bab i

14
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu penyakit menular seksual AIDS masih menjadi perbincangan utama dalam permasalahan global. AIDS adalah singkatan dari Acquired ImmunoDeficiency Syndrome, yang berarti kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk melindungi diri dari serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit. HIV menyerang system kekebalan tubuh manusia dan melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh, sehingga akhirnya tubuh mudah terserang berbagai jenis penyakit (IKAPI, 2010). HIV-AIDS merupakan masalah kesehatan yang sangat erat kaitannya dengan berbagai isu sosial-budaya. Epidemi HIV dapat menimbulkan kematian disegala usia di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Sejak tahun 1994, penyakit AIDS diterima sebagai persoalan multi sektor, bukan semata masalah kesehatan. Berbagai sektor perlu dilibatkan terkait intervensi pendidikan, psikososial, dan ekonomi karena tingkat kematian yang tinggi, pembiayaan pengobatan serta stigma yang melekat pada mereka yang tertular HIV. Oleh karena itu semua kelompok, baik pengidap penyakit, masyarakat yang peduli kesehatan, pemerintah serta organisasi sosial peduli AIDS harus menyadari pentingnya usaha terpadu untuk melakukan tindakan promosi dan prevensi terhadap penyebaran HIV-AIDS (DepKes RI, 2010). Berdasarkan case report United Nations Programme on HIV-AIDS (UNAIDS) tahun 2011 jumlah orang yang terjangkit HIV didunia sampai akhir tahun 2010 terdapat 34 juta orang. Dua pertiga dari jumlah tersebut berada di Afrika kawasan Selatan Sahara dimana ditemukan kasus infeksi baru mencapai 70 %. Di Afrika Selatan mencapai 5,6 juta orang yang terinfeksi

Upload: yabniel-lit-jingga

Post on 16-Jul-2015

115 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab i

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu penyakit menular seksual AIDS masih menjadi perbincangan utama dalam

permasalahan global. AIDS adalah singkatan dari Acquired ImmunoDeficiency Syndrome, yang

berarti kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan

infeksi virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). Tubuh manusia mempunyai kekebalan

untuk melindungi diri dari serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit. HIV menyerang

system kekebalan tubuh manusia dan melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh,

sehingga akhirnya tubuh mudah terserang berbagai jenis penyakit (IKAPI, 2010).

HIV-AIDS merupakan masalah kesehatan yang sangat erat kaitannya dengan berbagai isu

sosial-budaya. Epidemi HIV dapat menimbulkan kematian disegala usia di negara-negara

berkembang, termasuk Indonesia. Sejak tahun 1994, penyakit AIDS diterima sebagai persoalan

multi sektor, bukan semata masalah kesehatan. Berbagai sektor perlu dilibatkan terkait intervensi

pendidikan, psikososial, dan ekonomi karena tingkat kematian yang tinggi, pembiayaan

pengobatan serta stigma yang melekat pada mereka yang tertular HIV. Oleh karena itu semua

kelompok, baik pengidap penyakit, masyarakat yang peduli kesehatan, pemerintah serta

organisasi sosial peduli AIDS harus menyadari pentingnya usaha terpadu untuk melakukan

tindakan promosi dan prevensi terhadap penyebaran HIV-AIDS (DepKes RI, 2010).

Berdasarkan case report United Nations Programme on HIV-AIDS (UNAIDS) tahun

2011 jumlah orang yang terjangkit HIV didunia sampai akhir tahun 2010 terdapat 34 juta orang.

Dua pertiga dari jumlah tersebut berada di Afrika kawasan Selatan Sahara dimana ditemukan

kasus infeksi baru mencapai 70 %. Di Afrika Selatan mencapai 5,6 juta orang yang terinfeksi

Page 2: Bab i

2

HIV, di Eropa Tengah dan Barat jumlah kasus infeksi baru HIV-AIDS sekitar 840.000, di

Jerman secara kumulasi terdapat 73.000 orang dengan HIV-AIDS dan 5 juta penderita HIV-

AIDS ada di kawasan Asia Pasifik yang merupakan urutan kedua terbesar di dunia setelah Afrika

Selatan (UNAIDS, case report 2011).

World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa pada tahun 2011 terdapat 3,5 juta

orang di Asia Tenggara hidup dengan HIV-AIDS. Beberapa Negara seperti Myanmar, Nepal dan

Thailand menunjukkan tren penurunan untuk infeksi baru HIV. Trend kematian yang disebabkan

oleh AIDS antara tahun 2001 sampai 2010 berbeda disetiap bagian Negara. Di Eropa Timur dan

Asia Tengah sejumlah orang meninggal karena AIDS meningkat dari 7.800 menjadi 90.000, di

Timur Tengah dan Afrika Utara meningkat dari 22.000 menjadi 35.000, di Asia Timur juga

meningkat dari 24.000 menjadi 56.000. Secara global, infeksi HIV baru mengalami

penurunan sebesar 24% antara 2001 dan 2011 (WHO, Progress Report 2011).

Salah satu project dari WHO yang ditandatangani melalui Deklarasi Millenium pada

September 2000 yaitu Millenium Development Goals (MDGs) sangat berperan penting dalam

bidang kesehatan. Secara global, kemajuan signifikan telah dicapai dalam mengurangi angka

kematian pada anak di bawah usia lima tahun. Pada tahun 2011, 6,9 juta anak balita meninggal,

dibandingkan dengan 12 juta pada tahun 1990. Antara tahun 1990 dan 2011, kematian balita

menurun sebesar 41 %, dari tingkat estimasi 87 kematian per 1000 kelahiran hidup menjadi 51.

Tingkat penurunan global juga telah dipercepat dalam beberapa tahun terakhir dari 1,8 % per

tahun selama periode 1990-2000 menjadi 3,2 % selama 2000-2011 (WHO, 2012).

Meskipun penurunan yang signifikan dalam jumlah kematian ibu dari estimasi 543.000 di

tahun 1990 dan 287.000 tahun 2010, tingkat penurunan hanya lebih dari setengah yang

dibutuhkan untuk mencapai target MDG pengurangan tiga perempat rasio kematian di antara

Page 3: Bab i

3

1990 dan 2015. Untuk mengurangi jumlah kematian ibu, perempuan membutuhkan akses ke baik

kualitas kesehatan reproduksi dan intervensi yang efektif. Pada tahun 2008, 63 % wanita usia 15-

49 tahun yang menikah atau dalam serikat konsensual menggunakan beberapa bentuk

kontrasepsi, sementara 11 % menginginkan untuk menghentikan atau menunda melahirkan tetapi

tidak menggunakan kontrasepsi (WHO, 2012).

Proporsi wanita yang menerima perawatan antenatal setidaknya sekali selama kehamilan

adalah sekitar 81 % untuk periode 2005-2011, tetapi untuk minimum yang disarankan dari empat

kunjungan atau lebih angka yang sesuai turun menjadi sekitar 55 %. Proporsi kelahiran yang

dibantu oleh tenaga terampil penting untuk mengurangi perinatal, kematian maternal dan

neonatal di atas 90 % dalam tiga dari enam wilayah WHO. Namun, cakupan peningkatan

dibutuhkan di daerah tertentu, seperti wilayah Afrika WHO dimana angka tersebut masih kurang

dari 50 % (WHO,2012).

Penyebaran HIV-AIDS di Indonesia sangat cepat, sehingga Indonesia berada pada situasi

epidemi terkonsentrasi. Saat ini tidak ada provinsi di Indonesia yang bebas HIV. Bahkan selama

lima tahun terakhir ini, laju epidemi HIV di Indonesia tercepat di lingkungan ASEAN, hal ini

diungkapkan UNAIDS dalam laporannya HIV in the ASIA and the Pacific “Getting to Zero”,

pada tahun 2011 (UNAIDS, 2011).

Sejak pertama kali ditemukan tahun 1987 sampai dengan september 2012, kasus HIV-

AIDS tersebar di 341 (71%) dari 497 kabupaten/kota diseluruh (33) provinsi di Indonesia.

Provinsi yang pertama kali melaporkan kasus HIV-AIDS adalah provinsi Bali (1987) dan

provinsi Sulawesi Barat yang terakhir melaporkan adanya kasus HIV pada tahun 2011

(Kemenkes, 2012).

Page 4: Bab i

4

Menurut laporan perkembangan HIV-AIDS Kementrian Kesehatan Indonesia hingga

September 2012 tercatat 92.251 kasus HIV dan 39.434 kasus AIDS. Dimana angka tertinggi

yaitu di tahun 2010 dengan jumlah sebanyak 21.591 kasus HIV dan 6.474 kasus AIDS.

Page 5: Bab i

5

BAB II

ISI

A. Situasi HIV & AIDS di Indonesia

2.1. Perkembangan Kasus AIDS Tahun 2000-2009

Masalah HIV dan AIDS adalah masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan

perhatian yang sangat serius. Ini terlihat dari apabila dilihat jumlah kasus AIDS yang dilaporkan

setiap tahunnya sangat meningkat secara signifikan.

Di Tanah Papua epidemi HIV sudah masuk ke dalam masyarakat (generalized epidemic)

dengan prevalensi HIV di populasi dewasa sebesar 2,4%. Sedangkan di banyak tempat lainnya

dalam kategori terkonsentrasi, dengan prevalensi HIV >5% pada populasi kunci. Namun, saat ini

sudah diwaspadai telah terjadi penularan HIV yang meningkat melalui jalur parental (ibu kepada

anaknya), terutama di beberapa ibu kota provinsi.

Page 6: Bab i

6

Apabila dilihat berdasarkan jenis kelamin, kasus AIDS dilaporkan banyak ditemukan pada

lakilaki yaitu 74,5%, sedangkan pada perempuan 25%.

2.2. Populasi rawan tertular HIV

Penyebaran HIV saat ini masih terkonsentrasi pada populasi kunci dimana penularan

terjadi melalui perilaku yang berisiko seperti penggunaan jarum suntik yang tidak steril pada

kelompok penasun dan perilaku seks yang tidak aman baik pada hubungan heteroseksual

maupun homoseksual. Namun, jika tidak ditangani dengan cepat maka tidak mustahil penularan

HIV akan menyebar secara luas kepada masyarakat seperti yang telah terjadi di Tanah Papua.

Jika dilihat cara penularannya, proporsi penularan HIV melalui hubungan seksual (baik

heteroseksual maupun homoseksual) sangat mendominasi yaitu mencapai 60%. Sedangkan

melalui jarum suntik sebesar 30%, dan ada sebagian kecil lainnya tertular melalui melalui ibu

dan anak (kehamilan), transfusi darah dan melalui pajanan saat bekerja.

Kecenderungan penularan infeksi HIV di seluruh provinsi prioritas hampir sama, kecuali

di Tanah Papua dimana mayoritas di akibatkan karena hubungan seksual beresiko tanpa kondom

yang dilakukan kepada pasangan tetap maupun tidak tetap.

Penularan HIV saat ini sudah terjadi lebih awal, dimana kelompok usia produktif (15-29

tahun) banyak dilaporkan telah terinfeksi dan menderita AIDS.

Berdasarkan laporan Depkes, lebih dari 50% kasus AIDS dilaporkan pada usia 15-29 tahun.

Page 7: Bab i

7

Page 8: Bab i

8

2.3 Estimasi Orang dengan HIV dan AIDS

Penyebaran HIV masih terkonsentrasi pada populasi kunci yaitu pekerja seks, pelangggan

pekerja seks, laki-laki yang melakukan hubungan seks dengan lakilaki (LSL), waria, dan

pengguna jarum suntik. Untuk Tanah Papua dan kota-kota besar, perlu diwaspadai telah terjadi

penularan HIV dari Ibu ke bayi.

Kasus HIV dan AIDS merupakan fenomena gunung es, dimana jumlah orang yang dilaporkan

jauh lebih sedikit dibandingkan dengan yang sebenarnya.

Berdasarkan estimasi Depkes dan KPAN, pada tahun 2006, jumlah orang dengan HIV dan AIDS

di Indonesia terdapat sebanyak 193,030 orang.

Hingga Maret 2009, sekitar 11,794 ODHA telah mendapatkan pengobatan ARV dan

4,731 diantaranya telah memperoleh dukungan dan perawatan baik yang dilakukan oleh

kelompok dampingan maupun organisasi berbasis masyarakat lainnya.

Page 9: Bab i

9

2.3. Gambaran perilaku berisiko pada populasi rawan tertular HIV

Faktor risiko penularan HIV pada kelompok penasun adalah perilaku tukar menukar

jarum dan alat suntik pada saat menyuntik. Survei perilaku yang dilakukan oleh Depkes di 8 kota

menunjukkan, kecenderungan perilaku menyuntik dengan berbagi alat suntik masih tinggi.

Hal ini mengakibatkan penularan HIV tetap tinggi di kalangan penasun. Pada tahun 2005,

prevalensi HIV pada kelompok penasun adalah sebesar 14%, kemudian meningkat pada tahun

2007 menjadi 54% (BSS-Depkes, 2007).

2.4 Gambaran perilaku beresiko tertular HIV pada kelompok WPS dan Pelanggan

Estimasi WPS di Indonesia pada tahun 2006 diperkirakan mencapai 0,30% dari populasi

perempuan dewasa (15-49 tahun). Kelompok WPS sangat rentan tertular HIV akibat hubungan

seks dan perilaku seks yang tidak aman, baik dilakukan dengan pelanggan maupun pasangan.

Berdasarkan data hasil survei Depkes 2007 pada kelompok WPS di 8 kota, penggunaan

Page 10: Bab i

10

kondom yang bersifat konsisten dalam hubungan seks dengan pelanggan masih sangat rendah

(rata-rata 34,8%). Hal ini mengakibatkan tingginya infeksi menular seksual dan HIV pada

kelompok WPS. Prevalensi HIV dikalangan WPS di 8 Kota tersebut mencapai 6,1% sampai

dengan 15,9%. Pada WPS langsung, prevalensi HIV diperkirakan mencapai 10%, sedangkan

pada WPS tidak langsung mencapai 5%.

Tingginya prevalensi HIV pada kalangan WPS, mengakibatkan penularan HIV pada

pelanggan semakin meningkat. Berdasarkan hasil Survei 2007 di 8 kota terhadap laki-laki risiko

tinggi (yang melakukan hubungan seks dengan pekerja seks) prevalensi HIV telah mencapai

mencapai 0,75%.

2.5 Gambaran perilaku beresiko tertular HIV pada kelompok LSL dan Waria

Laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki serta kelompok waria sangat rentan

tertular IMS dan HIV akibat perilaku hubungan seksual yang tidak aman, baik yang dilakukan

secara genital, anal maupun oral. Perilaku anal seks pada kelompok LSL, sebagian besar

dilakukan tanpa menggunakan kondom, dan hanya 11,1% sampai dengan 32,3% saja yang

melakukan dengan menggunakan kondom. Pada kelompok waria, yang menjadi pekerja seks

rata-rata penggunaan kondom juga masih sangat rendah yaitu 12,8%-48%.

Rendahnya penggunaan kondom konsisten pada setiap perilaku hubugnan seksual di

kalangan LSL, menyebabkan tingginya penularan IMS pada kelompok tersebut, misalnya

Gonore pada rektal yaitu 14,9%-22,3%; dan Sifilis (3,2%-22,3%). Pada kelompok waria,

prevalensi gonore ditemukan lebih tinggi yaitu 19,8%-37,4% sedangkan sifilis 25,%-28,8%.

Tingginya prevalensi IMS menyebabkan penularan HIV semakin meningkat pada kedua

kelompok tersebut.

Page 11: Bab i

11

Berdasarkan hasil STBP 2007, prevalensi HIV pada kelompok LSL adalah sebesar 7%,

sedangkan pada waria sebesar 29%.

2.6 Tren HIV dan AIDS dimasa yang akan datang.

Dengan memperhitungkan faktor-faktor pemicu dalam penularan HIV, maka dapat

dilakukan proyeksi perkembangan HIV pada masa yang akan datang. Berikut ini adalah proyeksi

situasi HIV yang dihasilkan melalui Asian Epidemic Modeling (AEM).

Page 12: Bab i

12

Page 13: Bab i

13

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

HIV/AIDS adalah penyakit yang sampai sekarang ini belum ada obatnya dan mematikan,

selain karena mengganggu kesehatan fisik, HIV/AIDS juga mengganggu stabilitas psikis dan

kehidupan sosial penderita, sehingga perlu dilakukan penanganan yang komprehensif.

Peran pemerintah sangat besar terhadap penanganan HIV/AIDS sebab pemerintah adalah

pemegang kendali terhadap stabilitas dalam kelompok masyarakat, selain itu pemerintah

memiliki kekuatan melalui Kebijakan yang dibuat sebagai upaya pencapaian tatanan sosial yang

sehat dan dinamis.

Melalui kebijakan yang telah di buat, pemerintah kota Makassar telah melakukan

berbagai upaya promosi dan pencegahan, pengobatan serta rehabilitasi terhadap penderita

HIV/AIDS. Semoga melalui upaya yang telah direncanakan dan yang telah dilaksanakan dapat

berjalan dengan baik dan bisa menekan penularan HIV/AIDS serta menurunkan angka penderita

HIV/AIDS di Indonesia, khususnya di Makassar.

Page 14: Bab i

14

DAFTAR PUSTAKA

http://www.icaap9.org/uploads/200907281232220.OUTLINE-

Analisis%20Situasi%20HIV%20dan%20AIDS%20di%20Indonesia.pdf

http://jurnalkesehatanmasyarakat.blogspot.com/2012/01/bab-iii-makalah-hivaids.html

http://ijammeru.blogspot.com/2011/04/makalah-trend-dan-issue-keperawatan.html

http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=12&ved=0CCIQFjABOAo&url=http%3A%2F%2Fw

ww.depkes.go.id%2Fdownload.php%3Ffile%3Ddownload%2Fpusdatin%2Fbuletin%2Fbuletin-

ptm.pdf&ei=0mWzVO2VGsOyuAT4vYCYDA&usg=AFQjCNGhREbduPq-Fxnm2mimiHYSMr4CWQ&sig2=UL7-

kJvvKeK3v8Yc8ST7_g