asuhan keperawatan pasien dengan thalasemia

34
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Talasemia merupakan penyakit kelainan darah yang secara genetik diturunkan. Talasemia menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius di dunia khususnya di negara-negara mediterania, Malaysia, Thailand, dan Indonesia. Penyakit ini terjadi akibat kelainan sintesis hemoglobin dimana terjadi pengurangan produksi satu atau lebih rantai globin yang menyebabkan ketidakseimbangan produksi rantai globin. Anak yang menderita Talasemia memperlihatkan kondisi yang baik saat lahir tetapi akan menunjukkan keadaan anemia yang terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan berkurangnya kadar hemoglobin. Kondisi ini menyebabkan anak membutuhkan terapi transfusi darah merah seumur hidup untuk mengatasi kondisi anemia dan mempertahankan kadar hemoglobin. Namun, pemberian transfusi darah yang berulang-ulang dapat menimbulkan komplikasi penimbunan zat besi dalam jaringan tubuh yang dapat menyebabkan kerusakan organ-organ tubuh. Tanpa transfusi yang memadai penderita Talasemia Mayor akan meninggal pada dekade kedua. 1

Upload: justitiaintan

Post on 17-Dec-2015

50 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

asuhan keperawatan thalasemia anak

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangTalasemia merupakan penyakit kelainan darah yang secara genetik diturunkan. Talasemia menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius di dunia khususnya di negara-negara mediterania, Malaysia, Thailand, dan Indonesia. Penyakit ini terjadi akibat kelainan sintesis hemoglobin dimana terjadi pengurangan produksi satu atau lebih rantai globin yang menyebabkan ketidakseimbangan produksi rantai globin. Anak yang menderita Talasemia memperlihatkan kondisi yang baik saat lahir tetapi akan menunjukkan keadaan anemia yang terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan berkurangnya kadar hemoglobin. Kondisi ini menyebabkan anak membutuhkan terapi transfusi darah merah seumur hidup untuk mengatasi kondisi anemia dan mempertahankan kadar hemoglobin. Namun, pemberian transfusi darah yang berulang-ulang dapat menimbulkan komplikasi penimbunan zat besi dalam jaringan tubuh yang dapat menyebabkan kerusakan organ-organ tubuh. Tanpa transfusi yang memadai penderita Talasemia Mayor akan meninggal pada dekade kedua.World Health Organization (WHO) tahun 2001 melaporkan sekitar 7% populasi penduduk di dunia bersifat carrier dan sekitar 300.000 sampai 500.000 bayi lahir dengan kelainan ini setiap tahunnya. Data Talasemia di Thailand melaporkan sekitar 300 juta orang bersifat carrier terhadap penyakit kelainan darah ini yang tersebar di seluruh dunia dan diantaranya sebanyak 55 juta orang berada di Asia Tenggara. Talasemia merupakan salah satu penyakit kronis yang secara nyata dapat mempengaruhi kualitas hidup penderita akibat penyakitnya sendiri maupun efek terapi yang diberikan, tidak hanya secara fisik melainkan fungsi sosial dan emosionalnya juga dapat terganggu. Secara umum anak yang menderita Talasemia akan memperlihatkan gejala depresi, cemas, gangguan psikososial, dan gangguan fungsi sekolah. Hal yang sama juga dialami oleh anggota keluarga (orang tua dan saudara) penderita Talasemia, dimana mereka merasa sedih, kecewa, putus asa, stress, depresi dan cemas terhadap kesehatan dan masa depan penderita selanjutnya. Menindaklanjuti kedua kondisi ini, perlu dilakukan penilaian kualitas hidup terhadap anak penderita Talasemia maupun anggota keluarga penderita untuk menentukan tindakan yang mendukung perbaikan kualitas hidup anak penderita Talasemia.Oleh karena itu pada makalah ini kami akan membahas mengenai asuhan keperawatan pada anak dengan Thalasemia.B. Rumusan MasalahBagaimanakah pelaksanaan asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan Thalasemia?

C. Tujuan Tujun UmumDiharapkan mampu melakukan Asuhan keperawatan pada anak dengan ThalasemiaTujuan Khusus1. Dapat melakukan pengkajian pada pasien dengan thalasemia2. Dapat menentukan masalah 3. Dapat melakukan perencanaan untuk pasien Thalasemia4. Dapat melakukan implementasi pada pasien dengan Thalasemia5. Dapat mengevaluasi perkembangan pasien dengan Thalasemia

BAB IITALASEMIA

A. PengertianThalassemia adalah sekelompok kelainan autosomal resesif diwariskan, ditandai dengan tingkat gangguan sintesis rantai hemoglobin. Gangguan seumur hidup ini diklasifikasikan sebagai alpha-atau beta-, yang menurut rantai globin sintesis hemoglobin terganggu, dan sebagian besar atau kecil, tergantung pada berapa banyak gen yang rusak. Artinya, thalassemia mayor mengacu pada pewarisan gen resesif dari kedua orang tua dan thalassemia minor mengacu pada pewarisan gen resesif dari hanya satu orangtua. Dari semua thalassemia, beta-thalassemia lebih umum dan menyajikan masalah kesehatan yang paling signifikan untuk anak-anak. (Kline, 2010)B. EtiologiThalasemia diturunkan berdasarkan hokum mendel, resesif atau ko-dominanC. KlasifikasiThalasemia dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis rantai hemoglobin yang mengalami gangguan menjadi thalasemia alfa dan beta. Sedangkan berdasarkan jumlah gen yang mengalami gangguan, Hockenberry & Wilson (2009) mngklasifikasikan thalasemia menjadi :1. Thalasemia minor (Trait) : merupakan keadaan yang terjadi pada seseorang yang sehat namun orang tersebut dapat mewariskan gen thalasemia pada anak-anaknya. Thalasemia trait sudah ada sejak lahir dan tetap akan ada sepanjang hidup penderita. Penderita tidak memerlukan transfusi darah dalam hidupnya.2. Thalasemia Intermedia : merupakan kondisi antara thalasemia mayor dan minor. Penderita thalasemia intermedia mungkin memerlukan transfusi darah secara berkala, dan penderita thalasemia jenis ini dapat bertahan hidup sampai dewasa.3. Thalasemia mayor : thalasemia jenis ini sering disebut Cooley Anemia dan terjadi apabila kedua orang tua mempunyai sifat pembawa (carriers). Anak-anak dengan thalasemia mayor tampak normal saat lahir, tetapi akan menderita kekurangan darah pada usia 3-18 bulan. Penderita thalasemia mayor akan memerlukan transfusi darah secara berkala seumur hidup dan dapat meningkatkan usia hidup hingga 10-20 tahun. Namun, apabila penderita tidak dirawat, penderita thalasemia ini dapat bertahan hidup sampai usia 5-6 tahun (Potts & Mandleco, 2007).D. Manifestasi klinisThalasemia beta Hampir semua anak dengan thalasemia beta homozigot dan heterozigot, memperlihatkan gejal klinis sejak lahir gagal tumbuh, kesulitan makan, infeksi berulang dan kelemahan umum. Banyak nampak pucat dan didapatkan splenomegali. Pada stadium ini tidak ada tanda klinis lain dan diagnosis dibuat berdasarkan adanya kelainan hematologi. Bila menerima transfusi berulang, pertumbuhannya biasanya normal sampia pubertas. Pada saat itu bila mereka tidak cukup mendapatkan terapi kelasi (pengikat besi), tanda-tanda kelebihan zat besi mulai nampak. Bila bayi tersebut tidak mencukupi transfusi, tanda klinis khas thalasemia mayor mulai timbul. Sehingga gambaran klinis thalasemia beta dapat dibagi menjadi 2 :1. Cukup mendapat transfusi2. Dengan anemia kronis sejak anak-anakPada anak yang cukup mendapat transfuse, pertumbuhan dan perkembangannya biasanya normal, dan splenomegali biasanya tidak ada. Bila terapi kelasi efektif, anak ini bisa mencapai pubertas dan terus mencapai usia dewasa secara normal. Bila terapi chelasi tidak adekuat secara bertahap akan terjadi penumpukan zat besi. Efeknya mulai Nampak pada akhir decade pertama. Adolescent growth sprut tidak akan tercapai, komplikasi hati, endokrin dan jantung akibat kelebihan zat besi mulai Nampak. Termasuk diabetes, hipertiroid, hipoparatiroid dan kegagalan hati progresif. Tanda-tanda seks sekunder akan terlambat atau tidak timbul.Kausa kematian tersering pada penimbunan zat besi ini adalah gagal jantung yang dicetuskan oleh infeksi atau aritmia, yang timbul di akhir decade atau awal decade ketiga Gambaran klinis klien yang tidak mendapat transfuse adekuat sagat berbeda. Pertumbuhan dan perkembangan sangat terlambat. Pembesaran lien yang progresif sering memperburuk anemianya dan kadang kadang diikuti oleh trombositopenia. Terjadi perluasan sumsum tulang yang mengakibatkan deformitas tulang kepala, dengan zigoma yang menonjol, memeberikan gambaran khas mongoloid. Perubahan tulang ini memberikan gambaran radiologis yang khas termasuk penipisan dan peningkatan trabeklasi tulang-tulng panjang termasuk jari-jari. Dan gambaranhair on end pada tengkorak. Anak-anak ini mudah terinfeksi, yang bisa mengakibatkan penurunan mendadak kadar hemoglobin. Karena peningkatan jaringan eritropoiesis, yang tidak efektif, pasien mengalami hipermetabolik, sering demam dan gagal tumbuh. Kebutuhan folatnya meningkat, dan kekurangan zat ini bisa memperburuk anemianya. Karena pendeknya umur eritrosit, hipererikemi dan gout sekunder sering timbul. Sering terjadi gangguan perdarahan, yang bisa disebabkan oleh trombositopenia maupun kegagalan hati akibat penimbunan zat besi, hepatitis virus maupun hemopoiesis ekstrameduler. Bila pasien ini bisa mencapai pubertas, akan timbul komplikasi akibat penimbunan zat besi. Dalam hal ini berasal dari kelebihan absorbs di saluran pencernaanPrognosis pada pasien yang tidak memperoleh transfuse adekuat, sangat buruk. Tanpa transfuse sama sekali maka mereka akan meninggal pada usia 2 tahun. Bila dipertahankan pada Hb rendah selama masa kecil, mereka bisa meninggal karena infeksi berulang. Bila berhasil mencapai pubertas mereka akan mengalami komplikasi akibat penimbunan zat besi, sama dengan pasien yang cukup mendapat transfuse tapi kurang kelasi.Gangguan pertumbuhan pada thalasemia beta juga bisa timbul pada pasien yang cukup transfuse maupun bahan kelasi.Perubahan hematologi Pertama kali datang biasanya Hb berkisar 2-8 g/dL. Eritrosit terlihat hipokromik dengan berbagai bentuk dan ukuran, beberapa makrosit yang hipokromik, mikrosit dan fragmentosit. Didapatkan basophilic stippling dan eritrosit berinti selalu Nampak di darah tepi, setelah splenoktomi sel-sel ini muncul dalam jumlah yang lebih banyak. Hitung retikulosit hanya sedikit meningkat, jumlah leukosit dan trombosit masih normal, kecuali bila didapatkan hipersplenisme. Pemeriksaan sumsum tulang memperlihatkan peningkatan system eritroid dengan banyak inklusi di perlusor eritrosit, yang lebih Nampak dengan pengecatan metil-violet yang bisa memperlihtakan endapan alpha globin.Kadar HbF dan HbA2 pada thalasemia betha kadar HbF berkisar 20->90%. Kadar HbA2 biasanya normal dan tidak memiliki ariti diagnosis.E. PatofisiologiNormal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan dua polipeptida rantai alpa dan dua rantai beta.Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai beta dalam molekul hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan eritrosit membawa oksigen. Ada suatu komponsator yang meningkat dalam rantai alpa, tetapi rantai beta memproduksi secara terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defective. Ketidakseimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis. Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada talasemia Beta dan kelebihan rantai beta dan gama ditemukan pada talasemia alpa. Kelebihan rantai polipeptida mengalami presiptasi dalam sel eritrosit. Globin intraeritrositik yang mengalami presiptasi , yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil badan Heinz, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow, memproduksi RBC yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow , produksi RBC diluar menjadi eritroitik aktif. Kompensator produksi RBC secara terus menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh.

15

Patofisiologi

F. Pemeriksaan DiagnostikLaboratoriumDarah tepi lengkap1. Hemoglobin2. Sediaan apus darah tepi (mikrositer, hipokrom, anisositosis, poikilositosis, sel eritrosit muda/normoblas, fragmentosit, sel target)3. Indeks eritrosit: MCV, MCH dan MCHC menurun, RDW meningkat. Bila tidak menggunakan cell counter, dilakukan uji resistensi osmotic 1 tabung (fragilitas).Konfirmasi dengan analisis hemoglobin menggunakan1. Elektroforesis hemoglobin:Tidak ditemukannya HbA dan meningkatnya HbA2 dan HbF2. Jenis Hb kualitatif:Menggunakan elektroforesis cellulose acetase3. HbA2 kuantitatif:Menggunakan metode mikrokolom 4. HbF:Menggunakan alkali denaturasi modifikasi betke5. HbH badan inklusi:Menggunakan pewarnaan supravital (retikulosit)6. Metode HPLC (Beta short variant Biorad) : Analisis kualitatif dan kuantitatifG. Penatalaksanaan Medis1. Transfusi darahPrinsipnya:pertimbangan matang-matang sebelum memberikan transfuse darah. Transfuse darah pertama kali diberikan bila: Hb