bab i (repaired)

42
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rongga mulut merupakan tempat hidup bakteri aerob dan anaerob yang berjumlah lebih dari 400 ribu spesies bakteri. Ratio antara bakteri aerob dengan anaerob berbanding 10:1 sampai 100:1. Organisme-organisme ini merupakan flora normal dalam mulut yang terdapat dalam plak gigi, cairan sulkus ginggiva, mucus membrane, dorsum lidah, saliva dan mukosa mulut. Infeksi odontogen dapat menyebar secara perkontinuitatum, hematogen dan limfogen, yang disebabkan antara lain oleh periodontitis apikalis yang berasal dari gigi nekrosis, dan periodontitis marginalis. Infeksi gigi dapat terjadi melalui berbagai jalan: (1) lewat penghantaran yang pathogen yang berasal dari luar mulut; (2) melalui suatu keseimbangan flora yang endogenus; (3) melalui masuknya bakteri ke dalam pulpa gigi yang vital dan steril secara normal. Infeksi odontogenik kebanyakan terjadi pada infeksi human. Keterangan ilmiah menerangkan bahwa adanya hubungan antara infeksi yang parah dengan peningkatan kerentanan karena adanya penyakit sistemik

Upload: arifatur-rokhmawati

Post on 13-Dec-2014

124 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

bab 1

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I (Repaired)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rongga mulut merupakan tempat hidup bakteri aerob dan anaerob yang

berjumlah lebih dari 400 ribu spesies bakteri. Ratio antara bakteri aerob dengan

anaerob berbanding 10:1 sampai 100:1. Organisme-organisme ini merupakan

flora normal dalam mulut yang terdapat dalam plak gigi, cairan sulkus ginggiva,

mucus membrane, dorsum lidah, saliva dan mukosa mulut. Infeksi odontogen

dapat menyebar secara perkontinuitatum, hematogen dan limfogen, yang

disebabkan antara lain oleh periodontitis apikalis yang berasal dari gigi nekrosis,

dan periodontitis marginalis. Infeksi gigi dapat terjadi melalui berbagai jalan: (1)

lewat penghantaran yang pathogen yang berasal dari luar mulut; (2) melalui suatu

keseimbangan flora yang endogenus; (3) melalui masuknya bakteri ke dalam

pulpa gigi yang vital dan steril secara normal.

Infeksi odontogenik kebanyakan terjadi pada infeksi human. Keterangan

ilmiah menerangkan bahwa adanya hubungan antara infeksi yang parah dengan

peningkatan kerentanan karena adanya penyakit sistemik seperti penyakit jantung,

DM, kehamilan, dan infeksi paru-paru. Ini karena adanya bakteri gram negative

yang menyebabkan terjadinya penyakit periodontal yang memicu produksi

lipopolisakarida, heat – shock protein dan proinflammatory cytokines. Karena ada

hubungan antra penyakit periodontal dan problem medis yang lain, maka penting

untuk mencegah terjadinya infeksi gigi sedapat mungkin atau mengetahui sedini

mungkin terjadinya infeksi gigi sehingga dapat dicegah atau diobati. Dokter gigi

dan dokter umum harus waspada terhadap terjadinya implikasi klinis pada

hubungan inter-relasi antara infeksi odontogenik dan kondisi medis lain yang

dapat berpengaruh terhadap pasien yang membutuhkan perawatan.

Page 2: BAB I (Repaired)

Penyakit infeksi dewasa ini masih merupakan urutan teratas, demikian pula

infeksi rongga mulut dan penyebarannya ke daerah maksilofasial. Infeksi

odontogen adalah yang paling umum dari semua infeksi yang terdapat pada oral

dan maksilofacial walaupun sebagian infeksi ini dapat ditangani dengan minimal

komplikasinya, tetapi ada juga yang menimbulkan kegawatan yaitu morbiditas,

septikemia, obstruksi jalan nafas, syok bahkan mortalitas. Penatalaksana harus

dilakukan dengan benar, hal tersebut dapat diperoleh bila mengetahui faktor

fisiologis dan anatomis dari hal-hal yang mempengaruhi penyebaran infeksi

odontogen. Oleh karena itu sebagai mahasiswa kedokteran gigi penting bagi kita

untuk mempelajari tentang penyebaran dan lokasi infeksi odontogen.

1.2 Rumusan Masalah

Perumusan masalah yang terdapat dalam laporan ini adalah berdasarkan

Skenario infeksi dalam Blok Kuratif dan Rehabilitatif, yaitu :

Pasien perempuan, usia 27 tahun datang ke bagian bedah mulut dengan

keluhan bengkak di bawah dagu dan sakit sejak 2 hari yang lalu. Awalnya pasien

mengeluh sakit gigi 33, beberapa hari kemudian timbul bengkak di bawah dagu

dan terus membesar. Riwayat pembengkakan sering dikeluhkan pasien dan

biasanya pasien mengobati sendiri dengan membeli obat di warung. Pasien

memiliki tekanan darah sistol 180 mmHg dan diastol 100 mmHg. Dari

pemeriksaan intraoral, terdapat sisa akar gigi 33, kemerahan di gusi regio 33,

lidah tidak terangkat, palpasi lunak, sakit, diffuse, dan terdapat fluktuasi.

Pemeriksaan ekstra oral tampak dagu seperti ganda warna kemerahan, diffuse,

sakit dan tidak ada fluktuasi. Pasien minta secepatnya giginya dicabut karena

kesakitan, tetapi dokter gigi menyarankan konsul dulu ke dokter jantung baru

dilakukan ekstraksi gigi 33.

Dari skenario di atas dapat diperoleh perumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pathogenesis dari infeksi tersebut sampai menimbulkan

pembengakakan intraoral dan ekstraoral?

Page 3: BAB I (Repaired)

2. Apa diagnosa dari kasus tersebut?

3. Apa rencana perawatan yang sesuai dengan diagnosa?

4. Bagaimana prosedur penatalaksanaan pada pasien hipertensi seperti pada

skenario di atas?

1.3 Tujuan

a) Menjelaskan patogenesis dari infeksi tersebut sampai menimbulkan

pembengakakan intraoral dan ekstraoral.

b) Menjelaskan diagnosa dari kasus pada skenario.

c) Menjelaskan rencana perawatan yang sesuai dengan diagnosa.

d) Menjelaskan prosedur penatalaksanaan pada pasien hipertensi seperti pada

skenario di atas.

Page 4: BAB I (Repaired)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Manusia biasanya hidup berdampingan secara mutualistik dengan mikrobiota

rongga mulut. Gigi dan mukosa yang utuh merupakan pertahanan pertama yang

hampir tidak tertembus apabila sistem kekebalan hospes dan pertahanan selular

berfungsi dengan baik. Apabila sifat mikroflora berubah, baik kualitas maupun

kuantitasnya, apabila sistem kekebalan dan pertahanan selular terganggu, atau

kombinasi dari hal-hal tersebut diatas, maka infeksi dapat terjadi (Pedersen, 1996).

Infeksi sendiri merupakan masuknya kuman patogen atau toksin ke dalam

tubuh manusia serta menimbulkan gejala sakit. Infeksi odontogen adalah infeksi yang

awalnya bersumber dari kerusakan jariangan keras gigi atau jaringan penyangga gigi

yang disebabkan oleh bakteri yang merupakan flora normal rongga mulut yang

berubah menjadi patogen (Soemartono, 2000). Penyebaran infeksi odontogen ke

dalam jaringan lunak dapat berupa abses. Secara harfiah, abses merupakan suatu

lubang berisi kumpulan pus terlokalisir akibat proses supurasi pada suatu jaringan

yang disebabkan oleh bakteri piogenik. Abses yang sering terjadi pada jaringan mulut

adalah abses yang berasal dari regio periapikal. Daerah supurasi terutama tersusun

dari suatu area sentral berupa polimorfonuklear leukosit yang hancur dikelilingi oleh

leukosist hidup dan kadang-kadang terdapat limfosit. Abses juga merupakan tahap

akhir dari suatu infeksi jaringan yang dimulai dari suatu proses yang disebut

inflamasi (Aryati, 2006).

Infeksi odontogenik dapat berasal dari tiga jalur, yaitu (1) jalur periapikal,

sebagai hasil dari nekrosis pulpa dan invasi bakteri ke jaringan periapikal; (2) jalur

periodontal, sebagai hasil dari inokulasi bakteri pada periodontal poket; dan (3) jalur

perikoronal, yang terjadi akibat terperangkapnya makanan di bawah operkulum tetapi

hal ini terjadi hanya pada gigi yang tidak/belum dapat tumbuh sempuna. Dan yang

paling sering terjadi adalah melalui jalur periapikal (Karasutisna, 2001). Infeksi

odontogen biasanya dimulai dari permukaan gigi yaitu adanya karies gigi yang sudah

Page 5: BAB I (Repaired)

mendekati ruang pulpa (Gambar 1), kemudian akan berlanjut menjadi pulpitis dan

akhirnya akan terjadi kematian pulpa gigi (nekrosis pulpa). Infeksi odontogen dapat

terjadi secara lokal atau meluas secara cepat. Adanya gigi yang nekrosis

menyebabkan bakteri bisa menembus masuk ruang pulpa sampai apeks gigi. Foramen

apikalis dentis pada pulpa tidak bisa mendrainase pulpa yang terinfeksi. Selanjutnya

proses infeksi tersebut menyebar progresif ke ruangan atau jaringan lain yang dekat

dengan struktur gigi yang nekrosis tersebut (Cilmiaty, 2009).

Infeksi odontogen dapat menyebar secara perkontinuatum, hematogen dan

limfogen, yang disebabkan antara lain oleh periodontitis apikalis yang berasal dari

gigi nekrosis, dan periodontitis marginalis. Infeksi gigi dapat terjadi melalui berbagai

jalan: (1) lewat penghantaran yang patogen yang berasal dari luar mulut; (2) melalui

suatu keseimbangan flora yang endogenus; (3) melalui masuknya bakteri ke dalam

pulpa gigi yang vital dan steril secara normal (Cilmiaty, 2009). Infeksi odontogen

menyebar ke jaringan-jaringan lain mengikuti pola patofisiologi yang beragam dan

dipengaruhi oleh jumlah dan virulensi mikroorganisme, resistensi dari host dan

struktur anatomi dari daerah yang terlibat (Soemartono, 2000).

Gambar 1 Ilustrasi keadaan gigi yang mengalami infeksi dapat

menyebabkan abses odontogen. (A) Gigi normal, (B) gigi mengalami

karies, (C) gigi nekrosis yang mengalami infeksi menyebabkan abses.

Sumber : Douglas & Douglas, 2003

Page 6: BAB I (Repaired)

Spasium fasial adalah suatu area yang tersusun atas lapisan fasial di daerah

kepala dan leher berupa jaringan ikat yang menembus otot dan berpotensi terserang

infeksi serta dapat ditembus oleh eksudat purulen. Ruang tersebut antara lain:

1. Spasium kaninus

Terletak antara otot levator anguli oris dan levator labii superior. Penderita

yang mengalami infeksi pada daerah ini menderita pembengkakan dan sembab di

bawah mata, kemerahan dan oedema sehingga lipatan nasolabial menghilang.

Juga di dapatkan nyeri tekan. Pada umumnya disebabkan infeksi pada kaninus

maksila, karena akarnya panjang infeksi akan menembus tulang sehingga

menimbulkan abses pada fosa kanina atau spasium kaninus.

2. Spasium bukal

Terletak diantara otot bucinator dan kulit superfisial fasial. Otot bucinator

terletak di superior sepanjang maksila dari premolar dan terletak di inferior

bagian permukaan lateral mandibula. Infeksi pada bagian ini disebabkan infeksi

pada molar maksila maupun infeksi pada molar mandibula yang menembus

tulang.

3. Spasium infratemporal

Terletak diposterior maksila, pada bagian medial berbatasan dengan lempeng

lateral prosesus pterigoideus tulang sphenoid dan bagian superior berbatasan

dengan dasar tengkorak. Infeksi di daerah ini biasanya disebabkan gigi posterior

maksila. Pada umumnya terdapat penonjolan jaringan tepat di atas dan di bawah

arkus zigomatikus, menyebabkan kesan dumbbell.

4. Spasium submental

Terletak antara simfisis dan tulang hyoid, bagian lateral dibatasi bagian

anterior otot digastrikus kanan dan kiri, bagian superior dibatasi otot mylohyoid

dan inferior dibatasi kulit. Infeksi daerah ini disebabkan gigi anterior mandibula.

5. Spasium sublingual

Barbatasan dengan dasar mulut dan lidah. Pembengkakan pada spasium ini

menyebabkan lidah terangkat.

Page 7: BAB I (Repaired)

6. Spasium submandibula

Dibatasi oleh otot digastrikus anterior dan posterior serta stylohyoid.

Dasarnya dibentuk oleh mylihyoid dan otot hyoglosus. Pembengkakan pada

daerah ini berawal dari tepi inferior mandibula dan meluas ke medial otot

digastrikus dan ke arah posterior tulang hyoid. Pada umunya disebabkan infeksi

pada daerah premolar dan molar. Apabila spasium sublingual, submandibula dan

submental bilateral terkena infeksi disebut sebagai Ludwig’s Angina. Pada

keadaan ini penderita mengalami trismus, kesulitan menelan dan bernafas.

Infeksi ini menyebar dengan luas dan menyebabkan obstruksi pernafasan serta

kematian.

7. Spasium masseter

Terletak antara lateral mandibula dan medial otot maseter, pada umumnya

disebabkan infeksi pada molar ketiga.

8. Spasium pterigomandibular

Terletak di medial mandibula dan lateral otot pterigomandibula medialis.

Pada umumnya tidak tampak pembengkakan tetapi penderita akan mengalami

trismus.

9. Spasium temporal

Terletak di posterior dan superior dari spasium pterigomandibula. Apabila

spasium ini mengalami infeksi maka akan terjadi pembengkakan di daerah

temporal, superior arkus zigomatikus dan orbital lateral.

10. Spasium faringeal lateral

Merupakan bagian dari spasium fasial servikal, bila terjadi perluasan

infeksi akan menyebabkan obstruksi pernafasan atau medistinitis. Penyulit

infeksi spasium ini adalah timbulnya trombosis pada daerah vena jugularis

interna, erosi arteri karotis dan mengganggu saraf IX samapi XII, serta

menyebarnya infeksi ke spasium retrofaringeal.

Page 8: BAB I (Repaired)

11. Spasium retrofaringeal

Dibentuk oleh jaringan ikat longgar yang terletak di belakang faring.

Infeksi pada daerah ini berakibat fatal karena dapat menyebar ke daerah

mediastinum. Pengobatan pada infeksi ini adalah melakukan insisi intraoral atau

servikal dan drainase.

12. Spasium prevertebral

Spasium ini meluas dari tuberkel faringeal pada dasar tengkorak sampai

diafragma.

(Pedersen, 1996)

Page 9: BAB I (Repaired)

BAB 3. PEMBAHASAN

3.1 Maping

Gangren radiks

Periapikal Abses

Subperiosteal Abses

Submukus abses di regio submental disertai gingival abses dan pembengkakan

ekstraoral

Terapi

Drainase Medikasi Ekstraksi

Antibiotik Antiinflamasi Analgesik

3.2 Patogenesis infeksi pada kasus di skenario

Infeksi odontogenik dapat berasal dari tiga jalur, yaitu (1) jalur periapikal,

sebagai hasil dari nekrosis pulpa dan invasi bakteri ke jaringan periapikal; (2) jalur

periodontal, sebagai hasil dari inokulasi bakteri pada periodontal poket; dan (3) jalur

perikoronal, yang terjadi akibat terperangkapnya makanan di bawah operkulum tetapi

hal ini terjadi hanya pada gigi yang tidak/belum dapat tumbuh sempuna. Dan yang

Page 10: BAB I (Repaired)

paling sering terjadi adalah melalui jalur periapikal. Infeksi odontogen biasanya

dimulai dari permukaan gigi yaitu adanya karies gigi yang sudah mendekati ruang

pulpa, kemudian akan berlanjut menjadi pulpitis dan akhirnya akan terjadi kematian

pulpa gigi (nekrosis pulpa). Infeksi odontogen dapat terjadi secara lokal atau meluas

secara cepat. Adanya gigi yang nekrosis menyebabkan bakteri bisa menembus masuk

ruang pulpa sampai apeks gigi. Foramen apikalis dentis pada pulpa tidak bisa

mendrainase pulpa yang terinfeksi. Selanjutnya proses infeksi tersebut menyebar

progresif ke ruangan atau jaringan lain yang dekat dengan struktur gigi yang nekrosis

tersebut.

Kasus pada skenario menyebutkan bahwa pada pemeriksaan intraoral

didapatkan gigi 33 gangren radiks, dimana gangren radiks ini merupakan salah satu

port the entry mikroorganisme penyebab infeksi dentoalveolar karena kondisi pulpa

gigi sudah dalam keadaan terbuka dan gigi dalam keadaan nekrosis.

Infeksi periapikal dapat menyebar ke jaringan jaringan lain mengikuti pola

patofisiologi yang beragam yang pada dasarnya dipengaruhi oleh: jumlah dan

virulensi mikroorganisme, resistensi dari host, dan struktur anatomi dari daerah yang

terlibat.

Infeksi periapikal dapat menyebar melalui tulang kanselus menuju ke

permukaan tulang dan setelah menembus lapisan korteks pus masuk ke jaringan lunak

disekitarnya yang biasanya didahului dengan keradangan pada periosteum tulang

alveolar di daerah tersebut (periostitis).

Arah penyebaran infeksi periapikal menuju ke jaringan lunak tersebut dipengaruhi

oleh dua faktor utama yaitu:

1. Ketebalan tulang yang meliputi apeks akar gigi

2. Hubungan antara tempat perforasi tulang dan tempat perlekatan otot-otot pada

maksila dan mandibula.

Rute yang paling umum penyebaran peradangan adalah melalui kontinuitas

jaringan dan spasia jaringan dan biasanya terjadi seperti yang dijelaskan di bawah ini.

Pertama, nanah terbentuk di tulang cancellous dan tersebar ke berbagai arah yang

Page 11: BAB I (Repaired)

memiliki resistensi jaringan paling buruk. Penyebaran pus ke arah bukal, lingual, atau

palatal tergantung pada posisi gigi dalam lengkung gigi, ketebalan tulang, dan jarak

perjalanan pus

Infeksi pada periapikal gigi akan menembus korteks tulang dan masuk ke

dalam jaringan lunak yang meliputinya melewati tulang dengan ketebalan paling

rendah. Bila paeks akar gigi yang bersangkutan lebih dekat dengan tulang labial

(labial plate) maka pus akan menyebabkan vestibular abses di bagian labial gigi

tersebut. Sebaliknya jika akar gigi lebih dekat dengan permukaan palatal maka yang

terjadi adalah palatal abses.

Gambar 2: Ilustrasi rute perjalanan pus pada penyebaran infeksi odontogen

(A) Abses intraalveolar (B) Abses superiosteal. Sumber : Fragiskos, 2007

Gambar 3: Ilustrasi rute perjalanan pus pada penyebaran infeksi odontogen

(A) Abses submukosa (B) Abses subkutan. Sumber : Fragiskos, 2007

3.3 Diagnosa Kasus pada Skenario

Diagnosa kasus pada skenario adalah submukus abses di regio submental

disertai gingival abses dan pembengkakan ekstraoral

Page 12: BAB I (Repaired)

Setelah menembus korteks dan periosteum tulang labial/bukal pus yang berasal

dari infeksi periapikal masuk ke dalam jaringan lunak di bawah permukaan mukosa

di daerah vestibulum. Keadaan ini rasa sakit sudah agak mereda dibandingkan dengan

subperiosteal absces. Jika abses ini menyebabkan vestibulum di sekitarnya bengkak

maka di sebut vestibular abses. Apabila pembengkakan hanya melibatkan gingiva di

sekitar gigi, maka disebut sebagai gingival abses.

Submental space adalah ruang yang terdapat di antara venter anterior musculus

digastricus dan di antara musculus mylohioid dan kulit. Submental space ini biasanya

terlibat oleh karena infeksi dari gigi-gigi rahang bawah di mana gigi gi tersebut cukup

panjang sehingga dapat menyebabkan perforasi tulang di bawah perlekatan musculus

mentalis. Pus yang keluar selanjutnya menuju ke pinggiran inferior mandibula dan

masuk ke dalam submental space.

Gambar 4 a) pola penyebaran abses spasia submental b) pembengkakan

ekstraoral di regio sekitar dagu

Ekstraoral berupa pembengkakan tidak berbatas jelas, palpasi sakit dan

pembesaran kelenjar limfe regional. Intraoral tanpak palpasi lunak, sakit, diffuse, dan

terdapat fluktuasi. Terdapat gigi gangren yang memberikan respon sakit pada perkusi

dan druk. Abses dapat pecah dan membentk drainase berupa fistel intra oral.

Page 13: BAB I (Repaired)

3.4 Rencana Perawatan

3.4.1 Drainase

3.4.1.1 Drainase melalui jalan insisi

Perawatan pada abses pada prinsipnya adalah insisi dan drainase. Insisi adalah

pembuatan jalan keluar nanah secara bedah (dengan scapel). Insisi drainase

merupakan tindakan membuang materi purulent yang toksik, sehingga mengurangi

tekanan pada jaringan, memudahkan suplai darah yang mengandung antibiotik dan

elemen pertahanan tubuh serta meningkatkan kadar oksigen di daerah infeksi.

Drainase adalah tindakan eksplorasi pada fascial space yang terlibat untuk

mengeluarkan nanah dari dalam jaringan, biasanya dengan menggunakan hemostat.

untuk mempertahankan drainase dari pus perlu dilakukan pemasangan drain,

misalnya dengan rubber drain atau penrose drain, untuk mencegah menutupnya luka

insisi sebelum drainase pus tuntas.

Prinsip berikut ini harus digunakan bila memungkinkan pada saat melakukan insisi

dan drainase adalah sebagai berikut:

a. Melakukan insisi pada kulit dan mukosa yang sehat. Insisi yang ditempatkan pada

sisi fluktuasi maksimum di mana jaringannya nekrotik atau mulai perforasi dapat

menyebabkan kerutan, jaringan parut yang tidak estetis.

b. Tempatkan insisi pada daerah yang dapat diterima secara estetis, seperti di bawah

bayangan rahang atau pada lipatan kulit alami

Page 14: BAB I (Repaired)

Gambar 5. Garis Langer wajah. Laserasi yang menyilang garis Langer

dari kulit bersifat tidak menguntungkan dan mengakibatkan

penyembuhan yang secara kosmetik jelek. Insisi bagian fasia

ditempatkan sejajar dengan ketegangan kulit. (Pedersen, 1996).

c. Apabila memungkinkan tempatkan insisi pada posisi yang bebas agar drainase

sesuai dengan gravitasi.

d. Lakukan pemotongan tumpul, dengan clamp bedah rapat atau jari, sampai ke

jaringan paling bawah dan jalajahi seluruh bagian kavitas abses dengan perlahan-

lahan sehingga daerah kompartemen pus terganggu dan dapat diekskavasi.

Perluas pemotongan ke akar gigi yang bertanggung jawab terhadap infeksi

e. Tempatkan drain (lateks steril atau catheter) dan stabilkan dengan jahitan.

f. Pertimbangkan penggunaan drain tembus bilateral, infeksi ruang submandibula.

g. Jangan tinggalkan drain pada tempatnya lebih dari waktu yang ditentukan;

lepaskan drain apabila drainase sudah minimal. Adanya drain dapat

mengeluarkan eksudat dan dapat menjadi pintu gerbang masuknya bakteri

penyerbu sekunder.

h. Bersihkan tepi luka setiap hari dalam keadaan steril untuk membersihkan bekuan

darah dan debris.

Page 15: BAB I (Repaired)

Teknik insisi dilakukan dengan tahapan sebagai berikut (Peterson, 2003).

(1)  Aplikasi larutan antiseptik sebelum insisi.

(2)  Anestesi dilakukan pada daerah sekitar drainase abses yang akan dilakukan

dengan anestesi infiltrasi.

(3)   Untuk mencegah penyebaran mikroba ke jaringan sekitarnya maka direncanakan

insisi :

Menghindari duktus (Wharton, Stensen) dan pembuluh darah besar.

Drainase yang cukup, maka insisi dilakukan pada bagian superfisial pada titik

terendah akumulasi untuk menghindari sakit dan pengeluaran pus sesuai

gravitasi.

Jika memungkinkan insisi dilakukan pada daerah yang baik secara estetik, jika

memungkinkan dilakukan secara intraoral.

Insisi dan drainase abses harus dilakukan pada saat yang tepat, saat fluktuasi

positif.

(4)  Drainase abses diawali dengan hemostat dimasukkan ke dalam rongga abses

dengan ujung tertutup, lakukan eksplorasi kemudian dikeluarkan dengan unjung

terbuka.  Bersamaan dengan eksplorasi, dilakukan pijatan lunak untuk

mempermudah pengeluaran pus.

(5)  Penembatan drain karet di dalam rongga abses dan distabilasi dengan jahitan

pada salah satu tepi insisi untuk menjaga insisi menutup dan drainase.

(6)   Pencabutan gigi penyebab secepatnya.

3.4.1.2 Punctie

Punctie (biasa diartikan tusukan) adalah prosedur medis dimana jarum digunakan

untuk membuat rongga yang bertujuan mengeluarkan darah , cairan atau jaringan dari

tubuh untuk pemeriksaan pada setiap kelainan pada sel atau jaringan. Punctie yang

merupakan praktek memasukkan jarum atau membuat sebuah lubang kecil di

Page 16: BAB I (Repaired)

jaringan, organ, untuk mengekstrak gas, cairan atau sampel. Pada tusukan, dapat

mencapai superficial.

Tindakan pungsi bertujuan bertujuan untuk menegakkan diagnosis sekaligus

untuk maksud terapi juga untuk mengurangi pus yang ada, sehingga pada saat insisi

nanah tidak terlalu banyak mengalir ke luar (menghindari terjadinya aspirasi)..

Teknik  Pungsi

Sebuah tusukan dilakukan dengan jarum atau trocar (kanul memotong atau

menusuk). Tempat masuk menusuk kulit. Instrumen yang digunakan harus

dinyatakan steril, setelah pemeriksaan klinis,pasien mungkin bisa dilakukan

sinar-X. Kulit didesinfeksi, dalam anestesi local/umum.

Sampel yang diambil kemudian akan diperiksa histologis (biopsi) atau

ditempatkan di laboratorium diagnostik.

Eksplorasi tusukan untuk mendirikan atau mengkonfirmasikan diagnosis.

3.4.1.3 Memakai jarum ekstirpasi

Gigi nekrosis dengan pembengkakan terlokalisasi atau abses alveolar akut atau

disebut juga abses periapikal / periradikuler akut adalah adanya suatu pengumpulan

pus yang terlokalisasi dalam tulang alveolar pada apeks akar gigi setelah gigi

nekrosis. Biasanya pembengkakan terjadi dengan cepat, pus akan keluar dari saluran

akar ketika kamar pulpa di buka.

Perawatan abses alveolar akut :

a) Mula-mula dilakukan buka kamar pulpa

b) Kemudian debridemen saluran akar yaitu pembersihan dan pembentukan saluran

akar secara sempurna bila waktu memungkinkan.

c) Lakukan drainase dengan menggunakan jarum ekstirpasi untuk meredakan

tekanan dan nyeri serta membuang iritan yang sangat poten yaitu pus.

d) Pada gigi yang drainasenya mudah setelah pembukaan kamar pulpa,

instrumentasi harus dibatasi hanya di dalam sistem saluran akar. Pada pasien

Page 17: BAB I (Repaired)

dengan abses periapikal tetapi tidak dapat dilakukan drainase melalui saluran

akar, maka drainase dilakukan dengan menembus foramen apikal menggunakan

file kecil sampai no. 25.

e) Selama dan setelah pembersihan dan pembentukan saluran akar, lakukan irigasi

dengan natrium hipokhlorit sebanyak-banyaknya.

f) Saluran akar dikeringkan dengan poin kertas, kemudian diisi dengan pasta

kalsium hidroksida dan diberi pellet kapas lalu ditambal sementara (Grossman,

1988; Walton and Torabinejad, 2002).

Beberpa klinisi menyarankan, jika drainase melalui saluran akar tidak dapat

dihentikan, kavitas akses dapat dibiarkan terbuka untuk drainase lebih lanjut,

nasihatkan pasien berkumur dengan salin hangat selama tiga menit setiap jam. Bila

perlu beri resep analgetik dan antibiotik. Membiarkan gigi terbuka untuk drainase,

akan mengurangi kemungkinan rasa sakit dan pembengkakan yang berlanjut

(Grossman, 1988, Bence, 1990).

Penatalaksanaan kasus-kasus dengan pembengkakan paling baik ditangani

dengan drainase, saluran akar harus dibersihkan dengan baik. Jika drainase melalui

saluran akar tidak mencukupi, maka dilakukan insisi pada jaringan yang lunak dan

berfluktuasi. Saluran akar harus dibiarkan terbuka dan lakukan debridemen,

kemudian beri pasta kalsium hidroksida dan tutup tambalan sementara. Sebaiknya

diberi resep antibiotik dan analgetik (Grossman, 1988; Walton and Torabinejad,

2002).

3.4.2 Medikasi

Abses gigi sering kali dapat menimbulkan rasa nyeri. Nyeri gigi yang muncul

akibat keradangan salah satunya disebakan oleh adanya infeksi dentoalveolar yaitu

masuknya mikroorganisme patogen ke dalam tubuh melalui jaringan dentoalveolar

(Sukandar & Elisabeth, 1995). Untuk mengatasi hal tersebut biasanya melalui

pendekatan farmakologis dengan pemberian obat analgesik untuk meredakan rasa

Page 18: BAB I (Repaired)

nyeri dengan efek analgesiknya kuat dan cepat dengan dosis optimal. Pasien dengan

nyeri akut memerlukan obat yang dapat menghilangkan nyeri dengan cepat, efek

samping dari obat lebih dapat ditolerir daripada nyerinya (Rahayu, 2007).

Obat anti inflamasi non steroid (non streroidal antiinflammatory drugs/

NSAIDs) adalah golongan obat yang terutama bekerja perifer dan memiliki aktivitas

penghambat radang dengan mekanisme kerja menghambat biosintesis prostaglandin

melalui penghambatan aktivitas enzim siklooksigenase (Ganiswara, 1995;

Kartasasmita, 2002). Efek analgesik yang ditimbulkan ini menghambat sintesis

prostaglandin sehingga dapat menyebabkan sensitisasi reseptor nyeri terhadap

stimulasi mekanik dan kimiawi. Prostaglandin dapat menimbulkan keadaan

hiperalgesia kemudian mediator kimiawi seperti bradikini dan histamin

merangsangnya dan menimbulkan nyeri yang nyata (Ganiswara, 1995).

Efek analgesik NSAIDs telah kelihatan dalam waktu satu jam setelah

pemberian per-oral. Sementara efek antiinflamasi telah tampak dalam waktu satu-dua

minggu pemberian, sedangkan efek maksimalnya timbul bervariasi dari 1-4 minggu.

Setelah pemberiannya peroral, kadar puncaknya di dalam darah dicapai dalam waktu

1-3 jam setelah pemberian, penyerapannya umumnya tidak dipengaruhi oleh adanya

makanan (Arbie, 2003).

Asam mefenamat digunakan sebagai analgesik; sebagai antiinflamasi, asam

mefenamat kurang efektif dibandingkan dengan aspirin. Asam mefenamat terikat

sangat kuat pada protein plasma. Oleh karena itu, interaksi terhadap obat

antikoagulan harus diperhatikan. Efek samping pada saluran cerna sering timbul

misalnya dispepsia dan gejala iritasi lain terhadap mukosa lambung. Dosis asam

mefenamat adalah 2-3 kali 250-500 mg sehari (Ganiswara, 1995).

Sedangkan pemberian antibiotik sendiri apabila memungkinkan, sebaiknya

pemilihan obat didasarkan pada hasil smear/pewarnaan gram, kultur dan tes

sensitivitas. Antibiotic yang dipilih diresepkan dengan dosis yang adekuat dan jangka

waktu yang memadai. Dosis subklinis tidak efektif dan bisa mengakibatkan terjadinya

resistensi pada bakteri pathogen tertentu. Kombinasi antibiotic tertentu misalnya satu

Page 19: BAB I (Repaired)

atau dua macam obat yang biasanya digunakan di Rumah Sakit untuk infeksi-infeksi

yang serius. Terapi antibiotic kombinasi yang biasanya dilakukan adalah suatu

antibiotic spectrum luas dengan obat yang termasuk dalam kelompok aminoglikosid.

Untuk merawat infeksi dengan baik biasanya dilakukan dengan mengkombinasikan

perawatan bedah, supportif, dan antibiotik.

a. Penicillin

Penicillin adalah antibiotic yang paling sering digunakan. Baik yang alami

maupun semisintetis mempunyai aktivitas bakteriosidal spectrum luas, dan bekerja

dengan kalan mengganggu pembentukan dan keutuhan dinding sel bakteri. Penicillin

adalah obat utama untuk mengobati sebagian besar penyakit infeksi orofasial dan

untuk profilaksis pada pasien risiko tinggi terhadap infeksi, apabila tidak ada riwayat

alergi.

b. Erythromycin

Erythromycin adalah antibiotic yang penting karena bisa digunakan untuk orang

yang alergi terhadap penicillin. Erythromycin efektif terhadap bakteri gram positif

yang peka terhadapnya. Obat ini biasanya tidak efektif untuk bakteri gram negative.

Erythromycin menghambat sintesis protein pada bakteri, bisa bersifat bakteriostatis

terhadap bakteri tertentu dan bakteriosid terhadap bakteri yang lain.

c. Cephalosporin

Cephalosporin secara structural dan farmakologis mirip dengan penicillin, yang

bisa menjelaskan reaksi alergnik-silang antara kedua kelompok tersebut

(kemungkinannya 5-10%, tetapi bisa lebih rendah apabila diberikan secara oral).

Cephalexin, cephaloglycin, cefadroxil, cephradine bisa digunakan secara oral dan

bisa diabsorbsi dengan baik di dalam saluran gastrointestinal. Cephalosporin bersifat

bakterisid terhadap sebagian besar jenis Streptococcus dan Staphylococcus tetapi

tidak efektif terhadap sebagian coccus gram negatif dan batang yang sering terlibat

dalam infeksi orofasial. Cephalosporin jangan digunakan sebagai antibiotic utama

tetapi sebaiknya digunakan sebagai cadangan untuk kasus-kasus dimana tes

sensitivitas menunjukkan bahwa obat tersebut adalah yang paling efektif.

Page 20: BAB I (Repaired)

d. Lincosamide

Clindamycin yang merupakan suatu derivate dari lincomycin, bisa diabsorpsi

dengan cepat apabila diberikan secara oral, dan mencapai konsentrasi maksimum

dalam darah selama ½-1 jam. Secara umum kegunaannya sangat dibatasi yakni pada

orang yang menderita kelainan ginjal. Clindamycin bersifat bakterisid, yatu dengan

cara menghambat sintesis protein. Walaupun clindamycin efektif terhadap sebagian

bakteri gram positif, indikasinya terutama untuk perawatan infeksi yang disebabkan

oleh coccus gram positif anaerob dan batang gram negative. Clindamycin

dicadangkan untuk infeksi serius yang disebabkan oleh bakteri anaerob yang rentan

terhadap obat ini, dan pada kasus dimana respon terhadap penicillin kurang baik.

Indikasi lainnya dalah pada pasien yang mengalami infeksi yang parah dan alergi

terhadap penicillin.

e. Metronidazole

Metronidazole adalah anti protozoa mulut (Trichomonas, Entamoeba) dan

anti-bakteri. Cara kerja bakteriosidnya dengan jalan mengganggu sintesis DNA. Obat

ini bisa diabsorpsi dengan baik apabila diberikan secara oral, dan terserap dengan

baik pada kebanyakan cairan dan jaringan tubuh termasuk saliva dan cairan

serebrospinal. Metronidazole efektif untuk bakteri anaerob. Apabila digunakan pada

kasus campuran (anaerob dan aerob), maka perlu ditambahkan antibiotic yang sesuai

untuk infeksi aerob. Pada kondisi penyakit hepar yang parah, dosisnya dikurangi.

Efek samping yang paling sering terjadi adalah mual, disertai dengan sakit kepala,

anoreksia dan kadang-kadang muntah.

f. Tetracyclin

Tetracycline merupakan obat yang bersifat bakteriostatis yang bekerja dengan

jalan menghambat sintesis protein. Tetracycline tidak dianjurkan sebagai obat utama

untuk infeksi orofasial yang serius. Obat ini sebaiknya digunakan apabila tes

sensitivitas menunjukkan perlunya pemberian obat tersebut, atau obat lain tidak ada,

atau pasien alergi terhadap obat utama. Untuk membantu absorpsinya, sebaiknya obat

Page 21: BAB I (Repaired)

ini diminum 1-2 jam sebelum atau sesudah makan. Tetracycline yang digunakan

selama odontogenesis, yaitu pertengahan kedua masa kehamilan sampai anak

berumur 8 tahun, bisa mengakbatkan perubahan warna pada gigi (kuning, abu-abu,

coklat).

Obat-obatan topical biasanya sering diberikan dalam b entuk kombinasi

dengan yang lain supaya spektrumnya lebih luas misalnya Bacitracin, Neomycin,

Gramicidine, Polymyxin B atau kombinasi lainnya.

3.4.3 Ekstraksi Gigi

Drainase menggunakan teknik ini digunakan pada kasus yang jika cairan

tersebut berada di sekitar apikal gigi misalnya abses periapikal. Cara-caranya adalah

seperti pada pencabutan gigi pada umumnya.

1. Gigi insisivus atas dicabut dengan menggunakan tang #150, dengan pinch

grasp dan tekanan lateral (fasial/lingual) serta rotasional. Tekanan lateral

lebih ditingkatkan pada arah fasial, sedangkan tekanan rotasional ke arah

mesial.

2. Gigi insisivus bawah dicabut dari posisi kanan atau kiri belakang dengan

menggunakan tang #150 dan sling grasp. Tekanan permulaan adalah lateral

dengan penekanan ke arah fasial. Ketika mobilisasi pertama dirasakan,

kombinasi dengan tekanan rotasional sangat efektif.

3. Gigi kaninus atas sangat sukar dicabut karena memiliki akar yang panjang

dan tulang servikal yang menutupinya padat dan tebal. Gigi ini dicabut

dengan cara pinch grasp. Tang yang digunakan #150 dipegang dengan telapak

tangan ke atas. Ada alternative untuk gigi ini yaitu dengan menggunakan tang

kaninus khusus, #1. Tekanan pencabutan yang utama adalah ke lateral

terutama fasial, karena gigi terungkit ke arah tersebut. Tekanan rotasional

digunakan untuk melengkapi tekanan lateral, biasanya dilakukan jika sudah

terjadi sedikit luksasi.

Page 22: BAB I (Repaired)

4. Gigi kaninus bawah dicabut dengan tang #151, yang dipegang dengan

telapak tangan ke bawah dan sling grasp. Tekanan yang diberikan adalah

tekanan lateral fasial, karena arah pengeluaran gigi adalah fasial. Tekanan

rotasional bias juga bermanfaat.

5. Gigi premolar atas dicabut dengan tang #150 dipegang dengan telapak ke

atas dan dengan pinch grasp. Premolar pertama dicabut dengan tekanan

lateral; ke arah bukal yang merupakan arah pengeluaran gigi. Gerakan

rotasional dihindarkan karena gigi premolar pertama atas ini memiliki dua

akar. Aplikasi tekanan yang hati-hati pada gigi ini untuk mengurangi

terjadinya fraktur akar. Fraktur pada gigi ini bias diperkecil dengan membatasi

gerak ke arah palatal. Gigi premolar kedua biasanya mempunyai akar yang

tunggal dan dicabut yang sama dengan gigi kaninus atas. Tang #150

digunakan kembali dengan tekanan lateral, yaitu bukal serta lingual. Pada

waktu mengeluarkan gigi ke arah bukal, digunakan kombinasi tekanan

rotasional dan oklusal.

6. Gigi premolar bawah,cara pencabutannya sangat mirip dengan teknik

pencabutan gigi insisivus bawah. Tekanan yang terutama diperlukan adalah

lateral/bukal, tetapi pada akhirnya bias dikombinasi dengan tekanan rotasi.

Pengeluaran gigi ini ke arah bukal.

7. Gigi molar atas dicabut dengan menggunakan tang #150, #53 atau #210,

dipegang dengan telapak tangan ke atas dan pinch grasp. Tang #210

walaupun ideal untuk pencabutan molar ketiga atas, dianggap universal dan

dapat digunakan untuk molar pertama dan kedua kanan dan kiri atas. Tekanan

pencabutan utama adalah ke arah bukal yaitu arah pengeluaran gigi.

8. Gigi molar bawah diicabut dengan menggunakan tang #151, #23, #222.

Tang #17 bawah, mempunyai paruh yang lebih lebar, yang didesain untuk

memegang bifurkasi dan merupakan pilihan yang lebih baik asalkan

mahkotanya cocok. Tekanan lateral untuk permulaan pencabutan gigi molar

adalah ke arah lingual. Tulang bukal yang tebal menghalangi gerakan ke

Page 23: BAB I (Repaired)

bukal dan pada awl pencabutan gerak ini hanya mengimangi tekanan lingual

yang lebih efektif. Gigi molarsering dikeluarkan ke arah lingual.

3.5 Penatalaksanaan pasien hipertensi dalam kedokeran gigi

Di Indonesia sendiri berdasarkan konsensus yang dihasilkan pada Pertemuan

Ilmiah Nasional Pertama Perhimpunan Hipertensi Indonesia pada tanggal 13-14

Januari 2007 belum dapat membuat klasifikasi hipertensi sendiri untuk orang

Indonesia. Hal ini dikarenakan data penelitian hipertensi di Indonesia berskala

nasional sangat jarang.

Karena itu para pakar hipertensi di Indonesia sepakat untuk menggunakan

klasifikasi WHO dan JNC 7 sebagai klasifikasi hipertensi yang digunakan di

Indonesia.

Klasifikasi Hipertensi menurut WHO

Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)

Optimal < 120 < 80

Normal < 130 < 85

Tingkat 1 (hipertensi

ringan)

140-159 90-99

Sub grup : perbatasan 140-149 90-94

Tingkat 2 (hipertensi

sedang)

160-179 100-109

Tingkat 3 (hipertensi berat) ≥ 180 ≥ 110

Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 < 90

Sub grup : perbatasan 140-149 < 90

Klasifikasi Hipertensi menurut Joint National Committee 7

Page 24: BAB I (Repaired)

Kategori Sistol (mmHg) Dan/atau Diastole (mmHg)

Normal <120 Dan <80

Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89

Hipertensi tahap 1 140-159 Atau 90-99

Hipertensi tahap 2 ≥ 160 Atau ≥ 100

Klasifikasi Hipertensi Hasil Konsensus Perhimpunan Hipertensi Indonesia

Kategori Sistol (mmHg) Dan/atau Diastole (mmHg)

Normal <120 Dan <80

Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89

Hipertensi tahap 1 140-159 Atau 90-99

Hipertensi tahap 2 ≥ 160 Atau ≥ 100

Hipertensi sistol

terisolasi

≥ 140 Dan < 90

Hipertensi sering teridentifikasi dari riwayat kesehatan rutin yang diperiksasebelum tindakan

operatif. Pasien hipertensi yang terkontrol dengan baik tidak banyak menimbulkan masalah. Pasien

yang tidak terkontrol dengan baik dan menderita penyakit jangka panjang dengan gejala

seperti pusing-pusing, sakit kepala, perdarahan hidung,atau gejala seperti stroke, harus

dievaluasi secara cermat. Pasien dalam kelompok inisering juga menderita kegagalan jantung atau

ginjal dalam berbagai tingkat keparahan.Pengobatan yang meliputi diuretic, inhibitor adrenergic, dan

vasodilator, masing-masingmempunyai efek samping yang merugikan. Penatalaksanaan untuk

pasien hipertensidimodifikasi berdasarkan kebutuhan individual, dengan mempertimbangkan

hasilpemeriksaan tekanan darah pra-bedah, usia, riwayat kesehatan dan riwayat

pengobatandibandingkan dengan urgensi dan sifat pembedahan yang akan dilakukan.

Tindakanbedah mulut pada pasien yang mempunyai tekanan darah 185 mmHg (sistolik),

Page 25: BAB I (Repaired)

dantekanan diastolic 115 mmHg , umumnya merupakan kontraindikasi. Pasien yangmenunjukan

gejala-gejala pusing, sakit kepala, perdarahan hidung, atau gejala yangmenyerupai stroke

mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya infark miokardial akibatketakutan atau stroke (cedera

cerebrovaskular). Dalam kasus seperti ini, sebaiknyadilakukan penundaan perawatan dan

dikonsultasikan terlebih dahulu untuk mendapatkanobat antihipertensi yang efektif.

Pasien yang menderita hipertensi ringan atau sedang dengan tekanan darah yangdistabilisir

dengan pengobatan, boleh dirawat melalui kerja sama dengan dokterpribadinya. Biasanya anastesi

efektif untuk bedah dentoalveolar diperoleh denganpemberian mepivacaine 3% (Carbocaine).

Meskipun peranan hipertensi esensial masihdipertanyakan dalam meningkatkan perdarahan, tetapi

tidak adanya vasokonstriktorbenar-benar meningkatkan kemungkinan terjadinya perdarahan

intraoperatif. Jikaepinefrin digunakan, dosis totalnya dibatasi hanya sampai 0,2 mg (setara dengan

10Carpules dari epinefrin 1:100.000). Prinsip penggunaan larutan anastesi lokal minimalyang efektif

dapat diterapkan pada pasien hipertensi seperti yang biasanya diperlukanterhadap pasien yang lain.

Mungkin diperlukan sedative ringan prabedah, tetapi harussepengetahuan dokternya. Karena banyak

pasien hipertensi menderita hipotensi ortostatik (postural), akibat pengobatan antihipertensi (baik

diuretic maupun inhibitor adrenergic),maka menaikkan tinggi kursi unit sebaiknya dilakukan

perlahan-lahan, dan diperlukan seseorang untuk membantu pada waktu pasien berdiri.

Page 26: BAB I (Repaired)

BAB 4. PENUTUP

d.1 Kesimpulan

a) Infeksi odontogenik dapat berasal dari tiga jalur, yaitu (1) jalur periapikal,

sebagai hasil dari nekrosis pulpa dan invasi bakteri ke jaringan periapikal; (2)

jalur periodontal, sebagai hasil dari inokulasi bakteri pada periodontal poket;

dan (3) jalur perikoronal. Dalam skenario penyebaran terjadi melaluii jalur

periapikal, melalui gigi yang sudah gangrene radiks.

b) Patogenesis pada kasus di skenario: gigi 33 gangren radiks à Periapikal

abses gigi rahang bawah anterior à pus meluas ke periosteum di bawah

perlekatan otot mylohyoideus atau otot mentalis à subperiosteal abses

submentalis à menembus periosteum à subkutan abses submentalis.

c) Diagnosa kasus pada skenario adalah submukus abses di regio submental

disertai gingival abses dan pembengkakan ekstraoral. Submental space adalah

ruang yang terdapat di antara venter anterior musculus digastricus dan di

antara musculus mylohioid dan kulit.

d) Rencana perawatan yang dilakukan antara lain drainase yang di dapat melalui

insisi ekstraoral, dengan menggunakan jarum ekstirpasi atau dengan pungsi.

e) Medikasi yang di berikan yakni obat antibiotik dengan antiinflamasi, bisa

disertai pemberian analgesik ataupun tanpa analgesik.

Page 27: BAB I (Repaired)

Daftar Pustaka

Karasutisna, Tis dkk. 2001.Buku Ajar Ilmu Bedah Mulut. Infeksi Odontogenik.

Bandung: FKG Universitas Padjadjaran.

Pedersen, Gordon W, D.D.S, M.S.D. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta:

EGC.

Peterson, et al, 2002, Oral and Maxillofacial Surgery. Mosby, St. Louis

Topazian, Richard, G, Morton H, Goldberg. 1994. Oral and Maxillofacial Infections.

Philadelphia: W.B Saunders Company