bab i & ii
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Leukemia merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan proliferasi dini
yang berlebihan dari sel darah putih. Leukemia merupakan keganasan hematologis
akibat proses neoplastik yang disertai gangguan diferensiasi pada berbagai
tingkatan sel induk hematopoetik.
Leukemia merupakan keganasan yang sering dijumpai tetapi hanya
merupakan sebagian kecil dari kangker secara keseluruhan. Beberapa data
epidemiologi menunjukkan hasil bahwa insidensi leukemia di negara barat adalah
13/100.000 penduduk/tahun. Frekuensi relatif leukemia di negara barat menurut
Gunz adalah Leukemia akut (LMA dan LLA) 60%, LLK 25%, LMK 15%, di
Afrika, 10-20% penderita LMA memiliki kloroma di sekitar orbita mata. Di Kenya,
Tiongkok, dan India, LMK mengenai penderita berumur 20-40 tahun. Pada orang
Asia Timur dan India Timur jarang ditemui LLK, di Indonesia , frekuensi LLK
sangat rendah. LMK merupakan leukemia kronis yang paling sering di jumpai.
Leukemia merupakan 2,8% dari seluruh kasus kangker, belum ada angka pasti
mengenai insiden leukemia di indonesia.
Insidensi leukemia menurut usia didapatkan data yaitu, LLA terbanyak pada
anak-anak dan dewasa, LMK pada semua usia, lebih sering pada orang dewasa,
LMK pada semua usia tersering usia 40-60 tahun, LLK terbanyak pada orang
tua.Walaupun leukemia menyerang kedua jenis kelamin, tetapi pria terserang
sedikit lebih banyak dibandingkan wanita dengan perbandingan 2 : 1.
Penting bagi tenaga kesehatan terkhususnya tenaga perawat untuk dapat lebih
memahami gangguan sistem hematologi dalam hal ini adalah leukemia, karena
penyakit ini dapat menyebabkan gangguan yang luas bagi penderita baik pada
kesehatan maupun psikologi. Oleh karena itu pengetahuan dan pemahaman yang
komprehensif tentang leukemia sangat penting, agar perawat mampu memberikan
asuhan keperawatan maupun pendidikan kesehatan yang baik dan benar sehingga
dapat meningkatkan kesejahteraan pasien maupun masyarakat dengan optimal.
Kelompok kami mengambil dan membahas tentang leukemia, karena penyakit
ini merupakan keganasan pada Sel Darah Putih yang dapat menjadi akut maupun
kronik dan dapat menyebabkan munculnya komplikasi yang berakaitan dengan
tindakan-tindakan keperawatan. Sehingga sangat penting bagi kita, terkhususnya
mahasiswa yang sedang mendalami studi keperawatan untuk memahami tentang
penyakit ini dan tindakan keperawatan yang bisa dilakukan agar klien dapat
mencapai derajat kesehatan yang optimal..
1.2 TUJUAN
TUJUAN UMUM
Setelah menyusun makalah ini diharapkan mahasiswa dapat memahami gambaran
umum tentang leukimia dan proses keperawatannya.
TUJUAN KHUSUS
Adapun tujuan khususnya adalah :
1. Mengetahui tentang pengertian dan etiologi leukemia.
2. Mengetahui klasifikasi, tanda dan gejala leukemia.
3. Mengetahui tentang patofisiologi dan pathway dari leukemia.
4. Mengetahui tentang pemeriksaan diagnostik pada leukemia.
5. Mengetahui tentang komplikasi dari leukemia.
6. Mengetahui tentang penatalaksanaan medis dan keperawatan pada leukemia.
7. Melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan leukemia.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 ANATOMI SISTEM HEMATOLOGI
Sistem hematologi tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi, termasuk
sumsum tulang dan nodus limpa. Darah merupakan medium transpor tubuh, volume
darah sekitar 7%-10% berat badan normal dan berjumlah sekitar 5 liter. Darah
terdiri dari atas 2 komponen utama, yaitu sebagai berikut.
1. Plasma darah, bagian cair darah yang sebagian besar terdiri atas air,
elektrolit,dan protein darah.
2. Butir- butir darah (blood corpuscles), yang terdiri dari komponen-komponen
berikut ini.
Eritrosit : sel darah merah (SDM- red blood cell)
Leukosit : sel darah putih (SDP- white blood cell)
Trombosit : butir pembeku darah – platelet.
2.2 STRUKTUR DAN FUNGSI NORMAL SEL DARAH PUTIH
Pada keadaan normal, darah manusia mengandung 4000 - 11.000 sel darah
putih per mikroliter. Dari jumlah tersebut, jumlah tersebut, jumlah sel terbanyak
adalah granulosit (leukosit polimorfonukleus, PMN). Sel granulosit muda
memiliki inti berbentuk seperti kuda, yang akan berubah menjadi multilobular
dengan bertambahnya umur sel. Sebagian besar sel tersebut mengandung granula
neutrofilik (neutrofil), namun sebagian kecil mengandung granula yang dapat
diwarnai dengan zat warna asam (eosinofil), dan sebagian lagi mengandung
granula basofilik (basofil). Dua jenis sel yang lazim ditemukan dalam darah tepi
adalah limfosit, yang memiliki inti bulat besar dan sitoplasma sedikit, dan monosit,
yang mengandung banyak sitoplasma tak berglanula dan mempunyai inti yang
berbentuk ginjal. Kerja sama sel tersebut menyebabkan tubuh memiliki sistem
pertahanan yang kuat terhadap bebagai tumor, infeksi virus, bakteri, dan parasit
(Ganong,2008).
Fungsi Sel Darah Putih adalah sebagai serdadu tubuh yaitu membunuh dan
memakan bibit penyakit/bakteri yang masuk ke dalam jaringan RES (sistem
retikuloendotel), tempat pembiakannya di dalam limpa dan kelenjar limfe; sebagai
pengangkut/ membawa zat lemak dari dinding usus melalui limpa terus ke
pembuluh darah. Sel leukosit disamping berada di dalam pembuluh darah juga
terdapat di seluruh jaringan tubuh manusia. Pada kebanyakan penyakit disebabkan
oleh masuknya kuman/infeksi maka jumlah leukosit yang ada di dalam darah akan
lebih banyak dari biasanya. Hal ini disebabkan sel leukosit yang biasanya tinggal di
dalam kelenjar limfe, sekarang beredar dalam darah untuk mempertahankan tubuh
dari serangan penyakit tersebut. Jika jumlah leukosit dalam darah melebihi
11.000/mm3 disebut leukositosis dan kurang dari 4000mm3 disebut leukopenia.
Macam-macam leukosit secara jelas meliputi :
1. Agranulosit. Sel leukosit yang tidak mempunyai granula di dalamnya, yang
terdiri dari:
a. Limfosit, macam leukosit yang dihasilkan dari jaringan RES dan
kelenjar limfe, bentuknya ada yang besar dan ada yang kecil, di dalam
sitoplasmanya terdapat granula dan intinya besar, banyaknya 20%-25%
dan fungsinya membunuh dan memakan bakteri yang masuk ke dalam
jaringan tubuh.
b. Monosit. Terbanyak dibuat di sumsum merah, lebih besar dari limfosit,
fungsinya sebagai fagosit dan banyaknya 34%. Di bawah mikroskop
terlihat bahwa protoplasmanya lebar, warna biru sedikit abu-abu
mempunyai bintik-bintik sedikit kemerahan. Inti selnya bulat atau
panjang, warnanya lembayung muda.
2. Granulosit disebut juga leukosit granular terdiri dari :
a. Neutrofil atau polimorfonuklear leukosit, mempunyai inti sel yang
kadang-kadang seperti terpisah-pisah, protoplasmanya banyak bintik-
bintik halus/granula, banyaknya 60%-70%.
b. Eusinofil. Ukuran dan bentuknya hampir sama dengan neutrofil tetapi
granula dalam sitoplasmanya lebih besar , banyaknya 24%.
c. Basofil, sel ini kecil dari eusinofil tetapi mempunyai inti yang bentuknya
teratur, di dalam protoplasmanya terdapat granula-granula besar.
Banyaknya setengah bagian sumsum merah, fungsinya tidak diketahui
(Syaifuddin,2006).
2.3 LEUKEMIA
1. DEFINISI
Leukemia mula-mula dijelaskan oleh Virchow pada tahun 1847 sebagai
“darah putih”, adalah penyakit neoplastik yang ditandai oleh proliferasi
abnormal dari sel-sel hematopoietik (Price, 1994).
Leukemia adalah proliferase leukosit yang tidak terkontrol di dalam
darah, sumsum tulang, dan jaringan retikuloendotelial (Tuker, 1998).
Leukemia merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan proliferasi
dini yang berlebihan (sel muda) dari sel darah putih (SDP) (Engram,
1998).
Leukemia merupakan proliferatif neoplastik dari perkusor sel darah
putih, yang menyebabkan penggantian difus sumsum tulang normal oleh
sel leukemia dengan akumulasi sel abnormal pada darah tepi dan
infiltrasi organ misalnya hati, limpa, kelenjar limfe, meningen, dan
gonad oleh sel leukemi (Underwood, 1999).
Leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah putih
dalam sumsum tulang, mengganti elemen sumsum tulang normal. Juga
terjadi proliferasi di hati,limpa dan nodus limfatikus dan invasi organ
nonhematologis, seperti meninges, traktus gastrointestinal, ginjal dan
kulit (Smeltzer, 2001).
Leukemia adalah penyakit mengenai sel darah putih yang mengalami
pembelahan yang berulang-ulang.penyakit ini semacam kanker yang
menyerang sel-sel darah putih. Akibatnya fungsi sel darah putih
terganggu, bahkan sel-sel darah merah dapat terdesak karena
pertumbuhan yang berlebihan ini jumlah sel darah merah menurun
(Irianto,2004).
Leukemia (kangker darah) merupakan suatu penyakit yang ditandai
pertambahan jumlah sel darah putih (leukosit). Pertambahan ini sangat
cepat dan tak terkendali serta bentuk sel- sel darah putihnya tidak normal
(Yatim, 2003).
Leukemia merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan proliferasi
dini yang berlebihan dari sel darah putih (Handayani, 2008)
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Leukemia
adalah suatu penyakit sistem hematologi yang ditandai dengan
proliferasi yang berlebihan dan tidak normal pada sel darah putih yang
mengakibatkan fungsi sel darah putih terganggu.
2.4 KLASIFIKASI LEUKEMIA
Leukemia dapat diklafikasikan ke dalam :
1. Maturitas sel :
Akut (sel-sel asal berdiferensiasi secara buruk)
Kronis (lebih banyak sel dewasa)
2. Tipe-tipe sel asal
Mielositik (Mieloblast yang dihasilkan sumsum tulang)
Limfositik (limfoblast yang dihasilkan sistem limfatik)
Normalnya, sel asal (mieloblast dan limfoblast) tak ada pada darah perifer.
Maturitas sel dan tipe sel dikombinasikan untuk membentuk empat tipe utama
leukemia :
1. LEUKEMIA MIELOGENUS AKUT (LMA)
Leukemia Mielogenus Akut (LMA) atau leukemia mielositik akut atau
dapat juga disebut leukemia granulositik akut (LGA), mengenai sel stem
hematopetik yang kelak berdiferensiasi ke semua sel mieloid; monosit,
granulosit (basofil, netrofil, eosinofil), eritrosit, dan trombosit.
Dikarakteristikan oleh produksi berlebihan dari mieloblast. Semua kelompok
usia dapat terkena; insidensi meningkat sesuai dengan bertambahnya usia.
Merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi.
2. LEUKEMIA MIELOGENUS KRONIS (LMK)
Leukemia Mielogenus Kronis (LMK) atau leukemia mielositik kronis
atau leukemia granulositik kronis (LGK), juga dimasukan dalam keganasan
sel stem mieloid. Namun, lebih banyak terdapat sel normal di banding pada
bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih ringan. Abnormalitas genetika yang
dinamakan kromosom Philadelpia ditemukan 90% sampai 95% pasien dengan
LMK. LMK jarang menyerang individu di bawah 20 tahun, namun
insidensinya meningkat sesuai pertambahan usia.
Gambaran menonjol adalah :
- adanya kromosom Philadelphia pada sel – sel darah. Ini adalah
kromosom abnormal yang ditemukan pada sel – sel sumsum tulang.
- Krisis Blast. Fase yang dikarakteristik oleh proliferasi tiba-tiba dari
jumlah besar mieloblast. Temuan ini menandakan pengubahan LMK
menjadi LMA. Kematian sering terjadi dalam beberapa bulan saat sel –
sel leukemia menjadi resisten terhadap kemoterapi selama krisis blast.
3. LEUKEMIA LIMFOSITIK AKUT (LLA)
Leukemia Limfositik Akut (LLA) dianggap sebagai suatu proliferasi
ganas limfoblas. Paling sering terjadi pada anak-anak, dengan laki-laki lebih
banyak dibanding perempuan,dengan puncak insidensi pada usia 4 tahun.
Setelah usia 15 tahun , LLA jarang terjadi.
4. LEUKEMIA LIMFOSITIK KRONIS (LLK)
Leukemia Limfositik Kronis (LLK) cenderung merupakan kelainan
ringan yang terutama mengenai individu antara usia 50 sampai 70 tahun.
Negara-negara barat melaporkan penyakit ini sebagai leukemia yang umum
terjadi. LLK dikarakteristikan oleh proliferasi dari diferensiasi limfosit yang
baik (mudah dikenali sel-sel yang menunjukkan jaringan asal).
Kelompok Klasifikasi Leukemia Akut Menurut
French-American-British (FAB)
Leukemia Limfositik Akut
L-1 pada masa kanak-kanak: populasi sel homogen
L-2 Leukemia limfositik akut tampak pada orang dewasa: populasi sel heterogen
L-3 Limfoma Burkitt-tipe leukemia: sel-sel besar, populasi sel homogen.
Leukemia Mieloblastik Akut
M-1 Diferensiasi granulositik tanpa pematangan
M-2 Diferensiasi granulositik disertai pematangan menjadi stadium promielositik
M-3 Diferensiasi granulositik disertai promielosit hipergranular yang dikaitkan dengan
pembekuan intra vaskular tersebar (Disseminated intravascular coagulation).
M-4 Leukemia mielomonositik akut: kedua garis sel granulosit dan monosit.
M-5a Leukemia monositik akut : kurang berdiferesiasi
M-5b Leukemia monositik akut : berdiferensiasi baik
M-6 Eritroblast predominan disertai diseritropoiesis berat
M-7 Leukemia megakariositik.
2.5 ETIOLOGI
Penyebab leukemia belum diketahui secara pasti. Diperkirakan bukan
penyebab tunggal tetapi gabungan dari faktor resiko antara lain :
Terinfeksi virus. Agen virus sudah lama diidentifikasi sebagai penyebab
leukemia pada hewan. Pada tahun 1980, diisolasi virus HTLV-1 dari leukemia
sel T manusia pada limfosit seorang penderita limfoma kulit dan sejak saat itu
diisolasi dari sampel serum penderita leukemia sel T.
Faktor Genetik. Pengaruh genetik maupun faktor-faktor lingkungan
kelihatannya memainkan peranan , namun jarang terdapat leukemia familial,
tetapi insidensi leukemia lebih tinggi dari saudara kandung anak-anak yang
terserang , dengan insidensi yang meningkat sampai 20% pada kembar
monozigot (identik).
Kelainan Herediter. Individu dengan kelainan kromosom, seperti Sindrom
Down, kelihatannya mempunyai insidensi leukemia akut 20 puluh kali lipat.
Faktor lingkungan.
- Radiasi. Kontak dengan radiasi ionisasi disertai manifestasi leukemia
yang timbul bertahun-tahun kemudian.
- Zat Kimia. Zat kimia misalnya : benzen, arsen, kloramfenikol,
fenilbutazon, dan agen antineoplastik dikaitkan dengan frekuensi yang
meningkat khususnya agen-agen alkil. Kemungkinan leukemia
meningkat pada penderita yang diobati baik dengan radiasi maupun
kemoterapi.
2.6 PATOFISIOLOGI
Jika penyebab leukemia virus, virus tersebut akan masuk ke dalam tubuh
manusia jika struktur antigennya sesuai dengan struktur antigen manusia. Bila
struktur antigen individu tidak sama dengan struktur antigen virus, maka virus
tersebut ditolaknya seperti pada benda asing lain. Struktur antigen manusia
terbentuk oleh struktur antigen dari berbagai alat tubuh, terutama kulit dan selaput
lendir yang terletak di permukaan tubuh (kulit disebut juga antigen jaringan ). Oleh
WHO terhadap antigen jaringan telah ditetapkan istilah HL-A (Human Leucocyte
Lucos A). Sistem HL-A individu ini diturunkan menurut hukum genetika sehingga
adanya peranan faktor ras dan keluarga dalam etiologi leukemia tidak dapat
diabaikan.
Leukemia merupakan proliferasi dari sel pembuat darah yang bersifat sistemik
dan biasanya berakhir fatal. Leukemia dikatakan penyakit darah yang disebabkan
karena terjadinya kerusakan pada pabrik pembuat sel darah yaitu sumsum tulang.
Penyakit ini sering disebut kanker darah. Keadaan yang sebenarnya sumsum tulang
bekerja aktif membuat sel-sel darah tetapi yang dihasilkan adalah sel darah yang
tidak normal dan sel ini mendesak pertumbuhan sel darah normal.
Proses patofisiologi leukemia dimulai dari transformasi ganas sel induk
hematologis dan turunannya. Proliferasi ganas sel induk ini menghasilkan sel
leukemia dan mengakibatkan penekanan hematopoesis normal, sehingga terjadi
bone marrow failure, infiltrasi sel leukemia ke dalam organ, sehingga menimbulkan
organomegali, katabolisme sel meningkat, sehingga terjadi keadaan hiperkatabolik.
2.7 FATHWAY (TERLAMPIR)
2.8 MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang khas leukemia secara umum :
Pucat
Panas
Splenomegali
Hepatomegali
Limfadenopati
Perdarahan dapat berupa ekimosis, petekia, epitaksis, dan perdarahan gusi
Gejala yang tidak khas
Sakit/ nyeri sendi atau sakit tulang disalahtafsirkan sebagai reumatik
Lesi purpura pada kulit
Efusi pleura
kejang
Leukemia Mielogenus Akut
Kebanyakan tanda dan gejala terjadi akibat berkurangnya produksi sel darah
normal.
Peka terhadap infeksi akibat granulositopenia, kekurangan granulosit
Kelelahan dan kelemahan terjadi karena anemia
Kecendrungan perdarahan terjadi akibat trombositopenia, kurangnya jumlah
trombosit.
Proliferase sel lukemi dalam organ mengakibatkan berbagai gejala tambahan :
nyeri akibat pembesaran limfa; sakit kepala atau muntah akibat leukemi
meningeal (sering terjadi pada leukemia limfositik); dan nyeri tulang akibat
penyebaran sumsum tulang belakang.
Leukemia Mielogenus Kronis
Gambaran klinis LMK mirip dengan gambaran LMA, tetapi tanda dan
gejalanya lebih ringan. Banyak pasien yang menunjukkan tanda dan gejala selama
bertahun-tahun.
Terdapat peningkatan leukosit, kadang sampai jumlah yang luar biasa.
Limpa sering membesar.
Leukemia Limfositik Akut
Limfosit imatur berploriferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer dan
menggangu perkembangan sel normal. Akibatnya:
Hematopoesis normal terhambat, mengakibatkan penurunan jumah leukosit,
sel darah merah, dan trombosit. Eritrosit dan trombosit jumlahnya rendah dan
leukosit jumlahnya dapat rendah atau tinggi tetapi selalu terdapat sel imatur.
Manifestasi infiltrasi leukemia ke organ-organ lain lebih sering terjadi pada
LLA daripada jenis leukemia lain dan mengakibatkan :
- Nyeri karena pembesaran hati dan limpa
- Sakit kepala
- Muntah karena keterlibatan meninges, dan
- Nyeri tulang.
Leukemia Limfositik Kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan baru terdiagnosa pada saat
penanganan fisik atau penanganan untuk penyakit lain. Manifestasi yang mungkin
terjadi adanya :
Anemia
Infeksi
Pembesaran nodus limfe dan organ abdominal
Jumlah eritrosit dan trombosit mungkin normal atau menurun.
Terjadi penurunan jumlah limfosit (limfositopenia)
2.9 KOMPLIKASI
Komplikasi leukemia meliputi perdarahan dan infeksi, yang merupakan
penyabab utama kematian. Pembentukan batu ginjal, anemia dan masalah
gastroentestinal merupakan komplikasi lain.
Risiko perdarahan berhubungan dengan tingkat defisiensi trombosit
(trombositopenia). Angka trombosit rendah ditandai dengan memar (ekimosis)
dan petekia (bintik perdarahan kemerahan atau keabuan sebesar ujung jarum
di permukaan kulit). Pasien juga dapat mengalami perdarahan berat jika jumah
trombositnya turun sampai di bawah 20.000/mm3 darah. Dengan alasan tidak
jelas, demam dan infeksi dapat meningkatkan kemungkinan perdarahan.
Karena kekurangan granulosit matur dan normal, pasien selalu dalam keadaan
terancam infeksi. Kemungkinan terjadinya infeksi meningkat sesuai dengan
derajat netropenia, sehingga jika granulosit berada di bawah 100/ml darah
sangat mungkin terjadi infeksi sistemik. Disfungsi imum mempertinggi resiko
infeksi.
Penghancuran sel besar-besaran yang terjadi selama pemberian kemoterapi
akan meningkatkan kadar asam urat dan membuat pasien rentan mengalami
pembentukan batu ginjal dan kolik ginjal. Maka pasien memerlukan asupan
cairan yang tinggi untuk mencegah kristalisasi asam urat dan pembentukan
batu.
Masalah gastrointestinal dapat terjadi akibat infiltrasi leukosit abnormal ke
oran abdominal selain akibat toksisitas obat kemoterapi. Sering terjadi
anoreksia, mual, muntah, diare, dan lesi mukosa mulut.
2.10 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan laboratorium
Gejala yang terlihat pada darah tepi berdasarkan pada kelainan sumsum
tulang berupa pansitopenia, limfositosis yang kadang-kadang menyebabkan
gambaran darah tepi menoton dan terdapat sel blas. Terdapatnya sel blas
dalam darah tepi merupakan gajala patognomik untuk leukemia.kolesterol
mungkin rendah, asam urat dapat meningkat , hipogamaglobinea. Dari
pemeriksaan sumsum tulang akan ditemukan gambaran yang menoton, yaitu
hanya terdiri dari sel limfopoietik patologis sedangkan sistem lain terdesak
(aplasia sekunder). Pada LMA selain gambaran yang menoton, terlihat pula
adanya hiatus leukemia ialah keadaan yang memperlihatkan banyak sel blas
(mieloblas), beberapa sel tua (segmen) dan sangat kurang bentuk pematangan
sel yang berada di antaranya (promielosit, mielosit, metamielosit dan sel
batang).
b. Biopsi Limpa
Pemeriksaan ini memperlihatkan proliferase sel leukemia dan sel yang
berasal dari jaringan limpa yang terdesak, seperti limfosit normal, RES,
granulosit, dan pulp cell.
c. Pungsi Sumsum Tulang
Pungsi sumsum tulang merupakan pengambilan sedikit cairan sumsum
tulang, yang bertujuan untuk penilaian terhadap simpanan zat besi,
mendapatkan spesimen untuk pemeriksaan bakteriovirologis (biakan
mikrobiologi), untuk diagnosa sitomorfologi/ evaluasi produk pematangan sel
asal darah. Tempat yang biasanya digunakan aspirasi untuk pungsi sumsum
tulang adalah spina iliaka posterior superior (SIPS), krista iliaka, spina iliaka
anterior superior (SIAS), sternum di antara iga ke-2 dan ke-3 midsternal atau
sedikit di kanannya (jangan lebih dari 1 cm), spina dorsalis/prosesus spinosus
vertebra lumbalis.
d. Cairan Serebrospinal
Bila terdapat peninggian jumlah sel patologis dan protein,berarti suatu
leukemia meningeal. Kelainan ini dapat terjadi setiap saat pada perjalanan
penyakit baik dalam keadaan remisi maupun keadaan kambuh. Untuk
mencegahnya diberikan metotreksat (MTX) secara intratekal secara rutin pada
setiap pasien baru atau pasien yang menunjukkan gejala tekanan intrakranial
meninggi.
e. Sitogenik
Pada kasus LMK 70-90% menunjukkan kelainan kromosom, yaitu
kromosom 21 (kromosom Philadelpia atau Ph 1). 50-70% dari pasien LLA
dan LMA mempunyai kelainan berupa:
Kelainan jumlah kromosom seperti diploid (2n), hiploid (2n-a),
hiperploid (2n+a).
Kariotip yang pseudodiploid pada kasus dengan jumlah kromosom yang
diploid.
Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial depletion).
Terdapatnya marker chromosome yaitu elemen yang secara morfologis
bukan merupakan kromosom normal; dari bentuk yang sengat besar
sampai yang sangat kecil.
Untuk menentukan pengobatannya harus diketahui jenis kelainan yang
ditemukan. Pada leukemia biasanya didapatkan dari hasil darah tepi berupa
limfositosis lebih dari 80% atau terdapat sel blas. Juga diperlukan pemeriksaan dari
sumsum tulang dengan menggunakan mikroskop elektron akan terlihat adanya sel
patologis.
2.11 PENATALAKSANAAN MEDIS DAN PENUNJANG
a. Penetalaksanaan Medis
Transfusi darah, biasanya diberikan jika kadar Hb kurang dari 6g%. Pada
trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan
transfusi trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan
heparin
Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya).
Setelah dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya
dihentikan.
Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp,
metotreksat atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih
poten seperti vinkristin (Oncovin), rubidomisin (daunorubycine) dan
berbagai nama obat lainnya. Umumnya sitostatika diberikan dalam
kombinasi bersama-sama dengan prednison. Pada pemberian obat-
obatan ini sering terdapat efek samping berupa alopesia (botak),
stomatitis, leukopenia, infeksi sekunder atau kandidiasis. Bila jumlah
leukosit kurang dari 2000/mm3 pemberiannya harus hati-hati.
Infeksi sekunder dihindarkan (lebih baik pasien dirawat di kamar yang suci
hama/ steril).
Imunoterapi, merupakan cara pengobatan terbaru. Setelah tercapai remisi
dan jumlah sel leukemia cukup rendah (105-106), imunoterapi mulai
diberikan (mengenai cara pengobatan yang terbaru masih dalam
pengembangan).
Cara pengobatan berbeda-beda pada setiap klinik bergantung dari
pengalaman, tetapi prnsipnya sama, yaitu dengan pola dasar :
1. Induksi. Dimaksud untuk mencapai remisi dengan bebagai obat tersebut
sampai sel blas dalam sumsum tulang kurang dari 5%.
2. Konsolidasi. Bertujuan agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak
diri lagi.
3. Rumat. Untuk mempertahankan masa remisi agar lebih lama. Biasanya
dengan memberikan sitostatika setengah dosis biasa.
4. Reinduksi. Dimaksukan untuk mencegah relaps. Biasanya dilakukan setiap
3-6 bulan dengan pemberian obat-obat seperti pada induksi selama 10-
14 hari.
5. Mencegah terjadinya leukemia pada susunan syaraf pusat. Diberikan MTX
secara intratekal dan radiasi kranial.
6. Pengobatan imunologik.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Masalah pasien yang perlu diperhatikan umumnya sama dengan pasien
lain yang menderita penyakit darah. Tetapi karena prognosis pasien pada
umumnya kurang menggembirakan (sama seperti pasien kanker lainnya) maka
pendekatan psikososial harus diutamakan. Yang perlu diusahakan ialah
ruangan yang aseptik dan cara bekerja yang aseptik pula. Sikap perawat yang
ramah dan lembut diharapkan tidak hanya untuk pasien saja tetapi juga pada
keluarga yang dalam hal ini sangat peka perasaannya jika mengetahui
penyakit anaknya atau keluarganya.
Beberapa cara yang bisa kita anjurkan adalah hindari menyikat gigi
terlalu keras, karena bulu sikat gigi dapat mencederai gusi. Menyarankan klien
supaya berhati-hati ketika berjalan di lantai yang licin seperti kamar mandi
agar tidak jatuh. Memberikan klien dan keluarganya pendidikan kesehatan
bagaimana cara mengatasi perdarahan hidung, misalnya dibendung dengan
kapas atau perban, posisi kepala menengadah.
Untuk menangani infeksi klien harus menjaga kebersihan diri, seperti
mencuci tangan, mandi 3x sehari. Menganjurkan keluarga klien untuk
menjaga keersihan diri mereka, membatasi jumlah pengunjung karena
dikhawatirkan dapat menularkan penyaki-penyakit seperti flu dan batuk.
Menciptakan lingkungan yang bersih dan jika perlu pertahankan tehnik
isolasi.
2.12 PROSES KEPERAWATAN Pasien Leukemia
a. Pengkajian
1. Riwayat pemajanan pada faktor-faktor pencetus, seperti pemajanan pada
dosis besar radiasi, riwayat infeksi virus, genetik dan penyakit
herediter.
2. Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan manifestasi :
Pembesaran sumsum tulang dengan sel-sel leukemia yang selanjutnya
menekan fungsi sumsum tulang, sehingga menyebabkan beberapa gejala
di bawah ini:
Sakit kepala
Infeksi
Pemeriksaan darah menunjukkan perubahan sel darah putih
Anemia penurunan berat badan, kelemahan dan kelelahan,
pucat, malaise, muntah dan anoreksia.
Trombositopenia (jumlah trombosit rendah) Petekia, Ekimosis,
mudah memar, Kencenderungan perdarahan (pada gusi)
Netropenia Demam, berkeringat pada malam hari.
3. Infiltrasi organ lain dengan sel-sel leukemia yang menyebabkan
beberapa gejala seperti :
Hepatomegali
Splenomegali
Limfadenopati
Nyri tulang dan sendi
Hipertrofi gusi.
b. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul antara lain :
1. Nyeri b.d infiltrasi leukosit ke jaringan sistemik
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pada klien nyeri akan
berkurang.
Kriteria Hasil :
Menyatakan nyeri berkurang dengan indikator 1-3 (tidak ada,
ringan, sedang )
Ekspresi wajah tenang.
Tidak ada petunjuk non verbal tentang nyeri
HR 60-100x/mnt, RR 16-24x/mnt, TD 120/80mmHg.
Menerima medikasi nyeri sesuai yang diresepkan
Mengambil peran aktif dalam pemberian analgetik.
Skala nyeri 1-3 (tidak ada, ringan, sedang )
Intervensi Keperawatan :
1. Kaji karakteristik nyeri : lokasi, kualitas, frekuensi, dan durasi.
Rasional : Memberikan dasar untuk mengkaji perubahan pada
tingkat nyeri dan mengevaluasi intervensi.
2. Berikan terapi analgetik sesuai dengan instruksi dokter. Lakukan
penilaian respon pasien terhadap pemberian analgetik
Rasional : analgetik merupakan agen farmakologi yang berfungsi
mengurangi rasa nyeri, analgetik cenderung lebih efektif ketika
diberikan secara dini pada siklus nyeri, respon pasien memberikan
informasi tambahan tentang nyeri klien.
3. Berikan dukungan emosional dan menentramkan kekuatiaran pasien.
Rasional : mengurangi ketakutan dan ansietas akibat penyakit yang
di derita. Ketakutan dan ansietas akan meningkatkan persepsi nyeri.
4. Gunakan metode distraksi seperti relaksasi, teknik pernapsan dalam,
mendengarkan musik, dan imajinasi.
Raional : teknik pengalihan perhatian atau distraksi dapat membuat
mengurangi nyeri yang dirasakan pasien karena pasien tidak fokus
terhadap nyeri yang dialaminya.
2. Resiko infeksi b.d menurunnya daya tahan tubuh yang berkaitan
dengan neutropenia/ menurunnya sistem imun.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pada klien, klien akan
terbebas dari gejala infeksi.
Kriteria Hasil:
Faktor resiko akan hilang ditunjukkan dengan status imun pasien
Pasien menunjukkan pengendalian resiko, dibuktikan dengan
indikator berikut ini (antara 1-3: tidak pernah, jarang, kadang-
kadang,).
Mengindikasi status gastrointestinal, pernapasan, genitourinaria,
dan imum dalam batas normal.
Menunjukkan higiene pribadi yang adekuat.
Leukosit 4000 - 11.000/L, Neutrofil : 150-300/L
36-37oC
Intervensi Keperawatan :
1. Pantau tanda / gejala infeksi (misalnya suhu tubuh, denyut jantung,
pembuangan, penampilan luka, sekresi, penampilan urin, suhu
kulit, lesi kulit, keletihan dan malaise, nilai leukosit).
Rasional : memberikan dasar untuk mengkaji perubahan jika
terjadi kemungkinan infeksi
2. Kaji faktor yang meningkatkan serangan infeksi (misalnya: usia
lanjut, tanggap imun rendah, malnutrisi).
Rasional : untuk menentukan intervensi selanjutnya
3. Instruksikan untuk menjaga higiene pribadi untuk melindungi
tubuh terhadap infeksi baik pada pasien maupun keluarga.
Rasional : higiene pribadi dapat melindungi tubuh untuk
meminimalkan pajanan pada organisme infektif.
4. Berikan terapi antibiotik bila diperlukan sesuai dengan instruksi
dokter.
Rasional : diberikan sebagai profilaktik atau mengobati infeksi
khusus
5. Pertahankan teknik isolasi, bila diperlukan.
Rasional : ruangan yang terisolasi dapat meminimalkan
terpaparnya pasien dari sumber infeksi.
6. Lindungi pasien dari kontaminasi silang dengan tidak menugaskan
perawat yang sama untuk setiap pasien infeksi dan memisahkan
pasien infeksi dalam kamar yang berbeda.
Rasional : kontaminasi silang dapat memperbesar resiko infeksi
pada klien.
3. Intoleransi aktivitas : kelemahan secara menyeluruh akibat anemia.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pada klien, terjadi
peningkatan toleransi aktifitas.
Kriteria Hasil:
Mentolenrasi aktivitas yang biasa dilakukan dan ditunjukan dengan
daya tahan, penghematan energi, dan perawatan diri : Aktivitas
Kehidupan Sehari-hari (AKSI).
Menunjukkan penghematan energi, ditandai dengan indikator 1-5
(tidak sama sekali, ringan, sedang, berat, atau sangat berat),
menyadari keterbatasan energi, menyeimbangkan aktivitas dan
istirahat.
Mengungkapkan secara verbal pemahaman tentang kebutuhan
oksigen, pengobatan, dan/atau peralatan yang dapat meningkatkan
toleransi terhadap aktivitas.
Istirahat jika mengalami keletihan
Melaporkan tingkat keletihan
Hb : 13-16gr/dL (laki-laki), Hb : 12-14gr/dL (perempuan)
Ht : lk = 40-58%
Perempuan = 37-43%
ERITROSIT : Lk = 4,6-6,2 jt/mm3
Perempuan = 4,2-5,4 jt/mm3
HR 60-100x/mnt, RR 16-24x/mnt, TD 120/80mmHg, S :36-37oC
Intervensi Keperawatan :
1. Kaji Tanda-tanda Vital serta pantau respons kardiorespirasi
terhadap aktivitas (misalnya, takikardia, disaritmia lain, dispnea,
diaforesis, pucat, tekanan, hemodinamik, dan frekuensi respirasi)
pasien dan kadar Hb dalam darah.
Rasional : memberikan dasar untuk menentukan intervensi serta
tingkat kemampuan klien
2. Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan kemampuan untuk
berpartisipasi dalam aktifitas sehari-hari.
Rasional : menentukan derajat dan efek ketidakmampuan.
3. Berikan lingkungan tenang dan perlu istirahat tanpa gangguan.
Rasional : menghemat energi untuk aktifitas dan regenerasi seluler
atau penyambungan jaringan.
4. Pantau asupan nutrisi untuk memastikan keadekuatan sumber-
sumber energi serta berikan masukan protein dan kalori yang
adekuat.
Rasional : nutrisi kalori dan proten yang cukup dapat membantu
mengembalikan energi yang hilang dan meningkatkan toleransi
aktivitas.
5. Ajarkan pengaturan aktivitas dan teknik menajemen waktu untuk
mencegah kelelahan.
Rasional : pengaturan aktivitas dan menejemen waktu dapat
mengatur penggunaan energi sehingga dapat mencegah kelelahan.
4. Resiko cedera : perdarahan b.d trombositopenia
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pada klien,
menunjukkan resiko cedera menurun.
Kriteria Hasil:
Menunjukkan pengendalian resiko dibuktikan dengan indikator ini
1-3 (tidak pernah, jarang, kadang-kadang).
Menghidari cedera fisik.
Mempersiapkan lingkungan yang aman (misalnya, meniadakan
ketidakteraturan dan tumpahan, penempatan pegangan tangan,
penggunaan tikar karet, serta pegangan tangan di kamar mandi).
Tanda-tanda pendarahan berkurang. Ekimosis tidak ada/berkurang,
peteki tidak ada, epistaksis tidak ada atau jarang.
Trombosit : 150.000-450.000/L
Intervensi Keperawatan :
1. Gunakan semua tindakan untuk mencegah perdarahan khususnya
pada daerah ekimosis
Rasional : karena perdarahan memperberat kondisi pasien dengan
adanya anemia.
2. Laporkan setiap tanda-tanda perdarahan serta pantau kadar
trombosit dalamdarah (tekanan darah menurun, denyut nadi cepat,
dan pucat)
Rasional : untuk memberikan intervensi dini dalam mengatasi
perdarahan.
3. Gunakan jarum yang kecil pada saat melakukan injeksi
Rasional : untuk mencegah perdarahan.
4. Ajarkan keluarga dan pasien yang untuk mengontrol perdarahan
hidung.
Rasional : untuk mencegah perdarahan.
5. Menggunakan sikat gigi yang lunak dan lembut
Rasional : untuk mencegah perdarahan pada gusi.
6. Hindari obat-obat yang mengandung aspirin.
Rasional : karena aspirin mempengaruhi fungsi trombosit.
5. Gangguan citra tubuh b.d perubahan penampilan, fungsi dan
peran.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada klien,maka citra
tubuh an harga diri klien dapat diperbaiki.
Kriteria Hasil:
Harga diri yang positif
Menunjukkan citra tubuh, ditandai dengan indikator kekonsistenan
5 (positif).
Kongruen antara realitas tubuh, ideal tubuh, dan wujud tubuh.
Kepuasan terhadap penampilan dan fungsi tubuh.
Mempertahankan peran sebelumnya dalam pembuatan keputusan,
mengungkapkan perasaan dan reaksi terhadap kehilangan, ikut
serta dalam aktivitas perawatan diri.
Intervensi Keperawatan :
1. Kaji perasaan pasien tentang gambaran dan tingkat harga diri.
Rasional : Memberikan dasar untuk mengkaji perubahan pada
tingkat nyeri dan mengevaluasi intervensi.
2. Berikan motivasi untuk keikutsertaan yang kontinu dalam aktivitas
dalam aktivitas dan pembuatan keputusan.
Rasional : memberikan motivasi memungkinkan kontrol kontinu
terdapat kejadian dandiri klien
3. Berikan dukungan pada klien untuk mengungkapkan
kekhawatirannya.
Rasional : mengidentifikasi kekhawatiran merupakan satu tahapan
penting dalam mengatasinya.
4. Bantu klien dalam perawatan diri ketika keletihan
Rasional : kesejahteraan fisik meningkatkan harga diri.
5. Berikan motivasi kepada klien dan pasangannya ataupun keluarga
untuk saling berbagi kekhawatiran mengenai perubahan fungsi
seksual
Rasional : memberikan kesempatan untuk mengekspresikan
kekhawatirannya