lapkas
DESCRIPTION
pediatri bpTRANSCRIPT
KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : An.M. R
Umur : 1 tahun 6 bulan
TTL : 13-04-2013
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal masuk RS : 07-11-2014
ANAMNESIS (ALLOANAMNESIS)
Keluhan utama :
OS datang dengan keluhan sesak sejak 5 hari SMRS
Riwayat penyakit sekarang :
Anak terlihat sesak terus menerus menurut orang tua, sesak tidak dipengaruhi
waktu atau aktivitas. Keluhan disertai batuk dan pilek. Batuk pilek sejak 6 hari
SMRS, batuk seperti ada dahak. Keluhan disertai demam terus menerus sejak 4
hari SMRS, panas turun sesudah diberi obat penurun panas namun kembali
demam. Tidak ada kejang, muntah ataupun mimisan. Anak tidak penah terlihat
pucat atupun kebiruan. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Os tidak mau makan,
minum jarang.
Riwayat penyakit dahulu :
Saat usia 9 bulan os mengalami sakit yang sama, berobat ke dokter umum.
Riw KP disangkal
Riwayat penyakit keluarga :
Riw TB Paru ataupun batuk lama di keluarga (kontak di rumah) disangkal.
Riw. Asma disangkal
Riwayat Pengobatan :
Os minum obat penurun panas selama 1 hari, Os langsung dibawa ke RSUD
Cianjur
Riwayat Alergi :
Alergi terhadap obat, makanan, binatang dan suhu disangkal
Riwayat kehamilan :
Anak pertama. Tidak menderita penyakit selama kehamilan. Rutin kontrol ke
bidan.
Riwayat persalinan :
Pesalinan normal ditolong bidan, usia kehamilan 10 bulan
BB lahir 2800 gram, dan PB lahir 47 cm.
Langsung menangis.
Riwayat Makanan :
0-6 bulan : diberikan ASI
6 bulan : diberikan makanan tambahan bubur saring
1,5 tahun : nasi (menu keluarga)
Kesan : Makanan sesuai usia
Riwayat Imunisasi :
Hepatitis : 3 x
Polio : 3 x
BCG : 1 x (usia 2 bln)
DPT : 3 x
Campak : belum dilakukan
Riwayat tumbuh kembang :
Tengkurap ibu lupa, duduk 8 bulan, merangkak ibu lupa. Berjalan umur 15 bulan.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : sakit sedang
2
Kesadaran : compos mentis
Tanda-tanda vital :
Nadi : 104 x / menit
Nafas : 52 x/menit
Suhu : 37,4 o C
BB : 8 kg
TB : 75 cm
STATUS GIZI :
• BB/U = 8/11,8 x 100 % = 67% (gizi buruk)
• TB/U = 75/ 82,5 x 100 % = 90 % (gizi baik)
• BB/TB = 8/10 x 100% = 80% (gizi kurang)
Kesimpulan : gizi kurang
STATUS GENERALIS
• Kepala :
Bentuk : normocephal, ubun-ubun cekung (-)
Rambut : warna hitam, distribusi merata
Mata : ikterus -/-, anemis -/-, mata cekung (-)
Hidung : pernapasan cuping hidung (-), deviasi (-),
sekret(+)
Telinga : normotia, sekret (-)
Mulut : bibir kering(-), faring hiperemis (-), tonsil T1-T1
• Leher :
Pembesaran KGB : +/+ (1 cm)
• Thorak :
Cor : Bunyi jantung I dan II normal, reguler
Paru-paru : simetris, retraksi interkostal dan epigastrium (+),
auskultasi paru pernapasan vesikuler, ronki
(+)/(+),wheezing(-)/(-).
• Abdomen :
I :Datar
A : Bisiung Usus (+) normal
3
P : Nyeri tekan (-), asites (-) dan turgor kembali cepat.
P : Suara timpani
• Ekstremitas :
Superior Inferior
Akral : hangat hangat
Oedem : -/- -/-
petekie : -/- -/-
CRT : <2dtk <2dtk
RESUME
An. Laki-laki datang dengan keluhan sesak sejak 5 hari SMRS. Os terlihat
sesak terus menerus menurut orang tua, sesak tidak dipengaruhi waktu
atau aktivitas. Keluhan disertai batuk dan pilek. Batuk pilek sejak 6 hari
SMRS, batuk seperti ada dahak. Keluhan disertai demam terus menerus
sejak 4 hari SMRS, panas turun sesudah diberi obat penurun panas namun
kembali demam. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Os tidak mau makan,
minum jarang.
Pemeriksaan fisik ditemukan: Keadaan umum tampak sakit sedang, status
generalis: Napas 52 x/menit, hidung terdapat sekret berwarna bening,
thorax terdapat retraksi interkostal dan epigastrium, auskultasi paru
terdengar ronkhi.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
HEMATOLOGI NILAI RUJUKAN
Hb 11,1 g/dl
Hematokrit 32,8%
Eritrosit 4,68 rb/µL
Leukosit 14,1rb/ µL
Trombosit 254rb/µL
4
ASSESMENT
Berdasarkan anamnesis, OS sesak dan batuk berdahak sejak 5 hari SMRS. 3
hari SMRS OS demam. OS juga pilek, sekret berwarna bening serta makan dan
minum susah.
Berdasarkan pemeriksaan fisik ditemukan: Napas 52 x/menit, hidung terdapat
sekret berwarna bening, thorax terdapat retraksi interkostal dan epigastrium,
auskultasi paru terdengar ronki.
Maka :
WD : Bronkopneumonia
DD : TB Paru
ISPA
Asma Bronkial
Rencana pemeriksaan :Foto thoraks
Skrining TB
PENATALAKSANAAN
• Tirah baring
• O2 1-2 ltr/ menit
• IVFD. D1-4 : 8x80/96 = 6 Tpm
• Terapi Antibiotik Inj. Ampisilin 50 mg/kgBB
Gentamisin 2mg/kgBB
• Os dipuasakan
• Nebulizer dengan combivent 2x / hari
• Setelah perbaikan sesak, diet Tinggi Energi Tinggi Protein
FOLLOW UP
Follow Up 21/10/114 21/10/14 22/10/14Subjective Batuk berdahak
(+), pilek (+), sesak (+),
Batuk dan sesak berkurang, pilek (-), muntah(-),
Batuk (-), sesak (-), pilek (-), muntah(-),dema
5
muntah(-), demam (-), nafsu makan kurang, minum mau
demam (-), nafsu makan bagus
m (-), nafsu makan bagus
Objective Nadi 110x / menit56 x/ menit
Suhu 37o CPernapasan cuping hidung (-)Thorax : retraksi interkostal dan epigastrium (+)Auskultasi : ronki (+)
Nadi 112x / menit56 x/ menit
Suhu 37o CThorax : retraksi interkostal dan epigastrium berkurang Auskultasi : ronki (+) berkurang
Nadi 110 x/ menitNafas 52x / menitSuhu 36,3° CThorax : retraksi interkostal dan epigastrium (-)Auskultasi : Ronki berkurang
Assesment Bronkopneumonia Bronkopneumonia dengan perbaikan
Bronkoppeumoia dengan perbaikan
Planning Pkl 09.30Pkl 09.30Cernevit 1 FlCernevit 1 FlBroadced 1 gr IBroadced 1 gr IDextrose 5 % 100 Dextrose 5 % 100 cc IIcc IIPkl 11.30Pkl 11.30Inhalasi 2x/hrInhalasi 2x/hrCombiven VCombiven VFlexoride V Flexoride V uapuapMicromise IMicromise I
Ceftriaxone 2 x Ceftriaxone 2 x 400 mg I400 mg IDextrose 5 % IIDextrose 5 % II
PulangPulang
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang
mengenai parenkim paru dimana asinus terisi dengan cairan radang, dengan atau
tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam interstitium. Secara klinis
pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit), bahan kimia, radiasi, aspirasi,
obat-obatan dan lain-lain. Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis tidak termasuk. Sedang keradangan paru yang disebabkan oleh
penyebab non infeksi (bahan kimia, radiasi, obat-obatan dan lain- lain) lazimnya
disebut pneumonitis.2
6
Bronkopneumonia merupakan radang dari saluran pernapasan yang terjadi
pada bronkus sampai dengan alveolus paru. Saluran pernapasan tersebut
tersumbat oleh eksudat yang mukopurulen, yang membentuk bercak-bercak
konsolidasi di lobulus yang berdekatan. Penyakit ini bersifat sekunder yang
biasanya menyertai penyakit ISPA (Infeksi Salurann Pernapasan Atas), demam
infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan daya tahan tubuh. Sebagai infeksi
primer biasanya hanya dijumpai pada anak-anak dan orang tua. 4
Secara anatomis pneumonia dibagi 3, yaitu :
a. pneumonia lobaris
b. pneumonia intertitialis (bronkiolitis)
c. pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
WHO memberikan pedoman klasifikasi pneumonia, sebagai berikut :
1. Usia kurang dari 2 bulan
a. Pneumonia berat
- Chest indrawing (subcostal retraction)
- Bila ada napas cepat (> 60 x/menit)
b. Pneumonia sangat berat
- tidak bisa minum
- kejang
- kesadaran menurun
- hipertermi / hipotermi
- napas lambat / tidak teratur
2. Usia 2 bulan-5 tahun
a. Pneumonia
- bila ada napas cepat
b. Pneumonia Berat
- Chest indrawing
- Napas cepat dengan laju napas
> 50 x/menit untuk anak usia 2 bulan – 1 tahun
> 40 x/menit untuk anak > 1 – 5 tahun
c. Pneumonia sangat berat
- tidak dapat minum
7
- kejang
- kesadaran menurun
- malnutrisi.9,10
ETIOLOGI
Virus merupakan penyebab tersering pneumonia pada bayi usia 1 bulan
sampai 2 tahun, . Pola kuman penyebab pneumonia biasanya berubah sesuai
dengan distribusi umur pasien. Namun secara umum bakteri yang berperan
penting dalam pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophillus
influenzae, Staphylococcus aureus, Streptococcus group B serta kuman atipik
Chlamydia pneumoniae dan Mycoplasma pneumoniae. 9
Umur Bakteri Patogen
Neonatus E. Coli, Streptococcus group B, Listeria
monocytogenes
Klebsiella sp, Enterobacteriaceae
1-3 bulan Chlamydia trachomatis
Usia
prasekolah
Chlamydia pneumoniae, Mycoplasma
pneumoniae
Haemophillus influenzae B, Streptococcus
pneumoniae
Staphylococcus aureus
Usia sekolah Chlamydia pneumoniae, Mycoplasma
pneumoniae
Streptococcus pneumoniae9
PATOGENESIS dan PATOFISIOLOGI
Bronkopneumonia dimulai dengan masuknya kuman melalui inhalasi,
aspirasi, hematogen dar fokus infeksi atau penyebaran langsung. Sehingga terjadi
infeksi dalam alveoli, membran paru mengalami peradangan dan berlubang-
lubang sehingga cairan dan bahkan sel darah merah dan sel darah putih keluar dari
8
darah masuk ke dalam alveoli. Dengan demikian alveoli yang terinfeksi secara
progresif menjadi terisi dengan cairan dan sel-sel, dan infeksi disebarkan oleh
perpindahan bakteri dari alveolus ke alveolus. Kadang-kadang seluruh lobus
bahkan seluruh paru menjadi padat (consolidated) yang berarti bahwa paru terisi
cairan dan sisa-sisa sel.5
Bakteri Streptococcus pneumoniae umumnya berada di nasopharing dan
bersifat asimptomatik pada kurang lebih 50% orang sehat. Adanya infeksi virus
akan memudahkan Streptococcus pneumoniae berikatan dengan reseptor sel epitel
pernafasan. Jika Streptococcus pneumoniae sampai di alveolus akan menginfeksi
sel pneumatosit tipe II. Selanjutnya Streptococcus pneumoniae akan mengadakan
multiplikasi dan menyebabkan invasi terhadap sel epitel alveolus. Streptococcus
pneumoniae akan menyebar dari alveolus ke alveolus melalui pori dari Kohn.
Bakteri yang masuk kedalam alveolus menyebabkan reaksi radang berupa edema
dari seluruh alveolus disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN.2,14
Proses radang dapat dibagi atas 4 stadium yaitu :
1. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari
9
sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-
mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel
mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama
dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler
paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru.
Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang
interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan
alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan
jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka
perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai
bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh
karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna
paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini
udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah
sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
Gambar 1. tampak alveolus terisi sel darah merah dan sel sel inflamasi
(netrofil)
3. Stadium III (3 – 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
10
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa
sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap
padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu
dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
Gambar 2. tampak alveolus terisi dengan eksudat dan netrofil
4. Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.15
11
Sebagian besar pneumonia timbul melalui mekanisme aspirasi kuman atau
penyebaran langsung kuman dari respiratorik atas. Hanya sebagian kecil
merupakan akibat sekunder dari bakterimia atau viremia atau penyebaran dari
infeksi intra abdomen. Dalam keadaan normal mulai dari sublaring hingga unit
terminal adalah steril. Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan
mikroorganisme di paru. Keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme
pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh,
mikroorganisme dan lingkungan, maka mikroorganisme dapat masuk,
berkembang biak dan menimbulkan penyakit.2
Paru terlindung dari infeksi dengan beberapa mekanisme :
Filtrasi partikel di hidung
Pencegahan aspirasi dengan refleks epiglottis
Ekspulsi benda asing melalui refleks batuk
Pembersihan kearah kranial oleh mukosiliar
Fagositosis kuman oleh makrofag alveolar
Netralisasi kuman oleh substansi imun lokal
Drainase melalui sistem limfatik.13
MANIFESTASI KLINIS
Gejala dan tanda klinis bervariasi tergantung kuman penyebab, usia
pasien, status imunologis pasien, dan beratnya penyakit. Manifestsi klinis bisa
sangat berbeda, bahkan pada neonatus mungkin tanpa gejala. Gejala dan tanda
pneumonia meliputi gejala infeksi pada umumnya demam, menggigil, sefalgia,
12
rewel, dan gelisah. Beberapa pasien mungkin mengalami gangguan
gastrointestinal seperti muntah, kembung, diare, atau sakit perut. 9
Walaupun tanda pulmonal paling berguna, namun mungkin tanda-tanda itu
tidak muncul sejak awitan penyakit. Tanda-tanda itu meliputi nafas cuping
hidung (neonetus), takipneu, dipsneu, dan apneu. Otot bantu nafas interkosta dan
abdominal mungkin digunakan. Batuk umumnya dijumpai pada anak besar, tapi
pada neonatus bisa tanpa batuk. Tanda pneumonia berupa retraksi (penarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam saat bernafas bersama dengan peningkatan
frekuensi nafas), perkusi redup, fremitus melemah, suara nafas melemah dan
ronkhi. 13
Frekwensi nafas merupakan indeks paling sensitif untuk mengetahui
beratnya penyakit. Hal ini digunakan untuk mendukung diagnosis dan memantau
tatalaksana. Pengukuran frekwensi nafas dilakukan dalam keadaan anak tenang
atau tidur. Perkusi thorak tidak bernilai diagnostik karena umumnya kelainan
patologisnya menyebar. Suara redup pada perkusi biasanya karena adanya efusi
pleura.
WHO menetapkan kriteria takipneu berdasarkan usia, sebagai berikut :
- usia kurang dari 2 bulan : ≥ 60 kali per menit
- usia 2 bulan -1 tahun : ≥ 50 kali per menit
- usia 1 – 5 tahun : ≥ 40 kali per menit. 9
Suara nafas yang melemah seringkali ditemukan pada auskultasi. Ronkhi
basah halus khas untuk pasien yang lebih besar, mungkin tidak terdengar pada
bayi. Pada bayi dan anak kecil karena kecilnya volume thorak biasanya suara
nafas saling berbaur dan sulit diidentifikasi.13
DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului dengan
infeksi saluran nafas akut bagian atas. Gejalanya antara lain batuk, demam
tinggi terus-menerus, sesak, kebiruan sekitar mulut, menggigil (pada
anak), kejang (pada bayi), dan nyeri dada. Biasanya anak lebih suka
berbaring pada sisi yang sakit. Pada bayi muda sering menunjukkan gejala
non spesifik seperti hipotermi, penurunan kesadaran, kejang atau
13
kembung. Anak besar kadang mengeluh nyeri kepala, nyeri abdomen
disertai muntah.3,8
2. Pemeriksaan Fisik
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok
umur tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding
dada, grunting, dan sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih besar jarang
ditemukan grunting. Gejala yang sering terlihat adalah takipneu, retraksi,
sianosis, batuk, panas, dan iritabel.8
Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk
(non produktif / produktif), takipneu dan dispneu yang ditandai dengan
retraksi dinding dada. Pada kelompok anak sekolah dan remaja, dapat
dijumpai panas, batuk (non produktif / produktif), nyeri dada, nyeri kepala,
dehidrasi dan letargi.8
Pedoman klinis membedakan penyebab pneumonia, sebagai berikut :
Pemeriksaan Bakteri Virus Mikoplasma
Anamnesis
Umur Berapapun, bayi Berapapun Usia sekolah
Awitan Mendadak Perlahan Tidak nyata
Sakit serumah Tidak Ya, bersamaan Ya, berselang
Batuk Produktif nonproduktif kering
Gejala penyerta Toksik Mialgia, ruam,
organ bermukosa
Nyeri kepala, otot,
tenggorok
Fisik
Keadaan umum Klinis > temuan Klinis ≤ temuan Klinis < temuan
Demam Umumnya ≥ 39ºC Umumnya < 39ºC Umumnya < 39ºC
Auskultasi Ronkhi ±, suara
Napas melemah
Ronkhi bilateral,
Difus, mengi
Ronkhi unilateral,
mengi. 14
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah pada pneumonia umumnya didapatkan Lekositosis
hingga > 15.000/mm3 seringkali dijumpai dengan dominasi netrofil pada hitung
jenis. Lekosit > 30.000/mm3 dengan dominasi netrofil mengarah ke pneumonia
14
streptokokus. Trombositosis > 500.000 khas untuk pneumonia bakterial.
Trombositopenia lebih mengarah kepada infeksi virus. Biakan darah merupakan
cara yang spesifik namun hanya positif pada 10-15% kasus terutama pada anak-
anak kecil.9,13
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologis
Foto toraks (AP/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Foto AP dan lateral dibutuhkan untuk menentukan lokasi
anatomik dalam paru. Infiltrat tersebar paling sering dijumpai, terutama pada
pasien bayi. Pada bronkopneumonia bercak-bercak infiltrat didapatkan pada satu
atau beberapa lobus. Jika difus (merata) biasanya disebabkan oleh Staphylokokus
pneumonia.3
b. C-Reactive Protein
Adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai
respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP distimulai oleh sitokin,
terutama interleukin 6 (IL-6), IL-1 dan tumor necrosis factor (TNF). Secara klinis
CRP digunakan sebagai diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan
non infeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi superfisialis dan profunda.
Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan bakteri. CRP kadang-
kadang digunakan untuk evaluasi respon terapi antibiotik. 10
c. Uji serologis
Uji serologis digunakan untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada
infeksi bakteri atipik. Peningkatan IgM dan IgG dapat mengkonfirmasi
diagnosis.10
d. Pemeriksaan mikrobiologi
Diagnosis terbaik adalah berdasarkan etiologi, yaitu dengan pemeriksaan
mikrobiologi spesimen usap tenggorok, sekresi nasopharing, sputum, aspirasi
trakhea, fungsi pleura. Sayangnya pemeriksaan ini banyak sekali kendalanya, baik
dari segi teknis maupun biaya. Bahkan dalam penelitianpun kuman penyebab
spesifik hanya dapat diidentifikasi pada kurang dari 50% kasus.13
15
KRITERIA DIAGNOSIS
Dasar diagnosis pneumonia menurut Henry Gorna dkk tahun 1993 adalah
ditemukannya paling sedikit 3 dari 5 gejala berikut ini :
a. sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding
dada
b. panas badan
c. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)
d. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus
e. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)
PENATALAKSANAAN
Tatalaksana pasien pneumonia meliputi terapi suportif dan terapi etiologik.
Terapi suportif yang diberikan pada penderita pneumonia adalah :
1. Pemberian oksigen 2-4 L/menit melalui kateter hidung atau nasofaring.
Jika penyakitnya berat dan sarana tersedia, alat bantu napas mungkin
diperlukan terutama dalam 24-48 jam
2. Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat. Cairan yang diberikan
mengandung gula dan elektrolit yang cukup.
3. Koreksi kelainan elektrolit atau metabolik yang terjadi.
4. Mengatasi penyakit penyerta.
5. Pemberian terapi inhalasi dengan nebulizer bukan merupakan tata laksana
rutin yang harus diberikan. 9
Tatalaksana pneumonia sesuai dengan kuman penyebabnya. Namun
karena berbagai kendala diagnostik etiologi, untuk semua pasien pneumonia
diberikan antibiotik secara empiris. Walaupun sebenarnya pneumonia viral tidak
16
memerlukan antibiotik, tapi pasien tetap diberi antibiotik karena kesulitan
membedakan infeksi virus dengan bakteri. 9
Usia Rawat jalan Rawat Inap Bakteri Patogen0-2 minggu 1. Ampisillin +
Gentamisin 2. Ampisillin + Cefotaksim
- E. Coli- Streptococcus B- Nosokomial enterobacteria
>2-4 minggu
1. Ampisillin + Cefotaksim atau Ceftriaxon2. Eritromisin
- E. Coli- Nosokomial Enterobacteria- Streptococcus B- Klebsiella- Enterobacter- C. trachomatis
>1-2 bulan 1. Ampisillin + Gentamisin 2. Cefotaksim atau Ceftriaxon
- E. Coli and other Enterobacteria- H. influenza- S. pneumonia- C. trachomatis
>2-5 tahun 1. Ampisillin 2. Sefuroksim sefiksim
1. Ampisillin2. Ampisillin + Kloramfenikol Sefuroksim Ceftriaxon
- H. influenza- S. pneumonia
>5 tahun 1. Penisillin A2. Amoksisilin Eritromisin
1. Penisillin G2. Sefuroksim Seftriakson Vankomisin
- S. pneumonia- Mycoplasma 9
Antibiotik parenteral diberikan sampai 48-72 jam setelah panas turun,
dilanjutkan dengan pemberian per oral selama 7-10 hari. Bila diduga penyebab
pneumonia adalah S. Aureus, kloksasilin dapat segera diberikan. Bila alergi
terhadap penisilin dapat diberikan cefazolin, klindamisin, atau vancomycin. Lama
pengobatan untuk stafilokokkus adalah 3-4 minggu. 8
KOMPLIKASI
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam
rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran
bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah
komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi.
17
DIAGNOSA BANDING
a. Bronkiolitis
b. Aspirasi pneumonia
c. Tb paru primer
PROGNOSIS
Pada era sebelum ada antibiotik, angka mortalitas pada bayi dan anak kecil
berkisar dari 20% sampai 50% dan pada anak yang lebih tua dari 3% sampai 5%.13
Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat diturunkan
sampai kurang dari 1%, anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang
datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.5
PENCEGAHAN
Pencegahan terhadap pneumonia dapat dicegah dengan pemberian
imunisasi/vaksinasi. saat ini sudah tersedia banyak vaksin untuk mencegah
pneumonia. Setiap vaksin mencegah infeksi bakteri/virus tertentu sesuai jenis
vaksinnya.
Berikut vaksin yang sudah tersedia di Indonesia dan dapat mencegah
pneumonia :
1. vaksin PCV (imunisasi IPD) untuk mencegah infeksi pneumokokkus
(Invasive Pneumococcal diseases, IPD). vaksin PCV yang sudah tersedia
adalah PCV-7 dan PCV-10. PCV 13 belum tersedia di Indonesia
2. vaksin Hib untuk mencegah infeksi Haemophilus Influenzae tipe b
3. vaksin DPT untuk mencegah infeksi difteria dan pertusis
4. vaksin campak dan MMR untuk mencegah campak
5. vaksin influenza untuk mencegah influenza
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Alberta Medical Association. 2001. Guideline for The Diagnosa and Management of Community Acquired Pneumonia Pediatric. http:/www.albertadoctor.org.
2. Alsagaff, Hood dkk. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit Paru dan Saluran Napas FK Unair : Surabaya.
3. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya.
4. Coder, J. 2008. Bronkopneumonia. http:/www.IyaLaMedicalInformation.com
5. Departemen Kesehatan RI. 2002.Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut untuk Penanggulangan Pneumonia pada Balita. Jakarta.
6. Feldman, William. 2000. Evidence-Based Pediatrics, Pneumonia and Bronchiolitis. University of Toronto: Canada.
7. Guyton & Hall. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC: Jakarta.
8. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Badan Penerbit IDAI : Jakarta
9. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2007. Simposium Penatalaksanaan Penyakit Paru Pada Anak Terkini. Jember.
19
10. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak. Badan Penerbit IDAI : Jakarta
11. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 1537.A / MENKES/ SK/XII/ 2002Tanggal : 5 Desember 2002. Pemberantasan Penyakit ISPA
12. Laskmi, A. 2006. Pneumonia pediatric.http://www.emedicine.com.
13. PP IDAI UKK Pulmologi Bagian IKA FK USU/RS HAM MEDAN. 2003. Tatalaksana Mutakhir Penyakit Respiratorik pada Anak. Medan.
14. Sarma, S. 2005. Pneumonia, bacterial. http:/www.emedicine.com.
15. Soegijanto, Soegeng dr.SpA(K). 2002. Ilmu Penyakit Anak Diagnosis dan Penatalaksanaan. Penerbit Salemba Medika : Jakarta
16. Rector & Visitors of the University of Virginia.2003. Pneumonia. www.med-ed.virginia.edu/.../pathology3chest.html
20