bab i baru

Upload: amal-musthofa

Post on 09-Oct-2015

49 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

hubungan hargadiri dan merokok

TRANSCRIPT

58

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Lembaga Demografi Universitas Indonesia (tanpa tahun, disitasi oleh Jaya, 2009) sebanyak 427.948 orang meninggal di dunia rata-rata per tahunnya akibat berbagai penyakit yang disebabkan rokok. Hasil penelitian mengungkapkan, menghisap rokok menyebabkan lima juta orang meninggal setiap tahun. Pada tahun 2000 saja terjadi sekitar 4,8 juta kasus kematian prematur di seluruh dunia yang diakibatkan kebiasaan merokok. Tembakau membunuh hampir 6 juta orang setiap tahun. Lebih dari 5 juta kematian adalah hasil dari penggunaan tembakau langsung, sedangkan lebih dari 600 ribu adalah hasil dari non perokok yang terpapar perokok aktif. Jika tidak segera diambil tindakan, angka kematian tahunan bisa naik lebih dari 8 juta orang pada tahun 2030 (WHO, 2013 ). Menurut laporan ASEAN Tobacco Control Report Card (tanpa tahun, disitasi oleh Satiti, 2009) perokok aktif se-Indonesia saat ini berjumlah 56,6 juta orang, secara sukarela mengalokasikan dana yang terlampau besar untuk belanja rokok. Prevalensi merokok di kalangan remaja di Indonesia adalah yang tercepat di dunia (14,5 persen). Setengah dari perokok aktif itu terhitung usia produktif, terutama generasi muda. Berdasarkan survey yang dilakukan Global Youth Tobacco Survey (GYTS) Indonesia (2006, disitasi oleh Jaya, 2009) yang dilakukan terhadap remaja berusia 13-15 tahun, sebanyak 24,5 persen remaja laki-laki dan 2,3 persen remaja perempuan merupakan perokok, 3,2 persen diantaranya sudah kecanduan. Yang lebih mengkhawatirkan, 3 dari 10 pelajar mencoba merokok sejak mereka dibawah usia 10 tahun. Berdasarkan jumlah perokok, Indonesia adalah negara ketiga dengan jumlah perokok terbesar di dunia setelah China dan India (WHO, 2008). Remaja dibawah 18 tahun dinilai menjadi faktor penting bagi keberlangsungan industri rokok di Indonesia. Setidaknya itu terjadi dalam 50 tahun belakangan ini. Data 2004 menunjukkan jumlah perokok remaja 0,45 persen dari total keseluruhan jumlah remaja Indonesia 70 juta anak. Tahun 2008, peningkatan jumlah perokok remaja mengalami peningkatan hingga 2 persen (Kompas Cyber Media, 2009). Menurut Riskesdas (2010) umur pertama kali merokok pada usia 5-9 tahun sebesar 1,7%, pada usia 10-14 tahun sebesar 17,5%, pada usia 15-19 tahun sebesar 43,3%, pada usia 20-24 tahun sebesar 14,6%, pada usia 25-29 tahun sebesar 4,3% dan pada usia >30 tahun sebesar 3,9%. Sebuah penelitian di Jakarta menunjukkan 64,8 persen pria dan 9,8 persen wanita dengan usia diatas 13 tahun adalah perokok. Pada kelompok remaja, 49 persen pelajar pria dan 8,8 persen pelajar wanita di Jakarta sudah merokok (Triswanto, 2007). Remaja adalah generasi penerus bangsa, pelopor gerakan pembaharuan. Suatu negara perlu mempersiapkan generasi mudanya sebaik mungkin. Salah satu persiapan dan perencanaan untuk membentuk generasi muda yang sehat adalah dengan membebaskan remaja dari cengkeraman rokok. Jika merokok dibiarkan merajalela, maka amat berbahaya bagi remaja itu sendiri, lingkungan sekitar, dan masa depan bangsa (Istiqomah, 2003). Karakteristik remaja yang erat dengan keinginan adanya kebebasan, independensi, dan berontak dari norma-norma, dimanfaatkan para pelaku industri rokok dengan memunculkan slogan-slogan promosi yang mudah ditangkap mata dan telinga serta menantang (Jaya, 2009). Harga diri merupakan aspek penting dalam kepribadian. Setiap orang menginginkan penghargaan yang positif terhadap dirinya. Penghargaan yang positif akan membuat seseorang merasakan bahwa dirinya berharga, berhasil dan berguna (berarti) bagi orang lain. Meskipun dirinya memiliki kelemahan atau kekurangan baik secara fisik ataupun psikis. Terpenuhinya kebutuhan harga diri akan menghasilkan sikap positif dan percaya diri. Sebaliknya, apabila kebutuhan harga diri ini tidak terpenuhi, maka akan membuat seseorang atau individu berperilaku negatif (Ghufron, 2012). Remaja dengan harga diri rendah cenderung memiliki penghayatan bahwa dirinya tidak sebaik orang lain. Seringkali mereka merasa orang lain tidak menyukai diri mereka apa adanya. Kondisi ini membuat mereka lebih peka dan lebih memperhatikan penerimaan teman dekat. Sebaliknya, remaja dengan harga diri tinggi memiliki penilaian yang lebih baik tentang dirinya. Mereka merasa mampu mengendalikan perilaku sendiri dan mempengaruhi lingkungannya sehingga membuat mereka lebih mampu menahan tekanan untuk mengikuti terhadap perilaku merokok temannya (Coopersmith, 1967 disitasi oleh Ghufron, 2012). Hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan pada 25 Juni 2013, dari 32 siswa jurusan Teknik Mesin Perkakas di SMK Islam Kota Yogyakarta menyebutkan bahwa terdapat 25 siswa yang merokok, 6 orang siswa mengatakan mempunyai rasa yang kurang percaya diri dan kurang berharga dibandingkan siswa yang lain. Mereka mengatakan kurang adanya rasa penerimaan dan penghargaan maupun perlakuan kurang baik dari orang lain terhadap dirinya. Oleh karena hal tersebut mendukung mereka untuk melakukan suatu perilaku yang mereka anggap meningkatkan rasa percaya diri dan bisa diterima oleh teman-teman sebayanya yaitu mulai mencoba merokok. Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk mengkaji dan meneliti lebih lanjut dalam bentuk skripsi dengan judul : Hubungan Harga Diri Dengan Perilaku Merokok Pada Siswa di SMK Islam Kota Yogyakarta.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah adalah Apakah ada hubungan antara harga diri dengan perilaku merokok pada siswa di SMK Islam Kota Yogyakarta Tahun 2014?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Diketahuinya apakah ada hubungan harga diri dengan perilaku merokok di SMK Islam Kota Yogyakarta Tahun 2014.2. Tujuan Khususa. Untuk mengetahui tingkat harga diri siswa di SMK Islam Kota Yogyakarta Tahun 2014.b. Untuk mengetahui perilaku merokok siswa di SMK Islam Kota Yogyakartac. Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara harga diri dengan perilaku merokok pada siswa di SMK Islam Kota Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini antara lain :1. Secara Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan atau rujukan bagi penelitian yang memusatkan perhatian tentang hubungan antara harga diri dengan perilaku merokok pada siswa SMK.2. Manfaat Praktisa. Bagi Institusi Sekolah Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi tambahan bagi institusi sekolah bahwa harga diri perlu diperhatikan untuk mengatasi perilaku merokok pada siswab. Bagi Siswa SMK Untuk memberi masukan tentang pentingnya meningkatkan harga diri agar siswa menghindari perilaku merokok, karena harga diri yang tinggi dapat membuat siswa tidak mengikuti teman-temannya yang sudah menjadi perokok.

E. Keaslian Penelitian 1. Sulastri, (2008) dengan judul penelitian Hubungan Antara Harga Diri dengan Tingkat Depresi Pada Remaja Putri di Panti Asuhan Putri Aisyiyah Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan penelitian non eksperimental dengan pendekatan cross sectional. Cara pengambilan sampel yaitu dengan total sampling yaitu sebanyak 46 responden. Pengumpulan data dilakukan dengan memberikan kuesioner dan analisa data menggunakan uji statistik korelasi Spearman Rank. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara harga diri dengan tingkat depresi remaja putri Panti Asuhan Yatim Putri Aisyiyah Yogyakarta. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang hendak dilakukan adalah sama-sama mengukur tingkat harga diri, sedangkan letak perbedaannya adalah variabel yang lain yaitu perilaku merokok.2. Azkiyati, (2012) Hubungan Perilaku Merokok Dengan Harga Diri Remaja Laki-Laki yang Merokok di SMK Putra Bangsa. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelatif. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling pada siswa yang merokok di SMK Putra Bangsa. Uji korelasi menggunakan uji Chi-Square . Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara perilaku merokok dengan harga diri remaja laki-laki yang merokok (p value = 0,025 ; = 0,05). Persamaan penelitian ini adalah sama-sama mengukur variable harga diri dan perilaku merokok. Perbedaan penelitian adalah sampel yang digunakan menggunakan total sampling dan uji korelasi menggunakan uji statistik Kendall-Tau.3. Santoso, E.B (2008) Faktor-Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Perilaku Merokok Remaja Di Desa Godean Tamantirto Kasihan Bantul. Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan deskriptif analitik dengan pendekatan Cross Sectional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor orang tua tidak mempengaruhi perilaku merokok remaja, faktor teman dan faktor iklan mempunyai pengaruh terhadap perilaku merokok remaja. Persamaan penelitian ini adalah penelitian yang hendak dilakukan adalah sama-sama mengukur tingkat perilaku merokok sedangkan perbedaannya adalah variabel yang lain yaitu faktor lingkungan.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Harga Diri Menurut Bonner (1953, disitasi oleh Walgito, 2010) harga diri adalah suatu respon atau evaluasi seseorang mengenai dirinya sendiri terhadap pandangan orang lain mengenai dirinya dalam interaksi sosialnya. Keefektifan diri berkaitan erat dengan ide harga diri, misalnya penilaian diri tentang kompetensi seseorang dalam melakukan berbagai tugas. Evaluasi diri adalah proses mental yang berkelanjutan. Nilai diri atau harga diri adalah kebutuhan dasar manusia. Orang perlu merasa berharga dalam hidupnya. Harga diri penting dalam memelihara konsep diri (Potter & Perry, 2005). Lerner dan Spanier (1980, disitasi oleh Ghufron, 2012) berpendapat bahwa harga diri adalah tingkat penilaian yang positif atau negatif yang dihubungkan dengan konsep diri seseorang. Harga diri merupakan evaluasi seseorang terhadap dirinya sendiri dengan menghargai secara positif dan juga sebaliknya dapat menghargai secara negatif. Menurut Maslow (1970, disitasi oleh Saam, 2012) pengertian harga diri adalah penghargaan terhadap diri sendiri dan penghargaan dari orang lain. Penghargaan terhadap diri sendiri berasal dari kepercayaan diri, kemandirian diri dan kebebasan, sedangkan penghargaan dari orang lain timbul karena adanya prestasi. Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa harga diri merupakan evaluasi seseorang terhadap dirinya sendiri, yaitu bagaimana seseorang menghargai dirinya sendiri sebagai hasil interaksi sosialnya. Terpenuhinya kebutuhan harga diri akan menghasilkan sikap optimis dan percaya diri, tetapi jika kebutuhan harga diri tidak terpenuhi, maka akan membuat seseorang berperilaku negatif.

B. Faktor Yang Mempengaruhi Harga Diri Menurut Coopersmith (tanpa tahun, disitasi oleh Ghufron, 2012) terdapat lima faktor yang mempengaruhi harga diri. 1. Faktor Jenis Kelamin Menurut Ancok (1988, disitasi oleh Ghufron, 2012) wanita selalu merasa harga dirinya lebih rendah dari pada pria, seperti perasaan kurang mampu, kepercayaan diri yang kurang mampu, atau merasa harus di lindungi. Hal ini terjadi mungkin karena peran orang tua dan harapan-harapan masyarakat yang berbeda-beda baik pada pria maupun wanita.2. Intelegensi Individu dengan harga diri yang tinggi akan mencapai prestasi akademik yang tinggi daripada individu dengan harga diri yang rendah. Individu yang memiliki harga diri yang tinggi memiliki skor intelegensi yang lebih baik, taraf aspirasi yang lebih baik, dan selalu berusaha keras. 3. Kondisi Fisik Individu dengan kondisi fisik yang menarik cenderung memiliki harga diri yang lebih baik dibandingkan dengan kondisi fisik yang kurang menarik. Begitu pula dengan remaja yang terlalu memikirkan masalah ukuran dan bentuk tubuhnya. Mereka akan berusaha mati-matian untuk bisa mempertahankan bentuk tubuh atau menurunkan berat badannya. 4. Lingkungan Keluarga Penelitian Coopersmith dan Walgito (tanpa tahun, disitasi oleh Walgito, 2010) menunjukkan bahwa anak dari orang tua yang mempunyai sikap demokratik mempunyai harga diri yang positif apabila dibandingkan dengan anak yang mendapat sikap otoriter atau serba boleh. Dalam rangka pembentukan harga diri yang positif, sebaiknya orang tua perlu bersikap demokratik terhadap anaknya. Orang tua hendaknya memandang anak sebagai anak yang berarti, berikanlah kesempatan kepada anak untuk berdialog dengan orang tua dan untuk mengeluarkan pendapatnya, serta apabila diperlukan orang tua dapat memberikan pengarahan kepada anak.5. Lingkungan Sosial Klass dan Hodge (1978, disitasi oleh Ghufron, 2012) berpendapat bahwa pembentukan harga diri dimulai dari seseorang yang menyadari dirinya berharga atau tidak. Hal ini merupakan hasil dari proses lingkungan, penghargaan, penerimaan dan perlakuan orang lain kepadanya. Termasuk penerimaan teman dekat, mereka bahkan mau untuk melepaskan prinsip diri mereka dan melakukan perbuatan yang sama dengan teman dekat mereka agar bisa dianggap sehati walaupun perbuatan itu adalah perbuatan yang negatif.

C. Pembentukan Harga Diri Perkembangan atau terbentuknya harga diri seseorang tidak dapat lepas dari perkembangan manusia pada umumnya, khususnya perkembangan kepribadiannya. Peran lingkungan sangat penting dalam pembentukan dan perkembangan harga diri seseorang. Ini berarti bahwa lingkungan yang berbeda akan mempunyai pengaruh yang berbeda pula terhadap harga diri seseorang (Walgito, 2010). Menurut Coopersmith (tanpa tahun, disitasi oleh Gufron, 2012) bahwa pembentukan harga diri dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

1. Keberartian Individu Keberartian diri menyangkut seberapa besar individu percaya bahwa dirinya mampu, berati dan berharga menurut standar dan nilai pribadi. Penghargaan inilah yang dimaksud dengan keberartian diri.2. Keberhasilan Seseorang Keberhasilan yang berpengaruh terhadap pembentukan harga diri adalah keberhasilan yang berhubungan dengan kekuatan atau kemampuan individu dalam mempengaruhi dan mengendalikan diri sendiri maupun orang lain. 3. Kekuatan Individu Kekuatan individu terhadap aturan-aturan, norma dan ketentuan-ketentuan yang ada dalam masyarakat. Semakin taat terhadap hal-hal yang sudah ditetapkan dalam masyarakat, maka semakin besar kemampuan individu untuk dianggap sebagai panutan masyarakat. Oleh sebab itu, semakin tinggi pula penerimaan masyarakat terhadap individu bersangkutan. Hal ini mendorong harga diri yang tinggi. 4. Performansi individu yang sesuai dalam mencapai prestasi yang diharapkan. Apabila individu mengalami kegagalan, maka harga dirinya akan menjadi rendah. Sebaliknya, apabila performansi seseorang sesuai dengan tuntutan dan harapan, maka akan mendorong pembentukan harga diri yang tinggi.

D. Harga diri dan Ciri Individu Branden (1987, disitasi oleh Ghufron, 2012) mengatakan bahwa ciri-ciri orang yang memiliki harga diri tinggi yaitu 1) mampu menanggulangi kesengsaraan dan kemalangan hidup, lebih tabah dan ulet, lebih mampu melawan suatu kekalahan, kegagalan dan keputusasaan, 2) cenderung lebih berambisi, 3) memiliki kemungkinan untuk lebih kreatif dalam pekerjaan dan sebagai sarana untuk menjadi lebih berhasil, 4) memiliki kemungkinan lebih dalam dan besar dalam membina hubungan interpersonal dan tampak lebih gembira dalam menghadapi realitas. Menurut Abdullah (2012) orang yang memiliki harga diri tinggi memiliki ciri-ciri :1. Percaya DiriSeseorang yang mempunyai self esteem yang kuat menyadari sepenuhnya segala kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya, dan bisa menerima semuanya dengan baik. Yakin pada kemampuanya dan bisa mengatasi permasalahan yang muncul.2. Mengacu Hasil Akhir Selalu memikirkan langkah-langkah yang akan dilakukan untuk mecapai tujuanya dan memikirkan konsekuensi yang diperkirakan akan muncul serta memikirkan alternative lainya untuk mencapai tujuan tersebut. Cita-citanya realistis / tidak muluk-muluk sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya di sertai tekad dan kerja keras.3. Menghargai Merasa cukup dan selalu menghargai yang ada di sekelilingnya serta dapat membagi kesenangan dengan orang lain. Kualitas seperti inilah yang banyak membantu untuk membentuk suatu relasi / hubungan yang sangat berarti dan saling menguntungkan.4. Puas Menerima diri apa adanya dengan segala kelemahan dan kelebihanya serta mempunyai toleransi yang tinggi atas kelemahan orang lain dan mau belajar dari orang lain. Dengan demikian tidak fokus pada apa yang tidak dimilikinya dan apa yang tidak dapat dikerjakan. Individu yang memiliki self esteem yang lemah , memilki citra diri negative dan konsep diri yang buruk. Semuanya akan menjadi penghalang kemampuanya sendiri dalam membentuk satu hubungan antar individu agar nyaman dan baik untuk dirinya.

E. Definisi Rokok Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm dengan diameter 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah. Merokok adalah kegiatan membakar rokok pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung yang lain (Jaya, 2009). Biasanya rokok dijual dalam bentuk kemasan kertas dengan dua jenis rokok. Jenis rokok berfilter dan tidak berfilter. Filter terbuat dari bahan busa, serabut sintetis yang berfungsi menyaring nikotin, tetapi pada umumnya filter tersebut tidak bisa berguna terlalu banyak bagi perokok, karena jelas racunnya lebih banyak yang masuk ke tubuh (Triswanto, 2007).

F. Definisi Perilaku Merokok Skiner (tanpa tahun, disitasi oleh Notoatmodjo, 2007) mengatakan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Perilaku adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Menurut Sitepoe (2000, disitasi oleh Istiqomah, 2003) perilaku merokok adalah membakar tembakau, kemudian dihisap, baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa. Temperatur pada sebatang rokok yang tengah dibakar adalah 90 derajat Celcius untuk ujung rokok yang dibakar, dan 30 derajat Celcius untuk ujung rokok yang terselip diantara bibir perokok. G. Tipe-Tipe Perokok Menurut Dariyo (2004) mengatakan bahwa tipe perokok itu ada 2 jenis yaitu, 1) perokok aktif ialah individu yang benar-benar memiliki kebiasaan merokok. Merokok sudah menjadi kebiasaan hidupnya sehingga rasanya tidak enak kalau sehari tidak merokok. Oleh karena itu ia akan berusaha untuk mendapatkannya. 2) perokok pasif, yaitu individu yang tidak memiliki kebiasaan merokok, namun terpaksa harus menghisap asap rokok yang dihembuskan orang lain yang kebetulan didekatnya. Untuk menghitung tingkat ketergantungan nikotin atau rokok, dipergunakan suatu skala yang telah dipergunakan sebagai standar oleh WHO yaitu Fagerstrom Test for Nicotine Dependence (FTND). Dalam skala FTND terdapat 6 pertanyaan tentang merokok, setiap item pertanyaan ini memiliki poin tersendiri. Peneliti hanya mencocokkan jawaban dengan poin yang mewakilinya, kemudian dijumlahkan sehingga didapatkan nilai tingkat ketergantungan perokok tersebut (Heatherton TF, Kozlowski LT, Frecker RC, Fagerstrom KO. British Journal of Addictions, 1991).

H. Tahap-Perilaku merokok Pada dasarnya perilaku merokok merupakan sebuah perilaku yang kompleks yang melibatkan beberapa tahap. Menurut Leventhal dan Cleary (1980) terdapat 4 tahap dalam perilaku merokok sehingga seorang individu benar-benar menjadi perokok yaitu : 1. Tahap Preparation Pada tahap ini seorang individu mendapatkan gambaran yang menyenangkan mengenai merokok. Individu mengembangkan sikap terhadap rokok dan sebelum mencobanya mereka sudah mempunyai gambaran seperti apa merokok itu. Sikap ini merupakan sesuatu yang penting dalam perkembangan kebiasaan merokok nantinya. Hal ini dimaksudkan untuk mencoba rokok terbukti menjadi prediktor terbaik bagi terbentuknya perilaku merokok selanjutnya. Tahap persiapan (preparation stage) melibatkan persepsi tentang apa yang dilibatkan dalam merokok dan apa fungsi merokok. 2. Tahap Initiation Tahap ketika seseorang benar-benar merokok untuk pertama kalinya. Tahap ini merupakan tahap kritis bagi seseorang untuk menuju tahap becoming a smoker. Pada tahap ini, seorang individu akan memutuskan untuk melanjutkan percobaannya atau tidak. Meskipun rasa serak yang timbul ketika pertama kali mencoba rokok merupakan faktor penting yang mendasari keputusan ini, tampaknya tidak mungkin bahwa perbedaan individu dalam respon fisiologis terhadap rokok dan terhadap rasa panas dapat dipandang sebagai alasan utama bagi mereka yang ingin berhenti dan tidak mengiginkannya. Hal tersebut memainkan peran penting dalam adaptasi perilaku merokok. 3. Tahap Becoming a Smoker. Merokok empat batang sudah cukup membuat orang untuk merokok pada masa dewasa dan dapat membuat mereka jadi tergantung melalui percobaan berulang dan pemakaian secara teratur. 4. Tahap Maintenance Of Smoking Pada tahap ini merokok sudah menjadi bagian dari cara pengaturan diri (self regulating) seseorang dalam berbagai situasi dan kesempatan. Merokok dilakukan untuk memperoleh efek fisiologis yang menyenangkan, orang yang merokok merasa rileks saat merokok karena mereka mengatribusikan semua gejala yang muncul saat merokok dalam rokoknya. Alasan perokok bagi perokok adalah untuk meringankan kecemasan, ketegangan dan rasa tertekan, sedangkan alasan lainnya karena ingin memunculkan efek stimulan dan merasa santai.

I. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Merokok Menurut Triswanto (2007) ada beberapa pengaruh yang menyebabkan para remaja membiasakan diri dengan menghisap rokok :

1. Pengaruh orang tua Menurut Baer dan Corado (1999, disitasi oleh Triswanto, 2007) golongan usia remaja yang rentan terpengaruh kebiasaan merokok ini, salah satunya adalah berasal dari suasana rumah tangga yang tidak bahagia, dimana sebagai orang tua kurang memperhatikan anak-anaknya dan suka memberikan hukuman secara fisik yang terlalu keras. Kelompok remaja ini akan lebih mudah terpengaruh daripada anak-anak usia remaja yang berasal dari lingkungan rumah tangga yang bahagia. Biasanya faktor paling besar anak usia remaja mempunyai kebiasaan merokok adalah dari kebiasaan orang tuanya sendiri sebagai figur. Anak pada usia remaja akan lebih cepat berperilaku merokok pada ayah atau ibunya yang juga seorang perokok.2. Pengaruh Teman Tidak dipungkiri lagi, banyak fakta membuktikan bahwa semakin banyak para remaja yang merokok maka kemungkinan besar semakin banyak teman-temannya yang mempunyai kebiasaan merokok. 3. Pengaruh Iklan Kita harus menyadari bahwa iklan baik di media masa dan elektronik, sangat mempunyai andil besar seorang remaja mengikuti figur yang mereka lihat dalam iklan. Biasanya pada sebuah iklan akan ditampilkan gambaran yang menarik mengenai perokok sebagai lambang kejantanan, dalam hal ini akan membuat remaja seringkali terpicu untuk mengikuti perilaku tersebut. 4. Faktor Kepribadian Konsep diri merupakan salah satu topik yang sering dibicarakan dalam teori kepribadian dan dianggap besar pengaruhnya terhadap tingkah laku individu. Pada faktor ini orang biasanya mempunyai kebiasaan merokok karena alasan ingin tau, ingin melepaskan kebosanan, stres dan dari sakit lain yang mereka rasakan. Konsep diri dikembangkan melalui proses yang sangat kompleks yang melibatkan banyak variabel. Komponen konsep diri adalah identitas, citra tubuh, harga diri, peran diri dan ideal diri. Konsep diri memberikan rasa kontinuitas, keutuhan dan konsistensi pada seseorang (Potter & Perry, 2005). Gonzales (1985, disitasi oleh Sarwono, 2010) menyatakan bahwa pengedaran narkoba, alkohol termasuk rokok telah meluas dalam masyarakat, mereka yang mengkonsumsi alkohol dan rokok inilah yang mengalami kesulitan, masalah atau gangguan kepribadian. Mengenai kesulitan atau gangguan kepribadian ini salah satu penyebabnya adalah harga diri (self-esteem) atau gengsi yang terlalu tinggi. Menurut Gonzales penyelesaian masalah gangguan kepribadian ini adalah dengan pemeliharaan kesehatan mental. Remaja yang terlibat dengan teman-teman dalam pesta-pesta dimana semuanya merokok dan minim-minuman beralkohol harga diri remaja yang bersangkutan terpukul karena ia sendiri yang tidak merokok dan minum alkohol, sehingga ia pun mengikuti teman-temannya (Sarwono, 2010). Harga diri akan berpengaruh pada tingkah laku seseorang. Salah satu temuan tentang perokok adalah bahwa mereka yang berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia, dimana orang tua tidak begitu memperhatikan anak-anaknya dan memberikan hukuman fisik yang keras lebih mudah untuk menjadi perokok dibanding mereka yang berasal dari rumah tangga yang bahagia (Muhsin, 2009). Menurut Savary (1994, disitasi oleh Ghufron, 2012) keluarga berperan dalam menentukan perkembangan harga diri anak. Orang tua yang sering memberikan hukuman dan larangan tanpa alasan dapat menyebabkan anak merasa tidak berharga. Karena merasa tidak berharga, diacuhkan dan tidak dihargai maka mereka akan mengalami perasaan negatif terhadap dirinya. Bagi mereka merokok merupakan salah satu cara yang dapat mengurangi perasaan negatif yang dirasakannya.

J. Hubungan Harga Diri Dengan Perilaku Merokok Harga diri akan berpengaruh pada tingkah laku seseorang. Hurlock (1975, disitasi oleh Saam, 2012) mengatakan bila konsep diri positif maka anak akan mengembangkan sifat-sifat mempercayai diri sendiri, mengembangkan harga diri dan mampu berhubungan dengan orang lain secara baik. Seseorang yang memiliki konsep diri positif cenderung berhasil dan memiliki kepribadian yang sehat sehingga akan mempengaruhi perilkaku dalam kehidupan sehari-hari termasuk perilaku merokok. Menurut Pujijogjanti (2004, disitasi oleh Ghufron, 2012) mengatakan ada 3 peranan penting dari konsep diri penentu perilaku. 1. Konsep diri berperan dalam mempertahankan keselarasan batin.Pada dasarnya individu selalu mempertahankan keseimbangan dalam kehidupan batinnya. Bila timbul perasaan, pikiran dan persepsi yang tidak seimbang atau bahkan saling berlawanan, maka akan terjadi iklim psikologi yang tidak menyenangkan sehingga akan mengubah perilaku. Salah satu aspek konsep diri adalah penilaian. Di dalam penilaian, individu berkedudukan sebagai penilai tentang dirinya sendiri. Hasil penilaian tersebut disebut harga diri. Semakin tidak sesuai antara harapan dan standar diri maka akan semakin rendah harga diri seseorang. Harga diri yang rendah mempengaruhi perilaku remaja dalam kehidupan sehari-harinya termasuk perilaku merokok.2. Keseluruhan sikap dan pandangan individu terhadap diri berpengaruh besar terhadap pengalamannya. Setiap individu akan memberikan penafsiran yang berbeda terhadap sesuatu yang dihadapi. Sikap adalah sejauh mana individu menilai, mengevaluasi atau menghargai terhadap suatu objek tertentu. Bila ia memiliki penilaian yang positif, berarti ia setuju terhadap objek tersebut. Sebaliknya bila penilaiannya negatif, ia merasa tidak setuju terhadap objek itu. Penilaian positif cenderung membuat seseorang bersikap toleransi terhadap pengguna rokok, sebaliknya penilaian negatif cenderung tidak bersikap tidak toleransi. Orang yang bersikap toleransi terhadap rokok kemungkinan dapat menjadi perokok. Sebaliknya, orang yang tidak toleransi cenderung akan menolak atau tidak menjadi perokok.3. Konsep diri adalah penentu pengharapan individu. Pengharapan adalah inti dari konsep diri. Konsep diri merupakan seperangkat harapan dan penilaian perilaku yang menunjuk pada harapan tersebut. Sikap dan pandangan negatif terhadap kemampuan diri menyebabkan individu menetapkan titik harapan yang rendah. Titik tolak yang rendah menyebabkan individu tidak mempunyai motivasi yang tinggi.

K. Kerangka Teori

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokokPengaruh orang tua Pengaruh teman Pengaruh iklan Faktor kepribadianKonsep diriIdentitas diri Citra tubuh Harga diri Peran diri Ideal diri

Perilaku merokok

Gambar 1 : Kerangka Teori Penelitian

Sumber : Triswanto 2007, Potter & Perry 2005, Gonzales (1985, disitasi oleh Sarwono, 2010).

L. Kerangka Konsep

Harga diriPerilaku merokok

Gambar 2 :Kerangka Konsep Penelitian

M. Hipotesis Berdasarkan kerangka konsep diatas dapat diambil hipotesis bahwa ada hubungan antara harga diri dengan perilaku merokok pada siswa di SMK ISLAM Kota Yogyakarta.

BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimen yang termasuk dalam desain study korelasional yaitu penelitian yang mengkaji hubungan antar variabel. Peneliti dapat mencari, menjelaskan suatu hubungan, memperkirakan dan menguji teori yang sudah ada (Nursalam, 2003). Jenis penelitian korelasi ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara harga diri dengan perilaku merokok siswa kelas 1 dan kelas 3 di SMK Islam Kota Yogyakarta. Pendekatan waktu yang digunakan adalah cross sectional yaitu penelitian dimana variabel bebas dan variabel terikat dikumpulkan secara simultan atau dalam waktu yang bersamaan (Notoatmodjo, 2010).

B. Populasi dan Sampel1. Populasi Penelitian Populasi penelitian adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmodjo, 2010). Populasi pada penelitian ini adalah semua siswa kelas 1 dan kelas 3 di SMK Islam Kota Yogyakarta. Peneliti memilih kelas 1 dan kelas 3 karena jumlah perokok terbanyak di SMK Islam adalah kelas 1 dan kelas 3 yang berjumlah 63 siswa yang terdiri dari 36 kelas 1 dan 30 siswa kelas 3. 2. Sampel Penelitian Pengumpulan sampel pada penelitian ini menggunakan total sampling yaitu semua siswa kelas 1 dan 3 yang berjumlah 63 siswa di SMK Islam Kota Yogyakarta.Kriteria inklusi :a. Siswa yang mengikuti kegiatan belajar mengajar secara aktif selama sebulan terakhir.b. Siswa yang berada di kelas saat pengambilan data penelitian. Kriteria ekslusi :a. Siswa yang jiwanya terganggu (Markam : 2008, depresi adalah gangguan jiwa yang ditandai kesedihan, penarikan diri dari lingkungan secara abnormal).

C. Variabel Penelitian Variabel mengandung pengertian, ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok yang lain. Definisi lain mengatakan bahwa variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep penelitian tertentu (Notoatmodjo, 2010).1. Variabel dependen adalah variabel terikat atau variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat. Dalam penelitian ini variabel dependen adalah perilaku merokok siswa 2. Variabel independen adalah variabel bebas atau variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan (Sugiyono, 2010). Dalam penelitian ini variabel independen adalah harga diri.

D. Definisi Operasional1. Harga Diri Harga diri adalah suatu respon atau evaluasi siswa kelas 1 dan kelas 3 di SMK Islam Kota Yogyakarta mengenai dirinya sendiri terhadap pandangan orang lain mengenai dirinya dalam interaksi sosialnya. Cara ukur dengan memberikan kuesioner tentang harga diri pada responden. Masing-masing skor dari keempat jawaban dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui tingkat harga diri seseorang. Data yang dikumpulkan dikategorikan menurut skala ordinal dengan ketentuan sebagai berikut (Azwar, 2013). X < (-1,0) = rendah(-1,0) X < (+1,0) = sedang (+1,0) X = tinggiKeterangan :X = skor hasil pengukuran = mean teoritis pada skala = deviasi standar skorDidapatkan hasil :X < 60 = harga diri rendah 60 X 90 = harga diri sedang 90 < X = harga diri tinggiSumber : Azwar, 20132. Perilaku Merokok Perilaku merokok adalah perilaku responden yang menggambarkan kegiatan merokok yang terlihat dari tahapan perilaku merokok, intensitas merokok dan jenis rokok yang dikonsumsi. Cara ukur dengan memberikan kuesioner tentang perilaku merokok menggunakan skala Fagerstrom Test for Nicotine Dependence. Hasil ukur diperoleh dengan menghitung hasil skor responden dari kuesioner dan kemudian mengkategorikannya sebagai berikut : 0-2 = ketergantungan sangat rendah3-4 = ketergantungan rendah 5 = ketergantungan sedang 6-7 = ketergantungan berat 8-10 = ketergantungan sangat berat Sumber : Heatherton dkk, 1991.

E. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam, 2013).Data penelitian ini yaitu :1. Data primer Data yang langsung diambil dari responden. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner, untuk mengetahui harga diri dan perilaku merokok siswa. Pengambilan data dilakukan dengan membagikan kuesioner pada responden oleh peneliti. 2. Data sekunderData diperoleh dari data sekolah di SMK Islam Kota Yogyakarta untuk mengetahui jumlah siswa yang kelas 1 dan kelas 3.

F. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang terdiri dari 2 bagian, yaitu kuesioner mengenai harga diri dan perilaku merokok. 1. Untuk mengetahui harga diri siswa menggunakan pernyataan tertutup dengan jumlah 24 soal dengan memilih jawaban sangat tidak setuju, tidak setuju, setuju dan sangat setuju. Untuk pertanyaan yang favorable skor 4 untuk jawaban sangat setuju, skor 3 untuk jawaban setuju, skor 2 untuk jawaban tidak setuju, skor 1 untuk jawaban sangat tidak setuju. untuk pernyataan yang unfavorable yaitu skor 4 untuk jawaban sangat tidak setuju, skor 3 untuk jawaban tidak setuju, skor 2 untuk jawaban setuju, skor 1 untuk jawaban sangat setuju.

Tabel 3.1 Kuesionar Harga diri Aspek Favorable Unfavorable Jumlah

Dihormati oleh orang lain 2,3 - 2

Memiliki pendapat yang - 9 1 diterima oleh orang lain

Mampu mengatur dan 8 1,12 3 mengontrol tingkah laku

Menerima kepedulian 10 19 2 dari orang lain Mendapat penerimaan - 7,18 2 dari lingkungan

Memiliki pandangan 22 4,5,6,12 5 positif terhadap diri sendiri

Menerima perhatian 24 16,17 3 afeksi dan ekspresi

Taat untuk mengikuti 21 13 2 etika, norma atau standar moral yang harus dilakukan dan harus dihindari

Mampu untuk sukses - 14 1

Dapat mengerjakan tugas 20 23 2 dengan baik dan benar

Memiliki tuntutan prestasi 11 - 1 yang ditandai dengan keberhasilan

Jumlah 9 15 24

2. Perilaku Merokok Untuk mengetahui perilaku merokok siswa menggunakan suatu skala yang telah digunakan sebagai standar ketergantungan nikotin atau rokok oleh WHO yaitu Fagerstrom Test for Nicotine Dependence (FTND) yang berjumlah 6 pertanyaan. Setiap item dari skala ini mempunyai poin tersendiri. Peneliti hanya mencocokkan jawaban responden dengan poin yang mewakilinya kemudian dijumlahkan sehingga didapatkan nilai tingkat ketergantungan perokok tersebut.

G. Uji Validitas dan Reliabilitas1. Uji Validitas Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2010). Validitas didefinisikan sebagai ukuran seberapa cermat suatu test melakukan fungsi ukurnya atau menunjukkan sejauh mana instrumen pengukur mampu mengukur apa yang ingin diukur (Riwidikdo, 2012). Suatu instrumen dikatakan valid jika mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya, instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah. Penelitian ini menggunakan uji teknik korelasi Pearson Product Moment. Keputusan uji validitas ditunjukkan oleh 2 hal, yaitu bila rxy hitung lebih besar dari r tabel maka Ho ditolak (variabel valid). Sedangkan, bila rxy hitung lebih kecil dari r tabel, maka Ho gagal ditolak (variabel tidak valid). Hasil uji validitas didapatkan 24 pernyataan dinyatakan valid karena setiap pernyataan telah mendapatkan persetujuan dari ahli (Azkiyati, 2012). 2. Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan atau sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap sama bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2010). Reliabiitas alat ukur dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan rumus cronbach alpha. Keputusan uji reliabilitas ditunjukan oleh hal yaitu, cronbach alpha 0,6 maka variabel dinyatakan reliabel. Sebaliknya, jika cronbach alpha 0,6 maka variabel dinyatakan tidak reliabel. Hasil cronbach alpha instrumen pada penelitian ini adalah 0,711 (reliabel) (Azkiyati, 2012).

H. Pengolahan dan Analisa Data1. Pengolahan data Langkah-langkah dalam pengolahan data adalah seagai berikut :a. Seleksi data Setelah kuesioner yang dibagikan kepada responden terkumpul, maka perlu dilakukan seleksi data. Tujuan dilakukannya seleksi data adalah untuk menyeleksi mana yang layak untuk diolah dan mana yang tidak layak untuk diolah. b. CodingMemberi kode jawaban dengan angka atau kode.c. TransferingMemindahkan jawaban atau kode dalam media tertentu pada master tabel.d. Tabulasi Data Setelah ditentukan bahwa kuesioner layak untuk diolah, maka data yang diperoleh disusun dalam bentuk tabel yaitu tabel silang atau cross table yang digunakan untuk mencari hubungan antar variabel dalam penelitian. 2. Analisa Dataa. Analisa UnivariatAnalisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan presentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2010). b. Analisa bivariat Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara harga diri dengan perilaku merokok pada siswa di SMK Islam Kota Yogyakarta. Untuk analisis hubungan antar variabel menggunakan program komputerisasi. Selanjutnya diolah menggunakan metode analisis statistik yang digunakan adalah teknik korelasi Kendall Tau yaitu suatu uji yang digunakan untuk mencari hubungan dan menguji hipotesis antara dua variabel atau lebih, karena skala data yang digunakan yaitu ordinal dan data yang dianalisis lebih dari 10 responden (Riwidikdo, 2012).

I. Jalannya Penelitian 1. Persiapan Penelitian a. Proses perijinan Sebelum mengadakan penelitian di SMK Islam Kota Yogyakarta, dilakukan perijinan terlebih dahulu. Pertama-tama peneliti meminta surat pengantar dari STIKES AL-ISLAM Yogyakarta yang ditujukan kepada SMK tersebut untuk ijin melakukan penelitian.b. Persiapan penelitian Persiapan yang dilakukan adalah mengadakan konfirmasi kepada pihak sekolah bahwa akan dilakukan penelitian sesuai dengan besarnya sampel penelitian dan mempersiapkan kuesioner yang akan dibagikan kepada responden.

2. Pelaksanaan Penelitian Penelitian dilaksanakan pada 20 Januari 2014. Penelitian dilaksanakan dengan membagikan kuesioner kepada siswa kelas 1 dan 3 jurusan Teknik Mesin Perkakas SMK Islam Kota Yogyakarta. 3. Penyusunan laporan penelitian Penyusunan laporan penelitian ini dilakukan setelah semua data diperoleh atau terkumpul dan kemudian peneliti melakukan beberapa tahap yaitu :a. Proses pengumpulan dataPengumpulan data menggunakan kuesioner pada responden. Dalam penelitian ini ada dua bagian kuesioner yaitu kuesioner mengenai harga diri dan kuesioner perilaku merokok yang diisi oleh responden. b. Pengolahan dan analisa data Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik analisa data uji Kendall Tau. Perhitungan analisa data selanjutnya dilakukan dengan bantuan fasilitas aplikasi komputerisasi.c. Tahap penyusunan laporan penelitianSetelah data yang diperoleh dilakukan perhitungan analisa data selanjutnya dilakukan penyusunan laporan penelitian sesuai dengan hasil data yang diperoleh. BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Tempat Penelitian SMK Islam Kota Yogyakarta beralamat di Jl. Bantul, Dukuh MJ I/1227 Desa Gedongkiwo Kecamatan Mantrijeron Kota Yogyakarta. Nomor Statistik Sekolah (NSS) 324046009011 dengan status swasta, ijin pendirian / terdaftar Kanwil P dan K No.C111/Se/III.a /Keppt/1976 tanggal 20 Februari 1976, Akreditasi B. Jumlah siswa yang terdaftar di SMK Islam Kota Yogyakarta tahun ajaran 2013-2014 adalah tingkat 1 sejumlah 33 siswa, tingkat 2 sejumlah 33 siswa dan tingkat 3 sejumlah 30 siswa sehingga total siswa SMK Islam Kota Yogyakarta adalah sejumlah 96 siswa. Penelitian ini mengambil siswa kelas 1 dan kelas 3 sejumlah 63 siswa yang semuanya adalah siswa laki-laki. Responden dalam penelitian ini berjumlah 63 siswa, namun pada saat penelitian 20 siswa tidak bisa mengisi karena tidak hadir, tidak berkenan mengisi, maupun siswa kelas 1 yang tidak aktif masuk sehingga jumlah responden yang didapatkan saat penelitian sesuai kriteria inklusi dan eksklusi berjumlah 43 siswa. 2. Karakteristik Responden Untuk memperoleh informasi mengenai responden, dibawah ini merupakan data 43 responden yang dijadikan sebagai sampel dalam penelitian. Dari data yang sudah terobservasi dapat dilihat dalam tabel berikut:a. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Karakteristik Responden berdasarkan usia dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan UmurUmurFrekuensi%15 4916 92117 81918 163719 614 Jumlah 43100

Tabel 4.1. menunjukkan bahwa mayoritas umur responden adalah usia 18 tahun yaitu sebanyak 16 siswa (37%) dan sisanya 15 tahun 4 siswa (9%), 17 tahun 8 siswa (19%), 19 tahun 6 siswa (14%).

b. Karakteristik Berdasarkan Tingkatan kelas Tabel 4.2Karakteristik Responden Berdasarkan KelasKelas Frekuensi%X 1433XII. A 1534XII. B 1433

Jumlah 43100

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa tingkatan kelas responden adalah kelas XII.A sebanyak 15 siswa (34%), kelas X sebanyak 14 siswa (33%) dan kelas XII.B sebanyak 14 (33%)

3. Analisis Univariata. Harga DiriTabel 4.3Distribusi Harga DiriKategori Frekuensi %Rendah 1125,56Sedang 1637,2Tinggi 1637,2

Jumlah 43 100

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa mayoritas harga diri SMK Islam Kota Yogyakarta adalah sedang dan tinggi masing-masing 16 siswa (37,2%) dan sisanya rendah 11 siswa (25,6%).

b. Perilaku MerokokTabel 4.4Distribusi Perilaku MerokokPerilaku MerokokFrekuensi%Sangat Rendah 511,6Rendah 1841,9Sedang 920,9Berat 716,3Sangat berat 49,3

Jumlah 43100

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa mayoritas perilaku merokok Siswa SMK Islam Kota Yogyakarta adalah ketergantungan rendah 18 siswa (41,9%), sangat rendah 5 siswa (11,6%), sedang 9 siswa (20,9%), berat 7 siswa (16,3%), dan sangat berat ketergantungan 4 siswa (9,3%).

4. Analisis BivariatTabel 4.5Distribusi Silang Hubungan Harga Diri Dengan Perilaku Merokok pada Siswa di SMK Islam Kota YogyakartaHarga Perilaku MerokokDiri Sangat % Rendah % Sedang % Berat % Sangat % Jumlah % Rendah Berat Rendah 1 2,3 2 4,7 3 7,0 4 9,3 1 2,3 11 25,6Sedang 1 2,3 7 16,3 4 9,3 2 4,7 2 4,7 16 37,2Tinggi 3 7,0 9 20,9 2 4,7 1 2,3 1 2,3 16 37,2

Jumlah 5 11,6 18 41,9 9 20,9 7 16,3 4 9,3 43 100

Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui 1 siswa (2,3%) dengan perilaku merokok ketergantungan sangat rendah dan harga diri kategori rendah, 1 siswa (2,3%) dengan perilaku merokok ketergantungan sangat rendah dan harga diri kategori sedang, 3 siswa (7,0%) dengan perilaku merokok dengan perilaku merokok ketergantungan sangat rendah dan harga diri dengan kategori tinggi, 2 siswa (4,7%) dengan perilaku merokok ketergantungan rendah dan harga diri dengan kategori rendah, 7 siswa (16,3%) dengan perilaku merokok ketergantungan rendah dan harga diri dengan kategori sedang, 9 siswa (20,9%) dengan perilaku merokok ketergantungan rendah dan harga diri dengan kategori tinggi, 3 siswa (7,0%) dengan perilaku merokok ketergantungan sedang dan harga diri dengan kategori rendah, 4 siswa (9,3%) dengan perilaku merokok ketergantungan sedang dan harga diri dengan kategori sedang, 2 siswa (4,7%) dengan perilaku merokok ketergantungan sedang dan harga diri dengan kategori tinggi, 4 siswa (9,3%) dengan perilaku merokok ketergantungan berat dan harga diri dengan kategori rendah, 2 siswa (4,7%) dengan perilaku merokok ketergantungan berat dan harga diri dengan kategori sedang, 1 siswa (2,3%) dengan perilaku merokok ketergantungan berat dan harga diri dengan kategori tinggi, 1 siswa (2,3%) dengan perilaku merokok ketergantungan sangat berat dan harga diri dengan kategori rendah, 2 siswa (4,7%) dengan perilaku merokok ketergantungan sangat berat dan harga diri dengan kategori sedang, 1 siswa (2,3%) dengan perilaku merokok ketergantungan sangat berat dan harga diri dengan kategori tinggi. Untuk menguji hubungan antara harga diri dengan perilaku merokok siswa SMK Islam Kota Yogyakarta dilakukan analisa dengan program Komputer dengan rumus korelasi Kendall Tau () yang hasilnya dalam tabel berikut :Tabel 4.6Uji KorelasiUji Korelasi Nilai Koefisien Korelasi Nilai Sig.Kendall Tau-0,304 0.022

Dari tabel 4.6 dapat dilihat hasil uji korelasi dari kedua variabel, bahwa nilai signifikansinya adalah 0,022. Hal ini menunjukkan bahwa nilai p < 0,05, artinya ada hubungan yang bermakna sebesar -0,304 atau -30,4% antara harga diri dengan perilaku merokok siswa SMK Islam Kota YogyakartaKeputusan : Nilai z hitung yang diperoleh adalah sebesar 2,872 dengan taraf signifikansi 5% ( = 0,05) pengujian dua sisi, diperoleh nilai z tabel sehingga z hitung (2,872) lebih besar dari z tabel 1,96 dan keputusannya Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini berarti bahwa ada hubungan yang signifikan antara harga diri dengan perilaku merokok siswa SMK Islam Kota Yogyakarta. Dengan demikian hipotesis terbukti.

B. Pembahasan1. Harga Diri Lerner dan Spanier (1980, disitasi oleh Ghufron, 2012) berpendapat bahwa harga diri adalah tingkat penilaian yang positif atau negatif yang dihubungkan dengan konsep diri seseorang. Harga diri merupakan evaluasi seseorang terhadap dirinya sendiri dengan menghargai secara positif dan juga sebaliknya dapat menghargai secara negatif. Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa hasil penelitian menunjukkan sebagian besar harga diri responden adalah dalam kategori sedang dan tinggi masing-masing 16 siswa (37,2%). Siswa SMK Islam Kota Yogyakarta dapat mengakui keadaan dan dapat menyesuaikan diri dengan cepat sehingga individu cenderung menyukai aktivitas sosial dan dapat bekerja secara kooperatif dalam kelompok serta mampu menjaga jarak antara dirinya dengan orang lain. Siswa SMK Islam Kota Yogyakarta apabila menemui suatu masalah akan mencoba menghadapi masalah tersebut, bersikap realistis dan jujur bukan menghindari masalah. Siswa SMK Islam Kota Yogyakarta lebih terlihat percaya diri bahwa dirinya mempunyai kemampuan untuk menghadapi suatu kejadian sehingga menghilangkan kecemasannya, hal tersebut menunjukkan bahwa individu tersebut mempunyai harga diri yang tinggi. Beberapa faktor yang mempengaruhi harga diri siswa SMK Islam Kota Yogyakarta antara lain yaitu karena mereka merasa mampu, berarti dan berharga menurut standar nilai pribadi. Siswa SMK Islam Kota Yogyakarta meskipun mereka mempunyai kemampuan dan kondisi yang berbeda satu sama lain, tidak menjadikannya merasa terhindar dengan teman-temannya. Misalkan saja dari keluarga dimana siswa tersebut berasal yang mana sebagian siswa berasal dari keluarga ekonomi menengah, bawah, atau atas semuanya tetap merasa berarti satu sama lain. Selain itu siswa juga mampu mengendalikan diri dalam melakukan tugas kelompok dengan siswa lain ketika terjadi perbedaan pendapat, pengendalian diri lah yang menjadikan siswa mampu menguatkan pengaruhnya untuk mengendalikan orang lain maupun diri sendiri sehingga siswa berhasil menjalin hubungan yang baik meskipun pendapatnya berbeda. Siswa SMK Islam Kota Yogyakarta sebagian besar dalam penelitian ini termasuk siswa yag telah mematuhi aturan yang telah ditetapkan di sekolah. Mayoritas siswa SMK mengenakan pakaian sekolah dengan tertib, tidak membolos dan mengumpulkan tugas sekolah sehingga dengan tindakan yang dilakukan tersebut siswa SMK termasuk kategori siswa yang taat akan aturan dan bisa dijadikan panutan bagi adik tingkatnya maupun teman-teman yang lain di lingkungan sekolahnya mampu menjadi panutan bagi yang lain, artinya siswa tersebut mendapat penerimaan di lingkungannya sehingga menjadikan siswa mempunyai harga diri yang tinggi. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh Walgito (2010) hubungan seseorang dengan orang yang ada di sekitarnya merupakan factor yang sangat penting dalam terbentuknya harga diri. Siswa dengan kondisi ini memunculkan suatu penghargaan terhadap diri sendiri yakni kepercayaan diri, kemandirian diri dan kebebasan. Sedangkan penghargaan diri yang diperolehnya dari orang lain timbul karena adanya apresiasi dan prestasi. Hal tersebut sesuai apa yang diungkapkan Robinson dan Shaver (1980, disitasi oleh Saam, 2012) bahwa kepuasan hidup dan kebahagiaan berkorelasi dengan harga diri. Kepuasan diri dicapai oleh orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik serta terhindar dari rasa cemas, keragu-raguan dan simtom psikomatik. Hal ini didukung pula oleh penelitian Rosenberg dan Kaplan (1982, disitasi oleh Saam, 2012) yaitu terdapat hubungan positif antara keintiman dengan orang tua dan harga diri anak. Berdasarkan tabel 4.1 mayoritas siswa SMK Islam Kota Yogyakarta adalah berusia 18 tahun 16 siswa (37%). Usia 18 tahun tergolong usia remaja dimana masa remaja merupakan tahap perkembangan dengan karakteristik masa transisi atau masa peralihan karena remaja belum mempunyai status orang dewasa, tetapi juga tidak memiliki status anak-anak. Siswa SMK Islam Kota Yogyakarta menghadapi perannya sebagai remaja yang semakin meningkatnya usia di ambang dewasa, memberikan kesan yang hampir dewasa berusaha tetap menjadi pribadi yang kreatif dan berguna, menghindari sikap hura-hura dan mengacau. Sikap remaja yang berantusias untuk menjadi mandiri supaya dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Pada masa ini hubungan keluarga yang dulu sangat erat sekarang tampak terpecah. Pada saat itulah siswa SMK memerlukan suatu peran orang tua, yang mana orang tua dalam memberikan pola asuh kepada anaknya akan berpengaruh dalam pembentukan harga diri. Siswa SMK Islam Kota Yogyakarta mengaku bahwa orang tuanya memberikan kesempatan untuk memberikan alasan kenapa ketentuan dilanggar misalnya pada waktu siswa pulang sekolah tidak pada waktunya, maka orang tua mendengarkan alasan kenapa bisa melanggar. Pola asuh yang diberikan dengan cara kontrol (serba melarang), otonomi (serba boleh) atau sikap orang tua memberikan pengarahan tertentu (demokratik) membuat siswa menjadikan pandangannya di mata orang tuanya sebagai penurut, tidak inisiatif dan kurang bertanggung jawab, bisa juga menjadi anak baik atau anak yang bandel, kurang menghargai dan berbuat sekehendak hati, maka sikap yang berbeda ini akan berpengaruh terhadap perilaku remaja. Menurut Walgito (2012) orang tua hendaknya memandang anak sebagai anak yang berarti, berikanlah kesempatan pada anak untuk berdialog dengan orang tua dan untuk mengeluarkan pendapatnya. Sikap yang berbeda dari orang tua tersebut, dengan sendirinya akan berpengaruh dalam pembentukan harga diri anak. Remaja yang terbuka dalam kehidupan keluarganya adalah syarat-syarat essensial terjadinya pengakuan orang tua kepada anaknya. Masing-masing melakukan peran dan fungsi yang baik dan anak-anak bisa diterima dalam anggota keluarganya yang pada akhirnya terbentuk konsep diri dan berfikir positif. Hal tersebut sesuai dengan apa yang diungkapkan Shochib (2010) jika anak merasa diterima dalam keluarga, mereka akan mudah membangun konsep diri dan berfikir positif. Pola asuh keluarga akan sangat berpengaruh pada perilaku remaja, pola asuh keluarga yang kurang baik akan menimbulkan perilaku yang menyimpang seperti merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obat terlarang dan lain-lain. Seperti yang diungkapkan Baer dan Carado (tanpa tahun, disitasi oleh Triswanto, 2007) bahwa golongan usia remaja yang rentan terpengaruh kebiasaan merokok adalah berasal dari orang tua yang kurang memperhatikan anaknya (permisif) dan suka memberi hukuman terlalu keras (otoriter). Furhan (1990, disitasi oleh Saam, 2012) proses pembentukan identitas diri, remaja mengalami krisis yaitu mengalami kebingungan dan kekacauan dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Remaja seusia anak SMK hendaknya selalu ditanamkan sikap percaya diri sehingga mampu mengenali kelemahan maupun kelebihan pada dirinya, ditanamkan pula konsekuensi ke depan saat jika melakukan suatu tujuan, menghargai semua yang telah dicapainya, merasa puas dan tidak memaksakan kehendak untuk melakukan hal yang tidak sampai olehnya sehingga terbentuk harga diri yang tinggi.

2. Perilaku Merokok Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa mayoritas perilaku merokok Siswa SMK Islam Kota Yogyakarta adalah ketergantungan rendah 18 siswa (41,9%). Siswa SMK Islam Kota Yogyakarta melakukan kegiatan merokok yang dilakukannya di lingkungan sekolah maupun di tempat lain merupakan salah satu gambaran kualitas kondisi remaja saat ini yang ada di Indonesia. Kedekatan remaja dengan rokok tidak hanya dikarenakan gencarnya iklan rokok di media, tetapi juga dari lingkungan terkecilnya (keluarga) (Jaya, 2009). Sedangkan dalam masalah tersebut Istiqomah (2003) mengungkapkan remaja merupakan generasi penerus bangsa, pelopor gerakan pembaharuan. Jika merokok dibiarkan merajalela, maka akan berbahaya bagi remaja itu sendiri, lingkungan sekitar, dan masa depan bangsa. Usia remaja sering dimanfaatkan oleh industri rokok yaitu dengan memunculkan berbagai promosi yang menantang. Siswa SMK Islam Kota Yogyakarta tidak sedikit dari mereka yang semuanya berjenis kelamin laki-laki melakukan kegiatan merokok di sekolah diantaranya dibelakang sekolah atau dikantin sekolah seusai sekolah yang hanya sambil jajan, sambil mengobrol dengan asyik berbagi cerita. Sesekali mengisap sebatang rokok yang menjepit di sela jari tangan dan seketika itu terlihat asap rokok yang mengepul di seluruh ruangan kantin sekolah. Siswa yang telah merokok merasa tidak enak jika tidak mengulanginya kembali. Siswa SMK Islam Kota Yogyakarta masih banyak yang merokok padahal pihak guru sudah melakukan upaya agar siswa SMK Islam Kota Yogyakarta tidak merokok diantaranya memasang poster di setiap kelas. Setiap kelas bertuliskan dilarang merokok di area ini. Para guru juga menemukan putungan-putungan rokok di belakang sekolah dan para guru juga memberikan sanksi oleh bagian BK sekolah. Sanksi yang diberikan kepada siswa yang ketahuan merokok disekolah tetap saja tidak membuat mereka jera, mereka lebih mengikuti teman-temannya dan tidak menghiraukan sanksi dari sekolah. Siswa SMK Islam Kota Yogyakarta yang merokok mengaku bahwa mereka tidak sebaik orang lain, kondisi ini membuat mereka lebih peka dan lebih memperhatikan penerimaan teman dekat. Banyak pengaruh yang menjadikan siswa SMK untuk merokok diantaranya dari lingkungan keluarga. Siswa mengungkapkan kalau keluarga mereka memang merokok. Seorang anak terutama remaja akan mengikuti dan terpengaruh kebiasaan yang ada pada keluarganya. Menurut Triswanto (2007) faktor paling besar anak usia remaja mempunyai kebiasaan merokok adalah dari kebiasaan orang tuanya sendiri sebagai figur. Anak pada usia remaja akan lebih cepat berperilaku merokok pada ayah atau ibunya yang juga seorang perokok. Kondisi orang tuanya merokok, maka anak akan ikut merokok dan sebaliknya berbeda dengan orang tua yang tidak merokok, maka kemungkinan besar anaknya tidak merokok. Hal ini mendukung penelitian Puspitasari (2012) ada perbedaan persepsi merokok antara siswa putra SD (kelas IV - VI) dengan orang tua merokok dan tidak merokok dimana didapatkan value 0.000 pada 0.05. Anak dengan orang tua tidak merokok akan mempunyai persepsi negatif tentang merokok, karena mereka tidak pernah melihat orang tuanya merokok. Mereka tidak akan mempunyai gambaran yang baik tentang merokok sebaik anak dengan orang tua merokok. Masa remaja adalah usia yang menimbulkan ketakutan dan tidak realistis (Hurlock, 1980 disitasi oleh Saam, 2012). Remaja mempunyai keinginan yang besar untuk diakui oleh teman sebayanya. Keinginan sama, mampu dan dianggap menjadi bagian dari kelompok membuat remaja mengikuti perilaku yang dilakukan temannya. Seperti halnya siswa SMK Islam Kota Yogyakarta, sebagian besar siswa merokok dengan tingkat ketergantungan yang berbeda-beda. Siswa mengaku bahwa teman sekelasnya mayoritas merokok, dan siswa lain mengatakan banci jika tidak mau merokok. Hal ini sesuai apa yang diungkapkan Bachri (tanpa tahun, disitasi oleh Triswanto 2007) anak terpengaruh oleh teman-temannya yang juga perokok bahkan sebaliknya. Siswa juga merasa kalau teman adalah nomor satu yang dipercaya untuk membicarakan masalah yang dihadapi yang artinya peranan kelompok sebaya cukup kuat pada masa itu. Hal ini menguatkan studi Hedman et, al (2007, disitasi oleh Azkiyati, 2012) yang menyebutkan faktor risiko pencetus remaja untuk merokok adalah memiliki keluarga atau teman yang juga sebagai perokok. Shalvin (1998, disitasi oleh Saam, 2012) anak mencapai sosialisasi dengan mantap bila ia dapat berhubungan sosial secara wajar dan dapat menolak ajakan teman yang bertentangan dengan hati nurani dan nilai-nilai yang diperolehnya dalam keluarga. Oleh karena itu, sosialisasi sangat perlu diterapkan di dalam keluarga sehingga siswa SMK Islam Kota Yogyakarta dengan usianya yang masih remaja tidak lagi merokok dan tidak merasa khawatir penolakan oleh teman-temannya. Faktor kepribadian juga memberikan pengaruh kebiasaan merokok. Siswa yang merokok biasanya mempunyai alasan menghilangkan stress, bosan dan menekan rasa sakit. Siswa merasa rokok merupakan kebutuhan untuk menghilangkan stress ketika selesai mengerjakan tugas, praktek maupun stress karena masalah yang dialaminya sehingga setelah merokok akan mendapatkan kenikmatan. Merokok yang mereka lakukan pada awalnya sekedar coba-coba, mengulangi dan pemakaian yang teratur mengakibatkan siswa mengalami ketergantungan. Menurut Perry (1994, disitasi oleh Mulyadi, 2007) bahwa perilaku berkembang menjadi pengguna secara tetap dalam kurun waktu beberapa tahun. Iklan memiliki andil yang besar bagi remaja untuk mengikuti figur yang tertampil. Iklan rokok seringkali menampilkan keperkasaan, kejantanan, kekuatan, hidup yang ngetrend, bergaya, kemewahan, sehat, kaya raya serta kesenangan. Siswa SMK Islam Kota Yogyakarta seringkali melihat tayangan iklan di jalan, koran dan ditambahkan pula banyak rayuan suara nikmatnya merokok melalui siaran radio dan televisi, mereka akan terpengaruh mengikuti dan mengidolakan perilaku tersebut yang pada akhirnya mencoba mencicipi rokok yang digambarkan di iklan tersebut. Padahal dengan merokok, terdapat zat nikotin yang menyebabkan ketagihan. Remaja merupakan generasi bangsa yang menentukan bangsa ini di kemudian hari. Remaja yang hari ini perokok maka di kemudian hari juga perokok. Berhenti merokok membutuhkan kesadaran diri yang tinggi akan arti pentingnya kesehatan. Iklan rokok yang dikemas menarik namun di dalam rokok terdapat banyak zat yang berbahaya bagi tubuh. Niat dan yakin bahwa berhenti merokok akan memberikan banyak kebaikan dan manfaat. Beberapa strategi berhenti merokok menurut Triswanto (2007) antara lain 1) mengubah gaya hidup, 2) niat janji dalam hati untuk berhenti merokok dengan cara merancangkan suatu kegiatan rutin yang bisa menggantikan kegiatan merokok agar keinginan merokok tidak muncul lagi, 3) dapatkan dukungan dari orang lain dimana langkah ini sangat penting dimulai dengan mencoba menghindar terlebih dahulu terhadap teman atau kerabat yang merokok dan kemudian mengajaknya berhenti merokok, tetapi yang perlu digaris bawahi adalah dalam diri sendiri harus ada keyakinan bahaya merokok yang menjadi benteng terakhir berhenti merokok, serta 4) merancang kehidupan tanpa merokok dengan mengganti merokok dengan kegiatan lain yang bermanfaat, mengalihkan perhatian pada sesuatu yang membutuhkan konsentrasi setidaknya keinginan merokok tidak muncul kembali.

3. Hubungan Harga Diri dengan Perilaku Merokok Dari perhitungan hasil analisis korelasi Kendall-tau (tabel 4.6) menunjukan harga koefisien korelasi sebesar -0.304 dengan z hitung 2,8728 yang berarti bahwa ada hubungan yang signifikansi antara harga diri dengan perilaku merokok pada siswa di SMK Islam Kota Yogyakarta. Nilai korelasi tersebut bertanda negatif yang berarti semakin tinggi harga diri, semakin rendah ketergantungan perilaku merokok dan sebaliknya semakin rendah harga diri semakin berat ketergantungan perilaku merokok siswa SMK Islam Kota Yogyakarta. Harga diri merupakan salah satu aspek yang menjadikan seseorang terutama remaja menentukan untuk memilih merokok atau tidak. Siswa harus ditanamkan memiliki harga diri yang tinggi maka tertanam dalam dirinya sikap percaya diri, mengacu hasil akhir, dan menghargai serta rasa puas. Ketika siswa percaya diri maka akan percaya bahwa dirinya mampu mengatasi pengaruh apapun yang mengarah pada perilaku merokok. Remaja yang kurang percaya diri , perasaan tidak berani dan cemas berlebihan sehingga tidak mampu melihat efek negatif dari perilaku merokok, dan tidak tepat memutuskan tindakan yang diambil untuk mengatasinya. Menurut Lauster (1978, disitasi oleh Sadiah, 2007) memaparkan beberapa ciri-ciri orang yang memiliki kepercayaan diri yaitu bersikap optimis, cukup toleran, tidak membutuhkan dukungan dari orang lain secara berlebihan dan gembira. Mengacu pada hasil akhir menjadikan siswa akan lebih menimbang jangka panjang dan akhir dari perilaku merokok. Selanjutnya remaja hendaknya menghargai dan puas dengan kondisinya karena dengan memutuskan untuk tidak merokok menjadi seseorang yang berperilaku lebih produktif bagi dirinya dan berharga di masyarakat.

4. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, dibawah ini merupakan beberapa keterbatasan dalam penelitian ini meliputi :a. Ada tiga variabel pengganggu yang tidak dikendalikan b. Dalam memberikan kuesioner peneliti tidak bisa mengawasi responden satu per satu dalam mengisi kuesioner, sehingga dimungkinkan responden tidak mengisi kuesioner dengan jujur atau hanya menyontek temannyac. Banyak responden yang tidak bisa mengisi kuesioner karena responden tidak ada saat pengambilan data.d. Penelitian ini hanya dilakukan pada suatu waktu saja, sehingga hanya memberikan gambaran responden pada saat dilakukan penelitian saja.

BAB VKESIMPULAN DAN SARANA. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Harga diri pada siswa SMK Islam Kota Yogyakarta adalah mayoritas dengan kategori sedang dan tinggi masing-masing 16 siswa (37,2%).2. Perilaku merokok Siswa SMK Islam Kota Yogyakarta adalah mayoritas dengan ketergantungan rendah 18 siswa (41,9%)3. Ada hubungan yang signifikan antara harga diri dengan perilaku merokok di SMK Islam Kota Yogyakarta. Hasil analisis korelasi Kendall-Tau menunjukkan harga koefisien korelasi sebesar -0.304 dan signifikansi yaitu 0.022, hal ini menunjukan bahwa nilai sig < 0.05. Nilai korelasi tersebut bertanda negatif yang berarti semakin tinggi harga diri, semakin rendah ketergantungan perilaku merokok dan sebaliknya semakin rendah harga diri semakin berat ketergantungan perilaku merokok siswa SMK Islam Kota Yogyakarta.

B. Saran1. Bagi Sekolah Agar ditingkatkan upaya promosi kesehatan dalam bentuk penyuluhan mengenai bahaya merokok dan upaya meningkatkan harga diri pada siswa sehingga meningkatkan kesadaran akan akibat yang timbul dari perilaku merokok pada penderita maupun masyarakat umum.2. Bagi siswa dan Gurua. Bagi siswa Diharapkan siswa bisa mengurangi perilaku merokok dan memutustuskan tidak merokok. Siswa mengalihkan kegiatan merokok dengan hal lain yang bermanfaat.b. Bagi Guru Diharapkan guru di SMK Islam Kota Yogyakarta dapat memberikan dukungan secara maksimal dan terbaik agar siswa mempunyai harga diri yang tinggi dan tidak lagi merokok.