case reportdbd

28
Infeksi virus dengue merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypty. Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit paling ringan (mild undiffrentiated febrile illness), demam dengue, demam berdarah dengue (DBD) sampai demam berdarah dengue disertai syok (dengue shock syndrome). Patofisiologi utama penyakit DBD adalah terjadinya kebocoran plasma yang disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas pembuluh darah (vasculer). 1 Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome)/DSS adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok Terdapat 4 gambaran klinis utama dari penyakit DBD pada anak, yaitu demam tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali, dan terjadinya renjatan (syok). Diagnosis klinis Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue didasarkan pada kriteria klinis dan laboratorium, trombositopenia dan peningkatan hematokrit . Diagnosis pasti adalah dengan ditemukannya virus dengue sebagai penyebab infeksi virus dengue pada penderita. Menemukan virus dengue pada penderita hanya dapat dilakukan di laboratorium 0

Upload: amantherichkey

Post on 09-Dec-2015

228 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

dbd

TRANSCRIPT

Infeksi virus dengue merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue

dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypty. Infeksi virus dengue pada manusia

mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit paling ringan

(mild undiffrentiated febrile illness), demam dengue, demam berdarah dengue (DBD) sampai

demam berdarah dengue disertai syok (dengue shock syndrome). Patofisiologi utama penyakit

DBD adalah terjadinya kebocoran plasma yang disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas

pembuluh darah (vasculer).1

Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic

fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi

klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati,

trombositopenia dan diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang

ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga

tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome)/DSS adalah demam berdarah

dengue yang ditandai oleh renjatan/syok Terdapat 4 gambaran klinis utama dari

penyakit DBD pada anak, yaitu demam tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali, dan

terjadinya renjatan (syok). Diagnosis klinis Demam Dengue dan Demam Berdarah

Dengue didasarkan pada kriteria klinis dan laboratorium, trombositopenia dan peningkatan

hematokrit . Diagnosis pasti  adalah dengan ditemukannya virus dengue sebagai

penyebab infeksi virus dengue pada penderita. Menemukan virus dengue pada penderita

hanya dapat dilakukan di laboratorium dengan cara isolasi virus, deteksi antigen virus dengue

dalam serum atau jaringan tubuh, dan deteksi antibodi spesifik dalam serum penderita.

Tatalaksana terhadap penyakit Demam Dengue meliputi pemberian antipretik untuk

menurunkan suhu tubuh, pemberian cairan untuk mencegah renjatan (syok), dan mengatasi

perdarahan.1

Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke-18 seperti yang dilaporkan

oleh David Bylon, dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus dengue menimbulkan

penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam lima hari (vijfdaagse koorts) kadang juga

disebut sebagai demam sendi (knokkel koorts). Disebut demikian karena demam yang terjadi

menghilang dalam 5 hari disertai dengan nyeri pada sendi, nyeri otot, dan nyeri kepala.1

Di Indonesia, pertama sekali dijumpai di Surabaya pada tahun 1968 dan kemudian

disusul dengan daerah-daerah yang lain. Jumlah penderita menunjukkan kecenderungan

meningkat dari tahun ke tahun, dan penyakit ini banyak terjadi di kota-kota yang padat

penduduknya. Akan tetapi dalam tahun-tahun terakhir ini, penyakit ini juga berjangkit di

daerah pedesaan. 2

0

Berdasarkan penelitian di Indonesia dari tahun 1968-1995 kelompok umur yang paling

sering terkena ialah 5 – 14 tahun walaupun saat ini makin banyak kelompok umur lebih tua

menderita DBD. Saat ini jumlah kasus masih tetap tinggi rata-rata 10-25/100.000 penduduk,

namun angka kematian telah menurun bermakna < 2%.3 Penyakit Demam Berdarah Dengue

(DBD) merupakan penyakit infeksi yang sering terjadi pada anak. Penyakit ini disebabkan

oleh virus dengue. DBD dapat ditularkan dari satu orang kepada orang lainnya. Virus dengue

ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Setelah virus berada

dalam tubuh penderita akan menimbulkan berbagai efek klinis, mulai dengan demam tinggi,

perdarahan, sampai terjadinya syok. Tatalaksana yang cepat dan tepat dapat menyelamatkan

penderita. 1

1. ETIOLOGI

Virus dengue merupakan bagian dari famili Flaviviridae. Keempat serotipe virus

dengue (DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4) dapat dibedakan dengan metode serologik.

Infeksi pada manusia oleh salah satu serotipe menghasilkan imunitas sepanjang hidup

terhadap infeksi ulang oleh serotipe yang sama, tetapi hanya menjadi perlindungan sementara

dan partial terhadap serotipe yang lain. Virus dengue menunjukkan banyak karakteristik yang

sama dengan flavivirus lain, mempunyai genom RNA (Ribo Nucleic Acid) rantai tunggal

yang dikelilingi oleh nukleokapsid ikohedral dan terbungkus oleh selaput lipid. Virionnya

mempunyai diameter kira-kira 50 nrn. Genom flavivirus mempunyai panjang 11 kb

(kilobases), dan mempunyai urutan genom lengkap untuk mengisolasi keempat serotipe.

Virus terdiri dari 3 struktur dan 7 protein tidak terstruktur yaitu: nukleokapsid atau protein

inti, protein yang berkaitan dengan .membran (M) dan protein pembungkus (E) dan tujuh gen

protein nonstruktural (NS). Domain bertanggung jawab untuk netralisasi, fusi, dan interaksi

reseptor virus dengan protein pembungkus.4

2. VEKTOR

A. aegypti adalah spesies nyamuk tropis dan subtropis yang ditemukan antara garis

lintang 35 U dan 35 S. Distribusi A. Aegypti juga dibatasi oleh ketinggian sehingga nyamuk

ini tidak ditemukan di atas ketinggian 1.000 m. A. aegypti adalah salah satu vektor nyamuk

yang paling utama untuk arbovirus karena nyamuk ini sangat antropofilik, hidup dekat

manusia, dan sering hidup di dalam rumah sekitar kamar tidur, pakaian, dan air bersih

sehingga sulit untuk mengontrolnya dari lingkungan luar. Nyamuk dewasa lebih sering

menggigit pagi hari dan sore hari.1

1

3. PENULARAN

Setelah menggigit manusia .yang terinfeksi, virus dengue memasuki nyamuk betina

dewasa. Virus pertama kali bereplikasi dalam midgut kemudian bereplikasi dalam kelenjar

saliva nyamuk yang lamanya kurang lebih 8-12 hari, periode ini disebut periode ekstrinsik.

Nyamuk yang mengandung virus tersebut kemudian menggigit manusia lain dan bereplikasi

dalam tubuh manusia dengan masa inkubasi 4-7 hari (3-14 hari) yang disebut periode

intrinsik. Viremia terjadi 1 hari sebelum dan 5 hari setelah onset penyakit.2

4. PATOFISIOLOGIS

Penelitian patogenesis infeksi virus dengue sampai sekarang merupakan penelitian

yang paling menantang. Hal tersebut disebabkan sejauh ini belum ada suatu teori yang dapat

menerangkan secara tuntas patogenesis infeksi virus dengue. Dua teori yang kini digunakan

untuk menjelaskan perubahan patogenesis infeksi virus dengue yaitu hipotesis infeksi

sekunder (secondary heterologous infection) dan hipotesis antibody dependent enhancement

(ADE). Beberapa hipotesis telah dibuktikan untuk menjelaskan peningkatan insidens kasus

yang berat setelah terjadi infeksivirus dengan serotipe yang berbeda. Penelitian secara in vitro

telah memperlihatkan bahwa ada cross reactive non neutralizing dari antibodi dengue

berbentuk kompleks virus yang heterologous.4

a. Berdasarkan Teori Infeksi Sekunder

Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi

primer dengan satu jenis virus, akan terjadi kekebalan terhadap infeksi jenis virus tersebut

untuk jangka waktu yang lama. Jadi seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus

dengue akan mempunyai antibodi yang dapat menetralisasi virus yang sama (homologous).

Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang lain

maka terjadi infeksi berat karena pada infeksi selanjutnya antibodi heterologous yang

terbentuk pada infeksi primer tidak dapat menetralisasi virus dengue serotipe lain (non

neutralizing antibody). Pada makrofag yang dilingkupi oleh antibodi non neutralisasi, antibodi

tersebut bersifat opsonisasi, internalisasi dan mempermudah makrofag/monosit terinfeksi

serta virus bebas bereplikasi di dalam makrofag bahkan membentuk kompleks yang lebih

infeksius sehingga penyakit cenderung menjadi berat serta berperan dalam patogenesis

terjadinya DBD/DSS. 4

b. Berdasarkan Hipotesis antibody dependent enhancement

Hipotesis antibody dependent enhancement (ADE) prinsipnya adalah suatu proses

yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear.2

2

Kompleks antibodi dan virus dengue yang heterologous akan memfasilitasi masuknya

virus ke dalam monosit melalui reseptor Fc, proses ini dikenal sebagai ADE. Monosit yang

mengandung virus menyebar ke berbagai organ dan terjadi viremia. Dasar teori infection

enhancing antibody ialah peran sel fagosit mononuklear dan terbentuknya antibodi non

netralisasi. Sebagai respons terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang

kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan manifestasi

perdarahan sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok. Disamping kedua

hipotesis di atas masih ada teori lain tentang patogesis DBD yaitu teori mediator, teori

virulensi virus, teori antigen antibodi, teori apoptosis, dan teori trombosit endotel. Teori

virulensi menurut Russel, 1990, mengatakan bahwa DBD berat terjadi pada infeksi primer

dan bayi usia < 1 tahun, serotipe DEN-3 akan menimbulkan manifestasi klinis yang berat dan

fatal, dan serotipe DEN-2 dapat menyebabkan syok. Hal-hal diatas menyimpulkan bahwa

virulensi virus turut berperan dalam menimbulkan manifestasi klinis yang berat.2

c. Berdasarkan Teori Mediator

Teori mediator sekarang ini dipikirkan oleh para ahli karena melanjutkan teori

antibody enhancing. Pasien DBD mempunyai kadar TNF-a, lL-6, IL-i3, lL-18, dan faktor

sitotoksik lebih tinggi dibandingkan pasien DD sedangkan pada pasien DSS mempunyai

kadar IL-4, IL-o, lL-8, dan IL-10 yang tinggi. Sitokin tersebut sangat berperan meningkatkan

permeabilitas vaskular dan syok selama terinfeksi dengue.

Kompleks virus antibodi yang meliputi sel makrofag akan memproduksi sitokin TNF-

a, lFN-y, lL-Z, lL-6, PAF (platelet activating factor), dan lain-lain yang selanjutnya

menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular, kerusakan endotel pembuluh darah

sehingga terjadi kebocoran cairan plasma ke dalam jaringan tubuh dan mengakibatkan syok.

Kompleks virus-antibodi juga akan merangsang komplemen yang bersifat vasoaktif dan

prokoagulan sehingga menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) Serta perdarahan.

Tingginya kadar pelepasan PAF oleh monosit dengan infeksi sekunder dapat pula

menjelaskan perdarahan pada DBD dan DSS. Jadi perdarahan pada DBD dapat disebabkan

oleh tiga kelainan hemostasis utama yaitu vaskulopati, kelainan trombosit, dan penurunan

kadar faktor pembekuan. Pada fase awal demam, perdarahan disebabkan oleh vaskulopati dan

trombositopenia, sedangkan pada fase syok dan syok yang lama, perdarahan disebabkan oleh

trombositopeni diikuti oleh koagulopati terutama sebagai akibat koagulasi intravaskular

rnenyuluruh dan peningkatan fibrinolisis. Faktor sitotoksis memproduksi sel CD4+T yang

akan merangsang makrofag memproduksi TNF-alpha dan IL-18. Kadar faktor sitotoksik

berhubungan dengan beratnya penyakit. Selama infeksi dengue berat beberapa penelitian

3

menunjukkan bahwa terjadi supresi respons Th1 dan didapatkan respons Th2 yang lebih

dominan. Beberapa laporan menunjukkan bahwa respons Th2 predominan terjadi pada

kasus DBD/SSD.2

5. GAMBARAN KLINIS

Infeksi virus dengue

Asimtomatik Simtomatik

Undiffrentiated Demam Dengue Demam Berdarah Dengue

Febrile illness (DD) (DBD) Perembesan plasma

(Viral syndrome)

Dengan perdarahan Tanpa perdarahan Dengan syok Tanpa syok

Spektrum Klinis Demam Berdarah Dengue (WHO, 1977)

Demam Berdarah Dengue

Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal ini di

bawah ini dipenuhi :

• Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.

• Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :

- Uji bendung positif.

- Petekie, ekimosis, atau purpura.

- Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan dari tempat

lain.

- Hematemesis atau melena.

• Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul).

• Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut :

- Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin.

- Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai

hematokrit sebelumnya.

- Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.

Dari keterangan di atas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD

adalah pada DBD ditemukan adanya kebocoran plasma.3

Pemeriksaan Penunjang

4

• Hemostasis: Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada

keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.

• Protein/albumin: Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.

• SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat.

• Ureum, Kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.

Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.

• Golongan darah: dan cross macth (uji cocok serasi): bila akan diberikan transfusi darah atau

komponen darah.

• Imuno serologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.

IgM: terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-90

hari.

IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG

mulai terdeteksi hari ke-2.

• Uji III: Dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari perawatan,

uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.

Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun

deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reserve Transcriptase

Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis

yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap dengue berupa antibody total, IgM

maupun IgG. 2

Dua kriteria klinis pertama yaitu demam dan manifestasi perdarahan disertai

trombositopenia dan hernokonsentrasi merupakan definisi kasus DBD. Sedangkan definisi

kasus DBD confirmed adalah bila terdapat paling sedikit 1 pemeriksaan di ini positif: Titer HI

2 1280, serokonversi naik 4x, adanya IgM dan peningkatan titer IgG pada fase akut dan

konvalesens, dan isolasi virus positif. Diagnosis pasti DBD adalah dengan ditemukannya

virus dengue sebagai penyebab DBD pada penderita. Menemukan virus dengue pada

penderita hanya dapat dilakukan di laboratorium dengan cara isolasi virus, deteksi antigen

virus atau RNA dalam serum atau jaringan tubuh, dan deteksi antibodi spesifik dalam serum

penderita. Hingga kini, dikenal 5 jenis uji serologik yang biasa dipakai untuk menentukan

adanya infeksi virus dengue, yaitu:

1. Uji hemaglutinasi inhibisi (Hemaglutination inhibition test = HI test)

2. Uji kornpleman fiksasi (Complemen fixation test = CF test)

3. Uji neutralisasi (Neutralization test =NT test)

4. IgM Elisa (Mac Elisa)

5 IgG Elisa

5

Pada dasamya, hasil uji serologi dibaca dengan melihat kenaikan titer antibodi fase

konvalesen terhadap titer antibodi fase akut (naik 4 kali lipat atau lebih).

Pada Demam Dengue merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua

atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:

• Nyeri kepala.

• Nyeri retro-oebital.

• Mialgia / artralgia.

• Ruam kulit.

• Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung positif).

• Leukopenia.

dan pemeriksaan serologi dengue positif, ayau ditemukan pasien DD/DBD yang sudah

dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.2

6. KLASIFIKASI DERAJAT PENYAKIT

/DBD Derajat Gejala Laboratorium DD

DBD

DBD

DBD (DSS)

DBD (DSS)

I

II

III

IV

Demam disertai 2 atau lebih tanda: sakit kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, artralgia.

Gejala di atas ditambah uji bendung positif

Gejala di atas ditambah perdarahan spontan

Gejala di atas ditambah kegagalan sirkulasi (kulit dingin dan lembab serta gelisah) Syok berat disertai dengan tekanan darah dan nadi tidak terukur.

Leucopenia Trombositopenia, tidak ditemukan bukti kebocoran plasma Trombositopenia, (<100.000/µL), bukti ada kebocoran plasma Trombositopenia, (<100.000/µL), bukti ada kebocoran plasma Trombositopenia, (<100.000/ µL), bukti ada kebocoran plasma Trombositopenia, (<100.000/ µL), bukti ada kebocoran plasma1

Serologi

Dengue Positif

8.PENATALAKSANAAN

1. Pemberian cairan.

Tujuan pemberian cairan adalah untuk mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai

akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan perdarahan. Jika masih bisa minum (intake baik)

6

dan tidak ada muntah diberikan minum banyak 1-2 liter/hari, Jenis minuman yang diberikan

berupa: air" putih, teh manis, sirup, jus buah, susu, oralit. Pemberian cairan intra-vena (infus)

jika : (1) anak terus-menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi,dehidrasi; (2) nilai

hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala.1

7

Cairan Cairan yang diberikan bisa berupa :

1. Kristaloid :

- Ringer Laktat

- 5 % Dextrose di dalam larutan Ringer Laktat

- 5 % Dextrose di dalam larutan Ringer asetat

- 5 % Dextrose di dalam larutan setengah normal garam faali, dan

- 5 % Dextrose di dalam larutan normal garam faali.

2. Koloidal :

- Plasma expander dengan berat molekul rendah (Dextran 40)

- Plasma.

1. RL / D 5 % dalam RL / D 5 % dalam Ringer Asetat / larutan normal garam faali ---->

diberikan 10 –20 ml/kg BB/ 1 jam.

2. Pada kasus yang berat (grade IV) dapat diberikan bolus 10 ml/kg BB (1 x atau 2 x).

3. Jika renjatan berlangsung terus (Hematokrit tinggi) diberikan larutan koloidal

(Dextran atau Plasma) sejumlah 10 – 20 ml/kg BB/ 1 jam.3

8

2. Tranfusi darah

Diberikan pada :

• Kasus dengan renjatan yang sangat berat atau syok yang berkelanjutan.

• Gejala perdarahan yang nyata, misal : hematemesis dan melena.

Pemberian darah dapat diulang sesuai dengan jumlah yang dikeluarkan.

Jika jumlah thrombocyte menunjukkan kecenderungan menurun.3

3. Antipiretika

Diberikan Parasetamol 10-15 mg/kgbb/kali (mencegah timbulnya Efek samping

pedarahan dan asidosis). Hindari asetosal

4. Terapi Oksigen

5. Profilaksis Antibiotik

Diberikan Amoxicillin atau antibiotik yang sesuai dengan pola kuman di rumah sakit

seperti golongan sefalosforin generasi ke-3

6. Koreksi kelainan-kelainan yang terjadi

Koreksi asidosis Natrium bicarbonat dapat diberikan 1 – 2 mEq/kgBB, diberikan

dengan kecepatan 1 mEq/menit, atau jumlah Nabic dapat dihitung dengan rumus : Kebutuhan

Nabic : 0,5 x BB x Defisit HCO3- atau 0,3 x BB x Base deficit.5

7. Kortikosteroid

Penggunaannya masih controversial pada pengobatan DSS Bisa diberikan dengan

dosis :

• Hidrokortison 6 – 8 mg/kgBB/ 6 – 8 jam i.v.

• Methyl prednisolon 30 mg/kgBB/hari i.v.

• Dexamethazon 1 – 2 mg/kgBB sebagai dosis awal, kemudian 1 mg/kgBB/hari i.v.5

9.PROGNOSIS

9

Pada Demam Dengue prognosisnya apabila suhu turun maka akan terjadi perbaikan

dan penyembuhan sempurna. Sedagkan pada Demam Berdarah Dengue angka kematian yang

disebabkan oleh DBD adalah kurang dari 1%, tetapi bila timbul Dengue Shock Syndrome

maka angka kematian bisa mencapai 40-50%. Sehingga prognosis Dengue Shock Syndrome

sangat tergantung dari pengenalan dini dengan cara pemantauan cermat dan tindakan cepat

dan tepat terutama ketika terjadi renjatan (syok).4

10. PENCEGAHAN

Pencegahan/pemberantasan DBD dengan membasmi nyamuk dan sarangnya dengan

melakukan tindakan 3 M, yaitu

1. Menguras tempat-tempat penampungan air secara teratur seminggu sekali atau menaburkan

bubuk larvasida (abate).

2. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air.

3. Mangubur/menyingkirkan barang bekas yang dapat menampung air

Adultsida (fogging) dengan menggunakan DDT (Dicloro-Diphenyl-Tricloroethane)

BAB II

10

LAPORAN KASUS

Identitas

Nama : Rafif

No. MR :80.51.75

Umur : 7 3/12 Tahun

Jenis Kelamin : laki-laki

Suku bangsa : Indonesia

Nama Ibu : Emi Rosmalina

Alamat : Sarolangun

Seorang pasien perempuan berumur 7 3/12 tahun dirawat di bangsal anak RS M

Djamil Padang sejak tanggal 5 Desember 2012 , rujukan dari RS Muaro Bungo dengan

Keluhan utama : Tangan dan kaki teraba dingin sejak 12 jam yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang :

Demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, demam tinggi, tidak berkeringat,

tidak menggigil, tidak terus menerus dan tidak disertai kejang.

Nyeri perut terutama di ulu hati sejak 4 hari yang lalu, hilang timbul.

Muntah sejak 4 hari yang lalu, frekuensi 2-3 kali/ hari, jumlah 2-3 sendok makan/kali,

berisi sisa makanan dan minuman, tidak menyemprot.

Berak-berak encer sejak dua hari yang lalu, frekuensi 4-5 kali/ hari, jumlah 1-2 sendok

makan/ kali, tidak berlendir, tidak berdarah

Batuk sejak 1 hari yang lalu, berdahak, pilek tidak ada, tidak disertai sesak nafas.

Riwayat perdarahan dari hidung, mulut, gusi, saluran cerna dan tempat lain tidak ada

Buang air kecil jumlah sedikit, warna pekat, terakhir 4 jam yang lalu

Anak telah dirawat di RS Muaro Bungo selama 2 hari, saat tangan dan kaki teraba

dingin, anak mendapat RL ½ kolf dilanjutkan dengan 1 kantong, kemudian anak

dirujuk ke RSUP Dr. M. Jamil atas permintaan keluarga. Saat di RS Muaro Bungo

telah dilakukan pemeriksaan darah dengan hasil Hb 15,5 gr/dL, leukosit 2400/mm3,

hematocrit 46% dan trombosit 46000/mm3. Anak telah mendapatkan terapi di RS

Muaro Bungo IVFD RL 20 cc/kgbb/jam, IVFD RL 10 cc/kgbb/jam selama 2 jam,

IVFD RL 7 cc/kgbb/ jam selama 2 jam dan dilanjutkan dengan 5 cc/kgbb/jam,

Ceftriaxon 2 x 500 mg dan Ranitidin 2 x 15 mg IV

Riwayat Penyakit Dahulu :

Anak pernah menderita demam berdarah 10 bulan yang lalu dan dirawat selama 7 hari

Riwayat keluarga :

11

Ada teman sekolah yang menderita penyakit demam berdarah dan dirawat di rumah

sakit dari seminggu yang lalu sampai saat ini

Riwayat kehamilan :

Pemeriksaan kehamilan ke bidan, teratur. Persalinan dibantu oleh bidan, lahir spontan ,

langsung menangis kuat, berat badan lahir : 3100 gr.

Riwayat Makanan dan Minuman :

- Bayi : Asi : 0-24 bulan

Buah biskuit : 5 bulan

Nasi tim : 7-12 bulan

Susu formula : -

Bubur susu : 3-7 bulan

- Anak : Makanan utama : 2x/hari/ menghabiskan 1 porsi makanan

Daging : 1x/minggu

Ikan : 3x/minggu

Telur : 4x/minggu

Sayur : 2x/minggu

Buah : 1 x/minggu

Kesan : Gizi kurang

Riwayat Imunisasi :

BCG : 1 bulan scar (+)

DPT : 2,4,6 bulan

Polio : 2,4,6 bulan

Hepatitis : 2,4,6 bulan

Campak : 9 bulan

Kesan :imunisasi dasar lengkap

Pemeriksaan fisik :

Keadaan umum : tampak sakit berat

Kesadaran : sadar

Tekanan darah : 90/60 mmHg

Nadi : 100 x/ menit

Nafas : 30x/ menit

Suhu : 36,8 oC

Tinggi Badan : 118 cm Berat Badan : 18 kg

BB/U : 76,59 %

TB/ U : 95,93 %

12

BB/TB : 83,72 %

Gizi : kurang

Kulit : Akral hangat, rumple leed test positif pada volar lengan bawah

Kepala : bentuk simetris, ukuran normocephal

Rambut : hitam lebat

Mata : konjungtiva tidak anemis , sklera tidak ikterik

Telinga & Hidung : tidak ada kelainan, epistaksis tidak ada.

Mulut : mukosa bibir dan mulut basah, tonsil T1-T1 tidak hiperemis, faring

tidak hiperemis

Leher : tidak ada pembesaran KGB,tidak ada pembesaran tiroid.

Dada

Paru-paru :

Inspeksi : normochest, retraksi tidak ada

Palpasi : fremitus sama kiri dan kanan

Perkusi : sonor

Auskultasi : vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung :

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : teraba ictus cordis di 1 jari medial dari linea mid

clavicula sinistra RIC V

Perkusi : batas jantung atas RIC II, kanan Linea Sternalis

Dextra, kiri 1 jari medial LMCS RIC V

Auskultasi : irama teratur, bising tidak ada

Abdomen

Inspeksi : distensi tidak ada

Palpasi : supel, hepar teraba 1/3 -1/3, permukaan rata, pinggir tajam,

konsistensi kenyal, lien tidak teraba

Perkusi :timpani

Auskultasi : bising usus positif normal

Alat kelamin : tidak ditemukan kelainan

Ekstremitas :

Atas : akral hangat, perfusi baik, refleks fisiologis ada +/+ normal,

refleks patologis -/-

Bawah : akral hangat, perfusi baik, refleks fisiologis ada +/+ normal,

13

refleks patologis -/-

Punggung : tidak ditemukan kelainan

Alat kelamin : tidak ditemukan kelainan, status pubertas A1P1G1

Anus : colok dubur tidak dilakukan

Rumple Leede : (+)

Pemeriksaan Laboratorium :

Darah :

Hb :14 gr%

Leukosit :3,1 x 103 /mm3

Trombosit :18.000 /mm3

Ht :40 %

Diagnosa kerja : DHF grade III dengan syok berulang (syok telah teratasi)

Diare akut tanpa dehidrasi

Gizi kurang

Diagnosis Banding :

Tatalaksana :

- O2 2L/menit nasal

- IVFD RL 10 cc/kgbb/jam 180 cc/jam 60 tetes/menit makro (2 line)

- Oralit 180 cc/ BAB encer

- Paracetamol 200 mg ( T >= 38,5oC )

- Makanan Lunak 1.500 kkal

- Banyak minum

Rencana Pemeriksaan :

Hb / Ht per 4 jam

Trombosit / 24 jam

Kontrol Vital sign

Balance setiap 24 jam

Follow up pagi tanggal 5 Desember 2012 (06.30)

S :

Demam tidak ada

Batuk ada, berdahak

Perdarahan dari gusi, hidung dan saluran cerna tidak ada

Mual muntah tidak ada

anak kurang mau minum

14

BAK ada, jumlah cukup , warna biasa

BAB ada 1 kali, berwarna kecoklatan, konsistensi biasa

O:

Keadaan umum : berat

Kesadaran : sadar

Tekanan darah : 90/60 mmHg

Nadi : 96 x/ menit

Nafas : 30 x/ menit

Suhu : 37oC

Mata : udem palpebral +/+, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik

Thorak : retraksi (-), cor irama teratur, bising tidak ada

Pulmo suara nafas vesikuler, melemah di paru kanan setinggi RIC V

ke bawah, wheezing tidak ada

Abdomen : supel, distensi (-) , BU ( + ) normal

Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik

Kesan: suspek efusi pleura ec. Plasma leakage dan Overload cairan

Balance cairan 6 jam:

PO: 100 cc IWL: 90 cc

PE: 1500 cc Urin: 400 cc

Balance cairan: + 1110 cc

Diuresis: 3,7/kgbb/jam

Pemeriksaan Laboratorium :

Darah :

Hb :11,7 gr%

Trombosit :12.000 /mm3

Ht :34%

Kesan : Penurunan nilai hematokrit dan trombosit dari sebelumnya

Tatalaksana :

- O2 2L/menit nasal

- IVFD RL 10 cc/kgbb//jam 60 tetes/ menit makro (2 line)

- Ceftriaxon 2x450 mg IV

- Oralit 180 cc/ BAB encer

- Paracetamol 200 mg ( T > 38,5 0C )

- Banyak minum

- ML 1400 kkal

15

Rencana :

Hb / Ht per 4 jam

Trombosit / 24 jam

Balance cairan

Kontrol vital sign

Visite Besar (09.30)

Anjuran: Apakah tanda vital baik dan diuresis baik, beri furosemid (lasix) dan kontrol tanda-

tanda vital

S:

Demam tidak ada

Sesak nafas tidak ada

Perdarahan gusi, hidung, dan saluran cerna tidak ada

Muntah tidak ada

BAK ada

O:

Sakit berat

Tekanan Darah: 90/60 mmHg

Nadi: 98 x/ menit

Suhu: 37o C

Mata: Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, udem palpebra +/+

Thorak: Cor: irama teratur, bising tidak ada. Pulmo: Vesikuler, melemah di

hemithorax kanan RIC V ke bawah, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen: distensi (-), bising usus (+) normal

Ekstrimitas: Akral hangat, perfusi baik

Tatalaksana:

Lasix 1 x 18 mg IV

IVFD RL 7 cc/kgbb/jam 32 tetes/menit makro

O2 2L/menit nasal

Ceftriaxon 2x450 mg IV

Oralit 180 cc/ BAB encer

Paracetamol 200 mg ( T > 38,5 0C )

Banyak minum

ML 1400 kkal

16

Pemeriksaan laboratorium siang (13.00)

Darah :

Hb :11,8 gr%

Trombosit :6.000 /mm3

Ht :37%

Kesan : Penurunan nilai trombosit dari sebelumnya dan peningkatan hematocrit

BAB III

DISKUSI

17

Telah dirawat seorang pasien laki-laki berumur 7 3/12 tahun di HCU Anak RS M

Djamil Padang sejak tanggal 5 Desember 2012 dengan diagnosa DHF Grade III dengan syok

berulang

Kriteria diagnosis DHF grade III berdasarkan :

Kriteria klinis adalah sebagai berikut:

1. Uji tourniquet / rumple leede / hess positif

2. Ptekie, ekimosis, atau purpura

3. Perdarahan mukosa (gusi, epistaksis, lokasi injeksi, dll)

4. Hematemesis dan melena

5. Trombositopenia (kurang dari 100.000/mm3)

6. Kebocoran plasma:

- Peningkatan hematocrit >20%

- Penurunan hematocrit setelah terapi cairan jika dibandingkan dengan baseline

- Tanda-tanda kebocoran plasma (efusi pleura, ascites, hypoproteinemia)

7. Nadi lemah namun masih terdeteksi, hipotensi

Dari anamnesis didapatkan pasien demam tinggi sejak 4 hari sebelum masuk rumah

sakit, tangan dan kaki teraba dingin sejak 12 jam sebelum masuk rumah sakit. Didapatkan

riwayat pernah menderita demam berdarah 10 bulan yang lalu dan ada teman sekolah yang

menderita demam berdarah. Dari pemeriksaan fisik didapatkan tidak demam, rumple leed

positif. Berdasarkan grafik BB dan TB didapatkan kesan gizi kurang karena BB/TB 83,72 %.

Hasil laboratorium menunjukkan penurunan jumlah trombosit dan peningkatan hematokrit.

Dari data anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium didapatkan diagnosa DHF grade III

dengan syok yang telah teratasi, diare akut, serta gizi kurang

Sewaktu masuk pasien diberikan O2 2L/menit nasal, IVFD RL 10 cc/kgbb/jam

180 cc/jam 60 tetes/menit makro (2 line), Oralit 180 cc/ BAB encer, dan Paracetamol 200

mg ( T >= 38,5oC ), dan ML 1400 kkal

Setelah 6 jam terapi cairan, ditemukan udem palpebra kiri dan kanan serta tanda-

tanda efusi pleura paru kanan. Cairan diturunkan menjadi 7 cc/kgbb/jam dan diberikan lasik 1

x 18 mg/hari, serta kontrol tanda-tanda vital.

.

DAFTAR PUSTAKA

18

1. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. : DHF. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak.

Percetakan Infomedika. Jakarta. 1985. P. 1228 – 31.

2. Poerwo Soedarmo, Sumarsono S. Carna, Herry dkk. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri

Tropis. Edisi Kedua. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2008

3. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Indonesia Jilid 1. Penerbit IDAI. Jakarta. 2010.

4. John D Synder, Larry K Pickering. : Demam Dengue. Nelson Ilmu Kesehatan Anak 15th

eds. Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2000. P. 1484 – 5.

5. Guidelines for Treatment of Dengue Fever/ Dengue Hemorrhagic Fever in Small

Hospitals. WHO. New Delhi. 1999

19