laporan fitohormon 4

18
BORANG No. Dokumen FO-UGM-BI-07- 13 Berlaku sejak 03 Maret 2008 LAPORAN PRAKTIKUM FITOHORMON Revisi 00 LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN Halaman 1 dari 12 LAPORAN PRAKTIKUM FITOHORMON ACARA 4 PENGARUH IAA DAN GA TERHADAP PEMANJANGAN HIPOKOTIL DAN EPIKOTIL KECAMBAH Vigna sinensis Nama : Safira Zata Yumni NIM : 11/316729/BI/08770 Gol/Kel : Rabu/1 Asisten : Sartika Ratih

Upload: safira-zata-yumni

Post on 04-Jan-2016

330 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

Laporan Fitohormon 5.4

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN FITOHORMON 4

BORANGNo. Dokumen FO-UGM-BI-07-13

Berlaku sejak 03 Maret 2008

LAPORAN PRAKTIKUM FITOHORMON Revisi 00

LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN Halaman 1 dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM FITOHORMON

ACARA 4

PENGARUH IAA DAN GA TERHADAP PEMANJANGAN

HIPOKOTIL DAN EPIKOTIL KECAMBAH Vigna sinensis

Nama : Safira Zata Yumni

NIM : 11/316729/BI/08770

Gol/Kel : Rabu/1

Asisten : Sartika Ratih

LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN

FAKULTAS BIOLOGI

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2015

Page 2: LAPORAN FITOHORMON 4

BORANGNo. Dokumen FO-UGM-BI-07-13

Berlaku sejak 03 Maret 2008

LAPORAN PRAKTIKUM FITOHORMON Revisi 00

LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN Halaman 2 dari 12

PENGARUH IAA DAN GA TERHADAP PEMANJANGAN HIPOKOTIL DAN

EPIKOTIL Vigna sinensis

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Darmanti (2009), perkembangan tumbuhan meliputi pertumbuhan

dan diferensiasi pada tingkat seluler. Pertumbuhan tersebut disebabkan karena

adanya pembelahan dan pemanjangan atau pembentangan sel. Sedangkan

deferensiasi merupakan perubahan sel menjadi sekelompok sel atau jaringan yang

terspesialisasi. Pola pertumbuhan tumbuhan sangat bervariasi untuk masing-masing

jenis dan dipengaruhi oleh faktor eksternal maupun internal. Faktor eksternal dapat

berupa suhu, cahaya, dan sebagainya. Sedangkan faktor internal dapat berupa genetik

dan hormon.

Berbagai macam hormon disintesis secara alami di dalam tubuh tumbuhan

antara lain auksin, giberelin, sitokinin, etilen, dan asam absisat yang mempunyai

fungsi yang berbeda-beda dalam mekanisme regulasi perkembangan tumbuhan.

Dalam aktivitasnya dalam meregulasi perkembangan suatu tumbuhan, umumnya

hormon-hormon tersebut akan saling mempengaruhi dan saling berinteraksi baik

secara sinergis maupun antagonis. Hormon auksin (IAA) dan giberelin (GA)

merupakan contoh hormon alami yang bekerja secara sinergis dalam memacu

pertumbuhan organ tumbuhan melalui peningkatan pembelahan sel maupun

pembentangan sel. Untuk mempelajari mekanisme hormon IAA dan GA dalam

memacu pertumbuhan tumbuhan, maka dilakukan praktikum pengaruh zat tumbuh

IAA dan GA terhadap pemanjangan hipokotil dan epikotil kecambah Vigna sinensis

ini.

B. Permasalahan

Perkembangan tumbuhan meliputi pertumbuhan dan deferensiasi sel.

Perkembangan tersebut dipengaruhi faktor eksternal maupun internal. Salah satu

faktor internal yang mempengaruhi perkembangan tersebut yaitu adanya hormon.

IAA dan GA merupakan contoh hormon yang dapat memacu pertumbuhan

Page 3: LAPORAN FITOHORMON 4

BORANGNo. Dokumen FO-UGM-BI-07-13

Berlaku sejak 03 Maret 2008

LAPORAN PRAKTIKUM FITOHORMON Revisi 00

LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN Halaman 3 dari 12

tumbuhan. Dari pernyataan tersebut muncul permasalahan, bagaimana pengaruh

penambahan zat tumbuh IAA dan GA terhadap pemanjangan hipokotil dan epikotil

kecambah Vigna sinensis?

C. Tujuan

Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah untuk mempelajari pengaruh

penambahan zat tumbuh IAA dan GA terhadap pemanjangan hipokotil dan epikotil

kecambah Vigna sinensis.

II. DASAR TEORI

Pertumbuhan sering diatikan sebagai pertambahan ukuran, masa, dan volume.

Pertumbuhan pada tumbuhan selalu diikuti oleh perubahan bentuk atau morfologi dan

aktivitas fisiologi melalui proses diferensiasi yang disebut dengan perkembangan.

Pertumbuhan tersebut diawali dengan adanya pembelahan sel-sel di daerah meristem

yang selanjutnya akan terspesialisasi menjadi sel dan jaringan yang khusus seperti

jaringan parenkim, berkas pengangkut, dan sebagainya (Ӧpik & Rolfe, 2005). Pola

pertumbuhan tumbuhan sangat bervariasi untuk masing-masing jenis dan dipengaruhi

oleh faktor eksternal maupun internal. Faktor eksternal dapat berupa suhu, cahaya, dan

sebagainya. Sedangkan faktor internal dapat berupa genetik dan hormon.

Hormon merupakan senyawa yang dihasilkan oleh salah satu bagian tumbuhan

yang kemudian ditransport ke bagian lain dari tumbuhan dimana hormon tersebut akan

memicu respons dari sel atau jaringan sasaran. Hormon juga diartikan sebagai pembawa

sinyal kimia yang dibutuhkan tumbuhan dalam jumlah sedikit untuk menginduksi

perubahan yang besar. Secara umum, hormon mengontrol pertumbuhan dan

perkembangan pada tumbuhan dengan cara mempengaruhi pembelahan, pemanjangan,

dan deferensiasi sel. (Campbell, 2005).

Hormon pada tumbuhan dapat dikelompokkan dalam 5 kelompok yaitu grup

auksin, sitokinin, giberelin, asam absisat dan etilen. Masing-masing hormon tersebut

akan memiliki efek ganda yang bergantung pada tempat, tahap perkembangan

tumbuhan dan konsentrasinya (Srivastava, 2002)..

Page 4: LAPORAN FITOHORMON 4

BORANGNo. Dokumen FO-UGM-BI-07-13

Berlaku sejak 03 Maret 2008

LAPORAN PRAKTIKUM FITOHORMON Revisi 00

LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN Halaman 4 dari 12

Auksin merupakan hormon yang bertanggung jawab dalam pemanjangan

koleoptil. Seacara alami, auksin dapat dijumpai dalam berbagai bentuk antara lain IAA

(Indoleacetic acid), PAA (Phenylacetic acid), 4-chlro-IAA, dan IBA (Indolebutyric

acid). Selain itu, juga dijumpai beberapa jenis auksin sintetik seperti NAA (Napthelene

acetic acid), 2,4-D (2,4 Dichlorophenoxyacetic acid), dan sebagainya. Pada tumbuhan,

auksin di sintentesis terutama didaerah meristem apikal suatu tunas. Kemudian auksin

tersebut akan ditransport ke bagian bawah secara polar melalui jaringan parenkim.

Auksin hanya bekerja efektif pada konsentrasi 10-8M sampai10-3M. Pada konsentrasi

yang lebih tinggi, auksin justru akan menghambat pemanjangan sel (Champbell dkk.,

2005; Dewi A.,2008). Menurut Wang et al. (1993), Pertumbuhan yang distimulai auksin

diwali dengan dinding sel yang terelaksasi yang diikuti oleh melemahnya ikatan pada

dinding sel.

Gambar 1. Mekanisme pemanjangan sel sebagai respon terhadap auksin :

hipotesis pertumbuhan asam (Campbell dkk.,2005)

Giberelin merupakan hormon yang pertama kali diekstraksi dari jamur

Gibberella. Giberelin atau GA dapat ditemukan pada biji yang belum dewasa, ujung

akar dan tunas, daun muda, dan cendawan. Transport GA melalui berkas pengangkut

(xilem dan floem) dan tidak secara polar seperti auksin. Sekarang ini telah ditemukan

sekitar 110 macam Giberelin. Giberelin berperan terutama dalam pemanjangan batang

Page 5: LAPORAN FITOHORMON 4

BORANGNo. Dokumen FO-UGM-BI-07-13

Berlaku sejak 03 Maret 2008

LAPORAN PRAKTIKUM FITOHORMON Revisi 00

LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN Halaman 5 dari 12

dengan menstimulasi pembelahan dan pemanjangan sel, pertumbuhan buah, dan

perkecambahan (Champbell dkk., 2005; Dewi A.,2008).

III. METODE

A. Alat

Alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu antara lain pot sebagai wadah,

tusuk gigi sebagai alat untuk mengoleskan lanolin pada hipokotil dan epikotil, tiang

penanda, silet atau cutter, dan penggaris untuk mengukur panjang hipokotil dan

epokotil.

B. Bahan

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah kecambah Vigna

sinensis, lanolin, dan campuran lanolin dengan zat pengatur tumbuh IAA dan GAA

dengan konsentrasi masing-masing 10, 20, dan 30 ppm, akuades, dan kertas label.

C. Cara kerja

Kecambah Vigna sinensis dalam pot disiapkan kemudian dipotong pada

bagian atas kotiledon untuk perlakuan hipokotil dan untuk perlakuan hipokotil

dipotong pada bagian bawah kotiledon. Setelah itu, pada bagian epikotil dan

hipokotil tersebut diolesi dengan campuran lanolin dan zat pengatur tumbuh (IAA

dan GA masing-masing dengan konsentrasi 10, 20, 30 ppm) secara merata dan

masing-masing dibuat kontrol dengan lanolin tanpa zat tumbuh. Pada hari terakhir

pengamatan panjang hipokotil dan epikotil diukur untuk masing-masing

pengamatan. Hasil keduanya dibandingkan dan ditampilkan dalam bentuk grafik.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Dari percobaan yang telah dilakukan terhadap kecambah Vigna sinensis,

didapatkan hasil yang disajikan dalam grafik berikut ini ;

Page 6: LAPORAN FITOHORMON 4

BORANGNo. Dokumen FO-UGM-BI-07-13

Berlaku sejak 03 Maret 2008

LAPORAN PRAKTIKUM FITOHORMON Revisi 00

LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN Halaman 6 dari 12

Gambar 1. Pengaruh IAA terhadap pemanjangan hipokotil Vigna sinensis

Gambar 2. Pengaruh GA terhadap pemanjangan hipokotil Vigna sinensis

Page 7: LAPORAN FITOHORMON 4

BORANGNo. Dokumen FO-UGM-BI-07-13

Berlaku sejak 03 Maret 2008

LAPORAN PRAKTIKUM FITOHORMON Revisi 00

LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN Halaman 7 dari 12

Gambar 3. Pengaruh IAA terhadap pemanjangan epikotil Vigna sinensis

Gambar 4. Pengaruh GA terhadap pemanjangan epikotil Vigna sinensis

Dari percobaan yang telah dilaksanakan didapatkan hasil yang sedikit berbeda

antara perlakuan IAA dan GA. Perlakuan IAA yang dioleskan pada kecambah Vigna

sinensis menunjukkan pemanjangan hipokotil paling besar pada konsentrasi IAA 0 ppm

(kontrol) dan 30 ppm sedangkan yang paling rendah penambahannya adalah pada

konsentrasi 10 ppm. Perlakuan GA yang dioleskan ke bagian hipokotil menunjukkan

Page 8: LAPORAN FITOHORMON 4

BORANGNo. Dokumen FO-UGM-BI-07-13

Berlaku sejak 03 Maret 2008

LAPORAN PRAKTIKUM FITOHORMON Revisi 00

LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN Halaman 8 dari 12

pemanjangan paling besar pada konsentrasi 40 ppm sedangkan perlakuan lain

cenderung menunjukkan hasil yang kurang lebih sama pada hari terakhir pengamatan.

Perlakuan GA menunjukkan pertambahan panjang hipokotil yang lebih besar dan lebih

cepat dibandingkan perlakuan IAA.

Untuk perlakuan zat tumbuh yang dioleskan pada area epikotil kecambah Vigna

sinensis juga menunjukkan hasil yang berbeda. Untuk perlakuan IAA terhadap

pemanjangan epikotil paling besar yaitu pada konsentrasi 40 ppm dan yang paling

rendah pada konsentrasi 10 ppm. Sedangkan hasil dari perlakuan GA menunjukkan

pemanjangan epikotil yang sangat besar pada kosentrasi 20 ppm yaitu sampai mencapai

18 cm. Nilai ini cukup ekstrem bila dibandingkan dengan perlakuan IAA. Hasil paling

rendah untuk pemanjangan epikotil perlakuan GA pada konsentrasi 10 ppm.

B. Pembahasan

Perkembangan pada tumbuhan diawali dengan adanya pembelahan dan

pemanjangan sel yang diikuti dengan morfogenesis dan deferensiasi sel tersebut.

Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor baik dari luar atau eksternal

tumbuhan maupun dari dalam atau internal tumbuhan. Salah satu faktor internal yaitu

fitohormon (hormon tumbuhan). Fitohormon merupakan senyawa yang disintesis oleh

tumbuhan dan berperan dan regulasi perkembangan. Fitohormon dapat bersifat

menghambat perkembangan seperti etilen dan asam absisat atau bersifat memacu

pertumbuhan seperti auksin, sitokinin, dan giberelin. Secara nyata pada tumbuhan

terjadi interaksi antar hormon-hormon tersebut sehingga keberadaan suatu hormon

dapat menginduksi sintesis atau penghambatan sintesis hormon lain.

Pada praktikum ini dilakukan pengamatan mengenai hormon atau zat tumbuh

(hormon sintetik) yang besifat memicu pertumbuhan yaitu auksin (IAA) dan giberelin

(GA) terhadap pemanjang epikotil dan hipokotil kecambah Vigna sinensis. Konsentrasi

zat tumbuh yang digunakan yaitu 10, 20, dan 30 ppm karena hormon atau zat tumbuh

akan lebih efektif aktivitasnya pada konsentrasi rendah. Pada beberapa kasus, auksin

dengan konsentrasi tinggi justru akan menghambat pertumbuhan. Sedangkan untuk

giberelin, konsentrasi yang tinggu justru tidak menghasilkan respon pertumbuhan.

Digunakanya kecambah Vigna sinensis karena mudah diperoleh dan mudah

Page 9: LAPORAN FITOHORMON 4

BORANGNo. Dokumen FO-UGM-BI-07-13

Berlaku sejak 03 Maret 2008

LAPORAN PRAKTIKUM FITOHORMON Revisi 00

LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN Halaman 9 dari 12

ditumbuhkan serta memiliki epikotil dan hipokotil yang mudah diberi perlakuan dan

mudah diamati. Untuk perlakuan epikotil, kecambah dipotong dibagian epikotil (bagian

atas dari kotiledon) sedangkan untuk perlakuan hipokotil dipotong dibagian hipokotil

(bagian bawah dari kotiledon Dalam praktikum ini digunakan juga lanolin sebagai

campuran zat tumbuh, selain itu lanolin juga berfungsi sebagai perekat sehingga zat

tumbuh akan tetap berada di ujung epikotil atau hipokotil yang diberi perlakuan.

Epikotil merupakan bagian kecambah yang akan berkembang menjadi batang

bagian atas, daun, dan tunas pucuk dan memiliki arah pertumbuhan ke atas. Sedangkan

epikotil merupakan bagian kecambah yang akan berkembang menjadi batang bagian

bawah dan akar. Arah pertumbuhan dari hipokotil yaiu ke arah bawah. Secara

morfologi, epikotil dan hipokotil dipisahkan oleh adanya kotilendon (tempat untuk

menyimpan cadangan makanan pada kecambah).

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari praktikum ini, IAA maupun GA

menujunjukkan pengaruhnya dalam memacu pertumbuhan yang ditandai dengan

pertambahan tinggi tanaman. Dari gambar 1 dapat diketahui bahwa, konsentrasi IAA

yang paling efektif dalam memacu pertumbuhan hipokotil yaitu 30 ppm. Namun hasil

pemanjangan hipokotil perlakuan dengan lanolin tanpa IAA juga menunjukkan hasil

yang sama besar dengan konsentrasi 30 ppm. Sehingga sebenarnya dari percobaan ini

saja belum bisa diketahui aktivitas IAA pada konsentrasi berapa yang paling efektif

dalam memicu pemanjangan hipokotil. Sedangkan konsentrasi paling efektif dalam

memacu pertumbuhan epikotil yaitu 40 ppm. Hal ini bisa jadi disebabkan karena

pengolesan lanolin kurang merata atau karena pemotongan yang kurang pas di bawah

kotiledon.

Konsentrasi GA yang paling efektif dalam memicu pertumbuhan epikotil yaitu

40 ppm dan konsentrasi yang paling efektif dalam memicu pertumbuhan hipokotil juga

pada konsentrasi 40 ppm. Dari data yang diperoleh tersebut juga diketahui bahwa

pengaruh GA baik itu pada pemanjangan hipokotil maupun epikotil lebih efektif

daripada pengaruh IAA. Padahal seharusnya dalam memacu pemanjangan hipokotil

IAA lebih efektif dibandingkan GA dan berlaku sebaliknya, GA lebih efektif memacu

pemanjangan epikotil dibandingkan IAA.

Page 10: LAPORAN FITOHORMON 4

BORANGNo. Dokumen FO-UGM-BI-07-13

Berlaku sejak 03 Maret 2008

LAPORAN PRAKTIKUM FITOHORMON Revisi 00

LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN Halaman 10 dari 12

Hal ini dapat dijelaskan karena adanya mekanisme transport dari auksin. Secara

alami auksin diproduksi dibagian meristem pucuk kemudian ditransport ke bagian

bawah secara polar melalui jaringan parenkim. Sehingga auksin lebih efektif

menginduksi pemanjangan ke arah bawah atau hipokotil. Transpor polar merupakan

transpor searah dan tidak bolak-balik. Selain itu, transpor auksin ini tidak dipengaruhi

oleh gaya gravitasi. Transpor polar auksin merupakan transpor aktif yang memerlukan

energi karena melibatkan aktivitas pompa-pompa proton yang digerakkan oleh ATP.

Selain itu, transport ini juga digerakkan oleh kemoosmosis dan pemanfaatan gradien H+

yang dibangkitkan oleh pompa proton. Berikut merupakan skema transport polar auksin

:

Gambar 6. Transport polar auksin (Champbell dkk., 2005)

Sedangkan pada percobaan ini hasilnya lebih panjang setelah perlakuan GA

dibandingkan IAA baik itu pada bagian hipokotil maupun epikotil. Hal ini kemungkinan

besar disebabkan oleh pemotongan yang kurang tepat dan pengolesan lanolin yang

kurang merata.

Dalam pertumbuhan tumbuhan, IAA dan GA akan memacu atau menstimulasi

pembelahan dan pemanjangan sel sehingga ukuran organ akan bertambah panjang.

Mekanisme stimulasi pemanjangan sel oleh auksin dapat dijelaskan melalui hipotesis

pertumbuhan asam yaitu pada daerah pemanjangan tunas, auksin akan merangsang

Page 11: LAPORAN FITOHORMON 4

BORANGNo. Dokumen FO-UGM-BI-07-13

Berlaku sejak 03 Maret 2008

LAPORAN PRAKTIKUM FITOHORMON Revisi 00

LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN Halaman 11 dari 12

pompa proton yang berakibat pada penurunan pH pada dinding sel. Penurunan pH

tersebut menyebabkan pengasaman pada dinding sel sehingga mengaktifkan enzim-

enzim yang memecahkan ikatan hidrogen yang terdapat pada mikrofibril-mikrofibril

selulosa, hal ini menyebabkan longgarnya serat-serat dinding sel. Karena bertambah

platisnya dinding sel tersebut, sel bebas mengabsorbsi air melalui osmosis sel sehingga

sel bertambah panjang (Campbell dkk.,2005). Sedangkan stimulasi pemanjangan sel

oleh GA dapat dijelaskan dengan hubungan GA dengan XET. XET (xyloglucan

endotransglycosylase) merupakan enzim yang berperan dalam pengubahan struktur

matriks dinding sel yang dapat menginduksi pemanjangan sel.

Adanya GA akan menstimulasi aktivitas dari XET. XET ini kemudian akan

memfasilitasi penetrasi ekspansins yaitu protein pada dinding sel yang secara alami

menyebabkan pelonggaran dinding sel. Dengan adanya protein tersebut, sel dapat

tumbuh memanjang. Secara anatomi dapat dilihat pada gambar 4 dan 5, bahwa sel-sel

pada epikotil maupun hipokotil bertambah jumlah dan panjangnya sehingga terlihat

lebih padat dari pada kontrol. Berikut merupakan struktur kimia dari IAA dan GA :

(a) (b)

Gambar 7.Struktur kimia (a) auksin (IAA) dan (b) giberelin (GA)

V. KESIMPULAN

Pemberian zat tumbuh IAA dan GA dapat memacu pertumbuhan epikotil

maupun hipokotil kecambah Vigna sinensis melalui stimulasi pada pembelahan dan

pemanjangan sel. Pengaruh GA lebih terlihat dalam memacu pemanjangan hipokotil

Page 12: LAPORAN FITOHORMON 4

BORANGNo. Dokumen FO-UGM-BI-07-13

Berlaku sejak 03 Maret 2008

LAPORAN PRAKTIKUM FITOHORMON Revisi 00

LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN Halaman 12 dari 12

maupun optimal pada konsentrasi 40 ppm. Hasil yang ditunjukkan oleh percobaan ini

tidak sesuai dengan teori.

DAFTAR PUSTAKA

Breviario, D., S.Giani, P.D.Vietri, I.Coraggio.1992.Auxin and growth regulation of rice coleoptile segments 1, molecular analysis.Plant Physiol.96 :488-495.

Campbell, N.A., J.B.Reece, & L.G.Mitchell.2005. Biologi.Ed.kelima.Jilid II. Erlangga. Jakarta.hal.380-381.

Darmanti, S.2009.Struktur dan perkembangan daun Acalypha indica L. Yang diperlakukan dengan kombinasi IAA dan GA pada konsentrasi yang berbeda.BIOMA.11(1):40-45.

DewiA.,I.R.2008.Peranan dan fungsi fitohormon bagi pertumbuhan tanaman.Fakultas Pertanian. Universitas Padjajaran.Makalah.Bandung.hal.10-24.

Ӧpik,H. & Rolfe, S.2005.The physiology of flowering plants.4th ed.Cambridge University Press.New York.p.161-162.

Wang,T.W., D.J.Cosgrove, & R.N.Arteca.1993. Brassinosteroid stimulation of hypocotyl elongation and wall relaxation in pakchoi (Brassica chinensis cv Lei-Choi)1.Plant Physiol.101.965-968.