laporan em 4

Upload: nurul-muhlishah

Post on 01-Mar-2016

261 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

mikroorganisme EM4

TRANSCRIPT

PENGANTAR BIOTEKNOLOGI(EM4 SEDERHANA)DISUSUN OLEH :Nama : NURUL MUHLISHAHNIM: 1214140008Kelas : BKelompok: VII (tujuh)Asisten: NURFAJRIAH HAMKAJURUSAN BIOLOGIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR2015HALAMAN PENGESAHAN Laporan lengkap praktikum Pengantar Bioteknologi dengan judul EM 4 yang disusun oleh:Nama: Nurul Muhlishah NIM: 1214140008Kelas/ Kelompok: B/ VIItelah diperiksa dan dikoreksi oleh Asisten dan Koordinator Asisten, maka dinyatakan diterima.

Makassar, Juni 2015Koordinator Asisten Asisten

Nurfajriah Hamka Nurajriah HamkaNIM. 1114140051NIM. 1114140051

Mengetahui,Dosen Penanggung Jawab

Hartono, S.Si., S.Pd., M.BiotechNIP. 19800624 200812 1 003

BAB IPENDAHULUANA. Latar Belakang Penimbunan sampah di sekitar lingkungan menyebabkan pencemaran lingkungan, diantaranya bau menyengat, jika sampah ikut tergenang air hujan dapat menurunkan mutu lingkungan dan mutu kesehatan bagi masyarakat sekitar, maka perlu dilakukan pengolahan limbah agar tidak dibuang sia-sia. Pengolahan limbah diharapkan dapat mengurangi pencemaran lingkungan dan memperoleh keuntungan. Pengolahan limbah dapat dilakukan dengan cara menggunakan sampah atau limbah sayuran sebagai bahan baku pembuatan kompos. Karena saapah sayuran ini masih memiliki berbagai kandungan senyawa, unsur hara dan mikroorganisme, sehingga dapat dimanfaatkan secara maksimal. Sampah sayuran dapat digunakan sebagai biofertilizer, karena kandungan unsur haranya, seperti nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K), dibutuhkan tanaman dan kesuburan tanah. Secara alami bahan-bahan organik akan mengalami penguraian di alam dengan bantuan mikroba maupun biota tanah lainnya. Namun proses pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung lama dan lambat. Banyak dikembangkan teknologi-teknologi pengomposan untuk mempercepat proses pengomposan ini. Baik pengomposan dengan teknologi sederhana, sedang, maupun teknologi tinggi. Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerobik maupun anaerobik, dengan atau tanpa activator pengomposan. Aktivator pengomposan yang sudah banyak beredar antara lain OrgaDec, SuperDec, ActiComp, BioPos, EM4. Setiap activator memiliki keunggulan sendiri-sendiri. Selain itu metode yang cukup popular dalam rangka pemanfaatan kotoran ternak adalah pembuatan EM 4. Praktikum ini memberikan perlakuan fermentasi terhadap limbah sayuran dan limbah pertanian yang diharapkan dapat meningkatkan kandungan bahan organik dan menurunkan kadar serat kasar. Kadar serat kasar dalam pakan ternak yang terlalu tinggi jika dikonsumsi ternak dapat menurunkan kecernaan. Penelitian Santoso dan Kurniati (2000) menyatakan bahwa EM4 mampu menurunkan serat kasar pada bahan yang difermentasi serta mampu meningkatkan kandungan bahan organik yang baik digunakan sebagai pupuk tanaman.B. Tujuan Adapun tujuan dari praktikum ini yakni untuk menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman para mahasiswa tentang pembuatan EM4 sederhana.C. Manfaat Adapun manfaat dari praktikum ini yakni mahasiswa mampu menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman tentang pembuatan EM4 sederhana.

BAB IITINJUAN PUSTAKA Kompos merupakan hasil pelapukan bahan-bahan berupa sisa pertanian, sisa pakan dan sebagainya. Proses pelapukan dipercepat dengan merangsang perkembangan bakteri untuk menghancurkan menguraikan bahan-bahan yang dikomposkan. Penguraian dibantu dengan suhu 600C. Proses penguraian mengubah unsur hara yang terikat dalam senyawa organik sukar larut menjadi senyawa organik larut yang berguna bagi tanaman (Ginting, 2007). Bokashi adalah suatu kata dalam bahasa Jepang yang berarti bahan organik yang telah difermentasikan, pupuk ramah lingkungan dan termaksud bahan organik kaya sumber kehidupan. Ciri-ciri pupuk bokashi yang baik warna coklat kehitam-hitaman, bahan hancur, lembab tidak keras dan tidak bau, bau seperti tanah atau humus (Indroprahasto, 2010). Proses pengomposan di tingkat rumah tangga seperti sampah dapur umumnya menjadi material yang dikomposkan, bersama dengan starter dan bahan tambahan yang menjadi pembawa starter seperti sekam padi, sisa gergaji kayu, ataupun kulit gandum dan batang jagung (Yusuf, 2000). Effectife Microorganism 4 (EM4) merupakan suatu cairan berwarna kecoklatan dan beraroma manis asam (segar) yang di dalamnya berisi campuran beberapa mikroorganisme hidup yang menguntungkan bagi proses penyerapan/persediaan unsur hara dalam tanah. Menurut Rahayu dan Nur (2002), Mikroorganisme fermentasi dan sintetik yang terdiri dari asam laktat (Lactobacillus sp), actinomycetes sp, streptomycetes sp, dan yeast (ragi). Miroorganisme menguntungkan tersebut (EM4) telah lama ditemukan, diteliti dan diseleksi terus menerus oleh seorang ahli pertanian bernama Profesor Teruo Higa dari universitas Ryukyu Jepang. Dengan demikian EM4 bukan merupakan bahan kimia yang berbahaya seperti pestisida, obat serangga atau pupuk kimia lainnya (Hidayat et al., 2006). Bakteri asam laktat (Lactobacillus sp) dapat mengakibatkan kemandulan (sterilizer) oleh karena itu bakteri ini dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan, meningkatkan percepatan perombakan bahan organik, menghancurkan bahan organik seperti lignin dan selulosa serta memfermentasikannya tanpa menimbulkan senyawa beracun yang ditimbulkan dari pembusukan bahan organik. Bakteri ini dapat menekan pertumbuhan fusarium, yaitu mikroorganisme merugikan yang menimbulkan penyakit pada lahan/tanaman yang terus menerus ditanami (Suardana, 2007). Pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Proses pengomposan melibatkan sejumlah organisme tanah termasuk bakteri, jamur, protozoa, aktinomisetes, nematoda, cacing tanah, dan serangga. Populasi dari semua organisme ini berfluktuasi, tergantung dari proses pengomposan. Pada prinsipnya, teknologi pengomposan yang selama ini diterapkan meniru proses terbentuknya humus oleh alam dengan bantuan mikroorganisme. Melalui rekayasa kondisi lingkungan kompos dapat dibuat serta dipercepat prosesnya. Proses pengomposan dapat dilakukan secara aerobik dan anaerobik, biasanya dengan bantuan EM4 (Rorokesumaningwati, 2000). Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen) atau anaerobik (tidak ada oksigen). Proses yang dijelaskan sebelumnya adalah proses aerobik, dimana mikroba menggunakan oksigen dalam proses dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi dapat juga terjadi tanpa menggunakan oksigen yang disebut proses anaerobik. Namun, proses ini tidak diinginkan, karena selama proses pengomposan akan dihasilkan bau yang tidak sedap. Proses anaerobik akan menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau tidak sedap, seperti: asam-asam organik (asam asetat, asam butirat, asam valerat, puttrecine), amonia, dan H2S (Crawford, 2003). Kecepatan pengomposan dipengaruhi oleh banyak-sedikitnya jumlah mikroorganisme yang membantu pemecahan atau penghancuran bahan organik yang dikomposkan. Dari sekian banyak mikroorganisme, diantaranya adalah bakteri asam laktat yang berperan dalam menguraikan bahan organik, bakteri fotosintesis yang dapat memfiksasi nitrogen, dan Actinomycetes yang dapat mengendalikan mikroorganisme patogen sehingga menciptakan kondisi yang baik bagi perkembangan mikroorganisme lainnya (Isroi, 2008). Prinsip yang digunakan dalam pembuatan kompos adalah proses dekomposisi atau penguraian yang merubah limbah organik menjadi pupuk organik melalui aktifitas biologis pada kondisi yang terkontrol. Dekomposisi pada prinsipnya adalah menurunkan karbon dan nitrogen (C/N) ratio dari limbah organik sehingga pupuk organik dapat segera dimanfaatkan oleh tanaman. Pada proses dekomposisi akan terjadi peningkatan temperatur yang dapat berfungsi untuk membunuh biji tanaman liar (gulma), bakteri-bakteri patogen dan membentuk suatu produk perombakan yang seragam berupa pupuk organik (Kaharudin, 2010). Ciri-ciri kompos sudah jadi dan baik adalah warna kompos biasanya coklat kehitaman. Aroma kompos yang baik tidak mengeluarkan aroma yang menyengat, tetapi mengeluarkan aroma lemah seperti bau tanah atau bau humus hutan. Apabila dipegang dan dikepal, kompos akan menggumpal. Apabila ditekan dengan lunak, gumpalan kompos akan hancur dengan mudah (Farida, 2000). Efisiensi yang berlangsung selama pengomposan merupakan fungsi dari temperatur. Kecepatan proses pengomposan meningkat sejalan dengan peningkatan temperature sampai 35C. Proses tersebut mencapai efisiensi pada temperatur 35-55C (Willyan, 2008). Bila temperatur meningkat di atas 55C, efisiensi akan turun. Pengomposan dengan suhu 35-55C akan menimbulkan bau busuk dan bakteri pathogen akan tetap hidup. Bila kelembaban menurun hingga dibawah 50% akan terjadi peningkatan temperatur yang berlebihan di pusat tumpukan kompos. Temperatur yang tinggi tersebut akan mematikan mikroorganisme yang bermanfaat dan akhirnya mengganggu proses pengomposan. Kesalahan ini dapat diatasi dengan penyinaran untuk meningkatkan kelembaban (Hambali, 2008). Teknik pengomposan dan jumlah bahan yang berbeda akan membutuhkan waktu yang berbeda dan mendapatkannilai C/N ratio yang berbeda pula. Pengomposan jerami padi dengan jumlah yang cukup kecil (hanya 30 kg bahan) membutuhkan waktu pengomposan selama 16 minggu untuk C/N sekitar 18-20, karena selain volume tumpukan bahan organik yang relatif kecil juga disebabkan olehpembalikan yang hanya dilakukan setiap satu bulan sekali sehingga hanya mencapai suhu maksimum 40C dan mendapatkan nisbah C/N sekitar 18-20. Pengomposan dengan volume tumpukanbahan sebesar 2 m (2 x 1 x 1)m membutuhkan waktu selama 8 bulan untuk mencapai nisbah C/N sekitar 14. Waktu pengomposan yang lama tersebut disebabkan oleh pembalikan kompos yang terlalu sering yaitu 2-3 kali dalamsehari, hal ini jelas mengakibatkan suhu optimum pengomposan tidak akantercapai sehingga waktu pengomposan dan penurunan C/N ratio menjadi sangatlambat (Kristianto, 2007). Penilaian kualitas kompos selain dilihat dari sifat fisik sering dilihat hanya dari nilai C/N ratio dan kandungan unsur hara saja. Dimana kompos dengan C/N ratio rendah dan memiliki kandungan hara yang tinggi dianggap sebagai ciri kompos yang baik, tanpa memperhitungkan kandungan asam-asam organik khususnya asam humat dan asam fulvat yang memiliki peranan besar dalam memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah. Kompos yang baik untuk ditambahkan ke dalam tanah dapat dilihat dari segi fungsi dan peranannya dalam mempengaruhi (memperbaiki) sifat-sifat tanah (Ramdani, 1985). Tingkat kematangan kompos dapat dirasakan dari panas yang dikandungnya. Jika tumpukan kompos masih panas saat disentuh, bisa dikatakan kompos tersebut belum matang sempurna. Suhu kompos yang telah matang lebih rendah dari suhu udara luar ditambah 200C. Bau kompos matang menyerupai bau tanah. Bau tanah pada kompos matang terjadi karena materi yang dikandungnya sudah menyerupai materi tanah. Kompos yang telah matang biasanya berwarna coklat tua kehitaman. Warnanya menyerupai tanah hutan yang subur dan gembur. Warna tersebut terbentuk oleh pengaruh bahan organik yang sudah stabil. Secara fisik kompos yang matang memiliki tekstur yang halus dan tidak menyerupai bentuk aslinya. Kompos matang biasanya mengalami penurunan volume dan berat. Penurunan ini berkisar antara 50-70% dari volume bahan awal yang dikomposkan. Nilai rasio C/N kompos matang mendekati rasio C/N tanah. Biasanya lebih kecil dari 20 (Wahyono, 2011).

BAB IIIMETODE PRAKTIKUMA. Waktu dan TempatHari / Tanggal: Senin / 18 Mei 2015 8 Juni 2015Waktu: Pukul 07.30 09.30 WITATempat: Green House FMIPA Universitas Negeri MakassarB. Alat dan Bahan1. Alata. Ember dan penutup1 buahb. Pengaduk 1 buahc. Pisau 1 buahd. Tali rafia2. Bahana. Sayuran (kangkung dan kacang panjang)b. Kulit buah pisang dan pepayac. Daun jambu, daun mangga, daun belimbing wuluh, daun lamtorod. Bekatul secukupnyae. Gula pasirf. Air berasg. Air h. Solatip (isolasi)C. Prosedur Kerja1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.2. Mencincang daun (jambu, mangga, belimbing wuluh, lamtoro) sampai berukuran kecil atau halus. 3. Mencampur daundaun tersebut dengan bekatul ke dalam ember, kemudian menambahkan air secukupnya, lalu mengaduk sampai tercampur merata.4. Menutup dengan plastik, lalu mengikat dengan menggunakan tali rafia. Setelah itu mendiamkan di tempat aman selama 1 minggu sampai membusuk sehingga menjadi EM1.5. Mencampur cairan EM1 dengan sampah sayur dan kulit buah-buahan. Kemudian mendiamkan lagi selama satu minggu untuk membentuk cairan EM2.6. Mencampur cairan EM2 dengan gula pasir, dan air beras. Dan mendiamkan lagi selama satu minggu sehingga membentuk EM3.7. Mendiamkan lagi selama satu minggu tanpa menambahkan apa-apa, sehingga cairan tersebut akan menjadi EM4, dan siap digunakan.

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASANA. Hasil PengamatanTabel hasil pengamatan pembuatan EM4 sederhanaKelompokHasil Pengamatan EM4

EM1 EM2EM3EM4

1 & 2 -

3 & 4

5 & 6-

7 & 8-

Keterangan: = Jamurkelompok 1 & 2 = Daun Jambu = Belatung kelompok 3 & 4 = Daun Mangga = Berhasilkelompok 5 & 6 = Daun Belimbing Wuluh = Tidak Berhasilkelompok 7 & 8 = Daun Lamtoro B. Pembahasan Pemanfaatan sampah sayuran dan limbah hassil pertanian (dedak) serta tanaman yang menjadi momok di perairan (enceng gondok) merupakan salah satu alternatif yang sangat tepat untuk mengatasi kelangkaan dan naiknya harga pupuk. Sayangnya, masih ada saja sampah organik tertumpuk di sekitar lingkungan dan belum banyak dimanfaatkan sebagai sumber pupuk. Keluhan petani saat terjadi kelangkaan atau mahalnya harga pupuk non organik (kimia) dapat diatasi dengan menggiatkan kembali pembuatan dan pemanfaatan pupuk kompos. Praktikum Pembuatan EM4 sederhana ini, merupakan hasil fermentasi bahan organik dari limbah pertanian (sampah organik, dll). EM4 merupakan bakteri pengurai dari bahan organik yang digunakan untuk proses pembuatan bokashi yang dapat menjaga kesuburan tanah sehingga berpeluang untuk meningkatkan produksi dan menjaga kestabilan produksi. Alur dari praktikum pembuatan bokashi ini yaitu mencampur semua bahan yang telah ditentukan. Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini yakni sampah sayuran, daun, bekatul, air gula berfungsi sebagi sumber karbon, sementara air cucian beras berisi hormon pertumbuhan untuk menstimulasi pertumbuhan mikroba. Bahan-bahan yang sudah dicampur kemudian ditutup rapat menggunakan plastik. Penutupan disini diusahakan benar-benar rapat agar fermentasi anaerob terjadi di dalamnya. Lalu mendiamkan selama 1 minggu untuk membentuk atau menjadi EM1. Cairan EM1 kemudian dicampur dengan bekatul dan kulit buah pisang dan papaya, lalu mendiamkan lagi selama 1 minggu untuk membentuk EM2. EM2 yang terbentuk ditambahkan dengan gula pasir dan ai beras, kemudian mendiamkan lagi sehingga menjadi EM3. Cairan EM3 didiamkan selama 1 minggu untuk menjadi EM4 Sehingga EM4 akan benar-benar dihasilkan. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan didapatkan bahwa dari keempat jenis daun yang digunakan yaitu daun jambu, daun mangga, daun belimbing wuluh, dan daun lamtoro, hanya daun mangga yang berhasil menjadi EM4. Dimana pada daun jambu, belimbing wuluh dan lamtoro hanya sampai EM1 dan EM 2 yang berhasil. Dan pada pembuatan EM2 dan EM3 tidak berhasil karena terkontaminasi, pada campuran daun jambu terdapat ulat atau belatung, dan pada campuran belimbing wuluh dan lamtoro terdapat jamur. Ketidak berhasilan dalam pembuatan EM4 disebabkan karena ember tidak ditutup rapat sehingga ada udara masuk menyebabkan proses pembusukan dan pengomposan tidak terjadi, dan mungkin juga disebabkan oleh penggunaan alat. Kandungan EM4 terdiri dari bakteri fotosintetik yang membentuk zat-zat bermanfaat yang menghasilkan asam amino, asam nukleat, dan zat-zat bioaktif yang berasal dari gas berbahaya dan berfungsi untuk mengikat nitrogen dari udara. Bakteri asam laktat berfungsi untuk fermentasi bahan organik jadi asam laktat, percepat perombakan bahan organik, lignin, dan celluloser, dan menekan pathogen dengan asam laktat yang dihasilkan actinomicetes menghasilkan zat anti mikroba dari asam amino yang yang dihasilkan bakteri fotosintetik. Cara kerja EM4 tersebut dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme pathogen. EM4 juga memfermentasikan sisa-sisa makanan dan kulit udang dan ikan pada tanah dasar tambak menjadi hilang sehingga udang/ ikan dapat hidup lebih baik. EM4 juga memfermentasikan limbah dan kotoran ternak sehingga lingkungan kandang tidak bau, ternak tidak mengalami stress sehingga nafsu makannya meningkat (Djuamani et al., 2005).

BAB VPENUTUPA. KesimpulanBerdasarkan pengamatan yang dilakukan dapt disimpulkan bahwa pada pembuatan EM4 dengan menggunakan berbagai jenis daun, yang dicampur dengan sayuran, kulit buah, dan bekatul, hanya daun mangga yang berhasil menjadi EM4. Sedangkan yang lainnya terkontaminasi, terdapat ulat atau belatung, dan ada jamur yang tumbuh (berjamur). Proses pembuatan EM4 yang membantu dalam proses fermentasi bahan organik. B. SaranDalam melaksanakan setiap praktikum diharapkan kepada setiap praktikan agar betul-betul bekerja dengan baik dan teliti, agar hasil yang didapatkan sesuai dengan yang diinginkan, dan untuk praktikum selanjutnya akan lebih baik.

DAFTAR PUSTAKACrawford, J. 2003. Composting of Agricultural Waste. in Biotechnology Applications and Research. p. 68-77.

Djuamani, N., Kristian dan S.S Budi. 2005. Cara Cepat Membuat Kompos. Agro Media Pustaka: Jakarta.

Farida, E. 2000. Pengaruh Penggunaan Feses Sapi dan Campuran Limbah Organik Lain Sebagai Pakan atau Media Produksi Kokon dan Biomassa Cacing Tanah Eiseniafoetidasavigry. Skripsi Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Ginting. 2007. Penuntun Praktikum Teknologi Pengolahan Limbah Peternakan. Universitas Sumatera Utara Repository: Medan.

Hambali, E. 2008. Pengaruh Pupuk Organik Dan Pupuk Kandang Sapi. Agro Media: Jakarta.

Hidayat, N., P. Masdiana dan S. Suhartini. 2006. Mikrobiologi Industri. Penerbit Andi: Yogyakarta.

Indroprahasto, S. 2010. Kompos. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia: Bogor.

Isroi, 2008. Effective Mikroorganisme .Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia: Bogor.

Kaharudin dan F.M. Sukmawati. 2010. Manajemen Limbah Ternak untuk Kompos dan Biogas. Balai Pengkajian dan Teknologi Pertanian: Nusa Tenggara Barat.

Kurniati. 2000. Pemanfaatan Kotoran Ternak. Penebar Swadaya: Jakarta.

Kristianto. 2007. Menyulap Sampah Menjadi Kompos. Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan-BPP Teknologi, Hal. 21.

Rahayu, E dan S. P. Nur. 2002. Isolasi dan Seleksi Lactobacillus yang Berpotensi Sebagai Agensi Probiotik. Agritech Vol.23 No.2 Hal 67-74.

Ramdani. 1985. Pengaruh perbedaan Pengomposan dan Pemberian Aktivator Kotoran Sapi Terhadap Kecepatan Dekomposisi Sampah Organik, Produksi, dan Kualitas Kompos. Laporan Masalah Khusus. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Rorokesumaningwati. 2000. Pupuk dan Pemupukan. Universitas Mulawarman Press: Samarinda.

Suardana, W. 2007. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Asam Laktat dari Cairan Rumen Sapi Bali sebagai Kandidat Biopreservatif. Jurnal Veteriner Vol.8 No.4:155-159.

Wahyono, D. 2011. Kompos dan Pengomposan. Agro Media: Jakarta.

Willyan, D. 2008. Langkah Jitu Membuat Kompos Dari Kotoran Ternak. Agro Media: Jakarta.

Yusuf, Y. 2000. Pengaruh Pemberian Bokashi Batang Jagung Terhadap Kelengketan Tanah (Soil Stickiness) pada Alat Pengolahan Tanah Bajak Singkal. Skripsi Program Sarjana Institut Pertanian Bogor Repository: Bogor.

LAMPIRANKelompok 3 dan 4

EM1 EM2

EM3 EM4

Kelompok 5 dan 6 Kelompok 1 dan 2

EM1 EM2 EM2