lapkas moon edit2

16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Sistem Saraf Sistem saraf merupakan kumpulan sel saraf yang terdiri dari dendrit, badan sel, dan akson. Sistem saraf terbagi menjadi Sistem Saraf Pusat dan Sistem Saraf Tepi. Sistem Saraf Pusat (SSP) terdiri dari otak, batang otak, dan medula spinalis, sedangkan Sistem Saraf Tepi (SST) terdiri dari sel aferen dan sel eferen. Sel eferen terdiri dari sistem saraf somati untuk pergerakan otot rangka dan sistem saraf otonom untuk pergerakan otot polos dan otot jantung. 6,7 Medula Spinalis (MS) merupakan struktur lanjutan yang memanjang dari medulla oblongata melalui foramen magnum dan terus ke bawah melalui kolumna vertebralis sampai setinggi vertebrata lumbalis pertama (L2) orang dewasa. 6,7 MS terbagi menjadi 31 segmen (tempat asal 31 pasang saraf spinal) yang terbagi menjadi : 7 pasang saraf servikal (C), 12 pasang saraf thorakal (T), 5 pasang saraf lumbal (L), 5 pasang saraf sakral (S), dan 2 pasang saraf koksigeal (Co). Medula Spinalis sebagai pusat refleks spinal dan jaras konduksi impuls dari atau ke otak. 6,7 3

Upload: lilisapriliapratiwi

Post on 27-Sep-2015

234 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

DS

TRANSCRIPT

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Sistem SarafSistem saraf merupakan kumpulan sel saraf yang terdiri dari dendrit, badan sel, dan akson. Sistem saraf terbagi menjadi Sistem Saraf Pusat dan Sistem Saraf Tepi. Sistem Saraf Pusat (SSP) terdiri dari otak, batang otak, dan medula spinalis, sedangkan Sistem Saraf Tepi (SST) terdiri dari sel aferen dan sel eferen. Sel eferen terdiri dari sistem saraf somati untuk pergerakan otot rangka dan sistem saraf otonom untuk pergerakan otot polos dan otot jantung.6,7Medula Spinalis (MS) merupakan struktur lanjutan yang memanjang dari medulla oblongata melalui foramen magnum dan terus ke bawah melalui kolumna vertebralis sampai setinggi vertebrata lumbalis pertama (L2) orang dewasa.6,7MS terbagi menjadi 31 segmen (tempat asal 31 pasang saraf spinal) yang terbagi menjadi : 7 pasang saraf servikal (C), 12 pasang saraf thorakal (T), 5 pasang saraf lumbal (L), 5 pasang saraf sakral (S), dan 2 pasang saraf koksigeal (Co). Medula Spinalis sebagai pusat refleks spinal dan jaras konduksi impuls dari atau ke otak.6,7MS terdiri dari substansia alba (serabut saraf bermielin) dengan bagian dalam substansia grisea (serabut saraf tak bermielin). Substansia albaberfungsi sebagai jaras konduksi impuls aferen dan eferen antar tingkat medulla spinalis dan otak. Substansia griseatempat integrasi refleks-refleks spinal. 6,7

POSTERIOR

ANTERIOR

Gambar 1. Potongan Melintang Medula SpinalisSumber: Wikimedia, 2010Pada gambar diatas (penampang melintang) substansia grisea menyerupai huruf H capital. Kedua kaki huruf H yang menjulur ke bagian depan disebut kornu anterior (kornu ventralis) sedangkan kedua kaki belakang dinamakan kornu posterior (kornu dorsalis). Kornu anterior (ventralis) terutama terdiri dari badan sel dan dendrit neuron-neuron motorik eferen multipolar dari radiks ventralis dan saraf spinal. Sel kornu anterior biasanya dinamakan jaras akhir bersama karena setiap gerakan (baik yang berasal dari korteks motorik cerebral, ganglia basalis atau yang timbul secara refleks dari reseptor sensorik) harus diterjemahkan menjadi suatu kegiatan atau tindakan melalui struktur tersebut.6,7 Kornu posterior (dorsalis) mengandung badan sel dan dendrite asal serabut-serabut sensorik yang akan menuju tingkat SSP lain sesudah bersinaps dengan serabut sensorik dari saraf-saraf sensorik. Substansia alba medulla spinalis bertindak sebagai penghatar traktus-traktus yang panjang, baik berjalan naik ataupun berjalan turun. Melalui traktus-traktus ini impuls aferen dari saraf spinal dapat mencapai otak dan impuls eferen yang berasal dari pusat motorik dalam otak dapat diteruskan ke sel-sel kornu anterior medulla spinalis. Setiap separuh lateral medulla spinalis dibagi menjadi tiga bidang longitudinal yang berjalan sepanjang medulla spinalis disebutkolumna ventralis, dorsalis, lateralis Dalam setiap bagian terdapat serabut yang jelas (disebut traktus) yang lokasinya sudah tertentu. Traktus merupakan seikat serabut dengan asal, tujuan, dan fungsi yang sama. Traktus dapat berjalan naik (asendens) dan berjalan turun (desendens) atau asosiatif. 6,7Traktus desendensmerupakan traktus yang membawa impuls dari berbagai bagian otak yang menuju neuron-neuron motorik batang otak dan medulla spinalis. Traktus kortikospinalis lateralis dan ventralis merupakan jaras motorik voluntar medulla spinalis.6,7

Gambar 2. Traktus KortikospinaliSumber: Pearson Education, 2004

B. Poliomielitis1. DefenisiPoliomielitis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi yang dapat mempengaruhi saraf dan dapat menyebabkan kelemahan ataupun kelumpuhan pada tubuh.1 Poliomielitis ditandai oleh kerusakan sel-sel motorik di medula spinalis yang menyebabkan munculnya flaccid paralysis pada otot yang dipersarafi oleh neuron yang terkena.2

Gambar 3. Gambar bagian saraf yang rentan terkena virus polio.Sumber: Elsevier, 2010

2. EpidemiologiPenyakit poliomyelitis tersebar di seluruh dunia. Manusia merupakan satu-satunya reservoir penyakit ini. Di negara mempunyai 4 musim, penyakit ini lebih sering terjadi di musim panas, sedangkan di negara tropis musim tidak berpengaruh. Sebelum tahun 1880 penyakit ini sering terjadi secara sporadis, di mana epidemi yang pertama sekali dilaporkan dari Scandinavia dan Eropa Barat lalu Amerika Serikat.4Hingga saat ini kasus poliomyelitis jarang di negara barat, polio masih endemik di Asia selatan dan Afrika, terutama Pakistan, dan Nigeria. WHO memperkirakan ada 10-20 miliar penderita di seluruh dunia. Pada tahun 1997 ada 254000 orang yang tinggal di Amerika Serikat yang menderita paralisis akibat polio. Amerika mendeklarasikan bebas polio tahun 1994 dan Eropa bebas polio pada tahun 2002.4,8

3. EtiologiPoliomielitis disebabkan oleh virus RNA dari genus Enterovirus dari famili picornavirus, yang dikenal sebagai virus polio.2,9 Inti RNA untai tunggal dikelilingi oleh kapsid protein tanpa pembungkus lipid, yang menyebabkan virus polio tahan terhadap pelarut lipid dan membuatnya stabil pada pH rendah. Virus polio mempunyai 3 strain yaitu tipe 1 (Brunhilde), tipe 2 (Lansing), dan tipe 3 (Leon). Infeksi dapat terjadi oleh satu atau lebih dari tipe virus tersebut. Imunitas yang diperoleh setelah terinfeksi maupun imunisasi bersifat seumur hidup dan spesifik untuk satu tipe.2Virus menyebar melalui: kontak langsung host-to-host; kontak dengan lendir atau dahak dari penderita; kontak dengan kotoran penderita.8

Gambar 4. PoliovirusSumber: Amhistory, 20054. Patogenesis dan PatofisiologiPoliomyelitis akut disebabkan oleh virus asam ribonukleat (RNA) dari kelompok enterovirus dari keluarga picornavirus. Inti RNA untai tunggal dikelilingi oleh kapsid protein tanpa pembungkus lipid yang membuat virus polio tahan terhadap pelarut lipid dan stabil pada pH rendah.10,11Virus polio menginfeksi usus manusia melalui transmisi fecal-oral. Virus bereplikasi di orofaring dan mukosa usus (Peyers patches) selama 1-3 minggu pertama dari masa inkubasi. Virus terdapat dalam air liur dan kotoran manusia selama periode ini, menyebabkan sebagian besar transmisi host-to-host. Setelah fase pencernaan, virus mengalir ke kelenjar getah bening dan kelenjar mesenterika dan kemudian ke dalam aliran darah. Hanya 5% dari pasien yang terinfeksi memiliki keterlibatan sistem saraf selektif setelah viremia. Hal ini diyakini bahwa replikasi virus di ekstraneural mempertahankan viremia dan meningkatkan kemungkinan bahwa virus akan memasuki sistem saraf.10,11Virus polio memasuki sistem saraf dengan baik melintasi sawar darah otak atau dengan transportasi aksonal dari saraf perifer. Hal ini dapat menyebabkan infeksi sistem saraf dengan melibatkan gyrus precentral (korteks motorik), thalamus, hypothalamus, inti motorik batang otak dan formasi reticular, vestibular dan inti cerebellar, dan kornu anterior medula spinalis. Sel-sel saraf mengalami kromatolisis pusat bersama dengan reaksi inflamasi dan replikasi virus terus terjadi sebelum timbulnya kelumpuhan. Kelumpuhan otot atau bahkan atrofi muncul ketika kurang dari 10% dari neuron bertahan dari suatu sistem neuron yang terserang.10Virus polio tidak berkembang biak pada jaringan otot secara in vivo. Malfungsi yang terjadi pada saraf periferal dan otot tertentu mengikuti replikasi virus pada sel saraf. Perubahan secara cepat terjadi di sel saraf dari kromatolisis yang ringan ke neurophagia dan kerusakan total. Beberapa sel saraf yang kehilangan fungsinya karena adanya oedema lokal dapat sembuh sempurna.10Jika seseorang yang rentan terhadap virus polio, terserang virus yang virulen, reaksi yang terjadi dapat berupa: infeksi yang tidak tampak (tidak bergejala), sakit ringan, meningitis atau polio paralitik. Hanya sekitar 1% infeksi virus polio bermanifestasi klinik. Pengeluaran virus dari tenggorokan dan tinja dan penyebaran infeksi yang lain dapat terjadi tanpa adanya serangan sistern saraf pusat.10,11

Gambar 5. Patogenesis PoliomielitisSumber: Amanda Kehler, 2014

5. Gambaran KlinisGejala klinis poliomielitis terdiri dari :4,8a.Poliomyelitis asimtomatis Gejala klinis : setelah masa inkubasi 9-12 hari, tidak terdapat gejala. Kejadian ini sulit untuk dideteksi tapi biasanya cukup tinggi terutama di daerah-daerah yang standar higienenya jelek. Penyakit ini hanya diketahui dengan menemukan virus di tinja atau meningkatnya titer antibodi.

b. Poliomyelitis abortif Kejadiannya diperkirakan 4-8 % dari jumlah penduduk pada suatu epidemi. Timbul mendadak dan berlangsung 1-3 hari dan gejala klinisnya berupa panas dan jarang melebihi 39,5 oC, sakit tenggorokkan, sakit kepala, mual, muntah, malaise, dan nyeri perut. Diagnosis pasti hanya dengan menemukan virus pada biakan jaringan.

c. Poliomyelitis non paralitik Penyakit ini terjadi 1 % dari seluruh infeksi. Gejala klinis hampir sama dengan poliomyelitis abortif yang berlangsung 1-2 hari. Setelah itu suhu menjadi normal, tetapi lalu naik kembali (dromedary chart) disertai dengan gejala nyeri kepala, mual dan muntah lebih berat, dan ditemukan kekakuan pada otot belakang leher, punggung dan tungkai, dengan tanda Kernig dan Brudzinsky yang positif. Tanda-tanda lain adalah Tripod yaitu bila anak berusaha duduk dari sikap tidur, maka ia akan menekuk kedua lututnya ke atas, sedangkan kedua lengan menunjang ke belakang pada tempat tidur.

d. Poliomyelitis paralitik Gejala klinisnya sama seperti poliomyelitis non paralitik disertai dengan kelemahan satu atau beberapa kelumpuhan otot skelet atau kranial. Gejala ini dapat menghilang selama beberapa hari dan kemudian timbul kembali disertai dengan kelumpuhan (paralitik) yaitu berupa paralisis flaksid yang biasanya unilateral dan simetris.Adapun bentuk-bentuk gejalanya antara lain:4 i. Bentuk spinal : Gejala kelemahan / paralisis atau paresis otot leher, abdomen, tubuh, diafragma, thoraks dan terbanyak ekstremitas bawah. ii. Bentuk bulbar : Gangguan motorik satu atau lebih syaraf otak dengan atau tanpa gangguan pusat vital yakni pernapasan dan sirkulasi. iii. Bentuk bulbospinal : Didapatkan gejala campuran antara bentuk spinal dan bentuk bulbar. Kadang ensepalitik dapat disertai gejala delirium, kesadaran menurun, tremor dan kadang kejang.

6. DiagnosisVirus polio dapat diisolasi dan di biakkan dari bahan hapusan tenggorok pada minggu pertama penyakit, dan dari tinja sampai beberapa minggu. Berbeda dengan enterovirus lainnya, virus polio jarang dapat diisolasi dari cairan serebrospinalis.12,13 Bila pemeriksaan isolasi virus tidak mungkin dapat dilakukan, maka dipakai pemeriksaan serologi berupa tes netralisasi dengan memakai serum pada fase akut dan konvalesen. Dikatakan positif bila ada kenaikan titer 4 kali atau lebih. Tes netralisasi sangat spesifik dan bermanfaat untuk menegakkan diagnosa poliomielitis. Selain itu bisa juga dilakukan pemeriksaan CF (Complement Fixation), tetapi ditemukan reaksi silang diantara ketiga tipe virus ini.4,8,12,13Pemeriksaan likuor serebrospinalis akan menunjukkan pleiositosis biasanya kurang dari 500/mm3, pada permulaan lebih banyak polimorfonuklear dari limfosit, tetapi kemudian segera berubah menjadi limfosit yang lebih dominan. Sesudah 10-14 hari jumlah sel akan normal kembali. Pada stadium awal kadarprotein normal, kemudian pada minggu kedua dapat naik sampai 100 mg%, dengan jumlah sel menurun sehingga disebut dissociation cytoalbuminique, dan kembali mencapai normal dalam 4-6 minggu. Glukosa normal. Pada pemeriksaan darah tepi dalam batas normal dan pada urine terlihat gambaran yang bervariasi dan bisa ditemukan albuminuria ringan.12,13

7. Diagnosis Banding8a. Pseudo paralisis non neurogen : tidak ada kaku kuduk, tidak pleiositosis. Disebabkan oleh trauma/kontusio, demam rematik akut dan osteomielitis.b. Polineuritis : gejala paraplegia dengan gangguan sensibilitas, dapat dengan paralisis palatum mole dan gangguan otot bola mata.c. Poliradikuloneuritis (sindroma Guillan-Barre) : 50% kasus sebelum paralisis didahului oleh demam tinggi, paralisis tidak akut tapi perlahan-lahan, kelumpuhan bilateral dan simetris, pada likuor serebrospinalis protein meningkat, sembuh tanpa gejala, terdapat gangguan sensorik.

8. Pengobatan14,15Tidak ada pengobatan spesifik terhadap poliomielitis. Antibiotika, gama-globulin dan vitamin tidak mempunyai efek. Penatalaksanaannya adalah simptomatis dan suportif. Infeksi tanpa gejala : istirahat.Infeksi abortif : istirahat sampai beberapa hari setelah temperatur normal. Kalau perlu dapat diberikan analgetik, sedatif. Jangan melakukan aktivitas selama 2 minggu. 2 bulan kemudian dilakukan pemeriksaan neuromuskuloskeletal untuk mengetahui adanya kelainan.Non paralitik : sama dengan tipe abortif. Pemberian analgetik sangat efektif bila diberikan bersamaan dengan pembalut hangat selama 15-30 menit setiap 2-4 jam dan kadang-kadang mandi air panas juga dapat membantu. Fisioterapi dilakukan 3-4 hari setelah demam hilang. Fisioterapi bukan mencegah atrofi otot yang timbul akibat denervasi sel kornu anterior, tetapi dapat mengurangi deformitas yang terjadi.Paralitik : harus dirawat di rumah sakit karena sewaktu-waktu dapat terjadi paralisis pernapasan, dan untuk ini harus diberikan pernapasan mekanis. Bila rasa sakit telah hilang dapat dilakukan fisioterapi pasif dengan menggerakan kaki atau tangan.

9. Prognosis Bergantung kepada beratnya penyakit. Pada bentuk paralitik bergantung pada bagian yang terkena. Prognosis jelek pada bentuk bulber, kematian biasanya karena kegagalan fungsi pusat pernapasan atau infeksi sekunder pada jalan napas. Data dari negara berkembang menunjukan bahwa 9% dari anak meninggal pada fase akut, 15% sembuh sempurna dan 75% mempunyai deformitas yang permanen seperti kontraktur terutama sendi, perubhan trofik oleh sirkulasi yang kurang sempurna.16