lp kejang demam

29
MATA KULIAH KEPERAWATAN ANAK LAPORAN PENDAHULUAN KEJANG DEMAM PADA ANAK Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Ajar Keperawatan Anak Pembimbing Klinik : Pembimbing Akademik: Ns. Elsa Naviati, M.Kep, Sp.Kep.An Disusun oleh : ROSSI ANITA SARI 22020111130089

Upload: riswatisihwidyaningrum

Post on 26-Dec-2015

426 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

mengetahui tanda dan gejala kejang demam

TRANSCRIPT

Page 1: LP Kejang Demam

MATA KULIAH KEPERAWATAN ANAK

LAPORAN PENDAHULUAN

KEJANG DEMAM PADA ANAK

Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Ajar Keperawatan Anak

Pembimbing Klinik :

Pembimbing Akademik:

Ns. Elsa Naviati, M.Kep, Sp.Kep.An

Disusun oleh :

ROSSI ANITA SARI

22020111130089

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2014

Page 2: LP Kejang Demam

A. DEFINISI

Kejang demam adalah kejang yang dihubungkan dengan suatu

penyakit yang dicirikan dengan demam tinggi (suhu 38,9o−40,0oC). Kejang

demam berlangsung kurang dari 15 menit, generalisata, dan terjadi pada

anak-anak tanpa kecacatan neurologik. (Muscari, 2005)

Kejang demam juga dapat diartikan sebagai suatu kejang yang terjadi

pada usia antara 3 bulan hingga 5 tahun yang berkaitan dengan demam

namun tanpa adanya tanda-tanda infeksi intrakranial atau penyebab yang

jelas. (Meadow, 2005)

Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang dapat terjadi karena

peningkatan suhu akibat proses ekstrakranium dengan ciri terjadi antara usia

6 bulan - 4 tahun, lamanya kurang dari 15 menit dapat bersifat umum dan

dapat terjadi 16 jam setelah timbulnya demam. (Hidayat, 2008)

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kejang

demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu

tubuh sebagai akibat proses ekstrakranium (pajanan dari suatu penyakit yang

dicirikan dengan demam tinggi dimana suhunya berkisar antara 38,9o −

40,0oC) namun tanpa adanya tanda-tanda infeksi intrakranial atau penyebab

yang jelas. Kejang demam ini lebih sering terjadi pada anak usia 6 bulan – 5

tahun, dengan lama kejang kurang dari 15 menit dapat bersifat umum dan

dapat terjadi 16 jam setelah timbulnya demam

B. ETIOLOGI

Penyebab kejang demam sampai saat ini masih belum diketahui secara

jelas. Kejang demam biasanya dikaitkan dengan infeksi saluran pernapasan

atas, infeksi saluran kemih dan roseola. Kejang ini merupakan kejang umum

dengan pergerakan klonik selama kurang dari 10 menit. SSP normal dan tidak

ada tanda-tanda defisit neurologis pada saat serangan telah menghilang.

Sekitar sepertiga akan mengalami kejang demam kembali jika terjadi demam,

tetapi sangat jarang yang mengalami kejang setelah usia 6 tahun. Kejang yang

lama, fokal, atau berulang, atau gambaran EEG yang abnormal 2 minggu

Page 3: LP Kejang Demam

setelah kejang, menunjukkan diagnosis epilepsi (kejang nondemam berulang).

(Meadow, 2005)

Menurut Lumban Tobing & Mansjoer (2005), faktor yang berperan

dalam menyebabkan kejang demam antara lain :

1) Demam itu sendiri

2) Efek produk toksik dari pada mikroorganisme (kuman dan virus terhadap

otak).

3) Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi.

4) Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit.

5) Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan yang tidak

diketahui atau ensekalopati toksik sepintas.

6) Gabungan semua faktor tersebut di atas.

Menurut Amin dan Hardhi (2013) penyebab kejang demam dibedakan

menjadi intrakranial dan ekstrakranial.

Intrakranial meliputi :

1) Trauma (perdarahan): perdarahan subarachnoid, subdural atau

ventrikuler.

2) Infeksi: bakteri, virus, parasit misalnya meningitis.

3) Congenital : disgesenis, kelainan serebri

Ekstrakranial meliputi:

1) Gangguan metabolik: hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesia,

gangguan elektrolit (Na dan K) misalnya pada pasien dengan riwayat

diare sebelumnya.

2) Toksik : intoksikasi, anastesi lokal, sindroma putus obat.

3) Congenital: gangguan metabolisme asam basa atau ketergantungan dan

kekurangan piridoksin.

Beberapa faktor risiko berulangnya kejang yaitu :

1) Riwayat kejang dalam keluarga

2) Usia kurang dari 18 bulan

Page 4: LP Kejang Demam

3) Tingginya suhu badan sebelum kejang. Makin tinggi suhu sebelum

kejang demam, semakin kecil kemungkinan kejang demam akan

berulang.

4) Lamanya demam sebelum kejang. Semakin pendek jarak mulainya

demam dengan kejang, maka semakin besar risiko kejang demam

berulang.

C. KLASIFIKASI KEJANG

1. Kejang Parsial (Fokal, Lokal)

a. Kejang Parsial Sederhana

Kesadaran tidak terganggu, dapat meliputi satu atau kombinasi dari

hal-hal berikut :

1) Tanda motorik – kedutan pada wajah, tangan, atau suatu bagian

tubuh, biasanya gerakan yang sama terjadi pada setiap kejang,

dan dapat menjadi merata.

2) Tanda dan gejala otomatis – muntah, berkeringat, wajah merah,

dilatasi pupil.

3) Gejala-gejala somatosensori atau sensori khusus – mendengar

suara musaik, merasa jatuh dalam suatu ruang, parestesia.

4) Gejala-gejala fisik – déjă vu (sepertiga siaga), ketakutan,

penglihatan panoramik. (Betz, 2009)

b. Kejang Parsial Kompleks

1) Gangguan kesadaran, walaupun kejang dapat dimulai sebagai

suatu kejang parsial sederhana.

2) Dapat melibatkan gerakan otomatisme atau otomatis – bibir

mengecap, mengunyah, mengorek berulang, atau gerakan tangan

lainnya.

3) Dapat tanpa otomatisme – tatapan terpaku. (Betz, 2009)

2. Kejang Menyeluruh (Konvulsif atau Nonkonvulsif)

a. Kejang Lena

1) Gangguan kesadaran dan keresponsifan.

Page 5: LP Kejang Demam

2) Dicirikan dengan tatapan terpaku yang biasanya berakhir kurang

dari 15 detik.

3) Awitan dan akhir yang mendadak, setelah anak sadar dan

mempunyai perhatian penuh.

4) Biasanya dimulai antara usia 4 dan 14 tahun dan sering hilang

pada usia 18 tahun. (Betz, 2009)

b. Kejang Mioklonik

1) Hentakan otot atau kelompok otot yang mendadak dan

involunter.

2) Sering terlihat pada orang sehat saat mulai tidur, tetapi bila

patologis melibatkan hentakan leher, bahu, lengan atas, dan

tungkai secara sinkron.

3) Biasanya berakhir kurang dari 5 detik dan terjadi berkelompok.

4) Biasanya tidak ada atau hanya terjadi perubahan tingkat

kesadaran singkat. (Betz, 2009)

c. Kejang Tonik-klonik (grand mal)

1) Dimulai dengan kehilangan kesadaran dan bagian tonik, kaku

otot ekstremitas, tubuh, dan wajah secara keseluruhan yang

berakhir kurang dari satu meit, sering didahuluioleh suatu aura.

2) Kemungkinan kehilangan kendali kandung kemih dan usus.

3) Tidak ada respirasi dan sianosis.

4) Bagian tonik yang diikuti dengan gerakan klonik ekstremitas

atas dan bawah.

5) Letargi, konfusi, dan tidur pada fase postictal. (Betz, 2009)

d. Kejang Atonik

1) Kehilangan tonus tiba-tiba yang dapat mengakibatkan turunnya

kelopak mata, kepala terkulai, atau orang tersebut jatuh ke

tanah.

2) Singkat dan terjadi tanpa peringatan. (Betz, 2009)

e. Status Epileptikus

1) Biasanya kejang tonik-klonik, menyeluruh yang berulang.

Page 6: LP Kejang Demam

2) Kesadaran antara kejang tidak didapat.

3) Potensial depresi pernapasan, hipotensi, dan hipoksia.

4) Memerlukan penanganan medis darurat segera. (Betz, 2009)

D. PATOFISIOLOGI

Pada anak mudah sekali untuk terinfeksi bakteri, virus dan parasit

yang mengakibatkan reaksi inflamasi dan terjadinya proses demam sehingga

menjadi hipotermi maka terjadi demam. Demam akan menimbulkan proses

peradangan maka anak akan mengalami anoreksi maka akan muncul diagnosa

ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke

seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang

disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang yang dapat mengakibatkan

resiko cedera. Kejang dengan frekuensi lebih dari 15 menit akan

menyebabkan perubahan suplay darah ke otak sehinnga terjadi hipoksia

kemudian permeabilitas kapiler meningkat akan mengakibatkan kerusakan sel

neuron otak.

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi

dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari

permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam

keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion

kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit

lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel

neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat

keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan

di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut

potensial membran dari neuron.

Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :

1) Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular

2) Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau

aliran listrik dari sekitarnya

Page 7: LP Kejang Demam

3) Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau

keturunan

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1ᵒC akan mengakibatkan

kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat

20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh

dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu

kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron

dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion

natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini

demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran

sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang

demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea,

meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang

akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh

metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak

teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya

aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.

Page 8: LP Kejang Demam

E. PATHWAY

F.

Infeksi bakteri

Virus dan parasit

Reaksi inflamasi

Proses demam

Hipertermi

Proses peradangan

Keringat meningkatDemam

Gangguan pemenuhan cairanMengubah keseimbangan membran sel neuron

Anoreksi

Kekurangan volume cairanKetidakseimbangan

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Melepaskan muatan listrik yang besar

Sel neuron otak rusak

Resiko cederaKejang

Lebih dari 15 menitKurang dari 15 menitPermeabilitas

kapiler meningkat

Perubahan suplay darah ke otak

Tidak menimbulkan gejala sisa hipoksia

Page 9: LP Kejang Demam

G. TEMUAN PENGKAJIAN

1. Manifestasi klinis

a. Sebagian besar aktivitas kejang berhenti pada saat anak

mendapatkan pertolongan medis, tetapi anak mungkin dalam

keadaan tidak sadar. (Muscari, 2005)

b. Orang tua atau pemberi asuhan akan menggambarkan manifestasi

kejang tonik-tonik (yi., tonik−kontraksi otot, ekstensi ekstremitas,

kehilangan kontrol defekasi dan kandung kemih, sianosis, dan

kehilangan kesadaran; klonik−kontraksi dan relaksasi ekstremitas

yang teratur (ritmik); fase postiktal dikarakteristikkan dengan

ketidaksadaran persisten). (Muscari, 2005)

c. Sering ditemukan adanya riwayat keluarga dengan kejang demam.

(Muscari, 2005)

d. Suhu tubuh mencapai 39oC. (Dewanto, 2009)

e. Kepala anak seperti terlempar ke atas, mata mendelik, tungkai dan

lengan mulai kaku, bagian tubuh anak menjadi berguncang, gejala

kejang bergantung pada jenis kejang. (Dewanto, 2009)

f. Kulit pucat dan mungkin menjadi biru. (Dewanto, 2009)

2. Temuan pemeriksaan diagnostik dan laboratorium

a. Elektroensefalografi (EEG) : dipakai untuk membantu menetapkan

jenis dan fokus kejang. (Betz, 2009)

b. CT scan : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri

biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan. (Betz,

2009)

c. Magneti Resonance Imaging (MRI): menghasilkan bayangan dengan

menggunakan lapanganmagnetik dan gelombang radio, berguna

untuk memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak jelas terliht

bila menggunakan pemindaian CT. (Betz, 2009)

d. Pemindaian Positron Emission Tomography (PET) : untuk

mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan

Page 10: LP Kejang Demam

lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.

(Betz, 2009)

e. Uji laboratorium

1. Pungsi lumbal: menganalisis cairan serebrovaskuler – terutama

dipakai untuk menyingkirkan infeksi.

2. Hitung darah lengkap: mengevaluasi trombosit dan hematokrit

3. Panel elektrolit

4. Skrining toksik dari serum dan urin

5. GDA

6. Kadar kalsium darah

7. Kadar natrium darah

8. Kadar magnesium darah. (Betz, 2009)

Page 11: LP Kejang Demam

H. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN

Bila kejang berhenti dengan algoritma tata laksana kejang, maka

dilanjutkan dengan terapi profilaksis intermiten atau rumatan pada saat

demam berupa :

Page 12: LP Kejang Demam

1) Antipiretik : parasetamol 10-15 mg/kg/hari setiap 4-6 jam atau ibuprofen

5-10 mg/kg/hari tiap 4-6 jam.

2) Antikejang : diazepam oral 0,3 mg/kg/dosis tiap 8 jam saat demam atau

diazepam rektal 0,5 mg/kg/hari setiap 12 jam saat demam.

3) Pengobatan jangka panjang selama 1 tahun dapat dipertimbangkan pada

kasus kejang demam kompleks dengan faktor risiko. Obat yang

digunakan adalah fenobarbital 3-5 mg/kg/hari atau asam valproat 15-20

mg/kg/hari. (Dewanto, 2009)

I. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Data Fokus

Badan terasa panas

Adanya mual dan muntah

Adanya kesulitan saat bernafas

Adanya aktivitas kejang berulang, pergerakan otot tidak

terkoordinasi, kelemahan

Merasa tidak nyaman, gerah.

Adanya kekhawatiran orang tua.

Membran mukosa / kulit kering

Perubahan tonus/kekuatan otot, gerakan involunter/ kontraksi

sekelompok otot.

Penurunan kesadaran

Tingkah laku distraksi/gelisah.

Saliva keluar berlebih.

2. Diagnosa keperawatan

Berdasarkan Carpenito (2001) dan Doenges, (2000), diagnosa

keperawatan yang sering muncul pada pasien kejang demam adalah :

a. Hipertermi berhubungan dengan ketidakefektifan regulasi suhu

sekunder terhadap infeksi

Page 13: LP Kejang Demam

a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

intake yang tidak adekuat.

b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan masukan

oral.

c. Risiko terjadinya kejang berulang berhubungan dengan hipertermi.

d. Risiko terhadap cidera berhubungan dengan gerakan tonik/klonik

sekunder akibat kejang.

e. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan penumpukan

sekret.

f. Kurang pengetahuan berhubungan dengan dengan kurangnya

informasi mengenai penyakit dan perawatan.

g. Risiko terhadap perubahan pertumbuhan dan perkembangan

berhubungan dengan kejang berulang.

3. Rencana Asuhan Keperawatan

a. Hipertermi berhubungan dengan ketidakefektifan regulasi suhu

sekunder terhadap infeksi.

Tujuan : suhu tubuh normal : 36,5 – 37oC

Intervensi :

1) Kaji faktor penyebab terjadinya hipertermi.

Rasional : mengetahui penyebab terjadinya hipertermi.

Penambahan pakaian/selimut dapat menghambat penurunan

panas.

2) Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam.

Rasional : pemantauan tanda vital yang teratur dapat

menentukan perkembangan perawatan.

3) Pertahankan suhu tubuh normal.

Rasional : suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat aktivitas,

suhu lingkungan, kelembaban tinggi akan mempengaruhi panas

atau dinginnya tubuh.

4) Beri kompres dingin

Rasional : perpindahan panas secara konduktif

Page 14: LP Kejang Demam

5) Longgarkan pakaian, berikan pakaian yang tipis yang menyerap

keringat.

Rasional : proses konveksi akan terhalang oleh pakaian yang

ketat.

6) Beri ekstra cairan (air, susu, sari buah dll).

Rasional :saat demam kebutuhan akan cairan tubuh meningkat.

7) Batasi aktivitas fisik

Rasional : aktivitas meningkatkan metabolisme sehingga

meningkatkan produksi panas.

8) Kolaborasi dalam pemberian antibiotik, antipiretik.

Rasional :menurunkan panas pada pusat hipotalamus dan

sebagai propilaksis.

9) Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium (darah lengkap)

Rasional : peningkatan kadar WBC merupakan indicator adanya

infeksi

b. Resiko terjadi kejang berulang berhubungan dengan hipertermi.

Tujuan : Kejang berulang tidak terjadi.

Intervensi :

1) Observasi kejang dan dokumentasikan karakteristiknya : awitan

dan durasi, kejadian pra kejang dan pasca kejang.

Rasional :Untuk mengetahui kejang secara dini dan jika ada

kelainan akibat kejang.

2) Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang menyerap

keringat.

Rasional : proses konfeksi akan terhalang oleh pakaian yang

ketat dan tidak menyerap keringat.

3) Beri kompres hangat

Rasional : pembuluh darah dilatasi, panas keluar.

4) Beri extra cairan (air, susu, sari buah dan lain-lain).

Rasional : saat demam kebutuhan akan cairan tubuh meningkat.

5) Observasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam.

Page 15: LP Kejang Demam

Rasional : Pemantauan yang teratur menentukan tindakan yang

akan dilakukan.

6) Kolaborasi dalam pemberian antibiotik, antipiretik.

Rasional : Menurunkan panas pada pusat hipotalamus dan

Sebagai propilaksis.

c. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan penumpukan

sekret.

Tujuan : Bersihan jalan nafas efektif.

Intervensi :

1) Lakukan suction

Rasional : Untuk rnengeluarkan cairan atau sekret yang ada

dalam saluran pernafasan.

2) Setelah kejang berikan pasien posisi miring, bila tidak

memungkinkan angkat dagunya ke atas dan ke depan dengan

kepala mendongak ke belakang.

Rasional : Untuk mencegah bila terjadi aspirasi, isi lambung

tidak menutupi jalan nafas.

3) Atur tempat tidur di bagian kepala ditinggikan kurang lebih

45oC.

Rasional : Kepala lebih tinggi akan memudahkan pasien dalam

bernafas.

4) Berikan tongue spatel antara gigi dan lidah.

Rasional : Untuk mencegah resiko cidera yaitu lidah tergigit

d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

intake yang tidak adekuat.

Tujuan : Nutrisi pasien terpenuhi.

Intervensi :

1) Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan batuk dan

mengatasi sekresi.

Rasional : faktor ini menentukan pemilihan terhadap jenis

makanan.

Page 16: LP Kejang Demam

2) Auskultasi bising usus, catat adanya penurunan atau hilangnya

atau suara yang hiperaktif.

Rasional :bising usus membantu dalam menentukan respons

untuk makan atau berkembangnya komplikasi.

3) Timbang berat badan sesuai indikasi.

Rasional :mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah

pemberian nutrisi.

4) Berikan makan dalam jumlah kecil dan dalam waktu yang sering

dengan teratur.

Rasional :meningkatkan proses pencernaan dan toleransi pasien

terhadap nutrisi yang diberikan dan dapat meningkatkan

kerjasama pasien saat makan.

5) Tingkatkan kenyamanan lingkungan yang santai termasuk

sosialisasi saat makan.

Rasional : sosialisasi waktu makan dengan orang terdekat atau

teman dapat meningkatkan pemasukan dan menormalkan fungsi

makan.

6) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet.

Rasional : merupakan sumber yang efektif untuk

mengidentifikasi kebutuhan kalori atau nutrisi tergantung pada

usia, berat badan, ukuran tubuh, keadaan penyakit sekarang.

e. Kekurangan volume cairan kebutuhan penurunan masukan oral.

Tujuan : Cairan pasien adekuat.

Intervensi :

1) Awasi tanda-tanda vital tiap 4 jam

Rasional : kekurangan atau perpindahan cairan menurunkan

tekanan darah, mengurangi volume nadi.

2) Catat perkembangan turgor kulit, hidrasi, membran mukosa.

Rasional :kekurangan cairan juga dapat diidentifikasi dengan

penurunan turgor kulit, membran mukosa kering.

Page 17: LP Kejang Demam

3) Ukur atau hitung masukan, pengeluaran dan keseimbangan

cairan, catat kehilangan tidak tampak (IWL).

Rasional : memberikan informasi tentang status cairan umum,

kecenderungan keseimbangan cairan negatif dapat menunjukkan

terjadi defisit.

4) Timbang berat badan setiap hari.

Rasional : perubahan cepat menunjukkan gangguan dalam air

tubuh total.

5) Kolaborasi dalam pemberian cairan intravena.

Rasional : salah satu cara untuk memenuhi keseimbangan cairan

dalam tubuh ialah dengan cara pemberian melalui parentral.

f. Risiko terhadap cidera berhubungan dengan gerakan tonik/klonik

skunder akibat kejang.

Tujuan : Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.

Intervensi :

1) Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan penggunaan tempat

tidur yang rendah.

Rasional : Meminimalkan injuri saat kejang.

2) Jangan tinggalkan klien selama fase kejang.

Rasional : Meningkatkan keamanan pasien.

3) Beri tongue spatel antara gigi dan lidah.

Rasional : Menurunkan resiko trauma pada mulut.

4) Letakkan klien pada tempat tidur yang lembut.

Rasional : Membantu menurunkan resiko injuri fisik pada

ekstremitas ketika kontrol otot volunter berkurang.

5) Setelah kejang berikan klien posisi miring, bila tidak

memungkinkan angkat dagunya ke atas dan ke depan dengan

kepala mendongak ke belakang.

Rasional : Mencegah penutupan jalan nafas.

6) Kendurkan pakaian pasien.

Rasional : Mengurangi tekanan pada jalan nafas.

Page 18: LP Kejang Demam

7) Catat tipe dan frekuensi kejang.

Rasional : Membantu menurunkan lokasi area cereberal yang

terganggu.

8) Catat tanda-tanda vital setelah fase kejang.

Rasional : Mendeteksi secara dini keadaan yang abnormal.

g. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi

mengenai penyakit dan perawatan.

Tujuan : Pengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit anaknya

Intervensi :

1) Kaji tingkat pengetahuan keluarga.

Rasional : Mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiliki

keluarga dan kebenaran informasi yang didapat.

2) Beri penjelasan kepada keluarga sebab dan akibat kejang

demam.

Rasional : Penjelasan tentang kondisi yang dialami dapat

membantu menambah wawasan keluarga.

3) Berikan Health Education tentang cara menolong anak kejang

dan mencegah kejang demam.

Rasional : Agar keluarga mengetahui cara menolong anak

kejang dan rnencegah kejang demam.

4) Jelaskan setiap tindakan keperawatan yang dilakukan.

Rasional : Agar keluarga mengetahui tujuan setiap tindakan

perawatan.

h. Risiko terhadap perubahan pertumbuhan dan perkembangan

berhubungan dengan kejang berulang.

Tujuan : Pertumbuhan dan perkembangan tidak mengalami

gangguan.

Intervensi :

1) Cegah terjadinya kejang berulang.

Rasional : dengan tidak terjadinya kejang berulang dapat

mencegah terjadinya kerusakan motorik dan sensorik.

Page 19: LP Kejang Demam

2) Konsul dengan ahli terapi untuk mengevaluasi obat sesuai

indikasi.

Rasional : Pengobatan yang teratur akan dapat mencegah

terjadinya gangguan pertumbuhan dan perkembangan.

3) Berikan anak latihan dan kesempatam meningkatkan hubungan

sosial.

Rasional : Latihan dan hubungan sosial dengan orang lain dapat

membantu pertumbuhan dan perkembangan.

4) Berikan nutrisi yang cukup/memenuhi kebutuhan tubuh.

Rasional : Nutrisi akan dapat memperbaiki pertumbuhan dan

perkembangan.

DAFTAR PUSTAKA

Page 20: LP Kejang Demam

Betz, Cecily Lynn. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri Ed. 5. Jakarta : EGC

Dewanto, George dkk. 2009. Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta : EGC

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta : salemba Medika

Meadow, Sir Roy. 2005. Lecture Notes Pediatrika Ed. 7. Jakarta : Erlangga

Muscari, Mary E. 2005. Panduan Belajar : Keperawatan Pediatrik Ed.3. Jakarta : EGC