pbl modul 2 -jatuh- kelompok 1 cempaka putih.docx

49
LAPORAN KELOMPOK I Modul 2 sub modul 1 :Jatuh Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Ketua : Dona Puspita Sari (2012730123) Sekretaris : Lidya Mar’athus sholihah (2012730136) Anggota : Karel Respati (2011730144) Fitra Hadi (2012730127) M. Firsan Ilyas (2012730137)

Upload: sabrina-putri-dewanti

Post on 05-Jan-2016

177 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

Page 1: pbl modul 2  -jatuh- kelompok 1 cempaka putih.docx

LAPORAN KELOMPOK I

Modul 2 sub modul 1 :Jatuh

Program Studi Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran dan Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Jakarta

2014

Ketua : Dona Puspita Sari (2012730123)

Sekretaris : Lidya Mar’athus sholihah (2012730136)

Anggota : Karel Respati (2011730144)

Fitra Hadi (2012730127)

M. Firsan Ilyas (2012730137)

Melisa Ramadhani (2012730139)

Miranda Audina Irawan (2012730140)

Sabrina Putri Dewanti (2012730155)

Siti Sahara Andiyanti (2012730156)

Syarifah Zahrotulhaj (2012730157)

Tutor : dr. Yusnam Syarief, Sp. PAK

Page 2: pbl modul 2  -jatuh- kelompok 1 cempaka putih.docx

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini

dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup

menyelesaikan dengan baik.

Laporan ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “SISTEM GERIATRI

DAN TUMBUH KEMBANG” pada tubuh manusia, khususnya “MODUL JATUH“, yang kami

sajikan berdasarkan pengamatan/pencarian dari berbagai sumber. Laporan ini di susun oleh

penyusun dengan berbagai halangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang

datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah SWT

akhirnya laporan ini dapat terselesaikan.

Laporan ini diawali dengan uraian gambaran tentang hal hal yang berkaitan dan

mempengaruhi tumbuh kembang. Walaupun laporan ini mungkin kurang sempurna tetapi juga

memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca. Karena laporan ini juga dilengkapi dengan

gambar-gambar yang cukup jelas, guna membantu pembaca untuk memahami materi dalam

laporan ini.

Penyusun juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Tutor, yang telah membimbing

penyusun agar dapat mengerti tentang bagaimana cara kami menyusun laporan, yaitu dr.Yusnam

Syarief, Sp. PAK.

Semoga laporan ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.

Walaupun laporan ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan

kritiknya. Terima kasih.

Wassalam.wr.wb

Jakarta, 13 Desember 2014

Kelompok 1

Page 3: pbl modul 2  -jatuh- kelompok 1 cempaka putih.docx

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)

Setelah selesai mempelajari modul ini, maka mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan

tentang definisi, proses terjadinya jatuh, serta factor-faktor risiko yang berperan yang sering

terjadi pada pasien Geriatri/Usia Lanjut, baik factor intrinsic maupun factor ekstrinsik.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK)

Setelah selesai mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat :

I. Menjelaskan Teori-teori Proses Menua sebagai proses perkembangan normal.

I.1. Menjelaskan Teori ”Genetic Clock”

I.2. Menjelaskan Teori Mutasi Somatik (Error Catastrophe)

I.3. Menjelaskan Teori Rusaknya Sistem Imun Tubuh

I.4. Menjelaskan Teori Kerusakan Akibat Radikal Bebas

I.5. Menjelaskan Teori Akibat Metabolisme/Teori Glikasi

II. Menjelaskan Efek Penuaan pada anatomi dan fisiologi sistem organ.

III. Menjelaskan faktor-faktor risiko jatuh baik intrinsik maupun ekstrinsik

IV. Menjelaskan penyebab-penyebab jatuh pada Usia Lanjut

V. Melakukan pengkajian/pendekatan diagnostik secara paripurna pada pengelolaan pasien Geriatri.

V.1. Anamnesis riwayat ngompol, penyakit yang menyertainya.

V.2. Pemeriksaan Fisik.

V.3. Pemeriksaan Penunjang.

V.4. Menentukan Status Fungsional.

V.5. Menentukan Status Kognitif.

V.6. Menentukan Status Gizi.

VI. Melakukan perencanaan/penatalaksanaan serta pencegahan agar penderita tidak jatuh berulang.

Page 4: pbl modul 2  -jatuh- kelompok 1 cempaka putih.docx

SKENARIO

Seorang perempuan umur 65 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri pada pangkat paha

kanan sehingga mengganggu bila berjalan. Keadaan ini dialami sejak5 hari yang lalu. Penderita

selama ini kalau berjalan agak pincang karena mengeluh kedua lutut sering sakit dan bengkak.

Sejak 7 tahun terakhir ini penderita mengkonsumsi obat-obatan kencing manis, tekanan darah

tinggi, jantung dan rematik. Juga pernah serangan sroke tahun lalu.

I. KATA SULIT

� -

II. KATA/KALIMAT KUNCI

1. Perempuan, 65 tahun

2. Nyeri pangkal paha kanan

3. Nyeri sekali ketika berjalan

4. Berjalan agak pincang karena kedua lutut agak sakit dan bengkak

5. Sejak 7 tahun terakhir mengkonsumsi obat-obatan kencing manis, tekanan darah

tinggi, jantung dan rematik

6. Pernah serangan stroke 1 tahun yang lalu

III. PERTANYAAN

1. Jelaskan definisi, penyebab terjadinya jatuh dan epidemiologi jatuh pada lansia!

2. Jelaskan perubahan anatomi dan fisiologi pada lansia!

3. Jelaskan teori proses penuaan!

4. Jelaskan faktor-faktor pnyebab jatuh! (Instrinsik)

5. Jelaskan faktor-faktor pnyebab jatuh! (Ekstrinsik)

6. Jelaskan mekanisme nyeri dan bengkak pada skenario!

7. Jelaskan alur diagnosis pada skenario!

8. Jelaskan penatalaksanaan jatuh pada lansia!

9. Jelaskan hubungan riwayat pengobatan dan penyakit dahulu dengan keluhan

sekarang!

10. Jelaskan komplikasi yg terjadi pada penyakit di skenario!

Page 5: pbl modul 2  -jatuh- kelompok 1 cempaka putih.docx

IV. PEMBAHASAN

1. DEFINISI ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI JATUH ! (Melisa Ramadhani)

Definisi menurut beberapa peniliti :

Menurut Nevitte pada tahun 1991 jatuh merupakan seseorang yang tergeletak dengan

berbagai cara ketempat yang lebih rendah (lantai atau tanah) atau tergeletak dan

menghantam benda seperti kursi atau tangga.

The International Classification of Disease (ICD 9) mendefinisikan jatuh sebagai

kejadian yang tidak diharapkan dimana seseorang terjatuh dari tempat yang lebih rendah

atau tempat yang sama tingginya (Masud, Morris, 2006).

Suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata,yang melihat kejadian

mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk dilantai/tempat yang lebih

rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka (Darmojo, 2004).

Epidemiologi

Berdasarkan survey dimasyarakat AS, Tinetti (1992) mendapatkan sekitar30% lansia umur> 65

th, jatuh setiap tahunnya, separuh dari angkater sebut mengalami jatuh berulang. Reuben dkk

(1996) mendapatkan insiden jatuh sekitar 1/3 populasi lansia pada usia> 60 tahun, dengan rata-

rata jatuh 0,6/orang.

Kane dkk (1994) mendapatkan hasil survey masyarakat di AS 1/3 lansia yang berusia>65 tahun

menderita jatuh setiap tahunnya dan sekitar 1/40 memerlukan perawatan rumah sakit. Sedangkan

rumah perawatan (nursing home) sekitar 50% penghuninya mengalami jatuh dengan akibat 10-

25% nya membutuhkan perawatan di rumah sakit

Etiologi

a. Kecelakaan merupakan penyebab jatuh yang utama (30-50% kasus jatuh lansia)

Murni kecelakaan misalnya terpeleset,tersandung.

Gabungan antara lingkungan yang jelek dengan kelainan-kelainan akibat proses

menua misalnya karena mata kurang awas, benda-benda yang ada dirumah tertabrak,

lalu jatuh.

Page 6: pbl modul 2  -jatuh- kelompok 1 cempaka putih.docx

b. Nyeri kepala dan atau vertigo.

c. Hipotensi orthostatic:

Hypovolemia/ curah jantung

Disfungsi otonom

Penurunan kembalinya darah vena ke jantung

Terlalu lama berbaring

Pengaruh obt-obat hipotensi

Hipotensi sesudah makan

d. Obat-obatan.

Diuretik/antihipertensi

Antidepresan trisiklik

Sedativa

Antipsikotik

Obat-obat hypoglikemik

alkohol

e. Proses penyakit yang spesifik

Penyakit-penyakit akut seperti :

Kardiovaskuler : - aritmia

- Stenosis aorta

- Sinkope sinus carotis

Neurologi : - TIA

- Stroke

- Serangan kejang

- Parkinson

- Kompresi saraf spinal karena spondilosis

- Penyakit cerebelum

f. Idiopatik (tak jelas sebabnya)

g. Sinkope : kehilangan kesadaran secara tiba-tiba

- Drop attack (serangan roboh)

- Penurunan darah ke otak secara tiba-tiba

- Terbakar matahari

Page 7: pbl modul 2  -jatuh- kelompok 1 cempaka putih.docx

2. Jelaskan perubahan anatomi dan fisiologi pada lansia! (Karel Respati)

Dengan makin lanjutnya usia seseorang maka kemungkinan terjadinya penurunan anatomik dan

fungsional atas organ-organnya semkain besar. Pertanda penuaan adalah bukan pada tampilan

organ atau organisma pada saat istirahat, akan tetapi bagaimana organ atau organisme saat

istirahat, akan tetapi bagaimana organ atau organisme tersebut dapat beradaptasi terhadap stress

dari luar. Sebagai contoh, seorang lansia mungkin masih menunjukan nilai gula darah normal

pada saat puasa, akan tetapi mungkin menunjukan nilai yang abnormal tinggi dengan

pembebanan glukosa.

Perubahan yang terjadi pada lansia kadang bekerja bersama-sama untuk menghasilkan nilai

fungsional yang terlihat normal pada lansia. Sebagai contoh, walaupun filtrasi glomerulus dan

aliran darah ginjal sudah menurun, banyak lansia yang menunjukan nilai kreatinin serum dalam

batas normal. Oleh karena itu pada usia lanjut kreatinin serum tidak begitu tepat untuk dijadikan

sebagai indikator fungsi ginjal dibanding dengan pada usia muda.

Perubahan anatomi dan fisiologi akibat proses menua antara lain :

A). Sistem panca-indra

a. Sistem Penglihatan(mata)

Hilangnya daya akomodasi.

Kornea lebih berbentuk sferis (bola).

Kekeruhan pada lensa menyebabkan katarak.

Timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar.

Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan

lebih lambat dan susah melihat dalam cahaya gelap.

Menurunnya lapangan pandang, berkurang luas pandangannya.

Menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau.

b. Sistem pengecap dan penghidu

Menurunnya kemampuan pengecap.

Menurunnya kemampuan penghidu sehingga mengakibatkan selera makan berkurang.

Page 8: pbl modul 2  -jatuh- kelompok 1 cempaka putih.docx

c. Sistem pendengaran

Otosklerosis akibat atrofi membran tympani .

Presbiakusis (hilangnya kemampuan pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap

bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata).

Terjadinya pengumpulan serumen dapat mengeras karena meningkatnya

keratin.

Pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami

ketegangan jiwa/stres.

B. Sistem gastro-intestinal

Esofagus melebar.

Rasa lapar menurun, asam lambung menurun.

Hiatus hernia sering pada usia diatas 70 tahun.

Perubahan atrofik pada rahang, sehingga gigi lebih mudah tanggal.

Indera pengecap menurun, hilangnya sensitivitas saraf pengecap di lidah terhadap rasa

manis, asin, asam, dan pahit.

Villi mukosa usus halus menjadi lebih pendek dan lebar akibatnya terjadi defisiensi

berbagai zat seperti asam folat, zat besi, kalsium, vitamin D yang menyebabkan

sindorma malabsorpsi.

Divertikulosis di esofagus , duodenum, dan yeyunum yang menyebabkan defisiensi B12,

terutama pada yang multipel.

Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.

C. Sistem kardiovaskuler

Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer

untuk oksigenisasi.

Perubahan posisi dari tidur ke duduk atau dari duduk ke berdiri bisa menyebabkan

tekanan darah menurun, mengakibatkan pusing mendadak.

Tekanan darah meninggi akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.

Elastisitas dinding aorta menurun.

Page 9: pbl modul 2  -jatuh- kelompok 1 cempaka putih.docx

Katup jantung menebal dan menjadi kaku.

Kemampuan jantung memompa darah menurun, hal ini menyebabakan menurunnya

kontraksi dan volumenya.

D. Sistem respirasi

Alveoli ukuranya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang.

Kemampuan untuk batuk berkurang.

Kemampuan kekuatan otot pernafasan akan menurun seiring dengan pertambahan usia.

Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku.

Menurunnya aktivitas/gerak dari silia.

Paru-paru kehilangan elastisitas, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan

maksimum menurun, dan kedalaman bernafas menurun.

E. Sistem endokrin

Menurunnya aktivitas tyroid, menurunnya BMR (Basal Metabolic Rate), dan

menurunnya daya pertukaran zat.

Menurunnya produksi aldosteron.

Menurunya sekresi hormon kelamin misalnya, progesteron, estrogen, dan testosteron.

Penurunan mendadak estrogen dapat menyebabkan osteoporosis.

F. Sistem Perkemihan.

Pada ginjal, nefron menjadi atrofi dan aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%.

Otot-otot vesika urinaria menjadi lemah, frekuensi buang air kecil meningkat dan

terkadang menyebabkan retensi urin pada pria.

G. Sistem reproduksi

Page 10: pbl modul 2  -jatuh- kelompok 1 cempaka putih.docx

Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa meskipun adanya penurunan

secara berangsur-angsur.

Kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia asal kondisi kesehatan

baik.

Selaput lendir vagina menurun.

Menciutnya ovari dan uterus.

Atrofi payudara.

H. Sistem muskuloskeletal

Tendon mengerut dan mengalami skelerosis.

Atrofi serabut otot (otot-otot serabut mengecil ).Otot-otot serabut mengecil sehingga

seseorang bergerak menjadi lamban, otot-otot kram dan menjadi tremor.

Otot-otot polos tidak begitu berpengaruh.

Tulang kehilangan density ( cairan ) dan makin rapuh.

Kifosis

Pergerakan pinggang, lutut, dan jari-jari terbatas.

Persendiaan membesar dan menjadi kaku.

I. Sistem integumen(kulit)

Pertumbuhan kuku lebih lambat.

Kuku jari menjadi keras dan rapuh, pudar dan kurang bercahaya.

Kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya.

Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak.

Permukaan kulit kasar dan bersisik karena kehilangan proses keratinisasi, serta perubahan

ukuran dan bentuk-bentuk sel epidermis.

Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu.

Rambut dalam hidung dan telinga menebal.

Berkurangnya elastisitas akibat dari menurunya cairan dan vaskularisasi

J. Sistem persarafan

Page 11: pbl modul 2  -jatuh- kelompok 1 cempaka putih.docx

Berat otak menurun 10-20%(setiap orang berkurang sel saraf otaknya dalam setiap

harinya).

Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan stres.

Mengecilnya saraf panca indra.Berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran,

mengecilnya saraf pencium dan perasa, lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan

rendahnya ketahanan terhadap dingin.

Kurang sensitif terhadap sentuhan.

Page 12: pbl modul 2  -jatuh- kelompok 1 cempaka putih.docx

3 Jelaskan Teori-teori penuaan! (Syarifah Zahrotulhaj)

1. Teori “Genetic clock”

Menurut teori ini menua telah diprogram secara genetik untuk species-species tertentu.

Tiap species mempunyai didalam nuclei (inti selnya) suatu jam genetik yang telah diputar

menurut suatu replikasi tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan menghentikan

replikasi sel bila tidak berputar, jadi menurut konsep ini bila jam kita berhenti kita akan

meninggal dunia, meskipun tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit akhir

yang katastrofal. Konsep genetik clock didukung oleh kenyataan bahwa ini merupakan

cara menerangkan mengapa pada beberapa species terlihat adanya perbedaan harapan

hidup yang nyata. (misalnya manusia; 116 tahun, beruang; 47 tahun, kucing 40 tahun,

anjing 27 tahun, sapi 20 tahun)

Secara teoritis dapat dimungkinkan memutar jam ini lagi meski hanya untuk beberapa

waktu dengan pangaruh-pengaruh dari luar, berupa peningkatan kesehatan, pencegahan

penyakit atau tindakan-tindakan tertentu. Usia harapan hidup tertinggi di dunia terdapat

di Jepang yaitu pria 76 tahun dan wanita 82 tahun (WHO, 1995)

Pengontrolan genetik umur rupanya dikontrol dalam tingkat seluler, mengenai hal ini

Hayflck (1980) melakukan penelitian melalaui kultur sel ini vitro yang menunjukkan

bahwa ada hubungan antara kamampuan membelah sel dalam kultur dengan umur

spesies. Untuk membuktikan apakah yang mengontrol replikasi tersebut nukleus atau

sitoplasma, maka dilakukan trasplantasi silang dari nukleus. Dari hasil penelitian tersebut

jelas bahwa nukleuslah yang menentukan jumla replikasi, kemudian menua, dan mati,

bukan sitoplasmanya. (Suhana, 1994)

2. Mutasi somatik ( teori Error Catastrophe)

Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan dalam menganalisis faktor-faktor penyebab

terjadinya proses menua adalah faktor lingkungan yang menyebabkan terjadinya mutasi

somatik. Sekarang sudah umum diketahui bahwa radiasi dan zat kimia dapat

memperpendek umur, sebaliknya menghindari radiasi dan zat kimia yang bersifat toksik

dapat memperpanjang umur.

Page 13: pbl modul 2  -jatuh- kelompok 1 cempaka putih.docx

Menurut teori tersebut menua diakibatkan oleh menumpuknya berbagai macam kesalahan

sepanjang kehidupan manusia. Akibat kesalahan tersebut akan berakibat kesalahan

metabolisme yang dapat mengakibatkan kerusakan sel dan fungsi sel secara perlahan

3. Rusaknya sistem imun tubuh

Mutasi yang berulang atau perubahan protein pascatranslasi, dapat menyebabkan

berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri (self

recognition). Jika mutasi somatik menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen

permukaan sel, maka hal ini akan dapat menyebabkan sistem imun tubuh menganggap sel

yang megalami perubahan tersebut sebagi sel asing dan menghancurkannya. Perubahan

inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun (Goldstein, 1989)

Hasilnya dapat pula berupa reaksi antigen antibody yang luas mengenai jaringan-jaringan

beraneka ragam, efek menua jadi akan menyebabkan reaksi histoinkomtabilitas pada

banyak jaringan.

Salah satu bukti yang ditemukan ialah bertambahnya prevalensi auto antibodi bermacam-

macam pada orang lanjut usia (Brocklehurst, 1987)

Disisi lain sistem imun tubuh sendiri daya pertahanannya mengalami penurunan pada

proses menua, daya serangnya terhadap sel kanker menjadi menurun, sehingga sel kanker

leluasa membelah-belah. Inilah yang menyebabkan kanker yang meningkat sesuai dengan

meningkatnya umur (Suhana, 1994)

4. Teori menua akibat metabolisme

Pada tahun 1935, McKay et al. (terdapat dalam Goltein, et al, 1989), memperlihatkan

bahwa pengurangan “intake” kalori pada rodentia muda akan mengahmbat pertumbuhan

dan memperpanjang umur. Perpanjangan umur karena penurunan jumlah kalori tersebut,

antara lain disebabkan karena penurunan jumlah kalori tersebut,karena menurunnya salah

satu atau beberapa proses metabolisme. Terjadi penurunan pengeluaran hormon yang

merangsang proliferasi sel, misalnya insulin, dan hormon pertumbuhan.

Modifikasi cara hidup yang kurang bergerak menjadi lebih banyak bergerak mungkin

juga dapat meningkatkan umur panjang.

Page 14: pbl modul 2  -jatuh- kelompok 1 cempaka putih.docx

5. Kerusakan akibat radikal bebas

Teori ini menyatakan bahwa penuaan disebabkan akumulasi kerusakan ireversibel akibat

senyawa pengoksidan. Radikal bebas adalah produk metabolisme selular yang merupakan

bagian molekul yang sagat reaktif. Molekul ini mempunyai muatan ekstraselular kuat

yang dapat menciptakan reaksi dengan protein, mengubah bentuk dan sifatnya ; molekul

ini juga dapat bereaksi dengan lipid yang berada dalam membran sel, mempengaruhi

permeabilitasnya, atau dapat berikatan dengan organel sel lainnya (Christiansen dan

Grzybowsky, 1993).

Proses metabolisme oksigen diperkirakan menjadi sumber radikal bebas terbesar

(Hayflick, 1987), secara spesifik, oksidasi lemak, protein dan karbohidrat dalam tubuh

menyebabkan formasi radikal bebas. Polutan lingkungan merupakan sumber eksternal

radikal bebas.

Page 15: pbl modul 2  -jatuh- kelompok 1 cempaka putih.docx

4. jelaskan apa saja Faktor-Faktor risiko jatuh (Intrinsik ) ! (Dona)

untuk dapat memahami factor risiko jatuh , maka harus dimengerti bahwa stabilitas badan

ditentuka atau dibentuk oleh :

System sensorik

yang berperan didalamnya dalah : Visus (penglihatan) ,Pendengaran, fungsi vestibuler dan

proprioseptif. Semua gangguan atau perubahan pada mata akan menimbulkan gangguan

penglihatan. Semua penyakit telinga akan menimbulkan gangguan pendengaran. Vertigo tipe

perifer sering terjadi pada lansia yang diduga karna adanya perubahan fungsi vestibuler

akibat proses menua. Neuropati perifer dan penyakit degenerative leher akan mengganggu

fungsi proprioseptif (Tinetti, 1992).

Gangguan sensorik tersebut menyebabkan hamper sepertiga penderita lansia mengalami

sensai abnormal pada sat dilakukan uji klinik.

System saraf pusat (SSP)

SSP akan memberikan respon motorik untuk mengantisipasi input sensorik. Penyakit SSP

seperti stroke, Parkinson, hidrosefalus tekanan normal sering diderita oleh lansia dan

menyebabkan gangguan fungsi SSP sehingg berespon tidak baik terhadaap input sensorik

(Tinetti, 1992).

Kognitif

Pada beberapa penelitian, dementia diasosiasikan dengan meningkatnya risiko jatuh.

Musculoskeletal ( Reuben, 1996 ; Tinetti, 1992; Kane, 1994; Campbell, 1987;

Brocklehurst, 1987 )

faktor ini disebutkan oleh beberapa peneliti merupakan faktor yang benar-benar murni milik

lansia yang berperan besar terhadap terjaidnya jatuh. Gangguan musculoskeletal

menyebabkan gangguan gaya berjalan (gait) dan ini berhubungan dengan proses menua yang

fisiologis. Gangguan gait yang terjadi akibat proses menua tersebut antara lain disebabkan

oleh :

Page 16: pbl modul 2  -jatuh- kelompok 1 cempaka putih.docx

1. Kekakuan jarigan penghubung

2. Berkurangnya masa otot

3. Perlambatan konduksi saraf

4. Penurunan visus / lapang pandang

5. Kerusakan proprioseptif

Yang kesemuanya menyebabkan :

1. Penurunan range of motion (ROM) sendi

2. Penurunan kekuatan otot, terutama menyebabkan kelemahan ekstremitas bawah

3. Perpanjang waktu reaksi

4. Kerusakan persepsi dalam

5. Peningkatan postural sway ( goyangan badan )

Semua perubahan tersebut mengakibatkan kelemahan gerak, langkah pendek, penurunan irama,

dan pelebaran bantuan basal. Kaki tidak dapat menapak dengan kuat dan lebih cendrung

gampang goyah. Perlambatan reaksi mengakibatkan seorang lansia susah / terlambat

mengantisipasi bila terjadi gangguan seperti terpeleset, tersandung, kejadian tiba-tiba, sehingga

memudahkan jatuh.

Page 17: pbl modul 2  -jatuh- kelompok 1 cempaka putih.docx

5. Jelaskan faktor-faktor penyebab jatuh ! (Fitra Hadi)

Faktor risiko jatuh pada lansia dibagi dalam dua golongan besar, yaitu :

1. Faktor-faktor intrinsik (faktor dari dalam)

2. Faktor-faktor ekstrinsik (faktor dari luar)

Berikut faktor ekstrinsik

1. Obat-obatan

a. Diuretik / antihipertensi

Efek samping metabolik seperti hiperglikemia, peningkatan kolesterol LDL dan

triglierida, serta penurunan HDL.

b. Antidepresen trisiklik

c. Sedative

d. Antipsikotik

e. Obat-obat hipoglikemik

f. Alkohol

2. Faktor-faktor lingkungan

a. Alat-alat atau perlengkapan rumah tangga yang sudah tua, tidak stabil, atau

tergeletak di bawah

b. Tempat tidur atau WC yang rendah jongkok

c. Tempat berpegangan yang tidak kuat / tidak mudah dipegang

1. Lantai yang tidak datar baik ada trapnya atau menurun

2. Karpet yang tidak dilem dengan baik, keset tebel/menekuk pinggir,

dan benda-benda alas lantai yang licin atau mudah tergeser

3. Lantai yang licin atau basah

4. Penerangan yang tidak baik (kurang atau menyilaukan)

5. Alat bantu jalan yang tidak tepat ukuran, berat, maupun cara

penggunaannya

3. Faktor aktivitas

Sebagian besar jatuh terjadi pada saat lansia melakukan aktivitas biasaseperti berjalan,

naik atau turun tangga, mengganti posisi. Hanya sedikit sekali (5%), jatuh pada saat

Page 18: pbl modul 2  -jatuh- kelompok 1 cempaka putih.docx

lansia melakukan aktivitas berbahaya seperti mendaki gunung atau olahraga berat. Jatuh

juga sering terjadi pada lansia dengan banyak kegiatan dan olahraga, mungkin

disebabkan oleh kelelahan atau terpapar bahaya yang lebih banyak. Jatuh juga sering

terjadi pada lansia yang imobil (jarang bergerak) ketika tiba-tiba dia ingin pindah tempat

atau mengambil sesuatu tanpa pertolongan.

Page 19: pbl modul 2  -jatuh- kelompok 1 cempaka putih.docx

6. Jelaskan mekanisme nyeri dan bengkak pada scenario! (Lidya Mar’athus Sholihah)

Nyeri merupakan suatu mekanisme perlindungan tubuh untuk melindungi dan memberikan tanda

bahaya tentang adanya gangguan di tubuh. Mekanisme nyeri adalah sebagai berikut rangsangan

diterima oleh reseptor nyeri, di ubah dalam bentuk impuls yang di hantarkan ke pusat nyeri di

korteks otak. Setelah di proses dipusat nyeri, impuls di kembalikan ke perifer dalam bentuk

persepsi nyeri.

Rangsangan yang diterima oleh reseptor nyeri dapat berasal dari berbagai faktor dan

dikelompokkan menjadi beberapa bagian, yaitu:

1. Rangsangan Mekanik : Nyeri yang di sebabkan karena pengaruh mekanik seperti tekanan,

tusukan jarum, irisan pisau dan lain-lain.

2. Rangsangan Termal : Nyeri yang disebabkan karena pengaruh suhu, Rata-rata manusia akan

merasakan nyeri jika menerima panas diatas 45 C, dimana mulai pada suhu tersebut jaringan

akan mengalami kerusakan

3. Rangsangan Kimia : Jaringan yang mengalami kerusakan akan membebaskan zat yang di

sebut mediator yang dapat berikatan dengan reseptor nyeri antaralain: bradikinin, serotonin,

histamin, asetilkolin dan prostaglandin. Bradikinin merupakan zat yang paling berperan dalam

menimbulkan nyeri karena kerusakan jaringan. Zat kimia lain yang berperan dalam

menimbulkan nyeri adalah asam, enzim proteolitik, Zat P dan ion K+ (ion K positif ).

Proses Terjadinya Nyeri

Reseptor nyeri dalam tubuh adalah ujung-ujung saraf yang ditemukan hampir pada setiap

jaringan tubuh. Impuls nyeri dihantarkan ke Sistem Saraf Pusat (SSP) melalui dua sistem

Serabut. Sistem pertama terdiri dari serabut Aδ bermielin halus bergaris tengah 2-5 µm, dengan

kecepatan hantaran 6-30 m/detik. Sistem kedua terdiri dari serabut C tak bermielin dengan

diameter 0.4-1.2 µm, dengan kecepatan hantaran 0,5-2 m/detik.

Serabut Aδ berperan dalam menghantarkan "Nyeri cepat" dan menghasilkan persepsi nyeri yang

jelas, tajam dan terlokalisasi, sedangkan serabut C menghantarkan "nyeri Lambat" dan

menghasilkan persepsi samar-samar, rasa pegal dan perasaan tidak enak.

Pusat nyeri terletak di talamus, kedua jenis serabut nyeri berakhir pada neuron traktus

spinotalamus lateral dan impuls nyeri berjalan ke atas melalui traktus ini ke nukleus

Page 20: pbl modul 2  -jatuh- kelompok 1 cempaka putih.docx

posteromidal ventral dan posterolateral dari talamus. Dari sini impuls diteruskan ke gyrus post

sentral dari korteks otak.

Klasifikasi Nyeri

Nyeri dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria antara lain

a. Klasifikasi nyeri berdasarkan waktu, dibagi menjadi nyeri akut dan nyeri kronis

- Nyeri Akut adalah Nyeri yang terjadi secara tiba-tiba dan terjadinya singkat contoh nyeri

trauma

- Nyeri Kronis adalah nyeri yang terjadi atau dialami sudah lama contoh kanker

b. Klasifikasi nyeri berdasarkan Tempat terjadinya nyeri

- Nyeri Somatik adalah Nyeri yang dirasakan hanya pada tempat terjadinya kerusakan atau

gangguan, bersifat tajam, mudah dilihat dan mudah ditangani, contoh Nyeri karena tertusuk

- Nyeri Visceral adalah nyeri yang terkait kerusakan organ dalam, contoh nyeri karena trauma di

hati atau paru-paru.  

- Nyeri Reperred : nyeri yang dirasakan jauh dari lokasi nyeri, contoh nyeri angina.  

c. Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Persepsi Nyeri

- Nyeri Nosiseptis adalah Nyeri yang kerusakan jaringannya jelas  

- Nyeri neuropatik adalah nyeri yang kerusakan jaringan tidak jelas. contohnya Nyeri yang

diakitbatkan oleh kelainan pada susunan saraf.

Mekanisme Edema

Pembengkakan jaringan akibat kelebihan cairan interstisium dikenal sebagai edema. Penyebab

edema berkaitan dengan mekanisme pembentukan edema itu sendiri yang dapat dikelompokan

menjadi empat kategori umum yaitu sebagai berikut:

1. Penurunan konsentrasi protein plasma menyebabkan penurunan tekanan osmotic

plasma.penurunan ini menyebabkan filtrasi cairan yang keluar dari pembuluh lebih tinggi,

sementara jumlah cairan yang direabsorpsi kurang dari normal ; dengan demikian terdapat cairan

tambahan yang tertinggal diruang –ruang interstisium. Edema yang disebabkan oleh penurunan

konsentrasi protein plasma dapat terjadi melalui beberapa cara : pengeluaran berlebihan protein

plasma di urin akibat penyakit ginjal ; penurunan sintesis protein plasma akibat penyakit hati

Page 21: pbl modul 2  -jatuh- kelompok 1 cempaka putih.docx

( hati mensintesis hampir semua protein plasma ); makanan yang kurang mengandung protein ;

atau pengeluaran protein akibat luka bakar yang luas .

2. Peningkatan permeabilitas dinding kapiler menyebabkan protein plasma yang keluar dari

kapiler ke cairan interstisium disekitarnya lebih banyak. Sebagai contoh, melalui pelebaran pori

–pori kapiler yang dicetuskan oleh histamin pada cedera jaringan atau reaksi alergi. Terjadi

penurunan tekanan osmotik koloid plasma yang menurunkan kearah dalam sementara

peningkatan tekanan osmotik koloid cairan interstisium yang diseabkan oleh kelebihan protein

dicairan interstisium meningkatkan tekanan kearah luar. ketidakseimbangan ini ikut berperan

menimbulkan edema lokal yang berkaitan dengan cedera ( misalnya , lepuh ) dan respon alergi

(misalnya , biduran) .

3. Peningkatan tekanan vena , misalnya darah terbendung di vena , akan disertai peningkatan

tekanan darah kapiler, kerena kapiler mengalirkan isinya kedalam vena. peningkatan tekanan

kearah dinding kapiler ini terutama berperan pada edema yang terjadi pada gagal jantung

kongestif. Edema regional juga dapat terjadi karena restriksi lokal aliran balik vena. Salah satu

contoh adalah adalah pembengkakan di tungkai dan kaki yang sering terjadi pada masa

kehamilan. Uterus yang membesar menekan vena –vena besar yang mengalirkan darah dari

ekstremitas bawah pada saat vena-vena tersebut masuk ke rongga abdomen. Pembendungan

darah di vena ini menyebabkan kaki yang mendorong terjadinya edema regional di ekstremitas

bawah.

4. Penyumbatan pembuluh limfe menimbulkan edema,karena kelebihan cairan yang difiltrasi

keluar tertahan di cairan interstisium dan tidak dapat dikembalikan ke darah melalui sistem

limfe. Akumulasi protein di cairan interstisium memperberat masalah melalui efek osmotiknya.

Penyumbatan limfe lokal dapat terjadi, misalnya di lengan wanita yang saluran-saluran drainase

limfenya dari lengan yang tersumbat akibat pengangkatan kelenjar limfe selama pembedahan

untuk kanker payudara. Penyumbatan limfe yang lebih meluas terjadi pada filariasis, suatu

penyakit parasitic yang ditularkan melalui nyamuk yang terutama dijumpai di daerah-daerah

tropis. Pada penyakit ini, cacing-cacing filaria kecil mirip benang menginfeksi pembuluh limfe

sehingga terjadi gangguan aliran limfe. Bagian tubuh yang terkena, terutama skrotum dan

ekstremitas, mengalami edema hebat. Kelainan ini sering disebut sebagai elephantiasis,karena

ekstremitas yang membengkak seperti kaki gajah.

Page 22: pbl modul 2  -jatuh- kelompok 1 cempaka putih.docx

Apapun penyebab edema, konsenkuensi pentingnya adalah penurunan pertukaran bahan-bahan

antara darah dan sel. Sering dengan akumulasi cairan interstisium, jarak antara sel dan darah

yang harus ditempuh oleh nutrient, O2, dan zat-zat sisa melebar sehingga kecepatan difusi

berkurang. Dengan demikian, sel-sel di dalam jaringan yang edematosa mungkin kurang

mendapat pasokan darah.

Jika dihubungkan pada scenario, penyebab edema adalah akibat penurunan konsentrasi protein

plasma yang disebabkan dari obat-obatan yang dikonsumsinya yang berakibat pada gangguan

ginjal. Kemungkinan yang lainnya adalah berasal dari komplikasi dari diabetes yang berimbas

kepada kerusakan ginjal, yang disebut nefropati diabetic yang salah satu tanda dan gejalanya

yaitu edema melalui mekanisme di atas.

Page 23: pbl modul 2  -jatuh- kelompok 1 cempaka putih.docx

7. Jelaskan alur diagnosis serta pendekatan diagnostik pada pasien geriatri yang dating

dengan keluhan jatuh ! (Miranda Audina Irawan)

ALUR DIAGNOSIS

Penatalaksanaan asesmen geriatri (Kane et al, 1994; Hadi Martono, 1994)

hal yang harus diingta pada pengerjaan asesmen geriatri tersebut adalah:

Form harus mudah dimengerti dan dikerjakan

Kegunaan dan tujuan dari pembuatan form tersebut harus jelas

Form harus bisa digunakan oleh berbagai anggota tim

Pada dasarnya sebuah asesmen lengkap geriatri yang baik haruslah dapat mengungkap

kelainan-terutama fungsional –dari semua organ atau sistema penderita usia lanjut secara

keseluruhan, bukan saja fungsi yang bersifat organ fisik, akan tetapi juga fungsi kejiwaan dan

fungsi sosial.

Untuk itu pedoman seperti dibawah ini mungkin dapat membantu.

A. Anamnesis(Kane et al; Hadi Martono, 1994)

Awal anamnesis serupa dengan semua anamnesis yang lain, yaitu berupa identitas

penderita, tetapi pertanyaan-pertanyaan berikut dilakukan dengan lebih terinci dan

terarah, sebagai berikut:

Identitas penderita : nama, alamat, umur, perkawinan, anak (jumlah, jenis kelamin,dan

beraapaa yang masih tinggal bersama penderita), pekerjaan, keadaan sossial ekonomi.

Termasuk dalam bagian ini adalah anamnesis mengenai faktor risiko sakit, yaitu usia

sangant lanjut (> 70 tahun), duda hidup sendiri, baru kematian orang terdekat, baru

sembuh dari sakit/pulang opname, gangguan mental nyata, menderita penyakit progesif,

gangguan mobilitas, dan lain-lain.

Anamnesis tentang obat, baik sebelum sakit ini yang diminum dirumah, baik yang

berasal dari resep dokter atau yng dibeli bebas (termasuk jamu-jamuan).

Penilaian sistem :bagian ini berbeda dengan anamnesis penderita golongan umur lain,

karena tidak berdasarkan “model medik” (tergantung pada keluhan utama). Harus selalu

diingat bahwa pada usia lanjut, keluhan tidak selalu menggambarkan penyakit yang

Page 24: pbl modul 2  -jatuh- kelompok 1 cempaka putih.docx

diderita, seringkali justru memberikan keluhan yang tidak khas. Penilaian sistem

dilaksanakan secara urut, misalnya mulai dari sistem saraf pusat saluran nafas atas dan

bawah seterusnya sampai kulit integumen. Dan lain-lain.

Untuk mendapat jawaban ynag baik, seringkali diperlukan aloanamnesis dari orang/

keluarga yang merwatnya sehari-hari.

Anamesis tentang kebiasaan yang merugikan kesehatan (merokok, mengunyah

tembakau, minum alkohol, dan lain-lain).

Anamnesis tentang berbagai gangguan yang terdapat : menelan, masalah gigi, gigi

palsu, gangguan komunikasi/bicara, nyeri/gerak yang terbatas pada anggota badan, dan

lain-lain.

Kepribadian perasaan hati, kesadaran dan efek (alo-anamnesis atau pengamataan)

konfuso, curiga/bermusuhan, mengembara, gangguan tidur atau keluhan malam hari,

daya ingat, dan lain-lain. Apabila dicatat untuk dapat dilaksanakan asesmen khusus

kejiwaan atau bahkan konsultasipsiko-geriatrik.

Riwayat tentang problema utama geriatri (sindrom geriatri) pernah stroke,

TIA/RIND, hipotensi ortostatik, jatuh, inkontensia urin/alvi, dementia, dekubitus, pataah

tulang. Mengingat gangguan kognitif sering tidak tediagnosis, maka pemeriksaannya

dengan tes mental harus selalu dikerjakan.

B. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dimulai dengan pemeriksaan tanda vital (seperti pada golongan

umur lain), walaupun rinciannya mungkin terdapat beberapa perbedaan antara lain:

Pemeriksaan tekanan darah, harus dilakukan dalam keadaan tidur, duduk dan berdiri,

masing-masing dengan selang 1-2 menit, untuk meelihat kemungkinan terdapatnya

hipotensi ortostatik. Kemungkinan hipertensi palsujuga harus dicari (dengan perasat

Osler).

Pemeriksaan fisik untuk menilai sistem. Pemeriksaan organ dan sistem ini perlu

disesuaikan dengan tingkat kemampuan pemeriksa/dokter.

Pada pelaksanaannya dilakukan pemeriksaan fisik dengan urutan seperti pada anamnesis

penilaian sistem, yaitu:

Pemeriksaan syaraf kepala

Pemeriksaan panca indra, saluran nafas atas, gigi-mulut

Page 25: pbl modul 2  -jatuh- kelompok 1 cempaka putih.docx

Pemeriksaan leher, kelenjarbtiroid, bising arteri karotis

Pemeriksaan dada, paru-paru, jantung, dan seterusnya sampai pada pemeriksaan

ekstremitas, refleks-refleks, kulit-integumen.

C. Pemeriksaan tambahan

Pemeriksaan tambahan disesuailan dengan kemampuan ekonomi penderita, tingkah

keahlian pemeriksa, tetapi minimal harus mencakup pemeriksaan rutin usia lanjut. Di

negara industri maju, yang dianggap rutin pada usia lanjut adalah:

Foto toraks, EKG

Laboratorium :

Dara/urin/feses rutin

Gula darah, lipid, fungsi hati, fungsi ginjal

Fungsi tiroid (T3, T4, TSH)

Kadar serum B6, B12

(dinegarabarat disebut sebagai SMA= Serum Multiple Analysis 20)

Apabila terdapat kecurigaan adanya kelainan yang belum jelas atau diperlukan

tindakaln diagnositik/terapetik lain, dapat dilaakukan konsultasi/ rujukan kepada disiplin

lain, yang hasilnya dapat dievaluasi oleh tim.

D. Pemeriksaan fungsi

Pelaksanaan asesmen fungsi/status fungsional penderita yang merupakan manifestasi

dari interaksi antara status fisik, psikis dan sosial penderita dapat dibagi beberapa jenis,

yaitu:

Aktivitas hidup sehari-hari (AHS) dassar, yang memerukan kemamuan tubuh untuk

berfungsi sederhana, misalnya bangu dari tempat tidur, berpakaian, ke kamar mandi/ WC

(lihat tabel 2)

Aktivitas hidup sehari-hari instrumental (AHS intrumental), yang selain memerlukan

kemampuan dasar, juga memerlukan berbagai koordinasi kemampuan otot, susunan saraf

yang lebih rumit, juga kemampuan berbagai organ kognitif lain (lihat tabel 2).

Page 26: pbl modul 2  -jatuh- kelompok 1 cempaka putih.docx

Kemampuan mental dan kognitif, terutama menyangkut fungsi intelek, memori lama

dan memori tentang hal-hal yang baru saja terjadi (lihat appendiks laporan kesehatan

lanjut usia). Seperti telah dikemukakan diatas, pemeriksaan mental/kognitif ini harus

dianggap sebagai pemeriksaan tanda vital, terutama untuk mendiagnosis dan memonitor

kemajuan penatalaksanaan terhadap konfusio (AGS, 2006).

Dari assesmen ketiga fungsi tersebut di atas dapat ditentukan tiga tingkat

kemaampuan dari seorang penerita lansia, yaitu:

Kemampuan untuk melakukan kegiatan tersebut di atas tanpa bantuan orang lain.

Kemampuan untuk melakukan kegiatan dengan sedikit bantuan.

Sama sekali tidak mampu untuk melakukan kegiatan di atas tanpa bantuan orang

lain.

Hasil ini akan menentukan tindakan rehabilitatif yang akan dilaksanakan tentu saja,

mengingat penyebabnya, tidak hanya melibatkan modalitas rehabilitatif, tetapi berbagai

anggota tim geriatri.

Tabel 2. Penilaian fungsi aktivitas hidup sehari-hari (AHS)

Aktivitas hidup sehari-hari dasar (basic activities of daily living)

Makan

Berpakaian

Bergerak/ambulasi

Beralih tempat/transfer (dari TT dan WC)

BAK/kontinen\

Berdandan/grooming

Aktivitas hidup sehari-hari instrumental (intrumental ADL)

Menulis

Membaca

Membersihkan rumah

Berbelanja

Mencuci-setrika pakaian

Naik-turun tangga

Gunakan telepon

Page 27: pbl modul 2  -jatuh- kelompok 1 cempaka putih.docx

Menangani obat-obatan

Menangani keuangan

Mempu menangani pembayaran pembantu/pekerja rumah tangga (misal berkebun)

Mampu pergi jauh (dengan kendaraan umum/ke luar kota)

Dari Kane et al (1994)

PENDEKATAN DIAGNOSTIK JATUH

Direkomendasikan untuk melakuakn asesmen pada semua lansia sebagai bagian dari

pemeriksaan rutin yang meliputi:

1. Semua lansia yang kontrol rutin di puskesmas atau dokter ata tenaga kesehatan lain wajib

ditanya tentang jatuh minimal satahun sekali.

2. Semua lansia yang pernah dilaporkan jatuh satu kali wajib diobservasi dengan meminta

untuk melakukan the get up and go tes. Apabila pasien dapat melakukan tanpa kesulitan

tidak memerlukan asesmen lanjutan.

3. Pasien yang mengalami kesulitan untuk melakuakn tes itu memerlukan kajian yang lebih

lanjut (AGS, ABS, AAOS,2001).

Assesmen dan pengolahan jatuh secara lebih mendalam dapat dilihat pada appendik E. Assesmen

jatuh secara komprehensif dilakukan pada lansia yang memerlukan perhatian medis karena jatuh

yang baru saja terjadi, lansia yang jatuh berulang, atau lansia menunjukkan abnormalitas gaya

berjalan/ keseimbangan, dan lansia yang takit untuk jatuh. Assesmen dilakukan secara individual

(satu pasien berbeda dengan pasien yang lain) dan dilakukan oleh klinisi yang mempunyai

pengalaman dan kahlian yang tepat, bila memungkinkan dirujuk ke geriatrican.

Assesmen jatuh merupakan bagian dari assesmen geriatri. Assesmen jatuh meliputi: (Kane,1994;

Fischer, 1982).

A. Riwayat penyakit (Jatuh)

Anamnesis dilakukan baik terhadap penderita ataupun saksi mata jatuh atau

keluaganya. Anamnesis meliputi:

1. Seputar jatuh: mencari penyebab jatuh misalnya terpeleset, tersandung, berjalan,

perubahan posisi badan, waktu mau berdiri dari jongkok, sedang makan, sedang

Page 28: pbl modul 2  -jatuh- kelompok 1 cempaka putih.docx

buang air kecil atau besar, sedang batuk atau bersin, sedang menoleh tiba-tiba atau

aktivitas lain.

2. Gejala yang menyertai : nyeri dada, berdebar-debar, nyeri kepala tiba-tiba, vertigo,

pingsan, lemas, konfusio,inkotinens, sesak nafas.

3. Kondisi komorbid yang relavan : pernah stroke, parkinsonism, osteoporosis, sering

kejang, penyakit jantung, rematik, depresi, defisit sensorik.

4. Review obat-obatan yang diminum: antihipertensi, diuretik, automik bloker,

antidepresan, hipnotik, anxiolitik, analgesik, psikotropik.

5. Review keadaan lingkungan : tempat jatuh, rumah maupun tempat kegiatannya.

B. Pemeriksaan fisik

1. Tanda vital : nadi, tensi, respirasi, suhu badan (panas/hipotermi)

2. Kepala dan leher : penurunan visus, penurunan pendengaran , nistagmus,

gerakan yang menginduksi ketidak seimbangan, bising.

3. Jantung : aritmia, kelainan katup.

4. Neurologi : perubahan status mental, defisit lokal, neuropati perifer, kelemahan

otot, intabilitas, kekakuan, tremor.

5. Muskuloskeletal: perubahan sendi, pembatasan gerak sendi, problem kaki

(podiatrik), deformitas.

C. Assesment fungsional

Dilakukan observasi atau pencarian terhadap:

1. Fungsi gait dan keseimbangan: observasi pasien ketika bangkit dari duduk

dikursi, ketika berjalan, kerika membelok, atau berputar badan, ketika mau

duduk dibawah.

2. Mobilitas : dapat berjalan sendiri tanpa bantua, menggunakan alat bantu,

memakai kursi roda atau dibantu.

3. Aktifitas kehidupan sehari-hari: mandi, berpakaian, kontinens.

Page 29: pbl modul 2  -jatuh- kelompok 1 cempaka putih.docx

8. Penatalaksanaan Jatuh pada Lansia (Sabrina Putri Dewanti)

Tujuan penatalaksanaan ini untuk mencegah terjadinya jatuh berulang dan

menerapi komplikasi yang terjadi, mengembalikan fungsi AKS terbaik, dan

mengembalikan kepercayaan diri penderita.

The Panel on fall prevention telah merekomendasikan penanganan jatuh pada

masyarakat, sesudah melakukan asesmen secara menyeluruh, mengidentifikasi

abnormalitas dari komponen kontrol postural dan performen fisik secra menyeluruh dari

keseimbangan dan cara berjalan, juga masalah kesehatan, status fungsional, dan cara

mendapatkan bantuan. Penyebab yang potensial berpengaruh dicatat dan direncanakan

strategi penanganan baik intervensi secara farmakologi/pembedahan & rehabilitasi seperti

yang tercantum pada appendik F.

Penatalaksanaan penderita jatuh dengan mengatasi atau mengeleminasi faktor

resiko, penyebab jatuh dan menangani komplikasinya. Penatalaksanaan ini harus terpadu

dan membutuhkan kerja tim yang terdiri dari dokter (geriatrik, neurologik, bedah

ortopedi, rehabilitasi medik, psikiatrik, dll), sosialworker, arsitek, dan keluarga penderita.

Penatalaksanaan bersifat individualis, artinya berbeda untuk setiap kasus karena

perbedaan faktor-faktor yang bersama-sama mengakibatkan jatuh. Bila penyebab

merupakan penyakit akut penanganannya menjadi lebih mudah, sederhana, dan langsung

bisa menghilangkan penyebab jatuh serta efektif. Tetapi lebih banyak pasien jatuh karena

kondisi kronik, multifaktorial sehingga diperlukan terapi gabungan antara obat,

rehabilitasi, perbaikan lingkungan, dan perbaikan lansia itu. Pada kasus lain intervensi

diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh ulangan, misalnya pembatasan

bepergian/aktifitas fisik, penggunaan alat bantu gerak.

A. Pengelolaan gangguan penglihatan

Peresepan lensa kaca mata harus dapat mengkoreksi dengan tepat gangguan ketajaman

penglihatan. Kaccamata dengan lensa tunggal lebih dipilih dibandingkan dengan lensa

multifokal karena menimbulkan gangguan persepsi kedalaman dan kontras bagian tepi

yang meningkatkan resiko jatuh.

Page 30: pbl modul 2  -jatuh- kelompok 1 cempaka putih.docx

B. Pengelolaan gangguan keseimbangan

Latihan merupakan komponen yang paing berhasil dari program penurunan resiko jatuh

dan merupakan intervensi tunggal yang efektif berdasarkan meta analisis. Pada lansia

yang memiliki resiko tinggi untuk jatuh, kebutuhan dan lama latihan keseimbangan

sangat individual. Penelitian terkini menyarankan latihan kelompok juga efektif. Latihan

keseimbangan pada pasien lansia dapat dilihat pada appendik F.

C. Intervensi obat-obatan

Terapi obat-obatan pads pasien harus dikaji lebih lanjut. Obat-obatan yang

diberikan harus benar-benar diperlukan, obat-obatan yang terlalu banyak akan

meningkatkan resiko jatuh. Apabila memungkinkan terapi nonfarmakologi harus

dilakukan pertama kali. Bensodiazepin baik yang kerja panjang maupun yang kerja

singkat meningkatkan resiko jatuh demikian juga trisiklik antidepresan dan golongan

selective serotonin reuptake inhibitor khususnya pada dosis tinggi. Obat-obatan

psikotropia harus dimulai dengan dosis rendah dan kemudia dinaikkan perlahan.

Pemberian obat-obatan penghilang sakit kronik secara terjadwal lebih efektif

dibandingkan pemberian bila diperlukan. Terapi ekstrapiramidal dengan levadopa dan

obat yang lain dapat memperbiki mobilitas tetapi sering tidak dapat memperbaiki

instabilitas postural.

Postural hipertensi dapat dikontrol dengan penyesuaian dosis obat, kauskaki kompresi,

perubahan perilaku misalnya menghindari perubahan posisi mendadak, latihan ROM

(Range of Motion) aktif pada ekstremitas bawah untuk meningkatkan venous return

sebelum posisi berdiri.

D. Intervensi Lingkungan

Intervensi tunggal pada penelitian terkontrol mengatakan bahwa modifikasi lingkungan

akan meningkatkan keamanan, namun tidak menurunkan bagian dari program

multifaktoral, keamanan lingkungan difikirkan berpengaruh menurunkan resiko yang

paling mudah dilakukan.

E. Pemakaian alas kaki

Page 31: pbl modul 2  -jatuh- kelompok 1 cempaka putih.docx

Berjalan dengan menggunakan kaus kaki sebaiknya dicegah. Sepatu harus sesuai dengan

ukuran kaki, kuar, dan mempunyai bentuk yang baik dengan sol yang tidak licin, dan hak

yang rendah. Alas kaki dengan tali sepatuh sering menyebabkan slip. Sepatu olahraga

kuran menyebabkan jatuh pada orang tua.

F. Intervensi pendidikan/pengetahuan yang berhubungan jauh

Data-data tentang intervensi ini sedikit tersedia. Satu penelitian acak terkontrol yang

dilakukan oleh Reinsch dan kawan-kawan yang mengikutkan 230 lansia yang hidup di

masyarakat membandingkan tentang peningkatan pengetahuan tentang jatuh yang

dilakukan seminggu sekali dengan peningkatan pengetahuan kesehatan yang tidak ada

hubungan dengan jatuh. Kedua inervensi ini setelah diikuti selama 1 tahun mendapatkan

bahwa pengetahuan tentang jatuh saja tidak memberikan pengaruh terhadap angka

kejadian jatuh.

Page 32: pbl modul 2  -jatuh- kelompok 1 cempaka putih.docx

9. Jelaskan hubungan riwayat pengobatan dan penyakit dahulu dengan keluhan sekarang pada

skenario! (Fitra Hadi)

Butuh anamnesis tambahan apakah nyeri pada pangkal paha pada scenario disebabkan oleh

jatuh.

Hubungan riwayat penyakit dengan terjadinya jatuh

a. Penderita pernah mengalami stroke, apabila bagian otak yang terkena adalah lobus kanan, maka

kaki kiri pasien bisa mengalami lumpuh, sehingga kaki kanan pasien lebih sering dipakai atau

untuk bertumpu yang menyebabkan ketidakseimbangan sehingga pasien jatuh

b. Pasien menderita DM, penderita DM terkadang memiliki masalah berupa retinopati diabetik

yang dapat menyebabkan visus menurun, sementara penglihatan memegang peranan penting

dalam menerima rangsangan propioseptif yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan.

c. Pasien menderita penyakit jantung. Penyakit jantung yang biasa terjadi pada lanjut usia, yaitu

penyakit jantung koroner, payah jantung, dan stenosis aorta. Penyakit jantung tersebut dapat

menyebabkan penurunan curah jantung sehingga terjasi penurunan distribusi oksigen pada

seluruh jaringan termasuk otak sehigga bisa menimbulkan sinkop. Hal tersebut dapat menjadi

faktor resiko terjadinya jatuh.

d. Kemungkinan adanya pengaruh menopause, dimana jumlah estrogen menurun, sehingga aktifitas

osteoklas meningkat dan menyebabkan peningkatan degradasi matriks tulang (osteoporosis),

sehingga jika pasien jatuh, gampang terjadi fraktur dan nyeri.

Hubungan riwayat pengobatan dengan terjadinya jatuh pada skenario

a. Obat Anti Diabetes pada usia lanjut sering menyebabkan hipoglikemi, padahal hipoglikemi ini

menyebabkan disfungsi kognitif. Disfungsi kognitif adalah penurunan fungsi mental dan

kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas yang memerlukan pemikiran perencanaan dan

memori.

b. Penggunaan obat anti hipertensi yang berlebihan dalam jangka panjang dapat menyebabkan

hipotensi ortostatik (pasien tiba-tiba jatuh dari posisi jongkok / duduk mau berdiri), contoh :

diuretik menyebabkan orang berulang kali harus ke kamar kecil untuk BAK, selain itu dapat pula

menyebabkan syok hipovolemik.

Page 33: pbl modul 2  -jatuh- kelompok 1 cempaka putih.docx

c. Penggunaan obat NSAID untuk mengobati rematik meningkatkan faktor resiko osteoporosis.

Setiapharisel-seltulang yang lama akanmatidanakandigantikanolehseltulang yang baru. Steroid

mempercepatkematianseltulangdanmemperlambatpembentukanseltulangbaru yang

menyebabkanpenurunankepadatantulang (osteoporosis). Sehingga pasien mudah jatuh dan

apabila pasien jatuh, besar kemungkinan terjadi fraktur dan nyeri

Page 34: pbl modul 2  -jatuh- kelompok 1 cempaka putih.docx

10. Jelaskan komplikasi yg terjadi pada penyakit di skenario! (Siti Sahara)

Page 35: pbl modul 2  -jatuh- kelompok 1 cempaka putih.docx

DAFTAR PUSTAKA

Darmojo, R Boedi, Martono Hadi (1999), Buku Ajar Geriatri Ilmu Kesehatan

Umur Lanjut , Edisi 8 . Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) edisi ke-4. FKUI : Jakarta

Buku ajar Boedhi-Darmojo, GERIATRI (ilmu kesehatan usia lanjut). Edisi ke-5

Martono, H. Hadi. 2014. Buku Ajar Boedhi-Darmojo GERIATRI (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut).

Jakarta : Badan Penerbit FKUI.

http://ismirayanti.blogspot.com/2010/10/jatuh.html

http://mata-fkui-rscm.org/panduan-pasien/edukasi-pasien/penggunaan-kortikosteroid/

Bukaajargeritariboedhi-darmojoedisi V FKUI