laporan pbl modul anemia hematologi
TRANSCRIPT
LAPORAN PBL MODUL “ANEMIA”
SEMESTER III
HEMATOLOGI KELOMPOK 1
Anggota :
1. Cahya Alfaliza (2012730120)2. Depy Itasari (2012730122)3. Hafizhan Ilmi (2012730130)4. Miranda Audina Irawan (2012730140)5. Nublah Permata (2012730145)6. Nurasyiah Wulansari Dano Karim (2012730146)7. Rizka Aulia H (2012730153)8. Nur sigit (2010730151)
Tutor : dr. Prabowo Soemarto, SpPA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2013/2014
SKENARIO ANEMIA
Skenario 1
Seorang wanita umur 30 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan cepat lelah dan
lemah. Disaat bersepeda pernah mau pingsan. Sering demam, dan mimisan. Menurut
keluarganya dia terlihat lebih pucat dari biasanya. Setelah pemeriksaan fisik ditemukan
anemia dan sclera sedikit ikterik.
Kata sulit
1. Anemia : keadaan saat jumlah sel darah merah atau Hb dalam sel darah merah
berada dibawah normal.
2. Sclera dengan ikterik : lapisa luar mata yang berwarna putih menjadi warna
sedikit kekuningan.
Kata kunci
1. Wanita umur 30 tahun
2. Cepat lelah dan lemah
3. Sering demam dan mimisan
4. Saat bersepeda mau pingsan
5. Terlihat lebih pucat dari biasanya
6. Anemia dan sclera sedikit
TIU :
Mampu menjelaskan dan memahami segala aspek yang berhubungan dengan
darah normal (fisiologi, metabolisme dan biokimia) serta penyakit anemia meliputi :
1. Definisi
2. Klasifikasi
3. Etiologi
4. Patofisiologi
5. Gejala klinis
6. Pemeriksaan penunjang
7. Penatalaksanaan
8. Komplikasi
9. Prognosis
Pertanyaan :
1. Jelaskan fisiologi sel darah dan hematopoeisis?
2. Jelaskan proses metabolisme dan biokimia sel darah?
3. Jelaskan definisi dan klasifikasi dari penyakit anemia?
4. Jelaskan etiologi dan epidemiologi dari penyakit anemia?
5. Jelaskan patofisiologi penyakit anemia?
6. Sebutkan gejala klinis dari penyakit anemia?
7. Sebutkan pemeriksaan umum dan penunjang untuk penyakit anemia?
8. Jelaskan penatalaksanaan dari penyakit anemia?
9. Sebutkan komplikasi dari penyakit anemia?
10. Bagaimana prognosis dari penyakit anemia?
11. Sebutkan dan jelaskan DD dari skenario?
1. Pembentukan sel darah (Hemopoesis/Hematopoiesis)
Hemopoesis atau hematopoiesis ialah proses pembentukan darah. Tempat hemopoesis
pada manusia berpindah-pindah sesuai dengan umur :
a) Janin : umur 0-2 bulan (kantung kuning telur)
umur 2-7 bulan (hati, limpa)
umur 5-9 bulan (sumsum tulang)
b) Bayi : Sumsum tulang
c) Dewasa. : vertebra, tulang iga, sternum, tulang tengkorak, sacrum dan pelvis,
ujung proksimal femur.
Pada orang dewasa dalam keadaan fisiologik semua hemopoesis terjadi pada
sumsum tulang. Untuk kelangsungan hemopoesis diperlukan :
1. Sel induk hemopoetik (hematopoietic stem cell)
Sel induk hemopoetik ialah sel-sel yang akan berkembang menjadi sel-sel
darah, termasuk eritrosit, lekosit, trombosit, dan juga beberapa sel dalam sumsum
tulang seperti fibroblast. Sel induk yang paling primitif sebagai pluripotent
(totipotent) stem cell.
Sel induk pluripotent mempunyai sifat :
a. Self renewal : kemampuan memperbarui diri sendiri sehingga tidak akan pernah
habis meskipun terus membelah;
b. Proliferative : kemampuan membelah atau memperbanyak diri;
c. Diferensiatif : kemampuan untuk mematangkan diri menjadi sel-sel dengan
fungsi-fungsi tertentu.
Menurut sifat kemampuan diferensiasinya maka sel induk hemopoetik
dapat dibagi menjadi :
a. Pluripotent (totipotent)stem cell : sel induk yang mempunyai yang mempunyai
kemampuan untuk menurunkan seluruh jenis sel-sel darah.
b. Committeed stem cell : sel induk yang mempunyai komitmet untuk
berdiferensiasi melalui salah satu garis turunan sel (cell line). Sel induk yang
termasuk golongan ini ialah sel induk myeloid dan sel induk limfoid.
c. Oligopotent stem cell : sel induk yang dapat berdiferensiasi menjadi hanya
beberapa jenis sel. Misalnya CFU-GM (colony forming unit-
granulocytelmonocyte) yang dapat berkembang hanya menjadi sel-sel
granulosit dan sel-sel monosit.
d. Unipotent stem cell : sel induk yang hanya mampu berkembang menjadi satu
jenis sel saja. Contoh CFU-E (colony forming uniterythrocyte) hanya dapat
menjadi eritrosit, CFU-G (colony forming unit granulocyte) hanya mampu
berkembang menjadi granulosit.
2. Lingkungan mikro (microenvirontment) sumsum tulang
Lingkungan mikro sumsum tulang adalah substansi yang memungkinkan sel
induk tumbuh secara kondusif. Komponen lingkungan mikro ini meliputi
a) Mikrosirkulasi dalam sumsum tulang
b) Sel-sel stroma :
o Sel endotel
o Sel lemak
o Fibroblast
o Makrofag
o Sel reticulum
c) Matriks ekstraseluler : fibronektin, haemonektin, laminin, kolagen, dan
proteoglikan.
Lingkungn mikro sangat penting dalam hemopoesis karena berfungsi untuk :
a. Menyediakan nutrisi dan bahan hemopoesis yang dibawa oleh peredaran darah
mikro dalam sumsum tulang.
b. Komunikasi antar sel (cell to cell communication), terutama ditentukan oleh
adanya adhesion molecule.
c. Menghasilkan zat yang mengatur hemopoesis : hematopoietic growth factor,
cytokine, dan lain-lain.
3. Bahan-bahan pembentuk darah
Bahan-bahan yang diperlukan untuk pembentukan darah adalah :
1. Asam folat dan vitamin B12 : merupakan bahan pokok pembentuk inti sel.
2. Besi : sangat diperlukan dalam pembentukan hemoglobin.
3. Cobalt, magnesium, Cu, Zn.
4. Asam amino.
5. Vitamin lain : vitamin C. vitamin B kompleks dan lain-lain10
6. Mekanisme regulasi
Mekanisme regulasi sangat penting untuk mengatur arah dan kuantitas
pertumbuhan sel dan pelepasan sel darah yang matang dari sumsum tulang ke
darah tepi sehingga sumsum tulang dapat merespon kebutuhan tubuh dengan
tepat. Produksi komponen darah yang berlebihan ataupun kekurangan
(defisiensi) sama-sama menimbulkan penyakit. Zat-zat yang berpengaruh
dalam mekanisme regulasi ini adalah :
a. Faktor pertumbuhan hemopoesis (hematopoietic growth factor) :
o Granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GM-CSF)
o Granulocyte colony stimulating factor (G-CSF)
o Macrophage-colony stimulating factor (M-CSF)
o Thrombopoietin
o Burst promoting activity (BPA)
o Stem cell factor (kit ligand)
b. Sitokon (Cytokine) seperti misalnya IL-3 (interleukin-3), IL-4, IL-5, IL-7, IL-
8, IL-9, IL-9, IL-10.
Growth factor dan sitokin sebagian besar dibentuk oleh sel-sel darah
sendiri, seperti limfosit, monosit, atau makrofag, serta sebagian oleh selsel
penunjang, seperti fibroblast dan endotil. Sitokin ada yang merangsang
pertumbuhan sel induk (stimulatory cytokine), sebagian lagi menekan
pertumbuhan sel induk (inhibitory cytokine). Keseimbangan kedua jenis
sitokin ini sangat menentukan proses hemopoesis normal.
c. Hormon hemopoetik spesifik yaitu Erythrpoietin : merupakan hormon yang
dibentuk diginjal khusus merangsang precursor eritroid.
d. Hormon nonspesifik
Beberapa jenis hormone diperlukan dalam jumlah kecil untuk hemopoesis,
seperti :
o Androgen : berfungsi menstimulasi eritropoesis.
o Estrogen : menimbulkan inhibisi eritropoesis.
o Glukokortikoid.
o Growth hormon
o Hormone tiroid
Eritropoiesis
Pembentukan eritrosit (eritropoiesis) merupakan suatu mekanisme umpan balik.
Ia dihambat oleh peningkatan kadar eritrosir bersirkulasi dan dirangsang oleh anemia. Ia
juga dirangsang oleh hipoksia dan peningkan aklimatisasi ke tempat tinggi. Eritropoiesis
dikendalikan oleh suatu hormon glikoprotein bersirkulasi yang dinamai eritropoietin
yang terutama disekresikan oleh ginjal.
Setiap orang memproduksi sekitar 1012 eritrosit baru tiap hari melalui proses
eritropoiesis yang kompleks dan teratur dengan baik. Eritropoiesis berjalan dari sel induk
menjadi prekursor eritrosit yang dapat dikenali pertama kali di sumsum tulang, yaitu
pronormoblas. Pronormoblas adalah sel besar dengan sitoplasma biru tua, dengan inti
ditengah dan nucleoli, serta kromatin yang sedikit menggumpal. Pronormoblas
menyebabkan terbentuknya suatu rangkaian normoblas yang makin kecil melalui
sejumlah pembelahan sel. Normoblas ini juga mengandung sejunlah hemoglobin yang
makin banyak (yang berwarna merah muda) dalam sitoplasma, warna sitoplasma makin
biru pucat sejalan dengan hilangnya RNA dan apparatus yang mensintesis protein,
sedangkan kromatin inti menjadi makin padat. Inti akhirnya dikeluarkan dari normoblas
lanjut didalam sumsum tulang dan menghasilkan stadium retikulosit yang masih
mengandung sedikit RNA ribosom dan masih mampu mensintesis hemoglobin.
Sel ini sedikit lebih besar daripada eritrosit matur, berada selama 1-2 hari dalam
sumsum tulang dan juga beredar di darah tepi selama 1-2 hari sebelum menjadi matur,
terutama berada di limpa, saat RNA hilang seluruhnya. Eritrosit matur berwarna merah
muda seluruhnya, adlah cakram bikonkaf tak berinti. Satu pronormoblas biasanya
menghasilkan 16 eritrosit matur. Sel darah merah berinti (normoblas) tampak dalam
darah apabila eritropoiesis terjadi diluar sumsum tulang (eritropoiesis ekstramedular) dan
juga terdapat pada beberapa penyakit sumsum tulang. Normoblas tidak ditemukan dalam
darah tepi manusia yang normal.
Membran Eritrosit
Membran eritrosit terdiri atas lipid dua lapis (lipid bilayer), protein membran
integral, dan suatu rangka membrane. Sekitar 50% membran adalah protein, 40% lemak,
dan 10 % karbohidrat. Karbohidrat hanya terdapat pada permukaan luar sedangkan
protein dapat diperifer atau integral, menembus lipid dua lapis.
HEMOGLOBIN
Pigmen merah pembawa oksigen didalam eritrosit vertebrata merupakan
hemoglobin, suatuprotein dengan berat molekul 64.450. Hemoglobin suatu molekul
globin yang dibentuk 4 subunit. Tiap subunit mengandung suatu gugus hem yang
dikonjugasi ke suatu poplipeptida. Hem merupakan turunan porfirin yang mengandung
besi. Polipeptida dinamai secara bersama-sama sebagai bagian globin dari molekul
hemoglobin. Ada 2 pasangan polipeptida dalam tiap molekul hemoglobin, 2 subunit
mengandung satu jenis polipeptida dan 2 mengandung lainnya. Pada hemoglobin
manusia dewasa normal (hemoglobin A), 2 jenis polipeptida dinamai rantai α, masing-
masingnya mengandung 141 gugusan asam amino dan rantai β, yang masing-masingnya
mengandung 146 gugusan asam amino. Sehingga hemoglobin A dinamai α2β2. Tidak
semua hemoglobin dalam darah dewasa normal merupakan hemoglobin A. sekitar 2,5%
hemoglobin merupakan hemoglobin A2, tempat rantai β digantikan oleh δ (α2δ2). Rantai
δjuga mengandung 146 gugusan asam amino, tetapi 10 gugusan tersendiri berbeda dari
yang dalam rantai β.
2. Jelaskan metabolisme sel darah merah !
Metabolisme sel darah merah
1. Metabolisme glukosa
Eritrosit terdiri atas membran dan sitoplasma. Pada sitoplasma sel darah merah
mengandung hemoglobin (95% dari protein plasma sel darah
merah)mengandung enzim yang berperan dalam proses :
Glikolisis : dari proses ini menghasilkan
a) ATP
Mempertahankan agar eritrosit berbentuk bikonkaf sehingga
rasio luas permukaan : volume sel besar, hal ini untuk
mempermudah terjadinya pertukaran gas.
b) NADH
Mempertahankan besi dalam hemoglobin dalam keadaan Fero
[Fe2+]. HbFe2+ mudah mengalami autooksidasi menjadi HbFe3+.
MetHb tidak dapat mengikat O2 sehingga harus direduksi
menjadi HbFe2+. Proses ini memerlukan sitokromb5 ; enzim nya
sitokromb5 Reduktase dan MetHb reduktase.
C) 2,3 Bisfosfogliserat
Menyebabkan afinitas Hb-O2 berkurang sehingga
memudahkanpelepasan O2dari eritrosit di jaringan perifer.
“HMPSHUNT”
Menghasilkan NADPH. Enzim kunci : Glukosa-6-Fosfat DH. Fungsi
NADPH yaitu mereduksi glutation. Bila “HMPSHUNT” terhambat
oleh karena defisiensi G-6-PDH maka tidak ada NADPH. Jika G-S-S-
G tidak ada maka GSH tidak terbentuk sehingga peroksida-peroksida
tidak dapat direduksi sehingga peroksida-peroksida meningkat dan
terjadi stress oksidatif pada eritrosit maka terjadi anemia hemolitik.
Embden-Meyerhof glycolytic
pathway
Hexose monophosphate shunt (HMP SHUNT)
3. sebutkan definisi dan klasifikasi Anemia !
A.Definisi
Anemia adalah keadaan dimana terjadi penurunan hemoglobin atau jumlah
eritrosit dalam darah tepi di bawah nilai normal sesuai usia dan jenis kelamin.
(Slide kuliah anemia pada anak – dr.YuliaSp.A)
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit
sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah
yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity). (Buku ajar
ilmu penyakit dalam oleh Aru W. Sudoyo)
Anemia hanyalah suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh bermacam
penyebab.Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena :
1. Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang
2. Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan)
3. Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis).
B. Klasifikasi
1. Klasifikasi anemia menurut etiopatogenesis
Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang.
a) Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit.
Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi asam folat
Anemia defisiensi vitamin B12
b) Gangguan penggunaan (utilisasi) besi
Anemia akibat penyakit kronik
Anemia sideroblastik
c) Kerusakan sumsum tulang
Anemia aplastik
Anemia mieloptisik
Anemia pada keganasan hematologi
Anemia diseritropoietik
Anemia pada sindrom mieodisplastik
Anemia akibathemoragi
a) Anemia pasca perdarahan akut
b) Anemia pasca perdarahan kronik
Anemia hemolitik
a) Anemia hemolitik intrakorpuskular
Gangguan membrane eritrosit (membranopati)
Gangguanenzim eritrosit (enzimopati): anemia akibat
defisiensi G6PD
Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati)
-Thalassemia
-Hemoglobinopati structural HbS, HbE, dll.
b) Anemia hemolitik ekstrakorpuskuler
Anemia hemolitik autoimun
Anemia hemolitik mikroangiopatik
Lain-lain.
Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan pathogenesis
yang kompleks
2. Klasifikasi anemia menurut morfologi dan etiologi
Anemia hipokromik mikrositer
a) Anemia defisiensi besi
b) Thalassemia major
c) Anemia akibat penyakit kronik
d) Anemia sideroblastik
Anemia normokromik normisiter
a) Anemia pasca perdarahan akut
b) Anemia aplastik
c) Anemia hemolitik didapat
d) Anemia akibat penyakit kronik
e) Anemia pada penyakit gagal ginjal kronik
f) Anemia pada sindrom mielodisplastik
g) Anemia padakeganasanhematologik
Anemia makrositer
a) Bentuk megaloblastik
Anemia defisiensi asamfolat
Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisosa
b) Bentuk non-megaloblastik
Anemia pada penyakithatikronik
Anemia pada hipotiroidisme
Anemia pada sindrom mielodisplastik
4. Anemia hanyalah suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh bermacam penyebab.
Pada dasarnya anemia disebabkan oleh :
1. Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang
Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit
a. Anemia defisiensi besi
b. Anemia defisiensi asam folat
c. Anemia defisiensi vitamin B12
Gangguan penggunaan(utilisasi) besi
a. Anemia akibat penyakit kronik
b. Anemia sideroblastik
Kerusakan sumsum tulang
a. Anemia aplastik
b. Anemia mieloptisik
c. Anemia pada keganasan hematologi
d. Anemia diseritropoietik
e. Anemia pada sindrom mielodisplastik
2. Kehilangan darah keluar tubuh(perdarahan)
a. Anemia pasca perdarahan akut
b. Anemia pasca perdarahan kronik
3. Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya(hemolisis)
Anemia hemolitik intrakorpuskular
a. Gangguan membran eritrosit(membranopati)
b. Gangguan enzim eritrosit(enzimopati): anemia akibat defisiensi G6PD
c. Gangguan hemoglobin(hemoglobinopati)
- Thalassemia
- Hemoglobinopati struktural: HbS, HbE, dll
Anemia hemolitik ekstrakorpuskuler
a. Anemia hemolitik autoimun
b. Anemia hemolitik mikroangiopatik
Pada klasifikasi morfologi anemia:
1. Anemia normokromik normasitik. penyebab-penyebab anemia jenis ini adalah
kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronis yang meliputi infeksi, gangguan
endokrin, gangguan ginjal, kegagalan sumsum tulang dan penyakit-penyakit
infiltratif metastatik pada sumsum tulang.
2. Anemia normokromik makrositik. Keadaan ini disebabkan oleh terganggunya atau
terhentinya sintesis asam deoksiribonukleat seperti yang ditemukan pada defisiensi
B12 atau asam folat atau keduanya.
3. Anemia hipokromik mikrositik. Keadaan ini umumnya mencerminkan insufisiensi
sintesis heme atau kekurangan zat besi, Seperti pada anemia defisiensi besi.
4.
5. Pathogenesis
Anemia Defisiensi Fe
Definisi: Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kekosongan
cadangan besi tubuh(developed iron store) sehingga penyediaan besi untuk
eritropoesis berkurang, sehingga akhir pembentukan Hb berkurang.
Pathogenesis: Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga
cadangan besi semakin menurun. Jika cadangan kosong maka keadaan ini disebut
iron depleted state yang ditandai oleh kadar feritin serum, absorpsi besi dalam
usus,serta pengecatan dalam sumsum tulang( - ). Apabila kekurangan besi berlanjut
terus maka penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan
gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi,inilah yang
disebut iron deficience erythropoesis. Selanjutnya timbul anemia hipokromik
mikrositer sehingga disebut sebagaii iron deficiency anemia. Pada saat ini juga
terjadi kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat
menimbulkan gejala pada kuku,epitel mulut dan faring serta beberapa gejala lainnya.
Anemia Megaloblastik
Definisi: Anemia megaloblastik ialah anemia yang khas di tandai oleh adanya sel
megaloblast dalam sumsum tulang. Sel megalo blast adalah sel prekursor eriyrosit
dengan bentuk sel yang besar disertai adanya kesenjangan pematangan sitoplasma
dan inti dimana sitoplasma maturasinya normal tetapi intinya besar dengan susunan
kromosom yang longgar
Etiologi :
Anemia megaloblastik disebabkan oleh kekurangan vitamin B12 atau asam
folat.Pada wanita hamil anemia defisiensi asam folat paling sering disebabkan
karena faktor nutrisi, karena cadangan asam folat tubuh jauh lebih rendah
dibandingkan dengan cadangan vitamin B12.
Dasar biokimiawi pada anemia megaloblastik
DNAdibentuk melalui prolimerasi keempat deoksiribonukleosia trifosfat.
Defisiensi folat dianggap menyebabkan terjadinya anemia megaloblastik dengan
cara menghambat sintesis trimidilat yaitu suatu tahap yang membatasi kecepatan
sintesis DNA yang disintesis timidin monofosfat,karena reaksi ini memerlukan 5-10-
metilen,THF poliglutamat sebagai koenzim.
Semua sel tubuh termasuk sel sumsum tulang menerima folat dari plasma
dalam bentuk metil THF. B12 dalam perannya dalam metiasi homeosisten menjadi
metionin diperlukan dalam konversi metil THF.THF adalah suatu substrat untuk
sintesis poliglutamat fosfat dalam sel. Poliglutamat folat bertindak sebagai koenzim
folat intraseluler termasuk 5,10 metilen THF poliglutamamat,yaitu bentuk koenzim
folat yang terlibat dalam reaksi timidilat sintetase. Ketiadaan B12 mencegah
terjadinya demetilasi metil THF sehingga sel kekurangan THFdan koenzim
poliglutamat folat. Penyebab anemia megaloblastik lain bersifat kongenital atau
didapat (misal: terapi obat antimetabolit)menghambat sintesis purin atau pirimidin
pada salah satu tahap. Akibatnya berkurangnya pasokan salah satu dari keempat
salah satu prekursor yang diperlukan untuk sintesis.
Anemia Hemolitik
Definisi :Penurunan jumlah sel darah merah akibat destruksi sel darah merah yang
berlebihan
Etiologi : Anemia hemolitik dapat terjadi dari berbagai penyebab, seperti luka bakar
berat, infeksi, pajanan darah yang tidak kompatibel, atau pajanan obat atau toksin.
Gejala klinis : Gejala anemia terjadi perlahan, ikterik dan demam. Urin berwarna
gelap.Ikterik terjadi pada 40% pasien. Pd AIHA idiopatik spleno megali terjadi pd
50-60%, hepatomegali terjadi pd 30%, limfadenopati terjadi pd 25% pasien.
6. Gambaran klinis
Gejala umum anemia akan timbuljika Hb turumn < 7-8 g/dl. Makin berat penurunan
kadar Hb makin berat gejala yang timbul. Disamping itu, beratnya gejala juga ditentukan
oleh kecepatan penurunan kadar Hb. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah,
mata berkunang-kunang serta terlinga mendenging.
a) Anemia hemolitik
i. Ikterus
timbul karena peningkatan bilirubin indirek dalam darah
sehingga ikterus bersifat achloric jaundice, bahwa dalam urin tidak
dijumpai bilirubin. Ikterus dapat hanya ringan, tetapi dapat juga berat
terutama pada anemia hemolitik pada bayu baru lahir sehingga dapat
menimbulkan “kern icterus” ikterus tidak disertai rasa gatal.
ii. Splenomegali dan hepatomegali
Splenomegali hampir selalu dijumpai pada anemia hemolitik
kronik familier-herediter, kecuali pada anemia sel sabit (sickle cell
disease) dimana limpa mengecil karena terjadinya infark. Splenomegali
pada umumnya ringan sampai sedang, tetapi kadang-kadang dapat besar
sekali.
Hepatomegali lebih jarang dijumpai dibandingkan dengan
splenomegali karena makrofag dalam limpa lebih aktif dibandingkan
dengan makrofag pada hati.
iii. Kholelithiasis
Kholelithiasis merupakan salah satu gejala prominen pada
anemia hemolitik kronik femilier-herediter. Batu yang berbentuk disebut
black pigment stone, terdiri dari cross link polymer dari bilirubinat.
Sekitar 40-80% batu ini bersifat radioopak. Batu empedu paling sering
dijumpai pada sferositosis herediter, dan juga sering pada anemia sel
sabit yang bervariasi antara 8-55%.
iv. Ulkus pada kaki
Ulkus pada kaki dapat dijumpai pada anemia sel sabit dan
sferositosis herediter, dapat juga dijumpai pada anemia hemolitik kronik
femilier-herediter yang lain. Ada anemia sel sabit prevalensinya sekitar
5%. Ulkus terjadi disebelah proksimal malleolus medialis dan lateralis
dan sering bersifat bilateral.
v. Kelainan tulang
Apabila proses hemolisis terjadi pada saat fase pertumbuhan
maka ekspansi sum-sum tulang menimbulkan kelainan tulang seperti;
tower shaped skull, penebalan tulang frontalis dan parietalis. Kelainan
ini paling sering terjadi pada thalasemia major sehingga menimbulkan
bentuk muka yang khusus; thalassemia face. Pada foto rontgen terlihat
sebagai hair on-end appearance.
vi. Krisis
Pada anemia hemolitik kronik sering terjadi penurunan kadar
hemoglobin secara tiba-tiba yang disebut krisis. Krisis pada anemia
hemolitik dapat berupa:
o Krisis aplastik; krisis yang paling sering dijumpai, yang menibulkan
kegagalan hemopoeisis transien. Sebagian besar dihubungkan
dengan infeksi pervovirus tipe B19. Krisis aplastik ditandai oleh
penurunan hemoglobin secara drastis, kadang-kadang disertai
leukopenia dan trombositopenia ringan, dan retikulositopenia.
o Krisis hemolitik; terjadi hemolisis masif sehingga menimbulkan
penurunan hemoglobin secara tiba-tiba disertai retikulositosis dan
pembesaran limpa.
o Krisis megaloblastik; krisis yang timbul karena relatif kekurangan
asam folat kerena kebutuhan akibat eritropoesis yang sangat
menigkat.
b) Anemia defisiensi Fe
Pada anemia defisiensi besi karena penurunan kadar Hb yang terjadi
secara perlahan sering kali sindrom anemia tidak terlalu mencolok
dibandingkan dengan anemia lain yang penurunan kadar Hbnya terjadi lebih
cepat.
Gejala khasnya;
a. Koilonychia
Kuku sendok; kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan
menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok.
b. Atrofi papil lidah
Permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil
lidah menghilang.
c. Stomatitis angularis
Adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai
bercak berwarna pucat keputihan.
d. Disfagia
Nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.
e. Atrofi mukosa gaster
Sehingga menimbulkan akhloridia.
c) Anemia aplastik
Mungkin muncul mendadak (dalam beberapa haro) atau perlahan-
lahan (berminggu-minggu atau berbulan-bulan). Hitung jenis darah
menentukan manifestasi klinis. Anemia menyebabkan fatig, dispneu dan
jantung berdebar-debar. Keluahan yang dapat ditemukan pada pemerikaan
rutin sangat bervariasi.
a. Perdarahan
b. Badan lemah
c. Pusing
d. Jantung berdebar
e. Demam
f. Nafsu makan berkurang
g. Pucat
h. Sesak nafas
i. Penglihatan kabur
j. Telinga berdengung
7. Anamnesis
Gejala apa yang dirasakan oleh pasien? Lelah, malaise,sesak napas, nyeri
dada, atau tanpa gejala?
Apakah gejala tersebut muncul mendadak atau bertahap?
Adakah petunjuk mengenai penyebab anemia?
Tanyakan kecukupan makanan dan kandungan zat besi. Adakah gejala yang konsisten
dengan malabsorpsi? Adakah tanda-tanda kehilangan darah dari saluran cerna (tinja
gelap, darah per rectal, muntah ‘butiran kopi’)?
Jika pasien seorang wanita, adakah kehilangan darah menstruasi berlebihan? Tanyakan
frekuensi dan durasi menstruasi, dan penggunaan tampon pembalut.
Adakah sumber kehilangan darah yang lain?
Riwayat penyakit dahulu dan penyelidikan fungsional
Adakah dugaan penyakit ginjal kronis sebelumnya?
Adakah riwayat penyakit kronis (misalnya arthritis rheumatoid atau gejala yang
menunjukkan keganasan)?
Adakah tanda-tanda kegagalan sumsum tulang (memar, perdarahan, dan infeksi yang tak
lazim atau rekuren)?
Adakah tanda-tanda defisiensi vitamin seperti neuropati perifer (pada defisiensi vitamin
B12 subacute combined degeneration of the cord [SACDOC])?
Adakah alasan untuk mencurigai adanya hemolisis (misalnya ikterus, katup buatan yang
diketahui bocor)?
Adakah riwayat anemia sebelumnya atau pemeriksaan penunjang seperti endoskopi
gastrointestinal?
Adakah disfagia (akibat lesi esophagus yang menyebabkan anemia atau selaput pada
esophagus akibat anemia defisiensi Fe)?
Riwayat keluarga
Adakah riwayat anemia dalam keluarga? Khususnya pertimbangkan penyakit sel sabit,
talasemia, dan anemia hemolitik yang diturunkan.
Bepergian
Tanyakan riwayat bepergian dan pertimbangkan kemungkinan infeksi parasit (misalnya
cacing tambang dan malaria).
Obat-obatan
Obat-obatan tertentu berhubungan dengan kehilangan darah (misalnya OAINS
menyebabkan erosi lambung atau supresi sumsum tulang akibat obat sitotoksik).
Pemeriksaan fisik
Apakah pasien sakit ringan atau berat? Apakah pasien sesak napas atau syok akibat
kehilangan darah akut?
Adakah tanda-tanda anemia? Lihat apakah konjungtiva anemis dan telapak tangan pucat.
Adakah koilonikia (kuku seperti sendok) atau keilitis angularis sepert yang ditemukan
pada defisiesi Fe yang sudah berlangsung lama?
Adakah tanda-tanda ikterus (akibat anemia hemolitik)?
Adakah bintik-bintik di sirkumoral (sindrom Osler-Weber-Rendu)? Adakah
telangiektasia (telangiektasi hemoragik herediter)?
Adakah tanda-tanda kerusakan trombosit (misalnya memar, petekie)?
Adakah tanda-tanda leukosit abnormal atau tanda-tanda infeksi?
Adakah tanda-tanda keganasan? Adakah penurunan berat badan baru-baru ini, massa, jari
tabu, atau limfadenopati?
Adakah hepatomegali, splenomegali, atau massa abdomen?
Apakah hasil pemeriksaan rectal normal? Adaka darah samar pada feses (faecal occult
blood [FOB])?
Adakah tanda-tanda neuropati perifer? (ini menunjukkan defisiensi vitamin B12 atau
folat.)
Pemeriksaan laboratorium hematologi
- Tes penyaring
a. Kadar hemoglobin
b. Indeks eritrosit (MCV,MCH, dan MCHC)
1. Mean Corpuscular Volume (MCV) = Volume Eritrosit Rata-rata (VER), yaitu
volume rata-rata sebuah eritrosit disebut dengan fermatoliter/ rata-rata ukuran
eritrosit.
2. Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) = Hemoglobin Eritrosit Rata-Rata
(HER), yaitu banyaknya hemoglobin per eritrosit disebut dengan pikogram
3. Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) = Konsentrasi
Hemoglobin Eritrosit Rata-rata (KHER), yaitu kadar hemoglobin yang didapt
per eritrosit, dinyatakan dengan persen (%) (satuan yang lebih tepat adalah
“gram hemoglobin per dL eritrosit”)
CARA PENETAPAN MASING-MASING NILAI :
Nilai untuk MCV, MCH dan MCHC diperhitungkan dari nilai-nila ; (a)
hemoglobin (Hb), (b) hematokrit (Ht), dan (c) Hitung eritrosit/ sel darah merah(E).
Kemudian nilai-nilai tersebut dimasukkan dalam rumus sebagai berikut :
1. MCV (VER) = 10 x Ht : E, satuan femtoliter (fl)
2. MCH (HER) = 10 x Hb : E, satuan pikogram (pg)
3. MCHC (KHER) = 100 x Hb : Ht, satuan persen (%)
a. Hapusan darah tepi
- Pemeriksaan rutin
1. Laju endap darah
2. Hitung deferensial
3. Hitung retikulosit
-Pemeriksaan sumsum tulang
-Pemeriksaan atas indikasi khusus
1. Anemia defesiensi besi : serum iron, TIBC, saturasi transferin
2. Anemia megaloblastik : asam folat darah/eritrosit, vitamin B12
3. Anemia hemolitik : tes Coomb, elektroforesis Hb
4. Leukemia akut : pemeriksaan sitokimia
5. Diatesa hemoragik : tes faal hemostasis
- Pemeriksaan laboratorium non hematologi
Pemeriksaan faal ginjal, hati, endokrin, asam urat, kultur bakteri
-Pemeriksaan penunjang lainnya
a. Radiologi : Foto Thoraks, bone survey, USG, CT-Scan
8. Penatalaksanaan:
a) Anemia Hemolitik
1. Medika mentosa:
a. AH autoimun tipe hangat:
Kortikosteroid; 1-1,5 mg/kgBB/hari
Imunosupresi. Azathiophirin 50-200 mg/hari (80 mg/m2)
Siklofosfamid 50-150 mg/hari (60 mg/m2)
b. AH imun tipe dingin;:
prednison
c. AH imun diinduksi obat
Kortikosteroid dapat diberikan pada kondisi berat (dan juga transfusi
darah)
2. Non medika mentosa:
o Pengobatan
a. Splenektomi (eksisi limpa). Bila terapi steroid tidak adekuat atau
tidak bisa dilakukan tapering dosis selama 3 bulan, maka perlu
dipertimbangkan splenektomi. Splenektomi akan menghilangkan
tempat utama penghancuran sel darah merah. Hemolisis masih bisa
berlangsung stelah splenektomi, namun akan dibutuhkan jumlah sel
eritrosit terikat antibodi dalam jumlah yang jauh lebih besar.
b. Menghindari udara dingin yang dapat memicu hemolisis
c. Dengan menghentikan pemakaian obat yang dapat memicu,
hemolisis dapat dikurangi.
d. Transfusi darah
e. Transpalantasi sum-sum tulang.
f. Induksi sintesis rantai γ
g. Terapi gen
o Pencegahan
a. Deteksi pembawa sifat/heterozigot
b. Konsultasi genetik
c. Diagnosis prenatal
b) Anemia defisiensi Besi
1. Medika mentosa:
a. Terapi besi oral
Merupakan terapi pilihan pertama oleh karena efektif, murah
dana aman. Preparat tersedia adalah ferrous sulphat (sulfas ferosus)
merupakan preparat pilihan pertama oleh karena paling murah tetapi
efektif. Dosis anjuran adalah 3 x 200 mg. Setiap 200 mg sulfas ferosus
mengandung 66 mg besi elemental. Pemberian sulfas ferosus 3 x 200
mg mengakibatkan absorbsi besi 50 mg per hari yang dapat
meningkatkan eritropoesis 2 sampai 3 kali normal.
b. Terapi besi parenteral
Terapi ini sangat efektif tetapi mempunyai resiko lebih besar
dan harganya lebih mahal. Oleh karena resiko ini maka besi parenteral
hanya diberikan atas indikasi tertentu. Indikasi pemberian parenteral
adalah;
c. Intoleransi terhadap pemberian besi.
d. Kepatuhan terhadap obat yang rendah.
e. Gangguan pencernaan seperti kolitis ulseratif yang dapat kambuh jika
diberikan besi.
f. Penyerapan besi terganggu, seperti misalnya pada gastrektomi.
g. Keadaan dimana kehilangan darah yang banyak sehingga tidak cukup
dikompensasi oleh pemberian besi oral, seperti misalnya pada
herreditary hemorrhagic teleangiectasia.
h. Kebutuhan besi yang besar dalam waktu pendek.
i. Defisiensi besi fungsional relatif akibat pemberian eritropoetin pada
anemia gagal ginjal kronik atau anemia akibat penyakit kronik.
2. Non medika mentosa:
a. Pendidikan kesehatan;
Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban,
perbaikan lingkungan kerja, misalnya pemakaian alas kaki
sehingga dapat mencegah penyakit cacing tambang.
Penyuluhan gizi untuk memndorong konsumsi makanan yang
membantu absorbsi besi.
b. Pemberantasan infeksi cacing tambang
Sebagai sumber perdarahan kronik paling yang sering dijumpai di
daerah tropik. Pengendalian infeksi cacing tambang dapat dilakukan
dengan pengobatan massal dengan anthelmentik dan perbaikan sanitasi.
c. Suplementasi besi
Yaitu pemberian besi profilaksis pada segmen penduduk yang rentan,
seperti ibu hamil dan anak balita. Di indonesia diberikan pada perempuan
hamil dan anak balita memakai pil besi dan folat.
d. Fortifikasi bahan makanan dengan besi
Yaitu mencampurkan besi pada bahan makan. Di negara Barat
dilakukan dengan mencampur tepung untuk roti atau bubuk susu dengan
besi.
c) Anemia Aplastik
1. Medika mentosa:
a. Terapi imunosupresif
Merupakan modalitas terapi terpenting untuk sebagian besar
pasien anemia aplastik. Obat-obatan yang termasuk dalam terapi ini
adalah antithymocyte globulin (ATG) atau antilymphocyte globulin (ALG)
siklosporin A (CsA).
b. Kortikosteroid, apabila trombositopenia berat. (kuliah dr. Yulia)
2. Non medika mentosa:
a. Stimulasi sumsum tulang
b. Terapi suportif
Bila terdapat keluhan akibat anemia, diberikan tranfusi eritrosit
berupa packed red cells sampai kadar Hb 7-8 g% atau lebih pada orangtua
dan pasien dengan penyakit kardiovaskuler.
c. Mengganti stem cell rusak
d. Splenektomi
9. Komplikasi.
1. Anemia Defisiensi Fe
Komplikasi anemia pada umumnya yang ringan dapat berupa;
- Kurangnya konsentrasi,
- Daya tahan tubuh yang berkurang,
- Sampai yang berat bisa menyebabkan gagal jantung
- Anemia pada kehamilan dapat memberikan komplikasi
- Pada ibu berupa ; abortus,kelahiran prematur,waktu bersalin yang
berkepanjangan/lama, pendarahan persalinan, shock, gagal jantung
- Pada anak berupa ; prematur,kematian janin,cacat bawaan,cadangan
besi yang kurang penurunan kecerdasan,terganggunya perkembangan
koordinasi mental maupun motorik serta mempengaruhi emosi bayi
sehingga lebih penakut, ragu- ragu. Dan bila tidak diindahkan kelainan ini
bisa bersifat irreversible.
2. Anemia megaloblastik
Komplikasi anemia megaloblastik
Kebutuhan minimal folat setiap hari kira-kira 50 mg mudah diperoleh dari
diet rata-rata.
o Sumber yang paling melimpah adalah daging merah (misalnya hati
dan ginjal) dan sayuran
berdaun hijau yang segar.
o Cara memasak harus benar, 50% sampai 90% folat dapat hilang
pada cara memasak yangmemakai banyak air.Folat diabsorpsi dari
duodenum dan jejunum bagian atas, terikat pada
protein plasma secara lemah dan disimpandalam hati. Tanpa adanya
asupan folat
persediaan folat biasanya akan habis kira-kira dalam waktu 4 bulan.
3. Anemia Hemolitik
Komplikasi anemia pada umumnya yang ringan dapat berupa;
- Kurangnya konsentrasi,
- Daya tahan tubuh yang berkurang,
- Sampai yang berat bisa menyebabkan gagal jantung
- Anemia pada kehamilan dapat memberikan komplikasi
- Pada ibu berupa ; abortus,kelahiran prematur,waktu bersalin yang
berkepanjangan/lama,pendarahan persalinan,shock,gagal jantung
- Pada anak berupa ; prematur,kematian janin, cacat bawaan.
10. Prognosis
a. Anemia Aplastik
Riwayat alamiah anemia aplastik dapat berupa: 1). Berakhir dengan remisi
sempurna. Hal ini jarang terjadi bila iatrogenik akibat kemoterapi atau radiasi. Remisi
sempurna biasanya terjadi segera. 2). Meninggal dalam 1 tahun. Hal ini terjadi pada
sebagian besar kasus. 3). Bertahan hidup selama 20 tahun atau lebih. Membaik dan
bertahan hidup lama namun kebanyakan kasus mengalami remisi tidak sempurna.
Jadi, pada anemia aplastik telah dibuat cara pengelompokan lain untuk
membedakan antara anemia aplastik berat dengan prognosis buruk dengan anemia
aplastik lebih ringan dengan prognosis yang lebih baik. Dengan kemajuan pengobatan
prognosis menjadi lebih baik. Penggunaan imunosupresif dapat meningkatkan
keganasan sekunder. Pada penelitian di luar negeri dari 103 pasien yang diobati
dengan ALG, 20 pasien diikuti jangka panjang berubah menjadi leukemia akut,
mielodisplasia, PNH, dan adanya risiko terjadi hepatoma. Kejadian ini mungkin
merupakan riwayat alamiah penyakit walaupun komplikasi tersebut lebih jarang
ditemukan pada transplantasi sumsum tulang.
b. Anemia Hemolitik Autoimun
i. Tipe Hangat
Prognosis dan survival. Hanya sebagian kecil pasien mengalami penyembuhan
komplit dan sebagian besar memiliki perjalanan penyakit yang berlangsung
kronik, namun terkendali. Survival 10 tahun berkisar 70%. Nemia, DVT, emboli
pulmo, infark lien, dan kerjadian kardiovaskuler lain bisa terjadi selama periode
penyakit aktif. Mortalitas selama 5-10 tahun sebesar 15-25%. Prognosis pada
AIHA sekunder tergantung penyakit yang mendasari.
ii. Tipe Dingin
Prognosis dan survival. Pasien dengan sindrom kronik akan memiliki survival
yang baik dan cukup stabil.
iii. Paroxysmal Cold Hemoglobinuri
Prognosis dan survival. Pengobatan penyakit yang mendasari akan memperbaiki
prognosis. Prognosis pada kasus-kasus idiopatik pada umumnya juga baik dengan
survival yang panjang.
iv. Anemia Hemolitik Imun Di induksi Obat
Pasien yang timbul hemolisis melalui mekanisme hapten atau autoantibodi
biasanya bermanifestasi sebagai hemolisis ringan sampai sedang. Bila kompleks
ternary yang berperan maka hemolisis akan terjadi secara berat, mendadak dan
disertai gagal ginjal. Bila pasien sudah pernah terpapar obat tersebut, maka
hemolisis sudah dapat terjadi pada pemaparan dengan dosis tunggal.
c. Anemia Defisiensi Besi
Prognosis baik apabila penyebab anemianya diketahui hanya karenakekurangan
besi saja serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan
menifestasi klinis lannya akan membaik dengan pemberian preparat besi
(Supandiman, 2006). Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu
dipertimbangkan beberapa kemungkinan sebagai berikut:
1. Diagnosis salah
2. Dosis obat tidak adekuat
3. Preparat Fe yang tidak tepat dan kadaluarsa
4. Perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak berlangsung
menetap
5. Disertai penyakit yang mempengaruhi absorpsi dan pemakaiam besi(seperti:
infeksi, keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakittiroid, penyakit karena
defisiensi vitamin B12, asam folat)
6. Gangguan absorpsi saluran cerna (seperti pemberian antasid yang berlebihan pada
ulkus peptikum dapat menyebabkan pengikatanterhadap besi).
Pada kasus ADB karena perdarahan, apabila sumber perdarahan dapat diatasi, maka
prognosis anemia defisiensi besi adalah baik terutama apabila diberikan terapi Fe
yang adekuat. Tentunya penyakit dasar sebagai sumber perdarahan kronisnya pun
menentukan prognosis dari pasien(Supandiman, 2006).
11. Deferensial Diagnosa
Penyakit Definisi Etiologi Pemeriksaan Penatalaksanaan
Prognosis
Anemia Hemolitik
Anemia yang disebabkan karena meningkatnya kecepatan destruksi eritrosit
Penghancuran eritrosit sebelum waktunya
Retikulositosis, Petanda kimiawi umur eritrosit, Pemeriksaan darah tepi lain, sumsum tulang, studi ferokinetik, tes fragilitas osmotik, autohemolisis
Terapi Gawat Darurat, terapi suportif simptomatik, terapi kausal
Anemia Defisiensi Besi
anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukkan hemoglobin berkurang.
Rendahnya masukan besi, gangguan absorbsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun
Hapusan darah tepi, pemeriksaan feses, pemeriksaan darah samar dalam feses, endoskopi
Terapi besi oral yaitu ferrous sulphat (sulfas ferosus).
Baik bila pengobatan berlangsung secara efektif
Anemia Aplastik
Kegagalan hemopoesis yang relatif jarang
Kegagalan Hematopoietik, Destruksi Imun
Darah Tepi, Laju Endap Darah, Biopsi Sumsum Tulang, dll
Imunosupresi atau transplatasi sumsum (TST).
Bisa berakhir dengan remisi sempurna, meninggal dalam 1 tahun, bisa bertahan hidup selama 20 tahun atau lebih.
PenyakitGambaran Klinis
Anemia Hemolitik
Anemia Defisiensi Besi
Anemia Aplastik
Cepat Lelah dan Lemah
√ √ √
Sering Demam √ - √Mimisan √ - √Wajah Pucat √ √ √Anemia √ √ √Sclera Ikterik √ - √
Daftar Pustaka
Kuliah sistem hematologi “Biokimia dalam darah” dr.Kartono Sp.BK
Kuliah sistem hematologi “Struktur dan metabolisme eritrosit” dr.Tri Aguntar Sp.PK
Price, Sylvia A. 2008. Buku Ajar Ilmu Patofisiologi Jilid II. Jakarta : EGC
Sudoyo, Aru. W.2011.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II ed.V. Jakarta : Interna
Publishing.
Bakta, I Made. 2003. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC