bab 2 thypoid

58
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini membahas definisi dan etiologi, patofisiologi, komplikasi, masalah yang timbul serta asuhan keperawatan yang meliputi pengajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, serta evaluasi keperawatan. 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Konsep Dasar Demam Tifoid 2.1.1.1 Definisi Demam Tifoid Demam tifoid ialah penyakit infeksi aut yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi (S. typhi), ditandai dengan demam berkepanjangan (lebih dari satu minggu), gangguan saluran cerna dan gangguan kesadaran (Lubis B, 2005). S. typhi ialah bakteri gram negatif, berflagela, bersifat anaerobik fakultatif, tidak berspora, berkemampuan untuk invasi, hidup dan berkembang biak di

Upload: summer-wind

Post on 11-Sep-2015

20 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Demam tifoid ialah penyakit infeksi aut yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi (S. typhi), ditandai dengan demam berkepanjangan (lebih dari satu minggu), gangguan saluran cerna dan gangguan kesadaran (Lubis B, 2005). S. typhi ialah bakteri gram negatif, berflagela, bersifat anaerobik fakultatif, tidak berspora, berkemampuan untuk invasi, hidup dan berkembang biak di dalam sel kariotik. Bakteri ini mudah tumbuh dalam perbenihan biasa, tetapi hampir tidak pernah meragikan laktosa atau sukrosa. Bakteri ini membentuk asam dan kadang-kadang gas dari glukosa dan manosa, dan biasanya membentuk H2S. Bakteri ini dapat hidup dalam air beku untuk jangka waktu yang cukup lama. S. Thypi mempunyai beberapa antigen: antigen O, antigen H, antigen Vi dan Outer Membrane Protein terutama porin (OMP) (Gladwin M, Trattler B, 2008).

TRANSCRIPT

BAB 2TINJAUAN PUSTAKABab ini membahas definisi dan etiologi, patofisiologi, komplikasi, masalah yang timbul serta asuhan keperawatan yang meliputi pengajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, serta evaluasi keperawatan.2.1 Landasan Teori2.1.1 Konsep Dasar Demam Tifoid2.1.1.1 Definisi Demam TifoidDemam tifoid ialah penyakit infeksi aut yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi (S. typhi), ditandai dengan demam berkepanjangan (lebih dari satu minggu), gangguan saluran cerna dan gangguan kesadaran (Lubis B, 2005).S. typhi ialah bakteri gram negatif, berflagela, bersifat anaerobik fakultatif, tidak berspora, berkemampuan untuk invasi, hidup dan berkembang biak di dalam sel kariotik. Bakteri ini mudah tumbuh dalam perbenihan biasa, tetapi hampir tidak pernah meragikan laktosa atau sukrosa. Bakteri ini membentuk asam dan kadang-kadang gas dari glukosa dan manosa, dan biasanya membentuk H2S. Bakteri ini dapat hidup dalam air beku untuk jangka waktu yang cukup lama. S. Thypi mempunyai beberapa antigen: antigen O, antigen H, antigen Vi dan Outer Membrane Protein terutama porin (OMP) (Gladwin M, Trattler B, 2008).

2.1.1.2 EtiologiEtiologi demam tifoid adalah salmonella thypi yang berhasil diisolasi pertama kali dari seorang pasien demam tifoid oleh Gaffkey di Jerman pada tahun 1884. Mikroorganisme ini merupakan bakteri gram negatif yang motil, bersifat aerob dan tidak membentuk spora. Salmonella thypi dapat tumbuh dalam semua media, pada media yang selektif bakteri ini memfermentasi glukosa dan manosa, tetapi tidak dapat memfermentasi laktosa (Soegeng, 2006).Bakteri ini mempunyai beberapa komponen antigen, yaitu:2.1.1.1.1 Antigen OAntigen O merupakan somatik yang terletak di lapisan luar tubuh bakteri. Struktur kimianya terdiri dari lipopolisakarida. Antigen ini tahan terhadap pemanasan 1000C selama 2-5 jam, alkohol dan asam yang encer (Gladwin M, Trattler B, 2008).2.1.1.1.2 Antigen HAntigen H merupakan antigen yang terletak di flagela, fimbriae S. Thypi dan berstruktur kimia protein. Antigen ini tidak aktif pada pemanasan di atas suhu 600C dan pada pemberian alkohol atau asam.2.1.1.1.3 Antigen ViAntigen Vi terletak di lapisan terluar S. Thypi (kapsul) yang melindungi bakteri dari fagositosis dengan struktur kimia glikolipid, akan rusak bila dipanaskan selama 1 jam pada suhu 600C, dengan pemberian asam dan fenol. Antigen ini digunakan untuk mengetahui adanya karier.2.1.1.1.4 Outer Membrane Protein (OMP)Antigen OMP S. Thypi merupakan bagian dinding sel yang terletak di luar membran sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang membatasi sel terhadap lingkungan sekitarnya. OMP ini terdiri dari 2 bagian yaitu protein porin dan protein nonporin. Porin merupakan komponen utama OMP, terdiri atas protein OMP C, OMP D, OMP F dan merupakan saluran hidrofilik yang berfungsi untuk difusi solut dengan BM < 6000. Sifatnya resisten terhadap proteilisis dan denaturasi pada suhu 85-1000C. Protein nonporin terdiri atas protein OMP A, protein A dan lipoprotein, bersifat sensitif terhadap protease, tetapi fungsinya masih belum diketahui dengan jelas (Baron EJ, dkk, 2007).2.1.1.3 PatofisiologiS. thypi masuk melalui mulut, biasanya bersama makanan dan minuman yang terkontaminasi. S. Thypi yang termakan mencapai usus halus dan masuk ke saluran getah bening lalu ke aliran darah. Kemudian bakteri dibawa oleh darah menuju berbagai organ, termasuk usus. Saat bakteri masuk ke saluran pencernaan manusia, sebagian bakteri mati oleh asam lambung dan sebagian bakteri masuk ke usus halus. Setelah berhasil melewati usus halus, bakteri masuk ke kelenjar getah bening, ke pembuluh darah, dan ke seluruh tubuh (terutama pada organ hati, empedu, dan lain-lain). Organisme ini berkembang biak dalam jaringan limfoid dan diekskresi dalam feses. Faktor host yang ikut berperan dalam resistensi terhadap S. Thypi adalah keasaman lambung, flora normal usus dan daya tahan usus (Juwono R, 2005).

MulutLambung Makanan & minuman yang tercemar kuman S. thypi

Usus halus

Plak peyerHati & limpaMenyebar ke bagian tubuh lain

Gambar 2.1 Patofisiologi Demam TifoidSumber: Nasronuddin, et al. 2007. Penyakit Infeksi di Indonesia. Surabaya: Airlangga University Press, p. 121-124Asam lambung (HCL) dalam lambung berperan sebagai penghambat masuknya bakteri S. Thypi dan bakteri usus lainnya. Jika S. Thypi masuk bersama-sama cairan, maka terjadi pengenceran HCL yang mengurangi daya hambat terhadap mikroorganisme penyebab penyakit yang masuk. Daya hambat hidroklorida (HCL) ini akan menurun pada waktu terjadi pengosongan lambung, sehingga S. Thypi dapat masuk ke dalam usus penderita. S. Thypi seterusnya memasuki folikel-folikel limfe yang terdapat di dalam lapisan mukosa atau submukosa usus, bereplikasi dengan cepat untuk menghasilkan lebih banyak S. Thypi. Setelah itu, S. Thypi memasuki saluran limfe dan akhirnya mencapai aliran darah. Dengan demikian terjadilah bakterimia pada penderita. Dengan melewati kapiler-kepiler yang terdapat dalam dinding kandung empedu, maka bakteria dapat mencapai empedu yang larut disana. Melalui empedu yang infektif terjadilah invasi kedalam usus untuk kedua kalinya yang lebih berat dari pada invasi tahap pertama. Invasi tahap kedua menimbulkan lesi yang luas pada jaringan limfe usus kecil sehingga gejala-gejala klinik menjadi jelas (Braunwald, 2005).Demam tifoid merupakan salah satu bekterimia yang disertai oleh infeksi menyeluruh dan toksemia yang dalam. Berbagai macam organ mengalami kelainan, contohnya sistem hematopoietik yang membentuk darah, terutama jaringan limfoid usus halus, kelenjar limfe abdomen, limpa dan sumsum tulang (Juwono R, 2005).Pada awal minggu kedua dari penyakit demam tifoid terjadi nekrosis superfisial yang disebabkan oleh toksin bakteri oleh hiperplasia sel limfoid. Pada minggu ketifa timbul ulkus yang berbentuk bulat atau lonjong tak teratur dengan sumbu panjang ulkus sejajar dengan sumbu usus akibat mukosa yang nekrotik. Pada umumnya ulkus tidak dalam meskipun tidak jarang jika submukosa terkena, dasar ulkus dapat mencapai dinding otot dari usus bahkan dapat mencapai membran serosa. Akibat terjadinya ulkus maka perdarahan yang hebat dapat terjadi atau juga perforasi dari usus. Kedua komplikasi tersebut yaitu perdarahan hebat dan perforasi merupakan penyebab yang paling sering menimbulkan kematian pada penderita demam tifoid. Meskipun demikian, beratnya penyakit demam tifoid tidak selalu sesuai dengan beratnya ulserasi. Toksemia yang hebat akan menimbulkan demam tifoid yang berat sedangkan terjadinya perdarahan usus dan perforasi menunjukkan bahwa telah terjadi ulserasi yang berat. Pada serangan demam tifoid yang ringan dapat terjadi baik perdarahan maupun perforasi (Ranjan L, dkk, 2005).Pada stadium akhir demam tifoid, ginjal kadang-kadang masih tetap mengandung bakteri S. Thypi sehingga terjadi bakteriuria. Maka penderita merupakan urinari karier penyakit tersebut (Ranjan L, dkk, 2005).2.1.1.4 Gambaran KlinisMenurut Ranjan (2005) gambaran klinis pada penderita Demam Thypoid bergantung pada lamanya masa inkubasi kuman. Masa inkubasi dapat berlangsung 7-21 hari, walaupun pada umumnya adalah 10-12 hari. Pada awal penyakit keluhan dan gejala penyakit tidaklah khas, berupa: anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, lidah kotor, gangguan saluran pencernaan (Ranjan L, dkk, 2005).2.1.1.4.1 Minggu Pertama (awal terinfeksi)Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada awalnya sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang berpanjangan yaitu setinggi 390C hingga 400C, sakit kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan nadi antara 80-100 kali permenit, denyut lemah, pernapasan semakin cepat dengan gambaran bronkitis kataral, perut kembung. Pada akhir minggu pertama, diare lebih sering terjadi (Ranjan L, dkk, 2005).Tanda khas lidah pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau tremor. Epistaksis dapat dialami oleh penderita sedangkan tenggorokan terasa kering dan beradang. Jika penderita ke dokter pada peroide tersebut, akan menemukan demam dengan gejala-gejala di atas yang bisa terjadi pada penyakit-penyakit lain juga. Ruam kulit (rash) umumnya terjadi pada hari ketujuh dan terbatas pada abdomen di salah satu sisi dan tidak merata, bercak-bercak ros (roseola) berlangsung 3-5 hari, kemudian hilang dengan sempurna (Ranjan L, dkk, 2005).2.1.1.4.2 Minggu KeduaJika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsung-angsur meningkat setiap hari, yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam hari. Karena itu, pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi. Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari. Terjadi perlambatan relatif nadi penderita. Yang semestinya nadi meningkat bersama dengan peningkatan suhu tubuh. Nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun, sedangkan diare menjadi lebih sering yang kadang-kadang berwarna gelap akibat terjadi perdarahan. Pembesaran hati dan limpa, perut kembung dan sering berbunyi, gangguan kesadaran (Ranjan L, dkk, 2005).2.1.1.4.3 Minggu KetigaSuhu tubuh berangsur-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu. Hal itu jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik, gejala-gejala akan berkurang dan temperatur mulai turun. Meskipun demikian justru pada saat ini komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak dari ulkus. Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana toksemia memberat dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau stupor, inkontinensia urin. Jika denyut nadi sangat meningkat disertai oleh peritonitis lokal maupun umum, maka hal ini menunjukkan telah terjadinya perforasi usus sedangkan keringat dingin, gelisah, sukar bernapas dan kolaps dari nadi yang teraba denyutnya memberi gambaran adanya perdarahan (Ranjan L, dkk, 2005).2.1.1.4.4 Minggu KelimaMerupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai adanya pneumonia lobar.2.1.1.4.5 RelapsPada mereka yang mendapatkan infeksi ringan dengan demikian juga hanya menghasilkan kekebalan yang lemah, kekambuhan dapat terjadi dan berlangsung dalam waktu yang pendek. Kekambuhan dapat lebih ringan dari serangan primer tetapi dapat menimbulkan gejala lebih berat daripada infeksi primer tersebut. 10% dari demam tifoid yang tidak diobati akan mengakibatkan timbulnya relaps (Ranjan L, dkk, 2005).2.1.1.5 Faktor Resiko Demam TifoidDemam tifoid pada masyarakat dengan standart hidup dan kebersihan rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Demam tifoid merupakan salah satu penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak orang, sehingga dapat menimbulkan wabah. Walaupun demam tifoid tercantum dalam undang-undang wabah dan wajib dilaporkan, namun data yang lengkap belum ada, sehingga gambaran epidemiologisnya belum diketahui secara pasti. Di Indonesia, demam tifoid jarang dijumpai secara epidemik, tetapi lebih sering bersifat sporadik, terpencar-pencar di suatu daerah (Soewondo, 2007).Di daerah endemik transmisi terjadi melalui air ataupun makanan yang tercemar. Makanan yang tercemar oleh carrier merupakan sumber penularan yang paling sering di daerah nonendemik. Carrier adalah orang yang sembuh dari demam tifoid dan masih terus mengekskresi S. Thypi dalam feses dan urin selama lebih dari satu tahun (Soewondo, 2007).Demam tifoid ditularkan melalui oral-fekal (makanan dan kotoran), maka pencegahan utama dengan cara memutuskan rantai tersebut dengan meningkatkan kebersihan perorangan dan lingkungan, seperti mencuci tangan sebelum makan, penyediaan air bersih (Soewondo, 2007).Cara penyebarannya melalui muntahan, urin, feses dari penderita yang kemudian secara pasif terbawa oleh lalat. Lalat kemudian mengkontaminasi makanan, minuman, sayuran, maupun buah-buahan segar. Jika demikian keadannya, fese dan urin penderita bisa mengandung bakteri S. Thypi yang siap menginfeksi manusia lain melalui makanan atau pun minuman yang tercemar (Soewondo, 2007).2.1.1.5.1 Sanitasi lingkungan yang burukSanitasi lingkungan yang buruk meliputi sumber air bersih yang tercemar, kondisi lingkungan sekitar rumah maupun di dalam rumah yang kotor (sampah bertebaran di mana-mana), kotoran hewan di jalan umum yang tidak dibersihkan2.1.1.5.2 Personal hygiene yang burukPersonal hygiene yang buruk ini dapat berupa perilaku yang tidak bersih dan sehat oleh anggota masyarakat, seperti tidak mencuci tangan sebelum atau sesudah makan, menggunakan peralatan makan yang sudah dipakai sebelumnya (belum dicuci langsung dipakai kembali), tidak menggunakan jamban atau toilet untuk buang air besar atau buang air kecil. Menjadikan sungai sebagai septic tank rumah tangga. Mengkonsumsi makanan atau minuman yang tidak di masak hingga matang menyebabkan bakteri yang berada pada sayur dan yang berada dalam air tidak mati.2.1.1.5.3 Cara pengolahan dan penyajian makanan dan minuman yang tidak baikCara pengolahan dan penyajian makanan yang tidak sesuai dengan standar kebersihan, seperti tidak mencuci tangan sebelum mengolah makanan dan minuman, menggunakan wadah yang tidak bersih, makanan dan minuman dibiarkan terbuka begitu saja. Hal tersebut dapat menyebabkan bakteri mudah berpindah ke dalam makanan dan minuman dan kemudian termakan dan menginfeksi manusia (Widodo, 2006).2.1.1.6 Pemeriksaan Diagnostik2.1.1.6.1 Darah TepiTerdapat gambaran leukopenia, limfositosis relatif dan aneosinofilia pada permulaan sakit. Mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan. Pemeriksaan darah tepi ini sederhana dan mudah dikerjakan di laboratorium yang sederhana, tetapi hasilnya berguna untuk membantu menentukan penyakitnya dengan cepat (adakalanya dilakukan pemeriksaan sumsum tulang bila hal itudilakukan di daerah yang akan dipungsi, dapat pada tibia, perlu dilakukan pembersihan ekstra kemudian dikompres dengan alkohol).2.1.1.6.2 Darah untuk Kultur (biakan empedu) dan WidalBiakan empedu untuk menentukan Salmonella thyposa dan pemeriksaan Widal merupakan pemeriksaan yang dapat menentukan diagnosis tifus abdominalis secara pasti. Pemeriksaan ini perlu dikerjakan pada waktu masuk dan setiap minggu berikutnya (diperlukan darah vena sebanyak 5 cc untuk kultur/widal).1) Biakan empedu basil Salmonella thyposa dapat ditemukan dalam darah pasien pada minggu pertama sakit. Selanjutnya lebih sering ditemukan dalam urine dan feses, dan mungkin akan tetap positif untuk waktu yang lama. Oleh karena itu, pemeriksaan yang positif dari contoh darah digunakan untuk menegakkan diagnosis, sedangkan pemeriksaan negatif dari contoh urine dan feses 2 kali berturut-turut digunakan untuk menentukan bahwa pasien telah benar sembuh dan tidak menjadi pembawa kuman (carrier) (Soegeng, 2001).2) Pemeriksaan WidalDasar pemeriksaan ialah reaksi aglutinasi yang terjadi bila setum pasie tifoid dicampur dengan suspensi antigen Salmonella thyposa. Pemeriksaan yang positif ialah bila terjadi reaksi aglutinasi. Dengan jalan mengencerkan serum, maka kadar zat anti dapat ditentukan, yaitu pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan reaksi aglutinasi. Untuk membuat diagnosis yang diperlukan ialah titer anti terhadap antigen O. Titer yang brnilai 1/200 atau lebih dan atau menunjukkan kenaikan yang progresif digunakan untuk membuat diagnosis. Titer tersebut mencapai puncaknya bersamaan dengan penyembuhan pasien (Soegeng, 2006).Titer terhadap antigen H tidak diperlukan untuk diagnosis karena dapat tetap tinggi setelah mendapat imunisasi atau apabila pasien telah lama sembuh. Pemeriksaaan Widal tidak selalu positif walaupun pasien sungguh-sungguh menderita tifoid (disebut negatif semu). Sebaliknya titer dapat positif semu karena keadaan sebagai berikut:1) Titer O dan H tinggi karena terdapatnya aglutinin normal karena infeksi basil Coli patogen pada usus2) Pada neonatus, xat anti tersebut diperoleh dari ibunya melalui tali pusat3) Terdapatnya infeksi silang dengan Rickettsia (Weil Felix)4) Akibat imunisasi secara ilmiah karena masuknya basil per oral pada keadaan infeksi subklinisPerlu diketahui bahwa ada jenis demam tifoid yang mempunyai gejala hampir sama, hanya bedanya demam biasanya tidak terlalu tinggi (lebih ringan) ialah yang terdapat pada Paratifoid A, B, C. Untuk menemukan kuman penyebab, perlu pemeriksaan darah seperti pasien tifoid baisa (Soegeng, 2006). 2.1.1.6.3 Isolasi KumanDiagnosis pasti demam tifoid dilakukan dengan isolasi S. Thypi. Isolasi kuman penyebab demam tifoid dapat dilakukan dengan melakukan biakan dari berbagai tempat dalam tubuh. Beberapa penelitian di berbagai center memberikan angka positifitas yang berbeda-beda. Rathore (2007) di Pakistan melakukan penelitian mengenai gambaran klinis demam tifoid dengan kuman yang telah resisten terhadap berbagai antibiotika, mendapatkan hasil biakan positif S.thypi pada 64%. Bhutta (2009) melaporkan hasil biakan empedu pada tersangka penderita demam tifoid yang telah mendapat lebih dari satu macam antibiotik selama >72 jam. Sebanyak 26% diantaranya mempunyai hasil biakan darah negatif dan biakan sumsum tulang yang positif. Sedangkan 63% diantaranya mempunyai hasil biakan positif S. Thypi baik berasal dari sediaan darah maupun dari sumsum tulang (Rohim, dkk, 2004).2.1.1.7 Penatalaksanaan MedisPasien yang dirawat dengan diagnosis observasi tifoid harus dianggap dan diperlakukan langsung sebagai pasien tifoid dan diberikan pengobatan sebagai berikut:2.1.1.7.1 Isolasi pasien, desinfeksi pakaian dan ekskreta2.1.1.7.2 Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit yang lama, lemah, anoreksia dan lain-lain2.1.1.7.3 Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu setelah suhu normal kembali (istirahat total), kemudian boleh duduk jika tidak panas lagi boleh berdiri kemudian berjalan di ruangan2.1.1.7.4 Diet. Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein. Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak menimbulkan gas. Susu 2 gelas sehari. Bila kesadaran pasien menurun diberikan makanan cair melalui sonde lambung. Jika kesadaran dan nafsu makan anak baik dapat juga diberikan makanan lunak2.1.1.7.5 Obat pilihan ialah kloramfenikol, kecuali jika pasien tidak cocok dapat diberikan obat lainnya seperti kontrimoksazol. Pemberian kloramfenikol dengan dosis tinggi, yaitu 100 mg/kg BB/hari (maksimum 2 gram per hari), diberikan 4 kali sehari per oral atau intravena. Pemberian kloramfenikol dengan dosis tinggi tersebut mempersingkat waktu perawatan dan mencegah relaps. Efek negatifnya adalah mungkin pembentukan zat anti kurang karena basil terlalu cepat dimusnahkan2.1.1.7.6 Bila terdapat komplikasi, terapi disesuaikan dengan penyakitnya. Bila terjadi dehidrasi dan asidosis diberikan cairan secara intravena dan sebagainya (Soegeng, 2006).2.1.1.8 Penatalaksanaan KeperawatanPenyakit tifoid adalah penyakit menular yang sumber infeksinya berasal dari feses dan urine, sedangkan lalat sebagai pembawa/penyebar dari kuman tersebut. Pasien tifoid harus dirawat di kamar isolasi yang dilengkapi dengan peralatan untuk merawat pasien yang menderita penyakit menular, seperti desinfektan untuk mencuci tangan, merendam pakaian kotor dan pot/memakai celemek. Masalah pasien tifoid yang perlu diperhatikan adalah kebutuhan nutrisi/cairan dan elektrolit, gangguan suhu tubuh, gangguan rasa nyaman nyeri, risiko terjadi komplikasi, kurang pengetahuan orang tua mengenai penyakit (Soegeng, 2006).2.1.1.8.1 Kebutuhan nutrisi/cairan dan elektrolitPasien tifoid umumnya menderita gangguan kesadaran dari apatik sampai sopora-koma, delirium (yang berat) di samping anoreksia dan demam lama. Keadaan ini menyebabkan kurangnya masukan nutrisi/cairan sehingga kebutuhan nutrisi yang penting untuk masa penyembuhan berkurang pula, dan memudahkan timbulnya komplikasi. Selain hal itu, pasien tifoid menderita kelainan berupa adanya tukak-tukak pada usus halus sehingga makanan yang mengandung cukup cairan, rendah serat, tinggi protein dan tidak menimbulkan gas. Pemberiannya melihat keadaan pasien:1) Jika kesadaran pasien masih baik, diberikan makanan lunak dengan lauk pauk dicincang (hati, daging) sayuran labu siam/wortel yang dimasak lunak sekali. Boleh juga diberi tahu, telur setengah matang atau matang direbus. Susu diberikan 2x1 gelas atau lebih, jika makanan tidak habis diberikan ekstra susu2) Pasien yang kesadarannya menurun sekali diberikan cair personde, kalori sesuai dengan kebutuhannya. Pemberian diatur setiap 3 jam termasuk makanan ekstra seperti sari buah, bubur kacang hijau yang dihaluskan. Jika kesadaran membaik makanan beralih secara bertahap ke lunak3) Jika pasien payah, seperti yang menderita delirium, dipasang infus dengan cairan glukosa dan NaCl. Jika keadaan sudah tenang diberikan makanan personde baisanya merupakan setengah dari jumlah kalori, setengahnya masih per infus. Secara bertahap dengan melihat kemajuan pasien, beralih ke makanan biasa (Soegeng, 2006).2.1.1.8.2 Gangguan suhu tubuhPasien tifoid menderita demam lama, pada kasus yang khas demam dapat sampai 3 minggu. Keadaan tersebut dapat menyebabkan kondisi tubuh lemah, dan mengakibatkan kekurangan cairan, karena perspirasi yang meningkat. Pasien dapat menjadi gelisah, seluruh lendir mulut dan bibir menjadi kering dan pecah-pecah (Soegeng, 2006).Penyebab demam, karena adanya infeksi basil Salmonella thyposa, maka untuk menurunkan suhu tersebut hanya dengan memberikan obatnya secara adekuat, istirahat mutlak sampai suhu tubuh turun diteruskan 2 minggu lagi, kemudian mobilisasi bertahap. Jika pasien diberikan mekanan melalui sonde, obat dapat diberikan bersama makanan tetapi berikan pada permulaan memasukkan makanan, jangan dicampur pada semua makanannya atau diberikan belakangan karena jika pasien muntah obat akan keluar sehingga kebutuhan obat tidak adekuat (Soegeng, 2006).Ruangan diatur agar cukup ventilasi. Untuk membantu menurunkan suhu tubuh yang biasanya pada sore dan malam hari lebih tinggi jika suhu tinggi sekali cara menurunkan lihat pada pembahasan tentang hiperpireksia. Di samping kompres berikan pasien banyak minum, teh manis, atu air kaldu sesuai kesukaan anak (Soegeng, 2006).Anak jangan ditutupi dengan selimut yang tebal agar penguapan suhu lebih lancar. Jika menggunakan kipas angin untuk membantu menurunkan suhu, usahakan agar kipas angin tidak langsung ke arah tubuh pasien (Soegeng, 2006).2.1.1.8.3 Gangguan rasa aman dan nyamanGangguan rasa aman dan nyaman pasien tifoid dengan pasien lain, yaitu karena penyakitnya serta keharusan istirahat di tempat tidur jika ia sudah dalam penyembuhan. Khusus pada pasien tifoid, karena lidah kotor, bibir kering dan pecah-pecah menambah rasa tidak nyaman di samping juga menyebabkan tidak nafsu makan. Untuk itu pasien perlu dilakukan perawatan mulut 2 kali sehari, oleskan boraks gliserin (krim) dengan sering dan sering berikan minum. Karena pasien apatis, harus lebih diperhatikan dan diajak berkomunikasi. Jika pasien dipasang sonde perawatan mulut harus tetap dilakukan dan sekali-kali juga diberikan minum agar selaput lendir mulut dan tenggorok tidak kering. Selain itu sebagai akibat lama berbaring setelah mulai berjalan harus mulai dengan menggoyang-goyangkan kakinya dahulu sampai duduk dipinggir tempat tidur, kemudian berjalan di sekitar tempat tidur sambil berpegangan. Katakan bahwa gangguan itu akan hilang setelah 2-3 hari mobilisasi (Soegeng, 2006).2.1.1.8.4 Risiko komplikasiPenyakit tifoid menyebabkan kelainan berupa tukak pada mukosa usus halus dan dapat menjadi penyebab timbulnya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus jika tidak mendapatkan pengobatan, diet, dan perawatan yang adekuat. Yang perlu diperhatikan untuk mencegah komplikasi adalah:1) ObatObat yang pokok ialah kloramfenikol dosis 100 mg/BB/hari diberikan 4 kali sehari. Agar berhasil dengan baik obat harus diberikan setiap 6 jam, buatkan daftar yang mudah diingat, misalnya pukul 06.00, 12.00, 18.00, 24.00 dan berikan tanda bila obat telah diberikan. Selain kloramfenikol mungkin ada obat lain (Soegeng, 2001)2) IstirahatPasien yang menderita tifoid perlu istirahat mutlak selama demam, kemudian diteruskan 2 minggu lagi setelah suhu turun menjadi normal. Setelah satu minggu suhu normal 3 hari kemudian pasien dilatih duduk, jika tidak timbul demam lagi boleh duduk di tepi tempat tidur sambil kakinya digoyang-goyangkan. Pada akhir minggu kedua, jika tidak timbul demam lagi boleh belajar jalan mulai mengelilingi tempat tidur. Selama istirahat pengawasan tanda vital mutlak dilakukan 3 kali sehari. Jika terdapat suhu tinggi melebihi suhu biasanya, ukur suhu ekstra dan catata pada catatan perawatan. Bila tidak turun hubungi dokter (Soegeng, 2006)2.1.1.8.5 Kurang pengetahuan orang tua mengenai penyakitDewasa ini pasien tifoid yang ringan serta orang tua sanggup dan mengerti, dapat dirawat di rumah. Untuk pemeriksaan darah (darah tepi dan gal/Widal) pasien dibawa ke laboratorium tetapi tidak boleh berjalan. Perawatannya seperti yang dilakukan di rumah sakit, ialah:1) Pasien tidak boleh tidur dengan anak-anak lain, mungkin ibunya yang menemaninya tetapi jangan tidur bersama-sama. Anak-anak lain yang mengunjungi tidak boleh duduk di tempat tidur pasien2) Pasien juga harus beristirahat mutlak sampai demam turun dan masih dilanjutkan selama 2 minggu3) Pemberian obat, pengukuran suhu tubuh dilakukan di rumah sakit. Orang tua diminta membuat catatan suhu dan makanan yang diberikan. Diet seperti pasien yang dirawat di rumah sakit karena pasien dianggap ringan biasanya boleh diberikan bubur/makanan lunak dengan lauk pauk yang lunak pula. Biasanya dokter memberikan obat sudah diperhitungkan sampai suhu turun. Jika obat hampir habis dan daftar suhu masih tinggi, orang tua diminta kembali ke dokter. Di samping obat juga penjelasan mengenai cara mengompres atau pemberitahuan pasien, boleh dirawat di kamar ber-AC serta banyak minum. Jika sudah dua minggu suhu belum turun, pasien harus dibawa ke dokter lagi mungkin perlu dirawat di rumah sakit4) Pembuangan feses dan urine harus dibuang ke dalam lubang WC dan disiram air sebanyak-banyaknya. WC dan sekitarnya harus bersih agar tidak ada lalat. Pot dan urinal setelah dipakai direndam ke dalam cairan desinfektan sebelum dicuci. Pakaian pasien dan linen bekas yang dipakai juga harus direndam dahulu dalam desinfektan sebelum dicuci dan jangan dicuci bersama-sama pakaian anak-anak lainnya. Selain penjelasan mengenai perawatan di rumah, penyuluhan yang perlu diberikan kepada orangtua pasien (termasuk yang dirawat di rumah sakit) adalah penjelasan mengenai:(1) Penyebab dan cara penularan penyakit tifoid serta bahaya yang dapat terjadi(2) Pentingnya menjaga kesehatan dengan memelihara kebersihan lingkungan serta minum air yang bersih dan dimasak mendidih (3) Anak agar dibiasakan buang air besar di WC dan setiap keluarga hendaknya mempunyai WC sendiri-sendiri. WC yang baik adalah yang disiram serta tertutup sehingga tidak ada lalat (jelaskan bahwa penyakit bersumber dari feses/urine dan lalat sebagai pembawa kumannya bagi keluarga yang kurang mengerti)(4) Anak yang sudah sekolah supaya dinasehati jangan membeli makanan yang tidak ditutup/yang tidak bersih. Sebaiknya anak di atas 1 tahun dimintakan suntikan TIPA (Soegeng, 2001).2.1.1.9 KomplikasiDemam tifoid merupakan penyakit yang memberikan gejala lokal sistemik. Selain gambaran klinis yang telah diuraikan diatas, dapat terjadi gambaran lain yang tidak biasa atau yang merupakan gambaran demam tifoid. Istilah komplikasi sendiri hingga kini masih menjadi bahan perdebatan (Rohim, dkk, 2004).2.1.1.10.1 Perforasi UsusPerforasi usus merupakan komplikasi pada 1-5% penderita yang dirawat, biasanya perforasi pada minggu ketiga tetapi bisa terjadi selama masa sakit. Selain gejala yang biasa ditemukan pada demam tifoid, penderita mengeluh nyeri perut hebat di kuadran kanan tetapi dapat pula bersifat menyebar. Abdomen tampak tegang, dengan nyeri lepas dan hilangnya pekak hati dan bising usus. Perforasi menyebabkan tekanan darah turun, nadi bertambah cepat, dan timbulnya nyeri hebat. Pada permeriksaan darah tepi didapatkan leukositosis dan pergeseran ke kiri (Rohim, dkk, 2004).2.1.1.9.2 Perdarahan UsusTerjadi pada 15% kasus, 25% merupakan perdarahan ringan dan tidak perlu tranfusi. Perdarahan hebat dapat menyebabkan syok, tetapi biasanya sembuh spontan tanpa pembedahan (Rohim, dkk, 2004).2.1.1.9.3 Komplikasi HematologisDepresi sumsum tulang belakang yang toksik pada penderita dengan menifestasi klinis nyang berat, menyebabkan terjadinya anemia, granulositopenia dan trombositopenia. Anemia hemotolik akut bervariasi pada 2-7% penderita ditandai dengan menurunan haemoglobin secara tiba-tiba tanpa adanya perdarahan disertai hemoglobinuria gambaran hemolisis pada pemeriksaan darah tepi. Hemolisis dijumpai pada pasien G6PD yang menderita demam tifoid dan dipicu dengan pemakaian kloramfenikol. Selain itu dapat terjadi trombositipenia disertai hipofibrinogenemia yang merupakan gambaran dari DIC. Penulis lain melaporkan erupsi kulit yang hemoragis, perdarahan gusi, epistaksis, hematuria, perdarahan dari vulva, bahkan pada otopsi pernah menemukan perdarahan masif dari meningen, pleura, peritoneum dan paru (Rohim, dkk, 2004).2.1.1.9.4 Komplikasi LainManifestasi lain yang jarang ditemukan adalah peritonitis, otitis media, uveitis, artritis, pankreatitis, abses (hati, limpa dan jaringan lunak), orkritis dan alopesia (Rohom, dkk, 2004).Pada anak-anak dengan demam tifoid, komplikasi lebih jarang terjadi. Komplikasi lebih sering terjadi pada keadaan toksemia berat dan kelemahan umum, bila perawatan pasien kurang sempurna (Mansjoer, 2000).

2.1.1.10 Asuhan Keperawatan2.1.1.10.1 Pengkajian KeperawatanPengkajian keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktek keperawatan yang langsung diberikan kepada pasien dengan menggunakan metode ilmiah dengan pendekatan proses keperawatan tanpa mengabaikan bio, psiko, dan kultural sebagai kesatuan yang utuh dan ataupun asuhan keperawatan yang digunakan yaitu melalui tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan.1) IdentitasDalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, No. Registrasi, status perkawinan, agama, pekerjaan, tinggi badan, berat badan, tanggal MRS(1) Keluhan Utama pasien tifoid biasanya mengeluh perut terasa mual dan kembung, nafsu makan menurun, panas dan demam1. Riwayat Penyakit DahuluApakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit tifoid, apakah tidak pernah, apakah pernah menderita penyakit lainnya2. Riwayat Penyakit SekarangPada umumnya penyakit pada pasien tifoid adalah demam, anoreksia, mual, muntah, diare, perasaan tidak enak di perut, pucat, nyeri kepala, nyeri otot, lidah kotor, gangguan kesadaran berupa somnolen sampai koma3. Riwayat Penyakit KeluargaApakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita tifoid atau sakit lainnya4. Riwayat PsikososialPsikososial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien, dengan timbul gejala-gejala yang dialami, apakah pasien dapat menerima pada apa yang dideritanya5. Pola-pola Fungsi Kesehatana. Pola persepsi dan tatalaksana kesehatanPerubahan penatalaksanaan kesehatan yang dapat menimbulkan masalah dalam kesehatannyab. Pola nutrisi dan metabolismeAdanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit, lidah kotor dan rasa pahit waktu makan sehingga dapat memepengaruhi status nutrisic. Pola tidur dan aktifitasKebiasaan tidur pasien akan terganggu dikarenakan suhu badan yang meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada waktu tidurd. Pola aktifitas dan latihanPasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik serta pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnyae. Pola eliminasiKebiasaan dalam BAK akan terjadi retensi bila dehidrasi karena panas yang meninggi, konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan kebutuhanf. Pola reproduksi dan seksualg. Pola persepsi dan pengetahuanPerubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan dalam merawat dirih. Pola persepsi dan konsep diriDidalam proses perubahan apabila pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah penyakitnyai. Pola penanggulangan stressStress timbul apabila seorang pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah penyakitnyaj. Pola hubungan interpersonalAdanya gangguan kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam menjalankan perannya selama sakitk. Pola tata nilai dan kepercayaanTimbulnya distress dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan cemas dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu

2.1.1.11 Diagnosa KeperawatanSebelum membuat diagnosa keperawatan, maka data yang terkumpul diidentifikasi untuk menentukan masalah melalui analisa data, pengelompokan dan menentukan diagnosa. Dignosa keperawatan adalah keputusan/kesimpulan yang terjadi dari hasil pengkajian keperawatan. Diagnosa keperawatan yang muncul pada demam tifoid menurut Suriadi, dkk (2006) adalah sebagai berikut:2.1.1.11.1 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak ada nafsu makan, mual dan kembung2.1.1.11.2 Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi Salmonella thypi2.1.1.11.3 Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan nyeri epigastrium, mual muntah2.1.1.11.4 Kurang pengetahuan orangtua tentang penyakit berhubungan dengan kurang informasi2.1.1.12 Perencanaan KeperawatanBerdasarkan diagnosa keperawatan secara teoritis maka rumusan rencana keperawatan pada pasien dengan demam tifoid menurut Sariadi, dkk (2006) adalah sebagai berikut:2.1.1.12.1 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak ada nafsu makan, mual, muntah.Batasan Karakteristik:Subjectif:1) Kram abdomen2) Nyeri abdomen3) Menolak makan4) Persepsi ketidakmampuan untuk mencerna makanan5) Melaporkan perubahan sensasi rasa6) Merasa cepat kenyang setelah mengkonsumsi makananObjectif:1) Pembuluh kapiler rapuh2) Kekurangan makanan3) Kehilangan rambut yang berlebihan4) Bising usus hiperaktif5) Kurang minat terhadap makanan6) Membran mukosa pucat7) Tonus otot buruk8) Menolak untuk makan9) Kelemahan otot yang berfungsi untuk menelan atau mengunyah(Wilkinson, 2013)

2.1.1.12.2 Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi kuman Salmonella thyposaBatasan Karakteristik:Objectif:1) Kulit merah2) Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal3) Frekuensi napas meningkat4) Kulit teraba hangat5) Takikardia6) Takipnea(Wilkinson, 2013).

2.1.1.12.3 Risiko terjadi komplikasi (syok hipovolemik/perdarahan)Batasan Karakteristik:1) Hipotensi2) Adanya perdarahan3) Akral dingin4) Mual5) Muntah (Hidayat, 2006)

2.1.1.12.4 NyeriBatasan karakteristik:Subjektif1) Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan nyeri dengan isyaratObjektif1) Posisi untuk menghidnari nyeri2) Perubahan tonus otot (dengan rentang dari lemas, tidak bertenaga, sampai kaku)3) Respons autonomic (misalnya: diaphoresis, perubahan tekanan darah, pernapasan, nasi, dilatasi pupil)4) Perilaku distraksi (misalnya: mondar mandir, mencari orang, atau aktifitas lain, aktifitas berulang)5) Perilaku ekspresif (misalnya: gelisah, merintih, meringis, kewaspadaan berlebihan, peka terhadap rangsang dan menghela nafas panjang)6) Perilaku menjaga atau sikap melindungi7) Fokus menyempit (misalnya: gangguan persepsi waktu, gangguan proses pikir, interaksi dengan orang lain atau lingkungan menurun)8) Bukti nyeri yang dapat diamati9) Berfokus pada diri sendiri10) Gangguan tidur (mata terlihat kuyu, gerakan tidak teratur atau tidak menentu dan menyeringai)(Wilkinson, 2013)

2.1.1.12.5 Kurang pengetahuan orangtua mengenai penyakit Batasan KarakteristikSubjektifObjektif

2.1.1.13 Pelaksanaan KeperawatanImplementasi adalah tindakan keperawatan yang dilakukan untuk membantu mencapai tujuan pada rencana keperawatan yang telah disusun. Prinsip dalam memberikan tindakan keperawatan menggunakan komunikasi terapeutik serta penjelasan setiap tindakan kepada pasien. Pendekatan yang diberikan adalah pendekatan secara independen, dependen, dan interdependen. Tindakan independen adalah tindakan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk atau arahan dari dokter atau tenaga kesehatan lain. Tindakan dependen adalah tindakan yang berhubungan dengan pelaksanaan tindakan medis. Tindakan interdependen adalah tindakan yang memerlukan suatu kerjasama dengan kesehatan lain (Suradi, 2006).Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping. Selama tahap implementasi, perawat terus melakukan pengumpulan data dan memilih asuhan keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan klien (Nursalam, 2011).2.1.1.14 Evaluasi KeperawatanEvaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan, rencana intervensi, dan implementasinya. Tahap evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor kealpaan yang terjadi selama tahap pengkajian, analisis, perencanaan, dan implementasi intervensi (Nursalam, 2011).Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat respons klien terhadap asuhan keperawatan yang diberikan sehingga perawat dapat mengambil keputusan:2.1.1.14.1 Mengakhiri rencana asuhan keperawatan (jika klien telah mencapai tujuan yang ditetapkan).2.1.1.14.2 Memodifikasi rencana asuhan keperawatan (jika klien mengalami kesulitan untuk mencapai tujuan).2.1.1.14.3 Meneruskan rencana asuhan keperawatan (jika klien memerlukan waktu yang lebih lama untuk mencapai tujuan).(Nursalam, 2011).