anemia hemolitik

7
Anemia Hemolitik Anemia hemolitik adalah kurangnya kadar hemoglobin akibat kerusakan pada eritrosit yang lebih cepat daripada kemampuan sumsum tulang untuk menggantinya kembali. Etiologi Berdasarkan etiologinya, anemia hemolitik ini terbagi menjadi dua klasifikasi: 1. intrakorpuskular: hemolitik akibat faktor-faktor yang ada pada eritrosit itu sendiri, misalnya karena faktor herediter, gangguan metabolismenya, gangguan pembentukan hemoglobinnya, dll. 2. ekstrakorpuskular: hemolitik akibat faktor-faktor dari luar yang biasanya didapat, misalnya karena autoimun, pengaruh obat, infeksi, dsb. Patofisiologi Pada proses hemolisis akan terjadi dua hal berikut: 1. Turunnya kadar Hemoglobin. Jika hemolisisnya ringan atau sedang, sumsum tulang masih bisa mengkompensasinya sehingga tidak terjadi anemia. Keadaan ini disebut dengan hemolitik terkompensasi. Tapi jika derajat hemolisisnya berat, sumsum tulang tidak mampu mengompensasinya, sehingga terjadi anemia hemolitik. 2. Meningkatnya pemecahan eritrosit. Untuk hal ini ada tiga mekanisme: Hemolitik ekstravaskuler. Terjadi di dalam sel makrofag dari sistem retikuloendotelial, terutama di lien, hepar dan sumsum tulang karena sel ini

Upload: sinta-handayani

Post on 04-Jan-2016

36 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

anemia hemolitik autoimun

TRANSCRIPT

Page 1: Anemia Hemolitik

Anemia HemolitikAnemia hemolitik adalah kurangnya kadar hemoglobin akibat kerusakan

pada eritrosit yang lebih cepat daripada kemampuan sumsum tulang untuk

menggantinya kembali.

Etiologi

Berdasarkan etiologinya, anemia hemolitik ini terbagi menjadi dua

klasifikasi:

1. intrakorpuskular: hemolitik akibat faktor-faktor yang ada pada eritrosit

itu sendiri, misalnya karena faktor herediter, gangguan

metabolismenya, gangguan pembentukan hemoglobinnya, dll.

2. ekstrakorpuskular: hemolitik akibat faktor-faktor dari luar yang biasanya

didapat, misalnya karena autoimun, pengaruh obat, infeksi, dsb.

PatofisiologiPada proses hemolisis akan terjadi dua hal berikut:

1. Turunnya kadar Hemoglobin. Jika hemolisisnya ringan atau sedang,

sumsum tulang masih bisa mengkompensasinya sehingga tidak terjadi

anemia. Keadaan ini disebut dengan hemolitik terkompensasi. Tapi jika

derajat hemolisisnya berat, sumsum tulang tidak mampu

mengompensasinya, sehingga terjadi anemia hemolitik.

2. Meningkatnya pemecahan eritrosit. Untuk hal ini ada tiga mekanisme:

Hemolitik ekstravaskuler. Terjadi di dalam sel makrofag dari

sistem retikuloendotelial, terutama di lien, hepar dan sumsum tulang

karena sel ini mengandung enzim heme oxygenase. Lisis terjadi jika

eritrosit mengalamai kerusakan, baik di membrannya,

hemoglobinnya maupun fleksibilitasnya. Jika sel eritrosit dilisis oleh

makrofag, ia akan pecah menjadi globin dan heme. Globin ini akan

kembali disimpan sebagai cadangan, sedangkan heme nanti akan

pecah lagi menjadi besi dan protoporfirin. Besi diangkut lagi untuk

disimpan sebagai cadangan, akan tetapi protoforfirin tidak, ia akan

Page 2: Anemia Hemolitik

terurai menjadi gas CO dan Bilirubin. Bilirubin jika di dalam darah

akan berikatan dengan albumin membentuk bilirubin indirect

(Bilirubin I), mengalami konjugasi di hepar menjadi bilirubin direct

(bilirubin II), dieksresikan ke empedu sehingga meningkatkan

sterkobilinogen di feses dan urobilinogen di urin.

Hemolitik intravaskuler. Terjadi di dalam sirkulasi. Jika eritrosit

mengalami lisis, ia akan melepaskan hemoglobin bebas ke plasma,

namun haptoglobin dan hemopektin akan mengikatnya dan

menggiringnya ke sistem retikuloendotelial untuk dibersihkan.

Namun jika hemolisisnya berat, jumlah haptoglobin maupun

hemopektin tentunya akan menurun. Akibatnya, beredarlah

hemoglobin bebas dalam darah (hemoglobinemia). Jika hal ini

terjadi, Hb tsb akan teroksidasi menjadi methemoglobin, sehingga

terjadi methemoglobinemia. Hemoglobin juga bisa lewat di

glomerulus ginjal, hingga terjadi hemoglobinuria. Namun beberapa

hemoglobin di tubulus ginjal nantinya juga akan diserap oleh sel-sel

epitel, dan besinya akan disimpan dalam bentuk hemosiderin. Jika

suatu saat epitel ini mengalami deskuamasi, maka hanyutlah

hemosiderin tersebut ke urin sehingga terjadi hemosiderinuria, yg

merupakan tanda hemolisis intravaskuler kronis.

Peningkatan hematopoiesis. Berkurangnya jumlah eritrosit di

perifer akan memicu ginjal mengeluarkan eritropoietin untuk

merangsang eritropoiesis di sumsum tulang. Sel-sel muda yang ada

akan ‘dipaksa’ untuk dimatangkan sehingga terjadi peningkatan

retikulosit (sel eritrosit muda) dalam darah, mengakibatkan

polikromasia.

Manifestasi Klinis

Gejala umum: gejala anemia pada umumnya, Hb < 7g/dl.

Gejala hemolitik: diantaranya berupa ikterus akibat meningkatnya kadar

bilirubin indirek dlm darah, tapi tidak di urin (acholuric jaundice);

hepatomegali, splenomegali, kholelitiasis (batu empedu), ulkus dll.

Gejala penyakit dasar (penyebab) masing2 anemia hemolitik tsb.

Page 3: Anemia Hemolitik

Diagnosis dan Pemeriksaan Laboratorium

Beberapa hasil pemeriksaan lab yang menjurus pada diagnosis anemia

hemolitik adalah sbb:

1. Sedian hapus darah tepi pada umumnya terlihat eritrosit normositik

normokrom, kecuali diantaranya thalasemia yang merupakan anemia

mikrositik hipokrom.

2. penurunan Hb >1g/dl dalam 1 minggu

3. penurunan masa hidup eritrosit <120hari

4. peningkatan katabolisme heme, biasanya dilihat dari peningkatan

bilirubin serum

5. hemoglobinemia, terlihat pada plasma yang berwarna merah terang

6. hemoglobinuria, jika urin berwarna merah, kecoklatan atau kehitaman

7. hemosiderinuria, dengan pemeriksaan pengecatan biru prusia

8. haptoglobin serum turun

9. retikulositosis

Anemia Hemolitik Auto ImunAnemia hemolitik autoimun adalah suatu kelainan dimana terdapat antibodi

tertentu pada tubuh kita yang menganggap eritrosit sebagai antigen non-

selfnya, sehingga menyebabkan eritrosit mengalami lisis.

Etiologi

Idiopatik, sampai sekarang masih belum jelas.

Patofisiologi

Ada 2 mekanisme yang menyebabkan anemia hemolitik autoimun. Yaitu

aktivasi komplemen dan aktivasi mekanisme seluler, atau kombinasi

keduanya.

Page 4: Anemia Hemolitik

aktivasi komplemen. Ada dua cara aktivasinya, klasik dan alternatif. (1)

Kalau klasik biasanya diaktifkan oleh antibodi IgM, IgG1, IgG2 dan

IgG3. Mulai dari C1, C4, dst hingga C9, nanti ujungnya terbentuklah

kompleks penghancur membran yg terdiri dari molekul C5b,C6,C7,C8

dan beberapa molekul C9. Kompleks ini akan menyusup ke membran

sel eritrosit dan mengganggu aliran transmembrannya, sehingga

permeabilitas membran eritrosit normal akan terganggu, akhirnya air

dan ion masuk, eritrosit jadi bengkak dan ruptur. (2) Untuk aktivasi

alternativ hanya berbeda urutan pengaktivannya, ujungnya ntar molekul

C5b yang akan menghancurkan membran eritrosit.

aktivasi mekanisme seluler. Mekanismenya, jika ada eritrosit yang

tersensitisasi oleh komponen sistem imun seperti IgG atau kompemen,

namun tidak terjadi aktivasi sistem komplemen lebih lanjut, maka ia

akan difagositosis langsung oleh sel-sel retikuloendotelial. Proses ini

dikenal dg mekanisme immunoadhearance.

Diagnosis

Untuk mendiagnosis seseorang menderita anemia hemolitik, dilakukan

pemeriksaan Commb’s Test. Ada dua cara:

1. Direct Coomb’s test. Sel eritrosit pasien dibersihkan dari protein-protein

yang melekat, lalu direaksikan dengan antibodi monoklonal seperti IgG

dan komplemen seperti C3d. Jika terjadi aglutinasi, maka hasilnya

positif. Berarti IgG atau C3d atau keduanya melekat di eritrosit tersebut.

2. Indirect Coomb’s test. Serum pasien diambil, direaksikan dengan sel-

sel reagen yaitu sel darah merah yang sudah terstandar. Jika terjadi

aglutinasi, maka hasilnya positif. Berarti ada imunoglobulin di serum

tersebut yang bereaksi dengan sel-sel reagen.

Page 5: Anemia Hemolitik

Klasifikasi

Anemia hemolitik autoimun ada dua jenis, tipe hangat dan tipe dingin.

A. Tipe Hangat

Yaitu hemolitik autoimun yang terjadi pada suhu tubuh optimal (37

derajat celcius).

Manifestasi klinis: gejala tersamar, gejala2 anemia, timbul perlahan,

menimbulkan demam bahkan ikterik. Jika diperiksa urin pada umumnya

berwarna gelap karena hemoglobinuri. Bisa juga terjadi splenomegali,

hepatomegali dan limfadenopati.

Pemeriksaan Lab: Coomb’s test direk positif, Hb biasanya

Prognosis: hanya sedikit yang bisa sembuh total, sebagian besar

memiliki perjalanan penyakit yang kronis namun terkendali. Survival

70%. Komplikasi bisa terjadi, seperti emboli paru, infark limpa, dan

penyakit kardiovaskuler. Angka kematian 15-25%.

Terapi: (1) pemberian kortikosteroid 1-1,5 mg/kgBB/hari, jika membaik

dalam 2 minggu dosis dikurangi tiap minggu 10-20 mg/hari. (2)

splenektomi, jika terapi kortikosteroid tidak adekuat; (3) imunosupresi:

azatioprin 50-200 mg/hari atau siklofosfamid 50-150 mg/hari; (4) terapi

lain: danazol, imunoglobulin; (5) tansfusi jika kondisinya mengancam

jiwa (misal Hb <3mg/dl)

B. Tipe Dingin

terjadi pada suhu tubuh dibawah normal. Antibodi yang memperantarai

biasanya adalah IgM. Antibodi ini akan langsung berikatan dengan

eritrosit dan langsung memicu fagositosis.

Manifestasi klinis: gejala kronis, anemia ringan (biasanya Hb:9-12g/dl),

sering dijumpai akrosianosis dan splenomegali.

pemeriksaan lab: anemia ringan, sferositosis, polikromasia, tes coomb

positif, spesifisitas tinggi untuk antigen tertentu seperti anti-I, anti-Pr,

anti-M dan anti-P.

Prognosis:baik, cukup stabil

Page 6: Anemia Hemolitik

terapi: hindari udara dingin, terapi prednison, klorambusil 2-4 mg/hari,

dan plasmaferesis untuk mengurangi antibodi IgM.