bab i penyakit perio i

Upload: sitti-nur-qomariah

Post on 18-Oct-2015

203 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

OK

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangDiagnosis yang tepat sangat penting untuk menentukan perawatan. Diagnosis periodontal akan menentukan penyakit apakah yang muncul, kemudian identifikasi jenis, luas, distribusi dan keganasan, dan terakhir mengetahui proses patologis serta penyebabnya. Diagnosis periodontal ditentukan setelah analisis secara teliti dari sejarah kasus dan evaluasi klinis tanda serta gejala yang muncul. Diagnosis yang tepat terutama berasal dari informasi yang diperoleh dari riwayat medis pasien dikombinasikan dengan pemeriksaan rongga mulut. Pada pemeriksaan rongga mulut yang menjadi patokan antara lain adalah bau mulut, pemeriksaan mukosa, pemeriksaan gigi, pemeriksaan kelenjar limfe regional dan pemeriksaan jaringan periodontal. (Carranza, 2002)Dalam beberapa kasus, informasi tambahan berupa pemeriksaan radiografi atau laboratorium juga diperlukan dalam mendukung proses pengambilan keputusan secara keseluruhan atau menyingkirkan diagnosis lainnya. Pemeriksaan laboratorium merupakan penelitian perubahan yang timbul pada penyakit dalam hal susunan kimia dan mekanisme biokimia tubuh (perubahan ini bisa penyebab atau akibat). Pemeriksaan laboratorium juga sebagai ilmu terapan untuk menganalisa cairan tubuh dan jaringan guna membantu petugas kesehatan dalam mendiagnosis dan mengobati pasien. Sedangkan pada pemeriksaan radiografi operator bisa melihat kondisi jaringan yang terletak dibawah mukosa, yang tidak dapat dilihat secara langsung sehingga dapat memastikan kelainan yang terjadi di daerah tersebut.Namun, radiografik ini hanya merupakan pendukung, bukan untuk sebagai pengganti pemeriksaan klinis. Radiografi dapat menunjukkan perubahan dalam jaringan kalsifikasi; tidak mengungkapkan aktivitas sel saat ini tetapi menunjukkan pengaruh dari aktivitas sel sebelumnya terhadap tulang dan akar. Belum ada teknik pemeriksaan klinis khusus yang dapat digunakan untuk menunjukkan perubahan dalam jaringan periodonsium. Maka daripada itu dibutuhkan pengetahuan mengenai diagnosis dengan pemeriksaan umum maupun pemeriksaan penunjang untuk mendapatkan rencana perawatan yang tepat.1.2 Tujuan Penulisan1. Menjelaskan pentingnyapemeriksaan klinis danradiografik dalam mendukung penegakan diagnosa penyakit periodontal.2. Mengetahui kelainan-kelainan jaringan periodontal daripemeriksaan klinis dangambaran radiografik.

1.3 Manfaat PenulisanManfaat dari pembuatan makalah ini adalah mengetahui pentingnyapemeriksaan klinis danpengambilan foto radiografik untuk membantu mendiagnosa penyakit periodontal sehingga dapat diambil keputusan perawatan yang tepat.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pemeriksaan UmumDiagnosis yang tepat sangat penting untuk menentukan perawatan. Diagnosis periodontal akan menentukan penyakit apakah yang muncul, kemudian identifikasi jenis, luas, distribusi dan keganasan, dan terakhir mengetahui proses patologis serta penyebabnya. Diagnosis periodontal ditentukan setelah analisis secara teliti dari sejarah kasus dan evaluasi klinis tanda serta gejala yang muncul(Caranza, 2002).Sejak pertemuan pertama, dokter harus berusaha membuat penilaian keseluruhan dari pasien. Ini termasuk pertimbangan status mental dan emosional pasien, temperamen, sikap, dan usia fisiologis(Caranza, 2002).Sebagian besar sejarah medis diperoleh pada kunjungan pertama dan dapat dilengkapi dengan pertanyaan yang bersangkutan pada kunjungan berikutnya. Riwayat kesehatan dapat diperoleh secara lisan dengan menanyakan pasien kemudian dicatat pada selembar kertas kosong atau melalui kuesioner. Gambar 2.1 adalah bentuk kuesioner medis yang direkomendasikan oleh American Dental Association(Caranza, 2002).

Gambar 2.1Kuesioner medis yang direkomendasikan oleh American Dental Association(Caranza, 2002).

Rekam medis harus mencakup referensi sebagai berikut(Caranza, 2002):1. Apakah pasien di bawah perawatan dokter dan jika demikian, apa sifat dan durasi masalah serta terapi nya? Nama, alamat, dan nomor telepon dokter harus dicatat, karena komunikasi langsung dengan pasien mungkin diperlukan.2. Rincian tentang rawat inap dan operasi, termasuk diagnosis, jenis operasi, dan kejadian yang tak diinginkan, seperti anestesi, hemoragik, atau komplikasi infeksi, harus disediakan.3. Daftar semua obat yang dikonsumsi dan apakah mereka diberi resep atau diperolehover-the-counter. Semua kemungkinan efek dari obat-obat ini harus hati-hati dianalisis untuk mengetahui efeknya, jika ada, pada jaringan oral dan juga untuk menghindari pemberian obat yang akan berinteraksi negatif dengan mereka. Permintaan khusus harus dibuat mengenai dosis dan durasi terapi dengan antikoagulan dan kortikosteroid. Pasien mengambil golongan obat yang disebut bisphosphanates (misalnya, Actonel, Fosamax, Boniva, Aredia, dan Zometa), yang sering diresepkan untuk pasien dengan osteoporosis, harus berhati-hati kemungkinan masalah yang terkait dengan osteonekrosis rahang setelah menjalani segala bentuk bedah mulut yang melibatkan tulang.4. Sejarah harus diambil dari semua masalah medis (kardiovaskular, hematologi, endokrin, dll), termasuk penyakit menular, penyakit menular seksual, dan perilaku berisiko tinggi untuk human immunodeficiency virus (HIV).5. Setiap kemungkinan penyakit akibat kerja harus diperhatikan.6. Kecenderungan perdarahan abnormal, seperti mimisan, perdarahan berkepanjangan dari luka kecil, ekimosis spontan, kecenderungan berlebihan memar, dan perdarahan menstruasi yang berlebihan, harus dikutip. Gejala ini harus berkorelasi dengan obat pasien mengambil.7. Riwayat alergi harus diambil, termasuk demam, asma, kepekaan terhadap makanan, atau sensitivitas terhadap obat-obatan, seperti aspirin, codeine, barbiturat, sulfonamide, antibiotik, prokain, dan obat pencahar, dan bahan-bahan gigi seperti eugenol atau resin akrilik.8. Informasi yang dibutuhkan mengenai masa pubertas dan untuk wanita, menopause, gangguan menstruasi, histerektomi, kehamilan, dan keguguran.9. Riwayat medis keluarga juga harus disertakan, termasuk gangguan perdarahan dan diabetes.

2. Pemeriksaan Kesehatan Rongga Mulut2.2.1 Bau mulutSebagian besar, bau napas berasal dari rongga mulut. Gingivitis, periodontitis, dan terutama pelapisan lidah adalah faktor penyebab dominan. Secara umum, seseorang dapat mengidentifikasi dua jalur untuk bau mulut. Bau mulut pertama melibatkan peningkatan metabolit tertentu dalam darah sirkulasi (misalnya, karena penyakit sistemik), yang akan melarikan diri melalui alveoli paru-paru saat bernafas (darah-pertukaran gas). Jalur kedua melibatkan peningkatan baik beban bakteri atau jumlah substrat untuk bakteri ini di salah satu lapisan permukaan rongga orofaring, saluran pernapasan, atau kerongkongan. Semua jenis infeksi, ulserasi, atau tumor di salah satu daerah yang telah disebutkan sebelumnya sehingga dapat menyebabkan bau mulut. Bakteri yang paling sering terlibat adalahPorphyromonas gingivalis,Prevotella intermedia/nigrescens,Aggregatibacteractinomycetemcomitans(sebelumnyaActinobacillus actinomycetemcomitans),Campylobacter rektus,Fusobacterium nucleatum,Peptostreptococcus mikro,Tannerella forsythia,Eubacterium spp, danSpirochaetasp. (Newman et all, 2006.)Dalam kategori pasien khusus, subjek membayangkan mereka memiliki bau napas, ini disebut napas bau imajiner atau halitofobia. Yang terakhir telah dikaitkan dengan gangguan obsesif-kompulsif dan hipokondria. Halitosis terjadi sebagai akibat dari penyebab intraoral biasanya berasal dari posterior dorsum lidah dan mulut atau penyakit gigi, termasuk penyakit periodontal. Hal ini kemungkinan besar terjadi pada pasien dengan kondisi yang mendukung akumulasi makanan dan plak bakteri pada permukaan intraoral (gigi, gingiva dan jaringan mukosa, terutama dorsum lidah) dan pengembangan ekosistem anerobic. Faktor predisposisi termasuk kebersihan mulut yang buruk, gingiva dan penyakit periodontal, gangguan pada mukosa mulut, berkurangnya aliran saliva dan memakai peralatan gigi. (Sculy & Greenman, 2008)Halitosis kurang sering dikaitkan dengan ekstra-oral. Penyebab (yaitu kondisi dan penyakit yang tidak mempengaruhi terutama rongga mulut). Gangguan-infeksi pernapasan (dari hidung, sinus, faring tonsil dan daerah), serta penyakit pada sistem pencernaan-gastritis, dapat mengakibatkan adanya gas odiforous di udara dikeluarkan dari rongga mulut dan hidung. (Rio et all, 2008)

Gambar 2.2Coated Tongue (Newmann et all, 2006)

Untuk penyebab ekstraoral dari halitosis, senyawa lain selain yang VSCs mungkin terlibat, yang belum semuanya telah diidentifikasi.5Metabolit berbau buruk dapat dibentuk / diserap di setiap tempat di tubuh (misalnya, hati, usus) dan diangkut oleh aliran darah ke paru-paru. Pernafasan ini mudah menguap di udara alveolar kemudian menyebabkan halitosis, setidaknya ketika konsentrasi yang buruk metabolit berbau yang cukup tinggi. Cairan sulkus mencerminkan molekul beredar dalam darah dan dapat dengan demikian juga memainkan peran yang relevan namun karena jumlah kecil mungkin tidak sangat dominan. Penyebab ekstraoral jauh lebih sulit untuk mendeteksi, meskipun mereka kadang-kadang dapat diakui oleh khas bau. Diabetes mellitus yang tidak terkontrol dapat dikaitkan dengan bau manis keton, penyakit hati dapat diungkapkan oleh bau belerang.(Newman et all, 2006)

2. Pemeriksaan MukosaPemeriksaan mukosa meliputi: anatomi, (misal posisi frenulum, lebar attached gingiva) dan adanya keluhan (misal: stomatitis). Mukosa adalah lapisan basah yang berkontak dengan lingkungan eksternal, yang terdapat pada saluran pencernaan, rongga hidung dan rongga tubuh lainnya. Pada rongga ,ulut, lapisan ini dikenal denganoral mucous membraneatauoral mucosa.Oral mukosa dapat berfungsi sebagai: 1. Proteksi yaitu melindungi jaringan yang lebih dalam pada rongga mulut dengan bertindak sebagai pelindung utama dari iritan 2. Sensasi yaitu memberikan informasi tentang hal-hal yang terjadi di rongga mulut dan menerima stimulus dari luar mulut, 3. Sekresi yaitu mengeluarkan saliva yang dihasilkan oleh kelenjar liur yang menjaga kelembaban oral mukosa. (Nancy, 2003)Mukosa oral memiliki persarafan yang luas, yang memungkinkan mulut menjadi sangat reseptif sentuhan panas dan dingin. Pengecap juga terletak di mukosa mulut dan penting untuk pengecapan rasa. Sekresi utama yang terkait dengan mukosa mulut air liur, yang dihasilkan oleh kelenjar ludah. Kelenjar ludah mayor mengeluarkan sebagian besar air liur melalui saluran yang melewati mukosa mulut. (Nancy, 2003)Ada tingkat permeabilitas yang memungkinkan untuk penyerapan yang cepat ke dalam tubuh dalam keadaan tertentu misalnya permeabilitas mukosa oral digunakan dalam menggosok jus jeruk, atau minuman lain manis ketika penderita diabetes menderita gula darah rendah. (Nancy, 2003)

3. Pemeriksaan Gigi-gigia. Karies (terutama karies proksimal/ kelas 2)b. Vitalitas (jika non vitalkemungkinan ada kerusakan jaringan periodontal yang parah sehingga mengakibatkan kerusakan pulpa gigi)c. Dental stain, misalnya stain akibat tembakau, kopi, teh, dan akibat pemakaian obat kumur klorheksidin yang digunakan dalam jangka waktu lama)d. Malposisi (misalnya gigi berdesakanmengakibatkan retensi sisa makanane. Migrasimerupakan tanda adanya kerusakan jaringan periodontal (misa: migrasi gigi pada usia muda sering dijumpai pada kasus agressive periodontitis)f. Oklusi (mis: palatal bitemenyebabkan trauma pada margin gingiva sisi palatal) Menentukan kebiasaan parafungsi pasien (sepertibruxism,clenching,menggigit kuku) Mengidentifikasi adanya kontak prematur pada oklusi sentrik (Peter F, 2005)g. Kontak proksimal gigi-gigi (mis: tidak ada kontak proksimalretensi makanan di celah-celah antara 2 gigih. Wasting diseasesAdalah berkurangnya substansi gigi yang umumnya ditandai dengan permukaan yang halus/ licin meliputi: erosi :diakibatkan oleh faktor kimiawi sehingga terjadi dekalsifikasi (mis: akibat makanan/ minuman yang bersifat asam) abrasi : diakibatkan oleh faktor mekanis berupa gesekan yang terus menerus (mis: salah cara menyikat gigi, gesekan klamer atrisi: diakibatkan oleh faktor fungsional saat gigi berkontak dengan gigi antagonisi. Kegoyangan gigi, penting untuk menentukan keparahan dapat melalui 2 tahap. Yaitu:1. Initial/ intrasocket stagepergerakan gigi dalam batas kemampuan elastisitas ligamen periodontal2. Secondary stagepergerakan gigi yang memerlukan deformasi elastis dari tulang alveolar akibat adanya peningkatan kekuatan dlm arah horizontal dapat akibat adanya: Fraktur akar gigi Trauma Resorbsi tulang alveolar, akibat: meluasnya radang gingiva ke jaringan yang lebih dalam Proses patologis yang berawal dalam rahang Keparahan kegoyangan ditentukan untuk:1. Luas dan distribusi kerusakan2. bentuk dan panjang akar gigi3. perbandingan panjang akar dan mahkota gigi Cara menentukan kegoyangan: gigi dipegang dengan 2 handle instrument, satu sisi dengan handle instrument, sisi lain dengan jari, kemudian digerakkan ke semua arahj. Trauma oklusiterjadi sebagai akibat adanya beban pada oklusal (kekuatan oklusal) yang berlebihank. Sensitivitas Kimiawi (mis: rasa ngilu karena adanya rangk=sangan asam Mekanik (mis: sakit pada perkusi)l. Perawatan gigi yang sedang dijalani (mis: perawatan restoratif, pembuatan protesa gigi)m. Kebiasaan misal: merokok danbruxismn. Pemeriksaan depositPemeriksaan materi yang terakumulasi pada permukaan gigi sangatlah penting.Disclosing solutiondiperlukan untuk menemukan tempat dan distribusi plak. Akumulasi plak diukur dan dicatat secara berkala menggunakan indeks plak untuk mengawasi perkembangan terapetik. Pemeriksaan deposit ini sebaiknya dilakukan terakhir, sebab bahan pewarna plak yang digunakan disini dapat mengelabuhi tanda-tanda klinis penting yang lain misalnya perubahan warna gingiva. Beberapa klinisi lebih suka mengajukan pertanyaan pada pasien mengenai cara pasien membersihkan gigi pada saat membersihkan deposit ini ketimbang pada saat pemeriksaan riwayat kesehatan gigi. Masalah waktu tidaklah begitu penting, sepanjang informasi yang memungkinkan klinisi menghubungkan teknik dengan keefektifannya dapat diperoleh (Peter F, 2005). Pada gigi mempunyai arti penting untuk dapat menilai tingkat kebersihan mulut penderita dan cara menjaganya (mis: banyak ditemukan akumulasi makanan pada proksimal gigi-gigi, banyak ditemukan kalkulus, dll)o. Cara menjaga kebersihan mulut sikat gigi dental floss obat kumur

4. Pemeriksaan Kelenjar Limfe RegionalPemeriksaan ini diperlukan karena alasan:1. Penyakit periodontal tertentu dapat menimbulkan perubahan kelenjar limfe yang terdeteksi secara klinis2. Perubahan pada kel. Limfe merupakan tanda adanya kelainan yang dapat berupa: infeksi maupun adanya keganasan4. Pemeriksaan Jaringan PeriodontalPemeriksaan ini dilakukan secara sistematis berurutan agar dapat mendeteksi secara dini adanya kelainan jaringan periodontal. Pemeriksaan meliputi:a. Plak dan kalkulus (supra maupun subgingiva), dapat diperiksa dengandisclosing solution(untuk plak) dan sonde (untuk kalkulus). Karakteristik yang ditemukan pada pasien periodontitis kronis yang belum ditangani meliputi akumulasi plak pada supragingiva dan subgingiva, inflamasi gingiva, pembentukan poket, kehilangan periodontal attachment, kehilangan tulang alveolar, dan kadang-kadang muncul supurasi. (Carranza, 2002)

Gambar2.3Tanda klinis periodontitis kronis pada pasien usia 45 tahun dengan kesehatan oral yang kurang dan tidak ada perawatan gigi sebelumnya.(Carranza, 2002)

b. Gingiva, meliputi: warna, bentuk, konsistensi dan posisi, serta ada/ tidaknya perdarahan maupun rasa sakit.Pada pasien dengan oral hygiene yang buruk, gingiva membengkak dan warnanya antara`merah pucat hingga magenta. Hilangnyagingiva stipplingdan adanya perubahan topografi pada permukaannya seperti menjadi tumpul dan rata(cratered papila)(Carranza, 2002).Pada kebanyakan pasien, karakteristik umum seringkali tidak terdeteksi, dan inflamasi hanya terdeteksi dengan adanya pendarahan pada gingiva sebagai respon dari pemeriksaan poket periodontal. Kedalaman poket bervariasi, dan kehilangan tulang secara vertikal maupun horizontal dapat ditemukan. Kegoyangan gigi terkadang muncul pada kasus yang lanjut dengan adanya perluasan hilangnya attachment dan hilangnya tulang. Periodontitis kronis dapat didiagnosis dengan terdeteksinya perubahan inflamasi kronis pada marginal gingiva, adanya poket periodontal dan hilangnya attachment secara klinis.(Carranza, 2002)

Gambar 2.4Perdarahan saat probing dari derajat 1, derajat 2,derajat 3, hingga derajat 4. (Carranza, 2002)

Gingiva harus dikeringkan sebelum pengamatan untuk mendapatkan hasil yang akurat. Pantulan cahaya dari gingiva lembab dapat mengaburkan detail. Selain pemeriksaan visual dan eksplorasi dengan instrumen, palpasi yang tegas namun lembut harus digunakan untuk mendeteksi perubahan patologis dalam ketahanan normal, serta untuk daerah lokasi dari exudat (Carranza, 2011)

Gambar 2.5Gambaran gingiva normal yang mulai terjadi gingivitis. Fitur permukaan lebih baik di amati pada keadaan kering (Carranza, 2011)

Bagian dari gingiva untuk di amati adalah: warna, ukuran, kontur, konsistensi, tekstur permukaan, posisi, kemudahan perdarahan, dan nyeri. Setiap perbedaan harus dievaluasi dan tidak diabaikan. Distribusi penyakit gingiva dan sifatnya yang akut atau kronis juga harus diperhatikan. Klinis inflamasi gingiva dapat menghasilkan dua tipe dasar respons jaringan: edematous dan fibrosis. Edematous respon jaringan ditandai dengan, gingiva yang mulus mengkilap, lembut dan merah. Sedangkan dalam respon jaringan fibrosis, beberapa karakteristik normal bertahan, gingiva lebih tegas, berbintik, dan buram, biasanya lebih tebal, dan margin tersebut akan tampak bulat (Carranza, 2011)Ada kecenderungan untuk memperpanjang penggunaan indeks yang awalnya dirancang untuk studi epidemiologi dalam praktek gigi. Dari semua indeks yang diusulkan, indeks gingiva dan indeks perdarahan sulkus tampaknya yang paling berguna dan paling mudah ditransfer ke praktek klinis (Carranza, 2011)Indeks gingiva (LOE dan Silness) memberikan penilaian status inflamasi gingiva dapat digunakan dalam praktek untuk membandingkan kesehatan gingiva sebelum dan sesudah tahap I terapi atau sebelum dan setelah terapi bedah. Indeks ini juga dapat digunakan untuk membandingkan status gingiva pada kunjungan selanjutnya Mencapai kalibrasi yang baik intraexaminer dan interexaminer ini penting di klinik gigi (Carranza, 2011).Gingivitisdiukur dengangingivalindeks. Indeks adalah metoda untuk mengukur kondisi dan keparahan suatu penyakit atau keadaan pada individu atau populasi.IndeksGI (gingival Indeks)adalah indeks kesehatan gusi yangdigunakan untuk menilai statusgingivapasien dan mengikuti perubahan statusgingivaseseorang dari waktu ke waktu dan mengukur tingkat keparahannya.Kriteria indeks epidemiologi yang baik adalah mudah digunakan, dapat dilakukan untuk memeriksa sebanyak mungkin populasi dalam waktu singkat, menentukan kondisi klinik seobyektif mungkin, dan menghasilkan penilaian yang semaksimal mungkin, mudah dianalisis secara statistik.Pada penelitian epidemiologis,gingivaindeks digunakan untuk membandingkan prevalensigingivitispada kelompok populasi, dan untuk menilai efektivitas suatu pengobatan atau alat.Gingivaindeks pertama kali diusulkan pada tahun 1963 untuk menilai tingkat keparahan dan banyaknya inflamasigingivapada seseorang atau pada subjek dikelompok besar populasi. Menurut metoda ini keempat areagingivapada masing-masing gigi (buccal, labial, mesial, distal dan lingual), dinilai tingkat inflamasinya dan diberi skor dari 0 sampai 3.

Penilaiannya adalah :0 =Gingivanormal, tidak ada keradangan, tidak ada perubahan warna dan tidak ada perdarahan.1 = Peradangan ringan : terlihat ada sedikit perubahan warna dan sedikit edema, tetapi tidak ada perdarahan saatprobing.2 = Peradangan sedang : warna kemerahan, adanya edema, dan terjadi perdarahan saat probing3 = Peradangan berat : warna merah terang, atau merah menyala, adanya edema, ulserasi, kecenderungan adanya perdarahan spontan.

Tabel 2.1Kriteria keparahan inflamasi gingiva secara klinis:Skor indeks gingivaKeadaan gingiva

0,1 1,0Gingivitis rigan

1,1 2,0Gingivitis sedang

2,1 3,0Gingivitis parah

c. Palpasi dan supurasimencerminkan adanya abses, meliputi: Abses gingiva: tjd pada margin gingiva akibat adanya benda asing yang masuk ke dalam gingiva yang semula sehat Abses periodontal: akumulasi pus terlokalisir dalam dinding gingiva poket periodontald. Poket, pemeriksaan dilakukan dengan probing menggunakan periodontal probe.Poket periodontal mengandung debris yang pada dasarnya terdiri dari mikroorganisme dan produk-produknya (enzim, endotoksin dan produk metabolisme yang lainnya), plak gigi, cairan gingiva, sisa makanan, saliva dan epitel berdeskuamasi serta leukosit. Plak yang ditutupi kalkulus biasanya merupakan proyeksi dari permukaan gigi. Jika eksudat purulen muncul maka dia mengandung leukosit yang hidup yang mengalami degenerasi dan nekrotik (dominan PMN); bakteri yang hidup dan mati, serum dan sejumlah kecil fibrin.Eksudat purulen bukan merupakan tanda kedalaman atau keparahan poket, pada poket yang dangkal pun juga dapat ditemukan pus.(Carranza, 2002)

Gambar 2.6Pemeriksaan poket menggunakan dental probe (Newman, 2006)Periodontal probe digunakan untuk mengukur kedalaman poket gingiva dan untuk menentukan konfigurasinya. Kerikan mengukur kedalaman poket, probe dimasukkan dengan tekanan yang ringan dan hati-hati hingga mencapai dasar saku gingiva. Leher probe diarahkan hingga sejajar dengan sumbu panjang gigi. Pilih beberapa titik pengukuran untuk menentukan dalamnya perlekatan sepanjang permukaan gigi. (Newman et all, 2006)Tanda respon inflamasi, yaitu rubor (kemerahan), tumot (pembengkakan), dolor (nyeri), kolor (panas) dan fungsiolaesa (kehilangan fungsi). Oleh karena itu, dalam pemeriksaan klinis rongga mulut, didapatkan adanya pendarahan saat probing (Bleeding on Probing).(Grace A P, 2006.)

e. Penggunaan indeks periodontal misalnya: Gingival index(Loe and Silness) Sulcus bleeding index(Muhlemann and Son) Periodontal index(Russell)Kegunaan: untuk mengukur derajad inflamasi, derajat kerusakan, dan derajad akumulasi plak maupun kalkulus.2.2.6 Penyakit yang Berhubungan dengan Keadaan Klinis1. InfeksiInfeksi adalah proses saat organisme yang mampu menyebabkan penyakit masuk ke dalam tubuh atau jaringan dan menyebabkan trauma atau kerusakan. Terjadinya infeksi membutuhkan hilangnya resisitensihostterhadap infeksi (sawar fisik yang terganggu, respon humoral dan selular yang menurun). Bakteri menimbulkan beberapa efek sakit dengan melepaskan enzim (hemolisin, streptokinase, hyaluronidase); eksotoksin ( dilepaskan oleh bakteri gram positif); endotoksin (lipopolisakarida yang dilepaskan dari dinding sel bakteri gram negatif saat kematian sel. (Grace AP, 2006)2. InflamasiRadang(inflammation) adalah respon dari suatu organisme terhadap patogen dan alterasi mekanis dalam jaringan, berupa rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan yang mengalamicedera, seperti karena terbakar, atau terinfeksi.Radangatau inflamasi adalah satu dari respon utamasistem kekebalanterhadapinfeksidaniritasi. Inflamasi distimulasi oleh faktor kimia (histamin,bradikinin,serotonin,leukotrien, danprostaglandin) yang dilepaskan oleh sel yang berperan sebagai mediator radang di dalamsistem kekebalanuntuk melindungi jaringan sekitar dari penyebaran infeksi.(Grace A P, 2006.)Radang mempunyai tiga peran penting dalam perlawanan terhadap infeksi: memungkinkan penambahan molekul dan sel efektor ke lokasi infeksi untuk meningkatkan performa makrofag menyediakan rintangan untuk mencegah penyebaran infeksi mencetuskan proses perbaikan untuk jaringan yang rusak.Respon peradangan dapat dikenali dari rasa sakit, kulit lebam, demam dll, yang disebabkan karena terjadi perubahan padapembuluh darahdi area infeksi: pembesaran diameter pembuluh darah, disertai peningkatan aliran darah di daerah infeksi. Hal ini dapat menyebabkan kulit tampak lebam kemerahan dan penurunan tekanan darah terutama pada pembuluh kecil. aktivasimolekul adhesiuntuk merekatkan endotelia dengan pembuluh darah. kombinasi dari turunnya tekanan darah dan aktivasi molekul adhesi, akan memungkinkan sel darah putih bermigrasi ke endotelium dan masuk ke dalamjaringan. Proses ini dikenal sebagaiekstravasasi.Tanda respon inflamasi, yaitu rubor (kemerahan), tumot (pembengkakan), dolor (nyeri), kolor (panas) dan fungsiolaesa (kehilangan fungsi). Oleh karena itu, dalam pemeriksaan klinis rongga mulut, didapatkan adanya pendarahan saat probing (Bleeding on Probing).(Grace A P, 2006.)3. DegenerasiDegenerasi sel atau kemunduran sel adalah kelainan sel yang terjadi akibat cedera ringan. Cedera ringan yang mengenai struktur dalam sel sepertimitokondria dan sitoplasma akan mengganggu proses metabolisme sel.Kerusakanini sifatnya reversibel artinya bisa diperbaiki apabila penyebabnya segeradihilangkan. Apabila tidak dihilangkan, atau bertambah berat, maka kerusakanmenjadi ireversibel, dan sel akan mati. Kelainan sel pada cedera ringan yangbersifat reversibel inilah yang dinamakan kelainan degenerasi. Degenerasi ini akan menimbulkan tertimbunnya berbagai macam bahan di dalam maupun di luarsel.(Clive RT, 2005)Degenerasimerupakanperubahanfungsi biokimiawi, perubahan struktural, ataupun kombinasi dari keduanya karena cedera dan bersifat reversible. Bila sel terus menerus terkena cedera bisa terjadi nekrosis ataukematian sel yang bersifatirreversible. Faktor yang berpengaruh terhadap degenerasi, antara lain (Clive RT, 2005):1. Usia, Semakin bertambahnya usia, fungsi imunitas menurun jadi mudahterserang penyakit.2. Kurangnya Oksigenmengakibatkantransporionberkurang,sehinggametabolismesel terganggu.3. NutrisiNutrisi yang kurang mengakibatkan metabolisme terganggu4. Trauma4. TumorTumor adalah benjolan atau pembengkakan abnormal dalam tubuh, tetapi dalam artian khusustumor adalah benjolan yang disebabkan oleh neoplasma. Secara klinis, tumor dibedakan atasgolongan neoplasma dannonneoplasma misalnya kista, akibat reaksi radang atau hipertrofi.Neoplasma dapat bersifat ganas atau jinak. Neoplasma ganas atau kanker terjadi karena timbuldan berkembang biaknya sel secara tidak terkendali sehingga sel-sel ini tumbuh terus merusakbentuk dan fungsi organ tempat tumbuhnya. Kanker, karsinoma, atau sarkoma tumbuh menyusup (infiltrative) kejaringan sekitarnya sambil merusaknya (destruktif), dapat menyebar ke bagianlain tubuh, dan umumnya fatal jika dibiarkan. Neoplasma jinak tumbuh dengan batas tegas dan tidak menyusup, tidak merusak, tetapi membesar dan menekan jaringan sekitarnya (ekspansif), dan umumnya tidak bermetastasis, misalnya lipoma. (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)Sel tumor ialah sel tubuhyang mengalami transformasi dan tumbuh secara autonom lepas darikendali pertumbuhan sel normal sehingga sel ini berbeda dari sel normal dalam bentuk dan strukturnya. Perbedaan sifat sel tumor bergantung pada besarnya penyimpangan dalampertumbuhan, dan kemampuannya mengadakan infiltrasi dan menyebabkan metastasis. (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)

b. Pemeriksaan laboratoriumPemeriksaan Laboratorium merupakan pemeriksaan untuk menunjang diagnosis penyakit, guna mendukung atau menyingkirkan diagnosis lainnya. Pemeriksaan laboratorium merupakan penelitian perubahan yang timbul pada penyakit dalam hal susunan kimia dan mekanisme biokimia tubuh (perubahan ini bisa penyebab atau akibat). Pemeriksaan laboratorium juga sebagai ilmu terapan untuk menganalisa cairan tubuh dan jaringan guna membantu petugas kesehatan dalam mendiagnosis dan mengobati pasien. (Carl, 1993 dan Ronald, 2002)Pada umumnya diagnosis penyakit dibuat berdasarkan gejala penyakit (keluhan dan tanda), dan gejala ini mengarahkan dokter pada kemungkinan penyakit penyebab. Hasil pemeriksaan laboratorium dapat menunjang atau menyingkirkan kemungkinan penyakit yang menyebabkan, misalnya dalam pemeriksaan biakan darah pada demam tifoid, jika positif amat mendukung diagnosis, tapi bila negatif tak menyingkirkan diagnosis demam tifoid jika secara klinis dan pemeriksaan lain (misalnya pemeriksan WIDAL) menyokong. (Carl, 1993 dan Ronald, 2002)Dalam diagnosis penyakit kadang-kadang tidaklah mudah, terutama pada permulaan penyakit, gejala klinis penyebabnya masih berupa kemungkinan, meski dokter biasanya dapat menetapkan kemungkinan yang paling tinggi. Karena itu, pada tahap permulaan dokter tidak selalu dapat menentukan diagnosis penyakit. Diperlukan data-data tambahan dari pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lain. (Carl, 1993 dan Ronald, 2002)Menurut Henry dan Howanitz, para dokter memilih dan mengevaluasi uji-uji laboratorium dalam perawatan pasien sekurang-kurangnya satu dari alasan-alasan berikut ini:a. Untuk menunjang diagnosis klinisb. Untuk menyingkirkan kemungkinan suatu diagnosis atau penyakitc. Untuk digunakan sebagai pedoman terapi atau manajemend. Untuk digunakan sebagai panduan prognosise. Untuk mendeteksi suatu penyakit (uji saring)Dari lima hal di atas dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan laboratorium memiliki fungsi dan manfaat sebagai berikut:1. Skriningatau uji saring adanya penyakit subklinis, dengan tujuan menentukan resiko terhadap suatu penyakit dan mendeteksi dini penyakit terutama bagi individu beresiko tinggi (walaupun tidak ada gejala atau keluhan).2. Konfirmasi pasti diagnosis, yaitu untuk memastikan penyakit yang diderita seseorang, berkaitan dengan penanganan yang akan diberikan dokter serta berkaitan erat dengan komplikasi yang mungkin saja dapat terjadi3. Menemukan kemungkinan diagnostik yang dapat menyamarkan gejala klinis4. Membantu pemantauan pengobatan5. Menyediakan informasi prognosis atau perjalanan penyakit, yaitu untuk memprediksi perjalanan penyakit dan berkaitan dengan terapi dan pengelolaan pasien selanjutnya6. Memantau perkembangan penyakit, yaitu untuk memantau perkembangan penyakit dan memantau efektivitas terapi yang dilakukan agar dapat meminimalkan komplikasi yang dapat terjadi. Pemantauan ini sebaiknya dilakukan secara berkala.7. Mengetahui ada tidaknya kelainan atau penyakit yang banyak dijumpai dan potensial membahayakan8. Memberi ketenangan baik pada pasien maupun klinisi karena tidak didapati penyakitPemeriksan laboratorium dilakukan melalui prosedur pemeriksaan khusus dengan mengambil bahan atau sample dari penderita, yang dapat berupa darah,urine(air kencing),faeces,sputum(dahak), atausampledari hasilbiopsy. Perlu ditentukan pemeriksaan laboratorium yang efektif dan efisien, umumnya meliputi (Carl, 1993 dan Ronald, 2002):1. Pemeriksaan Hematologi, dapat berupa: Pemeriksaan darah lengkapPanel pemeriksaan demam, untuk mengetahui adanya penyakit infeksi yang dapat menimbulkan demam. Beberapa penyakit yang dapat menimbulkan demam adalah: bakteri/kumam penyebab infeksi saluran napas (TBC, Bronchitis), saluran kemih, saluran pencernaan (demam tifoid), darah (demam berdarah, malaria), dan lain-lain. Pemeriksaan fungsi hati dan pertanda hepatitis, untuk mengetahui adanya radang hati dan adanya gangguan pada fungsi hati. Pemeriksaan fungsi ginjal dan pemeriksaan kimia darah, untuk faal ginjal Pemeriksaan metabolisme gula, untuk diagnosis dan follow up kadar gula darah Pemeriksaan metabolisme lemak, untuk mengetahui kadar lemak darah untuk mendeteksi resiko terhadap kejadian penyakit. Pemeriksaan elektrolit darah, laju endap darah.2. Pemeriksaan Imunoserologi3. Pemeriksaan Radiologi: meliputi pemeriksaanrontgen,ultrasonografi(USG),computed tomography(CT Scan), magneticresonance imaging(MRI),intravenous pyelography(IVP), dan sebagainya. Dengan berbagai macam pemeriksaan radiologi ini dapat diketahui adanya anomali organ, massa, peradangan, perdarahan, sampai pada penilaian fungsi ekskresi dan kerusakan struktur organ.4. Pemeriksaan urine5. Pemeriksaan laboratorium pada kehamilan, pemeriksaan laboratorium pra-nikah6. Pemeriksaan faeces7. Pemeriksaan analisa cairan otak8. Pemeriksaan analisa getah lambung, duodenum, dan cairan empedu9. Pemeriksaan laboratorium lainnya seperti analisa sperma, batu empedu, cairan pleura, batu ginjal, sputum.Berikut merupakan pemeriksaan laboratorium yang berguna untuk menunjang diagnosa suatu penyakit.1. Diabetes Melitus : Glukosa darah, HbA1C2. Penyakit infeksi : darah lengkap, LED3. Imunodefisiensi : tes imun humoral maupun selular4. Gangguan waktu pendarahan : tes faal hemostasis5. Kolesterol : LDL6. Osteoporosis : Metabolisme Ca dan alkaline phospatase7. Hepatitis : SGOT, SGPT8. Gagal ginjal kronis : tes faal ginjal9. Kelainan genetik : tes kromosom10. Keganasan : tes pertanda tumor11. Stres : hormon kortisol12. Alkoholisme : tes keton urine

2.4Radiographic AIDS in the Diagnosis of Periodontal DiseaseRadiografi pada penyakit periodontal digunakan untuk mendiagnosa penyakit periodontal, menentukan prognosis dan mengevaluasi hasil perawatan. Meskipun begitu radiografi hanya merupakan pemeriksaan tambahan dan bukan pemeriksaan pengganti. Radiografi menunjukkan perubahan pada kalsifikasi jaringan. Radiografi tidak menampakan aktifitas seluler, tapi hanya menampakan efek seluler pada tulang dan akar. Teknik khusus belum digunakan secara klinik untuk menentukan atau menunjukan perubahan jaringan lunak periodonsium (Newman, 2006)

2.4.1The Normal Interdental SeptaEvaluasi radiografis perubahan tulang pada penyakit periodontal terutama didasarkan pada gambaran interdental septum, karena kepadatan struktur akar yang relatif dapat mengaburkan struktur lempeng tulang padat fasial dan lingual. Interdental septum biasanya memiliki perbatasan radiopak tipis, berdekatan dengan puncak ligamen periodontal, yang disebut lamina dura. (Newman, 2006)Evaluasi perubahan tulang pada penyakit periodontal pada umumnya berdasarkan dari tampilan tulang interdental karena struktur akar yang relatif padat seringkali mengaburkan fasial dan lingual plate. Tulang interdental normal tampak dengan outlined yang tipis, radiopak berdekatan dengan periodontal ligament dan pada alveolar crest disebut sebagai lamina dura. Karena lamina dura merupakan tulang kortikal yang melapisi soket gigi, bentuk dan posisi dari akar dan perubahan angulasi dari sinar x-ray menghasilkan gambaran yang bervariasi. (Newman, 2006)Lebar dan bentuk dari tulang interdental dan sudut puncaknya pada umumnya bervariasi tergantung dari konveksitas permukaan proksimal gigi dan level dari semento enamel junction (CEJ) dari gigi yang berdekatan. Diameter fasiolingual tulang berhubungan dengan lebar permukaan proksimal gigi. Angulasi puncak dari interdental septum pada umumnya sejajar dengan garis antara CEJ gigi yang bersangkutan. Ketika terdapat perbedaan level CEJ, puncak tulang interdental tampak lebih angular daripada horisontal. (Newman, 2006)

Gambar2.7Puncak tulang interdental yang berbentuk parallel. Lamina dura yang radiopak disekitar akar dan tulang interdental. (Newman, 2006)

2.4.2 Teknik RadiografiPada radiografi konvensional, proyeksi periapikal dan bitewing memberikan paling banyak informasi diagnostik dan paling sering digunakan untuk evaluasi penyakit periodontal. Untuk mendapatkan gambaran status tulang periodontal yang tepat dan akurat, dibutuhkan teknik eksposur yang tepat. Bone level, pola kerusakan, lebar periodontal ligamen, juga radiondensitas, pola trabekular dan kontur marginal dari tulang interdental, bervariasi dengan memodifikasi paparan dan waktu paparan, jenis film, dan sudut paparan x-ray.(Newman, 2006)Gambar 2.8Teknik radiografiPariapikal (A) dan bitewing (B) (Newman, 2006)

Prichardmempunyaiempat kriteriaberikut ini untuk menentukan angulasi yang memadai pada radiografiperiapikal:1. Gambar radiografi harus menunjukkan ujung cups molar dengan sedikit atau tidak ada penampakan oklusal.2. Cups enamel dan ruang pulpa harus berbeda.3. Ruang interproksimal harus terbuka.4. Kontak proksimal tidak boleh tumpang tindih kecuali gigi anomali.Untuk radiografi periapikal, teknik long-cone paralel adalah yang paling akurat untuk untuk proyeksi tulang alveolar. Teknik pembagian sudut (bisection angle techniques) memperpanjang gambaran proyeksi, membuat margin tulang tampak lebih dekat ke mahkota; level tulang fasial lebih terdistorsi daripada tulang fasial.Angulasi horisontal yang tidak tepat menghasilkan gambaran overlap, perubahan bentuk dari gambaran tulang interdental, mengubah lebah radiografik ligamen periodontal space dan gambaran lamina dura, dan distorsi luas dari furcation involvement.(Newman, 2006)

2.4.3Kerusakan Tulang pada Penyakit PeriodontalPerubahan desktrutif awal pada tulang yang tidak menghilangkan jaring termineralisasi tidak dapat dilihat dengan radiografi. Oleh karena itu tanda-tanda penyakit periodontal awal hanya dapat dideteksi secara klinis.a. Bone LossDengan gambaran radiografi kita dapat menentukan jumlah bone loss dalam penyakitr periodontal.Gambaran radiografik menunjukkan jumlahbone loss. Pengukuranbone lossadalah perbedaan antara tinggi tulang pasien secara fisiologis dan tinggi tulang yang tersisa, yaitu jarak antara alveolar crest dengan cement enamel junction. Penyebaranbone lossmerupakan tanda yang sangat penting saat diagnosa. Ini menunjukkan lokasi faktor-faktor destruktif di rongga mulut dan permukaan gigi.Septum interdental yang tingginya berkurang secara horizontal, angular atau vertikal dan tegak lurus dengan sumbu panjang gigi disebuthorizontal bone loss, angular atauvertical bone loss(Newman, 2006).b. Pola Kerusakan TulangPada penyakit periodontal, perubahan septa interdental mempengaruhi lamina dura, ukuran dan bentuk membran space serta contour tulang. Gambaran radiografi tidak menunjukkan morfologi internal atau kedalaman kerusakan interdental, yang terlihat hanya perubahan sudut dari tulang, yaitu horizontal atau angular vertikal. Ada banyak alas an untuk hal ini. Kerusakan tulang permukaan wajah tertutup oleh struktur akar yang padat dan kerusakan tulang pada permukaan akar mesial dan distal yang sebagian besar tertutupimylohyoid ridgeyang padat.(Newman, 2006)Dense cortical platepada permukaan lingual dan facial dari septa interdental mengalami kerusakan pada cancellous bone. Oleh karena itu terjadinya bentukan seperti kawah dalam di tulang antara pelat facial dan lingual. Untuk kerusakan interproksimalcancellous boneyang tampak secara radiografi, tulang kortikal harus mengalami penurunan minimal 0,5 atau 1,0 mm dari ketebalancortical plate. (Newman, 2006)2.4.4Radiographic Appearance of Periodontal DiseaseKelainan dapat terjadi pada jaringan keras dan jaringan lunak dalam rongga mulut. Suatu kelainan yang terjadi baik pada jaringan keras maupun jaringan lunak pada rongga mua.lut dapat diketahui melalui pemeriksaan obyektif dan ditunjang oleh pemeriksaan radiografi. Dengan pemeriksaan radiografi operator bisa melihat kondisi jaringan yang terletak dibawah mukosa, yang tidak dapat dilihat secara langsung. Sehingga dapat memastikan kelainan yang terjadi di daerah tersebut.(Newman, 2006)a. PeriodontitisSalah satu kelainan pada jaringan lunak gigi yang dapat dilihat pada pemeriksaan radiografi adalah kelainan yang terjadi pada jaringan penyangga gigi, seperti periodontitis. Dengan pemeriksaan radiograf dapat diketahui bagaimana gambaran periodontitis dan bagaimana membedakannya dengan kelainan yang lain.Berikut ini adalah tahapan dari perubahan radiografi pada periodontitis dan perubahan jaringan yang membentuknya.(Newman, 2006)Lamina dura yang kabur dan terputus pada septum interdental crest bagian distal atau mesial menjadi tanda perubahan radiografis yang paling awal pada periodontitis. Gambaran tersebut merupakan hasil dari inflamasi gingival yang berlanjut ke tulang menyebabkan melebarnya pembuluh darah dan reduksi dari jaringan keras pada margin interdental septum. Gambaran radiografi perubahan ini sangat tergantung dari tehnik foto yang digunakan (meliputi angulasi dari tube dan penempatan film di mulut) dan variasi anatomi (meliputi ketebalan dan kepadatan tulang interdental serta posisi dari gigi yang terlibat).Ada hubungan yang ditemukan antara crest lamina dura pada radiograf dengan atau tidak terjadinya inflamasi klinik, perdarahan pada saat probing, poket periodontal, dan kehilangan perlekatan,. Oleh karena itu disimpulkan bahwa terdapatnya crest lamina dura yang utuh dapat menjadi indikator dari kesehatan periodontal, mengingat keberadaannya berhubungan dengan diagnostik yang kurang.(Newman, 2006)1. Area radiolusensi yang berbentuk baji terbentuk pada bagian mesial atau distal dari crest tulang septal2. Terdapat proses destruktif yang berlangsung pada alveolar crest hingga interdental septum, sehingga tinggi tulang alveolar menjadi menurun. Gambaran radiolusen hingga interdental septum merupakan akibat inflamasi pada tulang yang berlanjut hingga ke dapam. Sel radang dan cairan, proliferasi dari sel jaringan konektif dan meningkatnya aktifitas osteoclast menyebabkan meningkatnya resorbsi tulang sepanjang tepi endosteal pada medullary spaces.Proyeksi radiopak yang memisahkan ruang radiolusen adalah gambar komposite yang erosi sebagian pada tulang trabekula.3. Tinggi dari septum interdental berkurang drastis karena inflamasi yang berlanjut dan terjadinya resorbsi tulang.(Newman, 2006)

Gambar2.9A. Interdental septumtampak normal,B. Penyatuan dan putusnya kontuinitas laminadura pada crest tulang bagian distal ke I1.Terdapat area radiolusenyangtajam pada crestdari septum interdental,C. Proyeksi radiolusen dari crestkedalam septum interdental mengindikasikan proses perluasan destruksi D. Kehilangan tulang yang berat. (Newman, 2006)

b. Interdental CratersGambaran radiologi dari Interdental craters terlihatsebagai daerah ireguler (tidak beraturan)karena berkurangnya kepadatan puncak tulang alveolar.Interdental craters umumnya tidak mempunyai batas yang jelas dengan tulang yang masih tersisa.Radiografi tidak dapat menggambarkan morfologi dan kedalaman interdental craters dengan tepat, sehingga tidak jarang terlihat seperti kerusakantulangvertikal.(Newman, 2006)

Gambar 2.10Gambaran dari inderdental craters yang tidak khas sehingga juga dapat terlihat seperti vertical defect (Newman, 2006)

Interdental craters merupakan cacat tulang berupa kavitas pada crest septum interdental yang dibatasi oleh dinding oral dan vestibular dan kadang-kadang dijumpai antara permukaan gigi dengan vestibular atau dasar mulut. Interdental craters terbentuk dari prinsip inflamasi yang menyebabkan kehilangan tulang pada periodontitis dan ditambah dengan aktifitas osteoklas, tanpa diikuti dengan pembentukan tulang. Osteoklas adalah multisel yang berasal dari monosit/makrofag dan merupakan sel penting yang berperan terhadap resorbsi tulang. Penelitian tentang kekurangan osteoklas pada tikus, menunjukkan peran sangat penting dari sel dalam resorbsi tulang. Osteoklas multinukleus telah menunjukkan resorpsi tulang alveolar pada hewan dan manusia akibat penyakit periodontitis. Pembentukan osteoklas didorong oleh keberadaan sitokin pada jaringan periodontal yang telah terinflamasi, dan proses ini merupakan pokok dalam mengontrol perkembangan proses resorpsi tulang alveolar. (Bartold et all, 2010)Faktor yang berpengaruh pada kerusakan tulang adalah bakteri dan host (pada penyakit periodontal). Produk bakterial plak meningkatkan diferensiasi sel progenitor tulang menjadi osteoklas dan merangsang sel gingiva untuk mengeluarkan suatu mediator yang memicu terjadinya hal tersebut. Produk plak dan mediator inflamasi untuk menghambat kerja dari osteoblast dan menurunkan jumlah sel-sel tersebut. Jadi, aktivitas resorpsi tulang meningkat, sedangkan proses pembentukan tulang terhambat sehingga terjadilah kehilangan tulang. (Bartold et all, 2010)Selain itu, pada penyakit yang berkembang cepat misalnya aggressive periodontitis, mikrokoloni bakteri atau sel bakteri tunggal mungkin ditemukan antara serat kolagen dan sepanjang permukaan tulang. Beberapa faktor host melepaskan sel inflamasi yang dapat menginduksi resorpsi tulang secara in vitro dan memainkan peran penting pada penyakit periodontal. Faktor tersebut meliputi host yang melepaskan prostaglandin dan prekursornya, interleukin-1 (IL-1) dan IL- serta TNF-. Saat diinjeksikan secara intradermal, prostaglandin E2 (PGE2) menginduksi perubahan vaskuler pada proses inflamasi; saat diinjeksikan pada permukaan tulang, PGE2 menginduksi resorpsi tulang dengan ketiadaan sel inflamasi dan dengan beberapa osteoklas multinukleat. Selain itu, NSAIDs seperti flurbiprofen dan ibuprofen, yang menghambat produksi PGE2, memperlambat kehilangan tulang secara alami yang terjadi pada penyakit periodontal anjing kecil dan manusia. Efek ini terjadi tanpa perubahan pada inflamasi gingiva dan meningkat pada periode 6 bulan setelah penghentian konsumsi obat. (Michael et all, 2002)

c. Furcation InvolvementDiagnosis yang tepat untuk menentukan furcation involvement adalah dengan pemeriksaan klinis, yang meliputi probing dengan menggunakan probe khusus (Nabers probe). Radiografi juga dapat membantu tetapi kadangkala artefak dapat terlihat sehingga memungkinkan terjadinya kesalahan diagnose.(Newman, 2006)Biasanya, bone loss yang terjadi secara klinis lebih luas daripada yang terlihat dalam gambaran radiograf. Variasi pada tehnik pembuatan gambaran radiograf dapat mengaburkan furcation involvement yang sebenarnya ada. Sebuah gigi dapat menunjukkan bifurcation involvement pada sebuah film, tetapi dapat terlihat tanpa adanya uninvolved pada film lainnya. Sehingga, radiograf harus diambil dengan sudut yang berbeda untuk mengurangi kemungkinan dari tidak terlihatnya furcation involvement.(Newman, 2006)

Gambar2.11:A. Furcation involvement ditunjukkan oleh radiolusensi triangular pada area bifurkasi pada molar pertama rahang bawah. Pada molar kedua hanya ditemukan sedikit penebalan pada space periodontal di area bifurkasi. B. Beberapa daerah sama, sudut yang berbeda. Radiolusen triangular pada bifurkasi Molar pertama hilang (Newman, 2006)

Untuk membantu dalam pendeteksi adanya furcation involvement, berikut ini beberapa kriteria yang harus dipenuhi agar diagnostic menjadi lebih jelas:1. Perubahan radiografik yang ringan pada daerah furkasi, hendaknya diteliti secara klinis terutama bila kehilangan tulang pada daerah dekat akar

Gambar2.12:Furcation involvement dipengaruhi oleh penyatuan bifurkasi molar pertama rahang bawah. Terutama ketika dihubungkan dengan kehilangan tulang pada akar (Newman, 2006)

2. Pengurangan radiodensitas daerah furkasi pada outline dari tulang trabekular menunjukkan adanya furcationinvolvment

Gambar2.13Furcatino involvement diindikasikan pada molar pertama dan kedua rahang oleh penebalanpada ruang periodontal dalam daerah furkasi. Furkasi pada molar ketiga juga termasuk, tetapi sebagian penebalan ruang periodontal tidak jelas oleh garis oblik eksternal. (Newman, 2006)

3. Apabila ada tanda kehilangan tulang yang berhubungan dengan molar berakar tunggal, ini dapat diasumsikan terjadi furcation involvment.

Gambar2.14:Furcation involvement pada molar pertama yang tidak jelas sebagian, adanya gambaran radiopak pada akar lingual (Newman, 2006)d. Abses PeriodontalGambaran radiografis dari periodontal abscess adalah adanya gambaran radiolusen sepanjang aspek lateral akar gigi. Bagaimanapun, gambaran radiografi dari abses periodontal tidak khas karena beberapa faktor yaitu:(Newman, 2006)1. Stage of lesion. Pada tahap awal dari abses periodontal akut terdapat keluhan nyeri yang hebat namun tidak ditemukan perubahan gambaran radiografi.2. Perluasan destruksi tulang dan perubahan morfologi tulang.3. Lokasi dari abses. Lesi pada jaringan lunak pada poket periodontal kurang dapat menghasilkan gambaran perubahan radiologi daripada kedalaman dari jaringan pendukung. Abses pada permukaan fasial atau lingual menjadi kabur karena gambaran radiopak akar; lesi interproksimal lebih sering terlihat pada gambaran radiografi.Oleh karena itu, radiografi sendiri tidak terlalu dapat dipercaya untuk mendiagnosis abses periodontal.(Newman, 2006)

Gambar2.15:Daerah radiolusen pada aspek lateral akar dengan abses periodontal kronis (Newman, 2006)

e. Clinical ProbingRegenerative dan respective desain flap dan insisi memerlukan pengetahuan yang tepat mengenai topografi tulang. Probing pada poket secara berhati-hati setelah dilakukan scaling dan root planning serngkali memerlukan local anaestesi dan evaluasi radiografi yang tepat dari lesi-lesi yang terdapat pada tulang. Gambaran radiograf diambil dengan menyertakan prob periodontal atau indicator lainnya (seperti Hirchfeld pointer) diletakkan di dalam poket yang teranastesi untuk menunjukkan kedalaman lesi tulang yang sebenarnya. Seperti diindikasikan sebelumnya, level attachment dari permukaan radikular atau interdental lesion dengan tulang fasial atau lingual yang tebal tidak dapat tervisualisasi dengan radiograf. Penggunaan indicator radiopak adalah diagnosis yang efisian untuk operatoragar dapat mengetahui gambaran kerusakan dari semua aspek.(Newman, 2006).

f. Localized Aggressive PeriodontitisLocalized Aggressive(biasanya localized juvenile) periodontitis ditandai dengan kombinasi dari beberapa radiografik berikut:1. Kehilangan tulang pada awalnya pada area incisivus atau daerah molar pertama rahang bawah dan rahang atas, biasanya bilateral, dan hasilnya vertikal, membentuk pola destruktif.2. Kerusakan tulang dapat berkembang menjadi generelized, tetapi tetap sedikit kehilangan pada premolar.

g. Trauma OklusiGambaran radiografi pada penderita dengan trauma oklusi memberikan perubahan gambaran pada ketebalan lamina dura, morfologialveolar crest, pelebaran periodontal ligamenspace.(Newman, 2006)

Gambar 2.16Pelebaran ligamen periodontal karena trauma oklusi(Newman, 2006)2.4.5 Digital Intraoral RadiographyDua sistem utama intraoral digital yang tersedia saat ini, yaituCharge-Coupled Device(CCD) atau pelengkap oksida logam semikonduktor (Complementary Metal Oxide Semiconductor/CMOS) reseptor sebagai detektor. Detektor ini diletakkan di mulut pasien dan dihubungkan oleh sebuah kawat ke komputer. Pada saat terkena paparan radiasi, hampir secara langsung, gambar radiografi muncul di layar komputer. Detektor tersebut kemudian dipindahkan ke posisi berikutnya, dan seterusnya, sampai seluruh daerah yang diinginkan tergambar. Sistem kedua menggunakanPhotostimulable Phosphor(PSP) yang menggunakanplatesebagai detektor.PlatePSP ini menyerupai film dengan salah satu sisinya terdapatplateyang berjajar yang dilapisi dengan lapisan PSP. Ketika berinteraksi dengan x-ray, PSP menyimpan energi, yang kemudian akan dilepaskan karena adanya rangsangan dari cahaya dengan panjang gelombang yang tepat.PlatePSP ditempatkan dan dipapar seperti film biasa.Plateyang terpapar ditempatkan pada pemindaiplatedan dipindai oleh sinar laser, kemudian gambar radiografi muncul pada layar komputer. (Newman, 2006)Kelebihan teknik radiografi digital lainnya dibandingkan dengan film konvensional adalah kecepatan prosesing gambar, diperlukan sedikit tempat untuk penyimpanan gambar dan kecilnya kontaminasi terhadap lingkungan. Diperkirakan 10-20% dari praktisi kedokteran gigi telah menggunakan teknologi radiografi digital dalam prakteknya. Angka ini akan terus meningkat selama 5-10 tahun kedepan dimana dokter gigi secara berkesinambungan akan pindah dari penggunaan film konvensional ke radiografi digital (Parks et al, 2002).

Gambar2.17Proses Digital Imaging Intraoral (Parks et al, 2002)

Gambar 2.18ProsesPhotostimulable Phosphor(PSP) (Parks et all, 2002)

Keuntungan dari Digital Radiologi intraoral(Bellowa, 2010):1. Radiasi dengan dosis rendah-sistem digital memerlukan kurang lebih dosis 80% dari D-Kecepatan film.2. Direct, sistem digital memberikan hasil segera tanpa menunggu film yang akan dikembangkan atau pelat yang akan dipindah.3. Penyimpanan dalam bentuk elektronik memungkinkan akses yang lebih cepat dan keamanan tinggi dengan biaya lebih rendah dan mengurangi kebutuhan ruang fisik4. Elektronik arahan-File dapat dikirimkan secara elektronik untuk tambahan ketika gambar yang disimpan secara digital.5. Memerlukan waktu yang relatif singkat. Karena gambar dapat disesuaikan pada komputer.f. Advanced diagnostic techniqueRadiografi adalah salah satu metode yang sering digunakan untuk eksaminasi klinis, untuk menegakkan diagnosis penyakit periodontal serta menentukan rencana perawatannya. Yang dapat digunakan untuk menentukan keparahan penyakit periodontal dan rencana perawatan adalah gambaran pelebaran ligamen periodontal, alveolar crest yang irregular, serta berkurangnya ketinggian tulang (Lanninget all,2006). Beberapaadvance radiographicsebagai penunjang pemeriksaan jaringan periodontal adalah:

Digital radiographyRadiologi dental klasik bergantung pada film yang berfungsi sebagai detektor dan media penyimpanan, sedangkan digital radiologi menggunakan detektor digital hanya untuk manghasilkan gambar, yang nantinya akan disimpan dalam media digital. Digital radiography memiliki empat tahap terpisah, yaitugeneration(tahap penghasilan gambar), tahap pemrosesan,archiving, dan presentasi gambar (Korneret all, 2007).

Gambar2.19Tahapan digital radiographyy (Korneret al, 2007)

BAB IIIPENUTUP1. KesimpulanDiagnosis yang tepat sangat penting untuk menentukanrencanaperawatanyang akan dilakukan. Diagnosis periodontal akan menentukan penyakit apakah yang muncul, kemudian identifikasi jenis, luas, distribusi dan keganasan, dan terakhir mengetahui proses patologis serta penyebabnya.Hal ini dapat ditentukan dengan melakukan pemeriksaan klinis dan menggunakan gambaran radiografi sebagai penunjang diagnosa kelainan suatu penyakit.2. SaranDokter gigi sebaiknyamengetahui tentang gambaran klinis dan radiografi pada rongga mulut untuk dapat menentukan diagnosa dan rencana perawatan yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Bellowa, Jan. 2010. Digital Intraoral Radiology Standard of Care for Dental Diagnostics. Information and insights into radiography using your IDEXX Digital Imaging System Volume 3 No. 3.Bartold, PM. Cantley, MD & Haynes, DR. (2010)Mechanism And Control Of Pathologic Bone loss In Periodontitis. Periodontology 2000, vol. 53, 55-69Carl E Speicher,M.D. 1993.PemilihanUji Laboratorium yang Efektif. Jakarta: EGC. Edisi 1, halaman 9-15,35-40.Carranza FA, Jr.Rationale for periodontal treatment, in: Carranza FA Jr & Newman MG (eds),Clinical Periodontology, 10thedition, Philadelphia, WB Saunders Co. 2006. p:340-356Clive, R Taylor. Patologi Anatomi. 2005. Jakarta: EGCDowden J (ed). Therapeutic Guidelines: Oral and Dental (1st edition). North Melbourne: Therapeutic Guidelines Limited, 2007.Fedi Peter F. Terjemahan The Periodontic Sillabus. 2005. Jakarta: ECG.Field A, Longman L. Tyldesley's Oral Medicine (5th edition). Oxford: Oxford University Press, 2003.Grace, A Pierce. 2006. Ed 3. At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta: Erlangga.Jenkins WMM & Allan CJ. Periodontics: A Synopsis. 2000. MPG Books: Bodmin, Cornwall.Korner, Markuset all.2007.Advances in Dental Radiography: Physical Principals and System Overview.RadioGraphics 2007; 27. Pp 675. Available at:http://radiographics.rsna.org/content/27/3/675.full.pdf+html. Acessed at:3rdof November 2012.Lanning, Sharon Ket all.2006.Accuracy and Consistency of Radiographic Interpretation among Clinical Instructors Using Two Viewing Systems.Journal of Dental Education vol. 70 no. 2. Pp 149. Available at:http://www.jdentaled.org/content/70/2/149.full.Accessed at:4thof November 2012.Michael GN., Henry HT.,Fermin AC.Bone Loss and Patterns of Bone Destruction.Carranza's clinical periodontology-9th ed. W.B. Saunders Company: Philadelphia. 2002Nanci A. Ten Cate's Oral Histology: Development, Structure, and Function (6th edition). St Louis: Mosby, 2003.NewmanMG, Takei HH, Carranza FA, & Klokkevold PR. 2006.Carranza's clinical periodontology,11thed.St.Louis: Saunders Elsevier. Hal.332.Newman, Michael G, Fermin A. Carranza, et all, 2012,Clinical Periodontology11th Edition, Elsevier Saunders, St. Louis, Missourt, pp. 349Parks, Edwin et al. 2002. Digital Radiography:An Overview. The Journal of Contemporary Dental Practice, Volume 3, No. 4, November 15, 2002Rio AC, Franchi-Teixeira AR, Nicola EM. Relationship between the presence of tonsilloliths and halitosis in patients with chronic caseous tonsillitis. Br Dent J 2008: 204: E4Ronald A Spacher. 2002.Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta: EGC. Edisi 11, hal. 14Sjamsuhidajat, R., Jong, W.D., editor., Soft Tissue Tumor, dalamBuku Ajar Ilmu Bedah,Edisi 2. EGC, Jakarta, 2005,Wilson, Thomas G & Kornman, Kenneth S. Fundamentals of Periodontics. 2th ed. 2003. Quintessence Publishing. Hongkong.

38