lapkas sinusitis

34
DASAR TEORI I. ANATOMI I.1. Anatomi Hidung Secara garis besar, hidung dibagi menjadi: 1. Hidung luar 2. Hidung dalam A. Hidung Luar Hidung luar berbentuk pyramid dengan puncak hidung sebagai apeks. Terdiri dari : 1. Pangkal hidung 2. Dorsum nasi 3. Puncak hidung 4. Ala nasi 5. Kolumela Dorsum Pangkal Puncak

Upload: miranti-dewi-puspitasari

Post on 31-Jan-2016

53 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Lapkas Sinusitis

TRANSCRIPT

Page 1: Lapkas Sinusitis

DASAR TEORI

I. ANATOMI

I.1. Anatomi Hidung

Secara garis besar, hidung dibagi menjadi:

1. Hidung luar

2. Hidung dalam

A. Hidung Luar

Hidung luar berbentuk pyramid dengan puncak hidung sebagai apeks. Terdiri dari :

1. Pangkal hidung

2. Dorsum nasi

3. Puncak hidung

4. Ala nasi

5. Kolumela

Dorsum nasi

Pangkal hidung

Puncak hidung

Page 2: Lapkas Sinusitis

A. Hidung Luar

Struktur hidung luar dibedakan atas 3 bagian:

1. Kubah tulang

2. Kubah kartilago

3. Lobulus hidung

1. Kubah Tulang

Kubah tulang hidung terdiri dari:

Kedua os nasale

Processus frontalis maxillae

Processus nasalis ossis frontalis

2. Kubah Kartilago

Kubah kartilago hidung terdiri dari :

2 Cartilagines nasi lateralis

1 Cartilago septum nasi

3. Lobulus Hidung

Lobulus hidung terdiri dari :

2 Cartilagines alares

Kolumela

2 Ala nasi

Ujung hidung

Nares

Septum Nasi

Page 3: Lapkas Sinusitis

B. Hidung Dalam

Struktur ini membentang dari os internum hingga ke koana, yang memisahkan rongga hidung

dari nasofaring. Terdiri dari beberapa bagian, dianataranya adalah :

1. Septum nasi

2. Conchae nasales

3. Meatus nasales

4. Sinus paranasales

1. Septum Nasi

Septum nasi membagi cavum nasi menjadi dua dan terdiri dari kerangka tulang dan

kerangka tulang rawan. Kerangka tulang terdiri dari :

Lamina prependikularis

Vomer

Krista nasalis os maksilla

Krista nasalis os palatina

Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari :

Kartilago septum

Kolumela

Page 4: Lapkas Sinusitis

2. Conchae Nasales dan Meatus Nasales

Concha nasales merupakan bagian dari dinding lateral cavitas nasi yang berupa 4

tonjolan yang berbentuk seperti gulungan, terdiri dari :

1. Concha nasalis superior

2. Concha nasalis media

3. Concha nasalis inferior

4. Concha nasalis suprema (rudimenter)

Conchae nasalis membagi cavitas nasi menjadi 4 lorong, terdiri dari :

1. Meatus nasalis superior

Terletak diantara concha nasalis superior dan media, merupakan muara ostium sinus

ethmoid posterior dan sinus sfenoid

2. Meatus nasalis medius

Terletak diantara concha nasalis media dan inferior, merupakan muara ostium sinus

frontal, maksila dan ethmoid anterior

Page 5: Lapkas Sinusitis

3. Meatus nasalis inferior

Terletak diantara concha nasalis inferior dengan dasar cavum nasi, ostium ductus

nasolacrimalis yang bermuara ke dalam meatus ini

Cavum Nasi

Cavum nasi merupakan suatu ruang berbentuk terowongan dari depan ke belakang,

dipisahkan oleh septum nasi. Pintu masuk bagian depan disebut sebagai nares anterior

sedangkan pintu keluar bagian belakang disebut sebagai nares posterior (koana). Dibelakang

dari nares anterior yang letaknya sesuai dengan ala nasi terdapat daerah yang disebut sebagai

vestibulum, bagian ini mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang

disebut vibrise. Masing-masing cavum mempunyai 4 buah dinding, yakni :

Dinding inferior à os maksilla & os palatum

Dinding superior à lamina kribiformis

Dinding medial à septum nasi

Dinding lateral à concha

Anatomi Sinus Paranasal

Ada empat pasang sinus paranasal yaitu

sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan

sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal

merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang

kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam

tulang. Semua sinus mempunyai muara ke

rongga hidung.

Secara embriologik, sinus paranasal

berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung

dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-

4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal.

Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat

anak lahir, sedangkan sinus frontal berkembang dari dari sinus etmoid anterior pada anak

Page 6: Lapkas Sinusitis

yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun

dan berasal dari bagian postero-superior rongga hidung. Sinus-sinus ini umumnya mencapai

besar maksila 15-18 tahun.

Sinus Maksila

Page 7: Lapkas Sinusitis

Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila

bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran

maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa.

Sinus maksila berbentuk segitiga. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os

maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal

maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung dinding superiornya adalah

dasar orbita dan dinding inferior ialah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila

berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui

infindibulum etmoid.

Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah

1.    Dasar dari anatomi sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu

premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring (C) dan gigi

molar M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga

infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis.

2.    Sinusitis maksila dapat menyebabkan komplikasi orbita.

3.    Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase kurang

baik, lagipula drainase juga harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum

adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi

pada daerah ini dapat menghalangi drenase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan

sinusitus.

Sinus Frontal

Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat fetus,

berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus

frontal mulai berkembang pada usia 8-10 thn dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum

usia 20 thn.

Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar dari pada lainnya

dan dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa

hanya mempunyai satu sinus frontal dan kurang lebih 5% sinus frontalnya tidak berkembang.

Ukurannya sinus frontal adalah 2.8 cm tingginya, lebarnya 2.4 cm dan dalamnya 2

cm. Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berleku-lekuk. Tidak adanya

gambaran septum-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto Rontgen menunjukkan

Page 8: Lapkas Sinusitis

adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisakan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa

serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini.

Sinus frontal berdraenase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal. Resesus

frontal adalah bagian dari sinus etmoid anteroir.

Sinus Etmoid

Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-akhir ini

dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-sinus lainnya.

Pada orang dewasa bentuk sinus etomid seperti piramid dengan dasarnya di bagian posterior.

Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2.4 cmn dan lebarnya 0.5 cm di bagian

anterior dan 1.5 cm di bagian posterior.

Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon,

yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak di antara konka media

dan dinding medial orbita. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi antara 4-17 sel (rata-rata 9 sel).

Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di

meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior. Sel-sel sinus

etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di bawah perlekatan konka media,

sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan

terletak di postero-superior dari perlekatan konka media.

Di bagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus

frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar disebut bula

etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut infundibulum,

tempat bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan di resesus frontal

dapat menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan

sisnusitis maksila.

Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribosa.

Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid

dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatasan dengan sinus

sfenoid.

Sinus Sfenoid

Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus

sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalah 2 cmn

tingginya, dalamnya 2.3 cm dan lebarnya 1.7 cm. Volumenya bervariasi dari 5-7.5 ml. Saat

Page 9: Lapkas Sinusitis

sinus berkembang, pembuluh darah dan nervus di bagian lateral os sfenoid akan menjadi

sangat berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai indentasi pada dinding sinus

etmoid.

Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar

hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus

kavernosus dan a.karotis interna (sering tampak sebagai indentasi) dan di sebelah

posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah pons.

Sistem Mukosiliar

Terdapat 2 aliran :

1) Sinus anterior à bergabung di infundibulum ethmoid àdialirkan di nasofaring.

2) Sinus posterior àbergabung di resesus sfenoethmoidalis à nasofaring (posterior

muara tuba), jika terjadi sinusitis, post nasal drip (+).

Kompleks Ostio-Meatal

Di meatus medius, ada muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan

sinus etmoid anterior. Daerah ini rumit dan sempit dan dinamakan kompleks ostio-meatal

(KOM), terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat di belakang prosesus unsinatus,

resesus frontalis, bula etmoid dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus

maksila.

Fungsi Sinus Paranasal

Sampai saat ini belum ada kesesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus paranasal.

Beberapa pendapat:

a. Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)

Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur

kelembaban udara inspirasi. Keberatan terhadap teori ini ialah karena ternyata tidak didapati

pertukaran udara yang definitive antara sinus dan rongga hidung. Lagipula mukosa sinus

tidak mempunyai vaskularisasi dan kelenjar yang sebanyak mukosa hidung.

Page 10: Lapkas Sinusitis

b. Sebagai penahan suhu (termal insulators)

Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi orbita dan

fossa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah.

c. Membantu keseimbangan kepala

Bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan memberikan pertambahan

berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori dianggap tidak bermakna.

d. Membantu resonansi suara

Berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan mempengaruhi kualitas

suara. Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi sinus dan ostiumnya tidak

memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonator yang efektif. Lagipula tidak ada

korelasi antara resonansi suara dan besarnya sinus pada hewan-hewan tingkat rendah.

e. Sebagai peredam perubahan tekanan udara

Berjalan bila terdapat perubahan tekanan yang besar dan mendadak misalnya

pada waktu bersin atau membuang ingus.

f. Membantu produksi mucus

Jumlahnya produksi mucus yang dihasilakn kecil dibandingkan dengan mucus dari

rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan partikel yang turut masuk dengan udara

inspirasi karena mucus ini keluar dari meatus medius, tempat yang paling strategis.

Pemeriksaan Sinus Paranasal

Untuk mengetahui adanya kelainan pada sinus paranasal dilakukan inspeksi dari luar,

palpasi, rinoskopi anterior, rinoskopi posterior, transiluminasi, pemeriksaan radiologi dan

sinuskopi,

Inspeksi

Yang diperhatikan adalah adanya pembengkakan pada muka. Pembengkakan di pipi

sampai kelopak mata bawah yang berwarna kemerah-merahan mungkin menunjukkan suatu

Page 11: Lapkas Sinusitis

sinusitis maksilaris akut. Pembengkakan di kelopak mata atas mungkin menunjukkan suatu

sinusitis frontalis akut.

Sinusitis etmoid akut jarang menyebabkan pembengkakan ke luar, kecuali bila telah

terbentuk abses.

Palpasi

Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi menunjukkan adanya sinusitis maksila.

Pada sinusitis frontal terdapat nyeri tekan di dasar sinus frontal yaitu pada bagian medial atap

orbita. Sinusitis etmoid menyebabkan rasa nyeri tekan di daerah kantus medius.

Transiluminasi

Transiluminasi mempunyai manfaat yang terbatas, hanya dapat dipakai untuk

memeriksa sinus maksila dan sinus frontal, bila fasilitas pemeriksaan radiologik tidak

tersedia.

Bila terdapat kista yang besar di dalam sinus maksila, akan tampak terang pada

pemeriksaan transiluminasi, sedangkan pada foto rontgen tampak adanya perselubungan

berbatas tegas di dalam sinus maksila.

Transiluminasi pada sinus frontal hasilnya lebih meragukan. Besar dan bentuk kedua

sinus ini seringkali tidak sama. Gambaran yang terang berarti sinus berkembang dengan baik

dan normal, sedangkan gambaran yang gelap mungkin hanya menunjukkan sinus yang tidak

berkembang.

Pemeriksaan Radiologik

Bila dicurigai adanya kelainan di sinus paranasal,maka dapat dilakukan pemeriksaan

radiologik. Posisi rutin yang dipakai ialah posisi Waters, P.A, dan lateral. Posisi Waters

terutama untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila, frontal dan etmoid. Posisi posterior

anterior untuk menilai sinus frontal dan posisi lateral untuk menilai sinus frontal, sphenoid

dan etmoid.

Metode mutakhir yang lebih akurat untuk melihat kelainan sinus paranasal adalah

pemeriksaan CT-scan.

Sinuskopi

Pemeriksaan ke dalam sinus maksila menggunakan endoskop. Endoskop dimasukkan

melalui lubang yang dibuat di meatus inferior atau di fossa kanina.

Page 12: Lapkas Sinusitis

Dengan sinuskopi dapat dilihat keadaan di dalam sinus, apakah ada sekret, polip,

jaringan granulasi, massa tumor atau kista, bagaimana keadaan mukosa dan apakah

ostiumnya terbuka.

II. DEFINISI SINUSITIS

1. Definisi

Sinusitis adalah inflamasi mukosa sinus paranasal, dimana bila mengenai beberapa

sinus disebut dengan multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus disebut

pansinusitis. Sinusitis sering dipicu oleh rinitis, sehingga sering pula disebut rinosinusitis

2. Etiologi

Etiologinya berupa :

a. Virus

b. Bakteri :

1. Streptococcus pneumoniea

2. Haemophillus influenzae

3. Staphylococcus aureus

3. Faktor Predisposisi

Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya sinusitis, diantaranya yaitu :

1. Post pemasangan tampon

2. Fraktur wajah

3. Barotrauma

4. Lingkungan à polusi, udara dingin dan kering

5. Rinitis kronis, rinitis alergi

6. Penyakit sistemik

7. Penyakit gigi geligi

4. Klasifikasi

a. Berdasarkan waktu

i. Sinusitis akut : terjadi kurang dari 4 minggu

ii. Sinusitis sub-akut : terjadi antara 4 minggu – 3 bulan

iii. Sinusitis kronik : terjadi > 3 bulan

Page 13: Lapkas Sinusitis

b. Berdasarkan lokasi

i. Sinusitis maksilaris

ii. Sinusitis etmoidalis

iii. Sinusitis frontalis

iv. Sinusitis sphenoidalis

2. Gejala Klinis

Pada keadaan akut kondisi yang sering pasien keluhkan diantaranya hidung tersumbat

disertai nyeri atau rasa tertekan pada wajah, sekret hidung yang biasanya mukopurulen,

adanya sekret yang tertelan ke tenggorokan, disertai gejala-gejala sistemik seperti demam

dan lesu, disamping itu pasien sering pula mengeluhkan sakit kepala, penurunan fungsi

penghidu (hiposmia/anosmia) serta halitosis.

Pada keadaan kronik, gejala-gejala yang sering dialami oleh pasien diantaranya : sakit

kepala kronik, sekret yang jatuh ke tenggorokan, batu kronik, gangguan tenggorok,

gangguan telinga akibat sumbatan kronik muara tuba Eustachius, sinobronkitis,

bronkiektasis maupun adanya serangan asma yang meningkat pada pasien dengan riwayat

asma.

3. Diagnosis

Diagnosis sinusitis dapat dilakukan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang

meliputi pemeriksaan umum seluruh tubuh dan khususnya pemeriksaan lokalis pada

daerah hidung baik dengan pemeriksaan rinoskopi anterior, rinoskopi posterior maupun

pemeriksaan nasoendoskopi, namun tidak jarang untuk lebih memastikan lagi dibutuhkan

pula pemeriksaan penunjang, seperti foto polos posisi waters, postero-anterior dan lateral,

pemeriksaan CT-Scan, maupun pemeriksaan sinuskopi.

4. Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi pada kasus sinusitis yakni baik dari penyakitnya itu sendiri

maupun akibat tindakan operatif yang dilakukan.

a. Komplikasi Sinusitis :

- Osteomyelitis dan abses subpperiosteal

- Kelainan orbita

Penyebaran infeksi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum, berupa :

Page 14: Lapkas Sinusitis

a. Edema palpebra

b. Selulitis orbita

c. Abses subperiostal

d. Abses orbita

e. Trombosis sinus kavernosus

- Kelainan intracranial

f. Meningitis

g. Abses ektradural/subdural

h. Abses otak

i. Trombosis sinus kavernosus

- Kelainan paru

b. Komplikasi tindakan operasi

a. FESS

i. Perlukaan orbita

ii. Hematom orbita

iii. Kebutaan

iv. Trauma pada duktus nasolakrimalis

v. Epifora

vi. Trauma basis kranii

b. Caldwell-luc procedure

i. Fistel oroantral

ii. Trauma nervus infraorbitalis

iii. Trauma akar gigi

5. Tatalaksana

Tujuan dari penatalaksaan pada pasien dengan sinusitis adalah :

a. mempercepat kesembuhan

b. mencegah komplikasi

c. mencegah perubahan menjadi kronik

Page 15: Lapkas Sinusitis

Prinsip penatalaksanaannya adalah : membuka sumbatan KOM sehingga drainase dan

ventilasi sinus-sinus pulih secara alami. Terapinya meliputi :

a. Konservatif

Tindakan konservatif yang dapat dilakukan adalah diatermi, Kaak-pungsi dan irigasi

sinus, yakni untuk mencuci dan membersihkan pus yang terdapat atau tertumpuk di

dalam rongga sinus

b. Medikamentosa

Meliputi :

a. Antibiotika spektrum luas à penisilin/sefalosporin generasi ke-2

b. Dekongestan oral maupun topikal

c. Antihistamin-1

d. Analgetik

e. Mukolitik/ekspektoran

f. Steroid oral/topikal

c. Operatif

Terapi operatif dilakukan pada kasus sinusitis kronik, dimana keadaan tidak membaik

walaupun telah diberi terapi medikamentosa secara adekuat, terapi operatif yang dapat

dilakukan diantaranya :

- Bedah sinus endoskopi fungsional (FESS)

- Operasi dengan metode Caldwell-Luc

III.1. Mekanisme kasus

adanya faktor predisposisi à reaksi inflamasi mukosa hidung

edema organ-organ yang membentuk kompleks osteomeatal

mukosa yang berhadapan saling bertemu

silia tidak dapat bergerak

Page 16: Lapkas Sinusitis

ostium sinus tersumbat

tekanan negatif di dalam rongga sinus

transudasi à à awalnya serous à

kondisi menetap

sekret terkumpul dalam sinus

bakteri berkembang dan terjadi multiplikasi di dalamnya

sekret menjadi purulen à à

terapi tidak berhasil

inflamasi berlanjut

hipoksia jaringan

bakteri anaerob berkembang

mukosa semakin membengkak

perubahan mukosa kronik

hipertrofi polipoid/pembentukan polip dan kista

rinosinusitis

non-bakterial

rinosinusitis akut

bakterial

Terapi antibiotik

Page 17: Lapkas Sinusitis

III.2. Terapi

Pada pasien terapi yang dilakukan berupa tindakan konservatif yaitu melakukan Kaak-

pungsi dan irigasi sinus, dengan prosedur :

- Pasien duduk tegak berhadapan dengan dokter

- Lakukan anastesi lokal dengan memberikan lidocaine dan pehacaine, tunggu obat

bekerja

- Semprotkan Xylocaine

- Bersihkan cavum nasi dengan vacum

- Tusukkan trokar menembus meatus nasi inferior

- Alirkan air (irigasi) ke dalam sinus untuk mencuci pus dan darah

- Irigasi hingga bersih

- Keluarkan trokar

- Dep mukosa hidung untuk menghentikan perdarahan

- Tindakan selesai

Disamping tindakan Kaak-pungsi dan irigasi sinus, pasien juga diberikan terapi

medikamentosa berupa :

Antibiotika yang adekuat paling sedikit selama 2 minggu

Analgetika untuk mengatasi rasa nyeri

Dekongestan untuk memperbaiki saluran yang tidak boleh diberikan lebih daripada 5

hari karena dapat terjadi rebound congestion dan rhinitis medikamentosa. Selain itu

pada pemberian dekongestan terlalu lama dapat timbul rasa nyeri, rasa terbakar, dan

rasa kering karena atrofi mukosa dan kerusakan silia.

Antihistamin

Kortikosterioid dalam jangka pendek jika ada riwayat alergi yang agak parah

Page 18: Lapkas Sinusitis

LAPORAN KASUS

I.1. Identitas Pasien

Nama : Tn. M

Umur : 46 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Sayung Demak

Pekerjaan : Swasta

No RM : 0291xx

Pembayaran melalui : BPJS

I.2. Anamnesis

Keluhan utama

Pasien datang ke Poliklinik THT dengan keluhan nyeri di pipi kiri dan dibawah kelopak mata

kiri.

Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang ke Poliklinik THT RSUD Kota Semarang dengan keluhan nyeri pada daerah

pipi yang sudah di rasakan kurang lebih selama 1 bulan. Awalnya keluhan yang dirasakan

adalah hidung tersumbat kemudian semakin lama pasien merasakan sering menelan lendir

dari hidungnya. Lendir dari hidung tersebut dirasakan membau. Pasien kemudian merasakan

hidungnya semakin tersumbat dan sulit untuk bernafas di sertai nyeri pada pipi sebelah kiri

yang semakin memberat. Pasien mengobati keluhannya ke dokter puskesmas dan hanya di

berikan obat untuk flu dan vitamin, kemudian di rujuk ke RSUD untuk penanganan lebih

lanjut. Pasien merasakan keluhannya semakin memberat bila untuk aktifitas dan agak mereda

bila minum obat.

Keluhan tambahan

Nyeri pada pipi kiri yang terjadi terus menerus, sakit kepala (+), lendir di hidung belakang

(+) mual (-), muntah (-), sesak (-), nyeri tenggorok (+), nyeri menelan (-). Keluhan telinga

tidak ada.

Riwayat pengobatan

Page 19: Lapkas Sinusitis

3 minggu SMRS pasien diberikan obat flu dan vitamin oleh puskesmas. Karena keluhan tidak

mereda, pasien dirujuk ke Poli THT RSUD untuk di periksa. Dari poli THT mendapatkan

obat tablet dan dilakukan foto polos SPN kemudian kontrol kembali ke RSUD(CT Scan tidak

dilakukan karena alat sedang rusak)

Riwayat penyakit dahulu

Riwayat penyakit serupa : pernah mengalami seperti ini 1 bulan yang lalu

Riwayat trauma pada wajah : disangkal

Riwayat sakit gigi : disangkal

Riwayat alergi : disangkal

Riwayat penyakit keluarga

Alergi (-)

I.3. Pemeriksaan fisik

1. Status generalis

Kondisi umum : baik

Kesadaran : compos mentis

Status gizi : baik

1. Status lokalis THT (Telinga, Hidung, Tenggorokan)

1.1. Kepala dan Leher

Kepala : mesocephale

Wajah : simetris

Leher : pembesaran kelenjar limfe (-)

1.2. Gigi dan mulut

Gigi geligi : normal

Lidah : normal, kotor (-), tremor (-)

Pipi : bengkak (-)

Page 20: Lapkas Sinusitis

1.3. Pemeriksaan Telinga

Bagian Auricula Dextra Sinistra

Auricula

Bentuk normal,

nyeri tarik (-)

nyeri tragus (-)

Bentuk normal

nyeri tarik (-)

nyeri tragus (-)

Pre auricular

Bengkak (-)

nyeri tekan (-)

fistula (-)

Bengkak (-)

nyeri tekan (-)

fistula (-)

Retro auricularBengkak (-)

Nyeri tekan (-)

Bengkak (-)

Nyeri tekan (-)

MastoidBengkak (-)

Nyeri tekan (-)

Bengkak (-),

Nyeri tekan (-)

CAE

Serumen (-)

hiperemis (-)

Sekret (+)

Serumen (-)

hiperemis (-)

Sekret (+)

Membran timpani

Intak

putih mengkilat

refleks cahaya (+)

Intak

putih mengkilat

refleks cahaya (+)

Page 21: Lapkas Sinusitis

1.4. Pemeriksaan Hidung

Bagian Hidung Luar

Dextra Sinistra

Bentuk Normal Normal

Inflamasi atau tumor - -

Nyeri tekan sinus - +

Deformitas atau septum

deviasi- -

Rhinoskopi anterior

Vestibulum nasi Normal Normal

Dasar cavum nasi Normal

Sekret - + (mukoid)

Mukosa Hiperemis (-) Hiperemis (+)

Benda asing - -

Perdarahan - -

Konka nasi mediaHipertrofi (-)

Hiperemis (-)

Hipertrofi (-)

Hiperemis (-)

Konka nasi inferior. Hipertrofi (-) Hipertrofi (+)

Page 22: Lapkas Sinusitis

Hiperemis (-) Hiperemis (+)

Septum Deviasi (-)

Transluminasi Tidak dilakukan

1.5. Pemeriksaan tenggorokan

Rhinoskopi Posterior Tidak dilakukan

Lidah Ulkus (-) Stomatitis (-)

Uvula Bentuk normal, di tengah, hiperemis (-)

Tonsil Dextra Sinistra

Ukuran T1 T1

Permukaan Rata Rata

Warna Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Kripte Melebar (-) Melebar (-)

Detritus (-) (-)

Faring Mukosa hiperemis (-), dinding rata, granular (-)

Page 23: Lapkas Sinusitis

I.4. Pemeriksaan penunjang

1. X foto SPN posisi waters

2. Pemeriksaan laboratorium

Hematologi

Hematologi rutin I

Hemoglobin :13,5 g/dl (10,8-15,6)

Hematokrit : 38,3 % (33-45)

Leukosit :12,07ribu/uL (4,5-13,5)

Trombosit : 458ribu/uL (181-521)

Waktu perdarahan/BT : 2menit:15detik (1:00-3:00)

Waktu pembekuan/CT : 4menit:00 (2:00-4:00)

Kimia

Natrium :140,8 mmol/L (132-145)

Kalium : 4,37 mmol/L (3,5-5)

Chloride : 104,8 mmol/L (95-105)

Page 24: Lapkas Sinusitis

Imunoserologi

HBsAg Kualitatif Non reaktif (Non reaktif)

I.5. Ringkasan

a. Anamnesis

Nyeri pada pipi kiri dan dibawah kelopak mata kiri (+)

Batuk (+), pilek (+), hidung tersumbat (+)

PND (+)

b. Pemeriksaan Hidung

Hidung luar terlihat normal

Rhinoskopi anterior:

- Sekret (+) mukoid

- Hipertrofi konka inferior (+)

c. Pemeriksaan penunjang

- Sinusitis maxillaris dextra

I.6. Diagnosis banding

Sinusitis maxillaris dextra

Rhinitis kronik

Rhinitis vasomotor

I.7. Diagnosis

Sinusitis maxillaris dextra

I.8. Terapi

1. Kutur dan tes resistensi

2. Medikamentosa :

a. Antibiotik : cefadroxil 2 x 500 mg selama 14 hari

b. Analgetik : asam mefenamat 3 x 500 mg

c. Dekongestan : Pseudoefedrin 3 x 50 mg

3. Non-medikamentosa : Operatif : FESS (functional endoscopy sinus surgery)

I.9. Prognosa

Page 25: Lapkas Sinusitis

Qou ad vitam : ad bonam

Qou ad sanam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : ad bonam

Page 26: Lapkas Sinusitis

LAPORAN KASUS

SINUSITIS MAXILLARIS SINISTRA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik

Di Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD Kota Semarang

Disusun oleh :

GALANG KUSUMA ANANTYO (012106166)

MIRANTI DEWI PUSPITASARI (012106220)

HALIMATUS ANITA SAPUTRI (012106170)

Pembimbing :

dr. Djoko. , Sp. THT-KL

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2015

Page 27: Lapkas Sinusitis

DAFTAR PUSTAKA

Gelfand, Jonathan L. "Help for Sinus Pain and Pressure". WebMD.com. Retrieved 2 October

2011

Harrison's Manual of Medicine

Netter F. H. Atlas of Human Anatomy. Edisi ke empat.USA : Saunders

Soepardi, Efiaty A. et al. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan

Leher. Edisi ke enam. FKUI. Jakarta; 2007; p 145-153

Sjamsuhidajat, R, de Jong, Wim  (ed). 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi revisi. Jakarta:

EGC