makalah pbl blok 1 modul 2

22
Daftar Isi 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang………………………………………………………………. 1 1.2 Latar Belakang masalah …………………………………………………….. 2 1.3 Tujuan Penulisan …………………………………………………………..... 2 2. Pembahasan 2.1 Komunikasi 2.1.1 Pengertian Komunikasi ......................................... ............................... 3 2.1.2 Jenis Komunikasi ......................................... ........................................ 4 2.1.3 Hubungan Komunikasi Verbal dan Non Verbal ................................. 5 2.1.4 Komunikasi Efektif Dokter – Pasien ............................................. ..... 6 2.1.5 Komunikasi pada Skenario B .................................................. ........... 7 2.2 Ilmu Perilaku 2.2.1 Empat Macam Interaksi .......................................... .............................. 7

Upload: tesaiswarahman

Post on 23-Nov-2015

90 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Daftar Isi1. Pendahuluan1.1 Latar Belakang.11.2 Latar Belakang masalah ..21.3 Tujuan Penulisan .....22. Pembahasan2.1 Komunikasi2.1.1 Pengertian Komunikasi ........................................................................32.1.2 Jenis Komunikasi .................................................................................42.1.3 Hubungan Komunikasi Verbal dan Non Verbal .................................52.1.4 Komunikasi Efektif Dokter Pasien ..................................................62.1.5 Komunikasi pada Skenario B .............................................................72.2 Ilmu Perilaku 2.2.1 Empat Macam Interaksi ........................................................................72.2.2 Jenis-Jenis Perilaku ...............................................................................82.2.3 Ilmu Perilaku pada Skenario B .............................................................92.3 Empati 2.3.1 Sikap Manusiawi ...................................................................................102.3.2 Level Empati .........................................................................................102.3.3 Empati pada Skenario B .......................................................................113. Kesimpulan 124. Daftar Pustaka 13

BAB 1Pendahuluan

1.1 Latar BelakangDalam menjalankan praktek kedokteranya, seorang dokter akan menghadapi berbagai jenis pasien dengan latar belakang, kepribadian, dan masalah yang berbeda. Karena itu dokter harus mampu menghadapi setiap keberagaman pasien yang dihadapinya dan memberikan pelayanan yang merata dan berkualitas. Karena sebagai dokter kita akan menghadapi pasien manusia, maka pendekatan yang dilakukan harus bersifat manusiawi. Kunci menjalankan praktek yang baik adalah kemampuan komunikasi. Ketika pasien yang dihadapi adalah orang dari desa, bahasa yang kita gunakan haruslah bahasa sehari-hari yang mudah dimengerti. Seorang dokter juga harus mampu menilai apakah sang pasien sedang berbohong/tidak memberikan keterangan yang nantinya dibutuhkan untuk proses diagnosis. Dokter juga dituntut agar bisa menjalin komunikasi, tidak satu arah saja dari dokter ke pasien, melainkan dua arah dimana pasien dan dokternya bisa melakukan konsultasi atau diskusi berkenaan dengan penyakitnya karena pasien bukan hanya sekedar sebuah objek observasi penyembuhan penyakit, melainkan seorang makhluk sosial yang perlu dihargai dan didengarkan pendapat atau pemikirannyaSelain komunikasi, aspek penting lainya adalah bagaimana seorang dokter berperilaku di depan pasien. Seorang dokter harus selalu berpenampilan rapi, menjaga sopan santun, tidak sok tahu dan tidak menghakimi. Pasien datang ke dokter dengan tujuan agar masalah-masalah kesehatanya dapat diselesaikan, sehingga dokter harus menjadi sosok yang mampu menghargai, mendengar, berdiskusi dan memberikan solusi kepada pasien. Untuk bisa melakukan hal-hal tersebut, seorang dokter juga harus memiliki rasa empati terhadap keadaan atau perasaan yang dialami pasien. Adanya empati berarti kita mengerti situasi apa yang dialami oleh pasien dan dengan demikian kita dapat mengetahui lebih jauh kebutuhan pasien tersebut.Ketiga hal diatas menjadi penting karena dalam realitanya, banyak dokter yang hanya berfokus pada menyembuhkan penyakit pasien tapi tidak memperhatikan pasien itu sendiri. Dengan kemampuan berkomunikasi yang baik, maka pasien akan merasa lebih nyaman dan hal-hal yang tidak diinginkan seperti salah pengertian/miskomunikasi dapat diminimalisir.

1.2 Latar Belakang Masalah Kasus yang diberikan kali ini bercerita tentang seorang perempuan berusia 45 tahun yang menyampaikan banyak keluhan dengan cara yang kekanak-kanakan. Hal tersebut membuat dokter menjadi kesal. Dari kasus tersebut, saya melihat bahwa dokter masih belum mampu menerapkan keterampilan untuk berkomunikasi efektif. Dalam hal berempati, dokter tersebut juga tampaknya kurang berempati kepada pasien. Dokter juga tidak menangani pasien sesuai dengan egostate yang ditunjukkan oleh pasien.

1.3 Tujuan PenulisanTujuan dari penulisan makalah ilmiah ini adalah agar mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana menjadi lebih memahami pentingnya memiliki keterampilan untuk berkomunikasi secara efektif, memiliki rasa empati, yang harus selalu disesuikan dengan egostate pasien yang dihadapi. Karena dengan memahami ketiga aspek tersebut, dokter akan lebih mendapatkan kepercayaan dan dapat melayani pasien dengan lebih baik serta profesional.

BAB 2Pembahasan

2.1 Komunikasi2.1.1 Pengertian KomunikasiKomunikasi berasal dari bahasa Latin pada kata communicatio yang berarti pemberitahuan atau pertukaran. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), komunikasi dapat didefinisikan sebagai adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih dengan cara yang tepat sehingga pesan tersebut dapat dipahami. Beberapa pakar dan ilmuwan juga telah berupaya untuk memberikan penjelasan tentang arti komunikasi. Antara lain[1]:2.1.1.1 Sarah Trenholm dan Arthur Jansen (1996) : suatu proses dimana sumber mentransmisikan pesan kepada penerima melalui beragam saluran.2.1.1.2 Shannon dan Weaver (1949) : bentuk interaksi manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain, sengaja atau tidak sengaja dan tidak terbatas pada komunikas verbal tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni, dan teknologi.2.1.1.3 Gode (1969) : suatu proses yang membuat kebersamaan bagi dua atau lebih yang semula monopoli oleh satu atau beberapa orang.2.1.1.4 Raymond S. Ross (1983) : suatu proses menyortir, memilih, dan mengirimkan simbol-simbol sedemikian rupa, sehingga membantu pendengar membangkitkan makna atau respons dari pikirannya yang serupa dengan yang dimaksudkan oleh sang komunikator.2.1.1.5 Everett M. Rogers dan Lawrence Kincaid (1981) : suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi antara satu sama lain, yang pada gilirannya terjadi saling pengertian yang mendalam.

2.1.2 Jenis Komunikasi2.1.2.1 Komunikasi VerbalYang dimaksud komunikasi verbal, adalah komunikasi yang menggunakan kata-kata baik secara lisan maupun tertulis. Beberapa bentuk komunikasi non-verbal bahasa tubuh (sign), tindakan/perbuatan (action), dan objek (object).[2] Komunikasi verbal memiliki beberapa domain, diantaranya :2.1.2.1.1 Mendengar AktifSeorang dokter harus tanggap, selalu menaruh perhatian pada pasien, mendengar dengan seksama, dan berusaha merumuskan apa yang telah disampaikan oleh pasien. Serta menanyakan kembali tentang rumusan kita itu tepat atau tidak kepada pasien untuk menghindari perbedaan anggapan.2.1.2.1.2 Komunikasi Satu Arah atau Dua ArahMetode penyampaian informasi menurut teori ilmu komunikasi dapat dilakukan melalui dua cara[3], yaitu : Komunikasi Satu Arah, Pesan atau informasi disampaikan pada penerima pesan melalui suatu media dan tidak ada komunikasi pembicaraan atau tatap muka, informasi ini dapat diterima secara luas oleh masyarakat banyak. Komunikasi Dua Arah, Pesan atau informasi yang ingin disampaikan dapat langsung diterima oleh penerima pesan dan terjadi dialog interaktif antara si pengirim dan penerima pesan tetapi pesan atau informasi hanya diterima terbatas pada banyaknya orang yang hadir.2.1.2.1.3 Refleksi yang di DengarDokter harus memberi kesempatan kepada pasien untuk memberikan atau mengemukakan dan menerima ide atau perasaanya.2.1.2.1.4 AsertifKata asertif berasal dari bahasa Inggris, to assert yang berarti kemampuan dengan secara meyakinkan dan nyaman mengekspresikan pikiran dan perasaan diri dan tetap menghargai orang lain. Seorang dokter harus bisa memberikan pemikirannya kepada pasien dengan tetap menghargai pasien, sehingga pasien akan terbuka dan jujur.2.1.2.1.5 PersuasifPersuasif adalah mengajak atau membujuk seseorang melakukan sesuatu dengan menggunakan kata-kata halus maupun kasar. Seorang dokter harus bisa memotivasi atau mengajak pasiennya untuk melakukan sesuatu yang dianggap perlu.

2.1.2.2 Komunikasi Non VerbalKomunikasi non-verbal adalah komunikasi yang tidak menggunakan kata-kata. Komunikasi non verbal memiliki beberapa domain[4], antara lain:2.1.2.2.1 Jarak Hubungan KomunikanPengirim harus memberi ruang/jarak personal yang nyaman bagi penerima. Jangan terlalu dekat maupun terlalu jauh.2.1.2.2.2 Kualitas Suara yang Mempengaruhi BicaraSebagai contoh, waktu, kecepatan, nada, dan intonasi nada. Bisa juga termasuk, suara keras, pelan, hangat, kasar, ramah, dan lain sebagainya.2.1.2.2.3 Gerak-isyarat atau Sikap dan Gerakan Tubuh yang Muncul Saat BicaraSeorang dokter harus bisa menjaga gerakan tubuhnya agar tidak menimbilkan kecemasan berlebih dari si pasien, dokter harusnya bisa tetap santai dan menjaga wibawanya bila mendapat kasus emergensi.2.1.2.2.4 Penampilan dan Karateristik BudayaSebagai contoh, berpakaian, gaya rambut, kerapian, dan postur tubuh.

2.1.3 Hubungan Komunikasi Verbal dan Non VerbalDalam menjalankan komunikasi sehari-hari, kita tidak hanya melakukan komunikasi verbal saja, atau non-verbal saja, namun kita selalu menjalankan keduanya secara bersamaan baik disadari maupun tidak. Hubungan yang bisa terjadi antara komunikas verbal dan non-verbal adalah:2.1.3.1 Pengulangan : dalam hal ini pesan non-verbal yang diperlihatkan bersifat mendukung apa yang telah kita sampaikan secara verbal.2.1.3.2 Pertentangan: ketika pesan yang disampaikan dengan verbal bertolak belakang atau keterbalikan dari apa yang kita tunjukan dengan pesan non-verbalnya.2.1.3.3 Melengkapi : hal ini bisa terjadi bila apa yang telah dipesankan dengan verbal didukung dengan pesan non-verbal yang diperlihatkan.2.1.3.4 Mengganti : ketika salah satu cara pesan saja yang digunakan, disini yang ditekankan adalah penggunaan pesan non-verbal sebagai satu-satunya komunikasi.2.1.3.5 Menekankan : pesan non-verbal yang diberikan merupakan penekanan pada interpretasi pesan verbal, bisa dalam bentuk sentuhan, gerakan tubuh, dan sebagainya.

2.1.4 Komunikasi Efektif Dokter Pasien Komunikasi yang dilakukan dokter bukan hanya sebatas antara dokter dengan pasien, namun juga dilakukan antara sesama dokter/teman sejawat, dengan profesi lain, atau kepada masyarakat. Tujuan dari komunikasi adalah agar proses menyampaikan dan menerima pesan dapat berjalan dengan baik dan memberikan keuntungan kepada kedua belah pihak. Khusus untuk komunikasi dokter-pasien, karena baik dokter maupun pasien memiliki hak dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan, maka idealnya keduanya harus mampu menjalin komunikasi dengan baik. Pasien harus mampu menyampaikan keluhan/permasalahan kepada dokter secara jelas, dan kita sebagai dokter harus bisa membina hubungan dengan pasien, saling menghargai, melakukan pemeriksaan terhadap permasalahan pasien dan kemudian memberikan solusi/penyelesaian yang memuaskan pasien. Dengan adanya komunikasi yang baik dan optimal dari kedua pihak, maka akan terjadi hubungan timbal balik yang saling menguntungkan antar kedua belah pihak.

2.1.5 Komunikasi pada Skenario BPada skenario B, dikatakan bahwa seorang dokter kedatangan pasien seorang perempuan berusia 45 tahun yang datang dengan keluhan sering pusing, sering sakit perut dan sering lemas. Ketika menyampaikan keluhan-keluhanya, dokter merasa kesal karena pasien dianggap kekanak-kanakan. Dari skenario diatas, kita dapat melihat bahwa komunikasi yang terjadi bersifat 2 arah. Pasien yang berbicara tentang keluhan-keluhanya melakukan komunikasi verbal, sedangan dokter yang merasa kesal melakukan komunikasi non-verbal dengan menunjukan raut mukanya.Pada kasus ini, komunikasi yang dilakukan oleh dokter kurang baik karena dengan menunjukan rasa kesal, berarti kita tidak mampu membina hubungan komunikasi yang baik dengan pasien. Meskipun rasa kesal merupakan sesuatu yang manusiawi, hal ini harus dihindari oleh dokter. Seharusnya sebagai dokter kita harus bisa berkomunikasi dengan baik dan menjaga rapport atau hubungan saling menghargai. Pasien datang ke dokter dengan harapan akan mendapat solusi untuk permasalahnya, dengan sikap dokter yang seperti itu, pasien kemungkinan besar akan merasa kecewa karena merasa keluhanya tidak ditanggapi dengan baik oleh dokter serta merasa tidak dihargai.

2.2 Ilmu PerilakuDalam ilmu perilaku, ada banyak cara untuk mengetahui perilaku diri sendiri atau orang lain, salah satunya adalah dengan Analisis Transaksional (AT). Metode yang dikemukakan oleh Eric Berne ini merupakan suatu pendekatan untuk mensistematisasi, menganalisis, dan mengubah saling pengaruh diantara manusia yang menekankan interaksi antara diri sendiri dengan orang lain dan kesadaran internal (regulasi diri dan ekspresi diri). 2.2.1 Empat Macam InteraksiAda empat macam bentuk interaksi yang dapat di analisis menurut Berne[5] :2.2.1.1 Struktural AnalisisMengenai analisa kepribadian seseorang berdasarkan pengalaman masa lalu yang direkam. Bisa dalam bentuk cara berpikir, bertindak, dan menghayati sesuatu seseorang tersebut. Jadi struktural analisis ini berujukan pada fenomena intrapsikik.

2.2.1.2 Transaksional AnalisisAnalisis mengenai peran apa yang sedang diambil seseorang dalam menjalankan interaksi dengan orang lain. Ada tiga peran yang bisa diambil yaitu Orang Tua, Peran orang tua disini adalah peran seseorang yang paling tinggi, seseorang yang bisa mengecam, mengkritik, merasa tau dalam melakukan apapun, dan lain sebagainya. Dewasa, Peran ini adalah peran yang paling baik. Pada peran ini seseorang mengelola persoalan berdasarkan analisis, berorientasi pada kenyataan, menghargai pendapat orang lain, memahami situasi, percaya diri, dan lain sebagainya. Kanak-kanak, Peran dimana individu tersebut bertingkah mengikuti emosi dan perasaan. Mengikuti petunjuk yang diberikan biasanya menjadi pemenuh kepuasan peran orang tua. Penempatan peran yang wajar adalah bila semuanya itu berada dalam keserasian seimbang dan melihat situasi serta kondisi yang terjadi. 2.2.1.3 Game AnalisisAnalisis tentang apa yang disembunyikan dan apa yang akan ditimbulkan dalam suatu interaksi. Penilaian adanya permainan dalam interaksi tersebut.2.2.1.4 Script AnalisisMenganalisis kejadian dalam kehidupannya yang semuanya itu terlihat dalam interaksi yang dilakukan. Kehidupan itu penuh dengan drama dan drama inilah yang akan dianalisis. Analisis ini berguna untuk membuka penyebab masalah emosi pada pasien.

2.2.2 Jenis Jenis PerilakuJenis-jenis perilaku yang bisa terjadi pada penerapan peran-peran (Orang tua, Dewasa, Kanak-kanak) adalah :2.2.2.1 Complementary TransactionMerupakan jenis transaksi perilaku yang paling baik dan paling sehat. Bila ada pesan yang disampaikan oleh seseorang, pesan diterima oleh orang yang lain dan mendapat respon yang sesuai. Dengan adanya respon yang sesuai maka akan terjadi komunikasi yang lancar. (Orang tua-Orang tua, Dewasa-Dewasa, Kanak-Kanak). 2.2.2.2 Crossed TransactionJenis ini terjadi bila ketika seseorang memberikan pesan, tetapi respon yang diberikan sebagai umpan balik merupakan respon yang tidak diharapkan (Orang tua-Kanak, Dewasa-Orang tua, Kanak-Dewasa). Bila terjadi hal ini seharusnya dokter berusaha untuk menyeimbangkan peran sehingga menjadi seimbang (Dewasa-Dewasa).2.2.2.3 Ulterior TransactionJenis ini bila dalam transaksi atau interaksi antara dua individu, salah satu diantara mereka mengemukakan makna tersembunyi dalam interaksinya. Salah satu bentuk dari Ulterior Transaction adalah Gallows Transaction, yang berarti transaksi yang menyudutkan lawan bicara.

2.2.3 Ilmu Perilaku pada Skenario BPada skenario B, kita melihat bahwa dokter merasa kesal terhadap pasien, bahkan cenderung mengecam tindakan pasien yang dianggapnya kekanak-kanakan. Ini menunjukan bahwa dokter menempatkan dirinya di posisi orang tua yang tidak mau mendengar pendapat orang lain dan merasa ingin dihormati. Sedangkan sang pasien yang menyampaikan banyak keluhan kepada dokter menempatkan diri di posisi kanak-kanak karena menggunakan perasaan dan emosi dalam menyampaikan keluhanya. Karena tidak seimbangnya kepribadian antara dokter-pasien, maka respon yang didapat tidak sesuai harapan kedua pihak (crossed transaction) dimana terjadi hubungan ATISAS-ATISAS (Aku Tidak Senang Aman Sentosa, dan Anda Tidak Senang Aman Sentosa). Dalam keadaan seperti ini, seharusnya dokter menyeimbangkan peran diantara keduanya, dimana dokter dan pasien bersikap dewasa. Sebagai dokter kita harus selalu memberi perhatian penuh pada pasien dan menghargai pendapatnya, dan pasien harus menyampaikan keluhanya degan cara yang baik dan benar. Ketika dokter dan pasien bersikap dewasa dalam berkomunikasi, respon yang didapat akan bersifat positif (Complementary Transaction). Kondisi pun akan menjadi kondusif dan menguntungkan kedua belah pihak.

2.3 EmpatiEmpati adalah upaya atau kemampuan untuk mengerti, menghayati dan menempatkan diri seseorang ditempat orang lain sesuai dengan identitas, pikiran, perasaan, perilaku, keingininan, tanpa mencampur adukkan nilai pribadinya, atau bereaksi secara emosinal apabila nilai-nilai orang yang diempatinya berbeda dengan nilai-nilai pribadinya.[6]Jadi berempati itu memiliki arti tidak bersikap menghakimi, menghakimi disini bisa menghakimi dalam sisi positif maupun negatif, seperti memuji, menjelek-jelekkan, menyutujui, membenarkan, dan lain sebagainya. Dengan kata lain berempati itu menerima seseorang sebagaimana adanya. Dasar empati adalah kasih sayang yang bersifat tanpa pamrih terhadap sesama manusia. 2.3.1 Sikap Manusiawi Menerima orang lain apa adanya. Setara, terlepas dari identitas dan materi. Menghargai nilai-nilai. Menghargai perbedaan pendapat. Tidak memaksakan kehendak. Tidak menghakimi. Tidak berprasangka buruk. Menerima kelebihan dan kekurangan.2.3.2 Level EmpatiDalam menjalankan empati kita perlu upaya dan kemampuan, diantaranya kemampuan kognitif : mengerti kebutuhan pasien, kemampuan afektif : peka akan perasaan pasien, dan kemampuan perilaku : memperlihatkan empati kepada pasien. Untuk membedakan apakah empati yang kita lakukan sudah baik atau belum, kita ada baiknya melihat beberapa level yang menilai tingkatan empati dalam kominkasi, yaitu: Level 0 : Dokter menolak sudut pandang pasien. Level 1 : Dokter mengenal secara sambil lalu. Level 2 : Dokter mengenal sudut pandang pasien secara implisit. Level 3 : Dokter menghargai pendapat pasien. Level 4 : Dokter mengkonfirmasi kepada pasien. Level 5 : Dokter berbagi perasaan dan pengalaman (sharing feelings and experience) dengan pasien.Bisa dilihat bahwa dari level 0-2 dalam berkomunikasi dengan pasien, dokter belum menggunakan empatinya dengan baik, berbeda dengan level 3-5, dimana sang dokter sudah menumbuhkan atau menggunakan empatinya dengan baik dalam berhubungan dengan pasien. Empati memang baik dan bagus untuk dilakukan, tapi kita juga harus tau tentang batas-batasan yang perlu, bila tidak kita akan terlalu berempati sehinngga kita terlalu merasa terlibat dalam situasi dan empati berubah menjadi simpati, dan itu tidak baik. Bisa juga bila kita merasa empati tidak penting maka lama kelamaan kita akan menjadi seorang yang antipati (tidak suka akan perbuatan orang lain bahkan perbuatan baiknya), dan ini sangat tidak baik. Jadi kita harus memilih baik-baik bagaimana kita berempati dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi.2.3.3 Empati pada Skenario BDari skenario B, kita bisa melihat dari sikap kesal dokter kepada pasien bahwa dokter kurang berempati terhadap pasien, karena ia tidak menunjukan ciri-ciri empati seperti mendengar aktif dan tidak responsif terhadap keluhan-keluhan pasien. Tingkatan level empati dokter ada diantara level 0-2, dimana dia tidak menunjukan sikap menghargai dan tidak mampu memposisikan diri sebagai pasien dan hanya ingin menerima pandangan implisit (diri sendiri).

BAB 3KesimpulanDalam menjalankan prakteknya, seorang dokter bukan hanya dituntut memiliki kemampuan secara ilmiah yang baik, namun aspek-aspek seperti kemampuan komunikasi, perilaku dan empati kepada pasien juga harus diperhatikan dan harus selalu diterapkan.Melihat dari skenario B, dapat disimpulkan bahwa dokter kurang menguasai kemampuan-kemampuan tersebut dan belum bisa mengaplikasikanya dalam praktek kedokteranya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wiryanto. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Grasindo; 2004.h.5-7.2. Hardjana AM. Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal. Yogyakarta: Kanisius; 2003.h 22-28.3. Chandra B. Ilmu Kedokteran Pencegahan dan Komunitas. Jakarta: EGC; 2009.h.221.4. Gruendemann BJ, Fernsebner B. Buku Ajar Keperawatan Perioperatif. Jakarta: EGC; 2006.h.62.5. Roberts AR. Greene GJ. Buku Pintar Pekerja Sosial. Jakarta: BPK Gunung Mulia; 2008.h.264.6. Kusumawardhani AAAA. Mental Health, Psychiatry, and Comprehensive-Holistic Approach. Jakarta: FKUI; 2009.

3