bab 2

15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemulihan Pemulihan adalah suatu proses untuk menjadikan keadaan kembali sehat seperti semula. 17 Masa pemulihan persalinan dengan seksio sesarea lebih lama daripada persalinan pervaginam. 16 Pemulihan dapat berlangsung cepat apabila disertai dengan mobilisasi sebagai faktor utama (Carpenito, !!!". pasca seksio sesarea dilakukan secara bertahap. #etelah seksio sesarea, i ke ruang pemulihan. %iasan&a pemulihan berlangsung sekitar dua sampai emp jam. 'ama pemulihan pasca seksio sesarea tergantung pada anestesi &ang digunakan saat operasi. Pada penggunaan anestesi umum, ibu merasa mengant dan kemungkinan akan merasa mual. 1 #etelah bangun pada saat pemulihan, ibu akan merasa lelah dan sempo&ongan. 1) Pada penggunaan anestesi spinal, ibu membutuhkan $aktu untuk bisa menggerakkan bagian ekstemitas ba$ah sampai efek anestesi habis. 1 'ama pemulihan pada anestesi spinal lebih cepat daripada anestesi umum. ! 2.2 Seksio Sesarea 2.2.1 Definisi #eksio sesarea berasal dari bahasa 'atin Caedere &ang memilik memotong (Mochtar, 1)) ". #eksio sesarea adalah kelahiran janin melalui ja abdominal (laparotomi" &ang memerlukan insisi ke dalam uterus (histerotom 1,,1 *efinisi ini tidak mencakup pengeluaran janin dari kavum abdomen pada kas ruptur uteri atau kehamilan abdominal (+acker, !!1". 2.2.2 Indikasi

Upload: lynnminto

Post on 07-Oct-2015

230 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bab 2

TRANSCRIPT

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 PemulihanPemulihan adalah suatu proses untuk menjadikan keadaan kembali sehat seperti semula.17 Masa pemulihan persalinan dengan seksio sesarea lebih lama daripada persalinan pervaginam.16 Pemulihan dapat berlangsung cepat apabila disertai dengan mobilisasi sebagai faktor utama (Carpenito, 2000). Pemulihan pasca seksio sesarea dilakukan secara bertahap. Setelah seksio sesarea, ibu dibawa ke ruang pemulihan. Biasanya pemulihan berlangsung sekitar dua sampai empat jam. Lama pemulihan pasca seksio sesarea tergantung pada anestesi yang digunakan saat operasi. Pada penggunaan anestesi umum, ibu merasa mengantuk dan kemungkinan akan merasa mual.18 Setelah bangun pada saat pemulihan, ibu akan merasa lelah dan sempoyongan.19 Pada penggunaan anestesi spinal, ibu membutuhkan waktu untuk bisa menggerakkan bagian ekstemitas bawah sampai efek anestesi habis.18 Lama pemulihan pada anestesi spinal lebih cepat daripada anestesi umum.20

2.2Seksio Sesarea2.2.1DefinisiSeksio sesarea berasal dari bahasa Latin Caedere yang memiliki arti memotong (Mochtar, 1998). Seksio sesarea adalah kelahiran janin melalui jalur abdominal (laparotomi) yang memerlukan insisi ke dalam uterus (histerotomi).1,2,21 Definisi ini tidak mencakup pengeluaran janin dari kavum abdomen pada kasus ruptur uteri atau kehamilan abdominal (Hacker, 2001).

2.2.2IndikasiIndikasi seksio sesarea dijelaskan pada Tabel 2.2 berikut.Tabel 2.2Indikasi kelahiran dengan Bedah Sesar21Indikasi AbsolutIndikasi Relatif

Ibu Induksi persalinan gagal Proses persalinan tidak maju (distosia persalinan) Disproporsi sefalopelvik Bedah sesar elektif berulang Penyakit ibu (pre-eklapsia berat, penyakit jantung, diabetes, kanker serviks)

Uteroplasenta Bedah sesar sebelumnya (sesar klasik) Riwayat ruptur uterus Obstruksi jalan lahir (fibroid) Plasenta previa, abruptio plasenta berukuran besar Riwayat bedah uterus sebelumnya (miomektomi dengan ketebalan penuh) Presentasi funik (tali pusat) pada saat persalinan

Janin Gawat janin/hasil pemeriksaan janin tidak meyakinkan Prolaps tali pusar Malpresentasi janin (posisi melintang) Malpresentasi janin (sungsang, presentasi alis, presentasi gabungan) Makrosomia Kenainan janin (hidrosefalus)

2.2.3KlasifikasiBeberapa jenis seksio sesarea, yaitu:a. Seksio sesarea klasik: pembedahan secara Sanger22Menurut Manuaba (1999) pembedahan secara Sanger yang dilakukan dengan insisi segmen atas uterus (korpus uteri) ini memiliki indikasi:1) Seksio sesarea yang diikuti sterilisasi2) Adanya pembuluh darah besar sehingga diperkirakan akan terjadi robekan segmen bawah rahim dan perdarahan3) Janin besa letak melintang4) Kepala bayi telah masuk pintu atas panggul5) Grande Multipara yang disertai histerektomi6) Plasenta previa dengan insersi plasenta dinding depan segmen bawah rahim22Menurut Manuaba keunggulan seksio sesarea klasik ini adalah proses pengeluaran janin lebih cepat, tidak ada komplikasi kandung kemih tertarik, dan sayatan bisa diperpanjang secara proksimal dan distal. Kerugian teknik ini yaitu sulitnya penyembuhan luka insisi, kemungkinan ruptur uteri pada kehamilan selanjutnya, dan terjadi perlekatan dinding abdomen.

b. Seksio sesarea transperitoneal profunda (supra cervicalis = lower segmen caesarean section)22Seksio sesarea ini dilakukan dengan insisi segmen bawah uterus (Prawiroharjo, 2002). Menurut Kehrer, seksio sesarea ini dapat dilakukan atas dasar:1) Indikasi ibu berupa:a) Primigravida dengan kelainan letakb) Primi para tua disertai kelainan letak, disproporsi sefalopelvik (disproporsi janin/panggul)c) Riwayat kehamilan dan persalinan yang burukd) Adanya panggul sempite) Plasenta previa terutama pada primigravidaf) Solusio plasentag) Komplikasi kehamilan yaitu: preeklampsi - eklampsih) Setelah operasi plastik vaginai) Gangguan jalan lahir akibat kista, mioma uteri, karsinoma serviks, ruptur uterij) Kehamilan dengan penyakit penyerta seperti jantung dan diabetes melitusk) Permintaan pasien

2) Indikasi janin berupa:a) Gawat janinb) Malpresentasi dan malposisi kedudukan janinc) Prolapsus tali pusar dengan pembukaan kecild) Kegagalan persalinan vakum atau forsep ekstrasiMenurut Kehrer keunggulan seksio sesarea transperitoneal profunda ini adalah segmen bawah rahim lebih tenang, kesembuhan lebih baik dan tidak banyak menimbulkan perlekatan. Kerugiannya, yaitu: kesulitan saat mengeluarkan janin dan adanya perluasan luka insisi yang menimbulkan perdarahan.

c. Seksio sesarea diikuti dengan histerektomi (caesarean hysterectomy = seksio histerektomi)22Menurut Porro seksio sesarea ini dilakukan secara histerektomi supravaginal untuk menyelamatkan nyawa ibu dan janin dengan indikasi:1) Seksio sesarea dengan infeksi berat2) Seksio sesarea dengan atonia uteri dan perdarahan3) Seksio sesarea disertai solusio plasenta4) Seksio sesarea disertai tumor otot rahim

d. Seksio sesarea ekstraperitoneal22Seksio sesarea ini dilakukan tanpa insisi peritoneum dengan memotong lipatan peritoneum ke atas dan kandung kemih ke bawah atau ke garis tengah, kemudian uterus dibuka dengan insisi di segmen bawah (Charles, 2005).

e. Seksio sesarea vaginal22Menurut Suci (2007) indikasi seksio sesarea ini adalah:1) Panggul sempit absolut2) Adanya hambatan jalan lahir seperti: tumor jalan lahir, mioma serviks, kista ovarium3) Plasenta previa menutupi jalan lahir4) Disproporsi sefalopelvik (cephalo pelvic disproportion/CPD)5) Gawat janin6) Ruptur uteri7) Ibu hamil dengan penyakit tertentu, misalnya: hipertensi, herpes genital, HIV/AIDS8) Letak bayi melintang atau sungsang9) Proses persalinan normal yang berlangsung lama sehingga terjadi distosia10) Adanya riwayat seksio sebelumnya dengan indikasi medis

2.2.4Insisi Abdomen (Laparotomi)

Gambar 2.1Laparotomi pada seksio sesarea: a. Insisi longitudinal (mid line/vertical), b. Insisi Pfannenstiel (sumber: Miller-Keane Encyclopedia and Dictionary of Medicine, Nursing, and Allied Health, Seventh Edition. 2003 by Saunders, an imprint of Elsevier, Inc.)Laparotomi pada seksio sesarea ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu: diagnosis dan prosedur operasi, urgensi prosedur (emergensi atau elektif), kondisi fisik pasien (misalnya tingkat obesitas), prosedur operatif sebelumnya dan jaringan parut, serta kemungkinan perlu adanya stoma.23 Menurut Manuaba (1999) ada 2 macam insisi abdomen pada seksio sesarea antara lain:a. Insisi menurut PfannenstielInsisi ini dilakukan pada suprapubis yaitu: pada perbatasan rambut pubis sampai mencapai fascia abdominalis. Fascia abdominalis dipotong melintang dan dipisahkan dari muskulus abdominalis dan muskulus piramidalis. Bagian tepi atas dan bawah fascia diikatkan pada kulit abdomen. Muskulus rektus dan muskulus piramidalis dipisahkan pada garis tengahnya sehingga peritoneum terlihat. Peritoneum dibuka dengan cara mengangkatnya menggunakan pinset dan dipotong dengan pisau atau gunting. Insisi diperlebar sehingga uterus terlihat. Perdarahan dapat terjadi berasal dari arteri/vena epigastrika inferior. Perdarahan akibat insisi ini dirawat dengan tindakan ligasi atau termokauter.

b. Insisi longitudinal (mid line)Insisi ini dilakukan antara umbilicus sampai suprapubis. Fascia dibuka sepanjang insisi, kemudian dibebaskan dari otot dinding abdomen. Otot ini dipisahkan ke samping sehingga peritoneum terlihat. Peritoneum dibuka dan dipegang dengan Mikuliez. Insisi peritoneum diperlebar ke atas dan ke bawah sehingga seluruh uterus terlihat.

Menurut Schorr dkk (1998) komplikasi yang ditimbulkan akibat insisi dengan teknik longitudinal (midline) dua kali lebih sering daripada teknik pfannensteil.

2.2.5Insisi Uterus (Histerotomi)Gambar 2.2Histerotomi pada Seksio Sesarea: 1. Histerotomi vertikal tinggi (klasik), 2. Histerotomi vertikal segmen bawah (Kronig), 3. Histerotomi uterus bagian bawah (transversal)21

Histerotomi yang dilakukan pada seksio sesarea, yaitu:a. Histerotomi vertikal tinggi (klasik)Histerotomi ini menyebabkan banyak kehilangan darah sehingga meningkatkan resiko transfusi darah 2 kali lipat. Indikasi dilakukan histerotomi ini, yaitu: 1) Tidak ada akses ke segmen bawah (perlengketan, massa panggul seperti fibroid)2) Segmen bawah kurang berkembang atau tidak ada segmen bawah (seperti bayi lahir sangat preterm, sungsang preterm)3) Letak melintang dengan impaksi4) Plasenta previa5) Janin abnormal besar (misalnya hidrosefalus, teratoma sakrokoksigeal berukuran besar)6) Histerektomi yang direncanakan (misalnya kanker)

b. Histerotomi vertikal segmen bawah (Kronig)Histerotomi ini jarang dilakukan dan insisi dilakukan pada segmen bawah saja. Keuntungan dilakukannya histerotomi ini adalah menghindari resiko robekan ke pembuluh darah uterus dan memiliki kemampuan untuk memperluas insisi jika diperlukan. Indikasi dilakukan histerotomi ini, yaitu: 1) Kehamilan kembar2) Malpresentasi (terutama posisi melintang)3) Kelahiran bayi prematur berukuran sangat kecil4) Histerektomi masa nifas yang telah direncanakan/elektif

c. Histerotomi segmen uterus bagian bawah (transversal)Histerotomi ini paling sering dilakukan karena kehilangan darah lebih rendah (segmen uterus bawah tipis dan kurang tervaskularisasi). Ibu yang melahirkan seksio sesarea dengan histerotomi transversal ini lebih cepat sembuh.21

2.2.6Perawatan pasca seksio sesareaPerawatan pertama yang dilakukan setelah seksio sesarea adalah pembalutan luka (wound dressing) dengan baik (Mochtar, 1998). Sebelum dipindahkan dari kamar operasi, periksa terlebih dahulu tanda-tanda vital, yaitu: tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi pernapasan, frekuensi jantung, suhu tubuh serta jumlah cairan yang masuk dan keluar. Pengukuran dan pencatatan tanda vital ini dilakukan sampai beberapa jam pasca pembedahan dan beberapa kali sehari untuk perawatan selanjutnya (Cunningham dkk, 2005)

2.2.7Perawatan luka insisiLuka insisi dibersikan dengan alkohol atau cairan suci hama, dan ditutup dengan penutup luka. Setiap hari luka dibersihkan dan pembalut luka diganti dengan yang baru. Diperhatikan apakah luka sembuh perprimum atau di bawah luka terdapat eksudat. Perawatan khusus yang bisa disertai deinsisi dilakukan pada luka yang mengalami komplikasi, seperti sebagian luka sembuh dan sebagian lagi infeksi dengan eksudat, luka terbuka sebagian, atau luka terbuka seluruhnya. Komplikasi ini sering ditemukan pada kasus kebidanan dengan diabetes melitus, obesitas dan partus lama atau partus terlantar.24

2.2.8KomplikasiMenurut Mochtar (1998), komplikasi seksio sesarea sebagai berikut:a. Infeksi peurperal (nifas) berupa kenaikan suhu beberapa hari merupakan infeksi ringan, kenaikan suhu yang disertai dehidrasi serta perut kembung merupakan infeksi sedang, serta peritonitis, sepsis dan ileus paralitik merupakan infeksi berat.b. Perdarahan dapat disebabkan karena pembuluh darah banyak yang terputus atau dapat juga disebabkan karena atonia uteric. Luka kandung kemih, emboli paru dan terluka kandung kemih bila repertonial terlalu tinggi.d. Kemungkinan ruptur uteri spontan pada kehamilan selanjutnya.

Bagi wanita yang menjalani persalinan melalui seksio sesarea, ancaman utama berasal dari tindakan anestesi, keadaan sepsis berat, tromboemboli, dan luka pada traktus urinarius yang disertai infeksi (Manuaba, 2003; Bobak, 2004). Tindakan anestesi memiliki resiko berupa morbiditas dan mortalitas.5,6 Hal ini berhubungan dengan tingkat kesehatan masing-masing pasien, jenis anestesi yang digunakan dan respon individu terhadap anestesi.7 Dalam hal ini, ahli anestesi mempertimbangkan pilihan anestesi yang tepat bagi pasien.4

2.3 Mobilisasi2.3.1PengertianMobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas dan merupakan faktor yang menonjol dalam mempercepat pemulihan pasca bedah (Carpenito, 2000). Mobilisasi mengacu pada kemampuan seseorang untuk berjalan, bangkit, berdiri, dan kembali ke tempat tidur, kursi, kloset, duduk, dan sebagainya (Suchinchliff, 1999). Mobilisasi pasca seksio sesarea adalah suatu pergerakan, posisi atau adanya kegiatan yang dilakukan ibu setelah beberapa jam melahirkan dengan seksio sesarea. Adapun tujuan mobilisasi pasca seksio sesarea adalah untuk membantu jalannya penyembuhan pasien diikuti dengan istirahat (Sumantri, 2010).Mobilisasi segera dan bertahap sangat membantu dalam penyembuhan luka insisi. Kemajuan mobilisasi tergantug pada jenis operasi yang dilakukan dan komplikasi yang mungkin ditemukan. Mobilisasi berguna untuk mencegah terjadinya trombosis dan emboli. Mobilisasi yang terlalu dini dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka.24

2.3.2Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasiMenurut Potter dan Perry (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi adalah:a. Faktor fisiologis: frekuensi penyakit atau operasi dalam 12 bulan terakhir, tipe penyakit, status kardiopulmonar, status muskuloskeletal, pola tidur, keberadaan nyeri, frekuensi aktivitas dan kelainan hasil laboratorium.b. Faktor emosional: suasana hati, depresi, cemas, motivasi, ketergantungan zat kimia, dan gambaran diri.c. Faktor perkembangan: usia, jenis kelamin, kehamilan, perubahan massa otot karena perubahan perkembangan, dan perubahan sistem skeletal.

2.3.3Manfaat mobilisasiMenurut Potter dan Perry (2006), manfaat mobilisasi yaitu:a. Sistem kardiovaskuler: meningkatkan curah jantung, memperbaiki kontraksi miokardial, menguatkan otot jantung, menurunkan tekanan darah, dan memperbaiki aliran balik vena.b. Sistem respirasi: meningkatkan frekuensi dan kedalaman pernapasan, meningkatkan ventilasi alveolar, menurunkan kerja pernapasan, dan meningkatkan pengembangan diafragma.c. Sistem metabolik: meningkatkan laju metabolisme basal meningkatkan penggunaan glukosa dan asam lemak, meningkatkan pemecahan trigliseril, meningkatkan mobilitas lambung, dan meningkatkan produksi panas tubuh.d. Sistem muskuloskeletal: memperbaiki tonus otot, meningkatkan mobilisasi sendiri, memperbaiki toleransi otot untuk latihan dan meningkatkan massa otot.e. Sistem toleransi otot: meningkatkan toleransi, mengurangi kelemahan, meningkatkan toleransi terhadap stress, perasaan lebih baik, dan berkurangnya penyakit.

2.3.4Kerugian tidak melakukan mobilisasiMenurut Fauzi (2007), kerugian tidak melakukan mobilisasi yaitu:a. Peningkatan suhu tubuh karena adanya involusi uterus yang tidak baik sehingga sisa darah tidak dapat dikeluarkan dan menyebabkan infeksi.b. Perdarahan yang abnormalc. Involusi uterus tidak baik

2.4Anestesi UmumAnestesi umum pada seksio sesarea digunakan jika adanya kontraindikasi pada anestesi regional atau jika adanya penghalang saat blokade pusat neuraxial.4 Indikasi yang paling sering dalam penggunaan anestesi umum adalah keadaan urgensi (35%), adanya penolakan maternal terhadap anestesi regional (20%), tidak adekuat atau gagal dengan anestesi regional (22%), serta kontraindikasi regional termasuk koagulasi dan abnormalitas spinal (6%).25 Anestesi umum harus digunakan hati-hati pada wanita dengan asma, infeksi saluran pernapasan atas, obesitas dan adanya riwayat intubasi trakea yang sulit. Evaluasi preoperatif jalan napas sangat diperlukan karena ketidakmampuan intubasi trakea dan kurang efektif ventilator merupakan penyebab utama mortalitas maternal yang berhubungan dengan anestesi. 4

2.5Anestesi SpinalInjeksi subarachnoid untuk persalinan memiliki keuntungan berupa blokade neural yang cepat dan dapat diandalkan. Injeksi intratekal yang berulang dibutuhkan pada persalinan lama dan dapat meningkatkan resiko Postdural Puncture Headache (PDPH). Kerugian yang potensial anestesi spinal yaitu jangka waktu persalinan pada wanita multipara bisa saja lebih lama dari yang diperkirakan walaupun jarang terjadi. Keefektifan dan keamanan penggunaan anestesi spinal menjadi alternatif untuk seksio sesarea dibandingkan dengan anestesi umum.4

2.6Komplikasi anestesiKomplikasi yang terjadi akibat anestesi pada persalian melalui seksio sesarea sebagai berikut:a. Mortalitas maternalStudi mengenai kematian berhubungan dengan anestesi yang dilakukan pada tahun 1979 dan 1990 mengemukakan bahwa angka kematian penggunaan anestesi umum 16.7 kali lebih tinggi daripada anestesi regional. Mortalitas maternal merupakan hasil dari cardiac arrest karena hipoksemia ketika kesulitan mengamankan jalan napas. Perubahan anatomi dan fisiologi saat masa kehamilan seperti penurunan kapasitas residual fungsional (KRF), peningkatan kebutuhan oksigen dan edema oropharingeal dapat meningkatkan resiko desaturasi pada saat apnea dan hipoventilasi. b. Aspirasi PulmonarResiko inhalasi dari isi lambung meningkat dengan adanya pengamanan jalan napas yang sulit pada anestesi umum. Untuk menurunkan resiko aspirasi dilakukan evaluasi menyeluruh jalan napas, profilaksis dengan antasida dan penggunaan anestesi regional. Adakalanya anestesi umum tidak bisa dihindarkan penggunaannya pada anestesi obstetri. Maka intubasi terbuka menjadi indikasi bagi wanita dengan kesulitan jalan napas.

c. HipotensiAnestesi regional dapat menyebabkan hipotensi. Resiko hipotensi lebih rendah pada wanita yang melahirkan dibandingkan dengan wanita yang tidak melahirkan. Pencegahan hipotensi yang efektif melalui peningkatan preload volume darah yang dapat meningkatkan cardiac output. Peningkatan kewaspadaan dan manajemen aktif dari hipotensi bisa mencegah sequele pada ibu dan bayi.

d. Postdural puncture headache (PDPH)Setelah melahirkan, penurunan tekanan epidural dapat meningkatkan resiko kebocoran cairan serebrospinal melalui dural yang terbuka. Frekuensi PDPH berhubungan dengan diameter punksi dural. Pada studi, didapatkan hasil kejadian PDPH 70% setelah penggunaan jarum spinal ukuran 16 dan 1% setelah penggunaan jarum spinal ukuran 25 atau 26. Insiden cephalalgia menurun dengan mengunakan atraumatic pencil-point needles (Whitacre atau Sprotte), yang dipercaya untuk memisahkan serabut dural, dibandingkan dengan diamond-shaped cutting needle (Quincke). Perawatan konservatif menjadi indikasi pada ketidaknyamanan ringan sampai sedang, dan termasuk istirahat di tempat tidur, hidrasi dan simpel analgetik.4

2.7Kerangka Teori

Seksio SesareaIndikasi IbuIndikasi UteroplasentaIndikasi BayiJenis Seksio SesareaJenis LaparotomiJenis HisterotomiAnestesi UmumKomplikasiSeksio SesareaAnestesi SpinalKomplikasiAnestesi UmumKomplikasiAnestesi SpinalLama PemulihanPerawatan Pasca Seksio SesareaPerawatan Luka InsisiMobilisasiFaktor fisiologisFaktor emosionalFaktor perkembanganAdapun kerangka teori dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 2.3 Kerangka Teori

2.8Kerangka KonsepAdapun kerangka konsep dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

Pasien Seksio SesareaKomplikasi Seksio SesareaAnestesi UmumAnestesi SpinalLama PemulihanKomplikasi Anestesi UmumKomplikasi Anestesi SpinalJenis Seksio SesareaJenis Insisi AbdomenDudukBerdiriBerjalan

Gambar 2.4 Kerangka konsep