lapkas said alfianz

45
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Space Occupying Lesions adalah satu kasus gawat darurat yang bersifat progresif yang sering ditemukan dalam praktek sehari-hari. Space-occupying lesion seringkali diakibatkan oleh keganasan tetapi ia dapat disebabkan oleh patologis lain seperti abses atau hematoma. Hampir setengah daripada tumor intraserebral berbentuk primer tetapi selebihnya berasal daripada luar sistem saraf pusat dan daripada metastase. Efek daripada tumor bersifat lokal, karena kerosakan otak yang bersifat fokal dan gambaran klinis yang memberikan indikasi terhadap letak lesi dan bukan etiologi. Dapat terjadi gejala umum yang lebih berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial atau kejang, perubahan perilaku atau tanda lokalisir yang salah. Lesi luas pada beberapa daerah, seperti lobus frontalis, dapat bersifat dia manakala hemisfera dominan lesi kecil yang dapat memperngaruhi berbicara. (1) Lesi desak ruang (space occupying lesion/SOL) merupakan lesi yang meluas atau menempati ruang dalam otak termasuk tumor, hematoma dan abses. Karena cranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi maka lesi-lesi ini akan meningkatkan tekanan intracranial. Suatu lesi yang meluas pertama kali

Upload: saidyanz

Post on 06-Dec-2015

226 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

lapkas neuro

TRANSCRIPT

Page 1: Lapkas Said Alfianz

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Space Occupying Lesions adalah satu kasus gawat darurat yang bersifat

progresif yang sering ditemukan dalam praktek sehari-hari. Space-occupying

lesion seringkali diakibatkan oleh keganasan tetapi ia dapat disebabkan oleh

patologis lain seperti abses atau hematoma. Hampir setengah daripada tumor

intraserebral berbentuk primer tetapi selebihnya berasal daripada luar sistem saraf

pusat dan daripada metastase. Efek daripada tumor bersifat lokal, karena

kerosakan otak yang bersifat fokal dan gambaran klinis yang memberikan indikasi

terhadap letak lesi dan bukan etiologi. Dapat terjadi gejala umum yang lebih

berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial atau kejang, perubahan

perilaku atau tanda lokalisir yang salah. Lesi luas pada beberapa daerah, seperti

lobus frontalis, dapat bersifat dia manakala hemisfera dominan lesi kecil yang

dapat memperngaruhi berbicara. (1)

Lesi desak ruang (space occupying lesion/SOL) merupakan lesi yang

meluas atau menempati ruang dalam otak termasuk tumor, hematoma dan abses.

Karena cranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi

maka lesi-lesi ini akan meningkatkan tekanan intracranial. Suatu lesi yang meluas

pertama kali diakomodasi dengan cara mengeluarkan cairan serebrospinal dari

rongga cranium. Akhirnya vena mengalami kompresi, dan gangguan sirkulasi

darah otak dan cairan serebrospinal mulai timbul dan tekanan intracranial mulai

naik. Kongesti venosa menimbulkan peningkatan produksi dan penurunan

absorpsi cairan serebrospinal dan meningkatkan volume dan terjadi kembali hal-

hal seperti diatas.

Posisi tumordalam otak dapat mempunyai pengaruh yang dramatis pada

tanda-tanda dan gejala. Misalnya suatu tumor dapat menyumbat aliran keluar dari

cairan serebrospinal atau yang langsung menekan pada vena-vena besar,

meyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intracranial dengan cepat. Tanda-

tanda dan gejala memungkinkan dokter untuk melokalisirlesi akan tergantung

Page 2: Lapkas Said Alfianz

2

pada terjadinya gangguan dalam otak serta derajat kerusakan jaringan saraf yang

ditimbulkan oleh lesi.

Nyeri kepala hebat, kemungkinan akibat peregangan durameter dan

muntah-muntah akibat tekanan pada batang otak merupakan keluhan yang

umum.Suatu pungsi lumbal tidak boleh dilakukan pada pasien yang diduga tumor

intracranial. Pengeluaran cairan serebrospinal akan mengarah pada timbulnya

pergeseran mendadak hemispherium cerebri melalui takik tentorium kedalam

fossa cranii posterior atau herniasi medulla oblongata dan serebellum melalui

foramen magnum. Pada saat ini CT-scan dan MRI digunakan untuk menegakkan

diagnose. (2)

Page 3: Lapkas Said Alfianz

3

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. I

Usia : 51 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah

Alamat : Neuheun, Aceh Besar

Suku : Aceh

Pekerjaan : Juru Masak

No RM : 0-93-98-41

Tanggal Periksa : 18 Agustus 2015

2.2 Anamnesis

Keluhan Utama:

Sakit Kepala

Keluhan Tambahan :

Wajah sebelah kanan terasa bergetar-getar

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke Poliklinik saraf RSUDZA dengan keluhan sakit kepala

hilang timbul yang di alami selama 2 minggu ini. Pasien juga mengalamikejang-

kejang pada bagian wajah kiri 2 minggu yang lalu. Menurut pasien wajah pasien

seperti bergetar-getar tanpa sebab, kemudian bibir pasien dan muka sebelah kiri

menjadi tidak simetris semenjak kejadian itu. Kejadian tersebut terjadi pada

tanggal 31 agustus tahun 2015. Tangan sebelah kiri sering terasa kebas-kebas dan

lemah setelah mengalami kejang tersebut. Tidak ada riwayat lumpuh dari pasien,

demam (-) , Mual-Muntah (-). Setelah itu pasien pergi berobat ke klinik aisya

dan di rujuk ke RS meuraxa dan dilakukan pemeriksaan CT-Scan dan didiagnosa

dengan SOL Intracranial. Baru setelah itu pasien di rujuk ke RSUD-ZA.

Page 4: Lapkas Said Alfianz

4

Riwayat Penggunaan Obat-obatan:

Pasien mengaku mengkonsumsi obat oral dari RSUD meraxa dan tidak tahu

nama obatnya.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Pasien telah mengalami hal ini 2 minggu yang lalu. Tidak ada riwayat

kejang sebelumnya dan tidak ada riwayat lumpuh pada anggota gerak.

Riwayat hipertensi, diabetes mellitus dan asma tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga:

Tidak ada keluarga pasien yang menderita hal seperti pasien.

Riwayat hipertensi, diabetes mellitus dan asma tidak ada

Riwayat Pekerjaan dan Kebiasaan Sosial:

Pasien berstatus sebagai juru masak di sebuah institusi.

2.3 Status Internus

Keadaan Umum : Sakit ringan

Kesadaran : E4 M6 V5

Tekanan Darah : 120/70 mmHg

Nadi : 85 kali/ menit

Pernafasan : 18 kali/menit

Suhu : 36,8 0C

Keadaan Gizi : Gizi Normal

2.4 Pemeriksaan Fisik

a. Kulit

Warna : coklat

Turgor : cepat kembali

Sianosis : tidak ada

Ikterus : tidak ada

Oedema : tidak ada

Anemia : tidak ada

b. Kepala

Page 5: Lapkas Said Alfianz

5

Bentuk : normocephali

Wajah : simetris, edema dan deformitas tidak dijumpai

Mata : konjungtiva pucat (-/-), ikterik (-/-), pupil bulat isokor 3

mm/3 mm, refleks cahaya langsung (+/+), dan refleks

cahaya tidak langsung (+/+)

Telinga : serumen (-/-)

Hidung : sekret (-/-)

Mulut : bibir pucat dan kering tidak dijumpai, sianosis tidak

dijumpai, lidah tremor dan hiperemis tidak dijumpai,

mukosa pipi licin dijumpai

c. Leher

Inspeksi : tidak ada pembesaran KGB

Palpasi : TVJ (N) R-2 cm H2O.

d. Thoraks

Inspeksi

Statis : simetris, bentuk normochest

Dinamis : simetris, pernafasan abdominothorakal, retraksi suprasternal dan

retraksi interkostal tidak dijumpai

Paru

Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, tidak ada jejas di dada

Kanan Kiri

Palpasi Stem fremitus normal,

nyeri tekan tidak ada,

Stem fremitus normal,

nyeri tekan tidak ada

Perkusi Sonor Sonor

Auskultasi Vesikuler Normal

Ronki(-) wheezing (-)

Vesikuler Normal

Ronki(-) wheezing (-)

Page 6: Lapkas Said Alfianz

6

Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea midklavikula sinistra.

Perkusi : Atas : ICS III sinistra

Kiri : ICS V satu jari di dalam linea midklavikula

sinistra.

Kanan : ICS IV di linea parasternal dekstra

Auskultasi : BJ I > BJ II normal, reguler, murmur tidak dijumpai

e. Abdomen

Inspeksi : Bentuk tampak simetris dan tidak tampak pembesaran,

keadaan di dinding perut: sikatrik, striae alba, kaput

medusa, pelebaran vena, kulit kuning, gerakan peristaltik

usus, dinding perut tegang, darm steifung, darm kontur,

dan pulsasi pada dinding perut tidak dijumpai

Auskultasi : Peristaltik usus normal, bising pembuluh darah tidak

dijumpai

Palpasi : Nyeri tekan dan defans muskular tidak dijumpai

Hepar : Tidak teraba

Lien : Tidak teraba

Ginjal : Ballotement tidak di jumpai

Perkusi : Batas paru-hati relatif di ICS V, batas paru-hati absolut di

ICS VI, suara timpani di semua lapangan abdomen.

Pinggang: nyeri ketok kostovertebrae tidak ada.

f. Tulang Belakang : Simetris, nyeri tekan (+)

g. Kelenjar Limfe : Pembesaran KGB tidak dijumpai

h. Ekstremitas : Akral hangat

Page 7: Lapkas Said Alfianz

7

Superior Inferior

Kanan Kiri Kanan Kiri

Sianosis Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Oedema Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Fraktur Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

2.5 Status Neurologis

a. G C S

GCS : E4 M6 V5

Pupil : Isokor (3 mm/3 mm)

Reflek Cahaya Langsung : (+/+)

Reflek Cahaya Tidak Langsung : (+/+)

Tanda Rangsang Meningeal

- Kaku kuduk : (-)

- Laseque : (-)

- Kernig : (-)

- Babinski : (-/-)

- Brudzinski I : (-)

- Brudzinski II : (-)

b. Nervus Craniales

Nervus III (otonom) :

1. Ukuran pupil

2. Bentuk pupil

3. Refleks cahaya langsung

4. Refleks cahaya tidak langsung

5. Nistagmus

6. Strabismus

Kanan

3 mm

bulat

+

+

-

-

Kiri

3 mm

bulat

+

+

-

-

Page 8: Lapkas Said Alfianz

8

7. Eksoftalmus

8. Melihat kembar

-

-

-

-

Nervus III, IV, VI (gerakan okuler)

Pergerakan bola mata :

1. Lateral

2. Atas

3. Bawah

4. Medial

5. Diplopia

Kanan

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Kiri

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Kelompok Motorik

Nervus V (fungsi motorik)

1. Membuka mulut

2. Menggigit dan mengunyah

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Nervus VII (fungsi motorik)

1. Mengerutkan dahi

2. Menutup mata

3. Menggembungkan pipi

4. Memperlihatkan gigi

5. Sudut bibir

Kanan

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Kiri

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Nervus IX & X (fungsi motorik)

1. Bicara

2. Menelan

Kanan

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Kiri

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Nervus XI (fungsi motorik)

1. Mengangkat bahu

2. Memutar kepala

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Nervus XII (fungsi motorik)

1. Artikulasi lingualis

2. Menjulurkan lidah

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Kelompok Sensoris

1. Nervus I (fungsi penciuman) Dalam batas normal

Page 9: Lapkas Said Alfianz

9

2. Nervus V (fungsi sensasi wajah)

3. Nervus VII (fungsi pengecapan)

4. Nervus VIII (fungsi pendengaran)

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

c. Badan

1. Motorik

a. Gerakan respirasi : Abdomino Thorakalis

b. Bentuk columna vertebralis : Simetris

c. Gerakan columna vertebralis : Kesan simetris

2. Sensibilitas

a. Rasa suhu : Dalam Batas Normal.

b. Rasa nyeri : Dalam Batas Normal.

c. Rasa raba : Dalam Batas Normal.

d. Anggota Gerak Atas

1. Motorik

a. Pergerakan : (+/+)

b. Kekuatan : 5555/5555

c. Tonus : N/N

d. Trofi : N/N

2. Refleks

a. Biceps : (+/+)

b. Triceps : (+/+)

e. Anggota Gerak Bawah

1. Motorik

a. Pergerakan : (-/-)

b. Kekuatan : 5555/5555

c. Trofi : N/N

2. Refleks

a. Patella : (+/+)

b. Achilles : (+/+)

c. Babinski : (-/-)

Page 10: Lapkas Said Alfianz

10

d. Chaddok : (-/-)

e. Gordon : (-/-)

f. Oppenheim : (-/-)

3. Klonus

a. Paha : (-/-)

b. Kaki : (-/-)

c. Tanda Laseque: -

d. Tanda Kernig : -

4. Sensibilitas

Sensibilitas Kanan Kiri

Rasa suhu Dalam batas normal Dalam batas normal

Rasa nyeri Dalam batas normal Dalam batas normal

Rasa raba Dalam batas normal Dalam batas normal

f. Gerakan Abnormal : Tidak ditemukan

g. Fungsi Vegetatif

1. Miksi : dalam batas normal

2. Defekasi : dalam batas normal

h. Koordinasi Keseimbangan

1. Cara Berjalan : tidak terganggu

2. Romberg Test : negatif

2.6 Diagnosis

Diagnosa klinis : Cephalgia

Diagnosa Topis : Temporo Parieltal Sinistra

Diagnosa etiologi : SOL intracranial

Diagnosa patologi : -

Page 11: Lapkas Said Alfianz

11

2.7 Terapi

a. Terapi Medikamentosa

- IFVD NaCl 0,9% 16 gtt/i

- Dexamethasone 1 amp / 8 jam

- Ranitidin 1 amp / 12 jam

- Citicolin 1000mg / 12 jam

2.8 PemeriksaanPenunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hematologi

Hemoglobin

Hematokrit

Eritrosit

Leukosit

Trombosit

E/B/NB/NS/L/M

CT

BT

11,5 gr/dl

34 %

4,6 .106/mm3

6,4 . 103/mm3

254. 103/mm3

3/0/0/69/20/8

9

3

12,0 – 15,0 gr/dl

37 – 47 %

4,2 – 5,4 .106/mm3

4,5 – 10,5 103/mm3

150 – 450 103/mm3

%

5-15

1-7

Kimia Klinik

Ureum

Kreatinin

20 mg/dL

0,63 mg/dL

13 – 43 mg/dL

0,51 – 0,95 mg/dL

Page 12: Lapkas Said Alfianz

12

b. Ct-Scan Kepala Non-Kontras

Kesimpulan : SOL intracranial a/r temporo parietal sinistra

Page 13: Lapkas Said Alfianz

13

c. Foto Thorak

Kesimpulan : Cor dan Pulmo Normal

2.9 Prognosis

Qou ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Quo ad sanactionam : dubia ad bonam 

Page 14: Lapkas Said Alfianz

14

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Space-occupying lesion seringkali disebakan oleh keganasan tetapi ia

dapat disebabkan oleh patologis lain seperti abses atau hematoma. Hampir

setengah daripada tumor intraserebral berbentuk primer tetapi selebihnya berasal

daripada luar sistem saraf pusat dan daripada metastase. Efek daripada tumor

bersifat lokal, karena kerosakan otak yang bersifat fokal dan gambaran klinis yang

memberikan indikasi terhadap letak lesi dan bukan etiologi. Dapat terjadi gejala

umum yang lebih berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial atau

kejang, perubahan perilaku atau tanda lokalisir yang salah. Lesi luas pada

beberapa daerah, seperti lobus frontalis, dapat bersifat dia manakala hemisfera

dominan lesi kecil yang dapat memperngaruhi berbicara. Tumor dapat

menginfiltrasi dan merosakkan struktur penting, ia dapat mengobstruksi aliran

serebrospinal dan mengakibatkan hidrosefalus atau dapat mengakibatkan

angiogenesis dan memecahkan blood-brain barrier, mengakibatkan edema.3

Epidemiologi

1. Keganasan

Metastase, glioma, menigioma, pituitary adenoma, dan acoustic neuroma

(merupakan 95% dari seluruh tumor otak). Pada orang dewasa, 2/3 dari tumor

otak primer bersifatsupratentorial, sedangkan pada anak-anak 2/3 tumor otak

adalah jenis infratentorial. Tumor primer meliputi astrositoma, glioblastoma,

multifore, oligodendroglioma, dan ependyoma. Hampir kesemuanya mempunyai

5 years survivalrate yang kurang dari 50%. Cerebellarhemangioblastoma

memiliki tingkat survivalrate 20 tahun sebesar 40%. Meningioma memiliki

recoverytotal apabila dibuang. 30% tumor otak merupakan metastase dan 50%

daripadanya adalah multiple tumor. Primer tersering adalah kanker paru, diikuti

oleh kanker payudara, karsinoma kolon dan melanoma maligna.3

2. Penyebab lain

Hematoma akibat trauma, faktor resikonya termasuk usia tua dan

antikoagulasi. Abses cerebri cukup jarang, yang termasuk resikonya adalah COPD

Page 15: Lapkas Said Alfianz

15

yang dapat menjadi sumber infeksi terhadap sirkulasi sistemik. Abses cerebri

bersifat multiple pada 25% kasus. Amoebiasis dan sistiserkosiscerebral jarang

terjadi. Infeksi dan limfoma CNS lebih sering terjadi dengan infeksi HIV.

Granuloma dan tuberkuloma dapat terjadi.3

Jenis Space Occupying Lesions

A. Primary Intracranial Tumors

Pendahuluan

Separuh daripada neoplasma intrakranial primer adalah glioma dan sisanya

adalah meningioma, adenoma pituitari, neurofibroma dan tumor lainnya.

Beberapa tumor, terutama neurofibroma, hemangioblastomas, dan

retinoblastomas, dapat memiliki dasar yang sama, dan faktor kongenital

mendasari perkembangan kraniofaringioma. Tumor dapat terjadi pada mana-mana

usia, tetapi beberapa jenis glioma menunjukkan predileksi usia yang tertentu.4

Gejala dan Tanda Klinis

Tumor intrakranial dapat mengarah kepada gangguan fungsi serebral

secara umum dan mempamerkan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.

Karena itu, dapat terjadi perubahan personalitas, penurunan intelektual, labilitas

emosi, kejang, sakit kepala, mual dan malaise. Jika tekanan meningkat di dalam

ruangan kranial tertentu, jaringan otak dapat mengalami herniasi ke dalam riangan

dengan tekanan rendah. Sindroma yang paling sering ditemukan adalah herniasi

lobus temporalis ke dalam hiatus tentorii secara uncal, sehingga mengakibatkan

kompresi saraf kranial III, batang otak dan arteri cerebralis posterior. Tanda paling

awal untuk sindroma ini adalah dilatasi pupil ipsilateral, diikuti dengan stupor,

komaposturasi deserebrasi dan kesukaran bernafas. Satu lagi sindroma herniasi

penting terdiri daripada penurunan tonsilar cerebelli melewati foramen magnum,

sehingga mengakibatkan kompresi medullaris yang mengarah kepada apnea,

circulatory collapse dan kematian. Sindroma herniasi lain adalah lebih jarang dan

kepentingan klinis yang kurang jelas. Tumor intrakranial dapat mengarah kepada

defisit fokal terganting pada lokasinya.4

Page 16: Lapkas Said Alfianz

16

Lesi lobus frontal

Tumor pada lobus frontalis seringkali mengarah kepada penurunan

progresif intelektual, perlambatan aktivitas mental, gangguan personaliti

dan refleks grasping kontralateral. Mereka mungkin mengarah kepada

afasia ekspresif jika melibatkan bahagian posterior daripada gyrus frontalis

inferior sinistra. Anosmia dapat terjadi karena tekanan pada saraf

olfaktorius. Lesi presentral dapat mengakibatkan kejang motorik fokal

atau defisit piramidalis kontralateral.4

Lesi lobus Temporalis

Tumor pada daerah ini dapat mengakibatkan kejang dengan halusinasi

deria bau dan gustatori, fenomena motorik dan gangguan kesadaran

eksternal tanpa penurunan kesadaran yang benar. Lesi lobus temporalis

dapat mengarah kepada depersonalisasi, gangguan emosi, gangguan sikap,

sensasi deja vu atau jamais vu, mikropsia atau makropsia (objek kelihatan

lebih kecil atau lebih besar daripada seharusnya), gangguan lapang

pandang (crossed upper quadrantanopia) dan ilusi auditorik atau

halusinasi auditorik. Lesi bahagian kiri dapat mengakibatkan dysnomia

dan receptive aphasia, manakala lesi pada bahagian kanan menganggu

persepsi pada nada dan melodi.4

Lesi lobus parietalis

Tumor pada lokasi ini dapat mengakibatkan gangguan sensasi

kontralateral dan dapat mengakibatkan kejang sensorik, penurunan

sensorik atau kombinasi keduanya. Penurunan sensorik bersifat kortikal

dan mengakibatkan sensibilitas dan diskriminasi taktil, sehingga mengarah

kepada gangguan sensorik tekstur, saiz, berat dan bentuk. Objek yang

diletakkan kepada tangan tidak dapat dikenali (astereognosis) lesi lobus

parietalis yang luas dapat menghasilkan hyperpathia kontralateral dan

sindroma thalamus. Penglibatan radiasi optik dapat mengarah kepada

gangguan lapang homonim kontralateral yang kadang terdiri hanya lower

quadrantanopia. Lesi pada girus angularis sinistra mengakibatkan

sindroma Gerstmann (kombinasi aleksia, agrafia, akalkulia, konfusi kanan-

kiri, dan agnosia jari), manakala penglibatan girus submarginalis sinistra

Page 17: Lapkas Said Alfianz

17

mengakibatkan apraksia ideational. Anosognosia (denial, neglect or

rejection of a paralyzed limb) sering terlihat pada pasien dengan hemisfera

lesi non dominan (kanan). Constructional apraxia dan dressing apraxia

dapat juga terjadi pada lesi bahagian kanan.4

Lesi lobus oksipitalis

Tumor pada lobus oksipital secara karakteristiknya menghasilkan crossed

homonymous hemianopia atau gangguan lapang pandang parsial. Dengan

lesi sisi kiri atau bilateral, dapat terjadi agnosia visual untuk objek dan

warna, manakala lesi iritatif pada kedua sisi dapat mengakibatkan

halusinasi visual yang tidak berbentuk. Penglibatan lobus oksipitalis

bilateral mengakibatkan kebutaan kortikal di mana masih terdapat respons

pupil. Dapat juga terjadi penurunan persepsi warna, prosopagnosia

(ketidakmampuan untuk mengidentifikasi wajah), simultagnosia

(ketidakmampuan untuk mentafsir dan mengintergrasi suasana komposit)

dan Balint syndrome (gangguan untuk melirik mata kepada satu titik,

walaupun tidak terjadi gangguan pergerakan dan refleks mata). Tidak

adanya gangguan kebutaan atau gangguan lapang pandang mengarah

kepada Anton syndrome.4

Lesi pada batang otak dan serebellum

Lesi batang otak membawa kepada paresis saraf kranial, ataksia,

inkoordinasi, nistagmus, dan defisit piramidalis dan sensoris pada tungkai

di satu atau kedua sisi. Tumor batang otak intrinsik, seperti glioma,

cenderung untuk menghasilkan peningkatan tekanan intrakranial pada

perjalanan penyakit lanjut. Tumor serebellar menghasilkan ataksia yang

jelas pada tungkai jika vermis cerebelli terlibat dan gangguan appendikular

ipsilateral (ataxia, incoordination dan hypotonia tungkai jika hemisfera

cerebellum terlibat.4

Tanda lokalisir palsu

Tumor dapat mengarah kepada tanda neurologis selain daripada tekanan

direk atau infiltrasi, selanjutnya mengrah kepada lokalisir klinis yang

salah. Tanda lokalisir ini termasuk paresis saraf kranial III dan VI dan

respons plantar ekstensor bilateral yang dihasilkan oleh sindroma herniasi

Page 18: Lapkas Said Alfianz

18

dan respons plantar ekstensor yang terjadi ipsilateral terhadap tumor

hemisfera sebagai hasil daripada tekanan di pedunkulus cerebri

bertentangan dengan tentorium4

Tumor GambaranKlinis

Glioblasto

ma

multiformi

s

Mengambarkankeluhannonspesifikdanpeningkatantekananintrakrani

al. Denganperkembanganakanmenghasilkandefisitfokal.

Astrocytom

a

Gambaranmiripglioblastoma multiformistetapi lebihlambat,

seringsetelahbeberapatahun. Cerebellar astrocytoma

dapatmemilikigambaran yang lebihjinak

Medullobl

astoma

Seringterlihatpadaanak.

Seringkalitimbuldaripadadasarventrikelkeempatdanmengarahkepada

peningkatanintrakranialselanjutnyamenghasilkantanda cerebellar

danbatangotak.

Ependymo

ma

Glioma yang timbuldaripadaependymaventrikel,

terutamapadaventrikel IV,

membawakepadagejalaawalpeningkatantekananintrakranial.

Oligodend

roglima

Berkembanglambat.

Seringkalitimbuldaripadahemisferaserebralpadadewasa.

Kalsifikasidapatterlihat

Brainste

glioma

Timbulsaatusiamudadenganpalsysarafkraniadankemudiangejalatract

sign padatungkai. Tandapeningkatantekanantimbullambat

Cerebellar

hemangiob

lastoma

Datangdengandysequilibrium, ataksiatungkai,

dantandapeningkatantekananintrakranial.

Dapatberhubungandenganlesivaskular spinal dan retinal,

polyctythemia, danrenal cell carcinoma

Pineal

tumor

Digambarkandenganpeningkatantekananintrakranial,

kadangdenganimpaired upward gaze (Parinaud syndrome)

dangangguanlesibatangotak

Craniopha BerasaldaripadasisaRathke pouch di atassella, menekanoptic chiasm.

Page 19: Lapkas Said Alfianz

19

ryngioma Dapathadirpadasemuausia tetapi

seringkalipadausiamudadengandisfungsiendokrindangangguanlapan

gbitemporal

Acoustic

neurinoma

Gangguanpendengaran ipsilateral. Dapatmelibatkantinnitus,

sakitkepala, vertigo, kelemahan/kesemutanwajahdanlong tract sign.

Meningiom

a

Berasaldaripada dura mater atauaraknoid,

menekandibandingkanmenguasaistruktur neural berdekatan.

Meningkatdenganberlanjutnyausia. Saizberbagai.

Gejalatergantungdaerah tumor.

SeringkalijinakdandapattereteksidenganCT-Scan,

dapatmembawakepadakalsifikasidanerositulang

Primary

cerebral

lymphoma

Berhubungandengan AIDS dangangguanimmunidefisiensi.

Gambarantermasukgangguandefisitfokalataudengangangguankogniti

fdankesadaran. Mungkintidakdapatdibezakandengancerebral

toxoplasmosis

Imaging

MRI dengan gadolinium enhancement adalah metode yang sering dipakai

untuk mendeteksi lesi dan mendefinisikan lokasi size dan bentuk; perkembangan

sehingga terjadi penyimpangan anatomi yang normal; dan derajat edema serebral

atau kelainan massa yang berhubungan. CT-Scanning dengan penggunaan

radiokontras dapat dilakukan namun kurang membantu daripada MRI untuk lesi

yang kecil atau tumor pada posterior fossa. Tanda atau gambaran meningiomas

pada MRI atau CT-Scan secara virtual berbentuk diagnostik, seperti ada lesi pada

daerah tertentu (Regio Parasagittal dan Sylvii, Gyrus Olfaktorius, Sphenoidal

Ridge dan Tuberculum Sellae) yang kelihatan seperti daerah homogenous dengan

peningkatan densitas pada scan non kontras dan meningkat secara seragam

dengan kontras.4

Ateriography dapat menunjukkan peregangan dan salah letak pembuluh

darah serebral normal dengan tumor dan kehadiran vaskularitas tumor. Kehadiran

massa avaskular adalah penemuan nonspesifik yang dapat disebabkan oleh tumor,

Page 20: Lapkas Said Alfianz

20

hematoma, abses, atau space-occupying lesion lainnya. Dalam pasien dengan

tahap hormon normal dan massa intrasellar, angiography diperlukan untuk

membedakan antara adenoma pituitary dan aneurism arterial.4

Laboratorium dan Pemeriksaan Lainnya

Electroencephalogram membekalkan maklumat penunjang melibatkan

fungsi serebral dan dapat menunjukkan samda gangguan fokal akibat neoplasm

atau kelainan difus lain yang mengambarkan status mental. Lumbar puncture

jarang diperlukan; penemuan tidak bersifat diagnostik; dan prosedur membawa

kepada resiko sindroma herniasi.4

Pengobatan

Pengobatan tergantung pada tipe dan tempat tumor dan kondisi pasien.

Beberapa tumor jinak, terutama meningiomas ditemukan secara kebetulan

sewaktu brain imaging untuk tujuan lain. Untuk tumor simptomatik, pembuangan

bedah secara lengkap dapat dilakukan jika tumor bersifat ekstra-aksial atau ia

tidak berada di daerah otak yang kritis. Pembedahan juga dapat menunjang

diagnosis dan dapat membantu dalam menurunkan tekanan intrakranial dan

melegakan simptom walaupun neoplasm tidak dikeluarkan selengkapnya. Defisit

kliniskadang disebabkan oleh hidrosefalus obstruktif, di mana prosedur simple

surgical shunting memberikan pembaikan dramatis. Pada pasien dengan glioma

ganas, terapi radiasi meningkatkan kadar survival tidak mengira prosedur dan

kombinasi dengan kemoterapi memberikan tambahan. Indikasi untuk irradiasi

dalam pengobatan pasien dengan neoplasma intrakranial primer lain tergantung

kepada tipe dan aksesibilitas tumor. Temozolomide adalah obat chemotherapy oral

dan intravenous untuk glioma, dan terdapat peningkatan kegunaan antibodi

monoklonal sebagai komponen terapi. Kortikosteroid dapat membantu dalam

menurunkan edema serebral dan seringkali bermula sebelum pembedahan.

Herniasi diobati dengan deksametason intravena (10-20mg bolus diikuti 4 mg

setiap jam) dan manitol intravena (20% diberikan dalam dosis 1.5g/kgBB dalam

30 menit). Antikonvulsan seringkali diberikan dalam dosis standar tetapi tidak

diindikasikan untuk profilaksis dalam pasien tanpa riwayat kejang. Gangguan

Page 21: Lapkas Said Alfianz

21

neurokognitif jangka lama dapat memberikan komplikas pada terapi radiasi. Untk

pasien dengan penyakit yang memburuk dengan berjalannya pengobatan, terapi

paliatif adalah penting. 4

Pasien Yang Perlu Dirawat

Pasien dnegan peningkatan tekanan intrakranial.

Pasien yang memerlukan biopsi, pengobatan bedah atau prosedur shunting

B. Tumor metastatik Intrakranial

a. Metastase Serebral

Metastase tumor otak hadir dalam cara yang sama seperti neoplasma

serebral, seperti dengan peningkatan tekanan intrakranial, dengan gangguan

fungsi serebri fokal atau difus atau keduanya. Dalam pasien dengan satu lesi

serebral, keadaan metastase lesi tersebut hanya dapat terlihat pada pemeriksaan

histopatologis. Dalam pasien lain, terdapat bukti penyakit metastase yang

menyebar, atau metastase serebral yang berkembang sewaktu pengobatan

neoplasm primer.4

Sumber metastase intrakranial yang paling umum adalah karsinoma paru;

daerah lain termasuk payu dara, ginjal, kulit dan traktus gastrointestinal.

Kebanyakan metastase serebral terletak supratentorial. Pemeriksaan laboratorium

dan radiologis digunakan untuk mengevaluasi pasien dengan metastase adalah

pasien yang digambarkan dengan neoplasm primer. Ini termasuk MRI dan CT-

Scan yang dilakukan dengan atau tanpa kontras. Punksi lumbal diperlukan hanya

pada pasien dengan suspek meningitis karsinomatosa dalam pasien dengan

metastase serebral dengan neoplasm primer yang tidak diketahui, pemeriksaan

dilakukan berdasarkan gejala dan tanda klinis. Pada wanita, mammography

diindikasikan; pada lelaki bawah 50 tahun, germ cell origin perlu diketahui karena

keduanya memberikan implikasi terapi.4

Pada pasien yang hanya mempunyai metastase serebral yang boleh

dibedah, dengan tiada atau gangguan fungsi yang minimal, dapat dilakukan

pengangkatan lesi dan kemudian diobati dengan irradiasi; pada pasien dengan

Page 22: Lapkas Said Alfianz

22

metastase ganda atau penyakit sistemik yang menyebar, prognosis dapat

memburuk; stereotactic radiosurgery, whole-brain radiotherapy atau keduanya,

dapat membantu tetapi terapi lain hanya bersifat paliatif.4

b. Leptomeningeal metastases

Neoplasma yang bermetastase kepada leptomeninges adalah karsinoma

payu dara, limfoma dan leukimia. Metastase leptomeningeal mengarah kepada

defisit neurologis multifokal, di mana ia dapat berhubungan dengan infiltrasi ke

arah kranial dan akar saraf spinal, invasif direk kepada otak dan medulla spinalis,

hidrosefalus obstruktif atau kombinasinya. Diagnosis ini ditegakkan dengan

pemeriksaan daripada cairan serebrospinal. Penemuan termasuk peningkatan

tekanan cairan serebrospinal, pleositosis, peningkatan protein dan penurunan

glukosa. Penemuan sitologis dapat menunjukkan kehadiran sel ganas, jika tidak,

punksi lumbal perlu diulang sekurangnya 2 kali untuk mendapatkan sampel lanjut

untuk analisis.4

CT Scan menunjukkan peningkatan kontras di dalam basal ganglia atau

adanya hidrosefalus tanpa sebarang tanda lesi massa untuk menegakkan diagnosis.

Gadolinium-enhanced MRI sering kali menunjukkan peningkatan fokus di dalam

leptomeninges. Myelografi dapat menunjukkan deposit pada akar saraf multipel.

Pengobatan adalah dengan irradiasi pada area simptomatis, termasuk methotrexate

intrathekal. Prognosis jangka lama adalah buruk – hanya sekitar 10% pasien hidup

untuk 1 tahun – dan tindakan paliatif adalah penting untuk memperbaiki gaya

hidup.4

C. Lesi Massa Intrakranial Dalam Pasien AIDS

Limfoma serebral primer adalah komlikasi umum pada pasien dengan

AIDS. Ini mengarah kepada gangguan di dalam kognitif atau kesadaran, defisit

fokal motorik atau sensorik, aphasia, kejang dan neuropati kranial. Gangguan

klinis yang sama dapat dihasilkan daripada cerebral toxoplasmosis, yang juga

komplikasi yang sering ditemukan pada pasien dengan AIDS. MRI atau CT-Scan

tidak dapat membezakan kedua kelainan ini, dan tes serologis untuk

toksoplasmosis seringkali tidak dapat dipercayai pada pasien AIDS. Secara

Page 23: Lapkas Said Alfianz

23

susunannya, untuk pasien dengan stabil dalam neurologinya, terapi untuk

toksoplasmosis dengan sulfadiazine (100 mg/kg/d sehingga 8 g/d dalam 4 bagian

dosis secara oral per hari) dan pyrimethamine (75 mg secara oral per hari untuk 3

hari, kemudian 25 mg secara oral per hari). Penelitian radiologis kemudian

diulang, dan sekiranya terjadi pembaikan, regimen ini akan dilanjutkan. Sekiranya

lesi tidak membaik, biopsi otak diperlukan. Limfoma serebral primer diobati

dengan whole brain irradiation.4

Cryptococcal meningitis adalah infeksi opurtunistik yang sering terjadi

pada pasien AIDS. Secara klinis, ia menyerupai toksoplasmosis serebral atau

limfoma, tetapi CT-Scan kranial seringkali normal. Diagnosis kemudian dibuat

dengan dasar pemeriksaan cairan serebrospinal dengan india ink staining positif

dalam 75% - 80% dan antigen kriptokokkal dalam 95% kasus. Pengobatan adalah

dengan amphotericin B dan flucytosine.4

D. Tumor Spinal Primer dan Metastase

Sekitar 10% daripada tumor spinal bersifat intramedullary. Ependymoma

dalah tipe tumor intrameduler yang paling sering; selebihnya adalah tipe lain

glioma. Tumor ekstrameduler dapat bersifat ekstra atau intra dural di dalam

lokasinya. Di antara tumor ekstrameduler primer, neurofibroma dan meningioma

secara relatif bersifat sering, jinak dan dapat bersifat intra atau ekstradural.

Metastase karsinomatosa, limfomatosa atau deposit leukemik dan myeloma sering

bersifat ekstradural; dalam kasus metastase, prostat, payudara, paru, dan ginjal

adalah daerah primer yang sering terjadi.4

Tumor dapat mengarah kepada disfungsi medula spinalis dengan kompresi

langsung, dengan iskemi sekunder akibat obstruksi arterial atau vena dan, dalam

kasus lesi intrameduler, dengan infiltrasi invasif.4

a. Gejala dan Tanda Klinis

Gejala seringkali berkembang dengan lambat. Nyeri seringkali terjadi pada

lesi ekstradural; diperparah dengan batuk atau mengejan: dapat bersifat radikuler;

lokalisir di belakang atau terasa difus ke arah ekstremitas; dan dapat diiringi

Page 24: Lapkas Said Alfianz

24

dengan defisit motorik, parestesi atau rasa baal, terutama pada daerah kaki.

Kandung kemih, usus dan disfungsi seksual dapat terjadi. Apabila terjadi

gangguan spinkter, dapat terjadi inkontinensia alvi et uri. Nyeri seringkali

mempamerkan gejala neurologis spesifik daripada metastase epidural.

Pemeriksaan dapat menunjukkan rasa nyeri spinal yang terlokalisir. Gangguan

segmental lower motor neuron atau perubahan sensorik dermatomal kadang

ditemukan pada tahap lesi tersebut di medulla spinalis.4

b. Radiologis

CT myelography atau MRI dengan kontras digunakan untuk mengenalpasti

dan melokalisir lesi tersebut. Gabungan daripada tumor di anggota lain, nyeri

punggung dan samada kelainan foto polos spinal atau tanda neurologis daripada

kompresi saraf adalah indikasi untuk melakukan pemeriksaan ini dalam kadar

segera. Beberapa ahli dokter melanjut ke MRI dan CT myelography berdasarkan

hanya nyeri punggung yang baru pada pasien kanker.4

c. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan cairan serebrospinal sering bersifat xanthochromic dan

mempunyai konsentrasi protein yang tinggi dengan konsentrasi glukosa dan

kandungan sel yang normal.4

d. Tatalaksana

Tumor intrameduler diobati dengan dekompresi dan eksisi bedah (jika

memungkinkan) dan dengan irradiasi. Prognosis tergantung penyebab dan

keparahan kompresi spinal sebelum tindakan dilakukan.4

Terapi untuk metastase spinal epidural terdiri daripada irradiasi, tidak

tergantung tipe sel. Dexamethasone juga diberikan dalam dosis tinggi (25 mg

sebanyak 4 kali per hari untuk 3 hari secara oral atau iv, diikuti tapering dosage,

tergantung respons) untuk menurunkan pembengkakan spinal dan mengurangi

nyeri. Dekompresi bedah dilakukan untuk pasien dengan tumor yang tidak

memberikan respons pada terapi radiasi atau yang tidak pasti dengan

Page 25: Lapkas Said Alfianz

25

diagnosisnya. Prognosis jangka panjang adalah buruk, tetapi terapi radiasi dapat

melambatkan onset disabilitas major.4

E. Brain Abscess

Abses otak digambarkan dengan lesi space-occupying lesions secara

intrakranial dan timbul sebagai sekuale penyakit daripada telinga atau hidung.

Komplikasi daripada infeksi di bahgaian tubuh lain, atau dapat terjadi daripada

infeksi yang didedahkan secara intrakranial daripada trauma atau prosedur bedah.

Infeksi yang sering terjadi adalah streptococci, staphylococci, dan bakteri

anaerob; infeksi bercampur tidak sering terjadi.5

Walaupun teknologi kedokteran diagnostik dan perkembangan antibiotika

saat ini telah mengalami kemajuan, namun kadar kematian penyakit abses otak

tetap masih tinggi (sekitar 10-60% atau rata-rata 40%). Penyakit ini sudah jarang

dijumpai di negara-negara maju, namun karena resiko kematiannya tinggi, abses

otak termasuk golongan penyakit infeksi yang mengancam kehidupan masyarakat.

Penderita abses otak lebih banyak dijumpai pada laki-laki daripada perempuan

dengan perbandingan 3:1 yang umumnya masih usia produktif yaitu sekita 20-50

tahun.5

Faktor etiologi dan presdisposisi

Sebagian besar abses otak berasal langsung dari penyebaran infeksi telinga

tengah, sinusitis (paranasal, ethmoidalis, sphenoidalis dan maxillaris). Abses

dapat timbul akibat dari penyebaran secara hematogen dari infeksi paru sistemik

(empyema, abses paru, bronkiektasis, pneumonia), endokarditis bakterial akut dan

subakut dan pada penyakit jantung bawaan Tetralogy ofFallot (abses multiple,

lokasi pada substansi putih dan abu dari jaringan otak). Abses otak yang

penyebarannya secara hematogen, letak absesnya sesuai dengan peredaran darah

yang terdistribusi oleh arteri cerebri media terutama lobus parietalis, atau

cerebellum dan batang otak.5

Abses dapat juga dijumpai pada penderita penyakit immunologik seperti

AIDS, penderita penyakit kronis yang mendapat kemoterapi/steroid yang dapat

Page 26: Lapkas Said Alfianz

26

menurunkan sistem kekebalan tubuh. 20-37% penyebab abses otak tidak

diketahui.Penyebab abses yang jarang dijumpai, osteomyelitis tengkorak,

sellulitis, erysipelas wajah, abses tonsil, pustula kulit, luka tembus pada tengkorak

kepala, infeksi gigi luka tembak di kepala, septikemia. Berdasarkan sumber

infeksi dapat ditentukan lokasi timbulnya abses dilobus otak.5

Infeksi sinus paranasal dapat menyebar secara retrograd thrombophlebitis

melalui klep vena diploika menuju lobus frontalis atau temporal. Bentuk absesnya

biasanya tunggal, terletak superfisial di otak, dekat dengan sumber infeksinya:-5

Sinusitis frontal dapat menyebabkan abses di bagian anterior dan inferior

lobus frontalis.

Sinusitis sphenoidalis dapat menyebabkan abses pada lobus frontalis atau

temporalis.

Sinusitis maxillaris dapat menyebabkan abses pada lobus temporalis

Sinusitis ethmoidalis dapat menyebabkan abses pada lobus frontalis.

Infeksi pada telinga tengah dapat menyebar ke lobus temporalis

Infeksi pada mastoid dan kerusakan tengkorak kepala karena kelainan

bawaan seperti kerusakan tegmentum timpani, atau kerusakan tulang

temporal oleh kolesteoma dapat menyebar ke dalam cerebellum.

Infeksi parasit (schistosomiasis, amoeba, fungus(Actinonmycosis, Candida

albicans) dapat menimbulkan abses, tetapi hal ini jarang terjadi.

Proses pembentukan abses otak oleh bakteri Streptococcus alpha

haemolyticus secara histologis dibagi dalam 4 fase dan waktu 2 minggu untuk

terbentuknya kapsul abses.5

1. Early cerebritis

Terjadi reaksi radang lokal dengan infiltrasi polymorphonuclear leukosit,

limfosit dan plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi yang dimulai

pada hari pertama dan meningkat pada hari ke 3. Sel-sel radang terdapat

pada tunikaadventisia dari pembuluh darah dan mengelilingi daerah

nekrosis infeksi. Peradangan perivaskular ini disebut cerebritis. Saat ini

Page 27: Lapkas Said Alfianz

27

terjadi edema disekitar otak dan peningkatan efek massa karena

pembesaran abses.5

Gambaran CT Scan : Pada hari pertama terlihat daerah yang hipodens

dengan sebagian gambaran seperti cincin. Pada hari ketiga gambaran

cincin lebih jelas sesuai diameter serebritisnya. Didapati mengelilingi

pusat nekrosis.5

2. Late Cerebritis

Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah pusat

nekrosis membesar oleh karena peningkatan “acellular debris” dan

pembentukan nanah karena pelepasan enzim-enzim dari sel radang. Ditepi

pusat nekrosis didapati daerah sel radang, makrofag-makrofag besar dan

gambaran fibroblast yang terpencar. Fibroblast mulai menjadi retikulum

yang akan membentuk kapsul kolagen. Pada fase ini edema otak menyebar

maksimal sehingga lesi menjadi sangat besar.5

Gambaran CT Scan : gambaran cincin sempurna, 10 menit setelah

pemberian kontras perinfus. Kontras masuk ke daerah sentral dengan

gambaran lesi homogen (menunjukkan adanya cerebritis)5

3. Early capsule formation

Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag menelan “acellular debris” dan

fibroblast meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan fibroblast

membentuk anyaman retikulum mengelilingi pusat nekrosis. Di daerah

ventrikel, pembentukan dinding sangat lambat oleh karena kurangnya

vaskularisasi di daerah substansia putih dibanding substansia abu.

Pembentukan kapsul yang terlambat dipermukaan tengah memungkinkan

abses membesar ke dalam substansia putih. Bila abses cukup besar, dapat

robek ke dalam ventrikel lateralis. Pada pembentukan kapsul, terlihat

daerah anyaman retikulum yang tersebar membentuk kapsul kollagen.

Reaksi astrosit disekitar otak mulai meningkat.5

Gambaran CT Scan : hampir sama dengan fase cerebritis, tetapi pusat

nekrosis lebih kecil dan kapsul terlihat lebih tebal.

4. Late capsule formation

Page 28: Lapkas Said Alfianz

28

Terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran histologis sebagai

berikut : bentuk pusat nekrosis diisi oleh “accelular debris” dan sel-sel

radang. Daerah tepi dari sel radang, makrofag dan fibroblast. Kapsul

kolagen yang tebal. Lapisan neovaskular sehubungan dengan cerebritis

yang berlanjut. Reaksi astrosit, gliosis dan edema otak diluar kapsul.5

Gambaran CT Scan : Gambaran kapsul dari abses terlihat jelas, sedangkan

daerah nekrosis tidak diisi oleh kontras.

a. Gejala dan tanda klinis

Pusing, sakit kepala, susah konsentrasi, bingung dan kejang adalah gejala

awal, diikuti dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial dan kemudian

berlanjut kepada gangguan defisit neurologis fokal. Dapat terjadi gejala sistemik

akibat daripada infeksi yang ada.4

b. Radiologi dan Pemeriksaan Lainnya

CT-Scan kepala akan menunjukkan daerah peningkatan kontras yang

dikelilingi oleh kantung yang berdensitas rendah. Kelainan yang sama dapat

ditemukan pada pasien dengan neoplasma metastatik. Penemuan MRI seringkali

menunjukkan gambaran serebritis fokal atau suatu abses. Arteriography akan

memberikan gambaran space occupying lesions, di mana akan muncul secagai

suatu massa avaskular dengan gangguan letak pembuluh darah serebral yang

normal. Aspirasi jarum stereostatik dapat menentukan etiologi spesifik organism

untuk dikenalpasti. Pemeriksaan pada cairan serebrospinal tidak membantu dalam

menegakkan diagnosis dan dapat mengakibakan sindroma herniasi. Leukositosis

perifer kadang timbul pada pasien sebegini.4

c. Pengobatan

Pengobatan terdiri daripada antibiotik intravena, termasuk drainase

menggunakan prosedur bedah (aspirasi atau eksisi) sekiranya perlu untuk

menurunkan efek massa, atau kadang untuk menentukan diagnosis. Abses kurang

daripada 2 mm kadang dapat diobati secara medis. Antibiotik spektrum luas,

ditentukan berdasarkan faktor resiko dan organism yang tersangka, diunakan

Page 29: Lapkas Said Alfianz

29

jikan organisme tersebut masih belum diketahui. Regimen antibiotik empiris yang

awal seringkali melibatkan ceftriaxone (2g iv. Setiap 12 jam), metronidazole (15

mg/kgBB iv bolus, diikuti dengan 7.5 mg/kgBB iv setiap 6 jam) dan vancomycin

(1 g iv setiap 12 jam). Regimen ini diubah setelah kultur dan sensitivitas obat

telah ada. Pengobatan antimikroba seringkali dilanjutkan secara parenteral selama

6-8 minggu, diikuti dengan oral setiap 2-3 bulan. Pasien perlu diobservasi dengan

CT-Scan ulan atau MRI ulang setiap 2 minggu dan pada deteriorasi.

Dexamethasone (4-25 mg 4 kali per hari iv atau oral, tergantung pada keparahan,

dilanjutkan dengan tapering off, tergantung pada respons) dapat menurunkan

edema yang berhubungan, tetapi mannitol intravena kadang diperlukan.4

Page 30: Lapkas Said Alfianz

30

BAB IV

KESIMPULAN

Space occupying lesions merupakan suatu penyakit yang sukar untuk

ditegakkan penyebabnya secara dini. Secara klinis, setiap penyebab SOL

memberikan gejala yang hampir sama tergantung kepada tempat lesi, kecepatan

lesi yang timbul, size lesi dan kecepatan terjadinya peningkatan tekanan

intrakranial sehingga mengasilkan tanda klinis yang hampir sama. Untuk itu,

pemikiran seorang dokter dalam memahami setiap penyebab SOL adalah penting

untuk mencari dan mengenalpasti secara benar selanjutnya memberikan terapi

yang benar untuk mengurangi tekanan intrakranial di samping mengobati secara

tuntas penyebab yang terjadi. Difikirkan timbulnya kejadian space occupying

lesions apabila didapatkan gangguan serebral secara umum yang progresif, adanya

gejala tekanan tinggi intrakranial dan adanya gejala sindroma otak yang spesifik.

Pemeriksaan radiologi, dalam hal ini, CT-Scan dan MRI sangat berperan dalam

mendiagnosa SOL di samping menggunakan punksi lumbal dalam menegakkan

diagnosis.

Page 31: Lapkas Said Alfianz

31

BAB V

DAFTAR PUSTAKA

1. Harsono. 1999. Tumor otak dalam Buku Ajar Neurologi Klinis edisi I. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. hlm 201-2017.

2. Stephen H. 2012. Brain neoplasma. Access on www.emedicine.com. March, 9th 2014.

3. Mardjono M. 2008. Proses neoplasmatik di susunan saraf. Dalam neurologi klinis dasar. Jakarta: PT. Dian Rakyat. Hlm 390-402.

4. Price SA, LM Wilson. 2005. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit volume 1 edisi 6. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Hlm. 1183-1189.

5. Travis WD, Brambilla E, Noguchi M, Nicholson AG, Geisinger KR. 2011. International

6. Association for the Study of Lung Cancer/American Thoracic Society/European

7. Mardjono M. 2000. Proses neoplasmatik di susunan saraf dalam neurologis klinis dasar edisi 5. Jakarta: Dian Rakyat. Hlm 390-402.

8. Harsono. 2008. Buku ajar neurologi klinis. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

9. Mardjono M. 2006. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Dian Rakyat. Hlm 390-396. Greenberg, Harry S, Chandler, William F, Sandler, Howard M. 1999. Brain tumors. New York: Oxford University Press. Hlm 201-205.