bab i

33
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi bronkus yang bersifat patologis dan berlangsung kronik. Dilatasi tersebut menyebabkan berkurangnya aliran udara dari dan ke paru-paru. Dengan alasan ini, bronkiektasis digolongkan dalam penyakit paru obstruktif kronik, yang bermanifestasi sebagai peradangan saluran pernafasan dan mudah kolaps, lalu menyebabkan obstruksi aliran udara dan menimbulkan sesak, gangguan pembersihan mukus yang biasanya disertai dengan batuk dan kadang-kadang hemoptisis. 1,2,3 Bronkiektasis paling banyak bermanifestasi sebagai: 1. Proses fokal yang melibatkan satu lobus segmen atau sub-segmen paru, atau 2. Proses yang bersifat difus dan melibatkan kedua paru Proses pertama adalah yang umum terjadi, sedangkan proses kedua biasanya berkaitan dengan penyakit sistemik dan/atau penyakit sinopulmoner dan asma. 1 Dalam keadaan normal, dinding bronkus terbuat dari beberapa lapisan yang ketebalan dan komposisinya bervariasi 1

Upload: igustibagusadhista

Post on 14-Apr-2016

226 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

pembuatan bab 1

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I

BAB IPENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi bronkus

yang bersifat patologis dan berlangsung kronik. Dilatasi tersebut menyebabkan

berkurangnya aliran udara dari dan ke paru-paru. Dengan alasan ini, bronkiektasis

digolongkan dalam penyakit paru obstruktif kronik, yang bermanifestasi sebagai

peradangan saluran pernafasan dan mudah kolaps, lalu menyebabkan obstruksi aliran udara

dan menimbulkan sesak, gangguan pembersihan mukus yang biasanya disertai dengan

batuk dan kadang-kadang hemoptisis. 1,2,3

Bronkiektasis paling banyak bermanifestasi sebagai:

1. Proses fokal yang melibatkan satu lobus segmen atau sub-segmen paru, atau

2. Proses yang bersifat difus dan melibatkan kedua paru

Proses pertama adalah yang umum terjadi, sedangkan proses kedua biasanya berkaitan

dengan penyakit sistemik dan/atau penyakit sinopulmoner dan asma. 1

Dalam keadaan normal, dinding bronkus terbuat dari beberapa lapisan yang

ketebalan dan komposisinya bervariasi pada setiap bagian dari saluran pernapasan. Lapisan

dalam (mukosa) dan daerah dibawahnya (submukosa) mengandung sel-sel yang

melindungi saluran pernafasan dan paru-paru dari zat-zat yang berbahaya. Sel-sel ini

terdiri dari:

-          Sel penghasil lendir

-          Sel bersilia, yang memiliki rambut getar untuk membantu menyapu partikel-partikel

dan        lendir ke bagian atas atau keluar dari saluran pernafasan.

-          Sel-sel lainnya yang berperan dalam kekebalan dan sistem pertahanan tubuh

melawan organisme dan zat-zat yang berbahaya lainnya.

1

Page 2: BAB I

Struktur saluran pernafasan dibentuk oleh serat elastis, otot dan lapisan kartilago

(tulang rawan), yang memungkinkan bervariasinya diameter saluran pernafasan sesuai

kebutuhan. Pembuluh darah dan jaringan limfoid berfungsi sebagai pemberi  zat makanan

dan sistem pertahanan untuk dinding bronkus. 4

Diagnosis penyakit didasarkan pada riwayat klinis dari gejala respirasi yang

bersifat kronik, seperti batuk setap hari, produksi sputum yang kental dan penemuan

radiografi seperti penebalan dinding bronkus dan dilatasi lumen yang terlihat pada CT

Scan. 1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Bronkiektasis merupakan akibat dari proses patologis yang berlangsung luas dan lama,

termasuk kelainan srtuktur bronkus (Defisiensi kartilago pada William Campbell

Syndrome), penyakit akibat penimbunan mukus (Fibrosis kistik, kelainan fungsi silia),

akibat infeksi (Pneumonia yang berat pada anak, defisiensi imunoglobulin) dan

penyakit inflamasi (Kolitis ulceratif). Pada kebanyakan kasus, infeksi merupakan

penyebab tersering dari inflamasi, kerusakan dan remodelling jalan nafas. 2

2

Page 3: BAB I

2. Insidensi

      Angka kejadian yang sebenarnya dari bronkiektasis tidak diketahui pasti. Di

negara-negara Barat, insidens bronkiektasis diperkirakan sebanyak 1,3% diantara populasi.

Insidens bronkiektasis cenderung menurun dengan adanya kemajuan pengobatan

antibiotika. Akan tetapi perlu di ingat bahwa insidens ini  juga dipengaruhi oleh kebiasaan

merokok, polusi udara dan kelainan kongenital.5,6

Di Indonesia belum ada laporan tentang angka-angka yang pasti mengenai

penyakit ini. Kenyataannya penyakit ini cukup sering ditemukan di klinik-klinik dan

diderita oleh laki-laki maupun wanita. Penyakit ini dapat diderita mulai sejak anak bahkan

dapat berupa kelainan kongenital. 5,6,7

3. Epidemiologi

      Bronkiektasis merupakan penyebab kematian yang amat penting pada negara-

negara berkembang. Di negara-negara maju seperti AS, bronkiektasis mengalami

penurunan seiring dengan kemajuan pengobatan. Prevalensi bronkiektasis lebih tinggi pada

penduduk dengan golongan sosioekonomi yang rendah. Di indonesia belum ada laporan

tentang angka-angka yang pasti mengenai penyakit ini. Kenyataan nya penyakit ini cukup

sering di temukan di kinik-klinik dan di derita oleh laki-laki maupun perempuan. Penyakit

ini dapat di derita mulai sejak anak, bahkan kongenital, data terakhir yang diperoleh dari

RSUD Dr. Soetomo tahun 2000 menempatkan bronkiektasis paa urutan ke-7 terbanyak.

Dengan kata lain di dapatkan 221 penderita dari 11.018 (1.01%) pasien rawat inap. 1,5

4.    Etiologi

            Etiologi bronkiektasis sampai sekarang masih belum jelas. Namun diduga

bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun didapat. 6

a.       Kelainan kongenital

3

Page 4: BAB I

            Dalam hal ini, bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam kandungan. Faktor

genetik atau faktor pertumbuhan dan perkembangan memegang peranan penting.

Bronkiektasis yang timbul kongenital biasanya mengenai hampir seluruh cabang bronkus

pada satu atau kedua bronkus. Selain itu, bronkiektasis kongenital biasanya menyertai

penyakit-penyakit kongenital seperti Fibrosis kistik, Sindroma Kertagener, William

Campbell syndrome, Mounier-Kuhn syndrome, dll.1,2,3,5,6,7

b.      Kelainan didapat

            Bronkiektasis sering merupakan kelainan didapat dan kebanyakan merupakan

proses berikut:

  Infeksi

o Campak

o Pertusis

o Infeksi adenovirus

o Infeksi bakteri contohnya Klebsiella, Staphylococcus atau Pseudomonas.

o Influenza

o Tuberkulosa

o Infeksi mikoplasma1,2,3,4,5,6,8,9

  Penyumbatan bronkus

o Benda asing yang terisap

o Pembesaran kelenjar getah bening

o Tumor paru

o Sumbatan oleh lendir1,2,3,4,5,6,8,9

  Cedera penghirupan

o    Cedera karena asap, gas atau partikel beracun

o    Menghirup getah lambung dan partikel makanan 1,2,3,4

  Kelainan imunologik 

oSindroma kekurangan immunoglobulin

4

Page 5: BAB I

o Disfungsi sel darah putih

o Defisiensi komplemen

o Infeksi HIV

o Kelainan autoimun atau hiperimun tertentu seperti artritis rematoid, kolitis

ulcerativa1,2,3,4,5

  Keadaan lain

o Penyalahgunaan obat (misalnya heroin) 4

5. Anatomi

                   Gambar dibawah ini menunjukkan anatomi dari sistem respirasi.

5

Page 6: BAB I

 

 

Dari gambar dapat kita lihat bahwa cabang utama bronkus kanan dan kiri akan

bercabang menjadi bronkus lobaris dan bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan

terus-menerus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai akhirnya menjadi

bronkiolus terminalis, yaitu bronkiolus yang tidak mengandung alveoli. Bronkiolus

terminalis mempunyai diameter kurang lebih 1 mm. Bronkiolus tidak diperkuat oleh

kartilago tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh

saluran udara sampai pada tingkat ini disebut saluran penghantar udara karena fungsinya

menghantarkan udara ke tempat pertukaran gas terjadi. 9

            Setelah bronkiolus terdapat asinus yang merupakan unit fungsional dari paru-paru.

Asinus terdiri atas bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan sakkus alveolaris

terminalis. Asinus atau kadang disebut lobulus primer memiliki diameter 0,5 sampai 1 cm.

Terdapat sekitar 23 percabangan mulai dari trakea sampai sakkus alveolaris terminalis.

Alveolus dipisahkan dari alveolus di dekatnya oleh septum. Lubang pada dinding ini

dinamakan pori-pori Kohn yang memungkinkan komunikasi antara sakkus. Alveolus

hanya selapis sel saja, namun jika seluruh alveolus yang berjumlah sekitar 300 juta itu

dibentangkan akan seluas satu lapangan tennis.9

6

Gambar1. Anatomi Bronkus. (dikutip dari kepustakaan18)

Page 7: BAB I

            Alveolus pada hakikatnya merupakan gelembung yang dikelilingi oleh kapiler-

kapiler darah. Batas antara cairan dengan gas akan membentuk suatu tegangan permukaan

yang cenderung mencegah ekspansi pada saat inspirasi dan cenderung kolaps saat

ekspirasi. Di sinilah letak peranan surfaktan sebagai lipoprotein yang mengurangi tegangan

permukaan dan mengurangi resistensi saat inspirasi sekaligus mencegah kolaps saat

ekspirasi.9

 Pembentukan surfaktan oleh sel pembatas alveolus dipengaruhi oleh kematangan

sel-sel alveolus, enzim biosintetik utamanya alfa anti tripsin, kecepatan regenerasi,

ventilasi yang adekuat serta perfusi ke dinding alveolus. Defisiensi surfaktan, enzim

biosintesis serta mekanisme inflamasi yang berjung pada pelepasan produk yang

mempengaruhi elastisitas paru menjadi dasar patogenesis emphysema, dan penyakit

lainnya.9

Bronkus merupakan percabangan dari trachea. Terdiri dari bronkus dextra dan

bronchus sinistra.

1. Bronkus Dextra, mempunyai bentuk yang lebih besar, lebih pendek dan letaknya

lebih             vertikal daripada bronkus sinistra. Hal ini disebabkan oleh desakan dari arcus

aortae pada             ujung caudal trachea ke arah kanan, sehingga benda-benda asing

mudah masuk ke dalam             bronkus dextra.

Panjangnya kira-kira 2,5 cm dan masuk kedalam hilus pulmonis setinggi vertebra

thoracalis VI. Vena Azygos melengkung di sebelah cranialnya.

            Ateria pulmonalis pada mulanya berada di sebelah inferior, kemudian berada di

sebelah             ventralnya.

Membentuk tiga cabang (bronkus sekunder), masing-masing menuju ke lobus

superior,             lobus medius, dan lobus inferior.

Bronkus sekunder yang menuju ke ke lobus superior letaknya di sebelah cranial

a.pulmonalis dan disebut bronkus eparterialis. Cabang bronkus yang menuju ke

lobus medius dan lobus inferior berada di sebelah caudal a.pulmonalis disebut

7

Page 8: BAB I

bronkus hyparterialis. Selanjutnya bronkus sekunder tersebut mempercabangkan

bronkus tertier yang menuju ke segmen pulmo.10

2. Bronkus Sinistra, mempunyai diameter yang lebih kecil, tetapi bentuknya lebih

panjang daripada bronkus dextra. Berada di sebelah caudal arcus aortae, menyilang

di sebelah ventral oesophagus, ductus thoracicus, dan aorta thoracalis.

Pada mulanya berada di sebelah superior arteri pulmonalis, lalu di sebelah

dorsalnya dan akhirnya berada di sebelah inferiornya sebelum bronkus bercabang

menuju ke lobus superior dan lobus inferior, disebut letak bronkus hyparterialis.

Pada tepi lateral batas trachea dan bronkus terdapat lymphonodus

tracheobronchialis superior dan pada bifurcatio trachea (di sebelah caudal) terdapat

lymphonodus tracheobronchialis inferior.10

            Bronkus memperoleh vascularisasi dari a.thyroidea inferior. Innervasinya

berasal dari N.vagus, n. Recurrens, dan truncus sympathicus.10

6. Patofisiologi

           Berdasarkan definisinya, bronkiektasis menggambarkan suatu keadaan dimana

terjadi dilatasi bronkus yang ireversibel (> 2 mm dalam diameter) yang merupakan akibat

dari destruksi komponen muskular dan elastis pada dinding bronkus. Rusaknya kedua

komponen tersebut adalah akibat dari suatu proses infeksi, dan juga oleh pengaruh

cytokine inflamasi, nitrit okside dan netrophilic protease yang dilepaskan oleh system

imun tubuh sebagai  respon terhadap antigen. 5

            Bronkiektasis dapat terjadi pada kerusakan secara langsung dari dinding bronkus

atau secara tidak langsung dari intervensi pada pertahanan normal jalan nafas. Pertahanan

jalan nafas terdiri dari silia yang berukuran kecil pada jalan nafas. Silia tersebut bergerak

berulang-ulang, memindahkan cairan berupa mukus yang normal melapisi jalan nafas.

Partikel yang berbahaya dan bakteri yang terperangkap pada lapisan mukus tersebut akan

dipindahkan naik ke tenggorokan dan kemudian batukkan keluar atau tertelan. 3

8

Page 9: BAB I

      Terlepas dari apakah kerusakan tersebut diakibatkan secara langsung atau tidak

langsung, daerah dinding bronkus mengalami kerusakan dan menjadi inflamasi yang

kronik. Bronkus yang mengalami inflamasi akan kehilangan keelastisannya, sehingga

bronkus akan menjadi lebar dan lembek serta membentuk kantung atau saccus yang

menyerupai balon yang kecil. Inflamasi juga meningkatkan sekresi mukus. Karena sel

yang bersilia mengalami kerusakan, sekret yang dihasilkan akan menumpuk dan

memenuhi jalan nafas dan menjadi tempat berkembangnya bakteri. Yang pada akhirnya

bakteri-bakteri tersebut akan merusak dinding bronkus, sehingga menjadi lingkaran setan

antara infeksi dan kerusakan jalan nafas. 3

            Gambar2: Pada bronkiektasis, produksi mukus meningkat, silia mengalami kerusakandan daerah

 bronkus mengalami inflamasi kronik dan mengalami kerusakan.(dikutip dari kepustakaan 3)

7.     Diagnosis

1.  Gambaran Klinis

Manifestasi klasik dari bronkiektasis adalah batuk dan produksi sputum harian yang

mukopurulen sering berlangsung bulanan sampai tahunan. Sputum yang bercampur darah

atau hemoptisis dapat menjadi akibat dari kerusakan jalan nafas dengan infeksi akut. 1

Variasi yang jarang dari bronkiektasis kering yakni hemoptisis episodik dengan

sedikit atau tanpa produksi sputum. Bronkiektasis kering biasanya merupakan sekuele

(gejala sisa) dari tuberculosis dan biasanya ditemukan pada lobus atas. 1

9

Page 10: BAB I

Gejala spesifik yang jarang ditemukan antara lain dyspnea, nyeri dada pleuritik,

wheezing, demam, mudah lelah dan berat badan menurun. Pasien relatif mengalami

episode berulang dari bronkitis atau infeksi paru, yang merupakan eksaserbasi dari

bronkiektasis dan sering membutuhkan antibiotik. Infeksi bakteri yang akut ini sering

diperberat dengan onsetnya oleh peningkatan produksi sputum yang berlebihan,

peningkatan kekentalan sputum, dan kadang-kadang disertai dengan sputum yang berbau. 1

Batuk kronik yang produktif merupakan gejala yang menonjol. Terjadi hampir 90%

pasien. Beberapa pasien hanya menghasilkan sputum dengan infeksi saluran pernafasan

atas yang akut. Tetapi sebaliknya, pasien-pasien itu mengalami infeksi yang diam. Sputum

yang dihasilkan dapat berbagai macam, tergantung berat ringannya penyakit dan ada

tidaknya infeksi sekunder. Sputum dapat berupa mukoid, mukopurulen, kental dan

purulen. Jika terjadi infeksi berulang, sputum menjadi purulen dengan bau yang tidak

sedap. Dahulu, jumlah total sputum harian digunakan untuk membagi karakteristik berat

ringannya bronkiektasis. Sputum yang kurang dari 10 ml digolongkan sebagai

bronkiektasis ringan, sputum dengan jumlah 10-150 ml perhari digolongkan sebagai

bronkiektasis moderat dan sputum lebih dari 150 ml digolongkan sebagai bronkiektasis

berat. Namun sekarang, berat ringannya bronkiektasis dikalsifikasikan berdasarkan temuan

radiologis. Pada pasien fibrosis kistik, volume sputum pada umumnya lebih banyak

dibanding penyakit penyebab bronkiektasis lainnya. 1,2,5,8

Hemoptisis terjadi pada 56-92% pasien dengan bronkiektasis. Homoptisis mungkin

terjadi masif dan berbahaya bila terjadi perdarahan pada arteri bronkial. hemoptisis

biasanya terjadi pada bronkiektasis kering, walaupun angka kejadian dari bronkiektasis

tipe ini jarang ditemukan. 1,2

Dyspnea terjadi pada kurang lebih 72% pasien bronkiektasis tapi bukan merupakan

temuan yang universal. Biasanya terjadi pada pasien dengan bronkiektasis luas yang

terlihat pada gambaran radiologisnya. 1,2

Wheezing sering dilaporkan dan mungkin akibat obstruksi jalan nafas yang diikuti

oleh destruksi dari cabang bronkus. Seperti dyspnea, ini juga mungkin merupakan kondisi

yang mengiringi, seperti asma. 1,2

10

Page 11: BAB I

Nyeri dada pleuritik kadang-kadang ditemukan, terjadi pada 46% pasien pada sekali

observasi. Paling sering merupakan akibat sekunder  pada batuk kronik, tetapi juga terjadi

pada eksaserbasi akut. 1,2

Nyeri dada pleuritik sering terjadi pada pasien dengan bronkiektasi yang berat. Hal

ini terjadi sekunder akibat peningkatan kebutuhan kalori berkaitan dengan peningkatan

kerja pada batuk dan pembersihan sekret pada jalan nafas. Namun, pada umumnya semua

penyakit kronik disertai dengan penurunan berat badan. 1Demam biasanya terjadi akibat

infeksi yang berulang.1

2.      Patologi Anatomi

Terdapat berbagai variasi bronkiektasis, baik mengenai jumlah atau luasnya bronkus

yang terkena maupun beratnya penyakit. 6

Perubahan morfologis bronkus yang terkena

a.   Dinding bronkus

Dinding bronkus yang terkena dapat mengalami perubahan berupa proses inflamasi

yang sifatnya destruktif dan ireversibel. Pada pemeriksaan patologi anatomi sering

ditemukan berbagai tingkatan keaktifan proses inflamasi serta terdapat proses fibrosis.

Jaringan bronkus yang mengalami kerusakan selain otot-otot polos bronkus juga

elemen-elemen elastis. 6

b.   Mukosa bronkus

Mukosa bronkus permukaannya menjadi abnormal, silia pada sel epitel menghilang,

terjadi perubahan metaplasia skuamosa, dan terjadi sebukan hebat sel-sel inflamasi.

Apabila terjadi eksaserbasi infeksi akut, pada mukosa akan terjadi pengelupasan,

ulserasi, dan pernanahan. 6

c.   Jaringan paru peribronkial

Pada parenkim paru peribronkial dapat ditemukan kelainan antara lain berupa

pneumonia, fibrosis paru atau pleuritis apabila prosesnya dekat pleura. Pada keadaan 11

Page 12: BAB I

yang berat, jaringan paru distal bronkiektasis akan diganti jaringan fibrotik dengan

kista-kista berisi nanah. 6

 Variasi kelainan anatomi bronkiektasis

      Pada tahun 1950, Reid mengkasifikasikan bronkiektasis sebagai berikut :

a.   Bentuk tabung (tubular, cylindrical, fusiform bronchiectasis)

Variasi ini merupakan bronkiektasis yang paling ringan. Bentuk ini sering ditemukan

pada bronkiektasis yang menyertai bronkitis kronik. 1,5,6

b.   Bentuk kantong (saccular bronkiektasis)

Merupakan bentuk bronkiektasis yang klasik, ditandai dengan adanya dilatasi dan

penyempitan bronkus yang bersifat ireguler. Bentuk ini kadang-kadang berbentuk

kista. 1,5,6

c.       Varicose bronkiektasis

Bentuknya merupakan bentuk antara diantara bentuk tabung dan kantong. Istilah ini

digunakan karena perubahan bentuk bronkus yang menyerupai varises pembuluh vena. 1,5,6

8.       Diagnosa Banding4,6

Fibrosis Kistik

          Kelainan yang ditemukan dapat bervariasi dari pasien yang satu ke pasien yang

lain, namun banyak individu yang memiliki gambaran radiografi yang

memperlihatkan bronkiektasis kronis disertai fibrosis kistik yang meliputi:

12

Page 13: BAB I

hiperinflasi, penebalan dan dilatasi bronkus, peribronkial cuffing, mucoid impaction,

kistik radiolusen, peningkatan tanda interstisial dan penyebaran nodul-nodul.

9.             Pengobatan

                  Pengobatan pasien bronkiektasis terdiri atas 2 kelompok, yaitu :

  Pengobatan konservatif 6

o   Pengelolaan umum, meliputia.       Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasienb.      Memperbaiki drainase sekret bronkusc.       Mengontrol infeksi saluran napas, misalnya dengan pemberian antibiotik.

o   Pengelolaan khususa.       Kemoterapi pada bronkiektasisb.      Drainase sekret dengan bronkoskopi

o    Pengobatan simtomatik

a.    Pengobatan obstruksi bronkus, misalnya dengan obat bronkodilator.b.    Pengobatan hipoksia, dengan pemberaian oksigen.c.                Pengobatan Hemoptisis misalnya dengan obat-obat hemostatik.d.    Pengobatan demam, dengan pemberian antibiotik dan antipiretik.

  Pengobatan Pembedahan

Tujuan pembedahan adalah untuk mengangkat (reseksi) segmen atau lobus yang

terkena. Indikasinya pada pasien bronkiektasis yang terbatas dan resektabel, yang tidak

berespon terhadap tindakan-tindakan konservatif yang adekuat, selain itu juga pada

pasien bronkiektasis terbatas, tetapi sering mengalami infeksi berulang atau hemoptisis

yang berasal dari daerah tersebut. Pasien dengan hemoptisis masif seperti ini mutlak

perlu tindakan operasi.6

10.                Prognosis

13

Page 14: BAB I

a. Kelangsungan Hidup

Prognosis pasien bronkiektasis tergantung pada berat-ringannya

serta luasnya penyakit waktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan

pengobatan secara tepat (konservatif atau pembedahan) dapat memperbaiki

prognosis penyakit.

Pada kasus-kasus yang berat dan tidak diobati, prognosisnya jelek,

survivalnya tidak akan lebih dari 5-15 tahun. Kematian pasien tersebut

biasanya karena pneumonia, empiema, payah jantung kanan, hemoptisis dan

lain-lain. Pada kasus-kasus tanpa komplikasi bronkitis kronik berat dan

difus biasanya disabilitasnya ringan. 4,6

b. Kelangsungan Organ

Kelainan pada bronkiektasis biasanya mengenai bronkus dengan

ukuran sedang. Adanya peradangan dapat menyebabkan destruksi lapisan

muscular dan elastic dari bronkus serta dapat pula menyebabkan kerusakan

daerah peri bronchial. Kerusakan ini biasanya akan menyebabkan

timbulnya daerah fibrosis terutama pada daerah peribronkial. 6

BAB III

RADIOLOGI BRONKIEKTASIS

1. Radiologi Diagnostik

14

Page 15: BAB I

Radiologi diagnostik adalah ilmu kedokteran yang memiliki spesialisasi dalam

pencitraan tubuh manusia untuk mendiagnosa berbagai kelainan dengan

menggunakan alat yang berhubungan dengan radiasi, magnetik, gelombang suara

ultrasonik, nuklir dan teknologi lainnya. Radiologi memegang peranan penting

sebagai sarana penunjang diagnosis klinis. Sayangnya, pemanfaatan radiologi

secara tepat belum dikethui secara luas oleh masyarakat. Pada dasar nya terdapat 4

modalitas radiologis utama yang sering di gunakan sebagai pemeriksaan penunjang

diagnosis, yaitu : 9

- Radiologi Konvensional

- Ultrasonografi (USG)

- Computerized Tomography (CT)

- Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Pada kasus penyakit Bronkiektasis, terdapat beberapa pemeriksaan radiologi yang

memperlihatkan gambaran dari Bronkiektasis itu sendiri.

- Foto thorax

Dengan pemeriksaan foto thoraks, maka pada bronkiektasis dapat  ditemukan

gambaran seperti dibawah ini:

  Ring shadow

Terdapat bayangan seperti cincin dengan berbagai ukuran (dapat mencapai diameter 1

cm). dengan jumlah satu atau lebih bayangan cincin sehingga membentuk gambaran

‘honeycomb appearance’ atau ‘bounches of grapes’. Bayangan cincin tersebut

menunjukkan kelainan yang terjadi pada bronkus. 11,12,13,14

15

Page 16: BAB I

16

Page 17: BAB I

                                                                                                        

Gambar3. Tampak Ring Shadow yang pada bagian bawah paru yang

menandakanadanyadilatasi bonkus (dikutip dari kepustakaan 13)

Gambar4. Tampak dilatasi bronkus yang ditunjukkan oleh anak

panah(dikutipdari kepustakaan 1)

17

Page 18: BAB I

Tramline shadow

            Gambaran ini dapat terlihat pada bagian perifer paru-paru. Bayangan ini terlihat

terdiri atas dua garis paralel yang putih dan tebal yang dipisahkan oleh daerah berwarna

hitam. Gambaran seperti ini sebenarnya normal ditemukan pada daerah parahilus.

Tramline shadow yang sebenarnya terlihat lebih tebal dan bukan pada daerah parahilus. 11,12,13,14

18

Gambar5. Tampak Ring Shadow yang menandakan adanya dilatasi bonkus (dikutip dari kepustakaan 13)

Page 19: BAB I

Gambar6.Tramline shadow terlihat diantara bayangan jantung (dikutip darikepustakaan 13)

  Tubular shadow      Ini merupakan bayangan yang putih dan tebal. Lebarnya dapat mencapai 8 mm.

gambaran ini sebenarnya menunjukkan bronkus yang penuh dengan sekret. Gambaran ini

jarang ditemukan, namun gambaran ini khas untuk bronkiektasis. 11,13

  Glove finger shadow

Gambaran ini menunjukkan bayangan sekelompok tubulus yang terlihat seperti jari-jari

pada sarung tangan. 11,13

- Bronkografi

      Bronkografi merupakan pemeriksaan foto dengan pengisian media kontras ke dalam

sistem saluran bronkus pada berbagai posisi (AP, Lateral, Oblik). Pemeriksaan ini selain

dapat menentukan adanya bronkiektasis, juga dapat menentukan bentuk-bentuk

19

Page 20: BAB I

bronkiektasis yang dibedakan dalam bentuk silindris (tubulus, fusiformis), sakuler (kistik)

dan varikosis. 12,13

 

      Pemeriksaan bronkografi juga dilakukan pada penderita bronkiektasis yang akan di

lakukan pembedahan pengangkatan untuk menentukan luasnya paru yang mengalami

bronkiektasis yang akan diangkat. 12

      Pemeriksaan bronkografi saat ini mulai jarang dilakukan oleh karena prosedurnya yang

kurang menyenangkan terutama bagi pasien dengan gangguan ventilasi, alergi dan reaksi

tubuh terhadap kontras media. 5

20

Page 21: BAB I

- CT-Scan thorax

 

21

Gambar8. CT-Scan Thorax menunjukkan adanya dilatasi bronkuspada lobus inferior kiri.

(dikutip dari kepustakaan 15)

Page 22: BAB I

     

Cystic bronchiectasis in a 12-year-old girl. HRCT shows bilateral diffuse cystic bronchiectasis (black arrows).

CT-Scan dengan resolusi tinggi menjadi pemeriksaan penunjang terbaik untuk

mendiagnosis bronkiektasis, mengklarifikasi temuan dari foto thorax dan melihat letak

kelainan jalan nafas yang tidak dapat terlihat pada foto polos thorax. CT-Scan resolusi

tinggi mempunyai sensitivitas sebesar 97% dan spesifisitas sebesar 93%.2,8,14

      CT-Scan resolusi tinggi akan memperlihatkan dilatasi bronkus dan penebalan dinding

bronkus. Modalitas ini juga mampu mengetahui lobus mana yang terkena, terutama

penting untuk menentukan apakah diperlukan pembedahan.14

22

Page 23: BAB I

BAB IV

KESIMPULAN

Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi bronkus

yang bersifat patologis dan berlangsung kronik. Dilatasi tersebut menyebabkan

berkurangnya aliran udara dari dan ke paru-paru. Dengan alasan ini, bronkiektasis

digolongkan dalam penyakit paru obstruktif kronik, yang bermanifestasi sebagai

peradangan saluran pernafasan dan mudah kolaps, lalu menyebabkan obstruksi aliran udara

dan menimbulkan sesak, gangguan pembersihan mukus yang biasanya disertai dengan

batuk dan kadang-kadang hemoptisis. 1,2,3

Prognosis pasien bronkiektasis tergantung pada berat-ringannya serta luasnya

penyakit waktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan pengobatan secara tepat

(konservatif atau pembedahan) dapat memperbaiki prognosis penyakit.

Pada kasus-kasus yang berat dan tidak diobati, prognosisnya jelek, survivalnya tidak akan lebih dari 5-15 tahun

23

Page 24: BAB I

DAFTAR PUSTAKA

1. . O’Regan AW, Berman JS. Baum’s Textbook of Pulmonary Disease 7 th Edition . Editor

James D. Crapo, MD. Lippincott Williams & Walkins. Philadelphia. 2004. hal 255.

2..   Benditt, JO. Lung and Airway Disorder: Bronchiectasis. www.merck.com  last update

Agustus 2015.

3.    Rahmatullah P. Bronkiektasis, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga.

Editor        Slamet Suyono. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2001. hal 861-871.

4.    Alsagaff H, Mukty A. Bronkiektasis, Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga

University        Press. Surabaya. 2013. hal 256-261

5.    Barker AF. The New English Journal of Medicine : Bronkiektasis. 2012; 346:1383-

1393.

6.    Wilson LM. Patofisiologi (Proses-Proses Penyakit) Edisi enam. Editor Hartanto

Huriawati,         dkk. EGC. Jakarta 2010. hal 737-740

7.  Luhulima JW. Trachea dan Bronchus. Diktat Anatomi Systema Respiratorius. Bagian

Anatomi FKUH. Makassar. 2013. hal 13-14.

8.  Meschan I. Obstrictive Pulmonary Disease. Synopsis of Analysis of Roentgen Signs in

General Radiology. Philadelphia. 2011. hal 55-56

9.  Sjahrial Rasad. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Editor Iwan Ekayuda. Balai Penerbit

FKUI. Jakarta. 2013. hal 108-115.

10.  Sutton D. Textbook of Radiology and Imaging volume 1. Churchill livingstone.

Tottenham.        2012. hal 45, 163, 164 & 168.

11.  Patel PR. Lecture Notes Radiologi Edisi Kedua. Erlangga. Jakarta. 2013. hal 40-41

12.  Eng  P, Cheah FK. Interpreting Chest X-rays. Cambridge Univesrsity Press. New

York.         2005. hal 67-68.

13.  Greif J. Medical Imaging in Patients with Cystic Fibrosis. www.eradimaging.com.

Last         update Agustus 2015.

14.  Ketai LH. Infectious Lung Disease. Fundamental of Chest Radiology, 2nd Edition,

Loren H.        Ketai Richard Lofgren, Andrew J. Meholic, Elseiver.

24

Page 25: BAB I

25