

4. Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis, penatalaksanaan dan kebutuhan pengobatan bd kurangnya informasiSaran Mahasiswa keperawatan dan seseorang yang berprofesi sebagai perawat diharapkan mampu memahami dan menguasai berbagai hal tentang penyakit kejang demam terutama pada manifestasi, penatalaksanaan dan pencegahan terhadap penyakit ini. Serta mampu mengaplikasikan asuhan keperawatan pada pasien anak yang mengalami kejang demam.DAFTAR PUSTAKALumbantobing,SM.1989.Penatalaksanaan Muthakhir Kejang Pada Anak.Jakarta : FKUI

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit, ed 2. Jakarta: EGC.

Http://Teguhsubianto.blogspot.com. Di akses tanggal 10 November 2009 pukul 11.00http://khaidirmuhaj.blogspot.com/2009/02/askep-anak-kejang-demam.html. Di Akses Tgl 10 November Pkl.14.30http://www.blogdokter.net/2007/03/28/kejang-demam-febris-konvulsi. Di Akses Tgl 10 November Pkl.14.30http://askep.blogspot.com/2008/01/asuhan-keperawatan-pada-anak-dengan_2591.html. Di akses tanggal Tgl 28 November 2009. Pukul 20.00

Bila kejang tidak berhenti tunggu 15 menit

10 kg = 10 mg

Kejang berhenti

Pengobatan rumat