pbl modul 2 -jatuh- kelompok 1 cempaka putih.docx
TRANSCRIPT
LAPORAN KELOMPOK I
Modul 2 sub modul 1 :Jatuh
Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran dan Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Jakarta
2014
Ketua : Dona Puspita Sari (2012730123)
Sekretaris : Lidya Mar’athus sholihah (2012730136)
Anggota : Karel Respati (2011730144)
Fitra Hadi (2012730127)
M. Firsan Ilyas (2012730137)
Melisa Ramadhani (2012730139)
Miranda Audina Irawan (2012730140)
Sabrina Putri Dewanti (2012730155)
Siti Sahara Andiyanti (2012730156)
Syarifah Zahrotulhaj (2012730157)
Tutor : dr. Yusnam Syarief, Sp. PAK
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini
dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup
menyelesaikan dengan baik.
Laporan ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “SISTEM GERIATRI
DAN TUMBUH KEMBANG” pada tubuh manusia, khususnya “MODUL JATUH“, yang kami
sajikan berdasarkan pengamatan/pencarian dari berbagai sumber. Laporan ini di susun oleh
penyusun dengan berbagai halangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang
datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah SWT
akhirnya laporan ini dapat terselesaikan.
Laporan ini diawali dengan uraian gambaran tentang hal hal yang berkaitan dan
mempengaruhi tumbuh kembang. Walaupun laporan ini mungkin kurang sempurna tetapi juga
memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca. Karena laporan ini juga dilengkapi dengan
gambar-gambar yang cukup jelas, guna membantu pembaca untuk memahami materi dalam
laporan ini.
Penyusun juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Tutor, yang telah membimbing
penyusun agar dapat mengerti tentang bagaimana cara kami menyusun laporan, yaitu dr.Yusnam
Syarief, Sp. PAK.
Semoga laporan ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Walaupun laporan ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan
kritiknya. Terima kasih.
Wassalam.wr.wb
Jakarta, 13 Desember 2014
Kelompok 1
TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)
Setelah selesai mempelajari modul ini, maka mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan
tentang definisi, proses terjadinya jatuh, serta factor-faktor risiko yang berperan yang sering
terjadi pada pasien Geriatri/Usia Lanjut, baik factor intrinsic maupun factor ekstrinsik.
TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK)
Setelah selesai mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat :
I. Menjelaskan Teori-teori Proses Menua sebagai proses perkembangan normal.
I.1. Menjelaskan Teori ”Genetic Clock”
I.2. Menjelaskan Teori Mutasi Somatik (Error Catastrophe)
I.3. Menjelaskan Teori Rusaknya Sistem Imun Tubuh
I.4. Menjelaskan Teori Kerusakan Akibat Radikal Bebas
I.5. Menjelaskan Teori Akibat Metabolisme/Teori Glikasi
II. Menjelaskan Efek Penuaan pada anatomi dan fisiologi sistem organ.
III. Menjelaskan faktor-faktor risiko jatuh baik intrinsik maupun ekstrinsik
IV. Menjelaskan penyebab-penyebab jatuh pada Usia Lanjut
V. Melakukan pengkajian/pendekatan diagnostik secara paripurna pada pengelolaan pasien Geriatri.
V.1. Anamnesis riwayat ngompol, penyakit yang menyertainya.
V.2. Pemeriksaan Fisik.
V.3. Pemeriksaan Penunjang.
V.4. Menentukan Status Fungsional.
V.5. Menentukan Status Kognitif.
V.6. Menentukan Status Gizi.
VI. Melakukan perencanaan/penatalaksanaan serta pencegahan agar penderita tidak jatuh berulang.
SKENARIO
Seorang perempuan umur 65 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri pada pangkat paha
kanan sehingga mengganggu bila berjalan. Keadaan ini dialami sejak5 hari yang lalu. Penderita
selama ini kalau berjalan agak pincang karena mengeluh kedua lutut sering sakit dan bengkak.
Sejak 7 tahun terakhir ini penderita mengkonsumsi obat-obatan kencing manis, tekanan darah
tinggi, jantung dan rematik. Juga pernah serangan sroke tahun lalu.
I. KATA SULIT
� -
II. KATA/KALIMAT KUNCI
1. Perempuan, 65 tahun
2. Nyeri pangkal paha kanan
3. Nyeri sekali ketika berjalan
4. Berjalan agak pincang karena kedua lutut agak sakit dan bengkak
5. Sejak 7 tahun terakhir mengkonsumsi obat-obatan kencing manis, tekanan darah
tinggi, jantung dan rematik
6. Pernah serangan stroke 1 tahun yang lalu
III. PERTANYAAN
1. Jelaskan definisi, penyebab terjadinya jatuh dan epidemiologi jatuh pada lansia!
2. Jelaskan perubahan anatomi dan fisiologi pada lansia!
3. Jelaskan teori proses penuaan!
4. Jelaskan faktor-faktor pnyebab jatuh! (Instrinsik)
5. Jelaskan faktor-faktor pnyebab jatuh! (Ekstrinsik)
6. Jelaskan mekanisme nyeri dan bengkak pada skenario!
7. Jelaskan alur diagnosis pada skenario!
8. Jelaskan penatalaksanaan jatuh pada lansia!
9. Jelaskan hubungan riwayat pengobatan dan penyakit dahulu dengan keluhan
sekarang!
10. Jelaskan komplikasi yg terjadi pada penyakit di skenario!
IV. PEMBAHASAN
1. DEFINISI ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI JATUH ! (Melisa Ramadhani)
Definisi menurut beberapa peniliti :
Menurut Nevitte pada tahun 1991 jatuh merupakan seseorang yang tergeletak dengan
berbagai cara ketempat yang lebih rendah (lantai atau tanah) atau tergeletak dan
menghantam benda seperti kursi atau tangga.
The International Classification of Disease (ICD 9) mendefinisikan jatuh sebagai
kejadian yang tidak diharapkan dimana seseorang terjatuh dari tempat yang lebih rendah
atau tempat yang sama tingginya (Masud, Morris, 2006).
Suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata,yang melihat kejadian
mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk dilantai/tempat yang lebih
rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka (Darmojo, 2004).
Epidemiologi
Berdasarkan survey dimasyarakat AS, Tinetti (1992) mendapatkan sekitar30% lansia umur> 65
th, jatuh setiap tahunnya, separuh dari angkater sebut mengalami jatuh berulang. Reuben dkk
(1996) mendapatkan insiden jatuh sekitar 1/3 populasi lansia pada usia> 60 tahun, dengan rata-
rata jatuh 0,6/orang.
Kane dkk (1994) mendapatkan hasil survey masyarakat di AS 1/3 lansia yang berusia>65 tahun
menderita jatuh setiap tahunnya dan sekitar 1/40 memerlukan perawatan rumah sakit. Sedangkan
rumah perawatan (nursing home) sekitar 50% penghuninya mengalami jatuh dengan akibat 10-
25% nya membutuhkan perawatan di rumah sakit
Etiologi
a. Kecelakaan merupakan penyebab jatuh yang utama (30-50% kasus jatuh lansia)
Murni kecelakaan misalnya terpeleset,tersandung.
Gabungan antara lingkungan yang jelek dengan kelainan-kelainan akibat proses
menua misalnya karena mata kurang awas, benda-benda yang ada dirumah tertabrak,
lalu jatuh.
b. Nyeri kepala dan atau vertigo.
c. Hipotensi orthostatic:
Hypovolemia/ curah jantung
Disfungsi otonom
Penurunan kembalinya darah vena ke jantung
Terlalu lama berbaring
Pengaruh obt-obat hipotensi
Hipotensi sesudah makan
d. Obat-obatan.
Diuretik/antihipertensi
Antidepresan trisiklik
Sedativa
Antipsikotik
Obat-obat hypoglikemik
alkohol
e. Proses penyakit yang spesifik
Penyakit-penyakit akut seperti :
Kardiovaskuler : - aritmia
- Stenosis aorta
- Sinkope sinus carotis
Neurologi : - TIA
- Stroke
- Serangan kejang
- Parkinson
- Kompresi saraf spinal karena spondilosis
- Penyakit cerebelum
f. Idiopatik (tak jelas sebabnya)
g. Sinkope : kehilangan kesadaran secara tiba-tiba
- Drop attack (serangan roboh)
- Penurunan darah ke otak secara tiba-tiba
- Terbakar matahari
2. Jelaskan perubahan anatomi dan fisiologi pada lansia! (Karel Respati)
Dengan makin lanjutnya usia seseorang maka kemungkinan terjadinya penurunan anatomik dan
fungsional atas organ-organnya semkain besar. Pertanda penuaan adalah bukan pada tampilan
organ atau organisma pada saat istirahat, akan tetapi bagaimana organ atau organisme saat
istirahat, akan tetapi bagaimana organ atau organisme tersebut dapat beradaptasi terhadap stress
dari luar. Sebagai contoh, seorang lansia mungkin masih menunjukan nilai gula darah normal
pada saat puasa, akan tetapi mungkin menunjukan nilai yang abnormal tinggi dengan
pembebanan glukosa.
Perubahan yang terjadi pada lansia kadang bekerja bersama-sama untuk menghasilkan nilai
fungsional yang terlihat normal pada lansia. Sebagai contoh, walaupun filtrasi glomerulus dan
aliran darah ginjal sudah menurun, banyak lansia yang menunjukan nilai kreatinin serum dalam
batas normal. Oleh karena itu pada usia lanjut kreatinin serum tidak begitu tepat untuk dijadikan
sebagai indikator fungsi ginjal dibanding dengan pada usia muda.
Perubahan anatomi dan fisiologi akibat proses menua antara lain :
A). Sistem panca-indra
a. Sistem Penglihatan(mata)
Hilangnya daya akomodasi.
Kornea lebih berbentuk sferis (bola).
Kekeruhan pada lensa menyebabkan katarak.
Timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar.
Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan
lebih lambat dan susah melihat dalam cahaya gelap.
Menurunnya lapangan pandang, berkurang luas pandangannya.
Menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau.
b. Sistem pengecap dan penghidu
Menurunnya kemampuan pengecap.
Menurunnya kemampuan penghidu sehingga mengakibatkan selera makan berkurang.
c. Sistem pendengaran
Otosklerosis akibat atrofi membran tympani .
Presbiakusis (hilangnya kemampuan pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap
bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata).
Terjadinya pengumpulan serumen dapat mengeras karena meningkatnya
keratin.
Pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami
ketegangan jiwa/stres.
B. Sistem gastro-intestinal
Esofagus melebar.
Rasa lapar menurun, asam lambung menurun.
Hiatus hernia sering pada usia diatas 70 tahun.
Perubahan atrofik pada rahang, sehingga gigi lebih mudah tanggal.
Indera pengecap menurun, hilangnya sensitivitas saraf pengecap di lidah terhadap rasa
manis, asin, asam, dan pahit.
Villi mukosa usus halus menjadi lebih pendek dan lebar akibatnya terjadi defisiensi
berbagai zat seperti asam folat, zat besi, kalsium, vitamin D yang menyebabkan
sindorma malabsorpsi.
Divertikulosis di esofagus , duodenum, dan yeyunum yang menyebabkan defisiensi B12,
terutama pada yang multipel.
Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.
C. Sistem kardiovaskuler
Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer
untuk oksigenisasi.
Perubahan posisi dari tidur ke duduk atau dari duduk ke berdiri bisa menyebabkan
tekanan darah menurun, mengakibatkan pusing mendadak.
Tekanan darah meninggi akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.
Elastisitas dinding aorta menurun.
Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
Kemampuan jantung memompa darah menurun, hal ini menyebabakan menurunnya
kontraksi dan volumenya.
D. Sistem respirasi
Alveoli ukuranya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang.
Kemampuan untuk batuk berkurang.
Kemampuan kekuatan otot pernafasan akan menurun seiring dengan pertambahan usia.
Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku.
Menurunnya aktivitas/gerak dari silia.
Paru-paru kehilangan elastisitas, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan
maksimum menurun, dan kedalaman bernafas menurun.
E. Sistem endokrin
Menurunnya aktivitas tyroid, menurunnya BMR (Basal Metabolic Rate), dan
menurunnya daya pertukaran zat.
Menurunnya produksi aldosteron.
Menurunya sekresi hormon kelamin misalnya, progesteron, estrogen, dan testosteron.
Penurunan mendadak estrogen dapat menyebabkan osteoporosis.
F. Sistem Perkemihan.
Pada ginjal, nefron menjadi atrofi dan aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%.
Otot-otot vesika urinaria menjadi lemah, frekuensi buang air kecil meningkat dan
terkadang menyebabkan retensi urin pada pria.
G. Sistem reproduksi
Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa meskipun adanya penurunan
secara berangsur-angsur.
Kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia asal kondisi kesehatan
baik.
Selaput lendir vagina menurun.
Menciutnya ovari dan uterus.
Atrofi payudara.
H. Sistem muskuloskeletal
Tendon mengerut dan mengalami skelerosis.
Atrofi serabut otot (otot-otot serabut mengecil ).Otot-otot serabut mengecil sehingga
seseorang bergerak menjadi lamban, otot-otot kram dan menjadi tremor.
Otot-otot polos tidak begitu berpengaruh.
Tulang kehilangan density ( cairan ) dan makin rapuh.
Kifosis
Pergerakan pinggang, lutut, dan jari-jari terbatas.
Persendiaan membesar dan menjadi kaku.
I. Sistem integumen(kulit)
Pertumbuhan kuku lebih lambat.
Kuku jari menjadi keras dan rapuh, pudar dan kurang bercahaya.
Kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya.
Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak.
Permukaan kulit kasar dan bersisik karena kehilangan proses keratinisasi, serta perubahan
ukuran dan bentuk-bentuk sel epidermis.
Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu.
Rambut dalam hidung dan telinga menebal.
Berkurangnya elastisitas akibat dari menurunya cairan dan vaskularisasi
J. Sistem persarafan
Berat otak menurun 10-20%(setiap orang berkurang sel saraf otaknya dalam setiap
harinya).
Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan stres.
Mengecilnya saraf panca indra.Berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran,
mengecilnya saraf pencium dan perasa, lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan
rendahnya ketahanan terhadap dingin.
Kurang sensitif terhadap sentuhan.
3 Jelaskan Teori-teori penuaan! (Syarifah Zahrotulhaj)
1. Teori “Genetic clock”
Menurut teori ini menua telah diprogram secara genetik untuk species-species tertentu.
Tiap species mempunyai didalam nuclei (inti selnya) suatu jam genetik yang telah diputar
menurut suatu replikasi tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan menghentikan
replikasi sel bila tidak berputar, jadi menurut konsep ini bila jam kita berhenti kita akan
meninggal dunia, meskipun tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit akhir
yang katastrofal. Konsep genetik clock didukung oleh kenyataan bahwa ini merupakan
cara menerangkan mengapa pada beberapa species terlihat adanya perbedaan harapan
hidup yang nyata. (misalnya manusia; 116 tahun, beruang; 47 tahun, kucing 40 tahun,
anjing 27 tahun, sapi 20 tahun)
Secara teoritis dapat dimungkinkan memutar jam ini lagi meski hanya untuk beberapa
waktu dengan pangaruh-pengaruh dari luar, berupa peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit atau tindakan-tindakan tertentu. Usia harapan hidup tertinggi di dunia terdapat
di Jepang yaitu pria 76 tahun dan wanita 82 tahun (WHO, 1995)
Pengontrolan genetik umur rupanya dikontrol dalam tingkat seluler, mengenai hal ini
Hayflck (1980) melakukan penelitian melalaui kultur sel ini vitro yang menunjukkan
bahwa ada hubungan antara kamampuan membelah sel dalam kultur dengan umur
spesies. Untuk membuktikan apakah yang mengontrol replikasi tersebut nukleus atau
sitoplasma, maka dilakukan trasplantasi silang dari nukleus. Dari hasil penelitian tersebut
jelas bahwa nukleuslah yang menentukan jumla replikasi, kemudian menua, dan mati,
bukan sitoplasmanya. (Suhana, 1994)
2. Mutasi somatik ( teori Error Catastrophe)
Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan dalam menganalisis faktor-faktor penyebab
terjadinya proses menua adalah faktor lingkungan yang menyebabkan terjadinya mutasi
somatik. Sekarang sudah umum diketahui bahwa radiasi dan zat kimia dapat
memperpendek umur, sebaliknya menghindari radiasi dan zat kimia yang bersifat toksik
dapat memperpanjang umur.
Menurut teori tersebut menua diakibatkan oleh menumpuknya berbagai macam kesalahan
sepanjang kehidupan manusia. Akibat kesalahan tersebut akan berakibat kesalahan
metabolisme yang dapat mengakibatkan kerusakan sel dan fungsi sel secara perlahan
3. Rusaknya sistem imun tubuh
Mutasi yang berulang atau perubahan protein pascatranslasi, dapat menyebabkan
berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri (self
recognition). Jika mutasi somatik menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen
permukaan sel, maka hal ini akan dapat menyebabkan sistem imun tubuh menganggap sel
yang megalami perubahan tersebut sebagi sel asing dan menghancurkannya. Perubahan
inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun (Goldstein, 1989)
Hasilnya dapat pula berupa reaksi antigen antibody yang luas mengenai jaringan-jaringan
beraneka ragam, efek menua jadi akan menyebabkan reaksi histoinkomtabilitas pada
banyak jaringan.
Salah satu bukti yang ditemukan ialah bertambahnya prevalensi auto antibodi bermacam-
macam pada orang lanjut usia (Brocklehurst, 1987)
Disisi lain sistem imun tubuh sendiri daya pertahanannya mengalami penurunan pada
proses menua, daya serangnya terhadap sel kanker menjadi menurun, sehingga sel kanker
leluasa membelah-belah. Inilah yang menyebabkan kanker yang meningkat sesuai dengan
meningkatnya umur (Suhana, 1994)
4. Teori menua akibat metabolisme
Pada tahun 1935, McKay et al. (terdapat dalam Goltein, et al, 1989), memperlihatkan
bahwa pengurangan “intake” kalori pada rodentia muda akan mengahmbat pertumbuhan
dan memperpanjang umur. Perpanjangan umur karena penurunan jumlah kalori tersebut,
antara lain disebabkan karena penurunan jumlah kalori tersebut,karena menurunnya salah
satu atau beberapa proses metabolisme. Terjadi penurunan pengeluaran hormon yang
merangsang proliferasi sel, misalnya insulin, dan hormon pertumbuhan.
Modifikasi cara hidup yang kurang bergerak menjadi lebih banyak bergerak mungkin
juga dapat meningkatkan umur panjang.
5. Kerusakan akibat radikal bebas
Teori ini menyatakan bahwa penuaan disebabkan akumulasi kerusakan ireversibel akibat
senyawa pengoksidan. Radikal bebas adalah produk metabolisme selular yang merupakan
bagian molekul yang sagat reaktif. Molekul ini mempunyai muatan ekstraselular kuat
yang dapat menciptakan reaksi dengan protein, mengubah bentuk dan sifatnya ; molekul
ini juga dapat bereaksi dengan lipid yang berada dalam membran sel, mempengaruhi
permeabilitasnya, atau dapat berikatan dengan organel sel lainnya (Christiansen dan
Grzybowsky, 1993).
Proses metabolisme oksigen diperkirakan menjadi sumber radikal bebas terbesar
(Hayflick, 1987), secara spesifik, oksidasi lemak, protein dan karbohidrat dalam tubuh
menyebabkan formasi radikal bebas. Polutan lingkungan merupakan sumber eksternal
radikal bebas.
4. jelaskan apa saja Faktor-Faktor risiko jatuh (Intrinsik ) ! (Dona)
untuk dapat memahami factor risiko jatuh , maka harus dimengerti bahwa stabilitas badan
ditentuka atau dibentuk oleh :
System sensorik
yang berperan didalamnya dalah : Visus (penglihatan) ,Pendengaran, fungsi vestibuler dan
proprioseptif. Semua gangguan atau perubahan pada mata akan menimbulkan gangguan
penglihatan. Semua penyakit telinga akan menimbulkan gangguan pendengaran. Vertigo tipe
perifer sering terjadi pada lansia yang diduga karna adanya perubahan fungsi vestibuler
akibat proses menua. Neuropati perifer dan penyakit degenerative leher akan mengganggu
fungsi proprioseptif (Tinetti, 1992).
Gangguan sensorik tersebut menyebabkan hamper sepertiga penderita lansia mengalami
sensai abnormal pada sat dilakukan uji klinik.
System saraf pusat (SSP)
SSP akan memberikan respon motorik untuk mengantisipasi input sensorik. Penyakit SSP
seperti stroke, Parkinson, hidrosefalus tekanan normal sering diderita oleh lansia dan
menyebabkan gangguan fungsi SSP sehingg berespon tidak baik terhadaap input sensorik
(Tinetti, 1992).
Kognitif
Pada beberapa penelitian, dementia diasosiasikan dengan meningkatnya risiko jatuh.
Musculoskeletal ( Reuben, 1996 ; Tinetti, 1992; Kane, 1994; Campbell, 1987;
Brocklehurst, 1987 )
faktor ini disebutkan oleh beberapa peneliti merupakan faktor yang benar-benar murni milik
lansia yang berperan besar terhadap terjaidnya jatuh. Gangguan musculoskeletal
menyebabkan gangguan gaya berjalan (gait) dan ini berhubungan dengan proses menua yang
fisiologis. Gangguan gait yang terjadi akibat proses menua tersebut antara lain disebabkan
oleh :
1. Kekakuan jarigan penghubung
2. Berkurangnya masa otot
3. Perlambatan konduksi saraf
4. Penurunan visus / lapang pandang
5. Kerusakan proprioseptif
Yang kesemuanya menyebabkan :
1. Penurunan range of motion (ROM) sendi
2. Penurunan kekuatan otot, terutama menyebabkan kelemahan ekstremitas bawah
3. Perpanjang waktu reaksi
4. Kerusakan persepsi dalam
5. Peningkatan postural sway ( goyangan badan )
Semua perubahan tersebut mengakibatkan kelemahan gerak, langkah pendek, penurunan irama,
dan pelebaran bantuan basal. Kaki tidak dapat menapak dengan kuat dan lebih cendrung
gampang goyah. Perlambatan reaksi mengakibatkan seorang lansia susah / terlambat
mengantisipasi bila terjadi gangguan seperti terpeleset, tersandung, kejadian tiba-tiba, sehingga
memudahkan jatuh.
5. Jelaskan faktor-faktor penyebab jatuh ! (Fitra Hadi)
Faktor risiko jatuh pada lansia dibagi dalam dua golongan besar, yaitu :
1. Faktor-faktor intrinsik (faktor dari dalam)
2. Faktor-faktor ekstrinsik (faktor dari luar)
Berikut faktor ekstrinsik
1. Obat-obatan
a. Diuretik / antihipertensi
Efek samping metabolik seperti hiperglikemia, peningkatan kolesterol LDL dan
triglierida, serta penurunan HDL.
b. Antidepresen trisiklik
c. Sedative
d. Antipsikotik
e. Obat-obat hipoglikemik
f. Alkohol
2. Faktor-faktor lingkungan
a. Alat-alat atau perlengkapan rumah tangga yang sudah tua, tidak stabil, atau
tergeletak di bawah
b. Tempat tidur atau WC yang rendah jongkok
c. Tempat berpegangan yang tidak kuat / tidak mudah dipegang
1. Lantai yang tidak datar baik ada trapnya atau menurun
2. Karpet yang tidak dilem dengan baik, keset tebel/menekuk pinggir,
dan benda-benda alas lantai yang licin atau mudah tergeser
3. Lantai yang licin atau basah
4. Penerangan yang tidak baik (kurang atau menyilaukan)
5. Alat bantu jalan yang tidak tepat ukuran, berat, maupun cara
penggunaannya
3. Faktor aktivitas
Sebagian besar jatuh terjadi pada saat lansia melakukan aktivitas biasaseperti berjalan,
naik atau turun tangga, mengganti posisi. Hanya sedikit sekali (5%), jatuh pada saat
lansia melakukan aktivitas berbahaya seperti mendaki gunung atau olahraga berat. Jatuh
juga sering terjadi pada lansia dengan banyak kegiatan dan olahraga, mungkin
disebabkan oleh kelelahan atau terpapar bahaya yang lebih banyak. Jatuh juga sering
terjadi pada lansia yang imobil (jarang bergerak) ketika tiba-tiba dia ingin pindah tempat
atau mengambil sesuatu tanpa pertolongan.
6. Jelaskan mekanisme nyeri dan bengkak pada scenario! (Lidya Mar’athus Sholihah)
Nyeri merupakan suatu mekanisme perlindungan tubuh untuk melindungi dan memberikan tanda
bahaya tentang adanya gangguan di tubuh. Mekanisme nyeri adalah sebagai berikut rangsangan
diterima oleh reseptor nyeri, di ubah dalam bentuk impuls yang di hantarkan ke pusat nyeri di
korteks otak. Setelah di proses dipusat nyeri, impuls di kembalikan ke perifer dalam bentuk
persepsi nyeri.
Rangsangan yang diterima oleh reseptor nyeri dapat berasal dari berbagai faktor dan
dikelompokkan menjadi beberapa bagian, yaitu:
1. Rangsangan Mekanik : Nyeri yang di sebabkan karena pengaruh mekanik seperti tekanan,
tusukan jarum, irisan pisau dan lain-lain.
2. Rangsangan Termal : Nyeri yang disebabkan karena pengaruh suhu, Rata-rata manusia akan
merasakan nyeri jika menerima panas diatas 45 C, dimana mulai pada suhu tersebut jaringan
akan mengalami kerusakan
3. Rangsangan Kimia : Jaringan yang mengalami kerusakan akan membebaskan zat yang di
sebut mediator yang dapat berikatan dengan reseptor nyeri antaralain: bradikinin, serotonin,
histamin, asetilkolin dan prostaglandin. Bradikinin merupakan zat yang paling berperan dalam
menimbulkan nyeri karena kerusakan jaringan. Zat kimia lain yang berperan dalam
menimbulkan nyeri adalah asam, enzim proteolitik, Zat P dan ion K+ (ion K positif ).
Proses Terjadinya Nyeri
Reseptor nyeri dalam tubuh adalah ujung-ujung saraf yang ditemukan hampir pada setiap
jaringan tubuh. Impuls nyeri dihantarkan ke Sistem Saraf Pusat (SSP) melalui dua sistem
Serabut. Sistem pertama terdiri dari serabut Aδ bermielin halus bergaris tengah 2-5 µm, dengan
kecepatan hantaran 6-30 m/detik. Sistem kedua terdiri dari serabut C tak bermielin dengan
diameter 0.4-1.2 µm, dengan kecepatan hantaran 0,5-2 m/detik.
Serabut Aδ berperan dalam menghantarkan "Nyeri cepat" dan menghasilkan persepsi nyeri yang
jelas, tajam dan terlokalisasi, sedangkan serabut C menghantarkan "nyeri Lambat" dan
menghasilkan persepsi samar-samar, rasa pegal dan perasaan tidak enak.
Pusat nyeri terletak di talamus, kedua jenis serabut nyeri berakhir pada neuron traktus
spinotalamus lateral dan impuls nyeri berjalan ke atas melalui traktus ini ke nukleus
posteromidal ventral dan posterolateral dari talamus. Dari sini impuls diteruskan ke gyrus post
sentral dari korteks otak.
Klasifikasi Nyeri
Nyeri dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria antara lain
a. Klasifikasi nyeri berdasarkan waktu, dibagi menjadi nyeri akut dan nyeri kronis
- Nyeri Akut adalah Nyeri yang terjadi secara tiba-tiba dan terjadinya singkat contoh nyeri
trauma
- Nyeri Kronis adalah nyeri yang terjadi atau dialami sudah lama contoh kanker
b. Klasifikasi nyeri berdasarkan Tempat terjadinya nyeri
- Nyeri Somatik adalah Nyeri yang dirasakan hanya pada tempat terjadinya kerusakan atau
gangguan, bersifat tajam, mudah dilihat dan mudah ditangani, contoh Nyeri karena tertusuk
- Nyeri Visceral adalah nyeri yang terkait kerusakan organ dalam, contoh nyeri karena trauma di
hati atau paru-paru.
- Nyeri Reperred : nyeri yang dirasakan jauh dari lokasi nyeri, contoh nyeri angina.
c. Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Persepsi Nyeri
- Nyeri Nosiseptis adalah Nyeri yang kerusakan jaringannya jelas
- Nyeri neuropatik adalah nyeri yang kerusakan jaringan tidak jelas. contohnya Nyeri yang
diakitbatkan oleh kelainan pada susunan saraf.
Mekanisme Edema
Pembengkakan jaringan akibat kelebihan cairan interstisium dikenal sebagai edema. Penyebab
edema berkaitan dengan mekanisme pembentukan edema itu sendiri yang dapat dikelompokan
menjadi empat kategori umum yaitu sebagai berikut:
1. Penurunan konsentrasi protein plasma menyebabkan penurunan tekanan osmotic
plasma.penurunan ini menyebabkan filtrasi cairan yang keluar dari pembuluh lebih tinggi,
sementara jumlah cairan yang direabsorpsi kurang dari normal ; dengan demikian terdapat cairan
tambahan yang tertinggal diruang –ruang interstisium. Edema yang disebabkan oleh penurunan
konsentrasi protein plasma dapat terjadi melalui beberapa cara : pengeluaran berlebihan protein
plasma di urin akibat penyakit ginjal ; penurunan sintesis protein plasma akibat penyakit hati
( hati mensintesis hampir semua protein plasma ); makanan yang kurang mengandung protein ;
atau pengeluaran protein akibat luka bakar yang luas .
2. Peningkatan permeabilitas dinding kapiler menyebabkan protein plasma yang keluar dari
kapiler ke cairan interstisium disekitarnya lebih banyak. Sebagai contoh, melalui pelebaran pori
–pori kapiler yang dicetuskan oleh histamin pada cedera jaringan atau reaksi alergi. Terjadi
penurunan tekanan osmotik koloid plasma yang menurunkan kearah dalam sementara
peningkatan tekanan osmotik koloid cairan interstisium yang diseabkan oleh kelebihan protein
dicairan interstisium meningkatkan tekanan kearah luar. ketidakseimbangan ini ikut berperan
menimbulkan edema lokal yang berkaitan dengan cedera ( misalnya , lepuh ) dan respon alergi
(misalnya , biduran) .
3. Peningkatan tekanan vena , misalnya darah terbendung di vena , akan disertai peningkatan
tekanan darah kapiler, kerena kapiler mengalirkan isinya kedalam vena. peningkatan tekanan
kearah dinding kapiler ini terutama berperan pada edema yang terjadi pada gagal jantung
kongestif. Edema regional juga dapat terjadi karena restriksi lokal aliran balik vena. Salah satu
contoh adalah adalah pembengkakan di tungkai dan kaki yang sering terjadi pada masa
kehamilan. Uterus yang membesar menekan vena –vena besar yang mengalirkan darah dari
ekstremitas bawah pada saat vena-vena tersebut masuk ke rongga abdomen. Pembendungan
darah di vena ini menyebabkan kaki yang mendorong terjadinya edema regional di ekstremitas
bawah.
4. Penyumbatan pembuluh limfe menimbulkan edema,karena kelebihan cairan yang difiltrasi
keluar tertahan di cairan interstisium dan tidak dapat dikembalikan ke darah melalui sistem
limfe. Akumulasi protein di cairan interstisium memperberat masalah melalui efek osmotiknya.
Penyumbatan limfe lokal dapat terjadi, misalnya di lengan wanita yang saluran-saluran drainase
limfenya dari lengan yang tersumbat akibat pengangkatan kelenjar limfe selama pembedahan
untuk kanker payudara. Penyumbatan limfe yang lebih meluas terjadi pada filariasis, suatu
penyakit parasitic yang ditularkan melalui nyamuk yang terutama dijumpai di daerah-daerah
tropis. Pada penyakit ini, cacing-cacing filaria kecil mirip benang menginfeksi pembuluh limfe
sehingga terjadi gangguan aliran limfe. Bagian tubuh yang terkena, terutama skrotum dan
ekstremitas, mengalami edema hebat. Kelainan ini sering disebut sebagai elephantiasis,karena
ekstremitas yang membengkak seperti kaki gajah.
Apapun penyebab edema, konsenkuensi pentingnya adalah penurunan pertukaran bahan-bahan
antara darah dan sel. Sering dengan akumulasi cairan interstisium, jarak antara sel dan darah
yang harus ditempuh oleh nutrient, O2, dan zat-zat sisa melebar sehingga kecepatan difusi
berkurang. Dengan demikian, sel-sel di dalam jaringan yang edematosa mungkin kurang
mendapat pasokan darah.
Jika dihubungkan pada scenario, penyebab edema adalah akibat penurunan konsentrasi protein
plasma yang disebabkan dari obat-obatan yang dikonsumsinya yang berakibat pada gangguan
ginjal. Kemungkinan yang lainnya adalah berasal dari komplikasi dari diabetes yang berimbas
kepada kerusakan ginjal, yang disebut nefropati diabetic yang salah satu tanda dan gejalanya
yaitu edema melalui mekanisme di atas.
7. Jelaskan alur diagnosis serta pendekatan diagnostik pada pasien geriatri yang dating
dengan keluhan jatuh ! (Miranda Audina Irawan)
ALUR DIAGNOSIS
Penatalaksanaan asesmen geriatri (Kane et al, 1994; Hadi Martono, 1994)
hal yang harus diingta pada pengerjaan asesmen geriatri tersebut adalah:
Form harus mudah dimengerti dan dikerjakan
Kegunaan dan tujuan dari pembuatan form tersebut harus jelas
Form harus bisa digunakan oleh berbagai anggota tim
Pada dasarnya sebuah asesmen lengkap geriatri yang baik haruslah dapat mengungkap
kelainan-terutama fungsional –dari semua organ atau sistema penderita usia lanjut secara
keseluruhan, bukan saja fungsi yang bersifat organ fisik, akan tetapi juga fungsi kejiwaan dan
fungsi sosial.
Untuk itu pedoman seperti dibawah ini mungkin dapat membantu.
A. Anamnesis(Kane et al; Hadi Martono, 1994)
Awal anamnesis serupa dengan semua anamnesis yang lain, yaitu berupa identitas
penderita, tetapi pertanyaan-pertanyaan berikut dilakukan dengan lebih terinci dan
terarah, sebagai berikut:
Identitas penderita : nama, alamat, umur, perkawinan, anak (jumlah, jenis kelamin,dan
beraapaa yang masih tinggal bersama penderita), pekerjaan, keadaan sossial ekonomi.
Termasuk dalam bagian ini adalah anamnesis mengenai faktor risiko sakit, yaitu usia
sangant lanjut (> 70 tahun), duda hidup sendiri, baru kematian orang terdekat, baru
sembuh dari sakit/pulang opname, gangguan mental nyata, menderita penyakit progesif,
gangguan mobilitas, dan lain-lain.
Anamnesis tentang obat, baik sebelum sakit ini yang diminum dirumah, baik yang
berasal dari resep dokter atau yng dibeli bebas (termasuk jamu-jamuan).
Penilaian sistem :bagian ini berbeda dengan anamnesis penderita golongan umur lain,
karena tidak berdasarkan “model medik” (tergantung pada keluhan utama). Harus selalu
diingat bahwa pada usia lanjut, keluhan tidak selalu menggambarkan penyakit yang
diderita, seringkali justru memberikan keluhan yang tidak khas. Penilaian sistem
dilaksanakan secara urut, misalnya mulai dari sistem saraf pusat saluran nafas atas dan
bawah seterusnya sampai kulit integumen. Dan lain-lain.
Untuk mendapat jawaban ynag baik, seringkali diperlukan aloanamnesis dari orang/
keluarga yang merwatnya sehari-hari.
Anamesis tentang kebiasaan yang merugikan kesehatan (merokok, mengunyah
tembakau, minum alkohol, dan lain-lain).
Anamnesis tentang berbagai gangguan yang terdapat : menelan, masalah gigi, gigi
palsu, gangguan komunikasi/bicara, nyeri/gerak yang terbatas pada anggota badan, dan
lain-lain.
Kepribadian perasaan hati, kesadaran dan efek (alo-anamnesis atau pengamataan)
konfuso, curiga/bermusuhan, mengembara, gangguan tidur atau keluhan malam hari,
daya ingat, dan lain-lain. Apabila dicatat untuk dapat dilaksanakan asesmen khusus
kejiwaan atau bahkan konsultasipsiko-geriatrik.
Riwayat tentang problema utama geriatri (sindrom geriatri) pernah stroke,
TIA/RIND, hipotensi ortostatik, jatuh, inkontensia urin/alvi, dementia, dekubitus, pataah
tulang. Mengingat gangguan kognitif sering tidak tediagnosis, maka pemeriksaannya
dengan tes mental harus selalu dikerjakan.
B. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dengan pemeriksaan tanda vital (seperti pada golongan
umur lain), walaupun rinciannya mungkin terdapat beberapa perbedaan antara lain:
Pemeriksaan tekanan darah, harus dilakukan dalam keadaan tidur, duduk dan berdiri,
masing-masing dengan selang 1-2 menit, untuk meelihat kemungkinan terdapatnya
hipotensi ortostatik. Kemungkinan hipertensi palsujuga harus dicari (dengan perasat
Osler).
Pemeriksaan fisik untuk menilai sistem. Pemeriksaan organ dan sistem ini perlu
disesuaikan dengan tingkat kemampuan pemeriksa/dokter.
Pada pelaksanaannya dilakukan pemeriksaan fisik dengan urutan seperti pada anamnesis
penilaian sistem, yaitu:
Pemeriksaan syaraf kepala
Pemeriksaan panca indra, saluran nafas atas, gigi-mulut
Pemeriksaan leher, kelenjarbtiroid, bising arteri karotis
Pemeriksaan dada, paru-paru, jantung, dan seterusnya sampai pada pemeriksaan
ekstremitas, refleks-refleks, kulit-integumen.
C. Pemeriksaan tambahan
Pemeriksaan tambahan disesuailan dengan kemampuan ekonomi penderita, tingkah
keahlian pemeriksa, tetapi minimal harus mencakup pemeriksaan rutin usia lanjut. Di
negara industri maju, yang dianggap rutin pada usia lanjut adalah:
Foto toraks, EKG
Laboratorium :
Dara/urin/feses rutin
Gula darah, lipid, fungsi hati, fungsi ginjal
Fungsi tiroid (T3, T4, TSH)
Kadar serum B6, B12
(dinegarabarat disebut sebagai SMA= Serum Multiple Analysis 20)
Apabila terdapat kecurigaan adanya kelainan yang belum jelas atau diperlukan
tindakaln diagnositik/terapetik lain, dapat dilaakukan konsultasi/ rujukan kepada disiplin
lain, yang hasilnya dapat dievaluasi oleh tim.
D. Pemeriksaan fungsi
Pelaksanaan asesmen fungsi/status fungsional penderita yang merupakan manifestasi
dari interaksi antara status fisik, psikis dan sosial penderita dapat dibagi beberapa jenis,
yaitu:
Aktivitas hidup sehari-hari (AHS) dassar, yang memerukan kemamuan tubuh untuk
berfungsi sederhana, misalnya bangu dari tempat tidur, berpakaian, ke kamar mandi/ WC
(lihat tabel 2)
Aktivitas hidup sehari-hari instrumental (AHS intrumental), yang selain memerlukan
kemampuan dasar, juga memerlukan berbagai koordinasi kemampuan otot, susunan saraf
yang lebih rumit, juga kemampuan berbagai organ kognitif lain (lihat tabel 2).
Kemampuan mental dan kognitif, terutama menyangkut fungsi intelek, memori lama
dan memori tentang hal-hal yang baru saja terjadi (lihat appendiks laporan kesehatan
lanjut usia). Seperti telah dikemukakan diatas, pemeriksaan mental/kognitif ini harus
dianggap sebagai pemeriksaan tanda vital, terutama untuk mendiagnosis dan memonitor
kemajuan penatalaksanaan terhadap konfusio (AGS, 2006).
Dari assesmen ketiga fungsi tersebut di atas dapat ditentukan tiga tingkat
kemaampuan dari seorang penerita lansia, yaitu:
Kemampuan untuk melakukan kegiatan tersebut di atas tanpa bantuan orang lain.
Kemampuan untuk melakukan kegiatan dengan sedikit bantuan.
Sama sekali tidak mampu untuk melakukan kegiatan di atas tanpa bantuan orang
lain.
Hasil ini akan menentukan tindakan rehabilitatif yang akan dilaksanakan tentu saja,
mengingat penyebabnya, tidak hanya melibatkan modalitas rehabilitatif, tetapi berbagai
anggota tim geriatri.
Tabel 2. Penilaian fungsi aktivitas hidup sehari-hari (AHS)
Aktivitas hidup sehari-hari dasar (basic activities of daily living)
Makan
Berpakaian
Bergerak/ambulasi
Beralih tempat/transfer (dari TT dan WC)
BAK/kontinen\
Berdandan/grooming
Aktivitas hidup sehari-hari instrumental (intrumental ADL)
Menulis
Membaca
Membersihkan rumah
Berbelanja
Mencuci-setrika pakaian
Naik-turun tangga
Gunakan telepon
Menangani obat-obatan
Menangani keuangan
Mempu menangani pembayaran pembantu/pekerja rumah tangga (misal berkebun)
Mampu pergi jauh (dengan kendaraan umum/ke luar kota)
Dari Kane et al (1994)
PENDEKATAN DIAGNOSTIK JATUH
Direkomendasikan untuk melakuakn asesmen pada semua lansia sebagai bagian dari
pemeriksaan rutin yang meliputi:
1. Semua lansia yang kontrol rutin di puskesmas atau dokter ata tenaga kesehatan lain wajib
ditanya tentang jatuh minimal satahun sekali.
2. Semua lansia yang pernah dilaporkan jatuh satu kali wajib diobservasi dengan meminta
untuk melakukan the get up and go tes. Apabila pasien dapat melakukan tanpa kesulitan
tidak memerlukan asesmen lanjutan.
3. Pasien yang mengalami kesulitan untuk melakuakn tes itu memerlukan kajian yang lebih
lanjut (AGS, ABS, AAOS,2001).
Assesmen dan pengolahan jatuh secara lebih mendalam dapat dilihat pada appendik E. Assesmen
jatuh secara komprehensif dilakukan pada lansia yang memerlukan perhatian medis karena jatuh
yang baru saja terjadi, lansia yang jatuh berulang, atau lansia menunjukkan abnormalitas gaya
berjalan/ keseimbangan, dan lansia yang takit untuk jatuh. Assesmen dilakukan secara individual
(satu pasien berbeda dengan pasien yang lain) dan dilakukan oleh klinisi yang mempunyai
pengalaman dan kahlian yang tepat, bila memungkinkan dirujuk ke geriatrican.
Assesmen jatuh merupakan bagian dari assesmen geriatri. Assesmen jatuh meliputi: (Kane,1994;
Fischer, 1982).
A. Riwayat penyakit (Jatuh)
Anamnesis dilakukan baik terhadap penderita ataupun saksi mata jatuh atau
keluaganya. Anamnesis meliputi:
1. Seputar jatuh: mencari penyebab jatuh misalnya terpeleset, tersandung, berjalan,
perubahan posisi badan, waktu mau berdiri dari jongkok, sedang makan, sedang
buang air kecil atau besar, sedang batuk atau bersin, sedang menoleh tiba-tiba atau
aktivitas lain.
2. Gejala yang menyertai : nyeri dada, berdebar-debar, nyeri kepala tiba-tiba, vertigo,
pingsan, lemas, konfusio,inkotinens, sesak nafas.
3. Kondisi komorbid yang relavan : pernah stroke, parkinsonism, osteoporosis, sering
kejang, penyakit jantung, rematik, depresi, defisit sensorik.
4. Review obat-obatan yang diminum: antihipertensi, diuretik, automik bloker,
antidepresan, hipnotik, anxiolitik, analgesik, psikotropik.
5. Review keadaan lingkungan : tempat jatuh, rumah maupun tempat kegiatannya.
B. Pemeriksaan fisik
1. Tanda vital : nadi, tensi, respirasi, suhu badan (panas/hipotermi)
2. Kepala dan leher : penurunan visus, penurunan pendengaran , nistagmus,
gerakan yang menginduksi ketidak seimbangan, bising.
3. Jantung : aritmia, kelainan katup.
4. Neurologi : perubahan status mental, defisit lokal, neuropati perifer, kelemahan
otot, intabilitas, kekakuan, tremor.
5. Muskuloskeletal: perubahan sendi, pembatasan gerak sendi, problem kaki
(podiatrik), deformitas.
C. Assesment fungsional
Dilakukan observasi atau pencarian terhadap:
1. Fungsi gait dan keseimbangan: observasi pasien ketika bangkit dari duduk
dikursi, ketika berjalan, kerika membelok, atau berputar badan, ketika mau
duduk dibawah.
2. Mobilitas : dapat berjalan sendiri tanpa bantua, menggunakan alat bantu,
memakai kursi roda atau dibantu.
3. Aktifitas kehidupan sehari-hari: mandi, berpakaian, kontinens.
8. Penatalaksanaan Jatuh pada Lansia (Sabrina Putri Dewanti)
Tujuan penatalaksanaan ini untuk mencegah terjadinya jatuh berulang dan
menerapi komplikasi yang terjadi, mengembalikan fungsi AKS terbaik, dan
mengembalikan kepercayaan diri penderita.
The Panel on fall prevention telah merekomendasikan penanganan jatuh pada
masyarakat, sesudah melakukan asesmen secara menyeluruh, mengidentifikasi
abnormalitas dari komponen kontrol postural dan performen fisik secra menyeluruh dari
keseimbangan dan cara berjalan, juga masalah kesehatan, status fungsional, dan cara
mendapatkan bantuan. Penyebab yang potensial berpengaruh dicatat dan direncanakan
strategi penanganan baik intervensi secara farmakologi/pembedahan & rehabilitasi seperti
yang tercantum pada appendik F.
Penatalaksanaan penderita jatuh dengan mengatasi atau mengeleminasi faktor
resiko, penyebab jatuh dan menangani komplikasinya. Penatalaksanaan ini harus terpadu
dan membutuhkan kerja tim yang terdiri dari dokter (geriatrik, neurologik, bedah
ortopedi, rehabilitasi medik, psikiatrik, dll), sosialworker, arsitek, dan keluarga penderita.
Penatalaksanaan bersifat individualis, artinya berbeda untuk setiap kasus karena
perbedaan faktor-faktor yang bersama-sama mengakibatkan jatuh. Bila penyebab
merupakan penyakit akut penanganannya menjadi lebih mudah, sederhana, dan langsung
bisa menghilangkan penyebab jatuh serta efektif. Tetapi lebih banyak pasien jatuh karena
kondisi kronik, multifaktorial sehingga diperlukan terapi gabungan antara obat,
rehabilitasi, perbaikan lingkungan, dan perbaikan lansia itu. Pada kasus lain intervensi
diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh ulangan, misalnya pembatasan
bepergian/aktifitas fisik, penggunaan alat bantu gerak.
A. Pengelolaan gangguan penglihatan
Peresepan lensa kaca mata harus dapat mengkoreksi dengan tepat gangguan ketajaman
penglihatan. Kaccamata dengan lensa tunggal lebih dipilih dibandingkan dengan lensa
multifokal karena menimbulkan gangguan persepsi kedalaman dan kontras bagian tepi
yang meningkatkan resiko jatuh.
B. Pengelolaan gangguan keseimbangan
Latihan merupakan komponen yang paing berhasil dari program penurunan resiko jatuh
dan merupakan intervensi tunggal yang efektif berdasarkan meta analisis. Pada lansia
yang memiliki resiko tinggi untuk jatuh, kebutuhan dan lama latihan keseimbangan
sangat individual. Penelitian terkini menyarankan latihan kelompok juga efektif. Latihan
keseimbangan pada pasien lansia dapat dilihat pada appendik F.
C. Intervensi obat-obatan
Terapi obat-obatan pads pasien harus dikaji lebih lanjut. Obat-obatan yang
diberikan harus benar-benar diperlukan, obat-obatan yang terlalu banyak akan
meningkatkan resiko jatuh. Apabila memungkinkan terapi nonfarmakologi harus
dilakukan pertama kali. Bensodiazepin baik yang kerja panjang maupun yang kerja
singkat meningkatkan resiko jatuh demikian juga trisiklik antidepresan dan golongan
selective serotonin reuptake inhibitor khususnya pada dosis tinggi. Obat-obatan
psikotropia harus dimulai dengan dosis rendah dan kemudia dinaikkan perlahan.
Pemberian obat-obatan penghilang sakit kronik secara terjadwal lebih efektif
dibandingkan pemberian bila diperlukan. Terapi ekstrapiramidal dengan levadopa dan
obat yang lain dapat memperbiki mobilitas tetapi sering tidak dapat memperbaiki
instabilitas postural.
Postural hipertensi dapat dikontrol dengan penyesuaian dosis obat, kauskaki kompresi,
perubahan perilaku misalnya menghindari perubahan posisi mendadak, latihan ROM
(Range of Motion) aktif pada ekstremitas bawah untuk meningkatkan venous return
sebelum posisi berdiri.
D. Intervensi Lingkungan
Intervensi tunggal pada penelitian terkontrol mengatakan bahwa modifikasi lingkungan
akan meningkatkan keamanan, namun tidak menurunkan bagian dari program
multifaktoral, keamanan lingkungan difikirkan berpengaruh menurunkan resiko yang
paling mudah dilakukan.
E. Pemakaian alas kaki
Berjalan dengan menggunakan kaus kaki sebaiknya dicegah. Sepatu harus sesuai dengan
ukuran kaki, kuar, dan mempunyai bentuk yang baik dengan sol yang tidak licin, dan hak
yang rendah. Alas kaki dengan tali sepatuh sering menyebabkan slip. Sepatu olahraga
kuran menyebabkan jatuh pada orang tua.
F. Intervensi pendidikan/pengetahuan yang berhubungan jauh
Data-data tentang intervensi ini sedikit tersedia. Satu penelitian acak terkontrol yang
dilakukan oleh Reinsch dan kawan-kawan yang mengikutkan 230 lansia yang hidup di
masyarakat membandingkan tentang peningkatan pengetahuan tentang jatuh yang
dilakukan seminggu sekali dengan peningkatan pengetahuan kesehatan yang tidak ada
hubungan dengan jatuh. Kedua inervensi ini setelah diikuti selama 1 tahun mendapatkan
bahwa pengetahuan tentang jatuh saja tidak memberikan pengaruh terhadap angka
kejadian jatuh.
9. Jelaskan hubungan riwayat pengobatan dan penyakit dahulu dengan keluhan sekarang pada
skenario! (Fitra Hadi)
Butuh anamnesis tambahan apakah nyeri pada pangkal paha pada scenario disebabkan oleh
jatuh.
Hubungan riwayat penyakit dengan terjadinya jatuh
a. Penderita pernah mengalami stroke, apabila bagian otak yang terkena adalah lobus kanan, maka
kaki kiri pasien bisa mengalami lumpuh, sehingga kaki kanan pasien lebih sering dipakai atau
untuk bertumpu yang menyebabkan ketidakseimbangan sehingga pasien jatuh
b. Pasien menderita DM, penderita DM terkadang memiliki masalah berupa retinopati diabetik
yang dapat menyebabkan visus menurun, sementara penglihatan memegang peranan penting
dalam menerima rangsangan propioseptif yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan.
c. Pasien menderita penyakit jantung. Penyakit jantung yang biasa terjadi pada lanjut usia, yaitu
penyakit jantung koroner, payah jantung, dan stenosis aorta. Penyakit jantung tersebut dapat
menyebabkan penurunan curah jantung sehingga terjasi penurunan distribusi oksigen pada
seluruh jaringan termasuk otak sehigga bisa menimbulkan sinkop. Hal tersebut dapat menjadi
faktor resiko terjadinya jatuh.
d. Kemungkinan adanya pengaruh menopause, dimana jumlah estrogen menurun, sehingga aktifitas
osteoklas meningkat dan menyebabkan peningkatan degradasi matriks tulang (osteoporosis),
sehingga jika pasien jatuh, gampang terjadi fraktur dan nyeri.
Hubungan riwayat pengobatan dengan terjadinya jatuh pada skenario
a. Obat Anti Diabetes pada usia lanjut sering menyebabkan hipoglikemi, padahal hipoglikemi ini
menyebabkan disfungsi kognitif. Disfungsi kognitif adalah penurunan fungsi mental dan
kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas yang memerlukan pemikiran perencanaan dan
memori.
b. Penggunaan obat anti hipertensi yang berlebihan dalam jangka panjang dapat menyebabkan
hipotensi ortostatik (pasien tiba-tiba jatuh dari posisi jongkok / duduk mau berdiri), contoh :
diuretik menyebabkan orang berulang kali harus ke kamar kecil untuk BAK, selain itu dapat pula
menyebabkan syok hipovolemik.
c. Penggunaan obat NSAID untuk mengobati rematik meningkatkan faktor resiko osteoporosis.
Setiapharisel-seltulang yang lama akanmatidanakandigantikanolehseltulang yang baru. Steroid
mempercepatkematianseltulangdanmemperlambatpembentukanseltulangbaru yang
menyebabkanpenurunankepadatantulang (osteoporosis). Sehingga pasien mudah jatuh dan
apabila pasien jatuh, besar kemungkinan terjadi fraktur dan nyeri
10. Jelaskan komplikasi yg terjadi pada penyakit di skenario! (Siti Sahara)
DAFTAR PUSTAKA
Darmojo, R Boedi, Martono Hadi (1999), Buku Ajar Geriatri Ilmu Kesehatan
Umur Lanjut , Edisi 8 . Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) edisi ke-4. FKUI : Jakarta
Buku ajar Boedhi-Darmojo, GERIATRI (ilmu kesehatan usia lanjut). Edisi ke-5
Martono, H. Hadi. 2014. Buku Ajar Boedhi-Darmojo GERIATRI (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut).
Jakarta : Badan Penerbit FKUI.
http://ismirayanti.blogspot.com/2010/10/jatuh.html
http://mata-fkui-rscm.org/panduan-pasien/edukasi-pasien/penggunaan-kortikosteroid/
Bukaajargeritariboedhi-darmojoedisi V FKUI