laporan pbl tera modul 2
DESCRIPTION
laporan pbl teraTRANSCRIPT
LAPORAN TUTORIAL
MODUL II
“ TATALAKSANA HIPERTENSI PADA PPOK ”
SISTEM TERAPEUTIK
Pembimbing
dr. Muhammad Fachri,SpP
Di Susun Oleh :
Kelompok 6 Cempaka Putih
Bhismo Prasetyo 2012730119
Ilhami Muttaqin 2012730133
Karyati Afrina 2012730134
M. Firsan Ilyas 2012730137
Rini Astin Triana 2012730150
Riza Alisha Sibua 2012730152
Siti Sahara A.H. 2012730156
Syarifah Zahrotulhaj 2012730157
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN AJARAN 2013/2014
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................4
1.1 TUJUAN PEMBELAJARAN.....................................................................................4
1.2 SASARAN PEMBELAJARAN…………………………………………………………….…4
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................6
2.1 Skenario.......................................................................................................................6
2.2 Kata / Kalimat Kunci...................................................................................................6
2.3 Pertanyaan...................................................................................................................7
BAB III JAWABAN..................................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………..40
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya
penulis dapat menyusun dan menyelesaikan laporan tutorial ini.
Tujuan pembuatan laporan tutorial ini adalah sebagai syarat kelengkapan nilai
SISTEM TERAPEUTIK pada semester ini. Selain itu, agar dapat memahami secara
mendalam mengenai materi yang telah didiskusikan selama diskusi mandiri.
Dalam laporan ini telah dijelaskan tentang tatalaksana hipertensi pada ppok,
karena itu laporan ini sangat berguna untuk pengetahuan penulis. Mungkin laporan ini
belum sempurna sebagaimana mestinya, tetapi penulis sudah berusaha dalam
menyelesaikan laporan ini dengan sebaik-baiknya. Penulis berharap laporan ini dapat
berguna bagi penulis dan pembaca.
Terima kasih kepada tutor penulis yang telah banyak membantu penulis dalam
menyelesaikan laporan ini serta kekompakkan anggota kelompok. Dalam membuat
laporan ini, penulis mengambil sumber-sumber dari buku ajar, slide dan internet
sehingga penulis bisa menjawab dan mendapatkan informasi-informasi yang penulis
butuhkan dalam laporan ini. Penulis menyadari bahwa laporan ini belum sempurna,
untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.
Jakarta, Mei 2015
Penulis
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mahasiswa akan dapat memahami
dan mengaplikasikan tentang penatalaksanaan terapi hipertensi pada penyakit
PPOK.
1.2 SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah selesai mengikuti modul ini diharpkan mahasiswa dapat mengetahui
terapi rasional hipertensi pada pasien PPOK sesuai dengan langkah-langkah
sebagi berikut :
1. Menjelaskan patofisiologi gejala-gejala dan/atau penyakit yang
dialamai pasien
2. Menentukan diagnosis
3. Menentukan tujuan yang ingin dicapai dari terapi berdasarkan
patofisiologi penyakit
4. Menentukan kesesuaian terapi dengan kondisi pasien
Membuat daftar golongan obat sesuai dengan tujuan terapi
Memilih golongan obat dari daftar tersebut sesuai dengan tujuan
terapi dan kondisi pasien (efikasi, keamanan, kecocokan dan
biaya)
Memilih bahan aktif, dosis, bentuk sediaan obat, dan lama
pengobatan
Pendekatan terapi : informasi atau saran, terapi tanpa obat,
terapi dengan obat, rujukan atau kombinasi
5. Mahasiswa mampu memulai terapi
Mahasiswa mampu memberikan saran dan penjelasan tentang
terapi yang diberikan kepada pasien
Mahasisw mampu menulis resep dengan jelas
4
6. Mahasiwa mampu memberikan informasi, instruksi dan peringatan
kepada pasien
7. Menetapkan, monitoring efek terpi dan mengantisipasi efek samping
obat
8. Mengevaluasi hasil pengobatan
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Skenario
Seorang laki-laki berusia 68 tahun, pekerjaan supir, datang dalam follow up setelah
eksaserbasi akut PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik). Pasien mengalami
beberapa eksaserbasi akut beberapa tahun yang lalu.
Pernafasan membaik setelah terapi inhalasi albuterol. Anda memutuskan bahwa sekarang waktunya untuk fokus pada tatalaksana hipertensi. Saat ini pasien tidak Mengkonsumsi obat antihipertensi. Pasien menolak obat diuretik, karena mengganggu pekerjaannya dan berhenti mengkonsumsi lisinopril setelah dua tahun berturut-turut karena timbul batuk kering.
Tentukkan terapi inisial dan kunjungan berikutnya untuk pasien.
2.2 Kata / Kalimat Kunci
Supir Laki-laki 68tahun Follow up setelah Eksaserbasi akut PPOK Riwayat pengobatan :
- inhalasi albuterol pernafasan membaik
- Lisinopropil selama 2 tahun timbul batuk kering
DATA TAMBAHAN
RPD : Hiperensi 3thn yang lalu Tanda vital : TD 157/94 mmHg
DJ 74 x/menit
Suara nafas menurun
Pemeriksaan fisik : JVP tidak terdapat bendungan Bunyi jantung tidak ada gallop Edema eksremitas (-)
Spirometri : FEV1 50% dari nilai prediksi R. Pengobatan : (-) R. Psikolososioal : (-) R. Keluarga : (-) Pemeriksaan penunjang : Fungsi hati normal
Gula darah : (-) Kadar lipid dalam batas normal
6
2.3 Pertanyaan
1. Jelaskan macam-macam golongan obat antihipertensi ! (Riza)
2. Jelaskan macam-macam golongan obat PPOK (bronkodilator) ! (Syarifah)
3. Jelaskan patofisiologi dari hipertensi ! (Sarah)
4. Jelaskan terapi initial pada kasus di skenario ! (Karyati)
5. Jelaskan terapi non farmako pada pasien ! (Firsan)
6. Jelaskan monitoring dan evaluasi penggunaan obat antihipertensi pada
skenario ! (Bhismo)
7. Jelaskan hub.penyakit PPOK dengan hipertensi ! (Ilhami)
8. Jelaskan mekanisme kerja obat lisinopril sehingga menyebabkan batuk
kering ! (Rini)
9. Jelaskan terapi farmako hipertensi (biaya, efikasi, kesesuaian,
farmakodinamik, farmakokinetik, keamanan) ! (Ilhami)
10. Jelaskan adakah interaksi obat antihipertensi dengan obat PPOK ! (Bhismo)
11. Jelaskan pengaruh obat antihipertensi terhadap PPOK ! (Riza)
12. Jelaskan mekanisme kerja albuterol ! (Karyati)
13. Jelaskan terapi farmako PPOK (biaya, efikasi, kesesuaian, farmakodinamik,
farmakokinetik, keamanan) ! (Sarah)
14. Jelaskan bagaimana cara menulis resep pada skenario ! (Rini)
15. Jelaskan pemilihan dosis BSO dan lama lama pengobatan pada antihipertensi !
(Firsan)
16. Jelaskan interaksi antar obat antihipertensi ! (Syarifah)
7
BAB III
JAWABAN
1. Jelaskan macam-macam golongan obat antihipertensi !
Diuretik
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat kencing) sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan.Contoh obatannya adalah Hidroklorotiazid.
Penghambat Simpatetik
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas ).Contoh obatnya adalah : Metildopa, Klonidin dan Reserpin.
Betabloker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya pompa jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti asma bronkial.Contoh obatnya adalah : Metoprolol, Propranolol dan Atenolol. Pada penderita diabetes melitus harus hati-hati, karena dapat menutupi gejala hipoglikemia (kondisi dimana kadar gula dalam darah turun menjadi sangat rendah yang bisa berakibat bahaya bagi penderitanya). Pada orang tua terdapat gejala bronkospasme (penyempitan saluran pernapasan) sehingga pemberian obat harus hati-hati.
Vasodilator
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah : Prasosin, Hidralasin. Efek samping yang kemungkinan akan terjadi dari pemberian obat ini adalah : sakit kepala dan pusing.
Penghambat ensim konversi Angiotensin
Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat Angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah).Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah Kaptopril. Efek samping yang mungkin timbul adalah : batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas.
8
Antagonis kalsium
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan obat ini adalah : Nifedipin, Diltiasem dan Verapamil. Efek samping yang mungkin timbul adalah : sembelit, pusing, sakit kepala dan muntah.
Penghambat Reseptor Angiotensin II
Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat Angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah Valsartan (Diovan). Efek samping yang mungkin timbul adalah : sakit kepala, pusing, lemas dan mual.
9
2. Jelaskan macam-macam golongan obat PPOK (bronkodilator) !
BRONKODILATOR
Bronkodilator adalah obat yang mempunyai efek anti bronkokonstriksi. Bronkodilator dapat digunakan untuk mengatasi kesulitan bernafas yang disebabkan oleh asma, bronchitis, bronchiolitis, pneumonia dan emfisema.
Penggolongan Bronkodilator
1. Berdasarkan waktu kerja obat
Ada dua jenis bronkodilator berdasarkan waktu kerja obatnya, yaitu short-acting dan long acting.
Short-acting merupakan bronkodilator kerja cepat yang dapat meredakan gejala asma. Bronkodilator jenis ini digunakan sebagai obat penyelamat dalam kasus serangan asma. Sedangkan long-acting merupakan bronkodilator kerja lama yang digunakan setiap hari untuk mengontrol asma.
2. Berdasarkan tipe utama bronkodilator
Ada tiga jenis bronkodilator berdasarkan tipe utamanya yaitu agonis β-adrenergik, antikolinergik dan derivat xanthin.
Agonis β-adrenergik
Beberapa senyawa adrenergik yang mengaktifkan β-reseptor, mempunyai kekhasan tinggi terhadap β2-reseptor dan dapat menyebabkan relaksasi otot polos bronki sehingga digunakan sebagai bronkodilator. Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat. Contoh : Salbutamol
Mekanisme kerja :
Melalui stimulasi reseptor β2 di trachea dan bronchi, yang menyebabkan aktivasi dari adenililsiklase. Enzim ini memperkuat perubahan dari adenosintrifosfat(ATP) yang kaya energi menjadi cyclic-adenosine-monophosphat(cAMP) dengan pembebasan energi yang digunakan untuk proses-proses dalam sel. Meningkatnya kadar cAMP di dalam sel menghasilkan beberapa efek melalui enzim fosfokinase, antara lain bronkodilatasi.
Indikasi : Merupakan obat adrenergik terpilih untuk bronkhodilator, bekerja selektif pada reseptor beta-2.
10
Dosis :-Oral : Dewasa 2-4 mg tiga kali sehari Anak-anak 2-6 tahun 1-2 mg tiga kali sehari -Injeksi : injeksi IV bolus pelan 250 mcg diulangi bila perlu. IV infus, dosis awal 5mcg/menit, disesuaikan dengan respon dan nadi, biasanya dalam interval 3-20 mcg/menit, atau lebih bila perlu. Anak-anak 1-12 bulan 0,1-1 mg/kg/menit.
-Inhalasi : Dewasa : 100-200 mcg (1-2 semprot); untuk gejala yang menetap boleh diberikan sampai 4 kali sehari.
Anak-anak : 100mcg (1 semprot), dapat ditingkatkan sampai 200 mcg (2 semprot) bila perlu; untuk gejala menetap boleh diberikan sampai 4 kali sehari
Antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir (maksimal 4 kali perhari).
Di dalam sel-sel otot polos terdapat keseimbangan antara sistem adrenergis dan sistem kolinergis. Bila karena sesuatu sebab reseptor β2 dari sistem adrenergis terhambat, maka sistem kolinergis akan berkuasa dengan akibat bronkokonstriksi. Antikolinergik memblok reseptor muskarin dari saraf-saraf kolinergis di otot polos bronki, hingga aktivitas saraf adrenergis menjadi dominan dengan efek bronkodilatasi. Contoh :
1. Ipratropium bromide (Atrovent)
Ipratropium bromida merupakan antikolinergik yang paling luas digunakan, dimana berfungsi sebagai bronkodilator yang dikembangkan untuk pemakaian inhalasi, mempunyai derajat kekhasan tinggi, dan dapat menghambat saraf vagus yang bertanggung jawab terhadap spasma bronkus.
Indikasi : Suatu bronkodilator untuk mencegah dan mengobati gejala obstruksi kronis saluran napas pada asma bronkial dan bronkitis kronis dengan atau tanpa emfisema
Dosis : Dewasa atau orang tua dan remaja umur > 14 tahun 3-4 x 0,4-2 mL/hari Anak 6-14 tahun :3-4x0,4-2 mL/hari. Dilarutkan dengan garam fisiologis.
Derivat xanthin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi
11
eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah
Senyawa-senyawa turunan xanthin diketahui memiliki beberapa aktivitas farmakologis, diantaranya sebagai bronkodilator. Meskipun penggunaannya sebagai obat anti asma telah cukup dikenal, tetapi turunan xanthin diketahui memiliki efek samping yang kurang menguntungkan yaitu penekanan pada jantung dan sistem saraf pusat. Beberapa penelitian mengenai modifikasi struktur xanthin telah dilakukan guna mendapatkan turunan yang lebih poten dan selektif. Berdasarkan penelitian terdahulu, diketahui bahwa substitusi pada atom N‟ xanthin dapat meningkatkan aktivitas dan selektivitasnya sebagai bronkodilator. Contoh :
1. Teofilin
Bekerja sebagai bronkodilator dengan menghambat secara kompetitif enzim siklik nukleotida fosfodiesterase menghasilkan peningkatan kadar cAMP sehingga terjadi relaksasi langsung otot polos bronki. Seperti turunan xanthin yang lain, teofilin juga mempunyai efek vasodilator koroner, rangsangan jantung, rangsangan otot rangka, rangsangan sistem saraf pusat dan diuretik.
2. Aminofilin
Adalah kompleks teofilin dan etilendiamin di-HCl yang mempunyai kelarutan dalam air lebih besar dibandingkan dengan teofilin
Dosis :
Dewasa 200 – 400 mg tiap 12 jam
Anak-anak 6 – 12 tahun : 125 – 200 mg tiap 12 jam
Anak 2 – 12 tahun : 9 mg/kgbb setiap 12 jam (maksimal 200 mg)
12
3. Jelaskan patofisiologi dari hipertensi !
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah arterial, sistol ≥ 140 mmHg dan diastol
≥ 90 mmHg. Tekanan darah bergantung kepada :
1. Curah jantung
2. Tahanan perifer pada pembuluh darah
3. Volum atau isi darah yang bersirkulasi
Mengenai patofisiologi hipertensi masih banyak terdapat ketidakpastian. Sebagian
kecil pasien (2% - 5%) menderita penyakit ginjal atau adrenal sebagai penyebab
meningkatnya tekanan darah. Pada sisanya tidak dijumpai penyebabnya dan keadaan
ini disebut hipertensi esensial.
Beberapa mekanisme fisiologis terlibat dalam mempertahankan tekanan darah yang
normal, dan gangguan pada mekanisme ini dapat menyebabkan terjadinya hipertensi
esensial. Faktor yang telah banyak diteliti ialah : asupan garam, obesitas, resistensi
terhadap insulin, sistem renin-angiotensin dan sistem saraf simpatis (Lumbantobing,
2008).
Terjadinya hipertensi dapat disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut :
1. Curah jantung dan tahanan perifer
Mempertahankan tekanan darah yang normal bergantung kepada keseimbangan antara
curah jantung dan tahanan vaskular perifer. Sebagian terbesar pasien dengan
hipertensi esensial mempunyai curah jantung yang normal, namun tahanan perifernya
meningkat. Tahanan perifer ditentukan bukan oleh arteri yang besar atau kapiler,
melainkan oleh arteriola kecil, yang dindingnya mengandung sel otot polos. Kontraksi
sel otot polos diduga berkaitan dengan peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler
(Lumbantobing, 2008).
Kontriksi otot polos berlangsung lama diduga menginduksi perubahan sruktural
dengan penebalan dinding pembuluh darah arteriola, mungkin dimediasi oleh
angiotensin, dan dapat mengakibatkan peningkatan tahanan perifer yang irreversible.
Pada hipertensi yang sangat dini, tahanan perifer tidak meningkat dan peningkatan
tekanan darah disebabkan oleh meningkatnya curah jantung, yang berkaitan dengan
overaktivitas simpatis. Peningkatan tahanan peifer yang terjadi kemungkinan
merupakan kompensasi untuk mencegah agar peningkatan tekanan tidak
13
disebarluaskan ke jaringan pembuluh darah kapiler, yang akan dapat mengganggu
homeostasis sel secara substansial (Lumbantobing, 2008).
2. Sistem renin-angiotensin Sistem renin-angiotensin
mungkin merupakan sistem endokrin yang paling penting dalam mengontrol tekanan
darah. Renin disekresi dari aparat juxtaglomerular ginjal sebagai jawaban terhadap
kurang perfusi glomerular atau kurang asupan garam. Ia juga dilepas sebagai jawaban
terhadap stimulasi dan sistem saraf simpatis (Lumbantobing, 2008).
Renin bertanggung jawab mengkonversi substrat renin (angiotensinogen) menjadi
angotensin II di paru-paru oleh angiotensin converting enzyme (ACE). Angiotensin II
merupakan vasokontriktor yang kuat dan mengakibatkan peningkatan tekanan darah
(Lumbantobing, 2008).
3. Sistem saraf otonom
Stimulasi sistem saraf otonom dapat menyebabkan konstriksi arteriola dan dilatasi
arteriola. Jadi sistem saraf otonom mempunyai peranan yang penting dalam
mempertahankan tekanan darah yang normal. Ia juga mempunyai peranan penting
dalam memediasi perubahan yang berlangsung singkat pada tekanan darah sebagai
jawaban terhadap stres dan kerja fisik (Lumbantobing, 2008).
4. Peptida atrium natriuretik (atrial natriuretic peptide/ANP)
ANP merupakan hormon yang diproduksi oleh atrium jantung sebagai jawaban
terhadap peningkatan volum darah. Efeknya ialah meningkatkan ekskresi garam dan
air dari ginjal, jadi sebagai semacam diuretik alamiah. Gangguan pada sistem ini
dapat mengakibatkan retensi cairan dan hipertensi (Lumbantobing, 2008).
14
4. Jelaskan tatalaksana awal yang diberikan pada pasien di skenario dan target apa yang dicapai dari pengobatan tersebut?
Dikenal lima kelompok obat lini pertama (first line drug) yang digunakan untuk
pengobatan awal hipertensi, yaitu diuretik, β-blocker, penghambat angiotensin
converting enzyme (ACE-inhibitor), penghambat reseptor angiotensin (Angiotensin-
receptor blocker, ARB), dan antagonis kalsium.
Pada skenario, laki-laki 68 tahun ini merupakan pasien hipertensi dan juga
PPOK. Pasien menolak untuk mengkonsumsi obat diuretic karena mengganggu
pekerjaannya dan pasien juga telah mengkonsumsi obat lisinopril, yaitu obat golongan
ACE-Inhibitor, sudah berhenti karena timbul batuk kering.
Sehingga tatalaksana awal yang dapat diberikan pada pasien hipertensi dengan
PPOK eksaserbasi akut, yaitu anti hipertensi golongan Antagonis Kalsium. Karena
mekanisme kerja pada antagonis kalsium ini menghambat infuks kalsium pada sel otot
polos pembuluh darah dan miokard, sehingga dapat menurunkan tekanan darah pada
pasien. Di pembuluh darah, antagonis kalsium menimbulkan relaksasi arteriol
sehingga memiliki efek menguntungkan untuk paru-paru, yaitu memperbaiki
permeabilitas bronkus sehingga jantung juga lebih mudah memompa darah.
Target yang diharapkan setelah pemberian antagonis kalsium, yaitu dapat
menurunkan tekanan darah pasien dan juga tidak memberikan efek samping untuk
paru-paru pasien
15
5. Jelaskan terapi non farmako pada pasien !
1) Terapi non obat (non farmakologi)
Terapi non farmakologi adalah terapi yang dilakukan dengan cara pola hidup
sehat untuk menurunkan tekanan darah, mencegah peningkatan tekanan darah dan
mengurangi resiko kardiovaskuler secara keseluruhan.
2) Terapi non farmakologi meliputi:
a) Penurunan berat badan jika gemuk.
b) Membatasi atau mengurangi natrium menjadi 2,3 gram atau < 6 gram
NaCl sehari.
c) Latihan olah raga secara teratur.
d) Membatasi konsumsi alkohol (maksimum 20-30 ml etanol per hari).
e) Berhenti merokok dan mengurangi makanan kolesterol, agar dapat
menurunkan resiko kardiovaskuler yang berkaitan 3,5.
2) Terapi dengan obat-obatan (farmakologi)
Selain tindakan umum seperti terapi diatas, pada hipertensi lebih berat
perlu ditambahkan obat-obat hipertensi untuk menormalkan tekanan darah.
16
6. Jelaskan monitoring dan evaluasi penggunaan obat antihipertensi pada
skenario !
Monitoring Dan Evaluasi Hipertensi
Untuk mengukur efektivitas terapi, hal-hal berikut harus dimonitor:
a. Tekanan darah
b. Kerusakan target organ: jantung, ginjal, mata, otak
c. Interaksi obat dan efek samping
d. Kepatuhan (adherence)
a. Monitoring tekanan darah
Memonitor tekanan darah di klinik tetap menjadi standar untuk pengobatan
hipertensi. Respon terhadap tekanan darah harus dievaluasi 2 sampai 4
minggu setelah terapi dimulai atau setelah adanya perubahan terapi
b. Monitoring kerusakan target organ
Pasien hipertensi harus dimonitor secara berkala untuk melihat tanda-tanda
dan gejala adanya penyakit target organ yang berlanjut. Sejarah sakit dada
(atau tightness), palpitasi, pusing, dyspnea, orthopnea, sakit kepala,
penglihatan tiba-tiba berubah, lemah sebelah, bicara terbata-bata, dan hilang
keseimbangan harus diamati dengan seksama untuk menilai kemungkinan
komplikasi kardiovaskular dan serebrovaskular. Parameter klinis lainnya yang
harus dimonitor untuk menilai penyakit target organ termasuk perubahan
funduskopik, regresi LVH pada elektrokardiogram atau ekokardiogram,
proteinuria, dan perubahan fungsi ginjal.
c. Monitoring interaksi obat dan efek samping
Untuk melihat toksisitas dari terapi, efek samping dan interaksi obat harus
dinilai secara teratur. Efek samping biasanya muncul 2 sampai 4 minggu
setelah memulai obat baru atau setelah menaikkan dosis. Kejadian efek
samping mungkin memerlukan penurunan dosis atau substitusi dengan obat
antihipertensi yang lain. Monitoring yang intensif diperlukan bila terlihat ada
interaksi obat; misalnya apabila pasien mendapat diuretic tiazid atau loop
17
dan pasien juga mendapat digoksin; yakinkan pasien juga dapat suplemen
kalium dan yakinkan kadar kalium diperiksa secara berkala
d. Monitoring kepatuhan/medication adherence dan konseling ke pasien
Diperlukan usaha yang cukup besar untuk meningkatkan kepatuhan pasien
terhadap terapi obat demi mencapai target tekanan darah yang diinginkan.
Paling sedikit 50% pasien yang diresepkan obat antihipertensi tidak
meminumnya sesuai yang direkomendasikan. Satu studi menyatakan kalau
pasien yang menghentikan terapi antihipertensinya lima kali lebih besar
kemungkinan terkena stroke. Kurangnya kepatuhan mungkin disengaja atau
tidak disengaja. Strategi yang paling efektif adalah dengan kombinasi
beberapa strategi seperti edukasi, modifikasi sikap, dan sistem yang
mendukung.
18
7. Jelaskan hub.penyakit PPOK dengan hipertensi !
Hipertensi Pulmonal dapat menyebabkan pengerasan pembuluh darah di dalam paru. Hal ini memperberat kerja jantung dalam memompa darah ke paru. Lama – kelamaan pembuluh darah yang terkena akan menjadi kaku dan menebal, hal ini akan menyebabkan tekanan dalam pembuluh darah meningkat dan aliran darah juga terganggu. Hal ini akan menyebabkan bilik jantung kanan membesar dan menyebabkan suplai darah dari jantung ke paru berkurang sehingga terjadi suatu keadaan yang disebut dengan gagal jantung kanan. Sejalan dengan hal tersebut maka aliran darah dari jantung kiri juga menurun sehingga darah membawa kandungan oksigen yang kurang dari normal untuk mencukupi kebutuhan tubuh terutama pada saat melakukan aktivitas.
19
8. Jelaskan mekanisme kerja obat lisinopril dengan batuk kering !
Lisinopril adalah obat golongan ACE-Inhibitor. ACE-inhibitor menghambat perubahan Al ,menjadi All sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron. Selain itu, degredasi bradikinin juga dihambat sehingga kadar bradikinin dalam darah meningkat dan berperan dalam efek vasodilatasi ACE-inhibitor. Vasodilatasi secara langsung akan menurunkan tekanan darah, sedangkan berkurangnya aldosteron akan menyebabkan eskresi air dan natrium.
Batuk kering adalah efek samping yang paling sering terjadi insidens 5-20%, lebih sering pada wanita dan lebih sering terjadi pada malam hari. Dapat terjadi segera atau setelah beberapa pengobatan. Diduga efek samping ini ada kaitannya dengan peningkatan kadar bradikinin dan substansi P, dan atau protaglandin. Efek samping ini bergantung pada besarnya dosis dan bersifat revesibel bila obat dihentikan.
20
9. Jelaskan terapi farmako hipertensi (biaya, efikasi, kesesuaian, farmakodinamik,
farmakokinetik, keamanan) !
Diuretik
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat kencing) sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan.Contoh obatannya adalah Hidroklorotiazid.
Penghambat Simpatetik
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas ).Contoh obatnya adalah : Metildopa, Klonidin dan Reserpin.
Betabloker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya pompa jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti asma bronkial.Contoh obatnya adalah : Metoprolol, Propranolol dan Atenolol. Pada penderita diabetes melitus harus hati-hati, karena dapat menutupi gejala hipoglikemia (kondisi dimana kadar gula dalam darah turun menjadi sangat rendah yang bisa berakibat bahaya bagi penderitanya). Pada orang tua terdapat gejala bronkospasme (penyempitan saluran pernapasan) sehingga pemberian obat harus hati-hati.
Vasodilator
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah : Prasosin, Hidralasin. Efek samping yang kemungkinan akan terjadi dari pemberian obat ini adalah : sakit kepala dan pusing.
Penghambat ensim konversi Angiotensin
Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat Angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah).Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah Kaptopril. Efek samping yang mungkin timbul adalah : batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas.
Antagonis kalsium
21
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan obat ini adalah : Nifedipin, Diltiasem dan Verapamil. Efek samping yang mungkin timbul adalah : sembelit, pusing, sakit kepala dan muntah.
Penghambat Reseptor Angiotensin II
Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat Angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah Valsartan (Diovan). Efek samping yang mungkin timbul adalah : sakit kepala, pusing, lemas dan mual.
22
10. Jelaskan adakah interaksi obat antihipertensi dengan obat PPOK !
Interaksi Obat Antihipertensi (β Blocker) dengan obat PPOK
β bloker non selektif bekerja dengan cara memblok seluruh reseptor β yang terdapat
pada otot polos. Reseptor β berdasarkan perbedaan selektivitas berbagai agonis dan
antagonisnya masih dibedakan lagi menjadi 2 subtipe yang disebut β1 dan β2. Reseptor
β1 terdapat di jantung dan sel-sel jukstaglomeruler, sedangkan reseptor β2 pada
bronkus, pembuluh darah, saluran cerna dan saluran kemih-kelamin, selain itu juga
terdapat di otot rangka dan hati. Aktivasi reseptor β1 menimbulkan perangsangan
jantung dan peningkatan sekresi renin dari sel jukstaglomerular. Sedangkan aktivasi β2
menimbulkan relaksasi otot polos dan glikogenesis dalam otot rangka dan hati.
Efek dari agonis pada reseptor β ini bertentangan dengan efek antagonisnya (β bloker).
Jika reseptor β2 dari sistem adrenergis terhambat oleh antagonisnya maka sistem
kolinergis akan mendominasi dan menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi.
Stimulasi saraf parasimpatis, menyebabkan pelepasan asetilkolin. Asetilkolin pada
reseptor muskarinik dari saraf-saraf kolinergis di otot polos bronki akan mengaktivasi
enzim guanisiklase untuk mengubah GTP (guanosine triphosphat) menjadi cGMP (cyclic
guanosine monophosphat). Fosfodiesterase kemudian memecah cGMP menjadi GMP
(guanosine monophosphat). Peningkatan kadar GMP ini akan mengakibatkan
bronkokonstriksi.
Mekanisme kerja obat ini berlawanan dengan obat-obat bronkodilator, Mekanisme
kerjanya adalah melalui stimulasi reseptor b2 di trachea (batang tenggorok) dan bronchi,
yang menyebabkan aktivasi dari adenilsiklase. Enzim ini memperkuat pengubahan
adenosintrifosat (ATP) yang kaya energi menjadi cyclic-adenosin monophosphat (cAMP)
dengan pembebasan energi yang digunakan untuk proses-proses dalam sel.
23
Meningkatnya kadar cAMP di dalam sel menghasilkan beberapa efek bronchodilatasi
dan penghambatan pelepasan mediator oleh mast cells.
24
11. Jelaskan pengaruh obat antihipertensi terhadap PPOK !
ACE-inhibitor
Pemberian ACE-inhibitor ternyata juga dapat mengurangi angka eksaserbasi serta
mortalitas PPOK, salah satunya dengan menurunkan hipertensi pulmoner. Angiotensin II yang
dihambat oleh ACE-inhibitor ternyata memiliki efek pro-inflamasi pada PPOK sehingga ACE-
inhibitor dikatakan memiliki efek antiinflamasi. Irbesartan yang merupakan suatu antagonis
reseptor angiotensin II dapat menurunkanhiperinflasi pada PPOK walaupun mekanisme kerjanya
belum jelas diketahui. Polimorfisme gen ACE ternyata juga dikaitkan dengan risiko terjadinya
PPOK. Penggunaan ACE-inhibitor telah rutin dilakukan pada hipertensi, gagal jantung, dan
dibetes, namun penggunaan rutin pada pasien PPOK masihmembutuhkan penelitian lebih lanjut.
golongan ACE inhibitor berfungsi:
o Menghambat perubahan AT I menjadi AT II → vasodilatasi dan penurunan aldosteron →
peningkatan ekskresi air dan natrium.
o Degradasi bradikinin dihambat sehingga kadar bradikinin darah meningkat → vasodilatasi →
penurunan tekanan darah.
o Tidak menimbulkan toleransi dan penghentian obat tidak menimbulkan hipertensi rebound.
o Menurunkan resistensi perifer tanpa diikuti reflek takikardi.
o Menghambat pembentukan AT II secara lokal di endotel pembuluh darah.
25
ACE Inhibitor
Farmakokinetik:
- Per oral cepat diabsorbsi.
- Diminum 2 jam sebelum makan karena akan diikat oleh makanan.
- Bioavailabilitas 70%.
Farmakodinamik:
- Keuntungan:
o Menghambat perubahan AT I menjadi AT II à vasodilatasi dan penurunan
aldosteron à peningkatan ekskresi air dan natrium.
o Degradasi bradikinin dihambat sehingga kadar bradikinin darah
meningkat à vasodilatasi à penurunan tekanan darah.
o Tidak menimbulkan toleransi dan penghentian obat tidak menimbulkan
hipertensi rebound.
o Menurunkan resistensi perifer tanpa diikuti reflek takikardi.
o Menghambat pembentukan AT II secara lokal di endotel pembuluh darah.
- Tidak sepenuhnya merintangi enzim ACE (Angiotensin Converting
Enzyme) yang mengubah AT I à AT II karena supresi pembentukan AT II
yang tidak tuntas di mana jalur pembentukan AT II masih terjadi melalui
enzim chymase.
- Jenis: kaptopril, enalapril-lisinopril, ramipril-perindopril -transdolapril,
benazepril, cilazapril, delapril, fosinopril, dan quinapril.
Efek Samping:
- Rash dan
gangguan pengecapan.
- Hipotensi, batuk
kering, hiperkalemia,
edema angioneurotik,
gagal ginjal akut,
proteinuria, efek
teratogenik.
Sediaan:
- Tablet
26
12. Jelaskan mekanisme kerja albuterol !
Mekanisme Albuterol (Sabutamol)
Albuterol (Sabutamol) merupakan senyawa selektif β2. Agonis adrenoreseptor memiliki
beberapa efek penting, yaitu melemaskan otot polos saluran napas dan menghambat pelepasan
mediator bronkokonstriksi dari sel-sel mast. Agonis adrenoreseptor juga menghambat kebocoran
mikrovaskuler dan meningkatkan transpor mukosiliar melalui peningkatan aktivitas silia. Agonis
β merangsang adenilil siklase dan meningkatkan pembentukan cAMP intrasel. Bronkodilatasi
dipicu oleh cAMP. Kadar cAMP intrasel dapat ditingkatkan oleh agonis adrenoreseptor-β, yang
meningkatkan laju sintesis cAMP oleh adenilil siklase (AC).
27
13. Jelaskan terapi farmako PPOK (biaya, efikasi, kesesuaian, farmakodinamik,
farmakokinetik, keamanan)
Golongan
obat
Efikasi Keamanan Kesesuaian Contoh obat Biaya
Bronkodilator Agonis β2 Mengatasi sesak
dengan
merelaksasi otot
polos bronkus
dan menurunkan
resistensi jalan
napas
Efek samping
minimal
dengan per
inhalasi
Digunakan pada
PPOK derajat
ringan sampai
berat
Salbutamol
(Ventolin)
Rp
129.600,-/20
ampul 2.5mg
Antikolinergik Mengurangi
bronkokonstriksi
dan sekresi
lendir
• Efek
samping
sistemik
minimal
dengan
inhalasi
• Mulut
kering
Digunakan pada
PPOK derajat
ringan sampai
berat
Ipratoprium
bromide
(Atrovent)
• Rp
120.560,-/b
otol 20ml
solution
(aerosol)
• Rp
93.830,-/M
DI 10ml
Xantin Mengurangi
bronkokonstriksi,
sekresi lender
dan efek
memperkuat otot
diafragma
Relatif toksik
dan kadar
dalam darah
perlu
dipantau
Digunakan pada
PPOK derajat
ringan sampai
berat
Teofilin
(Aminofilin)
Rp
65.000,-/24
ampul 10ml
Kortikosteroi
d
Steroid
Inhalasi
Menurunkan
reaksi inflamasi
bronkus dan
mengurangi
Efek samping
serius dapat
dihindari
melalui
• Tidak selalu
diberikan
tergantung
derajat berat
Beklometason
(Becloment)
Rp
89.100,-/200
dosis inhalasi
28
bronkokonstriksi pemberian
per inhalasi
eksaserbasi
• Tidak
diberikan
untuk
pengobatan
lebih dari 2
minggu
14. Jelaskan bagaimana cara menulis resep pada skenario !
DEFINISI RESEP:– Permintaan tertulis yg mrp btk akhir dr kompetensi + pengetahuan + keahlian
dokter, dokter gigi atau dokter hewan dlm menerapkn iImu farmakologi,
29
ditujukan kepada apoteker untuk membuatkan obat dalam btk sediaan ttt dan menyerahkannya kpd pasien. 1 resep u/ 1 psn
KERTAS RESEP– Panjang 15-18 cm; lebar 10-12 cm – Sebaiknya rangkap 2
APOGRAPH (RESEP SALINAN/COPY RESEP)– Dibuat oleh apotek dan diperlakukan sama dengan resep asli dari dokter, dibuat
atas:• Permintaan dokter: kalau ada tanda iteretur di resep asli. Iter.1x (resep
boleh diulang 1x); N.I (ne iter resep tdk blh diulang)• Permintaan pasien: hny bila resep asli tidak mengandung obat
narkotika/gol. Psikotropika/obat daftar G.KETENTUAN PENULISAN RESEP
1. Dokter yg menandatangani resep btg jwb atas resep tsb2. Resep hrs dpt dibaca min oIeh petugas apotek3. Resep dituIis dg tinta yg tidak mdh terhapus4. Tgl resep ditulis dg jelas.5. Psn anak (<12 th), hrs dicantumkan usianya. Bila ada nama pasien tanpa usia, resep
dianggap untuk dewasa6. Di bwh nama psn sbaiknya dicantumkan alamat7. Dosis hrs tepat dan hindari memakai angka desimal.8. Jgn menuIis “gr” biIa yg dimaksud gram krn gr b’arti granum = 65 mg. Angka di bIkg
nama obat tanpa satuan, b’arti gram altau disingkat dg “g”9. Obat dg satuan Unit, jgn disingkat mjd U.10. Obat cair, gunakan satuan ml, hindarkan cc atau cm3
11. Jumlah kemasan obat dan satuan kali minum ditulis dg angka romawi12. Kekuatan/konsentrasi obat harus ditulis jelas, bila tdk ditulis b’arti hanya tdp 1 konsentrasi.13. Dua obat ekivalen kimiawi blm tentu ekivalen biologis (bav)14. Hati-hati memberikan beberapa obat bersamaan15. Deskripsi obat: BSO, kemasan, jumIah, cara membuat, aturan pakai (waktu, dmn) lamanya16. Hindari pemberian obat tll banyak17. Menjelaskan aturan pakai, efek samping kpd pasien18. Peringatkan psn kmgkn bhy bila meminum obat lain di samping obat yg diberikan (evaluasith/)
RESEP LENGKAP• Inscriptio1. Nama, alamat, SIP dokter, dpt dilengkapi no telp, jam dan hari praktek.
2. Nama kota, tanggal resep ditulis dokter3. Tanda R/ (recipe/harap diambil)
30
• Praescriptio1. Bahan obat & jumlahnya
– Remedium cardinale (bhn pokok tunggal/bbrp)– Remedium adjuvans (bhn yg mbantu krj ob pokok)– Corrigens: u/ mpbaiki rasa, warna, bau obat– Constituents/vehikuIum (t.u resep racikan)
2. Jumlah bahan obat padat (mg, g) cair (tetes, ml, l). Jumlah hanya tertulis angka gram (g)3. Cara pembuatan• Signatura1. Aturan pakai (S/signa) menggunakan singkatan bahasa latin2. Nama pasien di blkg kata Pro: dan sebaiknya dilengkapi dengan alamat pasien3. Pasien anak sebaiknya dicantumkan usia• Subcriptio1. Tanda tangan atau paraf dokter. 2. Resep obat suntik dari gol narkotika hrs dibubuhi tanda tangan lengkap dokter
15. Jelaskan pemilihan dosis BSO dan lama lama pengobatan pada antihipertensi !
Tujuan terapi hipertensi adalah untuk mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas
akibat tekanan darah tinggi. Tekanan darah harus diturunkan serendah mungkin yang tidak
31
menggangu fungsi ginjal, otak, jantung, maupun kualitas hidup. Terapi dengan hipertensi harus
selalu dimulai dengan dosis rendah agar darah jangan menurun terlalu drastis atau mendadak.
Kemudian, setiap 1-2 minggu dosis berangsur-angsur dinaikan sampai tercapai efek yang
diinginkan (metode: starts low, go slow). Begitu pula penghentian terapi harus secara berangsur
pula 3,4.
Antihipertensi hanya menghilangkan gejala tekanan darah tinggi dan tidak penyebabnya.
Maka, obat pada hakikatnya harus diminum seumur hidup, tetapi setelah beberapa waktu dosis
pemeliharaan pada umumnya dapat diturunkan .
Pemberian antihipertensi pada penderita usia lanjut harus hati-hati karena pada mereka
ini terdapat : penurunan reflek baroreseptor sehingga mereka lebih mudah mengalami hipotensi
artostatik, gangguan autoregulasi otak sehingga iskemia serebral mudah terjadi dengan hanya
sedikit penurunan tekanan darah sistemik, penurunan fungsi ginjal dan hati sehingga terjadi
akumulasi obat, pengurangan volume intravaskuler sehingga lebih sensitivitas terhadap
hipokalemia sehingga mudah terjadi aritmia dan kelemahan otot.
Obat-obat yang digunakan untuk pengobatan hipertensi digolongkan berdasarkan
pengetahuan patologisnya. Macam-macam obat antihipertensi, yaitu:
a) Diuretik e) Inhibitor (ACEi)
b) α 1-Blokers (Antagonis Adrenoreseptor) f) Angiotensin II Antagonists
c) β-Blokers (Penghambat Adrenoresptor) g) Direct Vasodilator
d) Calsium Channel Bloker
32
Gambar 5. Skema Dalam Penanganan Hipertensi
Obat per oralDosis dan sediaan berbagai jenis diuretik untuk penggunaan sebagai anti-hipertensi
Obat Dosis(mg) pemberian sediaan
A.diuretik tiazid
Hidrokorotiazid Klortalidon Indapamid Bendroflumeatiazid metolazon metolazon rapid action xipamid
12,5-2512,5-2512,5-252,5-52,5-50,5-110-20
1 x sehari1 x sehari1 x sehari1 x sehari1 x sehari1 x sehari1 x sehari
Tab 25 dan 50 mgTab 50 mgTab 2,5mgTab 5 mgTab 2,5 ,5, 10 mgTab 0,5 mgTab 2,5 mg
33
b. diuretik kuat furosemid torsemid
bumetanid as. Etakrinat
c. diuretik hemat kalium amilorid spironolakton triamteren
20-802,5-10
0,5-425-100
5-1025-10025-100
2-3 x sehari1-2x sehari
2-3 x sehari2-3 x sehari
1-2 x sehari1 x sehari1 x sehari
Tab 40mg,amp 20mgTab 5, 10, 20 , 100 mgAmpul 10mg/ml(2 dan 5 ml)Tab 0,5, 1 dan 2 mgTab 25 dan 50 mg
Tab 25 dan 100 mgTab 50 dan 100 mg
Sediaan dan posologi berbagai beta blocker
ObatDosis awal(mg/hari)
Dosis max(mg/hari)
Frek pemberian
sediaan
34
a.kardioselektifasebutololatenololbisoprololmetoprolol -biasa -lepas lambat
b.non selektifalprenololkarteololnadololoksprenolol -biasa -lepas lambatPindololPropanololTimololKarvedilollabetalol
200252,5
50100
1002,520
80805
4020
12,5100
80010010
200200
20010
160
32032040
1604050
300
1-2 x1x1x
1-2 x1x
2 x2-3x1x
2x1x2x
2-3x2x1x2x
Cap 200mg tab 400mgTab 50mg 100 mg
Tab 5 mg
Tab 50,100mgTab 100mg
Tab 50 mgTab 5 mg
Tab 40 ,80 mg
Tab 40,80 mgTab 80,160 mg
Tab 5,10 mgTab 10,40 mgTab 10,20 mg
Tab 25mgTab 100mg
Dosis dan sediaan berbagai alfa blocker
Obat Dosis awal(mg/hari)
Dosis max(mg/hari)
Frekuensi pemberian
sediaan
PrazosinTerazosinBunazosinDuksazosin
0,51-21,51-2
4434
1-2 x1 x3 x1 x
Tab 1, 2 mgTab 1, 2 mgTab o,5 ,1 mgTab 1 , 2 mg
35
Dosis dan sediaan ACE –inhibitor dan angiotensin receptor blocker
Obat Dosis (mg/hari) Frekuensi pemberian
sediaan
a.ace inhibitor kaptoprilbenazeprilenalaprilfosinoprillisinoprilperindoprilquinaprilramipiltrandolaprilimidapril
b. arblosartanvalsartanirbesartantelmisartancandesartan
25-10010-402,5-4010-4010-404-810-402,5-201-42,5-10
25-10080-320150-30020-808-32
2-3 x1-2 x1-2x1x1x1-2x1x1x1x1x
1-2x1x1x1x1x
Tab 12,5 dan 25 mgTab 5 dan 10 mgTab 5 dan 10 mgTab 10 mgTab 5 dan 10 mgTab 4 mgTab 5,10 dan 20 mgTab 10 mg
Tab 5 dan 10 mg
Tab 50 mgTab 40 dan 80 mgTab 75 dan 150 mgTab 20,40 dan 80 mgTab 4,8 dan 16 mg
36
Dosis dan sediaaan antagonis kalsium
Obat Dosis Frekuensi/hari sediaan
NifedipinNifedipin(long action)AmlodipinFelodipin
30-60
2,5-10 mg2,5-20 mg
3-4 x
1 x1 x1 x
Tab 10 mgTab 30.60dan 90 mg
Tab 5 dan 10 mgTab 2,5 ; 5 dan 10 mg
IsradipinNicardipinNicardipin SR
NisoldipinVerapamil
DiltiazemDiltiazem SRVerapamil SR
2,5-10mg
60-120mg
10-40 mg80-320 mg
90-180 mg120-540 mg240-480 mg
2 x
2 x
1 x2-3 x
3 x1 x1-2 x
Tab 2,5 dan 5 mgCap 20 dan 30 mgTab 30, 45 dan 60 mgAmp 2,5 mg/mlTab 10, 20, 30 dan 40 mgTab 40, 80 dan 120 mgAmp 2,5 mg/mlTab 30,60 amp 50 mgTab 90 dan 180 mgTab 240mg
37
16. Jelaskan interaksi antar obat antihipertensi !
Tabel Interaksi Obat
No Obat AMekanisme
Kerja Obat AObat B
Mekanisme Kerja
Obat BInteraksi Obat
Diuretik
Thiazide diuretics
Meningkatkan
ekskresi Na, Cl,
dan air melalui
penghambatan
transport ion Na
melalui epitel
tubuli ginjal.
Obat
Antihipertensi
dan diuretik
Sesuai dengan
mekanisme
antihipertensi dan
diuretik
Menimbulkan efek aditif (efek samping hipotensi ortostatik).
Hidroklortiazid Trimetoprim
Trimethoprim
(TMP) memblok
produksi asam
tetrahydrofolic
dengan menghambat
enzim reduktase
dihydrofolate.
Kadar natrium yang sangat
rendah terlihat pada beberapa
pasienyang
menggunakanhidroklorotiazid deng
an amiloride atau triamterene
saat pasiendiberi trimetoprim atau
kotrimoksazol.Trimethoprim dapat
menyebabkan hiperkalemia dan
inimenyebabkan aditif
dengan diuretik hemat
kalium, termasuk antagonis
aldosteron.
Penghambat
Adrenergik
α-blockers
β-blockers
Adrenolitik
SentralAlpha blockers
Menghambat
reseptor A1
sehingga
menyebabkan
vasodilatasi
arteriol dan
venula sehingga
menurunkan
resistensi perifer
ACE-
inhibitors
Menghambat enzim
Angiotensin
Converting Enzyme
(ACE) sehingga
pembentukan
Angiotensin II yang
diindikasikan
sebagai
vasokonstriktor kuat
terhambat
Peningkatan efek hipotensif oleh
ACEis. Sinergis : Enalapril (ACEis)
+ Bunazosin. Potensiasi :
Alfuzosin, Prazosin, dan terazosin
+ ACEis
Alpha blockers Beta Blockers
Menghalangi
norepinephrin dan
epinephrin
(adrenalin) dari
pengikatan pada
reseptor-reseptor
beta pada saraf-saraf
Peningkatan efek hipotensif (pada
umumnya potensiasi karena
terdapat beberapa kasus dimana
pasien pingsan karena penggunaan
kombinasi ini)
Beta Bloker Menghalangi
norepinephrin
dan epinephrin
(adrenalin) dari
Calcium-
channel
blockers;
Diltiazem
Mendepresi fungsi
nodus SA dan AV,
juga vasodilatasi
arteri dan arteriol
Efek bradikardia dari beta blockers
dapat aditif dengan keterlambatan
dalam konduksi melalui node
atrioventrikular (AV node)
38
pengikatan pada
reseptor-reseptor
beta pada saraf-
saraf.
koroner serta perifer
disebabkan oleh diltiazem. Hal ini
menguntungkan karena
meningkatkan efek antianginal pada
kebanyakan pasien, tetapi beberapa
efek ini dapat memperburuk
kelainan jantung.
39
DAFTAR PUSTAKA
Patofisiolgi Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson Volume 2
Hardjasputra SL, dkk. Data Obat di Indonesia(DOI). edisi 10. Jakarta: GrafidianMedipress, 2002
Tjay, T. H. dan Rahardja, K.; “Obat-Obat Penting : Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya, Edisi kelima”,: Elex Media Komputindo, JakartaHardjasputra SL, dkk. Data Obat di Indonesia(DOI). edisi 10. Jakarta: GrafidianMedipress, 2002
Tjay, T. H. dan Rahardja, K.; “Obat-Obat Penting : Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya, Edisi kelima”,: Elex Media Komputindo, Jakarta
Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Penerbit FKUI
Katzung, Bertram G. 2010. Farmokologi Dasar & Klinik. Jakarta: EGC
Katzung, G. Bertram, 2007. Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi kesepuluh, EGC,Jakarta Hal 164-183Ikatan Apoteker Indonesia. 2010. ISO Informasi Spesialite Obat Indonesia, Volume 43 – 2008. Jakarta : PT ISFI Hal 252-263http://pionas.pom.go.id
40