case claudia kejang demam

78
CASE KEJANG DEMAM & DEMAM TIFOID Disusun oleh: Claudia Susanto 406148133 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof Dr Sulianti Saroso

Upload: marsela

Post on 02-Dec-2015

243 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

kedokteran

TRANSCRIPT

Page 1: Case Claudia Kejang Demam

CASE

KEJANG DEMAM & DEMAM TIFOID

Disusun oleh:

Claudia Susanto

406148133

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak

RSPI Prof Dr Sulianti Saroso

Periode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015

Page 2: Case Claudia Kejang Demam

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat

dan kuasa-Nya yang dilimpahkan kepada saya, sehingga saya dapat

menyelesaikan tugas laporan kasus yang berjudul “Kejang Demam dan Demam

Tifoid“. Tugas laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi tugas

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas

Tarumanagara periode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 di RSPI Prof. Dr. Sulianti

Saroso serta agar dapat menambah kemampuan dan ilmu pengetahuan bagi para

pembacanya.

Saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

- dr. Rismali Agus, Sp.A, sebagai pembimbing

- dr. Dyani Kusumowardhani, Sp.A

- dr. Dedet Hidayat, Sp.A

- dr. Sri Sulastri, Sp.A

- dr. Dewi Murniati, Sp.A

- dr. Ernie Setyawati, Sp.A

- dr. Desrinawati, Sp.A

Saya menyadari bahwa tugas laporan kasus ini jauh dari sempurna dan untuk

itu saya mengharapkan saran dan kritik yang membangun sehingga tugas case ini

dapat bermanfaat bagi kita semua.

Akhir kata, atas segala perhatian dan dukungannya, saya ucapkan terima

kasih.

Jakarta, Agustus 2015

Penyusun

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 1

Page 3: Case Claudia Kejang Demam

LATAR BELAKANG

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu

tubuh (suhu rektal di atas 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.

Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan-5tahun. Kejang demam

dapat dibagi menjadi kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks.

Kejang demam sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang demam.

Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di berbagai

negara berkembang . Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat

akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas

yang berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur

endotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel

fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe, dan Peyer’s patch.

Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting

karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk,

kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene

industri pengolahan makanan yang masih rendah. Data World Health

Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus

demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap

tahun. Di Indonesia kasus ini tersebar secara merata di seluruh propinsi dengan

insidensi di daerah pedesaan 358/100.000 penduduk/tahun dan di daerah

perkotaan 760/100.000 penduduk/ tahun. Umur penderita yang terkena di

Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91% kasus.

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 2

Page 4: Case Claudia Kejang Demam

PRESENTASI KASUS

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

RSPI PROF DR SULIANTI SAROSO

IDENTITAS MAHASISWA

Nama Lengkap : Claudia Susanto

NIM : 406148133

Periode : 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015

Pembimbing : dr. Rismali Agus, Sp.A

Topik : Kejang demam dan demam tifoid

IDENTITAS PASIEN

Nama : Marsha Sopiana

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 1 tahun 10 bulan

Agama : Islam

Alamat : Jalan Sumur Bor, Kampung Bahari, Jakarta

Pendidikan : Belum sekolah

IDENTITAS ORANG TUA

Nama Ayah : Tn. Arvan

Umur : 31 tahun

Pekerjaan : Karyawan swasta

Pendidikan terakhir : D3

Alamat : Jalan Sumur Bor, Kampung Bahari, Jakarta

Agama : Islam

Bangsa/ Suku : Jawa

Nama Ibu : Ny. Suci

Umur : 29 tahun

Pekerjaan : Karyawan swasta

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 3

Page 5: Case Claudia Kejang Demam

Pendidikan terakhir : D3

Alamat : Jalan Sumur Bor, Kampung Bahari, Jakarta

Agama : Islam

Bangsa/ Suku : Jawa

Hubungan dengan orang tua : anak kandung.

ANAMNESA

Tanggal masuk rumah sakit : 29 Juli 2015

Tanggal pemeriksaan : 29 Juli 2015

Diambil dari : Alloanamnesa (Ibu os)

Keluhan Utama : Kejang

Keluhan Tambahan : Demam

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien datang diantar oleh orang tuanya ke IGD RSPI Sulianti Saroso dengan

keluhan kejang sejak 1 jam SMRS. Kejang berlangsung lebih kurang 1 menit,

dengan tangan dan kaki terbujur kaku, mata melirik ke kiri dan kanan. Setelah

sadar, os menangis. Kejang disertai demam tinggi (39°C), ibu pasien mengaku

bahwa pasien sudah mengalami demam tinggi sejak 6 hari SMRS. Demam

muncul hilang timbul dan dirasakan naik turun, dengan suhu yang semakin lama

semakin tinggi. Demam terutama di sore - malam hari, dan turun dengan obat

penurun panas, namun suhu tubuh naik kembali beberapa saat kemudian. Tidak

ada batuk, pilek, mual, muntah, dan pasien tidak pernah keluar kota 1 bulan

terakhir. Pasien tidak ada keluhan mimisan, gusi berdarah. Nafsu makan dan

minum pasien menurun semenjak sakit. Buang air besar dan buang air kecil tidak

ada keluhan. Pasien dalam pengobatan OAT bulan ke-4.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Pasien belum pernah kejang sebelumnya. Pasien tidak mempunyai riwayat

penyakit jantung, alergi obat dan makanan, asma, dan trauma kepala.

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 4

Page 6: Case Claudia Kejang Demam

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa. Tidak ada

riwayat asma, flek paru, kejang, alergi obat & makanan dalam keluarga.

RIWAYAT PERSALINAN

Bayi perempuan lahir dari ibu G1P1A0 dengan masa gestasi cukup bulan,

secara spontan, ditolong oleh bidan. Bayi lahir langsung menangis keras dengan

berat badan lahir 2700 gram, panjang badan lahir 49 cm.

Kesan : neonatus aterm, vigorous baby, lahir spontan.

RIWAYAT KEHAMILAN DAN PEMERIKSAAN PRENATAL

Ibu memeriksakan kehamilan di puskesmas secara teratur kurang lebih

setiap bulannya selama masa kehamilan. Riwayat penyakit, riwayat perdarahan,

riwayat trauma dan riwayat konsumsi obat-obatan serta jamu disangkalnya. Ibu

mengaku hanya mengkonsumsi vitamin yang dianjurkan bidan selama kehamilan.

Kesan : riwayat pemeliharaan prenatal baik.

RIWAYAT IMUNISASI DASAR

Ibu pasien mengatakan bahwa pasien telah menjalani imunisasi yang

lengkap sesuai dengan jadwal.

Imunisasi dasar Umur

Hepatitis B 0 0 bulan

BCG, Polio 1 1 bulan

DPT/HB 1, Polio 2 2 bulan

DPT/HB 2, Polio 3 3 bulan

DPT/HB 3, Polio 4 4 bulan

Campak 9 bulan

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 5

Page 7: Case Claudia Kejang Demam

RIWAYAT PERTUMBUHAN

Ibu pasien sering memeriksakan pasien ke posyandu dan mengaku setiap

pemeriksaan, berat badan dan panjang badan pasien selalu bertambah.

RIWAYAT PERKEMBANGAN

Pertumbuhan gigi pertama : 4 bulan

Gangguan perkembangan mental dan emosi (-)

Psikomotor :

Tengkurap : lupa

Duduk : lupa

Berdiri sendiri : 10 bulan

Berjalan : 18 bulan

Berbicara : ibu bapak saat 12 bulan

RIWAYAT MAKAN DAN MINUM

ASI diberikan sampai usia anak 10 bulan serta diberikan tambahan berupa

susu formula sejak 3 bulan hingga saat ini.

Umur

(bulan)

ASI P.A.S.I

(Susu

Formula

SGM)

Buah /

bubur

susu

Nasi tim Makanan

keluarga

0-2 √ -

2-6 √ √

6-8 √ √ √

8-10 √ √ √ √

10-12 - √ √

12-24 - √ √

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 6

Page 8: Case Claudia Kejang Demam

Jenis makanan Frekuensi

Nasi 3x/hari

Sayur Sering hampir setiap hari

Daging Jarang

Ikan Sering

Telur Sering

Tempe / tahu Jarang (tidak suka)

Susu Setiap hari

Kesan : kuantitas dan kualitas makanan saat ini cukup baik.

RIWAYAT KELUARGA

Pasien merupakan anak pertama. Ayah bernama Tn. Arvan, 31 tahun, dan

ibu bernama Ny. Suci, 29 tahun. Ayah dan ibu bekerja sebagai karyawan swasta

dengan penghasilan 2 juta perbulan.

DATA PERUMAHAN

Pasien tinggal di Kampung Bahari bersama kedua orang tua di rumah

tingkat satu yang berukuran 6 m x 5 m, dengan 1 kamar mandi dan 1 kamar tidur.

Rumah cukup ventilasi dan pencahayaan. Keadaan lingkungan rumah padat.

PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan di IGD pada tanggal 29 Juli 2015 pukul 17.00 WIB

Kesan Umum : Tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis

Tanda Vital :

Suhu : 38,8oC

Nadi : 126x/menit, regular, isi cukup

Laju Nafas : 38x/menit, abdomino-thoracal

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 7

Page 9: Case Claudia Kejang Demam

Data Antropometri :

Anak perempuan usia : 1 tahun 10 bulan

Berat badan : 11 kg

Panjang badan : 80 cm

IMT : 17,2 kg/m2

Status gizi : gizi baik

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 8

Page 10: Case Claudia Kejang Demam

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 9

Page 11: Case Claudia Kejang Demam

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 10

Page 12: Case Claudia Kejang Demam

Pemeriksaan pada tanggal 29 Juli 2015 saat pasien datang ke IGD

S : Demam (+) hari ke-6. Demam muncul hilang timbul dan dirasakan naik turun,

dengan suhu yang semakin lama semakin tinggi. Demam terutama di sore -

malam hari, dan turun dengan obat penurun panas, namun suhu tubuh naik

kembali beberapa saat kemudian. kejang (+) 1jam SMRS. Kejang berlangsung

lebih kurang 1 menit, dengan tangan dan kaki terbujur kaku, mata melirik ke kiri

dan kanan. Setelah sadar, os menangis Batuk (-), pilek (-), nyeri perut (-),

kembung (+), mual (-), muntah (-), nafsu makan menurun. BAB dan BAK (+)

tidak ada keluhan.

O:

Suhu : 38,8oC

Nadi : 126x/menit, regular, isi cukup

Laju Nafas : 38x/menit, abdomino-thoracal

Status Internus :

Kepala : normocephali, tidak teraba benjolan, tidak ada kelainan di

kulit kepala, ubun-ubun besar datar.

Rambut : hitam, tampak terdistribusi merata, tidak mudah dicabut

Mata : kedudukan bola mata simetris, edema periorbital (-/-),

conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil bulat, isokor, diameter

+/- 3mm, reflex cahaya (+/+)

Hidung : bentuk normal, simetris, sekret (-/-)

Telinga : bentuk dan ukuran normal, liang telinga lapang, sekret

(-/-), serumen (-/-), nyeri tekan aurikel (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), nyeri

tekan mastoid (-/-)

Mulut : bibir kering (+), sianosis perioral (-), sariawan (-), lidah kotor(-),

faring hiperemis (-), sekret (-), tonsil tenang tidak hiperemis

Leher : simetris, trakea di tengah, pembesaran KGB (-)

Thorax : dinding thorax normal dan simetris

Cor :

o Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak tampak

o Palpasi : pulsasi ictus cordis teraba di ICS V MCLS

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 11

Page 13: Case Claudia Kejang Demam

o Auskultasi : bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo :

o Inspeksi : bentuk normal, pergerakan simetris kanan-kiri saat

inspirasi dan ekspirasi, retraksi dinding dada (-)

o Auskultasi : suara nafas vesikuler di seluruh lapang paru, ronkhi

(-/-), wheezing (-/-)

Abdomen :

o Inspeksi : datar

o Palpasi : supel, nyeri tekan (-), turgor baik, hepar dan lien tidak

teraba membesar

o Perkusi : timpani di keempat kuadran abdomen

o Auskultasi : bising usus (+) normal

Kulit : turgor kembali cepat

Genitalia : perempuan, tidak ada kelainan

Anorektal : tidak ada kelainan

Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 detik

Pemeriksaan neurologis:

Rangsang meningeal

Kaku kuduk : (-)

Brudzinski I dan II : (-)

Kerniq : (-)

Laseque : (-)

Reflek fisiologis

Biceps : +/+ normal

Triceps: +/+ normal

Patella : +/+ normal

Tumit : +/+ normal

Reflek patologis: (-)

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 12

Page 14: Case Claudia Kejang Demam

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan darah rutin tanggal 29 Juli 2015 saat di IGD

Hematologi Nilai Nilai normal

Leukosit 27,2 6,0 – 17,0 ribu/uL

Eritrosit 3,90 3,60 – 5,20 juta/uL

Hb 9,7 10,7 – 12,8 g/dL

Ht 29 35 – 43 %

Trombosit 247 229 – 553 ribu/uL

MCV 75 73 – 101 fL

MCH 25 23 – 31 pq

MCHC 33 26 – 34 g/dL

Glukosa sewaktu 141 74-106 mg/dl

Serologi

DHF/ Dengue IgM (-)/negatif Negatif

DHF/ Dengue IgG (-)/negatif Negatif

A: Observasi febris konvulsi (kejang demam sederhana)

P: IVFD RL 30 cc/jam

Ceftriaxon IV 2x500mg

Paracetamol syr PO 3x 1 Cth

Diazepam PO 3x2mg

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 13

Page 15: Case Claudia Kejang Demam

RIWAYAT RAWAT INAP

Tanggal 30/7/2015 (Rawat hari-1, sakit hari -7) pk 08.00

S : Demam (+) hari ke-7 naik turun sejak kemarin malam, pagi ini kejang (-),

batuk (-), pilek (-), nyeri perut (-), kembung (+), mual (-), muntah (-), nafsu

makan menurun. BAB cair 6x sejak kemarin malam sampai pagi ini, ampas (+),

lendir (+), darah (-),warna kuning kecoklatan. BAK (+) tidak ada keluhan.

O : KU / KES : TSS / CM

Nadi : 136 x/menit

RR : 50 x/menit

Suhu : 38,6oC

Mata : CA - / -, SI - / -

Hidung : sekret - / - , nafas cuping hidung (-)

Mulut : bibir kering (+), bagian dalam tidak dapat dinilai karena

os tidak mau membuka mulut.

Leher : pembesaran KGB (-)

Thorax : Cor : BJ I & II reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : SDV + / +, rhonki (-), wheezing (-)

Abdomen : datar, supel, timpani, BU (+) meningkat, NT (-), turgor

kembali cepat. Hepar dan lien tidak teraba.

Ekstermitas : akral hangat (+) , edem (-), CRT<2”

Kulit : turgor kembali cepat

A : Observasi febris konvulsi (kejang demam sederhana)

P : IVFD RL 30 cc/jam

Ceftriaxon IV 2x500mg hari ke-2

Paracetamol syr PO 3x 1 Cth prn suhu ≥38 oC

Diazepam PO 3x2mg

L-Bio 2x1 sachet

Diet makanan lunak

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 14

Page 16: Case Claudia Kejang Demam

Hasil laboratorium 30/7/2015

PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL SATUAN

URINALISA

Berat Jenis 1.025 1.015 – 1.025 10^3/µL

pH 6,5 4,8 - 7,4 10^6/µL

Lekosit Esterase - Negatif /µL

Nitrit - Negatif

Albumin - Negatif mg/dL

Glukosa - Negatif mg/dL

Keton - Negatif mg/dL

Urobilinogen + < = 1 mg/dL

Bilirubin - Negatif mg/dL

Darah (Blood) - Negatif /dL

PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL SATUAN

SEDIMEN MIKROSKOPIS

Eritrosit 1 < 3 /µL

Lekosit 1 Negatif /µL

Silinder - 0 - 1 /LPK

Epitel + Negatif

Bakteri - Negatif

Kristal - Negatif

MAKROSKOPIS

Warna Kuning - -

Kejernihan Jernih - -

Lain - lain - - -

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 15

Page 17: Case Claudia Kejang Demam

Hasil laboratorium 30/7/2015

PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL SATUAN

PARASITOLOGI --

MAKROSKOPIS

Warna Kuning - -

Konsistensi Cair - -

Lendir - - -

Darah - - -

MIKROSKOPIS

Sisa Pencernaan - - -

Lemak + - -

Karbohidrat - - -

Serat – serat - - -

Lekosit 2 0 – 2

Eritrosit - 0 – 2

Parasit - Negatif

Telur cacing - Negatif

Jamur + / POSITIF Negatif

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 16

Page 18: Case Claudia Kejang Demam

Tanggal 31/7/2015 (Rawat hari-2, sakit hari -8) pk 08.00

S : Demam (+) hari ke-8 naik turun, kejang (-), batuk (+) kadang-kadang,

dahak (+),namun tidak bias dikeluarkan, pilek (-), nyeri perut (-), kembung (+),

mual (-), muntah (-), nafsu makan menurun. BAB cair 5-6x ganti pempers penuh,

ampas (+), lendir (+), darah (-), warna kuning kecoklatan. BAK (+) tidak ada

keluhan.

O : KU / KES : TSS / CM

Nadi : 140 x/menit

RR : 40 x/menit

Suhu : 38,5oC

Mata : CA - / -, SI - / -

Hidung : sekret - / - , nafas cuping hidung (-)

Mulut : bibir kering (+), mukosa merah muda, faring hiperemis

(-), lidah kotor (-),oral thrush (+)

Leher : pembesaran KGB (-)

Thorax : Cor : BJ I & II reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : SDV + / +, rhonki (-), wheezing (-)

Abdomen : datar, supel, timpani, BU (+) meningkat, NT (-), turgor

kembali cepat. Hepar dan lien tidak teraba.

Ekstermitas : akral hangat (+) , edem (-), CRT<2”

Kulit : turgor kembali cepat

A : -Observasi febris konvulsi (kejang demam sederhana)

-Gastroenteritis e/c oral candidiasis

P : IVFD RL 30 cc/jam

Ceftriaxon IV 2x500mg hari ke-3

Paracetamol syr PO 3x 1 Cth prn suhu ≥38 oC

Diazepam PO 3x2mg prn suhu ≥38 oC

L-Bio 2x1 sachet

Kandisatatin 4 x 1 ml

OAT (INH dan Rifampisin 1x1)

Diet makanan lunak

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 17

Page 19: Case Claudia Kejang Demam

Tanggal 1/8/2015 (Rawat hari-3, sakit hari -9) pk 07.30

S : Os masih demam (+) hari ke-9 naik turun, kejang (-), batuk (+), pilek (-),

nyeri perut (-), kembung (+), mual (-), muntah (-). BAB cair 6x, ampas (+), lendir

(+), darah (-), warna kuning kecoklatan. BAK (+) tidak ada keluhan. Nafsu makan

masih menurun.

O : KU / KES : TSS / CM

Nadi : 120 x/menit

RR : 36 x/menit

Suhu : 38,5oC

Mata : CA - / -, SI - / -

Hidung : sekret - / - , nafas cuping hidung (-)

Mulut : bibir kering (-), mukosa merah muda, faring hiperemis

(-),lidah kotor (-), oral thrush (+)

Leher : pembesaran KGB (-)

Thorax : Cor : BJ I & II reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : SDV + / +, rhonki (-), wheezing (-)

Abdomen : datar, supel, timpani, BU (+) meningkat, NT (-), turgor

kembali cepat. Hepar dan lien tidak teraba.

Ekstermitas : akral hangat (+) , edem (-), CRT<2”

Kulit : turgor kembali cepat

A : -Observasi febris konvulsi (kejang demam sederhana)

-Gastroenteritis e/c oral candidiasis

P : IVFD RL 30 cc/jam

Ceftriaxon IV 2x500mg hari ke-4

Paracetamol syr PO 3x 1 Cth prn suhu ≥38 oC

Diazepam PO 3x2mg prn suhu ≥38 oC

L-Bio 2x1 sachet

Kandisatatin 4 x 1 ml

OAT (INH dan Rifampisin 1x1)

Diet makanan lunak

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 18

Page 20: Case Claudia Kejang Demam

Hasil laboratorium 1/8/2015 pk11.06

PEMERIKSAAN HASIL NILAI

NORMAL

SATUAN

HEMATOLOGI

Leukosit 9,8 6,0-17,0 10^3/µL

Eritrosit 4,16 3,60 – 5,20 10^6/µL

Hemoglobin 10,2 10,7 – 12,8 g/dL

Hematokrit 31 35 - 43 %

Trombosit 260 217 – 497 10^3/µL

M.C.V 74 73-101 fL

M.C.H 25 23 – 31 pg

M.C.H.C 33 26-34 g/dL

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 19

Page 21: Case Claudia Kejang Demam

Tanggal 2/8/2015 (Rawat hari-4, sakit hari -10) pk 07.30

S : Os masih demam (+) hari ke-10 naik turun, kejang (-), batuk (-), pilek (-),

nyeri perut (-), kembung (-), mual (-), muntah (-). BAB mulai padat, 3x, ampas

(+), lendir (-), darah (-), warna kuning kecoklatan. BAK (+) tidak ada keluhan.

Nafsu makan mulai baik.

O : KU / KES : TSS / CM

Nadi : 106 x/menit

RR : 28 x/menit

Suhu : 38,6oC

Mata : CA - / -, SI - / -

Hidung : sekret - / - , nafas cuping hidung (-)

Mulut : bibir kering (-), mukosa merah muda, faring hiperemis

(-), lidah kotor (-), oral thrush (+) minimal

Leher : pembesaran KGB (-)

Thorax : Cor : BJ I & II reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : SDV + / +, rhonki (-), wheezing (-)

Abdomen : datar, supel, timpani, BU (+) normal, NT (-), turgor

kembali cepat. Hepar dan lien tidak teraba.

Ekstermitas : akral hangat (+) , edem (-), CRT<2”

Kulit : turgor kembali cepat

A : -Observasi febris konvulsi (kejang demam sederhana)

-Gastroenteritis e/c oral candidiasis

P : IVFD RL 30 cc/jam

Ceftriaxon IV 2x500mg hari ke-5

Paracetamol syr PO 3x 1 Cth prn suhu ≥38 oC

Diazepam PO 3x2mg prn suhu ≥38 oC

L-Bio 2x1 sachet

Kandisatatin 4 x 1 ml

OAT (INH dan Rifampisin 1x1)

Diet makanan lunak

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 20

Page 22: Case Claudia Kejang Demam

Hasil laboratorium 2/8/2015 pk11.25

PEMERIKSAAN HASIL NILAI

NORMAL

SATUAN

HEMATOLOGI

Leukosit 9,5 6,0-17,0 10^3/µL

Eritrosit 3,94 3,60 – 5,20 10^6/µL

Hemoglobin 9,8 10,7 – 12,8 g/dL

Hematokrit 30 35 - 43 %

Trombosit 284 217 – 497 10^3/µL

M.C.V 75 73-101 fL

M.C.H 25 23 – 31 pg

M.C.H.C 33 26-34 g/dL

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 21

Page 23: Case Claudia Kejang Demam

Tanggal 3/8/2015 (Rawat hari-5, sakit hari -11) pk 07.30

S : Os masih demam (+) hari ke-11 naik turun, kejang (-), batuk (-), pilek (-),

nyeri perut (-), kembung (-), mual (-), muntah (-). BAB mulai padat, 1x kemaren

sore, ampas (+), lendir (-), darah (-), warna kuning kecoklatan. BAK (+) tidak ada

keluhan. Nafsu makan baik.

O : KU / KES : TSS / CM

Nadi : 136 x/menit

RR : 36 x/menit

Suhu : 37,3oC

Mata : CA - / -, SI - / -

Hidung : sekret - / - , nafas cuping hidung (-)

Mulut : bibir kering (-), mukosa merah muda, faring hiperemis

(-), lidah kotor (-) oral thrush (-)

Leher : pembesaran KGB (-)

Thorax : Cor : BJ I & II reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : SDV + / +, rhonki (-), wheezing (-)

Abdomen : datar, supel, timpani, BU (+) normal, NT (-), turgor

kembali cepat. Hepar dan lien tidak teraba.

Ekstermitas : akral hangat (+) , edem (-), CRT<2”

Kulit : turgor kembali cepat

A : -Observasi febris konvulsi (kejang demam sederhana)

-Gastroenteritis e/c oral candidiasis perbaikan

P : IVFD RL 30 cc/jam

Paracetamol syr PO 3x 1 Cth prn suhu ≥38 oC

Diazepam PO 3x2mg prn suhu ≥38 oC

L-Bio 2x1 sachet

Kandisatatin 4 x 1 ml

OAT (INH dan Rifampisin 1x1)

Diet makanan lunak

Cek lab Leptospira

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 22

Page 24: Case Claudia Kejang Demam

( Konsul ke dr. Sri Sulastri, Sp.A advis : Cek DR, IgM Salmonella, kultur

darah)

Hasil laboratorium 3/8/2015 pk12.32

Serologi

Hasil Nilai normal

Salmonella typhi IgM + -

Leptospira IgM - -

Leptospira IgG - -

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 23

Page 25: Case Claudia Kejang Demam

Tanggal 4/8/2015 (Rawat hari-6, sakit hari -12) pk 08.30

S : Demam (-) sejak tadi pagi, kejang (-), batuk (-), pilek (-), nyeri perut (-),

kembung (-), mual (-), muntah (-). BAB baik, 1x pagi ini, dan BAK (+) tidak ada

keluhan. Nafsu makan baik.

O : KU / KES : TSS / CM

Nadi : 102 x/menit

RR : 36 x/menit

Suhu : 37,1oC

Mata : CA - / -, SI - / -

Hidung : sekret - / - , nafas cuping hidung (-)

Mulut : bibir kering (-), mukosa merah muda, faring hiperemis

(-), lidah kotor (-) oral thrush (-)

Leher : pembesaran KGB (-)

Thorax : Cor : BJ I & II reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : SDV + / +, rhonki (-), wheezing (-)

Abdomen : datar, supel, timpani, BU (+) normal, NT (-), turgor

kembali cepat. Hepar dan lien tidak teraba.

Ekstermitas : akral hangat (+) , edem (-), CRT<2”

Kulit : turgor kembali cepat

A : -Kejang demam sederhana e/c demam tifoid

-Gastroenteritis e/c oral candidiasis sudah baik

P : Biothicol syr PO 3 x 1 ½ Cth

Paracetamol syr PO 3x 1 Cth prn suhu ≥38 oC

Diazepam PO 3x2mg prn suhu ≥38 oC

Kandisatatin 4 x 1 ml

OAT (INH dan Rifampisin 1x1)

Diet makanan lunak

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 24

Page 26: Case Claudia Kejang Demam

Hasil laboratorium 4/8/2015 pk12.10

PEMERIKSAAN HASIL NILAI

NORMAL

SATUAN

HEMATOLOGI

Leukosit 9,4 6,0-17,0 10^3/µL

Eritrosit 4,29 3,60 – 5,20 10^6/µL

Hemoglobin 10,6 10,7 – 12,8 g/dL

Hematokrit 33 35 - 43 %

Trombosit 399 217 – 497 10^3/µL

M.C.V 76 73-101 fL

M.C.H 25 23 – 31 pg

M.C.H.C 33 26-34 g/dL

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 25

Page 27: Case Claudia Kejang Demam

Tanggal 5/8/2015 (Rawat hari-7, sakit hari -13) pk 08.00

S : Demam (-) sejak kemarin, kejang (-), batuk (+) kadang-kadang dahak (+) tapi

susah dikeluarkan, pilek (-), nyeri perut (-), kembung (-), mual (-), muntah (-).

BAB baik, 1x kemarin malam, dan BAK (+) tidak ada keluhan. Nafsu makan

baik.

O : KU / KES : TSS / CM

Nadi : 122 x/menit

RR : 30 x/menit

Suhu : 36,2oC

Mata : CA - / -, SI - / -

Hidung : sekret - / - , nafas cuping hidung (-)

Mulut : bibir kering (-), mukosa merah muda, faring hiperemis

(-), lidah kotor (-) oral thrush (-)

Leher : pembesaran KGB (-)

Thorax : Cor : BJ I & II reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : SDV + / +, rhonki (-), wheezing (-)

Abdomen : datar, supel, timpani, BU (+) normal, NT (-), turgor

kembali cepat. Hepar dan lien tidak teraba.

Ekstermitas : akral hangat (+) , edem (-), CRT<2”

Kulit : turgor kembali cepat

A : Kejang demam sederhana e/c demam tifoid perbaikan

P : Biothicol syr PO 3 x 1 ½ Cth

Paracetamol syr PO 3x 1 Cth prn suhu ≥38 oC

Diazepam PO 3x2mg prn suhu ≥38 oC

Kandisatatin 4 x 1 ml

OAT (INH dan Rifampisin 1x1)

Ambroxol syr 3 x ½ Cth

Diet makanan lunak

(Pasien boleh pulang)

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 26

Page 28: Case Claudia Kejang Demam

RESUME

Telah diperiksa seorang anak perempuan dengan usia 1 tahun 10 bulan,

dari anamnesa didapat:

Kejang sejak 1 jam SMRS. Kejang berlangsung lebih kurang 1 menit,

dengan tangan dan kaki terbujur kaku, mata melirik ke kiri dan kanan.

Setelah sadar, os menangis. Kejang disertai demam tinggi (39°C)

Demam tinggi sejak 6 hari SMRS. Demam muncul hilang timbul dan

dirasakan naik turun, dengan suhu yang semakin lama semakin tinggi.

Demam terutama di sore - malam hari, dan turun dengan obat penurun

panas, namun suhu tubuh naik kembali beberapa saat kemudian.

Tidak ada batuk, pilek, mual, muntah.

Pasien tidak ada keluhan mimisan, gusi berdarah.

Buang air besar dan buang air kecil tidak ada keluhan.

Nafsu makan dan minum pasien menurun semenjak sakit.

Pasien dalam pengobatan OAT bulan ke-4.

Pasien tidak pernah keluar kota 1 bulan terakhir.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang;

kesadaran compos mentis; tanda-tanda vital frekuensi nadi 126 kali/menit,

reguler, isi cukup, kuat angkat; suhu 38,80C (aksila); frekuensi nafas 38x/menit,

sifat torakoabdominal; mata: konjungtiva anemis (-)/(-); mulut: bibir kering(+),

oral thrush (+), lidah kotor (-) ; paru-paru dan jantung dalam batas normal;

abdomen: kontur datar, BU (+) meningkat, timpani, supel, tidak ada nyeri tekan,

hepar dan lien tidak teraba; ekstremitas : oedem (-), akral hangat, CRT<2s ; kulit:

turgor kulit cukup.Status gizi: gizi baik.

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 27

Page 29: Case Claudia Kejang Demam

Pada pemeriksaan penunjang ditemukan:

Tanggal Jam Leukosi

t

Hb Ht Lain-lain

29Juli

2015

17.00 27,2 9,7 29 GDS: 141

30 Juli

2015

13:01 - - - Feses : Jamur (+)

1 Agustus

2015

11:06 9,8 10,2 31

2 Agustus

2015

11:25 9,5 9,8 30

3 Agustus

2015

12:32 - - - IgM Salmonella typhi

(+)

4 Agustus

2015

12:10 9,4 10,6 333

Diagnosa Utama : Kejang demam sederhana e/c demam tifoid

Diagnosa Banding : -

Penatalaksanaan

Non Medikamentosa :

Tirah baring

Asupan makanan dan minuman yang adekuat (Diet makanan lunak)

Jika demam dikompres

Medikamentosa :

IVFD RL 30 cc/jam

Ceftriaxon IV 2x500mg sampai hari ke-5 (2/8/2015) 4/8/2015

Biothicol syr PO 3 x 1 ½ Cth

Paracetamol syr PO 3x 1 Cth prn suhu ≥38 oC

Diazepam PO 3x2mg prn suhu ≥38 oC

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 28

Page 30: Case Claudia Kejang Demam

L-Bio 2x1 sachet

Kandisatatin 4 x 1 ml

OAT (INH dan Rifampisin 1x1)

Prognosis

Ad vitam : ad bonam

Ad funtionam : ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 29

Page 31: Case Claudia Kejang Demam

ANALISA KASUS

Kejang Demam 1,2

Teori Kasus

Kejang demam adalah bangkitan kejang

yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh

(suhu rektal di atas 38°C) yang

disebabkan oleh suatu proses

ekstrakranium.1 Kejang demam terjadi

pada 2-4% anak berumur 6 bulan-

5tahun.1

Pasien berusia 1 tahun 10 bulan

mengalami kejang saat suhu tubuh

(aksila) 39°C. Hasil pemeriksaan

neurologis pada pasien dalam batas

normal. Pada pasien ini terjadi infeksi

saluran pencernaan oleh Salmonella

typhi demam tifoid.

Kejang demam sederhana adalah

kejang yang berlangsung kurang dari 15

menit, bersifat umum (tonik dan atau

klonik, tanpa gerakan fokal), serta tidak

berulang dalam 24 jam.2

Kejang berlangsung kurang lebih 1

menit, dengan tangan dan kaki terbujur

kaku, mata melirik ke kiri dan kanan.

Tidak berulang dalam 24 jam.

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan

untuk mencari penyebab demam /

kejang, seperti:

-Darah rutin

-Gula darah

-Elektrolit

-Urin lengkap

-Feses lengkap

-Punksi lumbal

-Ct-Scan / MRI kepala

-Pemeriksaan serologi untuk

menentukan penyebab demam

Pemeriksaan yang dilakukan pada

pasien:

-Darah rutin

-Gula darah

-Urin lengkap

-Feses lengkap

- IgM dan IgG anti Dengue

-IgM Salmonella

- IgM dan IgG Leptospira

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 30

Page 32: Case Claudia Kejang Demam

Tatalaksana profilaksis pada saat demam

Antipiretik

Paracetamol 10-15mg/kgBB/kali dapat

diberikan 3-4x sehari bila demam atau

ibuproven 5-10mg/kgBB/kali, 3-4kali

sehari.

Anti kejang

Diazepam rektal 0,5mg/kgBB setiap 8

jam atau diazepam oral 0,3mg/kgBB

setiap 8 jam pada saat suhu tubuh

≥38°C.

Pasien diberi:

IVFD RL 30 cc/jam

Paracetamol syr PO 3x 1 Cth

prn suhu ≥38 oC

Diazepam PO 3x2mg prn suhu

≥38 oC

Indikasi rawat

- Kejang demam kompleks

- Hiperpireksia

- Usia dibawah 6 bulan

- Kejang demam pertama kali

- Terdapat kelainan neurologis

Pasien mengalami kejang demam yang

pertama kali. Selain itu, intake makan

dan minum pasien sulit.

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 31

Page 33: Case Claudia Kejang Demam

Demam Tifoid2,3,4

Teori Kasus

Epidemiologi

Demam tifoid merupakan masalah

kesehatan di negara berkembang.

Diperkirakan angka kejadian

900/100.000/tahun di Asia. Indonesia

merupakan salah satu negara endemis

tifoid dengan 91% kasusnya terjadi

pada anak usia 3-19 tahun.

Pasien tinggal di Indonesia yang

merupakan negara endemis tifoid.

Etiologi

Demam tifoid disebabkan oleh

Salmonella typhi, bakteri gram negatif.

Penularan Salmonella typhi sebagian

besar melalui minuman / makanan

yang tercemar oleh kuman.

Pada kasus, pasien tidak ada riwayat

suka jajan atau makan makanan

sembarangan. Makanan pasien dimasak

oleh ibu pasien.

Gejala klinik

Demam tifoid dipertimbangkan jika

demam lebih dari 7 hari. Demam tifoid

merupakan demam step–ladder–

temperature–chart yang ditandai

dengan demam timbul insidius,

kemudian naik secara bertahap tiap

harinya dan mencapai titik tertinggi

pada akhir minggu pertama, setelah itu

demam akan bertahan tinggi dan pada

minggu ke-4 demam turun perlahan

secara lisis.

Ibu os mengatakan os mengalami

demam sejak 6 hari SMRS. Demam

muncul hilang timbul dan dirasakan

naik turun, dengan suhu yang semakin

lama semakin tinggi.

Pada pasien dengan demam tifoid,

banyak dilaporkan bahwa demam lebih

tinggi saat sore dan malam hari,

Pasien mengalami demam naik turun,

dirasakan lebih tinggi saat sore

menjelang malam hari dan turun

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 32

Page 34: Case Claudia Kejang Demam

dibandingkan dengan pagi harinya. menjelang pagi hari.

Nyeri kepala

Malaise

Anoreksia

Nausea

Muntah

Myalgia

Nyeri perut

Kembung

Gejala gastrointestinal, pada kasus

demam tifoid sangat bervariasi.

Pasien dapat mengeluh diare,

obstipasi, atau obstipasi kemudian

disusul episode diare.

Nyeri kepala (-)

Os tampak lemah

Riwayat nafsu makan menurun

sejak sakit

Nausea dan muntah (-)

Myalgia (-)

Nyeri perut (-)

Kembung (+)

Os BAB dengan konsistensi cair

pada hari ke-1 sampai hari ke-4

rawat inap, frekuensi 5-6x/hari,

warna kuning coklat ampas (+),

lendir (+), dan darah(-).

Pemeriksaan Fisik

-Kondisi anak tampak jelas sakit dan

lemah

-Lidah tampak kotor dengan putih di

tengah, sedangkan tepi dan ujungnya

kemerahan

-Hepatomegali

-Spenomegali

-Bradikardi relatif

-Rose spot

-Pasien jelas tampak sakit dan lemah.

-Pada pasien tidak ditemukan lidah

kotor maupun hepatosplenomegali.

-Hepatomegali (-)

-Spenomegali(-)

-Bradikardi relatif(-)

-Rose spot (-)

Pemeriksaan Penunjang

Untuk menegakkan diagnosa demam

tifoid, gold standar pemeriksaan adalah

ditemukannya S.typhi dari kultur

(darah, sum sum tulang, urin, feses).

Darah tepi : leukopenia, eosinophilia,

Pemeriksaan yang bermakna pada

pasien:

Darah tepi : anemia

Serologi : IgM Salmonella (+)

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 33

Page 35: Case Claudia Kejang Demam

trombositopenia, anemia

Serologi :

-IgM Salmonella (+)

-Tes Widal (+) bila titer O aglutinin ≥

1/200 atau pada titer sepasang terjadi

kenaikan 4 kali

Tatalaksana 2

DOC 1st line : kloramfenikol 50-

100mg/kg/hari dibagi 4 dosis PO / IV

selama 10-14 hari.

DOC 2nd line : amoksisilin

100mg/kg/hari dibagi 4 dosis PO

selama 10 hari atau kotrimoksazol

6mg/kg/hari PO selama 10 hari

Jika klinis tidak ada perbaikan

seftriakson 80mg/kg/hari dibagi 1-2

dosis, IM/IV, selama 5 hari atau

sefiksim 10mg/kg/hari dibagi 2 dosis

selama 10 hari.

Pada pasien diberi :

Ceftriaxon IV 2x500mg sampai hari

ke-5 (2/8/2015) 4/8/2015

Biothicol syr PO 3 x 1 ½ Cth

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 34

Page 36: Case Claudia Kejang Demam

KESIMPULAN

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu

tubuh (suhu rektal di atas 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.

Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan-5tahun. Kejang demam

dapat dibagi menjadi kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks.

Kejang demam sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang demam.

Demam tifoid adalah penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang

disebabkan oleh Salmonella typhi dengan manifestasi klinis berupa demam,

gangguan pencernaan, dan dapat pula mengakibatkan gangguan kesadaran. Pada

os ini terjadi demam yang semakin hari semakin tinggi, dirasakan lebih tinggi saat

sore menjelang malam hari dan turun menjelang pagi hari. Os juga mengalami

gangguan pencernaan yang berupa diare.

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 35

Page 37: Case Claudia Kejang Demam

TINJAUAN PUSTAKA

KEJANG DEMAM

Definisi

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu

tubuh (suhu rektal di atas 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.

Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan-5tahun.1. Anak yang

pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak

termasuk dalam kejang demam.1 Kejang disertai demam pada bayi <1 bulan tidak

termasuk kejang demam.2 Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5

tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya

infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.1

Klasifikasi

Kejang demam dapat dibagi menjadi kejang demam sederhana dan kejang

demam kompleks. Kejang demam sederhana adalah kejang yang berlangsung

singkat, kurang dari 15 menit, bersifat umum (tonik dan atau klonik, tanpa

gerakan fokal), serta tidak berulang dalam 24 jam. Kejang demam sederhana

merupakan 80% diantara seluruh kejang demam.

Kejang demam kompleks adalah kejang dengan salah satu ciri berikut: 1,2

1. Kejang lama > 15 menit

2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang

parsial

3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang

berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang

lama terjadi pada 8% kejang demam.1Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi,

atau kejang umum yang didahului kejang parsial.Kejang berulang adalah kejang 2

kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang

berulang terjadi pada 16% di antara anak yang mengalami kejang demam.

Penyebab kejang demam

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 36

Page 38: Case Claudia Kejang Demam

Terdapat interaksi 3 faktor sebagai penyebab kejang demam, yaitu:2

1. Imaturitas otak dan termoregulator

2. Demam, dimana kebutuhan oksigen meningkat. Penyebab demam

pada kejang demam biasanya berupa infeksi saluran pencernaan,

infeksi saluran pernafasan, infeksi saluran kemih, pasca imunisasi.

3. Predisposisi genetik >7 lokus kromosom (poligenik, autosomal

dominan)

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang

demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab

demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis, dehidrasi disertai demam.

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer,

elektrolit,gula darah, urinalisis, biakan urin atau feses.2

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau

menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis

adalah 0,6%-6,7%.1 Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau meny-

ingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh

karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada:2

1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan

2. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan

3. Bayi > 18 bulan tidak rutin dilakukan

Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.

Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi

berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada

pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan. Pemeriksaan

EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas.

Misalnya: kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang

demam fokal.

Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan)

atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan

hanya atas indikasi seperti:

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 37

Page 39: Case Claudia Kejang Demam

1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis) atau kemungkinan

adanya lesi otak.

2. Tanda peningkatan tekanan intracranial (UUB cembung,kesadaran

menurun, muntah berulang, parese N.VI, papil edem).

Penatalaksanaan kejang demam

-penatalaksanaan saat kejang

-pemberian obat pada saat demam

-pemberian obat rumatan

Penatalaksanaan saat kejang2

Diberikan segera pada saat kejang terjadi diazepam per rektal 0,3-0,5mg/kg

atau 5mg untuk BB<10kg, 10mg untuk BB>10kg.

Pemberian obat pada saat demam2

Untuk mencegah terjadinya kejang demam pada saat demam, perlu diberikan:

1. Antipiretik

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 38

Page 40: Case Claudia Kejang Demam

Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko

terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik

tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 –15

mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10

mg/kg/kali ,3-4 kali sehari.

2. Anti kejang

Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam

menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30%-60% kasus, begitu pula dengan

diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5 °C.

Pemberian terapi rumatan

Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai

berikut (salah satu):1

1. Kejang lama > 15 menit.

2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,

misalnya hemiparesis, paresis, cerebral palsy, retardasi mental,

hidrosefalus.

3. Kejang fokal.

4. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:

• Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.

• Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.

• kejang demam > 4 kali per tahun

Terapi rumatan : fenobarbital atau asam valproat. Dosis asam valproat 15-40

mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2 dosis.

Obat pilihan saat ini adalah asam valproat, karena fenobarbital dapat

menimbulkan gangguan prilaku dan kesulitan belajar pada anak pada 40-50

kasus.5

Pengobatan obat ini efektif untuk mengurangi berulangnya kejang. Obat diberikan

selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap.2

Indikasi rawat2

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 39

Page 41: Case Claudia Kejang Demam

- Kejang demam kompleks

- Hiperpireksia

- Usia dibawah 6 bulan

- Kejang demam pertama kali

- Terdapat kelainan neurologis

Resiko kejang demam

2 resiko kejang demam: kejang demam berulang (30-40%) dan epilepsi (2-4%).

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko

berulangnya kejang demam adalah :1

1. Riwayat kejang demam dalam keluarga

2. Usia kurang dari 12 bulan

3. Temperatur yang rendah saat kejang

4. Cepatnya kejang setelah demam

Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah

80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya

kejang demam hanya 10%-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam,

paling besar pada tahun pertama.

Risiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor risiko

menjadi epilepsi adalah :1

1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam

pertama.

2. Kejang demam kompleks

3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung

Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi

sampai 4%-6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan

epilepsi menjadi 10%-49%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah

dengan pemberian obat rumat pada kejang demam.

Prognosis

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 40

Page 42: Case Claudia Kejang Demam

Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.

Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang

sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neu-

rologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus

dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal.1

Edukasi orang tua

Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat

kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal.

Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya:

1. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.

2. Memberitahukan cara penanganan kejang .

3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.

4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus

diingat adanya efek samping obat.

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 41

Page 43: Case Claudia Kejang Demam

TINJAUAN PUSTAKA

DEMAM TIFOID

Pendahuluan

Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di berbagai

negara berkembang Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat

akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas

yang berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur

endotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel

fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus, dan Peyer’s patch.3

Beberapa terminologi lain yang erat kaitannya adalah demam paratifoid

dan demam enterik. Demam paratifoid secara patologik maupun klinis adalah

sama dengan demam tifoid namun biasanya lebih ringan, penyakit ini biasanya

disebabkan oleh spesies Salmonella enteriditis, sedangkan demam enterik dipakai

baik pada demam tifoid maupun demam paratifoid.3

Istilah typhoid berasal dari kata Yunani typhos. Terminologi ini dipakai

pada penderita yang mengalami demam disertai kesadaran yang terganggu.3

Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena

penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan

lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene industri

pengolahan makanan yang masih rendah.

Definisi

Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typhoid fever.

Demam tipoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran

pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai

gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.3

Epidemiologi

Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan

karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 42

Page 44: Case Claudia Kejang Demam

luas. Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan

terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi

600.000 kasus kematian tiap tahun.6 Di negara berkembang, kasus demam tifoid

dilaporkan sebagai penyakit endemis dimana 95% merupakan kasus rawat jalan

sehingga insidensi yang sebenarnya adalah 15-25 kali lebih besar dari laporan

rawat inap di rumah sakit.

Di Indonesia kasus ini tersebar secara merata di seluruh propinsi dengan

insidensi di daerah pedesaan 358/100.000 penduduk/tahun dan di daerah

perkotaan 760/100.000 penduduk/ tahun atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus

per tahun. Umur penderita yang terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun

pada 91% kasus.7

Etiologi

Demam tifoid adalah suatu infeksi yang disebabkan oleh bakteri Salmonella

typhi. Etiologi demam tifoid dan demam paratifoid adalah S. typhi, S. paratyphi

A, S. paratyphi B (S. Schotmuelleri) dan S. paratyphi C (S. Hirschfeldii).

Salmonella typhi sama dengan Salmonella yang lain adalah bakteri Gram-

negatif, mempunyai flagela, tidak berkapsul, tidak membentuk spora fakultatif

anaerob. Mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri dari oligosakarida,, flagelar

antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri

polisakarida. Mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks yang

membentuk lapis luar dari dinding sel da dinamakan endotoksin. Salmonella typhi

juga dapat memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi

terhadap multipel antibiotik.3

Salmonella typhi dapat hidup didalam tubuh manusia (manusia sebagai

natural reservoir). Manusia yang terinfeksi Salmonella typhi dapat

mengekskresikannya melalui sekret saluran nafas, urin, dan tinja dalam jangka

waktu yang sangat bervariasi. Salmonella typhi yang berada diluar tubuh manusia

dapat hidup untuk beberapa minggu apabila berada didalam air, es, debu, atau

kotoran yang kering maupun pada pakaian. Akan tetapi S. Typhi hanya dapat

hidup kurang dari 1 minggu pada raw sewage, dan mudah dimatikan dengan

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 43

Page 45: Case Claudia Kejang Demam

klorinasi dan pasteurisasi (temp 63°C).3 Terjadinya penularan Salmonella typhi

sebagian besar melalui minuman/makanan yang tercemar oleh kuman yang

berasal dari penderita atau pembawa kuman, biasanya keluar bersama – sama

dengan tinja (melalui rute oral fekal = jalurr oro-fekal). Dapat juga terjadi

transmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang berada dalam bakteremia

kepada bayinya. Pernah dilaporkan pula transmisi oro-fekal dari seorang ibu

pembawa kuman pada saat proses kelahirannya kepada bayinya dan sumber

kuman berasal dari laboratorium penelitian.3

Gambar 1. Salmonella typhi

Patogenesis

Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks yang mengikuti

ingesti organism, yaitu: 1) penempelan dan invasi sel- sel pada Peyer Patch, 2)

bakteri bertahan hidup dan bermultiplikasi dalam makrofag Peyer Patch, nodus

limfatikus mesenterica, dan organ- organ extra intestinal sistem retikuloendotelial

3) bakteri bertahan hidup di dalam aliran darah, 4) produksi enterotoksin yang

meningkatkan kadar cAMP di dalam kripta usus dan meningkatkan permeabilitas

membrane usus sehingga menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam

lumen intestinal.3

Masuknya kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi ke dalam

tubuh manusia terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 44

Page 46: Case Claudia Kejang Demam

kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung karena suasana asam di

lambung (pH < 2) banyak yang mati namun sebagian lolos masuk ke dalam usus

dan berkembang biak dalam peyer patch dalam usus.

Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus tepatnya di jejunum

dan ileum. Bila respon imunitas humoral mukosa usus (IgA) kurang baik maka

kuman akan menembus sel- sel epitel (sel-M, merupakan sel epitel khusus yang

yang melapisi Peyer Patch, merupakan port de entry dari kuman ini) dan

selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria kuman berkembang biak dan

difagosit oleh sel- sel fagosit terutama makrofag. Kuman dapat hidup dan

berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke peyer patch di

ileum distal dan kemudian kelenjar getah bening mesenterika.

Selanjutnya melalui ductus thoracicus, kuman yang terdapat dalam

makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama

yang sifatnya asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ Retikuloendotelial

tubuh terutama hati dan limpa. Di organ- organ RES ini kuman meninggalkan sel-

sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan

selanjutnya kembali masuk ke sirkulasi sistemik yang mengakibatkan bakteremia

kedua dengan disertai tanda- tanda dan gejala infeksi sistemik.

Di dalam hepar, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang

biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara “intermitten” ke dalam

lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan bersama feses dan sebagian masuk lagi

ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali,

berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka pada saat fagositosis

kuman Salmonella terjadi beberapa pelepasan mediator inflamasi yang

selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam,

malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, diare diselingi konstipasi, sampai

gangguan mental dalam hal ini adalah delirium. Pada anak- anak, gangguan

mental ini biasanya terjadi sewaktu tidur berupa mengigau.3,6

Dalam Peyer Patch makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasi

jaringan (S. typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat,

hyperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 45

Page 47: Case Claudia Kejang Demam

akibat erosi pembuluh darah sekitar peyer patch yang sedang mengalami nekrosis

dan hiperplasi akibat akumulasi sel- sel mononuclear di dinding usus.

Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan

otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi. Endotoxin dapat menempel

di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti

gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskuler, respirasi, dan gangguan organ lainnya.

Peran endotoksin dalam pathogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut

terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi penderita melalui

pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari salmonella typhi ini menstimulasi

makrofag di dalam hepar, lien, folikel usus halus dan kelenjar limfe mesenterika

untuk memproduksi sitokin dan zat- zat lain. Produk dari makrofag inilah yang

dapat menimbulkan kelainan anatomis seperti nekrosis sel, sistem vaskuler, yang

tidak stabil, demam, depresi sumsum tulang, kelainan pada darah dan juga

menstimulasi sistem imunologis.3,6

Gambar 2. Patogenesis

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 46

Page 48: Case Claudia Kejang Demam

Gambar 2. Patofisiologi demam tifoid

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 47

Page 49: Case Claudia Kejang Demam

Manifestasi klinik 3,6,7

Manifestasi klinis pada anak umumnya bersifat lebih ringan, lebih bervariasi

bila dibandingkan dengan penderita dewasa. Pada anak, masa inkubasi rata-rata

bervariasi antara 5 – 40 hari, dengan rata-rata 10-14 hari.

Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi

akut pada umumnya, seperti demam lebih dari 1 minggu, nyeri kepala, anoreksia,

mual, muntah, diare, konstipasi. Pada pemeriksaan fisik, hanya didapatkan suhu

badan yang meningkat. Setelah minggu kedua, gejala/ tanda klinis menjadi makin

jelas, berupa demam remiten, lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut

kembung mungkin disertai ganguan kesadaran dari yang ringan sampai berat.

Demam yang terjadi pada penderita anak tidak selalu tipikal seperti pada

orang dewasa, kadang-kadang mempunyai gambaran klasik berupa step ladder

pattern, dapat pula mendadak tinggi dan remiten (39 – 41o C).

Lidah tifoid biasanya terjadi beberapa hari setelah panas meningkat dengan

tanda-tanda antara lain, putih di bagian tengah, di bagian tepi lebih kemerahan.

Rose spot, suatu ruam makulopapular yang berwarna merah dengan ukuran 1 – 5

mm, sering kali dijumpai pada daerah abdomen, toraks, ekstremitas dan punggung

pada orang kulit putih, tidak pernah dilaporkan ditemukan pada anak Indonesia.

Ruam ini muncul pada hari ke 7 – 10 dan bertahan selama 2 -3 hari.

Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan darah tepianemia (eritrosit normokrom normositer), LED

meningkat, hitung leukosit dapat leukopenia, dalam batas normal dan

dapat pula leukositosis, terutama bila disertai komplikasi lain. Trombosit

jumlahnya menurun, gambaran hitung jenis didapatkan limfositosis

relatif, aneosinofilia, dapat shift to the left ataupun shift to the right

bergantung pada perjalanan penyakitnya. SGOT dan SGPT seringkali

meningkat, tetapi akan kembali menjadi normal setelah sembuh.

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 48

Page 50: Case Claudia Kejang Demam

2. Uji serologis

Beberapa uji serologis yang dapat digunakan pada demam tifoid ini

meliputi :

a) Uji Widal3

Uji widal adalah untuk menentukan adanya antigen dalam serum

penderita tersangka demam tifoid yaitu;

1. Aglutinin O (dari tubuh kuman)

2. Aglutinin H (flagel kuman)

3. Aglutinin Vi (simpai kuman).

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang

digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya

semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini. Apabila titer O

aglutinin ≥ 1/200 atau pada titer sepasang terjadi kenaikan 4 kali

maka diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan. Aglutinin H banyak

dikaitkan dengan pasca imunisasi atau infeksi masa lampau, sedang

Vi aglutinin dipakai pada deteksi pembawa kuman S. typhi (karier).

Banyak peneliti mengemukanan bahwa uji serologi widal

kurang dapat dipercaya sebab dapat timbul positif palsu pada kasus

demam tifoid yang terbukti biakan darah positif.

b) Tes TUBEX

Tes TUBEX® merupakan tes aglutinasi kompetitif semi

kuantitatif yang sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit). Tes ini

digunakan dalam diagnosis infeksi akut karena hanya mendeteksi

adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam

waktu beberapa menit.

c) Metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)

Uji Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) dipakai

untuk melacak antibodi IgG, IgM dan IgA terhadap antigen LPS O9,

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 49

Page 51: Case Claudia Kejang Demam

antibodi IgG terhadap antigen flagella d (Hd) dan antibodi terhadap

antigen Vi S. typhi.

3. Pemeriksaan bakteriologis dengan isolasi dan biakan kuman

Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan

bakteri S. typhi dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang,

cairan duodenum. Isolasi bakteri dari aspirasi sum sum tulang memiliki

sensitivitas 90%. 3 Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka

bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang

pada awal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya di dalam urine

dan feses.

Walaupun spesifisitasnya tinggi, pemeriksaan kultur mempunyai

sensitivitas yang rendah dan adanya kendala berupa lamanya waktu

yang dibutuhkan (5-7 hari) serta peralatan yang lebih canggih untuk

identifikasi bakteri sehingga tidak praktis dan tidak tepat untuk dipakai

sebagai metode diagnosis baku dalam pelayanan penderita.

Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis demam tifoid dilihat dari gejala klinis, dan

ditunjang pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium untuk membantu

menegakkan diagnosis demam tifoid meliputi pemeriksaan darah tepi, serologis,

dan bakteriologis.

Diagnosis Banding

Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit kadang-kadang secara

klinis dapat menjadi diagnosis bandingnya yaitu influenza, gastroenteritis,

bronkitis dan bronkopneumonia. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh

mikroorganisme intraseluler seperti tuberkulosis, infeksi jamur sistemik,

bruselosis, tularemia, shigelosis dan malaria juga perlu dipikirkan. Pada demam

tifoid yang berat, sepsis, leukimia, limfoma dan penyakit hodgkin dapat sebagai

dignosis banding.3

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 50

Page 52: Case Claudia Kejang Demam

Penatalaksanaan

I.1. Non Medika Mentosa

a) Tirah baring

b) Nutrisi

Diet untuk penderita demam tifoid, basanya diklasifikasikan atas diet

cair, bubur lunak, dan nasi tim.

c) Cairan

Penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun

parenteral.

d) Kompres air hangat

I.2. Medika Mentosa

a) Simptomatik

Panas yang merupakan gejala utama pada tifoid dapat diberi antipiretik.

Parace tamol dengan dosis 10-15 mg/kg/kali minum dapat diberi 3 kali.

b) Antibiotik

Antibiotik yang sering diberikan adalah :2

DOC 1st line : kloramfenikol 50-100mg/kg/hari dibagi 4 dosis PO / IV selama 10-

14 hari.

DOC 2nd line : amoksisilin 100mg/kg/hari dibagi 4 dosis PO selama 10 hari atau

kotrimoksazol 6mg/kg/hari PO selama 10 hari

Jika klinis tidak ada perbaikan seftriakson 80mg/kg/hari dibagi 1-2 dosis,

IM/IV, selama 5 hari atau sefiksim 10mg/kg/hari dibagi 2 dosis selama 10 hari.

Pada demam tifoid berat kasus berat seperti delirium, stupor, koma sampai syok

dapat diberikan kortikosteroid IV (dexametasone) 3 mg/kg dalam 30 menit untuk

dosis awal, dilanjutkan 1 mg/kg tiap 6 jam sampai 48 jam.3

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 51

Page 53: Case Claudia Kejang Demam

Komplikasi

Komplikasi demam tifoid dapat berupa: perdarahan usus, perforasi usus,

peritonitis, komplikasi neuropsikiatri, miokarditis, typhoid ensefalopati,

meningitis, DIC.

Vaksinasi3

Di Indonesia telah ada 3 jenis vaksin tifoid, yakni:

Vaksin oral Ty 21a (kuman yang dilemahkan)

Vaksin yang mengandung Salmonella typhi galur Ty 21a. Diberikan per

oral tiga kali dengan interval pemberian selang sehari. Vaksin ini

dikontraindikasikan pada wanita hamil, menyusui, penderita

imunokompromais, sedang demam, sedang minum antibiotik, dan anak

kecil 6 tahun. Vaksin Ty-21a diberikan pada anak berumur diatas 2 tahun.

Lama proteksi dilaporkan 6 tahun.

Vaksin parenteral sel utuh (TAB vaccine)

Vaksin ini mengandung sel utuh Salmonella typhi yang dimatikan yang

mengandung kurang lebih 1 milyar kuman setiap mililiternya. Dosis untuk

dewasa 0,5 mL; anak 6-12 tahun 0,25 mL; dan anak 1-5 tahun 0,1 mL

yang diberikan 2 dosis dengan interval 4 minggu. Cara pemberian melalui

suntikan subkutan. Efek samping yang dilaporkan adalah demam, nyeri

kepala, lesu, dan bengkak dengan nyeri pada tempat suntikan. Vaksin ini

di kontraindikasikan pada keadaan demam, hamil, dan riwayat demam

pada pemberian pertama. Vaksin ini sudah tidak beredar lagi, mengingat

efek samping yang ditimbulkan dan lama perlindungan yang pendek.

Vaksin polisakarida

Vaksin yang mengandung polisakarida Vi dari bakteri Salmonella.

Mempunyai daya proteksi 60-70 persen pada orang dewasa dan anak di

atas 5 tahun selama 3 tahun. Vaksin diberikan secara intramuskular dan

diperlukan pengulangan (booster) setiap 3 tahun. Vaksin ini

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 52

Page 54: Case Claudia Kejang Demam

dikontraindikasikan pada keadaan hipersensitif, hamil, menyusui, sedang

demam, dan anak kecil 2 tahun.

Prognosis

Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan

kesehatan sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan

terapi antibiotik yang adekuat, angka mortalitas <1%. Di negara berkembang,

angka mortalitasnya >10%, biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan,

dan pengobatan.

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 53

Page 55: Case Claudia Kejang Demam

DAFTAR PUSTAKA

1. IDAI. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta : Badan

Penerbit IDAI. 2006.

2. IDAI. Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. 2009.

3. Soedarmo SSP, Garna H, Hardinegoro SRS, Satari HI. Demam Tifoid.

Dalam: Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Edisi Ke-2.Jakarta: Badan

Penerbit IDAI. 2010; hal.338-46.

4. WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta:

WHO Indonesia. 2009.

5. Kejang Demam – FK USU/RS Adam Malik Medan

6. Richard EB, Robert MK, Ann MA, Samik W. Ilmu Kesehatan Anak

Nelson, ed.15. Jakarta: EGC ; 2000.

7. Pawitro UE, Noorvitry M, Darmowandowo W. Demam Tifoid. Dalam :

Soegijanto S, Ed. Ilmu Penyakit Anak : Diagnosa dan Penatalaksanaan,

edisi 1. Jakarta : Salemba Medika, 2002:1-43.

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan AnakRSPI Prof Dr Sulianti SarosoFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 27 Juli 2015 – 3 Oktober 2015 54