bab i - vii

81
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyakit periodontal merupakan penyakit yang berkaitan dengan jaringan periodontal seperti gingiva, sementum, ligamen periodontal serta tulang alveolar. Prevalensi penyakit periodontal pada semua kelompok umur di Indonesia adalah 96,58%. 1 Ada dua bentuk penyakit periodontal yaitu gingivitis dan periodontitis. Gingivitis adalah peradangan pada gingiva yang merupakan reaksi jaringan gingiva terhadap akumulasi plak bakteri. 2 Menurut data dari Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) menyebutkan bahwa prevalensi gingivitis di seluruh dunia adalah 75%-90%. Sedangkan di Indonesia, berdasarkan data penelitian di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Universitas Profesor Dr.Mustopo pada tahun 2004 tercatat 71,3% pasien di rumah sakit tersebut memiliki karang gigi sebagai pemicu penyakit pada gingiva. Sedangkan 1

Upload: aderiskapradina

Post on 25-Oct-2015

121 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

apa ajala

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I - VII

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Penyakit periodontal merupakan penyakit yang berkaitan dengan jaringan

periodontal seperti gingiva, sementum, ligamen periodontal serta tulang alveolar.

Prevalensi penyakit periodontal pada semua kelompok umur di Indonesia adalah

96,58%.1 Ada dua bentuk penyakit periodontal yaitu gingivitis dan periodontitis.

Gingivitis adalah peradangan pada gingiva yang merupakan reaksi jaringan gingiva

terhadap akumulasi plak bakteri.2 Menurut data dari Persatuan Dokter Gigi Indonesia

(PDGI) menyebutkan bahwa prevalensi gingivitis di seluruh dunia adalah 75%-90%.

Sedangkan di Indonesia, berdasarkan data penelitian di Rumah Sakit Gigi dan Mulut

Pendidikan Universitas Profesor Dr.Mustopo pada tahun 2004 tercatat 71,3% pasien

di rumah sakit tersebut memiliki karang gigi sebagai pemicu penyakit pada gingiva.

Sedangkan periodontitis merupakan peradangan pada jaringan pendukung gigi yang

disebabkan oleh mikroorganisme spesifik yang menghasilkan kerusakan pada

ligamen periodontal dan tulang alveolar sehingga terbentuk poket periodontal.2

Gingivitis marginalis kronis merupakan salah satu klasifikasi peradangan pada

gingiva yang meliputi margin gingiva dan bisa meliputi bagian yang berbatasan

dengan attached gingiva.2 Salah satu cara untuk mengukur tingkat peradangan yang

pada gingiva tersebut adalah dengan menilai perdarahan yang terjadi pada saat

dilakukan probing.

1

Page 2: BAB I - VII

Secara umum, penyebab utama terjadinya penyakit periodontal diawali oleh

adanya akumulasi plak bakteri yang terdapat pada mahkota gigi. Plak merupakan

suatu massa hasil pertumbuhan mikroba yang melekat erat pada permukaan gigi dan

gingiva apabila seseorang mengabaikan kebersihan mulut. Berdasarkan letak

huniannya, plak dibagi atas plak supra gingival yang berada disekitar tepi gingival

dan plak sub-gingiva yang berada apikal dari dasar gingiva.2

Saliva merupakan suatu cairan yang disekresikan di dalam mulut oleh kelenjar

ludah yakni kelenjar parotis, submandibularis dan sublingualis.3 Saliva sangat

berpengaruh terhadap plak karena saliva membantu membersihkan permukaan

rongga mulut secara mekanis, menetralkan produksi asam yang dihasilkan oleh

bakteri, dan mengontrol aktivitas bakteri. Beberapa penelitian yang dilakukan pada

hewan, yaitu dengan menghilangkan kelenjar salivanya mengakibatkan terjadi

penignkatan yang signifikan pada karies gigi, penyakit periodontal dan

memperlambat proses penyembuhan luka. 4

Salah satu indikator kesehatan gigi dan mulut adalah tingkat kebersihan

rongga mulut. Hal tersebut dapat dilihat dari ada tidaknya deposit-deposit

organik, seperti pelikel, materi alba, sisa makanan, kalkulus, dan plak gigi.2

Pengendalian plak adalah upaya membuang dan mencegah penumpukan plak pada

permukaan gigi. Upaya tersebut dapat dilakukan secara mekanis maupun kimiawi.

Pembungan secara mekanis merupakan metode yang paling efektif dalam

mengendalikan plak dan inflamasi gingiva. Pembuangan mekanis dapat meliputi

penyikatan gigi yang digunakan bersama dengan pasta gigi.5

2

Page 3: BAB I - VII

Terdapat pasta gigi yang beraneka ragam merek beredar di pasaran dan hampir

semuanya dipromosikan dengan lebih dari satu bahan aktif yang memberikan

berbagai keuntungan bagi konsumen. Pasta gigi dengan ekstrak daun sirih

merupakan salah satu dari keanekaragaman tersebut. Tumbuhan daun sirih memiliki

kemampuan sebagai antiseptik, antioksidan dan fungisida, juga memiliki sifat

menahan pendarahan, penyembuhan lika pada kulit, obat saluran cerna dan dapat

menguatkan gigi. Secara umum, daun sirih mengandung minyak atsiri sampai 4,2%,

senyawa fenil propanoid dan tanin. Senyawa ini bersifat antimikroba dan antijamur

yang kuat dan dapat menghambat pertumbuhan beberapa jenis bakteri antara lain

Eschericia coli, Salmonlla sp, Staphylococcus aureus, Klebsiellam Pasteurella dan

dapat mematikan Candida albicans.6

Dengan adanya pasta gigi herbal tersebut dan memperhatikan masih tingginya

prevalensi penyakit periodontal khususnya gingivitis di Indonesia, maka penulis

tertarik melakukan penelitian tentang pengaruh pemakaian pasta gigi ekstrak daun

sirih pada perubahan pH saliva dan perdarahan spontan pada penderita gingivitis

marginalis kronis.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan dapat dibuat rumusan masalah,

yaitu : apakah ada pengaruh pemakaian pasta gigi yang mengandung ekstrak

daun sirih terhadap perubahan pH saliva dan bleeding on probing (BOP) pada

Ginvitis Marginalis Kronis?

3

Page 4: BAB I - VII

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini yaitu untuk

mengidentifikasi ada atau tidaknya pengaruh pemakaian pasta gigi yang

mengandung ekstrak daun sirih terhadap perubahan pH saliva dan bleeding on

probing (BOP) pada Gingivitis Marginalis Kronis.

1.4 HIPOTESA

Pasta gigi yang mengandung ekstrak daun sirih mempunyai pengaruh terhadap

perubahan pH saliva dan bleeding on probing (BOP) pada Gingivitis Marginalis

Kronis.

1.5 MANFAAT PENELITIAN

Dapat memberi informasi mengenai pengaruh pemakaian pasta gigi yang

mengandung ekstrak daun sirih terhadap perubahan pH saliva dan bleeding on

probing (BOP) pada Gingivitis Marginalis Kronis.

4

Page 5: BAB I - VII

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pasta Gigi

Menurut American Council on Dental Therapeutics (1970) pasta gigi

didefinisikan sebagai suatu bahan yang digunakan dengan sikat gigi untuk

membersihkan tempat-tempat yang tidak dapat dicapai.7 Pasta gigi yang digunakan

pada saat menyikat gigi berfungsi untuk membersihkan dan menghaluskan

permukaan gigi-geligi, serta memberikan rasa nyaman dalam rongga mulut.7,8

2.1.1 Komposisi

Umumnya pasta gigi yang beredar di pasaran saat ini adalah kombinasi dari

bahan abrasif, deterjen dan satu atau lebih bahan terapeutik.7,8

a. Bahan abrasif (30-40%)

Bahan abrasif yang terdapat dalam pasta gigi berfungsi untuk

membersihkan dan memoles permukaan gigi tanpa merusak email,

mempertahankan ketebalan pelikel, serta mencegah akumulasi stain. Bentuk

dan jumlah bahan abrasif dalam pasta gigi membantu untuk menambah

kekentalan pasta gigi. Contoh bahan abrasif ini antara lain silica atau silica

hydrat, sodium bikarbonat, aluminium oxide, dikalsium fosfat dan kalsium

karbonat.7

5

Page 6: BAB I - VII

b. Air

Air dalam pasta gigi berfungsi sebagai pelarut bagi sebagian bahan dan

mempertahankan konsistensi.7

c. Humectant atau pelembab (10-30%)

Humectant adalah bahan penyerap air dari udara dan menjaga kelembaban.

Misalnya gliserin, alpha hydroxy acids (AHA) dan asam laktat. Bahan ini

digunakan untuk menjaga pasta gigi tetap lembab.7

d. Bahan perekat (1-5%)

Bahan perekat ini berfungsi mengikat semua bahan dan membantu

memberi tekstur pada pasta gigi. Contohnya Karboksimetil sellulose,

Hidroksimetil sellulose, Carragaenan, dan Cellulose gum.7,8

e. Surfectan atau Deterjen (1-2%)

Bahan deterjen yang banyak terdapat dalam pasta gigi di pasaran adalah

Sodium Lauryl Sulfat (SLS) yang berfungsi menurunkan tegangan permukaan

dan melonggarkan ikatan debris dengan gigi yang akan membantu gerakan

pembersihan sikat gigi.7

f. Bahan penambah rasa (1-5%)

Fungsi penggunaan bahan penambah rasa pada pasta gigi adalah untuk

menutup rasa bahan-bahan lain yang kurang enak terutama SLS dan untuk

memenuhi selera pengguna. Contoh bahan penambah rasa yang digunakan

adalah Pepermint/spearmint, Menthol, Eucalyptus, Anniseed, dan Sakharin.7,8

g. Bahan terapeutik

Bahan terapeutik yang terdapat dalam pasta gigi adalah sebagai berikut:7

6

Page 7: BAB I - VII

1. Fluoride

Penambahan fluoride pada pasta gigi adalah sebagai bahan antikaries

dimana fluoride ini dapat memperkuat enamel dengan cara membuatnya

resisten terhadap asam dan menghambat bakteri untuk memproduksi

asam.7,8

2. Bahan desensitisasi

Bahan desensitisasi yang digunakan dalam pasta gigi misalnya

Strontium kloride, Strontium asetat, Kalium Nitrat, dan Kalium Sitrat.

Bahan desensitasi ini berguna untuk mengurangi atau menghilangkan

sensitivitas dentin dengan cara efek desensitasi langsung pada serabut

saraf.7

3. Bahan anti-kalkulus

Bahan ini digunakan untuk menghambat mineralisasi plak serta

mengubah pH untuk mengurangi pembentukan kalkulus. Contoh bahan

anti-kalkulus ini adalah Pyrophosphatase, Ureat, dan Zinc Citrate.7

4. Bahan anti-plak

Bahan ini merupakan bahan antibakteri dam dapat mengurangi

pembentukan plak. Contoh bahan ini adalah Trikolsan (bakterisidal), Zinc

citrate atau Zinc phosphate (bakteriostatik). Selain itu ada beberapa herbal

yang ditambahkan sebagai anti mikroba dalam pasta gigi contohnya

ekstrak daun sirih dan siwak.7

5. Bikarbonat

7

Page 8: BAB I - VII

Bikarbonat juga merupakan salah satu komponen dalam pasta gigi

yang ditambahkan untuk mengurangi keasaman plak gigi.7

h. Bahan pengawet (≥ 1%)

Bahan pengawet berfungsi untuk mencegah kontaminasi bakteri dan

mempertahankan keaslian produk. Umumya bahan pengawet yang

ditambahkan dalam pasta gigi adalah Natrium benzoate, Formalin dan

alkohol.7

2.2 DAUN SIRIH

2.2.1 Klasifikasi

Menurut Van Steenis (1992) tanaman sirih (Piper betle L.) termasuk kedalam

Famili Piperaceae yaitu tanaman sebangsa sirih-sirihan.9,10

2.2.2 Morfologi Tanaman dan Habitat Penyebaran10

Sirih merupakan tanaman yang tumbuh merambat dan bersandar pada batang

pohon lain, tingginya dapat mencapai 5 – 15 m. Daunnya berseling atau tersebar,

bertangkai, daun penumpu cepat rontol dan meninggalkan tanda bekas berbentuk

cincin. Helaian daun bulat telur sampai memanjang, dengan pangkal daun berbentuk

jantung atau pangkal yang miring dan ujung meruncing.9

8

Page 9: BAB I - VII

Gambar 2.1 Batang dan daun sirih.

Sumber : http://www.tradewindsfruit.com/betel_leaf.html

Gambar 2.2 Buah Sirih

Sumber : http://dedet-produksi.blogspot.com/2010/11/perbanyakan-tanaman-sirih-dengan-stek.html

Tanaman sirih dibedakan atas beberapa jenis berdasarkan bentuk daun, aroma

dan rasa. Jenis-jenis tersebut adalah sirih jawa (berdaun hijau tua dan rasanya kurang

tajam), sirih banda (berdaun besar, berwarna hijau tua dengan warna kuning di

beberapa bagian, dan rasa serta bau lebih kuat), sirih cengke (daun kecil, lebih

kuning dan rasanya seperti cengkeh), sirih hitam (rasanya sangat kuat dan digunakan

sebagai campuran berbagai obat), dan sirih kuning. Jenis sirih yang dikunyah dengan

pinang biasanya berwarna hijau muda dan rasanya kurang pedas. Akar dari sirih

berupa akar tunggang, bulat, coklat kekuningan. Akar utama sulit ditemukan

9

Page 10: BAB I - VII

ujungnya, yang sering terlihat adalah akar sekunder yang merupakan akar yang

muncul sebagai akibat dari penjalaran batang di bawah tanah berbentuk bulat.10

Gambar 2.3 Batang dan akar sekunder sirih.

Sumber : http://www.tradewindsfruit.com/betel _root.html

Penyebaran tanaman sirih sangat luas, dapat tumbuh baik disekitar kawasan

tropis. Tanaman ini ditemukan di bagian timur pantai Afrika, di sekitar pulau

Zanzibar, sekitar sungai Indus ke timur menelusuri sungai Yang Tse Kiang,

Kepulauan Bonim, kepulauan Fiji, Malaysia, Indonesia dan Asia Tenggara lainnya.9

Faktor ekologi yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman sirih adalah iklim, tinggi

tempat dan jenis tanah. Iklim terdiri dari faktor curah hujan, intensitas cahaya, lama

penyinaran dan angin.9 Tanaman sirih akan tumbuh baik pada daerah dengan

ketinggian tempat berkisar antara 200 –1000 m dpl. Namun tanaman ini dapat pula

dikembangkan di daerah dengan ketinggian 50 m dpl bahkan kurang, hanya tanah

tempat tumbuh perlu perbaikan komposisi media tumbuh yaitu tanah perlu ditambah

pupuk organik, penyinaran yang teratur dan diberi naungan agar tidak terkena cahaya

matahari terlalu banyak. Sedangkan mengenai jenis tanah, pada dasarnya

pertumbuhan tanaman yang baik memerlukan tanah yang kaya akan humus dan

subur. Walaupun demikian, tanaman sirih dapat pula ditanam pada semua jenis tanah

10

Page 11: BAB I - VII

dengan modifikasi tertentu, baik dengan penambahan pupuk, pasir dan juga bahan

organik lainnya.10

2.2.3 Kandungan kimia

TABEL 2.1 Kandungan Kimia pada sirih11

No. Kandungan Kimia Presentase1 Minyak atsiri 1%-4,2%2 Hidrosikavikol3 Kavikol 7,2 – 16,7%4 Kavibetol 2,7 – 6,2%5 Allypyrokatekol 0 – 9,6%6 Karvakrol 2,2 – 5,6%7 Eugenol 26,8 42,5 %8 Eugnenol methyl eter 4,2 – 15,8%9 p-cymene 1,2 – 2,5%10 Cineole 2,4 – 4,8%11 Caryophyllene 3,0 – 9,8%12 Cadinene 2,4 – 15,8%13 Diastase 0,8 – 15,8%

Karakteristik antioksidan daun sirih, terutama pemisahan komponen dalam

oleoresin daun sirih dengan kromatografi lapis tipis. Ekstrak oleoresin daun sirih

kuning mempunyai aktivitas antioksidan, dimana daun sirih yang diekstrak dengan

heksan kemudian dengan etanol menunjukkan aktivitas antioksidan relatif lebih

tinggi dibandingkan dengan BHA dan daun sirih yang diekstrak metanol serta daun

sirih yang diekstrak dengan heksan kemudian dengan metanol.11

11

Page 12: BAB I - VII

Gambar 2.4 Struktur kimia senyawa yang terkandung dalam sirih

2.2.4 Cara ekstraksi

Ekstrak daun sirih adalah ekstrak yang dibuat dari daun tumbuhan Piper betle L,

suku Piperaceae, mengandung minyak atsiri tidak kurang dari 9% dan flavonoid

tidak kurang dari 0, 3%. Ekstrak dibuat dengan cara maserasi dengan menggunakan

etanol 95%. Satu bagian serbuk kering daun sirih dimasukkan ke dalam maserator,

ditambah 10 bagian etanol 95%, direndam selama 6 jam sambil sesekali diaduk,

kemudian didiamkan selama 24 jam. Maserat dipisahkan dan proses diulangi 2 kali

dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Semua maserat dikumpulkan dan

diuapkan dengan penguap vakum hingga diperoleh ekstrak kental. Rendemen yang

diperoleh ditimbang dan dicatat. Rendemen tidak kurang dari 10,2 %. Cara ini

digunakan terutama untuk mengekstraksi antioksidan. Pada cara ini ekstraksi

antioksidan dilakukan dengan etanol karena etanol merupakan pelarut organik yang

bersifat polar sehingga diharapkan komponen antioksidan fenolik terekstrak

sebanyak mungkin. Diketahui bahwa fraksi polar dari ekstrak antioksidan daun sirih

12

Page 13: BAB I - VII

mempunyai aktivitas antioksidan serta total fenolik yang lebih tinggi dibandingkan

dengan fraksi nonpolarnya.11

2.3 KANDUNGAN PASTA GIGI DAUN SIRIH

Pasta gigi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasta gigi yang

mengandung ekstrak daun sirih sebesar 5%. Selain ekstrak daun sirih 5% terdapat

beberapa kandungan yang ada dalam pasta gigi ini seperti aquadenim sebagai pelarut

bagi sebagian bahan dan untuk mempertahankan konsistensi, sorbitol dan glycerin

sebagai pelembab yang berguna untuk mencegah penguapan dan mepertahankan

kelembaban pasta, Carragaenan sebagai bahan pengikat semua bahan dan membantu

memberi tekstur pada pasta, Sodium Saccharin dan Peppermint Oil sebagai bahan

pewarna dan pemberi rasa yang berguna untuk menutup rasa bahan-bahan lain yang

kurang enak, Silicon Dioxide, Menthol, Potassium Sorbate, Sodium Lauryl Ether

Sulphate, CI 42090 dan CI 77492.7

2.4 SALIVA

Saliva adalah suatu cairan tidak berwarna, konsistensi seperti lendir, dan

merupakan hasil sekresi kelenjar yang terus-menerus membasahi gigi-geligi dan

mukosa rongga mulut. Saliva dihasilkan oleh tiga pasang kelenjar saliva mayor serta

sejumlah kelenjar saliva minor yang tersebar di seluruh rongga mulut, kecuali pada

ginggiva dan palatum.12,13 Kelenjar-kelenjar ini dapat mensekresi saliva karena

adanya rangsangan, baik secara langsung oleh ujung-ujung saraf yang ada di mukosa

13

Page 14: BAB I - VII

mulut maupun secara tidak langsung oleh rangsangan psikis atau olfaktori. Dalam

sehari, kelenjar-kelenjar saliva dapat mensekresi kira-kira 1 sampai dengan 1,5

liter.12

Saliva mempunyai fungsi melindungi rongga mulut, yaitu :12

1. Menjaga kelembaban dan membasahi rongga mulut.

2. Melumasi dan melunakkan makanan sehingga memudahkan proses menelan

dan mengecap rasa makanan.

3. Membersihkan rongga mulut dari sisa-sisa makanan dari bakteri sehingga

dapat mengurangi akumulasi plak gigi dan mencegah infeksi.

4. Melumasi gigi-geligi sehingga dapat mengurangi keausan akibat daya

pengunyahan.

5. Pengaruh buffer yang dapat menekan naik turunnya derajat keasaman (pH)

sehingga dapat menghambat proses dekalsifikasi.

6. Agregasi bakteri yang dapat mencegah kolonisasi mikroorganisme.

7. Aktivitas anti bakteri sehingga dapat mencegah pertumbuhan bakteri.

2.4.1 Fungi dan komposisi12

Beberapa fungsi dari saliva adalah :

a. Pengecap

Aliran saliva awalnya terbentuk di dalam sebuah isotonik dengan plasma.

Namun, sepanjang aliran saliva tersebut berjalan melalui pembuluh jaringan,

14

Page 15: BAB I - VII

aliran saliva menjadi hipotonik. Hipotonis dari saliva (glukosa level rendah,

sodium, klorida dan urea) serta kapasitasnya untuk mengadakan peleburan zat

untuk mengetahui perbedaan rasa. Gustin, merupakan protein saliva yang

berperan penting pada pertumbuhan dan perkembangan pengecap.12

b. Perlindungan dan pelumasan

Bentuk saliva berupa serumukosal dapat melumasi dan melindungi

jaringan rongga mulut agar terhindar dari agen-agen yang dapat mengiritasi.

Hal ini terjadi disebabkan mucins (protein dengan kandungan karbohidrat

yang tinggi) bertanggung jawab melumasi, perlindungan malawan dehidrasi,

dan pemeliharaan viskositas saliva. Mucins juga secara selektif mengatur

adhesi dari mikroorganisme pada permukaan jaringan rongga mulut, yang

berkontribusi terhadap kontrol dari kolonisasi bakteri dan jamur. Selain itu,

mucins juga melindungi jaringan rongga mulut melawan serangan proteolitik

dari mikroorganisme. Pengunyahan dan pengucapan dibantu oleh efek

pelumasan dari protein ini.12

c. Pengenceran dan pembersihan

Gula pada bentuk bebas yang ada pada saliva terstimulasi maupun tidak

terstimulasi memiliki konsentrasi sekitar 0,5-1 mg/100ml. Konsentrasi gula

yang tinggi pada saliva terjadi setelah mengkonsumsi makanan dan minuman.

Sehingga dapat diketahui bahwa terdapat korelasi antara konsentrasi glukosa

pada darah dan aliran saliva, khususnya pada penderita diabetes. Namun

karena hal ini tidak selalu signifikan maka saliva tidak digunakan untuk

memantau gula darah.12

15

Page 16: BAB I - VII

Selain untuk mengencerkan zat-zat, konsistensi aliran saliva berfungsi

sebagai pembersih mekanis dari residu-residu yang ada di dalam mulut

seperti bakteri non-adherent dan sisa-sisa debris makanan. Aliran saliva

cenderung mengeliminasi kelebihan karbohidrat sehingga membatasi adanya

gula pada mikroorganisme biofilm. Semakin baik aliran saliva maka

kapasitas pengenceran dan pembersihan juga akan semakin baik. Oleh sebab

itu, jika terjadi perubahan pada status kesehatan yang menyebabkan reduksi

aliran saliva, maka akan terjadi perubahan drastis pada kebersihan rongga

mulut.12

d. Kapasitas buffer

Saliva bersifat sebagai sistem penyangga untuk melindungi mulut,

yaitu :12

1. Mencegah kolonisasi mikroorganisme patogen dengan cara

meniadakan optimisasi dari kondisi lingkungan mikroorganisme

tersebut.

2. Buffer saliva menetralkan dan membersihkan produk asam yang

diproduksi oleh mikroorganisme asidogenik, yang menyebabkan

demineralisasi enamel.

e. Integritas dengan enamel gigi

Saliva memiliki peran yang fundamental dalam memelihara integritas

fisika-kimia dari enamel gigi dengan cara memodulasi remineralisasi dan

demineralisasi. Faktor utama dalam mengontrol kestabilan hidroksiapatit

enamel adalah konsentrasi kalsium, posfat, dan floride, dan pH saliva.12

16

Page 17: BAB I - VII

f. Pencernaan

Saliva bertanggung jawab pada awal pencernaan zat tepung, yang

mendukung formasi dari bolus-bolus makanan. Hal ini terjadi terutama

karena adanya enzim pencernaan α-amylase (ptialin) dalam komposisi saliva.

Fungsi biologis dari enzim ini adalah memecah zat tepung menjadi maltosa,

maltotriose, dan dextrins. Bagian yang lebih baik dari enzim ini 80%

disintesis di parotis dan sisanya di kelenjar submandibular. Kerja enzim ini

adalah dengan tidak mengaktifkan bagian asam dari sistem gastroinstestinal

dan oleh sebab itu dibatasi pada mulut.12

2.4.2 Anatomi kelenjar saliva

Saliva dihasilkan oleh kelenjar saliva yang terdiri atas kelenjar saliva mayor dan

minor. Terdapat tiga pasang kelenjar saliva mayor, yaitu kelenjar parotis, kelenjar

submandibularis, dan kelenjar sublingualis. Kelenjar parotis merupakan kelenjar

saliva terbesar, beratnya sekitar 25 gram dan berwarna kekuningan, terletak bilateral

di depan telinga antara ramus mandibularis dan processus mastoideus dengan bagian

yang meluas ke muka di bawah lengkung zigomatik. Saliva yang dihasilkan oleh

kelenjar ini bersifat serous yaitu saliva yang encer.12

Kelenjar submandibularis merupakan kelenjar saliva terbesar kedua terletak pada

dasar mulut di bawah korpus mandibula. Salurannya bermuara melalui lubang yang

terdapat di samping frenulum lingualis. Muara ini mudah terlihat, bahkan seringkali

dapat terlihat saliva yang keluar.12

17

Page 18: BAB I - VII

Kelenjar sublingualis adalah kelenjar saliva mayor terkecil dan terletak paling

dalam, pada dasar mulut antara mandibula dan otot genioglossus. Masing-masing

kelenjar sublingualis sebelah kiri dan kanan menyatu untuk membentuk massa

kelenjar di sekitar frenulum lingualis. Kelenjar saliva minor terdiri dari kelenjar

lingualis, kelenjar bukalis, kelenjar labialis, kelenjar palatinal, dan kelenjar

glossopalatinal. Kelenjar-kelenjar ini berada di bawah mukosa dari bibir, lidah, pipi,

serta palatum.12

Gambar 2.5 Anatomi kelenjar salivaSumber : http://www.todentalcare.com/anatomy-of-the-salivary-glands.html.

2.4.3 Histologi kelenjar saliva

Kelenjar saliva merupakan kelenjar merokrin dan bentuknya berupa tubuloasiner

atau tubuloalveoler. Bagian dari kelenjar saliva yang menghasilkan sekret disebut

asini. Sel-sel yang menyusun asini kelenjar saliva dapat dibedakan menjadi tiga,

yaitu sel serous, sel mukous, dan campuran keduanya.12

a. Asini serous

Asini serous tersusun dari sel-sel bentuk piramid yang mengelilingi lumen

kecil, mempunyai membran basalis, dan berinti bulat terletak di tengah. Di

18

Page 19: BAB I - VII

basal terdapat sitoplasma basofilik dan di apex terdapat butir-butir pro-enzim

eosinofilik, nantinya dikeluarkan ke lumen asini menjadi enzim. Hasil

sekresinya jernih dan encer seperti air, berisi enzim ptialin.15

b. Asini mukous

Asini mukous tersusun dari sel-sel kuboid sampai kolumner yang

mengelilingi lumen kecil, mempunyai membrana basalis, dan berinti pipih

terletak di basal. Sitoplasma yang berada di basal bersifat basofilik sedangkan

daerah antara inti dan apex berisi musin yang berwarna pucat. Hasil

sekresinya berupa musin dan sangat kental.15

c. Asini campuran

Asini pada kelenjar campuran mempunyai struktur asini serous serta mukous.

Bagian serous terdapat di distal dan menempel pada bagian mukous sehingga

tampak sebagai bangunan berbentuk bulan sabit. Pada kelenjar saliva juga

ditemukan struktur lain seperti sel mioepitel, terdapat di antara membrana

basalis dan sel asinus. Sel ini berbentuk gepeng, inti gepeng, sitoplasma

panjang mencapai sel-sel sekretoris, dan di dalam sitoplasma terdapat

miofibril yang kontraktil sehingga membantu memeras sel sekretoris

mengeluarkan hasil sekresi.14

Hasil sekresi kelenjar saliva akan dialirkan ke duktus interkalatus yang tersusun

dari sel-sel kuboid mengelilingi lumen yang sangat kecil. Beberapa duktus

interkalatus akan bergabung dan melanjut sebagai duktus striatus yang tersusun dari

sel-sel kuboid tinggi dan mempunyai garis-garis di basal. Duktus striatus dari

19

Page 20: BAB I - VII

masing-masing lobulus akan bermuara pada saluran yang lebih besar, disebut duktus

ekskretorius.14

Kelenjar saliva juga kaya akan suplai darah dan elemen saraf. Suplai darah pada

kelenjar saliva tidak hanya berfungsi sebagai sumber nutrisi, tetapi juga sebagai

sumber utama dari komponen-komponen dalam saliva. Sedangkan elemen saraf

berfungsi mengontrol sekresi saliva, aliran darah, dan kontraksi sel mioepitel.15

2.4.4 Potential of hidrogen (pH) saliva

Susunan kuantitatif dan kualitatif elektrolit dalam saliva terutama susunan

bikarbnonat menentukan pH dan kapasitas buffer saliva. pH saliva normal berkisar

antara 6,7-7,3.12,16 Derajat keasaman (pH) dan kapasitas buffer saliva dipengaruhi

oleh beberapa faktor berikut.12,14

a. Irama siang dan malam

Pada keadaan istirahat atau segera setelah bangun, pH saliva meningkat

dan kemudian turun kembali dengan cepat. Pada seperempat jam setelah

makan (stimulasi mekanik), pH saliva juga tinggi dan turun kembali dalam

waktu 30-60 menit kemudian. pH saliva agak meningkat sampai malam,

setelah itu turun kembali.12,14

b. Diet

Diet kaya karbohidrat dapat menurunkan kapasitas buffer saliva dan

meningkatkan metabolisme produksi asam oleh bakteri-bakteri mulut,

20

Page 21: BAB I - VII

sedangkan diet kaya serat dan protein mempunyai efek meningkatkan buffer

saliva dan meningkatkan sekresi zat-zat basa seperti amonia.12,14

c. Rangsangan kecepatan sekresi

Hal ini berkaitan dengan ion bikarbonat yang meningkat jika terjadi

peningkatan dari laju aliran saliva sehingga pH saliva meningkat.12,14

d. Jenis kelamin

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, laju aliran saliva perempuan

cenderung lebih rendah dibandingkan dengan pria. Hal ini disebabkan karena

kelenjar saliva yang dimiliki perempuan lebih kecil jika dibandingkan dengan

pria. Dengan demikian, pH saliva pada perempuan lebih rendah dibandingkan

dengan pria.12,14

e. Status psikologis

Pada keadaan-keadaan tertekan dapat terjadi penurunan kecepatan sekresi

saliva yang dapat menyebabkan penurunan pH saliva.12,14

f. Usia

Kelenjar submandibula mengalami atrofi seiring bertambahnya usia,

sehingga sekresi saliva menurun yang mengakibatkan penurunan pH saliva.

Akan tetapi, penurunan pH saliva akibat penuaan sangat kecil jika

dibandingkan dengan penurunan akibat penyakit atau medikasi tertentu.12,14

g. Perubahan hormonal

21

Page 22: BAB I - VII

Pada saat menopause, status hormon-hormon kelamin akan berubah. Hal

ini membuat sekresi saliva menurun sehingga menurunkan pH saliva.12,14

h. Penyakit sistemik

Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit sistemik yang

mempengaruhi produksi saliva. Pada penderita diabetes mellitus, kelenjar

saliva kurang dapat menerima stimulus sehingga mengurangi kemampuan

kelenjar saliva untuk mensekresi saliva. Akibatnya pH saliva turun dengan

menurunnya laju aliran saliva.12,14

i. Radioterapi

Pengobatan radioterapi dapat mengakibatkan rusaknya sel-sel sekresi

kelenjar saliva sehingga dapat muncul gejala mulut kering. Akibatnya, laju

aliran saliva akan menurun sehingga pH saliva pun menurun.12,14

j. Medikasi tertentu

Ada beberapa obat-obatan yang dapat menyebabkan kekeringan pada

rongga mulut, yaitu antidepresan, antipsikotik, antikolinergik, antihipertensi,

hipnotik, diuretik, dan lain sebagainya. Kemoterapi dan obat-obatan

sitotoksik yang berfungsi mengatasi malignansi biasanya juga menyebabkan

gejala mulut kering yang akut.12,14

2.5 GINGIVITIS

22

Page 23: BAB I - VII

2.5.1 Pengertian Gingivitis

Gingivitis adalah peradangan pada gingiva yang disebabkan bakteri dengan

tanda-tanda klinis perubahan warna lebih merah dari normal, gingiva bengkak dan

berdarah pada tekanan ringan. Penderita biasanya tidak merasa sakit pada gingiva.

Gingivitis bersifat reversible yaitu jaringan gingiva dapat kembali normal apabila

dilakukan pembersihan plak dengan sikat gigi secara teratur.17

2.5.2 Macam-macam gingivitis18

2.5.2.1 Menurut durasinya

a. Gingivitis Akut

Merupakan radang yang terjadi secara tiba-tiba dengan durasi yang pendek

dan biasanya terasa sakit. Fase gingivitis yang kurang parah namun dengan

kondisi yang akut bisa disebut dengan subakut.18

b. Gingivitis Rekuren

Merupakan gingivitis yang muncul kembali setelah dihilangkan dengan

suatu perawatan, atau menghilang dengan tiba-tiba.18

c. Gingivitis Kronis

Merupakan radang yang lambat dan dengan durasi yang lama, biasanya

tanpa rasa sakit. Kecuali jika disertai dengan keadaan akut atau akut

eksaserbasi. Gingivitis kronis merupakan tipe yang paling sering ditemui.

Gingivitis kronis merupakan penyakit yang berubah-ubah dimana

inflamasinya tetap ada atau hilang dan area gingiva yang normal menjadi

terinflamasi. 18

23

Page 24: BAB I - VII

Gambar 2.6 Gingivtis Kronis

Distribusi dari penyakit gingiva pada beberapa kasus dapat digambarkan dengan

mengombinasikan beberapa jenis seperti : 18

a. Localized marginal gingivitis

Peradangan terbatas pada satu atau beberapa area dari marginal gingiva.

Gambar 2.7 Localized Marginalis kronis

b. Localized diffuse gingivitis

24

Page 25: BAB I - VII

Peradangan meluas dari margin gingiva sampai ke mukobukal fold tetapi

terbatas pada area tersebut.

c. Localized pappilary gingivitis

Peradangan terbatas pada satu atau beberapa ruang interdental.

d. Generalized marginal gingivitis

Peradangan meliputi semua margin gingiva pada seluruh gigi. Papilla

interdental selalu mempengaruhi pada generalized marginalis gingivitis.

Gambar 2.8 Generalized marginalis gingivitis pada rahang atas

2.5.2.2 Menurut distribusinya

a. Localized gingivitis

Peradangan yang terjadi pada satu atau beberapa area gingiva gigi.

b. Generalized gingivitis

Peradangan yang terjadi meliputi seluruh area gingiva.

c. Marginal gingivitis

Peradangan yang meiputi margin gingiva dan bisa meliputi bagian yang

berbatasan dengan attached gingiva.

d. Pappilary gingivitis

25

Page 26: BAB I - VII

Peradangan yang meliputi daerah papila interdental dan biasanya meluas

hingga ke bagian yang berdekatan dengan margin gingiva. Papilla biasanya

terlibat lebih sering dibandingkan dengan margin gingiva, dan merupakan

tanda paling awal terjadinya gingivitis pada papilla.18

e. Diffuse gingivitis

Peradangan yang mempengaruhi margin gingiva, attached gingiva dan

interdental gingiva. 18

2.5.3 Penyebab Gingivitis

Kelainan yang terjadi dalam rongga mulut disebabkan oleh ketidakseimbangan

faktor-faktor yaitu : host, agent, environment, dan psikoneuroimunologi. Penyebab

gingivitis sangat bervariasi, mikroorganisme dan produknya berperan sebagai

pencetus awal gingivitis. Gingivitis sering dijumpai karena akumulasi plak supra

gingiva dan tepi gingiva, terdapat hubungan bermakna skor plak dan skor

gingivitis.18

Lapisan plak pada gingiva menyebabkan gingivitis atau peradangan pada

gingiva, umur plak menentukan jenis mikroorganisme dalam plak, sedangkan jenis

mikroorganisme dalam plak menentukan penyakit yang ditimbulkan oleh plak. Plak

yang sudah matang atau sudah mengalami maturasi adalah plak yang umurnya tujuh

hari yang mengandung mikroorganisme jenis coccus, filament, spiril dan

spirochaeta. Plak yang sudah matang ini menyebabkan gingivitis.18

26

Page 27: BAB I - VII

Plak gigi terbukti dapat memicu dan memperparah inflamasi gingiva. Secara

histologis, beberapa tahapan gingivitis menjadi karakteristik sebelum lesi

berkembang menjadi periodontitis. Secara klinis, gingivitis dapat dikenali.

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya gingivitis adalah sebagai

berikut :17

2.5.3.1. Faktor internal

Faktor internal yang bertanggung jawab atas terjadinya penyakit gingiva

1. Lapisan karang gigi dan noda atau zat-zat pada gigi

2. Bahan makanan yang terkumpul pada pinggiran gingiva tidak

dibersihkan oleh air liur dan tidak dikeluarkan oleh sikat.

3. Gigi berjejal secara abnormal sehingga makanan yang tertinggal tidak

teridentifikasi, kadang-kadang terbentuk ruangan dikarenakan

pembuangan gigi.

4. Kebiasaan seperti menempatkan peniti, kancing, buah pinang dan kawat

dalam mulut. Bahan ini melukai gusi dan menyebabkan infeksi.

2.5.3.2. Faktor external

Makanan yang salah dan malnutrisi. Pada umumnya seseorang yang

kurang gizi memiliki kelemahan, gejala yang tidak diharap tersebut dikarenakan

faktor sosial ekonomi yang berperan sangat penting. Faktor-faktor yang berperan

adalah latar belakang pendidikan, pendapatan dan budaya. Golongan masyarakat

27

Page 28: BAB I - VII

berpendapatan rendah tidak biasa melakukan pemeriksaan kesehatan yang

bersifat umum. Diet dengan hanya makan sayuran tanpa unsur serat di

dalamnya juga biasa menjadi faktor penambah.

2.6 MEKANISME EKSTRAK DAUN SIRIH MENGHAMBAT PLAK

Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan plak yaitu adhesi dan

perlekatan bakteri. Bakteri yang terdapat pada lapisan plak memiliki pelindung

glikoprotein dan enzim yang memungkinkan bakteri tersebut melekat pada hidroksi

apatit, pelikel, matriks, dan bakteri lain. Bakteri paling kariogenik yang berperan

dalam pembentukan plak adalah Streptococcus mutans.

Dari hasil uji firokimia daun sirih menunjukkan adanya golongan senyawa :

glikosida, steroid/triterpenoid, flavonoid, tanin dan antrakinon. Adanya kandungan

senyawa teriterpenoid, flavonoid dan tanin menunjukkan bahwa tumbuhan sirih

(Piper betle Linn) mempunyai aktivitas sebagai antimikroba yang mampu melawan

beberapa bakteri gram positif dan gram negatif.20

Senyawa tanin dan flavonoid mempunyai akivitas antibakteri untuk melawan

Staphylococcus aureus. Hasil uji antimikroba menunjukkan bahwa ekstrak etanol

80% fraksi n-heksan dan fraksi etilasetat dapat menghambat pertumbuhan bakteri

Escherichia coli, Staphylococcus aureus dan jamur Candida albicans.20

Senyawa minyak atsiri, tanin, flavonoid, steriod/triterpenoid dan anthrakuinon

dapat terekstraksi. Semakin besar konsentrasi ekstrak atau fraksi yang diberikan akan

28

Page 29: BAB I - VII

menghasilkan daerah hambat yang semakin besar, hal ini disebabkan semakin

banyak zat aktif yang terkandung dalam ekstrak maupun fraksi tersebut.20

Daun sirih mempunyai aktivitas antibakteri yang semakin meningkat sesuai

dengan meningkatnya konsentrasi minyak atsiri. Daya antibakteri minyak atsiri daun

sirih disebabkan oleh adanya senyawa fenol dan turunannya yang dapat

mendenaturasi protein sel bakteri. Bahan aktif tersebut adalah kavikol dan betelfenol.

Senyawa ini memiliki daya antiseptik yang kuat dan kavikol memiliki daya

pembunuh bakteri lima kali lipat dar fenol biasa.20

Berbagai penelitian bakteriologis yang dilakukan untuk mengethaui aktivitas

bakteri oleh daun sirih terhadap Streptococcus mutans pada media padat SSB

(Streptococcus Selection Broth) diperoleh adanya aktivitas antibakteri pada

konsentrasi 0,1% (b/v) dan zona hambatnya berdiameter 0.049 cm. Hasil penelitian

lain membuktikan efektifitas antibakteri daun sirih mulai terlihat pada konsentrasi

0,1% (b/b) dan terus meningkat dengan meningkatnya konsentrasi minyak atsiri yang

terkandung dalam daun sirih. Dapat ditarik kesimpulan bahwa daun sirih efektif

dalam menekan pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans.20

2.7 INDEKS PARAMETER KLINIK

2.7.1 Potential of hydrogen (pH) saliva.

pH saliva merupakan derajat keasaman dari saliva yang dapat diukur dengan

menggunakan kertas lakmus. Cara pengukuran pH saliva adalah dengan

29

Page 30: BAB I - VII

mencelupkan ujung kertas lakmus pada saliva yang terkumpul dalam gelas dan

segera diangkat apabila kertas lakmus telah basah secara keseluruhan. Perubahan

warna pada kertas lakmus setelah 10 detik diamati dan dicatat sesuai dengan pH

indikator yang digunakan.

2.7.2 Papillary Bleeding Indeks (PBI)

Papillary Bleeding Indeks (PBI) pertama kali dikenalkan oleh Saxer dan

Muhlemann (1975). Indeks ini merupakan indikator yang sensitif untuk mengetahui

tingkat keparahan peradangan gusi pada sesorang. Pengukuran PBI dilakukan pada

28 tempat di gusi daerah papila pada gigi tetap kecuali M3. Probing dilakukan pada

keempat kuadran. Pada kuadran pertama yang diperiksa hanya pada bagian palatal,

pada kuadran kedua yang diperiksa bagian fasial/bukal, pada kuadran ketiga pada

bagian lingual dan kuadran keempat pada bagian fasial/bukal. Pemeriksaan

dilakukan dengan jalan menelusuri sulkus dengan probe yang tidak tajam dengan

tekanan jari ringan mulai dari dasar papila hingga ke puncaknya dari distal ke mesial.

Setelah 20-30 detik satu kuadran telah lengkap dilakukan probing, intensitas

perdarahan dinilai dalam skor dan dicatat.

30

Page 31: BAB I - VII

Gambar 2.9 Grade of papillary bleeding index

Sumber: Klaus H, Reteitshack EM, Wolf HF, Hassel TM, color atlas periodontology, New York: Thieme Inc, p.30

TABEL 2.2 Papillary Bleeding IndeksSkor Keterangan

0 Tidak ada perdarahan saat probing1 Setelah dilakukan probing pada sulkus mesial dan distal, 20-30 detik kemudian tampak

perdarahan berupa titik2 Tampak perdarahan berupa garis yang jelas atau beberapa titik perdarahan pada bagian

marginal gingiva3 Tampak perdarahan di bagian interdental yang kurang lebih ditutupi oleh darah4 Perdarahan yang berlebih segera setelah probing, darah mengalir ke daerah interdental untuk

menyelubungi bagian dari gigi atau gingival.Sumber: Klaus H, Reteitshack EM, Wolf HF, Hassel TM, color atlas periodontology, Nyw York: Thieme Inc, p.30

BAB III

31

Page 32: BAB I - VII

KERANGKA KONSEP

KETERANGAN :

Variabel yang diteliti

Variabel yang tidak diteliti

32

Pasta Gigi

Non-herbal

Herbal

Penyakit Periodontal

Gingivitis Periodontitis

Plak

Evaluasi Pengaruh Pemakaian Pasta gigi

pH saliva dan bleeding on probing (BOP)

Daun Sirih

Gingivitis Marginalis Kronis

Page 33: BAB I - VII

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu (Quasy experimental). Dalam

penelitian ini dilakukan manipulasi atau perlakuan pada sampel penelitian namun

masih bersifat semu sebab eksperimen sebenarnya tidak bisa dilakukan karena

keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol dan/atau memanipulasikan

semua variabel yang relevan.

4.2 RANCANGAN PENELITIAN

Desain atau rancangan penelitian ini adalah study time seris. yaitu dengan

memberikan pasta gigi yang mengandung ekstrak daun sirih kepada subyek

penelitian. Sebelumnya diberikan instruksi mengenai metode menyikat gigi, cara

menyikat gigi, dan frekuensi menyikat gigi. Pemeriksaan dilakukan pada minggu

kedua setelah skeling, hari ke 7 dan hari ke 21 pemakaian pasta gigi. Hasilnya

berupa perbandingan antara pH saliva dan BOP sampel sebelum dan setelah

menggunakan pasta gigi yang mengandung ekstrak daun sirih kemudian melihat

apakah ada pengaruh pemakaian pasta gigi dengan pemeriksaan yang dilakukan.

4.3 LOKASI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Bagian Periodontologi RSGMP UNHAS.

4.4 WAKTU PENELITIAN

33

Page 34: BAB I - VII

Penelitian ini dimulai dari tanggal 15 Maret 2013 sampai 22 Mei 2013

4.5 POPULASI PENELITIAN

4.5.1 Populasi.

Populasi yang digunakan adalah pasien pada bagian Periodontologi RSGMP

UNHAS.

4.5.1 Sampel.

Sampel yang digunakan adalah pasien pada bagian Periodontologi RSGMP

UNHAS yang telah dilakukan perawatan skeling yang memenuhi kriteria

inklusi.

4.6 METODE PENGAMBILAN SAMPEL

Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode Convinience

Sampling. Peneliti telah menentukan jumlah sampel yang akan diambil terlebih

dahulu. Pasien yang datang ke bagian Periodontologi RSGM UNHAS yang masuk

ke dalam kriteria inklusi diambil sebagai sampel penelitian.

4.7 KRITERIA SAMPEL

4.7.1 Kriteria inklusi.

a. Laki-laki dan perempuan yang berusia 18-25 tahun

b. Bersedia mengikuti penelitian

c. Mengalami gingivitis marginalis kronis kategori sedang menurut Loe and

Sillness (1,1 – 1,7)

4.7.2 Kriteria eksklusi.

34

Page 35: BAB I - VII

a. Memiliki riwayat penyakut sistemik

b. Menggunakan piranti ortodonti atau gigi tiruan

c. Mengkonsumsi obat-obatan tertentu

d. Perokok dan sering mengkonsumsi alkohol

4.8 JUMLAH SAMPEL

Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 30 (sesuai standar minimal sampel)

yang memenuhi kriteria inklusi.

4.9 VARIABEL PENELITIAN

a. Variabel sebab : pengaruh pemakian pasta gigi yang mengandung ekstrak

daun sirih

b. Variabel akibat : perubahan pH saliva dan bleeding on probing (BOP)

c. Variabel kendali: umur sampel

4.10 DEFINISI OPERASIONAL

a. Pasta gigi yang mengandung ekstrak daun sirih merupakan bahan semi-

aqueos yang digunakan bersama-sama sikat gigi dengan kandungan ekstrak

daun sirih 5%.

b. pH saliva merupakan derajat keasaman dari saliva yang dapat diukur dengan

menggunakan kertas lakmus. Kertas lakmus dicelupkan pada saliva yang

terkumpul dalam gelas dan segera diangkat apabila kertas lakmus telah

basah secara keseluruhan.

35

Page 36: BAB I - VII

c. Bleeding on probing (BOP) merupakan salah satu tanda klinis yang

dijadikan indikator untuk mengetahui kondisi inflamasi gingiva yang diukur

dengan Papillary Bleeding Index (PBI) menurut Saxer dan Muhlemann

(1975).

d. Gingivitis marginalis kronis merupakan peradangan pada gingiva dengan

kriteria penilaian indeks gingival menurut Loe and Silness termasuk dalam

peradangan sedang

4.11 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN

4.11.1 Alat.

a. Kaca mulut : untuk melihat keadaan gigi secara tidak

langsung dan untuk meretraksi pipi.

b. Nier becken : sebagai wadah untuk menyimpan alat

c. Kertas lakmus : untuk mengukur derajat keasaman saliva

d. pH indicator : sebagai pedomana pembacaan kertas lakmus

yang telah dicelupkan

d. Gelas : sebagai wadah saliva dan wadah air untuk

berkumur.

e. Peridontal probe : untuk mengetahui perdarahan spontan dari

gingiva.

f. Sikat gigi : sebagai alat yang digunakan bersama pasta

gigi

36

Page 37: BAB I - VII

4.11.2 Bahan.

a. Pasta gigi dengan kandungan ekstrak daun sirih.

b. Air untuk berkumur.

c. Kapas.

4.12 KRITERIA PENILAIAN

4.12.1 Potential of hydrogen (pH) saliva

pH saliva merupakan derajat keasaman dari saliva yang dapat diukur dengan

menggunakan kertas lakmus. Cara pengukuran pH saliva adalah dengan

mencelupkan ujung kertas lakmus pada saliva yang terkumpul dalam wadah dan

segera diangkat apabila kertas lakmus telah basah secara keseluruhan. Perubahan

warna pada kertas lakmus setelah 10 detik diamati dengan mengacu pada pH

indikator kemudian nilainya dicatat.

4.12.2 Papillary Bleeding Indeks (PBI)

Papillary Bleeding Indeks (PBI) pertama kali dikenalkan oleh Saxer dan

Muhlemann (1975). Indeks ini merupakan indikator yang sensitif untuk

mengetahui tingkat keparahan peradangan gusi pada sesorang. Pengukuran PBI

dilakukan pada 28 tempat di gusi daerah papila pada gigi tetap kecuali M3.

Probing dilakukan pada keempat kuadran. Pada kuadran pertama yang diperiksa

hanya pada bagian palatal, pada kuadran kedua yang diperiksa bagian

fasial/bukal, pada kuadran ketiga pada bagian lingual dan kuadran keempat pada

bagian fasial/bukal. Pemeriksaan dilakukan dengan jalan menelusuri sulkus

dengan probe yang tidak tajam dengan tekanan jari ringan mulai dari dasar

37

Page 38: BAB I - VII

papila hingga ke puncaknya dari distal ke mesial. Setelah 20-30 detik satu

kuadran telah lengkap dilakukan probing, intensitas perdarahan dinilai dalam

skor dan dicatat.

TABEL 4.1 Papillary Bleeding IndeksSkor Keterangan

0 Tidak ada perdarahan saat probing1 Setelah dilakukan probing pada sulkus mesial dan distal, 20-30 detik kemudian tampak

perdarahan berupa titik2 Tampak perdarahan berupa garis yang jelas atau beberapa titik perdarahan pada bagian

marginal gingiva3 Tampak perdarahan di bagian interdental yang kurang lebih ditutupi oleh darah4 Perdarahan yang berlebih segera setelah probing, darah mengalir ke daerah interdental untuk

menyelubungi bagian dari gigi atau gingival.Sumber: Klaus H, Reteitshack EM, Wolf HF, Hassel TM, color atlas periodontology, Nyw York: Thieme Inc, p.30

4.13 DATA

4.13.1 Data

Data diperoleh dengan cara memeriksa perubahan pH saliva dan bleeding on

probing (BOP) subyek setelah menggunakan pasta gigi ekstrak daun sirih kemudian

melakukan pencatatan dan analisa.

4.13.2 Jenis data

Jenis data yang digunakan adalah pengumpulan data primer, data diperoleh dari

hasil pemeriksaan perubahan pH saliva dan bleeding on probing (BOP) pada subyek

yang ada di bagian Periodontologi RSGMP UNHAS.

4.14 ANALISIS DATA

38

Page 39: BAB I - VII

Analsis data mengenai hasil penelitian dilakukan dengan uji statistik

menggunakan SPSS 18, kemudian mendistribusikannya kedalam bentuk tabel. Data

diuji dengan menggunakan uji ANOVA untuk membandingkan nilai pH saliva dan

perdarahan papila (PBI) pada setiap pemeriksaan dan uji t-test berpasangan untuk

melihat perbedaan antara pasta gigi uji yang mengandung ekstrak daun sirih dan

pasta gigi kontrol.

4.15 ALUR PENELITIAN

4.15.1 Pasien yang datang ke bagian Periodontologi RSGMP UNHAS diskeling.

4.15.2 Pasien diberikan Informed Concent sebagai bukti persetujuan untuk dilakukan

penelitian tentang pengaruh pemakaian pasta gigi yang mengandung ekstrak

daun sirih, bersedia untuk dilakukan pemeriksaan terhadap perubahan pH

saliva dan bleeding on probing (BOP) serta bersedia untuk dilakukan evaluasi

kembali pada hari ke 7 dan hari ke 21 pemakaian pasta gigi

4.15.3 Dua minggu setelah dilakukan skeling, dilakukan pemeriksaan pH saliva dan

BOP pasien sebagai baseline. Pemeriksaan pH saliva menggunakan kertas

lakmus. Sampel diminta untuk mengumpulkan salivanya selama 30 detik

kemudian dimasukkan ke dalam wadah. Kertas lakmus kemudian dicelupkan

ke dalam saliva dan segera diangkat setelah basah secara keseluruhan.

Perubahan warna pada kertas lakmus kemudian diamati dan dicatat.

Pemeriksaan BOP dengan metode papillary bleeding index (PBI)

menggunakan instrumen periodontal probe

39

Page 40: BAB I - VII

4.15.4 Pasien diberikan pasta gigi, sikat gigi dan beberapa instruksi mengenai

frekuensi, lama, dan metode menyikat gigi.

4.15.5 Setelah 7 hari pemakaian pasta gigi dilakukan evaluasi pertama. Dilakukan

pemeriksaan pH saliva dan pemeriksaan bleeding on probing (BOP) dengan

metode papillary bleeding index (PBI) menggunakan instrumen periodontal

probe.

4.15.6 Semua skor dicatat

4.15.7 Evaluasi kedua dilakukan pada hari ke 21 pemakaian pasta gigi. Dilakukan

pemeriksaan pH saliva dan pemeriksaan bleeding on probing (BOP) dengan

metode papillary bleeding index (PBI) menggunakan instrumen periodontal

probe.

4.15.8 Skor dicatat

4.15.9 Seluruh skor yang didapatkan yaitu skor pH saliva dan bleeding on probing

(BOP) sampel sebelum memakai pasta gigi ekstrak daun sirih (hari ke 0),

pada hari ke 7, dan pada hari ke 21 pemakaian pasta gigi. Datanya diolah,

dideskripsikan kemudian dianalisa.

40

Pasien diskeling

Page 41: BAB I - VII

Gambar 4.1 Skema Alur Penelitian

Sumber : Puspasari Dyna. Skema alur penelitian di Bagian periodontologi RSGMP UNHAS. Data Primer. 2013

BAB V

HASIL PENELITIAN

41

Informed Consent

Sampel diberikan pasta gigi dan sikat gigi serta beberapa isntruksi (frekuensi menyikat=2x sehari

pagi dan malam, lama menyikat=2 menit, dan metode menyikat=roll)

Dua minggu kemudian dilakukan pemeriksaan pH saliva dan bleeding on

probing (BOP) sebagai baseline

Evaluasi : Pengukuran pH saliva dan bleeding on

probing (BOP)

Hari ke 0 pemakaian pasta gigi (baseline)

Hari ke 7 pemakaian pasta gigi

Hari ke 21 pemakaian pasta gigi

Page 42: BAB I - VII

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Bagian Periodontologi RSGMP

UNHAS pada bulan Maret 2013 sampai Mei 2013, telah terkumpul 30 orang pasien

yang bersedia menjadi sampel penelitian yang sesuai dengan kriteria inklusi yakni

pasien yang berumur 18-25 tahun dan mengalami gingivitis marginalis kronis dengan

kriteria sedang menurut Loe and Sillness. Kemudian sampel tersebut dibagi menjadi

dua kelompok, yaitu kelompok uji (n=15) dan kelompok kontrol (n=15).

Hasil dari penelitian yang dilakukan adalah pengukuran pH saliva dan bleeding

on probing (BOP) pada penggunaan pasta gigi dengan kandungan ekstrak daun sirih

sebagai pasta gigi uji dan pasta gigi colgate sebagai kontrol positif selama 3 minggu

setelah dilakukan skeling. Pemeriksaan pertama dilakukan untuk mendapatkan data

pretest atau baseline yaitu pada minggu kedua setelah skeling, pemeriksaan kedua

dilakukan 1 minggu berikutnya setelah pasien memakai pasta gigi, dan pemeriksaan

terakhir dilakukan 2 minggu berikutnya untuk mendapatkan data post-test. Setelah

data terkumpul, dilakukan perbandingan antara sebelum dan sesudah penggunaan

pasta gigi uji dan pasta gigi kontrol. Adapun parameter klinis yang diperiksa tersebut

adalah Pappilary Bleeding Index (PBI) dan pH saliva yang kemudian disajikan

dalam bentuk tabel sehingga dapat terlihat dengan jelas perbedaan antara parameter

klinis yang diukur sebelum dan sesudah penggunaan pasta gigi serta perubahan yang

terjadi pada setiap pemeriksaan.

Dari penelitian yang dilakukan secara keseluruhan menunjukkan adanya

perubahan yang siginifikan pada parameter klinis bleeding on probing (BOP) setelah

pemakaian pasta gigi uji dan pasta gigi kontrol. Namun tidak terdapat perubahan

42

Page 43: BAB I - VII

yang signifikan pada parameter klinis pH saliva setelah pemakaian pasta gigi uji dan

pasta gigi kontrol. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table-tabel berikut ini:

Tabel 5.1

Distribusi pengaruh pemakaian pasta gigi uji yang mengandung ekstrak daun sirih terhadap penurunan bleeding on probing (BOP).

Pasta gigi uji I (Kelompok) J (Kelompok) Mean

Difference (I-J) Sig.         

PBIBaseline

Hari ke 7 1.07000* .000Hari ke 21 1.78867* .000

Hari ke 7 Hari ke 21 .71867* .000*selisih rata-rata signifikan pada level 0,05

Tabel 5.1 menunjukkan pengaruh pemakaian pasta gigi uji yang mengandung

ekstrak daun sirih terhadap penurunan bleeding on probing (BOP). Terdapat

penurunan yang signifikan dari data hasil pemeriksaan baseline ke pemeriksaan hari

ke 7 pemakaian pasta gigi uji (p=.000) serta pemeriksaan hari ke 7 hingga hari ke 21

pemakaian pasta gigi uji (p=.000). Begitu juga dengan hasil pemeriksaan dari

baseline hingga hari ke 21 pemakaian pasta gigi uji menunjukkan adanya penurunan

yang signifikan (p=.000)

Tabel 5.2

Distribusi pengaruh pemakaian pasta gigi kontrol terhadap penurunan bleeding on probing (BOP).

43

Page 44: BAB I - VII

Pasta gigi uji I (Kelompok) J (Kelompok) Mean

Difference (I-J) Sig.         

PBIBaseline

Hari ke 7 .73933* .000Hari ke 21 1.55000* .000

Hari ke 7 Hari ke 21 .81067* .000*selisih rata-rata signifikan pada level 0,05

Tabel 5.2 menunjukkan pengaruh pemakaian pasta gigi kontrol terhadap

penurunan bleeding on probing (BOP). Sama dengan tabel sebelumnya, terdapat

penurunan yang signifikan dari data hasil pemeriksaan baseline ke pemeriksaan hari

ke 7 pemakaian pasta gigi kontrol (p=.000) serta pemeriksaan hari ke 7 hingga hari

ke 21 pemakaian pasta gigi kontrol (p=.000). Begitu juga dengan hasil pemeriksaan

dari baseline hingga hari ke 21 pemakaian pasta gigi uji menunjukkan adanya

penurunan yang signifikan (p=.000)

Tabel 5.3

Distribusi pengaruh pemakaian pasta gigi uji yang mengandung ekstrak daun sirih terhadap perubahan pH saliva

Pasta gigi uji I (Kelompok) J (Kelompok) Mean

Difference (I-J) Sig.         

pH salivaBaseline

Hari ke 7 .33333 .138Hari ke 21 .33333 .138

Hari ke 7 Hari ke 21 .00000 1.000

Tabel 5.3 menunjukkan pengaruh pemakaian pasta gigi uji yang mengandung

ekstrak daun sirih terhadap perubahan pH saliva. Pada tabel ini menunjukkan bahwa

44

Page 45: BAB I - VII

tidak terdapat perubahan yang signifikan dari data hasil pemeriksaan baseline hingga

ke hari ke 7 pemakaian pasta gigi uji (p=.138), serta pemeriksaan hari ke 7 hingga

hari ke 21 pemakaian pasta gigi uji (p=1.000). Begitu juga dengan hasil pemeriksaan

baseline hinggan hari ke 21 tidak menujukkan adanya perubahan yang signifikan

(p=.056).

Tabel 5.4

Distribusi pengaruh pemakaian pasta gigi kontrol terhadap perubahan pH saliva

Pasta gigi uji I (Kelompok) J (Kelompok) Mean

Difference (I-J) Sig.         

pH salivaBaseline

Hari ke 7 .86667* .000Hari ke 21 .86667* .000

Hari ke 7 Hari ke 21 .00000 1.000*selisih rata-rata signifikan pada level 0,05

Tabel 5.4 menunjukkan pengaruh pemakaian pasta gigi kontrol terhadap

perubahan pH saliva. Berbeda dengan tabel sebelumnya, terdapat perubahan yang

signifikan pada hasil pemeriksaan baseline ke pemeriksaan hari ke 7 pemakaian pasta

gigi kontrol (p=0.000). Sedangkan untuk pemeriksaan hari ke 7 hingga hari ke 21

pemakaian pasta gigi kontrol tidak terdapat perubahan yang signifikan (p=1.000).

Hasil pemeriksaan baseline ke pemeriksaan hari ke 21 pemakaian pasta gigi control

terdapat perubahan yang signifikan (p=.000)

Tabel 5.5

45

Page 46: BAB I - VII

Distribusi perbandingan antara pasta gigi uji dengan kandungan ekstrak daun sirih dan pasta gigi control dengan pengamatan pada bleeding on probing (BOP)

 Kelompo

k N MeanStandar deviasi P

PBIUji 15 1.0771 0.87509

0.593Kontrol 15 0.9876 .69880

Tabel 5.5 menunjukkan perbandingan secara keseluruhan antara kelompok uji

dan kelompok kontrol dengan pengamatan terhadap bleeding on probing (BOP).

Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok yang dilakukan

pemeriksaan terhadap perubahan papillary bleeding index (PBI) (p=.0593) setelah

pemakaian pasta gigi uji dan pasta gigi kontrol. Namun kedua pasta gigi ini secara

signifikan dapat mengurangi bleeding on probing (BOP) setelah pemakaian pasta

gigi selama 3 minggu.

Tabel 5.6

Distribusi perbandingan antara pasta gigi uji dengan kandungan ekstrak daun sirih dan pasta gigi control dengan pengamatan pada pH saliva

 Kelompo

k N MeanStandar deviasi P

pH saliva

Uji 15 7.1111 .61134 .001Kontrol 15 6.7111 .45837

Tabel 5.6 menunjukkan perbandingan antara pasta gigi uji dengan kandungan

ekstrak daun sirih dan pasta gigi kontrol dengan pengamatan pada pH saliva. Tidak

46

Page 47: BAB I - VII

ada perbedaan yang signifikan antara pasta gigi uji yang mengandung ekstrak daun

sirih dan pasta gigi uji dengan pengamatan pada pH saliva (p=.001).

47

Page 48: BAB I - VII

BAB VI

PEMBAHASAN

Penyakit periodontal merupakan kelompok infeksi rongga mulut yang faktor

etiologinya berupa faktor plak dan faktor lokal atau faktor dari mulut pasien itu

sendiri.19 Ada dua bentuk penyakit periodontal yaitu gingivitis dan periodontitis.

Gingivitis merupakan salah satu penyakit periodontal tahap awal dimana terjadi

peradangan di dalam jaringan periodonsium yang terbatas pada gingival, bersifat

reversible, disebabkan oleh mikroorganisme suatu koloni serta membentuk plak gigi

yang melekat pada tepi gingival. Pada plak gigi yang terbentuk tersebut terjadi difusi

saliva yang lambat sehingga mempengaruhi pH saliva.22

Dalam penelitian yang dilakukan pada bagian Periodontologi RSGMP UNHAS

sejak bulan Maret sampai Mei 2013 pada 30 sampel yang berusia 18-25 tahun serta

mengalami gingivitis marginalis kronis dapat diketahui bagaimana perubahan

parameter klinis yang diukur sebelum dan setelah pemakaian pasta gigi pada hari ke

7 dan hari ke 21. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil 2 parameter klinis yaitu

Papillary Bleeding Index (PBI) dan pengukuran pH saliva. Hasil dari penelitian yang

dilakukan mengenai perubahan bleeding on probing (BOP) dan pH saliva setelah

pemakaian pasta gigi uji yang mengandung ekstrak daun sirih dan pasta gigi kontrol

akan dibahas satu per satu berdasarkan indeks parameter klinik yang digunakan.

48

Page 49: BAB I - VII

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, untuk parameter klinis perdarahan papilla

(PBI), baik pada penggunaan pasta gigi uji yang mengandung ekstrak daun sirih

maupun pada pasta gigi kontrol, terjadi perubahan yang signifikan (p=.000). Hal ini

berbeda dengan penelitian yang dilakukan Claudio Mendes Pannuti, et al23 di School

of Dentistry yang menyatakan bahwa tidak terdapat penurunan yang signifikan pada

perdangan gingival setelah pemakaian pasta gigi baik pada kelompok uji maupun

pada kelompok kontrol. Hal ini berbeda dengan teori tentang daun sirih bahwa daun

sirih mengandung senyawa teriterpenoid, flavonoid dan tanin yang mempunyai

aktivitas sebagai antimikroba yang mampu melawan beberapa bakteri gram positif

dan gram negatif. Daya antibakteri minyak atsiri daun sirih disebabkan oleh adanya

senyawa fenol dan turunannya yang dapat mendenaturasi protein sel bakteri. Bahan

aktif tersebut adalah kavikol dan betelfenol. Senyawa ini memiliki daya antiseptik

yang kuat dan kavikol memiliki daya pembunuh bakteri lima kali lipat dari fenol

biasa.20

Dari hasil penelitian yang dilakukan juga diperoleh hasil mengenai perubahan pH

saliva setelah pemakaian pasta gigi uji yang mengandung ekstrak daun sirih dan

pasta gigi kontrol. Perubahan yang signifikan hanya terjadi pada pemakaian pasta

gigi kontrol pada pemeriksaan baseline ke pemeriksaan hari ke 7 (p=.000). Penelitian

yang dilakukan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Alphina Nirmaladewi,

et al22 yang meneliti status saliva penderita gingivitis setelah berkumur dengan

EGCG yang mendapatkan hasil bahwa berkumur dengan EGCG tidak mempengaruhi

kenaikan pH saliva. Hal ini bisa disebabkan karena pH saliva sangat dipengaruhi

49

Page 50: BAB I - VII

oleh sistem bikarbonat. Sistem bikarbonat sangat efektif dalam menetralisir asam dan

berbanding lurus dengan kecepatan sekresi saliva.22

Dari penelitian yang dilakukan dapat dilihat bahwa pasta gigi uji yang

mengandung ekstrak daun sirih dan pasta gigi kontrol memiliki pengaruh dalam

mengurangi perdarahan papilla sebab sesuai dengan uji data statistik terdapat

penurunan tingkat perdarahan papilla yang signifikan setelah pemakaian pasta gigi.

Untuk perubahan pH saliva, tidak terlihat perubahan yang signifikan setelah

pemakaian pasta gigi uji yang mengandung ekstrak daun sirih. Hanya pada

pemakaian pasta gigi kontrol pada pemeriksaan baseline ke pemeriksaan hari ke 7

dan pada pemeriksaan baseline ke pemeriksaan hari ke 21. Namun pada pemeriksaan

baseline ke pemeriksaan hari ke 21 tidak ada perubahan yang signifikan. Hal ini

menunjukkan bahwa tidak ada perubahan signifikan yang terjadi pada pH saliva

setelah pemakaian pasta gigi uji yang mengandung ekstrak daun sirih dan pasta gigi

kontrol.

50

Page 51: BAB I - VII

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 SIMPULAN

Dari pembahasan hasil penelitian, dapat disimpulkan:

1. Dari 30 sampel yang telah diberikan pasta gigi (15 sampel menggunakan

pasta gigi uji dan 15 sampel menggunakan pasta gigi kontrol), diperoleh

nilai penurunan yang signifikan dari pemeriksaan baseline ke

pemeriksaan hari ke 7 (p=.000), pemeriksaan hari ke 7 sampai hari ke 21

(p=.000). Begitu juga dengan pemeriksaan baseline ke pemeriksaan hari

ke 21 terdapat penurunan yang signifikan (p=.000). Hal ini menunjukkan

pasta gigi yang mengandung ekstrak daun sirih memiliki pengaruh

terhadap peradangan gingival, sebab daun sirih memiliki kandungan

utama yaitu minyak atsiri. Daya antibakteri minyak atsiri daun sirih

disebabkan oleh adanya senyawa fenol dan turunannya yang dapat

mendenaturasi protein sel bakteri. Bahan aktif tersebut adalah kavikol dan

betelfenol. Senyawa ini memiliki daya antiseptik yang kuat dan kavikol

memiliki daya pembunuh bakteri lima kali lipat dar fenol biasa.

2. Pada hasil uji data statistik tentang pengaruh pemakaian pasta gigi

terhadap pH saliva, perubahan yang signifikan hanya terjadi pada

pemakaian pasta gigi kontrol yaitu perubahan yang signifikan terjadi pada

pemeriksaan baseline ke hari ke 7 (p=.000) dan pemeriksaan baseline ke

hari ke 21 (p=.000), sedangkan pada pemakaian pasta gigi uji yang

51

Page 52: BAB I - VII

mengandung ekstrak daun sirih tidak terjadi perubahan yang signifikan.

Hal ini bisa disebabkan bebrapa faktor yang tidak bisa dikontrol oleh

peneliti, yang menyebabkan hasil yang didapatkan tidak signifikan.

Misalnya seperti pengaruh makanan atau minuman yang dikonsumsi oleh

sampel sebelum dilakukan pemeriksaan yang dapat mempengaruhi derajat

keasaman saliva sampel tersebut.

7.2 SARAN

Hal yang dapat penulis sarankan setelah melakukan penelitian ini yaitu :

1. Disarankan apabila penelitian ini dilanjutkan diharapkan peneliti bisa

lebih mengontrol variabel-variabel perancu yang dapat mempengaruhi

hasil penelitian.

2. Disarankan untuk mahasiswa dan para dokter gigi di fakultas

kedokteran gigi UNHAS agar lebih mensosialisasikan tentang

penggunaan pasta gigi herbal khususnya yang mengandung ekstrak

daun sirih untuk meningkatkan kesehatan gigi dan mulut.

52

Page 53: BAB I - VII

DAFTAR PUSTAKA

1. Tampubolon, Nurmala Situmorang. Dampak karies gigi dan penyakit

periodontal terhadap kualitas hidup. 2010. Available from:

http://library.usu.ac.id. html Diakses 16 November, 2012.

2. Newman MG, Takei HH, Carranza FA. Carranza’s Clinical Periodontology

9th ed. Philadelphia: W.B.Saunders Company; 2002. pp 62-7, 132

3. Harty F.J, Ogston R. Kamus kedokteran gigi (terj.Narlan sumawinata).

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1995. Hal 272

4. Bulkacz Jaime, Carranza AF. Defense mechanism of the gingiva. In: John M

Novak, editor. Carranza’s Clinical Periodontology 11th ed. Philadelphia:

W.B.Saunders Company; 2008. P 69-70.

5. Sasmita inne suherma, Pertiwi arlette SP, Halim muttaqin. Gambaran efek

pasta gigi yang mengandung herbal terhadap penurunan indeks plak.

Bandung: FKG Unpad.

6. Hidayaningtyas prima. Perbandingan efek antibakteri air seduhan daun sirih

(piper betle linn) terhadap streptococcus mutans pada waktu kontak dan

konsistensi yang berbeda. Artikel KTI FK UNDIP; 2008 hal 10.

7. Putri MH, Herijulianti eliza, Nurjannah neneng. Ilmu pencegahan penyakit

jaringan keras dan jaringan pendukung gigi. Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC; 2010. hal 110-2

8. Rateitschak Edth M, Wolf Herbert M, Hassell Thomas M. Color atlas of

periodontology. 1985. p 118.

53

Page 54: BAB I - VII

9. Yudiarti turrini, Rizqiati heni. Upaya peningkatan ikan segar terhadap

mikroba dengan pemberian berbagai bentukan daun sirih. Laporan penelitian

lembaga penelitian Universitas Diponegoro. 2002. Hal 3-4

10. Januwati M, Rosita S.M. Faktor-faktor ekologi yang mempengaruhi

pertumbuhan tanaman sirih (piper betle l.). Warta Tumbuhan Obat Indonesia.

1992

11. Andarwulan dan Nuri. Phenolic synthesis in selected root cultures, and

seeds. Food Science Study Program. Post Graduated Program. Bogor

Agricultural University: Bogor. 2000.

12. Almeida PDVd, Gregio AM, Machado MA, Lima AASd, Azevedo LR.

Saliva Composition and Functions: A Comprehensive Review. The Journal of

Contemporary Dental Practice. 2008;9(3):2-8.

13. Bailey R. Salivary glands and saliva. 2008 [cited 2013 Jan 5]; Available

from: www.springer.com/cda/content/document/cda.../9783540470700-

c1.pdf.html

14. Amerongen AVN. Ludah dan Kelenjar Ludah : Arti bagi Kesehatan

Gigi.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 1991. Hal. 1-39

15. Soejoto, Faradz SMH, Witjahyo RB, Susilaningsih N, Purwati RD, et al.

Lecture Notes Histologi II. Semarang: Bagian Histologi Fakultas Kedokteran

Universitas Diponegoro; 2009. Hal 28-35.

16. Soesilo Diana, Santoso rinna E, Diyatri indeswati. Peranan sorbitol dalam

mempertahankan kestabilan ph saliva pada proses pencegahan karies. Dent J.

Vol.38 No.1 Januari 2005: hal 25-8

54

Page 55: BAB I - VII

17. Novak M John. Classification of disease and conditions affecting the

periodontium. In: John M Novak, editor. Carranza’s Clinical Periodontology

9th ed. Philadelphia: W.B.Saunders Company; 2002. P 64-7.

18. Carranza FA, Rapley johnW. Clinical features of gingival. In: John M Novak,

editor. Carranza’s Clinical Periodontology 9th ed. Philadelphia: W.B.Saunders

Company; 2002. P 269-70.

19. Sriyono, Widayanti N. Pengantar ilmu kedokteran gigi pencegahan cetakan

ke 1. Jogjakarta Medika:FKG UGM. 2005. Hal. 34.

20. Reveny, Julia. Daya antimikroba ekstraksi dan fraksi daun sirih merah (piper

betle linn). Jurnal Ilmu Dasar. Vol.12 No.1. 2011. hal 6-12

21. Peter F, Arthur R, John L. The periodontic syllabus. In: Amaliya, editor. 4 th

ed. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC: 2005.p.13-29

22. Nirmaladewi alphiana, Handajani juni, Tandelilin regina TC. Status saliva

dan gingivitis pada penderita gingivitis setelah kumur epigalocatechingallate

(EGCG) dari ekstrak teh hijau (camellia sinensis). Jogjakarta: FKG UGM.

2006. Hal 2-6.

23. Pannuti, Matos. Clinical effect of a herbal dentrifice in the control of plaque

and gingivitis. Brazilia : Pesqui Odontal Bras. Hal 323-33

55