2. bab 2 siseg

42
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab 2 akan diuraikan mengenai konsep penyakit dan asuhan keperawatan dengan diagnosa medis Meningioma. Konsep penyakit akan diuraikan, pengertian, anatomi fisiologi, etiologi, tanda gejala, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaan. Asuhan keperawatan akan diuraikan masalah-masalah yang muncul pada penyakit Meningioma dengan melakukan asuhan keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi. 2.1. Konsep Penyakit 2.1.1. Pengertian Meningioma Meningioma adalah tumor pada meningen, yang merupakan selaput pelindung yang mlindungi otak dan medulla spinalis. Meningioma dapat timbul pada tempat manapun dibagian otak manapun termasuk medulla spinalis tetapi, umumnya terjadi di hemiparese otak semua lobus. Kebanyakan meningioma bersifat jinak (benigna). 9

Upload: cynthia-putri-surya-indasari

Post on 13-Sep-2015

271 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

hdhjs

TRANSCRIPT

15

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab 2 akan diuraikan mengenai konsep penyakit dan asuhan keperawatan dengan diagnosa medis Meningioma. Konsep penyakit akan diuraikan, pengertian, anatomi fisiologi, etiologi, tanda gejala, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaan. Asuhan keperawatan akan diuraikan masalah-masalah yang muncul pada penyakit Meningioma dengan melakukan asuhan keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi.

2.1. Konsep Penyakit2.1.1. Pengertian Meningioma

Meningioma adalah tumor pada meningen, yang merupakan selaput pelindung yang mlindungi otak dan medulla spinalis. Meningioma dapat timbul pada tempat manapun dibagian otak manapun termasuk medulla spinalis tetapi, umumnya terjadi di hemiparese otak semua lobus. Kebanyakan meningioma bersifat jinak (benigna). Meningioma biasanya melekat pada bagian dalam permukaan duramater. Kebanyakan meningioma jinak dan sesuai dengan WHO kelas I. Tertentu subtipe histologis atau meningioma dengan kombinasi spesifik dari morfologi parameter yang terkait dengan kurang hasil klinis yang menguntungkan dan sesuai WHO nilai II (atipikal) dan III (anaplastik atau ganas). Tumor ini berkaitan dengan hilangnya sebagian atau seluruh kromosom 22 yang menyebabkan delesi gen NF2. Massa tumor terdiri dari sel-sel bentuk oval sampai lonjong; tumbuh hiperplastis membentuk struktur kisaran dan pada bagian tengah tampak pembentukan psammoma bodies (massa kalsifikasi konsentris) diantara kelompok-kelompokan sel-sel tumor dibatasi jaringan ikat dan proliferasi pembuluh darah (Louis et al., 2007),2.1.2. Anatomi Fisiologi

Tulang (belakang) pada batang punggung sepanjang punggung, menghubungkan tengkorak dengan panggul. Tulang ini melindungi syaraf yang menonjol pada otak dan menjalar kebawah punggung dan ke seluruh tubuh. tulang belakang tersebut dipisahkan oleh piringan yang berisi bahan yang lembut, seperti agar-agar, yang menyediakan batalan ke batang tulang belakang. Piringan ini bisa hernia (bergerak keluar dari tempatnya) atau pecah karena luka berat atau tegangan. Susunan saraf adalah sistem yang mengontrol tubuh kita yang terus menerus menerima, menghantarkan dan memproses suatu informasi dan bersama sistim hormon, susunan saraf mengkoordinasikan semua proses fungsional dari berbagai jaringan tubuh, organ dan sistim organ manusia. Susunan saraf dibagi menjadi dua yaitu susunan saraf pusat dan susunan saraf otonom (Evelyn C. Pearce :2009) Gambar 2.1 Bagian-bagian Otak (Sumber: Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2004.)1. Serebrum (Otak Besar) Serebrum adalah bagian terbesar dari otak yang terdiri dari dua hemisfer. Hemisfer kanan berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah kiri dan hemisfer kiri berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah kanan. Masing-masing hemisfer terdiri dari empat lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai parit disebut sulkus. Keempat lobus tersebut masing-masing adalah lobus frontal, lobus parietal, lobus oksipital dan lobus temporal (Evelyn,2009).a. Lobus parietal merupakan lobus yang berada di bagian tengah serebrum. Lobus parietal bagian depan dibatasi oleh sulkus sentralis dan bagian belakang oleh garis yang ditarik dari sulkus parieto-oksipital ke ujung posterior sulkus lateralis. Daerah ini berfungsi untuk menerima impuls dari serabut saraf sensorik thalamus yang berkaitan dengan segala bentuk sensasi dan mengenali segala jenis rangsangan somatik. b. Lobus frontal merupakan bagian lobus yang ada di bagian paling depan dari serebrum. Lobus ini mencakup semua korteks anterior sulkus sentral dari Rolando. Pada daerah ini terdapat area motorik untuk mengontrol gerakan otot-otot, gerakan bola mata; area broca sebagai pusat bicara; dan area prefrontal (area asosiasi) yang mengontrol aktivitas intelektual. c. Lobus temporal berada di bagian bawah dan dipisahkan dari lobus oksipital oleh garis yang ditarik secara vertikal ke bawah dari ujung atas sulkus lateral. Lobus temporal berperan penting dalam kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara.d. Lobus oksipital berada di belakang lobus parietal dan lobus temporal. Lobus ini berhubungan dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata (Ellis, 2006). Apabila diuraikan lebih detail, setiap lobus masih bisa dibagi menjadi beberapa area yang punya fungsi masing-masing, seperti terlihat pada gambar di bawah ini. 2. Serebelum (Otak Kecil)

Serebelum atau otak kecil adalah komponen terbesar kedua otak. Serebelum terletak di bagian bawah belakang kepala, berada di belakang batang otak dan di bawah lobus oksipital, dekat dengan ujung leher bagian atas. Serebelum adalah pusat tubuh dalam mengontrol kualitas gerakan. Serebelum juga mengontrol banyak fungsi otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh, mengontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Selain itu, serebelum berfungsi menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya (Evelyn,2009).3. Batang Otak Batang otak berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian dasar dan memanjang sampai medulla spinalis. Batang otak bertugas untuk mengontrol tekanan darah, denyut jantung, pernafasan, kesadaran, serta pola makan dan tidur. Bila terdapat massa pada batang otak maka gejala yang sering timbul berupa muntah, kelemahan otat wajah baik satu maupun dua sisi, kesulitan menelan, diplopia, dan sakit kepala ketika bangun. Batang otak terdiri dari tiga bagian (Evelyn,2009), yaitu:

a. Diensefalon atau otak tengah (disebut juga mid brain) adalah bagian teratas dari batang otak yang menghubungkan serebrum dan serebelum. Saraf kranial III dan IV diasosiasikan dengan otak tengah. Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran . b. Pons Varoli merupakan bagian dari batang otak yang berada diantara midbrain dan medulla oblongata. Pons terletak di fossa kranial posterior. Saraf Kranial (CN) V diasosiasikan dengan pons. c. Medulla oblongata adalah bagian paling bawah belakang dari batang otak yang akan berlanjut menjadi medulla spinalis. Medulla oblongata terletak juga di fossa kranial posterior. CN IX, X, dan XII disosiasikan dengan medulla, sedangkan CN VI dan VIII berada pada perhubungan dari pons dan medulla. 4. Sumsung tulang belakang

Sumsum tulang belakang atau medulla spinalis bermula pada medulla oblongata menjulur kea rah kaudal melalui foramen magnum, dan berakhir diantara vertebra lumbalis pertama dan kedua. Fungsi sumsum tulang belakang adalah mengadakan kounikasi antara otak dan semua bagaian tubuh dan gerak reflkeks. (Evelyn C. Pearce :20095. Susunan saraf otonom

System saraf otonom bergantung pada system saraf pusat dan antara keduanya dihubungkan urat-urat saraf aferen dan eferen. Menurut fungsinya, susunan saraf otonom dibagi dalam dua bagian :

a. System saraf simpatis

Terletak didepan kolumna vertebra dan berhubungan serta bersambungan dengan sumsum tulang belakang melalui serabut saraf. Fungsinya adalah mensarafi otot jantung, otot-otot tidak sadar semua pembuluh darah, serta semua alat dalam seperti lambung, pangkreas dan usus. Melayani serabut motorik sekretorik pada kelenjar keringat, serabut motorik pada otot tak sadar dalam kulit-arektores pilorum serta mempertahankan tonus semua otot, termasuk tonus otot sadar. (Evelyn C. Pearce :2009 hal 371)b. System saraf parasimpatis

Dibagi menjadi dua yaitu saraf otonom cranial dan saraf otonom sacral. Saraf otonom cranial adalah saraf cranial ketiga, ketujuh, kesembilan, dan kesepuluh. Saraf otonom sacral keluar dari sumsum tulang belakang melalui daerah sacral membentuk urat-urat saraf pada alat-alat dalam pelvis, dan bersama saraf simpatis membentuk pleksus yang melayani kolom, rectum, dan kandung kemih. (Evelyn,2009)6. Pembuluh darah yang mendarahi otak tardiri dari :Sepasang pembuluh darah karotis : denyut pembuluh darah besar ini dapat kita raba dileher depan, sebelah kiri dan kanan dibawah mandibula, sepasang pambuluh darah ini setelah masuk ke rongga tengkorak akan bercabang menjadi tiga :

1) Sebagian menuju ke otak depan (arteri serebri anterior)

2) Sebagian menuju ke otak belakang (arteri serebri posterior)

3) Sebagian menuju otak bagian dalam (arteri serebri interior)

Ketiganya akan saling berhubungan melalui pembuluh darah yang disebut arteri komunikan posterior.b. Sepasang pembuluh darah vertebralis : denyut pembuluh darah ini tidak dapat diraba oleh karena kedua pembuluh darah ini menyusup ke bagian samping tulang leher, pembuluh darah ini mendarahi batang otak dan kedua otak kecil, kedua pembuluh darah teersebut akan saling berhubungan pada permukaan otak pembuluh darah yang disebut anastomosis (Evelyn,2009).

2.1.3. EtiologiMenurut Brunner & Suddart (2005), Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya HNP adalah sebagai berikut :1. Riwayat trauma,2. Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat beban beban berat, duduk, mengemudi dalam waktu lama,3. Sering membungkuk,4. Posisi tubuh saat berjalan,5. Proses degeneratif (usia 30-50 tahun),6. Struktur tulang belakang,7. Kelemahan otot-otot perut, tulang belakang.2.1.4. Tanda dan Gejala1. Nyeri pinggang bawah yang intermitten (dalam beberapa minggu sampai beberapa tahun). Nyeri menjalar sesuai dengan distribusi saraf ischiadikus.2. Sifat Nyeri Khas dari posisi berbaring ke duduk, nyeri mulai dari pantat dan terus menjalar ke bagian belakang lutut kemudian kemudian ke tungkai bawah.

3. Nyeri bertambah hebat karena pencetus seperti gerakan-gerakan pinggang, saat batuk atau mengejan, berdiri atau duduk untuk jangka waktu yang lama dan nyeri berkurang bila pasien beristirahat berbaring.

4. Pasien sering merasa kesemutan atau tebal bahkan kekuatan otot menurun sesuai dengan distribusi persarafan yang terlibat.5. Nyeri bertambah bila daerah L5 - S1 (garis antara dua krista iliaka) di tekan.6. Deformitas.

7. Penurunan fungsi sensori, motorik.8. Konstipasi, kesulitan saat defekasi dan berkemih. Tidak mampu melakukan aktifitas yang biasanya dilakukan (Shahdevi, 2012).2.1.5. Klasifikasi

Hernia yang terjadi pada daerah vertebra dapat diklasifikasikan menurut letak terjadinya, antara lain :

1. Hernia Diskus Intervertebralis Servikal

Hernia diskus servikal biasanya terjadi pada ruang antara C5-C6 dan C6-C7 nyeri dan kekauan dapat terjadi pada leher, bagian atas pundak dan daerah skapula. Nyeri dapat juga terjadi pada ekstermitas atas dan kepala, yang disertai parastesia dan kebas pada ektermitas atas. Diagnose biasanya dikonfirmasi dengan MRI servikal.

2. Hernia Diskus Lumbal

Hernia diskus lumbal banyak terjadi pada L4-L5 atau ruang antara L5-S1 pasien mengeluh nyeri punggung bawah dengan spasme otot, yang diikuti dengan penyebaran nyeri ke dalam satu pinggul dan turun ke arah kaki (skiatika). Biasanya beberapa tipe deformitas posterial karena nyeri menyebabkan perubahan mekanisme spinal normal. Tanda tambahan mencakup kelemahan otot, perubahan refleks tendon dan kehilangan sensori. Diagnosa penyakit diskus lumbal didasari pada riwayat dan temuan fisik dan penggunaan teknik pencitraan MRI, CT dan mielogram.3. Hernia Diskus Torakal

Hernia diskus torakal biasanya terjadi pada T9-T10, T10-T11, T11-T12. Herniasi diskus paling sering pada daerah lumbal diikuti ruptur diskus servikal sedangkan hernia diskus torakal sangat jarang (Tarwoto, 2013).2.1.6. PatofisiologiHernia Nukleus Pulposus (HNP) dapat disebabkan oleh proses degeneratif dan trauma yang diakibatkan oleh (jatuh, kecelakaan, dan stress minor berulang seperti mengangkat benda berat) yang berlangsung dalam waktu yang lama. Diskus intervertebralis merupakan jaringan yang terletak antara kedua tulang vertebra, yang dilingkari oleh anulus fibrosus yang terdiri atas jaringan konsentrik dan fibrikartilago dimana didalamnya terdapat substansi setengah cair. Substansi inilah yang dinamakan dengan Nukleus Pulposus yang mengandung berkas-berkas serat kolagenosa, sel jaringan ikat, dan sel tulang rawan. Bahan ini berfungsi sebagai peredam-kejut (shock absorver) antara korpus vertebra yang berdekatan, dan juga berperan penting dalam pertukaran cairan antara diskus dan kapiler. Diskus intervertebra ini membentuk sekitar seperempat dari panjang keseluruhan kolumna vertebralis. Diskus paling tipis terletak di regio lumbalis. Seiring dengan bertambahnya usia, kandungan air diskus berkurang (dari 90% pada masa bayi menjadi 70% pada lanjut usia) dan diskus menjadi lebih tipis sehingga resiko terjadinya HNP menjadi lebih besar. Kehilangan protein polisakarida dalam diskus menurunkan kandungan air nukleus pulposus. Perkembangan pecahan yang menyebar di anulus melemahkan pertahanan pada herniasi nukleus. Selain itu serat-serat menjadi lebih kasar dan mengalami hialinisasi, yang ikut berperan menimbulkan perubahan yang menyebabkan HNP melalui anulus disertai penekanan saraf spinalis. Dalam herniasi diskus intervertebralis, nukleus dari diskus menonjol kedalam anulus (cincin fibrosa sekitar diskus) dengan akibat kompresi saraf. Kehilangan protein polisakarida dalam diskus menurunkan kandungan air nukleus pulposus. Perkembangan pecahan yang menyebar di anulus melemahkan pertahanan pada herniasi nukleus. Setelah trauma (jatuh, kecelakaan, dan stress minor berulang seperti mengangkat beban berat dalam waktu yang lama) kartilago dapat cedera, kapsulnya mendorong kearah medulla spinalis atau mungkin ruptur dan memungkinkan nukleus pulposus terdorong terhadap saraf spinal saat muncul dari kolumna spinal. Sebagian besar herniasi diskus (proses bertahap yang ditandai serangan-serangan penekanan akar saraf) terjadi di daerah lumbal di antara ruang lumbal IV ke V (L4 ke L5), atau lumbal kelima (L5 ke S1), hal ini terjadi karena daerah inilah yang paling berat menerima tumpuan berat badan kita pada saat beraktivitas.

Arah tersering herniasi bahan Nukleus pulposus adalah posterolateral. Karena akar saraf daerah lumbal miring kebawah sewaktu keluar melalui foramen saraf, herniasi diskus antara L5 dan S1 lebih mempengaruhi saraf S1 daripada L5. Hernia Nukleus Pulposus yang menyerang vertebra lumbalis biasanya menyebabkan nyeri punggung bawah yang hebat, mendesak, menetap beberapa jam sampai beberapa minggu, rasa nyeri tersebut dapat bertambah hebat bila batuk, bersin atau membungkuk, dan biasanya menjalar mulai dari punggung bawah ke bokong sampai tungkai bawah. Parastesia yang hebat mugkin terjadi sesudah gejala nyeri menurun, deformitas berupa hilangnya lordosis lumbal atau skoliosis, mobilitas gerakan tulang belakang berkurang (pada stadium akut gerakan pada bagian lumbal sangat terbatas, kemudian muncul nyeri pada saat ekstensi tulang belakang), nyeri tekan pada daerah herniasi dan bokong (paravertebral), pasien juga biasanya berdiri dengan sedikit condong ke satu sisi. Apabila kondisi ini berlangsung terus menerus dapat meninbulkan komplikasi antara lain berupa radiklitis (iritasi akar saraf), cedera medulla spinalis, parestese, kelumpuhan pada tungkai bawah (Soeharsono, 2009).

Gambar 2.2 Lajur Nyeri pada HNP2.1.7. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis bergantung pada lokasi, kecepatan perkembangan (akut atau kronik) dan pengaruh pada struktur disekitarnya. Nyeri dapat terjadi pada bagian spinal manapun seperti servikal, torakal (jarang) atau lumbal (Rendy & Margareth, 2012).

Adanya spasme otot paravertebralis (peningkatan tonus otot tulang postural belakang yang berlebihan, hilangnya lengkungan lordotik lumbal yang normal, dapat ditemukan deformitas tulang belakang. Keluhan nyeri punggung akut maupun kronis (berlangsung lebih dari dua bulan tanpa perbaikan) dan kelamahan. Nyeri bila tungkai ditinggikan dalam keadaan lurus, indikasi iritasi serabut saraf (Ningsih, 2009).2.1.8. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan HNP antara lain :1. Kelumpuhan pada ekstremitas bawah 2. Cedera medula spinalis 3. Radiklitis (iritasi akar saraf) 4. Parestese 5. Disfungsi seksual 6. Hilangnya fungsi pengosongan vesika urinaria dan sisa pencernaan (Judha & Hamdani, 2011).2.1.9. Pemeriksaan Diagnostik

Untuk menegakkan diagnostik pada HNP, dibutuhkan serangkaian pemeriksaan untuk mendukung keakuratan dari diagnosis itu sendiri. Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan antara lain :

1. Rontgen Spinal, memperlihatkan perubahan degeneratif pada tulang belakang dan ruang invertebratalis dan dapat digunakan untuk mengesampingkan kecurigaan patologis lain seperti tumor atau osteomielitis.2. MRI, untuk melokalisasi protrusi diskus kecil sekalipun terutama untuk penyakit spinal lumbal, serta menunjukkan adanya perubahan tulang dan jaringan lunak yang dapat memperkuat bukti adanya discus. 3. CT Scan dan Mielogram, jika gejala klinis dan patologiknya tidak terlihat pada MRI. Mielogram menentukan lokasi dan ukuran herniasi secara spesifik. 4. Elektromiografi (EMG), untuk melokalisasi radiks saraf spinal khusus / melihat adanya polineuropati. Pemeriksaan ini dapat melokolisasi lesi pada tingkat akar saraf spinal utama yang terkena. 5. Venogram epidura : dilakukan pada kasus dimana keakuratan dari miogram terbatas. 6. Pungsi lumbal : mengesampingkan kondisi yang berhubungan, infeksi, adanya darah. 7. Tanda LeSeque : dengan mengangkat kaki lurus keatas,dapat mendukung diagnosa awal dari herniasi diskus intervetebra ketika muncul nyeri pada kaki posterior. 8. Pemeriksaan urine : menyingkirkan kelainan pada saluran kencing. 9. LED : menyingkirkan adanya diagnosa banding tumor ganas, infeksi, dan penyakit Reumatik (Muttaqin, 2011).

2.1.10. Penatalaksanaan

Setelah sekitar 2 minggu, kebanyakan orang sembuh tanpa pengobatan apapun. Memberikan kompres dingin (seperti ice pack) untuk nyeri yang akut dan panas (seperti heating pad) untuk nyeri yang kronik. Dapat pula menggunakan analgesik OTC bisa membantu meringankan nyeri tersebut. kadangkala operasi untuk mengangkat bagian atau seluruh piringan dan bagian tulang belakang diperlukan. Pada 10 % sampai 20% orang yang mengalami operasi untuk sciatica disebabkan piringan hernia, piringan lain pecah. Penatalaksanaan pada pasien dengan HNP menurut Mansjoer (2010) adalah :1. Metode Konservatif.

a. Periode tirah baring dengan pembatasan aktivitas

b. Pemberian analgenik bila timbul rasa nyeri

c. Pemberian obat relaxan (Diazepam / Valium)

d. Posisi yang nyaman saat tidur yaitu terlentang / kepala tempat tidur dan kaki elevasi.

e. Message / Pemijatan area lumbal

f. Korset lumbal untuk mencegah gerakan lumbal yang berlebihan

g. Traksi pelvis bertujuan untuk efek tirah baring total (Kurang lebih 2 minggu) Penggunaan papan / matras yang keras saat tidur

h. Latihan fisik yang memperkuat otot-otot abdominal

i. Kompres area nyeri

j. Hindari membungkuk, mengedan dan mengangkat beban berat yang dapat memperberat nyeri

k. Membiasakan postur yang tegak saat berjalan dan duduk.

Gambar 2.3 Posisi Fleksi Lumbal (Ariotedjo, 2009)

2.Farmakologi

Perlu diberikan obat-obat untuk menangani nyeri yaitu analgetik narkotik untuk memutuskan lingkaran nyeri, relaksan otot dan obat penenang membuat pasien rileks, mengurangi otot yang spasme, sehingga nyeri berkurang. Obat antiinflamasi diberikan untuk mengurangi nyeri. Kortikosteroid jangka pendek dapat mengurangi respon inflamasi dan mencegah timbulnya neurofibrosis, yang terjadi akibat iskemia. 3.Prosedur Pembedahan.

a. Disektomi.

Mengangkat fragmen herniasi atau yang keluar dari diskus intervertebralis.b.LaminotomiPembagian lamina vertebrata

1) Laminektomi

Mengangkat lamina / lempeng untuk mengurangi penekanan pada saraf yang sering dikombinasikan dengan pengangkatan nukleus pulposus (Nucletomi)2) Faraminotomi.

Pembedahan diskus dan permukaan sendi untuk mengangkat tulang yang menekan syaraf

3) Mikrodisektomi

Penggunaan mikroskop saat operasi untuk melihat potongan yang mengganggu dan menekan serabut syaraf

Gambar 2.4 Tindakan Pembedahan Mikrodisektomi (Karellaredo, 2010).4) Disektomi dengan peleburan

Graf tulang (Dari krista illaka atau bank tulang) yang digunakan untuk menyatukan dengan prosessus spinokus vertebrata. Tujuan peleburan spinal adalah untuk menstabilkan tulang belakang dan mengurangi kekambuhan.

5) Spinal Fusion

Penempatan keping tulang diantara vertebrata agar dapat kembali normal.4. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan rutin dilakukan dengan laboratorium klinik untuk menilai komplikasi terhadap organ lain dari cidera tulang belakang.

Gambar 2.5 Hasil MRI pada HNP punggung bawah (Ariotedjo, 2009)2.2. Konsep Asuhan Keperawatan Post Operasi Laminectomy

Proses keperawatan adalah suatu sistem dalam merencanakan pelayanan asuhan keperawatan yang mempunyai lima tahapan yaitu pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Proses pemecahan masalah yang sistematik dalam memberikan pelayanan keperawatan serta dapat menghasilkan rencana keperawatan yang menerangkan kebutuhan setiap pasien seperti yang tersebut diatas yaitu melalui empat tahapan keperawatan.2.2.1. Pengkajian

Pengkajian adalah pengumpulan data subjektif dan objektif pada pasien dengan gangguan system persarafan berhubungan dengan hernia nukleus pulposus bergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri dan adanya komplikasi pada organ vital. Menurut Muttaqin (2011), pengkajian pada asuhan keperawatan post operasi laminectomy meliputi :1. Identitas

HNP terjadi pada usia pertengahan kebanyakan pada jenis kelamin pria dan pekerjaan atau aktivitas berat (mengangkat barang berat atau mendorong barang berat).2. Keluhan Utama

Nyeri pada punggung bekas luka operasi laminektomi serta lakukan pengkajian PQRST untuk mengetahui sebab, qualitas, tempat, skala dan waktu terjadi nyeri.

3. Riwayat penyakit a. Riwayat penyakit sekarang

Kaji adanya trauma akibat mengangkat atau mendorong benda yang berat. Adakah penurunan kekuatan otot deskripsikan tentang gejala awal yang dirasakan oleh pasien hingga akhirnya pasien dirawat di rumah sakit.b. Riwayat penyakit dahulu

Kaji apakah pasien pernah menderita TB tulang, osteomalitis, keganasan (myeloma multipleks), osteoporosis, hipertensi, riwayat cidera ulang belakang sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung yang berguna sebagai tindakan lainnya untuk menghindari komplikasi.

4. Riwayat penyakit keluarga

Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu ada yang mengalami penyakit serupa atau penyakit keturunan seperti hipertensi dan diabetes melitus.5. Pengkajian psiko sosiospiritual

Pengkajian mekanisme koping yang digunakan pasien berguna untuk menilai respon emosi pasien terhada penyakit yang dideritanya seperti apakah pasien merasa takut akan cacat, cemas, dan rasa tidak mampu untukmelakukan aktivitas secara optimal.6. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum, pada HNP umumnya tidak mengalami penurunan kesadaran. Adanya perubahan tanda-tanda vital, contohnya bradikardi yang menyebabkan hipotensi yang berhubungan dengan penurunan aktifitas karena adanya paraparese.

b. B1 (Breathing)

Tidak ada batuk, tidak ada sesak, dan frekuensi napas normal, tidak ada suara tambahan, bentuk dada simetris.c. B2 (Blood)Kualitas nadi dan frekuensi normal, tidak ditemukan bunyi jantung tambahan, bunyi jantung S1-S2 tunggal.d. B3 (Brain)1) Kesadaran umum pasien komposmentis, hambatan pergerakan punggung pelvis dan tungkai selama bergerak .2) Status mental: observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara dan motorik pasien. Pada pasien yang mengalami HNP biasa terjadi perubahan pada status mental pasien.3) Sistem motorik : Kaji kekuatan fleksi dan ekstensi, tungkai atas, tungkai bawah, kaki ibu jari dan jari lainnya dengan meminta pasien melakukan gerakan fleksi dan ekstensi lalu menahan gerakan tersebut.4) Pengkajian refleks :

Refleks achilles pada HNP L4-L5 negatif, Refleks lutut/patella pada HNP lateral di L4-L5 negatif. a) Tes Lasegue: mengangkat tungkai yang terkena pada posisi lurus, pada derajat kurang dari 70 derajat.

b) Tes Lasegue silang atau Oconell test : tungkai yang kena dapat diprovokasi dengan mengangkat tungkai yang sehat dalam posisi yang lurus.

c) Tes Patrick : dilakukan untuk membangkitkan nyeri disendi panggul yang terkena penyakit. Dengan menempelkan tumit atau maleolus lateralis tungkai yang terkena pada lutut tungkai yang sehat dapat dibangkitkan nyeri disendi panggul kalau diadakan penekanan pada lutut yang di fleksikan itu.

d) Tes Kebalikan Patrick : tindakan pemeriksaan dilakukan untuk menentukan lokasi patologi sendi sakroiliaka jika terasa nyeri didaerah bokong, baik yang menjalar sepanjang tungkai maupun yang terbatas paha daerah gluteal dan sacral saja. Lipatkan tungkai yang sakit dan endorotasikan serta aduksikannya. Kemudian diadakan penekanan sejenak pada lutut tungkai itu. Nyeri yang bangkit terasa digaris sendi sakroiliaka bila disitu terdapat suatu patologi.e) Tes Gaenslen : tes itu digunakan untuk menentukan patologi disendi sakroiliaka. Pasien dalam posisi terlentang dengan kedua tungkainya dilipat disendi lutut ditempatkan ditepi tempat periksa. Untuk mempermudah pasien berbaring pasien disuruh merangkul kedua lututnya. Kemudian pasien diminta untuk menggantungkan tungkai yang berada didekat tepi tempat pemeriksa. Nyeri akan terasa disendi sakroiliaka ipsilateral pada saat tungkai itu dilepaskan untuk bergantung ditempat pemeriksa, apabila terdapat proses patologik disendi sakroiliaka yang bersangkutan. 5) Pengkajian sistem sensorik : lakukan pemeriksaan sensasi raba, nyeri, suhu, profunda, dan sensasi getar (vibrasi) untuk menentukan dermatom yang terganggu. Palpasi dan perkusi harus dikerjakan secara hati-hati atau cermat sehingga tidak membingungkan pasien. Palpasi dimulai dari area nyeri yang ringan kearah yang paling terasa nyeri.e. B4 (Bladder)Kaji keadaan urin meliputi warna, jumlah, dan karakteristik urine, termasuk berat jenis urine. Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat menurunnya perfusi jaringan pada ginjal.f. B5 (Bowel)Pemenuhan nutrisi berkurang karena adanya mual dan asupan nutrisi yang kurang. Pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan penilaian ada tidaknya lesi pada mulut atau perubahan pada lidah dapat menunjukkan adanya dehidrasi.g. B6 (Bone)

Adanya kesulitan beraktivitas dan menggerakkan badan karena adanya nyeri, kelemahan, kehilangan sensori, dan mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.2.2.2. Diagnosa Keperawatan

Menurut Ningsih (2009), diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan HNP adalah :

1.Nyeri akut berhubungan dengan manipulasi bedah

2.Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan akibat kondisi

3.Ansietas berhubungan dengan ketidak adekuatan metode koping4.Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan nyeri.2.2.3. Perencanaan

1.Nyeri akut berhubungan dengan manipulasi bedah

a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang atau hilang

b. Kriteria hasil : secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi. Dapat mengidentifikasi aktifitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri. Pasien tidak gelisah. skala nyeri 0-1

c. Intervensi dan rasional:

1) Kaji intensitas, lokasi dan penyebaran nyeri

R/ Kesemutan yang tidak nyaman mungkin merupakan cerminan kembalinya sensasi setelah dekompresi saraf atau sebagai akibat dari perkembangan edema dari penekanan saraf/daerah operasi

2) Berikan posisi yang nyaman pada pasien

R/ Posisi disesuaikan dengan kebutuhan fisiologis, tipe operasinya menggunakan logroll menghindari ketegangan pada daerah operasi dan mempertahankan kedudukan spinal sesuai kesejajaran tubuh.

3) Berikan masage/gosokan punggung dengan menjauhi daerah operasi

R/ Menghilangkan/menurunkan nyeri dengan perubahan pada neuron sensori dan relaksasi otot.

4) Ajarkan relaksasi dengan menghirup udara melalui hidung dan mengeluarakan melalui mulut.

R/ Dengan memfokuskan kepada perhatian tertentu, menurunkan keteganganotot dan menurunkan rasa nyaman nyeri.

5). Kolaborasi dengan tim medis

R/Memberikan terapi analgesik sesuai advis dokter2.Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler

a. Tujuan: Hambatan mobilitas fisik bisa pulih kembali atau berkurang

b. Kriteria hasil: Mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi tubuh.

c. Intervensi dan Rasional :1) Anjurkan pasien untuk dapat berperan serta dalam kegiatan sehari-hari dengan keterbatasan yang dialaminya.

R/ Peran serta pasien akan meningkatkan kemandirian dan perasaan akan pengendalian terhadap diri

2) Berikan latihan gerak pasif dan aktif yang disesuaikan dengan prosedur pembedahan.

R/ Meningkatkan kekuatan otot abdomen dan otot fleksor dari tulang belakang

3) Bantu untuk melakukan aktivitas/ambulasi

R/ Sehingga penyembuhan terjadi aktivitas dibatasi dan ditingkatkan dengan perlahan sesuai dengan toleransi individu.3.

Ansietas berhubungan dengan ketidak adekuatan metode koping

a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan ansietas atau kecemasan berkurang

b. Kriteria hasil : tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang.c. Intervensi dan Rasional :1) Kaji tingkat ansietas pasien

R/ Membantu dalam mengidentifikasi kekuatan dan ketrampilan yang mungkin membantu pasien mengatasi keadaanya sekarang

2) Beri informasi yang akurat dan jawab dengan jujur

R/ Memungkinkan pasien untuk membuat keputusan yang didasarkan atas pengetahuannya.

3) Kaji adanya masalah sekunder yang mungkin merintangi keinginan untuk sembuh dan mungkin menghalangi proses penyembuhannya.

R/ Pasien mungkin secara tidak sadar memperoleh keuntungan seperti terlepas dari tanggung jawab, perhatian dan kontrol dari yang lain.4) Catat perilaku dari orang terdekat/keluarga yang meningkatkan peran sakit pasien

R/ Orang terdekat/keluarga mungkin secara tidak sadar memungkinkan pasien untuk mempertahankan ketergantungan dengan melakukan sesuatu yang pasien sendiri mampu melakukannya tanpa bantuan orang lain. 4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasia. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien mencapai konsep pengetahuan yang adekuatb. Kriteria hasil : Pasien mengungkapkan pemahaman tentang kondisi, prognosis, berpartisipasi dalam aturan pengobatan dan melakukan perubahan gaya hidupc. Intervensi dan Rasional :1) Nilai kembali keadaan penyakit dan /atau prognosis

R/ Kebutuhan secara individual dapat memperlihatkan tingkat toleransi atau adanya keterbatasan aktivitas.

2) Anjurkan untuk mengembangkan program latihan secara teratur seperti berjalan

R/ Meningkatkan proses penyembuhan, menguatkan otot perut dan erektor untuk memberikan sokongan terhadap kolumna spinalis dan meningkatkan penerimaan terhadap diri secara umum baik fisik maupun emosional.

3) Berikan posisi yang baik dan menghindari posisi duduk atau berdiri terlalu lama

R/ Mencegah trauma atau stress lebih lanjut dengan mempertahankan posisi spinal sesuai kesejajaran tubuh.

4) Anjurkan untuk menghindari aktivitas yang meningkatkan fleksi spinal seperti mengendarai mobil, memanjat, memutar pinggang dengan lutut lurus, mengangkat lebih dari 5kg, menekan dalam olah raga/latihan

R/ Fleksi atau memutar spinal mengganggu proses penyembuhan dan meningkatkan resiko terjadinya trauma pada medulla spinalis.

5) Anjurkan untuk istirahat yang diimbangi dengan latihan

R/ Menurunkan kekakuan spinal dan membantu proses penyembuhan

6) Tinjau perawatan pada daerah insisi

R/ Perawatan yang benar meningkatkan penyembuhan, menurunkan resiko infeksi pada luka.

5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi, nyeri

a. Tujuan : Kebutuhan perawatan diri pasien terpenuhib. Kriteria hasil : Pasien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan kemampuan pasien. Pasien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk memberikan bantuan sesuai kebutuhan.c. Intervensi dan rasional :

1) Monitor kemampuan dan tingkatkan kekurangan dalam melakukan perawatan diri.R/ Membantu dalam mengantisipasi/ merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual2) Beri motivasi kepada pasien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri bantuan dengan sikap sungguh.

R/ Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-menerus.

3) Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan pasien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan.R/ Pasien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dan mencegah frustasi, adalah penting bagi pasien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri sendiri dan untuk mempertahankan harga diri dan meningkatkan pemilihan.4) Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan atau keberhasilannya.

R/ Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta mendorong pasien untuk berusaha secara kontinyu.5) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/ okupasi.R/ untuk mempercepat proses penyembuhan.2.2.4. Pelaksanaan

Setelah menegakkan diagnosis keperawatan, perawat menyusun rencana keperawatan dan melakukan beberapa tindakan keperawatan, baik pada pasien maupun keluarganya. Tindakan keperawatan atau implementasi merupakan suatu tindakan yang dilakukan langsung pada pasien, keluarga, dan komunitas berdasarkan rencana keperawatan yang dibuat. Pelaksanaan asuhan keperawatan ini merupakan realisasi dari rencana tindakan keperawatan yang diberikan pada pasien (Muttaqin, 2011).2.2.5. Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan yang di sengaja dan terus-menerus dengan melibatkan pasien, perawat, dan anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan, patofisiologi, dan strategi evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang.9