lapkas sinusitis
DESCRIPTION
Lapkas SinusitisTRANSCRIPT
DASAR TEORI
I. ANATOMI
I.1. Anatomi Hidung
Secara garis besar, hidung dibagi menjadi:
1. Hidung luar
2. Hidung dalam
A. Hidung Luar
Hidung luar berbentuk pyramid dengan puncak hidung sebagai apeks. Terdiri dari :
1. Pangkal hidung
2. Dorsum nasi
3. Puncak hidung
4. Ala nasi
5. Kolumela
Dorsum nasi
Pangkal hidung
Puncak hidung
A. Hidung Luar
Struktur hidung luar dibedakan atas 3 bagian:
1. Kubah tulang
2. Kubah kartilago
3. Lobulus hidung
1. Kubah Tulang
Kubah tulang hidung terdiri dari:
Kedua os nasale
Processus frontalis maxillae
Processus nasalis ossis frontalis
2. Kubah Kartilago
Kubah kartilago hidung terdiri dari :
2 Cartilagines nasi lateralis
1 Cartilago septum nasi
3. Lobulus Hidung
Lobulus hidung terdiri dari :
2 Cartilagines alares
Kolumela
2 Ala nasi
Ujung hidung
Nares
Septum Nasi
B. Hidung Dalam
Struktur ini membentang dari os internum hingga ke koana, yang memisahkan rongga hidung
dari nasofaring. Terdiri dari beberapa bagian, dianataranya adalah :
1. Septum nasi
2. Conchae nasales
3. Meatus nasales
4. Sinus paranasales
1. Septum Nasi
Septum nasi membagi cavum nasi menjadi dua dan terdiri dari kerangka tulang dan
kerangka tulang rawan. Kerangka tulang terdiri dari :
Lamina prependikularis
Vomer
Krista nasalis os maksilla
Krista nasalis os palatina
Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari :
Kartilago septum
Kolumela
2. Conchae Nasales dan Meatus Nasales
Concha nasales merupakan bagian dari dinding lateral cavitas nasi yang berupa 4
tonjolan yang berbentuk seperti gulungan, terdiri dari :
1. Concha nasalis superior
2. Concha nasalis media
3. Concha nasalis inferior
4. Concha nasalis suprema (rudimenter)
Conchae nasalis membagi cavitas nasi menjadi 4 lorong, terdiri dari :
1. Meatus nasalis superior
Terletak diantara concha nasalis superior dan media, merupakan muara ostium sinus
ethmoid posterior dan sinus sfenoid
2. Meatus nasalis medius
Terletak diantara concha nasalis media dan inferior, merupakan muara ostium sinus
frontal, maksila dan ethmoid anterior
3. Meatus nasalis inferior
Terletak diantara concha nasalis inferior dengan dasar cavum nasi, ostium ductus
nasolacrimalis yang bermuara ke dalam meatus ini
Cavum Nasi
Cavum nasi merupakan suatu ruang berbentuk terowongan dari depan ke belakang,
dipisahkan oleh septum nasi. Pintu masuk bagian depan disebut sebagai nares anterior
sedangkan pintu keluar bagian belakang disebut sebagai nares posterior (koana). Dibelakang
dari nares anterior yang letaknya sesuai dengan ala nasi terdapat daerah yang disebut sebagai
vestibulum, bagian ini mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang
disebut vibrise. Masing-masing cavum mempunyai 4 buah dinding, yakni :
Dinding inferior à os maksilla & os palatum
Dinding superior à lamina kribiformis
Dinding medial à septum nasi
Dinding lateral à concha
Anatomi Sinus Paranasal
Ada empat pasang sinus paranasal yaitu
sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan
sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal
merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang
kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam
tulang. Semua sinus mempunyai muara ke
rongga hidung.
Secara embriologik, sinus paranasal
berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung
dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-
4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal.
Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat
anak lahir, sedangkan sinus frontal berkembang dari dari sinus etmoid anterior pada anak
yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun
dan berasal dari bagian postero-superior rongga hidung. Sinus-sinus ini umumnya mencapai
besar maksila 15-18 tahun.
Sinus Maksila
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila
bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran
maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa.
Sinus maksila berbentuk segitiga. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os
maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal
maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung dinding superiornya adalah
dasar orbita dan dinding inferior ialah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila
berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui
infindibulum etmoid.
Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah
1. Dasar dari anatomi sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu
premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring (C) dan gigi
molar M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga
infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis.
2. Sinusitis maksila dapat menyebabkan komplikasi orbita.
3. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase kurang
baik, lagipula drainase juga harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum
adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi
pada daerah ini dapat menghalangi drenase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan
sinusitus.
Sinus Frontal
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat fetus,
berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus
frontal mulai berkembang pada usia 8-10 thn dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum
usia 20 thn.
Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar dari pada lainnya
dan dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa
hanya mempunyai satu sinus frontal dan kurang lebih 5% sinus frontalnya tidak berkembang.
Ukurannya sinus frontal adalah 2.8 cm tingginya, lebarnya 2.4 cm dan dalamnya 2
cm. Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berleku-lekuk. Tidak adanya
gambaran septum-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto Rontgen menunjukkan
adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisakan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa
serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini.
Sinus frontal berdraenase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal. Resesus
frontal adalah bagian dari sinus etmoid anteroir.
Sinus Etmoid
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-akhir ini
dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-sinus lainnya.
Pada orang dewasa bentuk sinus etomid seperti piramid dengan dasarnya di bagian posterior.
Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2.4 cmn dan lebarnya 0.5 cm di bagian
anterior dan 1.5 cm di bagian posterior.
Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon,
yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak di antara konka media
dan dinding medial orbita. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi antara 4-17 sel (rata-rata 9 sel).
Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di
meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior. Sel-sel sinus
etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di bawah perlekatan konka media,
sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan
terletak di postero-superior dari perlekatan konka media.
Di bagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus
frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar disebut bula
etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut infundibulum,
tempat bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan di resesus frontal
dapat menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan
sisnusitis maksila.
Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribosa.
Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid
dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatasan dengan sinus
sfenoid.
Sinus Sfenoid
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus
sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalah 2 cmn
tingginya, dalamnya 2.3 cm dan lebarnya 1.7 cm. Volumenya bervariasi dari 5-7.5 ml. Saat
sinus berkembang, pembuluh darah dan nervus di bagian lateral os sfenoid akan menjadi
sangat berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai indentasi pada dinding sinus
etmoid.
Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar
hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus
kavernosus dan a.karotis interna (sering tampak sebagai indentasi) dan di sebelah
posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah pons.
Sistem Mukosiliar
Terdapat 2 aliran :
1) Sinus anterior à bergabung di infundibulum ethmoid àdialirkan di nasofaring.
2) Sinus posterior àbergabung di resesus sfenoethmoidalis à nasofaring (posterior
muara tuba), jika terjadi sinusitis, post nasal drip (+).
Kompleks Ostio-Meatal
Di meatus medius, ada muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan
sinus etmoid anterior. Daerah ini rumit dan sempit dan dinamakan kompleks ostio-meatal
(KOM), terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat di belakang prosesus unsinatus,
resesus frontalis, bula etmoid dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus
maksila.
Fungsi Sinus Paranasal
Sampai saat ini belum ada kesesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus paranasal.
Beberapa pendapat:
a. Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)
Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur
kelembaban udara inspirasi. Keberatan terhadap teori ini ialah karena ternyata tidak didapati
pertukaran udara yang definitive antara sinus dan rongga hidung. Lagipula mukosa sinus
tidak mempunyai vaskularisasi dan kelenjar yang sebanyak mukosa hidung.
b. Sebagai penahan suhu (termal insulators)
Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi orbita dan
fossa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah.
c. Membantu keseimbangan kepala
Bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan memberikan pertambahan
berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori dianggap tidak bermakna.
d. Membantu resonansi suara
Berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan mempengaruhi kualitas
suara. Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi sinus dan ostiumnya tidak
memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonator yang efektif. Lagipula tidak ada
korelasi antara resonansi suara dan besarnya sinus pada hewan-hewan tingkat rendah.
e. Sebagai peredam perubahan tekanan udara
Berjalan bila terdapat perubahan tekanan yang besar dan mendadak misalnya
pada waktu bersin atau membuang ingus.
f. Membantu produksi mucus
Jumlahnya produksi mucus yang dihasilakn kecil dibandingkan dengan mucus dari
rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan partikel yang turut masuk dengan udara
inspirasi karena mucus ini keluar dari meatus medius, tempat yang paling strategis.
Pemeriksaan Sinus Paranasal
Untuk mengetahui adanya kelainan pada sinus paranasal dilakukan inspeksi dari luar,
palpasi, rinoskopi anterior, rinoskopi posterior, transiluminasi, pemeriksaan radiologi dan
sinuskopi,
Inspeksi
Yang diperhatikan adalah adanya pembengkakan pada muka. Pembengkakan di pipi
sampai kelopak mata bawah yang berwarna kemerah-merahan mungkin menunjukkan suatu
sinusitis maksilaris akut. Pembengkakan di kelopak mata atas mungkin menunjukkan suatu
sinusitis frontalis akut.
Sinusitis etmoid akut jarang menyebabkan pembengkakan ke luar, kecuali bila telah
terbentuk abses.
Palpasi
Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi menunjukkan adanya sinusitis maksila.
Pada sinusitis frontal terdapat nyeri tekan di dasar sinus frontal yaitu pada bagian medial atap
orbita. Sinusitis etmoid menyebabkan rasa nyeri tekan di daerah kantus medius.
Transiluminasi
Transiluminasi mempunyai manfaat yang terbatas, hanya dapat dipakai untuk
memeriksa sinus maksila dan sinus frontal, bila fasilitas pemeriksaan radiologik tidak
tersedia.
Bila terdapat kista yang besar di dalam sinus maksila, akan tampak terang pada
pemeriksaan transiluminasi, sedangkan pada foto rontgen tampak adanya perselubungan
berbatas tegas di dalam sinus maksila.
Transiluminasi pada sinus frontal hasilnya lebih meragukan. Besar dan bentuk kedua
sinus ini seringkali tidak sama. Gambaran yang terang berarti sinus berkembang dengan baik
dan normal, sedangkan gambaran yang gelap mungkin hanya menunjukkan sinus yang tidak
berkembang.
Pemeriksaan Radiologik
Bila dicurigai adanya kelainan di sinus paranasal,maka dapat dilakukan pemeriksaan
radiologik. Posisi rutin yang dipakai ialah posisi Waters, P.A, dan lateral. Posisi Waters
terutama untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila, frontal dan etmoid. Posisi posterior
anterior untuk menilai sinus frontal dan posisi lateral untuk menilai sinus frontal, sphenoid
dan etmoid.
Metode mutakhir yang lebih akurat untuk melihat kelainan sinus paranasal adalah
pemeriksaan CT-scan.
Sinuskopi
Pemeriksaan ke dalam sinus maksila menggunakan endoskop. Endoskop dimasukkan
melalui lubang yang dibuat di meatus inferior atau di fossa kanina.
Dengan sinuskopi dapat dilihat keadaan di dalam sinus, apakah ada sekret, polip,
jaringan granulasi, massa tumor atau kista, bagaimana keadaan mukosa dan apakah
ostiumnya terbuka.
II. DEFINISI SINUSITIS
1. Definisi
Sinusitis adalah inflamasi mukosa sinus paranasal, dimana bila mengenai beberapa
sinus disebut dengan multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus disebut
pansinusitis. Sinusitis sering dipicu oleh rinitis, sehingga sering pula disebut rinosinusitis
2. Etiologi
Etiologinya berupa :
a. Virus
b. Bakteri :
1. Streptococcus pneumoniea
2. Haemophillus influenzae
3. Staphylococcus aureus
3. Faktor Predisposisi
Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya sinusitis, diantaranya yaitu :
1. Post pemasangan tampon
2. Fraktur wajah
3. Barotrauma
4. Lingkungan à polusi, udara dingin dan kering
5. Rinitis kronis, rinitis alergi
6. Penyakit sistemik
7. Penyakit gigi geligi
4. Klasifikasi
a. Berdasarkan waktu
i. Sinusitis akut : terjadi kurang dari 4 minggu
ii. Sinusitis sub-akut : terjadi antara 4 minggu – 3 bulan
iii. Sinusitis kronik : terjadi > 3 bulan
b. Berdasarkan lokasi
i. Sinusitis maksilaris
ii. Sinusitis etmoidalis
iii. Sinusitis frontalis
iv. Sinusitis sphenoidalis
2. Gejala Klinis
Pada keadaan akut kondisi yang sering pasien keluhkan diantaranya hidung tersumbat
disertai nyeri atau rasa tertekan pada wajah, sekret hidung yang biasanya mukopurulen,
adanya sekret yang tertelan ke tenggorokan, disertai gejala-gejala sistemik seperti demam
dan lesu, disamping itu pasien sering pula mengeluhkan sakit kepala, penurunan fungsi
penghidu (hiposmia/anosmia) serta halitosis.
Pada keadaan kronik, gejala-gejala yang sering dialami oleh pasien diantaranya : sakit
kepala kronik, sekret yang jatuh ke tenggorokan, batu kronik, gangguan tenggorok,
gangguan telinga akibat sumbatan kronik muara tuba Eustachius, sinobronkitis,
bronkiektasis maupun adanya serangan asma yang meningkat pada pasien dengan riwayat
asma.
3. Diagnosis
Diagnosis sinusitis dapat dilakukan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
meliputi pemeriksaan umum seluruh tubuh dan khususnya pemeriksaan lokalis pada
daerah hidung baik dengan pemeriksaan rinoskopi anterior, rinoskopi posterior maupun
pemeriksaan nasoendoskopi, namun tidak jarang untuk lebih memastikan lagi dibutuhkan
pula pemeriksaan penunjang, seperti foto polos posisi waters, postero-anterior dan lateral,
pemeriksaan CT-Scan, maupun pemeriksaan sinuskopi.
4. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada kasus sinusitis yakni baik dari penyakitnya itu sendiri
maupun akibat tindakan operatif yang dilakukan.
a. Komplikasi Sinusitis :
- Osteomyelitis dan abses subpperiosteal
- Kelainan orbita
Penyebaran infeksi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum, berupa :
a. Edema palpebra
b. Selulitis orbita
c. Abses subperiostal
d. Abses orbita
e. Trombosis sinus kavernosus
- Kelainan intracranial
f. Meningitis
g. Abses ektradural/subdural
h. Abses otak
i. Trombosis sinus kavernosus
- Kelainan paru
b. Komplikasi tindakan operasi
a. FESS
i. Perlukaan orbita
ii. Hematom orbita
iii. Kebutaan
iv. Trauma pada duktus nasolakrimalis
v. Epifora
vi. Trauma basis kranii
b. Caldwell-luc procedure
i. Fistel oroantral
ii. Trauma nervus infraorbitalis
iii. Trauma akar gigi
5. Tatalaksana
Tujuan dari penatalaksaan pada pasien dengan sinusitis adalah :
a. mempercepat kesembuhan
b. mencegah komplikasi
c. mencegah perubahan menjadi kronik
Prinsip penatalaksanaannya adalah : membuka sumbatan KOM sehingga drainase dan
ventilasi sinus-sinus pulih secara alami. Terapinya meliputi :
a. Konservatif
Tindakan konservatif yang dapat dilakukan adalah diatermi, Kaak-pungsi dan irigasi
sinus, yakni untuk mencuci dan membersihkan pus yang terdapat atau tertumpuk di
dalam rongga sinus
b. Medikamentosa
Meliputi :
a. Antibiotika spektrum luas à penisilin/sefalosporin generasi ke-2
b. Dekongestan oral maupun topikal
c. Antihistamin-1
d. Analgetik
e. Mukolitik/ekspektoran
f. Steroid oral/topikal
c. Operatif
Terapi operatif dilakukan pada kasus sinusitis kronik, dimana keadaan tidak membaik
walaupun telah diberi terapi medikamentosa secara adekuat, terapi operatif yang dapat
dilakukan diantaranya :
- Bedah sinus endoskopi fungsional (FESS)
- Operasi dengan metode Caldwell-Luc
III.1. Mekanisme kasus
adanya faktor predisposisi à reaksi inflamasi mukosa hidung
edema organ-organ yang membentuk kompleks osteomeatal
mukosa yang berhadapan saling bertemu
silia tidak dapat bergerak
ostium sinus tersumbat
tekanan negatif di dalam rongga sinus
transudasi à à awalnya serous à
kondisi menetap
sekret terkumpul dalam sinus
bakteri berkembang dan terjadi multiplikasi di dalamnya
sekret menjadi purulen à à
terapi tidak berhasil
inflamasi berlanjut
hipoksia jaringan
bakteri anaerob berkembang
mukosa semakin membengkak
perubahan mukosa kronik
hipertrofi polipoid/pembentukan polip dan kista
rinosinusitis
non-bakterial
rinosinusitis akut
bakterial
Terapi antibiotik
III.2. Terapi
Pada pasien terapi yang dilakukan berupa tindakan konservatif yaitu melakukan Kaak-
pungsi dan irigasi sinus, dengan prosedur :
- Pasien duduk tegak berhadapan dengan dokter
- Lakukan anastesi lokal dengan memberikan lidocaine dan pehacaine, tunggu obat
bekerja
- Semprotkan Xylocaine
- Bersihkan cavum nasi dengan vacum
- Tusukkan trokar menembus meatus nasi inferior
- Alirkan air (irigasi) ke dalam sinus untuk mencuci pus dan darah
- Irigasi hingga bersih
- Keluarkan trokar
- Dep mukosa hidung untuk menghentikan perdarahan
- Tindakan selesai
Disamping tindakan Kaak-pungsi dan irigasi sinus, pasien juga diberikan terapi
medikamentosa berupa :
Antibiotika yang adekuat paling sedikit selama 2 minggu
Analgetika untuk mengatasi rasa nyeri
Dekongestan untuk memperbaiki saluran yang tidak boleh diberikan lebih daripada 5
hari karena dapat terjadi rebound congestion dan rhinitis medikamentosa. Selain itu
pada pemberian dekongestan terlalu lama dapat timbul rasa nyeri, rasa terbakar, dan
rasa kering karena atrofi mukosa dan kerusakan silia.
Antihistamin
Kortikosterioid dalam jangka pendek jika ada riwayat alergi yang agak parah
LAPORAN KASUS
I.1. Identitas Pasien
Nama : Tn. M
Umur : 46 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Sayung Demak
Pekerjaan : Swasta
No RM : 0291xx
Pembayaran melalui : BPJS
I.2. Anamnesis
Keluhan utama
Pasien datang ke Poliklinik THT dengan keluhan nyeri di pipi kiri dan dibawah kelopak mata
kiri.
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke Poliklinik THT RSUD Kota Semarang dengan keluhan nyeri pada daerah
pipi yang sudah di rasakan kurang lebih selama 1 bulan. Awalnya keluhan yang dirasakan
adalah hidung tersumbat kemudian semakin lama pasien merasakan sering menelan lendir
dari hidungnya. Lendir dari hidung tersebut dirasakan membau. Pasien kemudian merasakan
hidungnya semakin tersumbat dan sulit untuk bernafas di sertai nyeri pada pipi sebelah kiri
yang semakin memberat. Pasien mengobati keluhannya ke dokter puskesmas dan hanya di
berikan obat untuk flu dan vitamin, kemudian di rujuk ke RSUD untuk penanganan lebih
lanjut. Pasien merasakan keluhannya semakin memberat bila untuk aktifitas dan agak mereda
bila minum obat.
Keluhan tambahan
Nyeri pada pipi kiri yang terjadi terus menerus, sakit kepala (+), lendir di hidung belakang
(+) mual (-), muntah (-), sesak (-), nyeri tenggorok (+), nyeri menelan (-). Keluhan telinga
tidak ada.
Riwayat pengobatan
3 minggu SMRS pasien diberikan obat flu dan vitamin oleh puskesmas. Karena keluhan tidak
mereda, pasien dirujuk ke Poli THT RSUD untuk di periksa. Dari poli THT mendapatkan
obat tablet dan dilakukan foto polos SPN kemudian kontrol kembali ke RSUD(CT Scan tidak
dilakukan karena alat sedang rusak)
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit serupa : pernah mengalami seperti ini 1 bulan yang lalu
Riwayat trauma pada wajah : disangkal
Riwayat sakit gigi : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat penyakit keluarga
Alergi (-)
I.3. Pemeriksaan fisik
1. Status generalis
Kondisi umum : baik
Kesadaran : compos mentis
Status gizi : baik
1. Status lokalis THT (Telinga, Hidung, Tenggorokan)
1.1. Kepala dan Leher
Kepala : mesocephale
Wajah : simetris
Leher : pembesaran kelenjar limfe (-)
1.2. Gigi dan mulut
Gigi geligi : normal
Lidah : normal, kotor (-), tremor (-)
Pipi : bengkak (-)
1.3. Pemeriksaan Telinga
Bagian Auricula Dextra Sinistra
Auricula
Bentuk normal,
nyeri tarik (-)
nyeri tragus (-)
Bentuk normal
nyeri tarik (-)
nyeri tragus (-)
Pre auricular
Bengkak (-)
nyeri tekan (-)
fistula (-)
Bengkak (-)
nyeri tekan (-)
fistula (-)
Retro auricularBengkak (-)
Nyeri tekan (-)
Bengkak (-)
Nyeri tekan (-)
MastoidBengkak (-)
Nyeri tekan (-)
Bengkak (-),
Nyeri tekan (-)
CAE
Serumen (-)
hiperemis (-)
Sekret (+)
Serumen (-)
hiperemis (-)
Sekret (+)
Membran timpani
Intak
putih mengkilat
refleks cahaya (+)
Intak
putih mengkilat
refleks cahaya (+)
1.4. Pemeriksaan Hidung
Bagian Hidung Luar
Dextra Sinistra
Bentuk Normal Normal
Inflamasi atau tumor - -
Nyeri tekan sinus - +
Deformitas atau septum
deviasi- -
Rhinoskopi anterior
Vestibulum nasi Normal Normal
Dasar cavum nasi Normal
Sekret - + (mukoid)
Mukosa Hiperemis (-) Hiperemis (+)
Benda asing - -
Perdarahan - -
Konka nasi mediaHipertrofi (-)
Hiperemis (-)
Hipertrofi (-)
Hiperemis (-)
Konka nasi inferior. Hipertrofi (-) Hipertrofi (+)
Hiperemis (-) Hiperemis (+)
Septum Deviasi (-)
Transluminasi Tidak dilakukan
1.5. Pemeriksaan tenggorokan
Rhinoskopi Posterior Tidak dilakukan
Lidah Ulkus (-) Stomatitis (-)
Uvula Bentuk normal, di tengah, hiperemis (-)
Tonsil Dextra Sinistra
Ukuran T1 T1
Permukaan Rata Rata
Warna Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Kripte Melebar (-) Melebar (-)
Detritus (-) (-)
Faring Mukosa hiperemis (-), dinding rata, granular (-)
I.4. Pemeriksaan penunjang
1. X foto SPN posisi waters
2. Pemeriksaan laboratorium
Hematologi
Hematologi rutin I
Hemoglobin :13,5 g/dl (10,8-15,6)
Hematokrit : 38,3 % (33-45)
Leukosit :12,07ribu/uL (4,5-13,5)
Trombosit : 458ribu/uL (181-521)
Waktu perdarahan/BT : 2menit:15detik (1:00-3:00)
Waktu pembekuan/CT : 4menit:00 (2:00-4:00)
Kimia
Natrium :140,8 mmol/L (132-145)
Kalium : 4,37 mmol/L (3,5-5)
Chloride : 104,8 mmol/L (95-105)
Imunoserologi
HBsAg Kualitatif Non reaktif (Non reaktif)
I.5. Ringkasan
a. Anamnesis
Nyeri pada pipi kiri dan dibawah kelopak mata kiri (+)
Batuk (+), pilek (+), hidung tersumbat (+)
PND (+)
b. Pemeriksaan Hidung
Hidung luar terlihat normal
Rhinoskopi anterior:
- Sekret (+) mukoid
- Hipertrofi konka inferior (+)
c. Pemeriksaan penunjang
- Sinusitis maxillaris dextra
I.6. Diagnosis banding
Sinusitis maxillaris dextra
Rhinitis kronik
Rhinitis vasomotor
I.7. Diagnosis
Sinusitis maxillaris dextra
I.8. Terapi
1. Kutur dan tes resistensi
2. Medikamentosa :
a. Antibiotik : cefadroxil 2 x 500 mg selama 14 hari
b. Analgetik : asam mefenamat 3 x 500 mg
c. Dekongestan : Pseudoefedrin 3 x 50 mg
3. Non-medikamentosa : Operatif : FESS (functional endoscopy sinus surgery)
I.9. Prognosa
Qou ad vitam : ad bonam
Qou ad sanam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
LAPORAN KASUS
SINUSITIS MAXILLARIS SINISTRA
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik
Di Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD Kota Semarang
Disusun oleh :
GALANG KUSUMA ANANTYO (012106166)
MIRANTI DEWI PUSPITASARI (012106220)
HALIMATUS ANITA SAPUTRI (012106170)
Pembimbing :
dr. Djoko. , Sp. THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2015
DAFTAR PUSTAKA
Gelfand, Jonathan L. "Help for Sinus Pain and Pressure". WebMD.com. Retrieved 2 October
2011
Harrison's Manual of Medicine
Netter F. H. Atlas of Human Anatomy. Edisi ke empat.USA : Saunders
Soepardi, Efiaty A. et al. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan
Leher. Edisi ke enam. FKUI. Jakarta; 2007; p 145-153
Sjamsuhidajat, R, de Jong, Wim (ed). 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi revisi. Jakarta:
EGC